PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMIPLAN MENCARI INFORMASI SECARA LISAN SERTA MENUMBUHKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA KELAS IV

Risti Pratiwi Sari, 105060293 (2016) PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMIPLAN MENCARI INFORMASI SECARA LISAN SERTA MENUMBUHKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA KELAS IV. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
COVER cc.docx

Download (36kB)
[img] Text
lembar pengesahan.docx

Download (14kB)
[img] Text
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI.docx

Download (13kB)
[img] Text
Abstrakk.docx

Download (14kB)
[img] Text
Abstrakk bahasa ing.docx

Download (15kB)
[img] Text
KATA PENGANTAR.docx

Download (109kB)
[img] Text
DAFTAR ISI.docx

Download (29kB)
[img] Text
BAB I.docx

Download (33kB)
[img] Text
bab II.docx

Download (92kB)
[img] Text
BAB III.docx
Restricted to Repository staff only

Download (79kB)
[img] Text
BAB IV.docx
Restricted to Repository staff only

Download (375kB)
[img] Text
BAB V.docx
Restricted to Repository staff only

Download (23kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA.docx

Download (18kB)

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mencari informasi secara lisan serta menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik melalui model discovery learning dalam pembelajaran sub tema keberagaman budaya bangsa. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan di kelas IV SDN Cirangrang. Penelitian ini dilatar belakangi dengan keadaan siswa di kelas IV SDN Cirangrang yang menunjukan hasil kemampuan mencari informasi secara lisan serta menumbuhkan rasa percaya diri yang kurang didalam pembelajaran dikarenakan guru sering menggunakan ceramah konvensional, sedangkan dengan model-model pembelajaran yang lain khususnya model discovery learning belum pernah dilaksanakan. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menggunakan sistem siklus yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, analisis dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus. Dalam tiap siklusnya dilaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran discovery learning. Teknik evaluasi yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik tes dan non tes. Teknik tes untuk mengetahui hasil belajar siswa, dan teknik non tes untuk mengetahui kemampuan mencari informasi secara lisan untuk menumbuhkan rasa percaya diri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran discovery learning dapat meningkatkan kemampuan mencari invormasi secara lisan peserta didik. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rata-rata peningkatan kemampuan mencari informasi secara lisan peserta didik dari siklus I sampai siklus III, yaitu pada siklus I hasil belajar menunjukan nilai 2,78 dengan kategori cukup, siklus II dengan nilai 3,15 dengan kategori baik dan siklus III dengan nilai 3,2 dengan kategori sangat baik. Kesimpulan yang diperolah dari penelitian ini adalah, bahwa penggunaan model pembelajaran discovery learning sangat menunjang terhadap peningkatan hasil belajar peserta didik pada subtema keberagaman budaya bangsa di kelas IV Sekolah Dasar. Dengan demikian, penggunaan model discovery learning dapat dijadikan salah satu model pembelajaran untuk diterapkan pada pembelajaran sub tema keberagaman budaya bangsa. Kata kunci: discovery learning, kemampuan mencari informasi secara lisan ABSTRACT The purpose of this study is to improve students’ ability in seeking information by orally and building students’ confidence through discovery learning model in learning the sub-themeof nation's cultural diversity. This study conducted to fourth grade students in SDN Cirangrang. The background of this study is conducted because of fourth grade students’ condition in SDN Cirangrang which shows the lack of students’ ability in seeking information by orally and building confidence in learning because teachers are less frequently use conventional lectures, while with other learnning models, especially discovery learning model has never been implemented. This study used Classroom Action Research (CAR) using cycle system consisting of planning, implementation, observation, analysis and reflection. This study was conducted in 3 cycles. In each cycle carried out by applying a learning discovery learning model. Each cycle implemented inquiry learning activities model that consists of 5 stages: 1st Formulating the problem, 2nd Formulating the temporary hypothesis, 3rd. Testing tentative answers, 4th Drawing conclusions, 5th.Implementing the conclusions and generalizations. Evaluation techniques that used in this study was a test and non-test techniques. Tests technique is to determine students’ learning outcomes, and non-test techniqueis to determine the ability to seek information by orally to build students’confidence. The results show that the use of discovery learning model can improve students’ ability in seeking information by orally. This can be seen from the increse of students’ average score, from the first cycle until third cycle, in the first cycle students’ learning outcomes show the score is2.78 with enough category, second cycle the score is 3.15 with good category and third cycle the score is 3.2 with a very good category The conclusions that obtained from this study is the use of discovery learning model is strongly support the improvement of students’ learning outcomes in the sub-theme of the nation'scultural diversity in fourth grade elementary school. Thus, the use of discovery learning model can be used as one of the learning model to be applied in the sub-theme of learning nation’scultural diversity. Key words: discovery learning, skill in seeking information by orally BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan mutu pendidikan dirasakan sebagai suatu kebutuhan bangsa yang ingin maju. Dengan keyakinan bahwa pendidikan yang bermutu dapat menunjang pembangunan disegala bidang. Menurut Hamalik (dalam Cahyo 2014 : 13), pendidikan sebagai suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya. Sekolah merupakan satu tempat siswa mendapatkan ilmu secara formal. Sekolah bukan hanya tempat menimba ilmu, tetapi juga sebagai tempat berkumpul, bermain dan berbagai keceriaan antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya sehingga terjadi interaksi di dalamnya. Sekolah juga merupakan tempat dimana kegiatan belajar mengajar berlangsung dan tempat terjadinya interaksi antara guru dan murid. Manusia diciptakan oleh Tuhan dengan membawa fitrah yang merdeka, mempunyai hak dan kebebasan yang telah melekat ada dirinya. Oleh karena itu dalam kehidupan, manusia mempunyai hak untuk hidup, hak bersuara, kebebasan mengemukakan pendapat, dan hak yang lainnya selama kebebasan dan hak tersebut tidak bertentangan dengan norma sosial agama. Begitu juga dalam kegiatan belajar mengajar, dalam hal ini siswa mempunyai hak dan kebebasan untuk bersuara, berpendapat atau beragumen di dalam kelas yang berkaitan dengan materi pelajaran di kelas. Saat berlangsungnya Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) seharusnya yang aktif bukanlah gurunya saja, dimana siswa hanya dianggap sebagai suatu benda yang pasif, yang hanya mendengarkan dan mematuhi apa yang disampaikan oleh guru. Tetapi seharusnya dalam proses KBM antara siswa dan guru secara seimbang dan bersama-sama berinteraksi secara aktif, dalam transfer ilmu pengetahuan baik dari guru ke siswa atau sebaliknya dari siswa ke guru dan dapat juga transfer ilmu antar siswa satu ke siswa yang lainnya. Dengan konsep kurikulum berbasis kompetensi, tak tepat jika ada yang menyampaikan bahwa pemerintah salah sasaran saat merencanakan perubahan kurikulum karena yang perlu diperbaiki sebenarnya metodologi pembelajaran, bukan kurikulum (Mohammad Abduhzen, ”Urgensi Kurikulum 2013”, Kompas, 14/12/2013 dan ”Implementasi Pendidikan”, Kompas 6/3). Hal ini menunjukkan belum dipahaminya secara utuh bahwa kurikulum berbasis kompetensi mencakup metodologi pembelajaran. Tanpa metodologi pembelajaran yang sesuai, tak akan terbentuk kompetensi yang diharapkan. Sebagai contoh, dalam Kurikulum 2013, kompetensi lulusan dalam ranah keterampilan untuk SD dirumuskan sebagai ”memiliki (melalui mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, mencipta) kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif, dalam ranah konkret dan abstrak, sesuai yang ditugaskan kepadanya.” Kompetensi Inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi Standar Kompetensi Lulusan dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki oleh peserta didik yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu, gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian hard skills dan soft skills. Kompetensi Inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising element) kompetensi dasar. Sebagai unsur pengorganisasi, Kompetensi Inti merupakan pengikat untuk organisasi vertikal dan organisasi horizontal Kompetensi Dasar. Organisasi vertikal Kompetensi Dasar adalah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu kelas atau jenjang pendidikan ke kelas/jenjang di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu akumulasi yang berkesinambungan antara konten yang dipelajari peserta didik. Organisasi horizontal adalah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu mata pelajaran dengan konten Kompetensi Dasar dari mata pelajaran yang berbeda dalam satu pertemuan mingguan dan kelas yang sama sehingga terjadi proses saling memperkuat. Melalui subtema 1 keberagaman budaya bangsaku, peserta didik atau siswa diarahkan untuk menjadi warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab. Pendidikan di Indonesia diusahakan agar lebih maju dan bermutu. Upaya peningkatan mutu pendidikan dilaksanakan antara lain dengan mengusahakan penyempurnaan proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar meliputi seluruh aktivitas yang pada intinya menyangkut pemberian materi pelajaran agar siswa memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang bermanfaat. Peningkatan mutu dan kualitas proses belajar mengajar bertujuan agar siswa memperoleh prestasi atau hasil belajar yang lebih baik. Metode mengajar merupakan teknik yang harus dikuasai guru untuk menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, agar pelajaran tersebut dapat diterima, dipahami dan digunakan oleh siswa dengan baik. Dalam memilih metode mengajar harus disesuaikan dengan tujuan pengajaran, materi pelajaran dan bentuk pengajaran (individu dan kelompok). Metode mengajar ada berbagai macam misalnya : ceramah, diskusi, demonstrasi, discovery, kooperatif (kelompok) dan masih banyak yang lainnya. Pada dasarnya tidak ada metode mengajar yang paling baik, sebab setiap metode mengajar yang digunakan pasti memiliki kelemahan dan kelebihan. Oleh karena itu, dalam mengajar dapat digunakan berbagai metode sesuai materi yang diajarkan. Pengalaman belajar dengan melalui penggunaan model pembelajaran discovery akan menghasilkan keyakinan yang lebih kuat bahwa seseorang merasa aktif dan percaya diri, diterima oleh siswa lain, dan menaruh perhatian tentang bagaimana teman - temannya belajar dan adanya keinginan untuk membantu temannya belajar. Siswa sebagai subjek yang belajar merupakan sumber belajar bagi siswa lainnya yang dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan misalnya diskusi, pemberian umpan balik, atau bekerja sama dalam melatih keterampilan - keterampilan tertentu. Menurut wawancara dan observasi baik dari guru kelas maupun siswa, proses pembelajaran di SDN Cirangrang, guru masih banyak menggunakan metode yang didominasi metode ceramah yang menjadikan guru sebagai pusat kegiatan belajar mengajar atau teacher centered. Hal ini menyebabkan siswa menjadi kurang aktif selama kegiatan belajar berlangsung. Siswa pada umumnya hanya mendengarkan, membaca dan menghafal informasi yang diperoleh, sehingga konsep yang tertanam tidak kuat. Di dalam pembelajaranpun siswa belum banyak yang berani bertanya atau berpendapat. Selain itu hanya beberapa anak saja yang berani mengemukakan pendapatnya sehingga terjadi pendominasian bagi anak – anak yang lainnya yang cenderung pasif. Ditambah lagi adanya faktor lingkungan dan didikan orang tua dalam berbahasa dan berkomunikasi dengan anak, sehingga tidak sedikit siswa yang kesulitan dalam mengungkapkan sesuatu secara lisan dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dengan kata lain bahwa keterampilan proses siswa belum berkembang atau belum dimaksimalkan dengan sepenuhnya. Berdasarkan observasi awal di lapangan bahwa terjadi permasalahan terkait dengan hasil belajar siswa khususnya siswa kelas IV SDN Cirangrang Kota Bandung yakni KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) untuk sub tema “Keragaman Budaya Bangsa” di kelas IV adalah 2,66 akan tetapi nilai-nilai rata-rata siswa yang diperoleh adalah 2,21. Mencermati tentang rendahnya nilai yang dicapai oleh siswa berada di bawah standar ketuntasan minimal yang ditentukan yaitu dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) menunjukan sebagian siswa masih di bawah standar. Bahwa dari 34 siswa masih banyak siswa memperoleh nilai di bawah 2,66. Berkaitan dengan hal tersebut maka diperlukan suatu metode pembelajaran yang mampu memfasilitasi siswa untuk mendapatkan pengalaman belajar. yaitu metode yang memuat pengalaman belajar dan keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Salah satu metode yang dapat memuat keaktifan dan pengalaman belajar siswa tersebut adalah model pembelajaran Discovery Learning. Prinsipnya model pembelajaran penemuan discovery learning memungkinkan para siswa menemukan sendiri informasi-informasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan intruksional. Hal ini berimplikasi terhadap peranan guru sebagai penyampai informasi ke arah peran guru sebagai pengelola interaksi belajar mengajar di kelas. Dengan dasar latar belakang inilah maka dilakukan penelitian dengan judul “Penggunaan Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Mencari Informasi Secara Lisan Serta Menumbuhkan Rasa Percaya Diri Siswa Kelas IV ”. B. Identifikasi Masalah Peneliti mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul berdasarkan kondisi dilapangan, yaitu sebagai berikut. 1. Masih banyak siswa yang tidak menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi. 2. Kemampuan berbicara siswa di depan orang banyak masih kurang baik karena suaranya tidak terdengar. 3. Tingkat kepercayaan diri siswa untuk bertanya yang masih rendah. 4. Rendahnya aktivitas (keterlibatan) siswa dalam kegiatan belajar mengajar. C. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah secara umum. 1. Apakah penggunaan model discovery learning dalam perencanaan pembelajaran pada subtema keberagaman budaya bangsa dapat meningkatkan kemampuan mencari informasi secara lisan serta menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik? 2. Apakah proses pelaksanaan pembelajaran pada subtema keberagaman budaya bangsa dengan menggunakan model discovery learning di kelas IV SDN Cirangrang dapat meningkatkan kemampuan mencari informasi secara lisan serta menumbuhkan rasa percaya diri? 3. Apakah keterampilan peserta didik dalam mencari informasi secara lisan dapat menumbuhkian rasa percaya diri dengan menggunakan model discovery learning? D. Batasan Masalah Permasalahan yang berkaitan dengan judul sangat luas, sehingga tidak mungkin permasalahan yang ada dapat terjangkau dan terselesaikan semua. Oleh karena itu, perlu adanya pembatasan dan pemfokusan masalah sehingga yang diteliti lebih jelas dan kesalahpahaman dapat dihindari. Untuk itu perlu dibatasi ruang lingkup dan fokus masalah yang diteliti. Dari latar belakang yang ada di atas peneliti mengemukakan masalah yang penting dalam penelitian ini di antaranya sebagai berikut. 1. Penelitian Tindakan kelas ini hanya dilaksanakan di kelas IV SDN Cirangrang Kota Bandung. 2. Materi ajar yang diberikan dengan menggunakan tema indahnya kebersamaan pada subtema keberagaman budaya bangsa, kegiatan pembelajaran 1,2 dan 3. E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian tindakan kelas (PTK) ini bertujuan untuk memperoleh informasi dan gambaran mengenai peningkatan kemampuan berbicara peserta didik dalam mencari informasi secara lisan serta menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik melalui model discovery learning pada tema indahnya kebersamaan dan subtema keberagaman budaya bangsa kelas IV SDN Cirangrang. 2. Tujuan Khusus Secara lebih rinci, tujuan dari penelitian ini adalah : a. untuk mengetahui keberhasilan penggunaan model discovery learning dalam perencanaan pembelajaran pada sub tema keberagaman budaya bangsa dapat meningkatkan kemampuan mencari informasi secara lisan serta menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik; b. untuk mengetahui keberhasilan proses pelaksanaan pembelajaran pada sub tema keberagaman budaya bangsa dengan menggunakan model discovery learning di kelas IV SDN Cirangrang dapat meningkatkan kemampuan mencari informasi secara lisan serta menumbuhkan rasa percaya diri; c. untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam mencari informasi secara lisan dapat menumbuhkian rasa percaya diri dengan menggunakan model discovery learning; F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis. Kegunaan secara teoritis adalah untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang relevan dengan masalah penelitian. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya perbendaharaan pengetahuan yang terkait dengan penggunaan model discovery untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mencari informasi secara lisan serta menumbuhkan rasa percaya diri pada subtema keberagaman budaya bangsaku kelas IV SDN Cirangrang. Di samping manfaat penelitain secara teoritis penelitian ini juga memiliki manfaat secara praktis yakni: 1. Bagi penulis Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang peranan guru dalam penggunaan model pembelajaran discovery untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mencari informasi secara lisan serta menumbuhkan rasa percaya diri pada subtema keberagaman budaya bangsaku kelas IV SDN Cirangrang. 2. Bagi guru Sumbangan pemikiran bagi guru dalam proses belajar-mengajar menggunakan berbagai macam model pembelajaran terutama model pembelajaran discovery untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi dalam mencari informasi serta menumbuhkan rasa percaya diri siswa dalam materi pembelajaran dengan tema indahnya kebersamaan pada subtema keberagaman budaya bangsaku di SDN Cirangrang. 3. Bagi siswa Hasil penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan dalam mencari informasi serta menumbuhkan rasa percaya diri siswa. Penggunaan model pembelajaran discovery menjadi sarana pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa dan dapat meningkatkan keterampilan berbicara. 4. Bagi.sekolah Hasil penelitian akan memberikan sumbangan bagi sekolah dalam rangka perbaikan pembelajaran khususnya dalam meningkatkan kemampuan mencari informasi secara lisan serta menumbuhkan rasa percaya diri pada peserta didik. G. Definisi Operasional Untuk menghindari salah pengertian atau salah tafsir tentang makna istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan makna beberapa definisi operasional sebagai berikut. 1. Penggunaan adalah proses, cara atau perbuatan dengan menggunakan sesuatu. 2. Model discovery learning adalah suatu model di mana dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan pesserta didik menemukan sendiri informasi. 3. Meningkatkan adalah suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik. 4. Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kakuatan kita berusaha dengan diri sendiri. 5. Mencari informasi secara lisan adalah sebuah kabar, berita, pesan atau Informasi yang didapat dan diperoleh secara langsung. 6. Menumbuhkan rasa percaya diri adalah kepercayaan akan kemampuan sendiri yang memadai dan menyadari kemampuan yang dimiliki. Kesimpulannya, mencari informasi secara lisan serta menumbuhkan rasa percaya diri pada pembelajaran subtema keberagaman budaya bangsa dengan penggunaan model discovery learning adalah suatu proses perubahan kemampuan peserta didik dalam menyampaikan sebuah pesan atau informasi secara langsung yang didapat dengan cara menemukannya sendiri, melatih anak untuk berbicara dan berkomunikasi, agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, sang pembicara dan sang pencari informasi memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan. BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Kajian Teori 1. Kajian Tentang Mencari Informasi Secara Lisan a. Definisi Informasi Tidak mudah untuk mendefinisikan konsep informasi karena istilah yang satu ini mempunyai bermacam aspek, ciri, dan manfaat yang satu dengan yang lainnya terkadang sangat berbeda. Menurut Maryono dan Istiana (2008 : 52), kata informasi dapat diartikan berita yang mengandung maksud tertentu. Manusia memiliki pengetahuan dan pengalaman yang selalu ingin dibagikan kepada orang lain. Pengalaman atau pengetahuan yang akan dikomunikasiakn kepada orang lain tersebut merupakan pesan atau informasi. Jadi, pesan atau informasi menuntut adanya kehadiran pihak lain. Menurut Hasugian (2005 : 57), informasi adalah sesuatu yang bebas atau tidak terikat dalam banyak aspek, informasi memperlihatkan suatu mutu yang jelas yang dapat menciptakan perubahan. oleh karena itu, informasi juga merupakan sebuah bentuk ilmu pengetahuan yang paling tajam. Apakah diakui secara fundamental ataupun secara elemental. Informasi merupakan data yang berasal dari fakta yang tercatat dan selanjutnya dilakukan pengolahan (proses) menjadi bentuk yang berguna atau bermanfaat bagi pemakainya. Informasi adalah hasil dari kegiatan pengolahan data yang memberikan bentuk yang lebih berarti dari suatu kejadian. Kemudian pengertian lain dari informasi adalah data berupa catatan historis yang dicatat dan diarsipkan tanpa maksud dan segera diambil kembali untuk pengambilan keputusan. Data yang telah diletakkan dalam konteks yang lebih berarti dan berguna yang dikomunikasikan kepada penerima untuk digunakan di dalam pembuatan keputusan. b. Manfaat Informasi Informasi itu sangat beragam, baik dalam jenis, tingkatan maupun bentuknya. Manfaat informasi bagi setiap orang berbeda-beda. Adapun manfaat dari informasi menurut Sutanta (dalam Hasugian 2005 : 67) adalah : 1. Menambah pengetahuan Adanya informasi akan menambah pengetahuan bagi penerima yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan yang mendukung proses pengambilan keputusan. 2. Mengurangi ketidakpastian pemakai informasi Informasi akan mengurangi ketidakpastian karena apa yang akan terjadi dapat diketahui sebelumnya, sehingga kemungkinan menghindari keraguan pada saat pengambilan keputusan. 3. Mengurangi resiko kegagalan Adanya informasi akan mengurangi resiko kegagalan karena apa yang akan terjadi dapat diantisipasi dengan baik, sehingga kemungkinan terjadinya kegagalan akan dapat dikurangi dengan pengambilan keputusan yang tepat. 4. Mengurangi keanekaragaman yang tidak diperlukan Mengurangi keanekaragaman yang tidak diperlukan akan menghasilkan keputusan yang lebih terarah. 5. Memberikan standar, aturan-aturan, ukuran-ukuran, dan keputusan untuk menentukan pencapaian, sasaran dan tujuan. Pendapat di atas menunjukkan bahwa informasi akan memberikan standar, aturan dan keputusan yang lebih terarah untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan secara lebih baik berdasarkan informasi yang diperoleh. Informasi juga dapat mengurangi ketidakpastian dan menambah pengetahuan dan wawasan. c. Definisi.Lisan Menurut Tarigan (2013 : 16 ), berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi - bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Ragam bahasa lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan, kita berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide. Bahasa lisan lebih ekspresif dimana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan. Lidah setajam pisau atau silet oleh karena itu sebaiknya dalam berkata-kata sebaiknya tidak sembarangan dan menghargai serta menghormati lawan bicara atau target komunikasi. d. Jenis - Jenis Penyampaian Secara Lisan Menurut Tarigan (2013 : 31), dalam pelajaran kemampuan berbahasa, si pengajar hendaknya berusaha mengubah suasana kelas menjadi tempat latihan kegiatan berbicara. Untuk dapat melibatkan semua siswa atau mahasiswa dalam kegiatan berbicara, sebaiknya diterapkan metode kelompok. Ada beberapa macam bentuk penyampaian secara lisan. Disebut lisan karena penyampaiannya secara langsung dan tidak melalui media seperti kertas dsb. Menurut Tarigan (2013 : 31), dalam pelaksanaannya dapat berbentuk: 1) Seminar; 2) bercakap - cakap; 3) diskusi; 4) diskusi panel; 5) pidato; 6) ceramah; 7) dakwah; 8) sandiwara ; 9) rapat; 10) puisi; 11) wawancara; 12) symposium; Setelah mengetahui pengertian informasi dan bahasa lisan, maka berbicara untuk melaporkan menurut Tarigan (2013 : 30), untuk memberikan informsi atau dalam bahasa inggris disebut informative speaking dilaksanakan kalau seseorang berkeinginan untuk : 1) memberi atau menanamkan pengetahuan; 2) menetapkan atau menentukan hubungan - hubungan antara benda -benda; 3) menerangkan atau menjelaskan sesuatu proses; dan 4) menginterprestasikan atau menafsirkan sesuatu persetujuan ataupun menguraikan sesuatu tulisan; Semua hal tersebut merupakan situasi-situasi informatif karena masing-masing ingin membuat pengertian - pengertian atau makna - makna menjadi jelas. 2. Kajian Tentang Rasa Percaya Diri a. Pengertian Percaya Diri Diantara kita semua pasti pernah berada pada situasi tidak percaya diri. Rasa tidak percaya diri dapat menyerang siapa saja tanpa membedakan golongan tua maupun muda dan pria maupun wanita. Menurut Thantaway dalam kamus istilah bimbingan dan konseling (dalam Sarastika 2014: 50), percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis diri seseorang yang member keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat atau melakukan sesuatu tindakan . orang yang tidak percaya diri memiliki konsep diri negatif, kurang percaya pada kemampuannya, karena itu sering menutup diri. Hal tersebut sangat mengganggu kehidupan pribadi maupun hubungan sosial masyarakat. Tanpa disadari hal ini membuat kita menjadi kurang aman, tidak mau maju, tidak bahagia, suka uring-uringan, dan berbgai macam efek negatif lainnya. Setelah melihat berbagai macam dampak negatif dari hal tersebut, maka dapat kita introfeksi sejenak diri kita sendiri. Hampir semua orang sebenernya punya masalah dengan istilah percaya diri. Kebanyakan orang menganggap bahwa orang yang percaya diri adalah figure yang sempurna dan mampu melakukan apa saja, atau memiliki penampilan fisik tanpa cacat sedikitpun. Mungkin diantara mereka ada beberapa orang yang minder karena memiliki kekurangan misalnya hidung pesek, tubuh mungil, rambut krebo, dan lain-lain. Menurut Sarastika (2014 : 49), orang yang percaya diri memiliki sikap atau perasaan yang yakin pada kemampuan sendiri. Keyakinan itu dapat muncul setelah seseorang tahu apa yang dibutuhkan dalam hidupnya. Jadi, dalam hidup ini kita tidak perlu lagi membanding - bandingkan kemampuan kita dengan orang lain dan jangan mudah terpengaruh oleh orang lain. Berusahalah agar tidak berharap dengan dukungan orang lain, karena kita harus mengerti apa yang kita butuh dan harapkan dalam hidup ini. b. Macam - Macam Percaya Diri James Neil (2005), dalam Sarastika 2014 : 51, menyebutkan beberapa istilah yang terkait dengan persoalan percaya diri. Berikut ini empat macam kriteria percaya diri tersebut. 1. Self-concept Pada istilah ini dipahamio bagaimana anda menyimpulkan diri anda secara keseluruhan, bagaimana anada melihat potret diri anda secara, bagaimana anda mengkonsepsikan diri anda secara keseluruhan. 2. Self-esteem Yakni sejauh mana anda punya perasaan positif terhadap diri anda, sejauh mana anda punya sesuatu yang anda rasakan bernilai atau berharga dari diri anda, dan sejauh mana anda meyakini adanya sesuatu yang bernilai, bermartabat atau berharga di dalam diri anda. 3. Self-efficacy Yakni sejauh mana anda punya keyakinan atas kapasitas yang anda miliki untuk bias menjalankan tugas atau menangani persoalan dengan hasil yang bagus (to succeed). Ini yang disebut dengan general self-efficacy. Atau juga, sejauh mana anda meyakini kapasitas anda di bidang anda dalam menangani urusan tertentu. Hal ini disebut dengan specific self- efficacy. 4. Self-confidence Rata-rata yang dicapai orang adalah self-confidence ini. Self-confidence menyangkut sejauh mana anda ounya keyakinan terhadap penilaian anda atas kemampuan anda sejauh mana anda bias merasakan adanya kepantasan untuk berhasil. Self-confidence itu ada kombinasi dari self-esteem dan self-efficacy. c. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Seseorang Tidak Memiliki Rasa Percaya Diri Jika dilihat dan diteliti ketika berada di lapangan ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi tidak percara diri. Dibagi ke dalam dua factor yaitu factor internal dan eksternal. Menurut Angelis (dalam Sarastika 2014 : 57 ), faktor yang termasuk kedalam internal yaitu kemampuan yang dimiliki individu dalam mengerjakan sesuatu yang mampu dilakukannya, keberhasilan individu untuk mendapatkan sesuatu yang mampu dilakukan dan dicita-citakan, keinginan dan tekat yang kuat untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan hingga terwujud. Sedangkan factor eksternal yaitu 1) lingkungan keluarga di mana lingkungan keluarga akan memberikan pembentukan awal terhadap pola kepribadian seseorang. 2) adalah lingkungan formal atau sekolah, dimana sekolah adalah tempat kedua untuk senantiasa mempraktikkan rasa percaya diri individu atau siswa yang telah didapat dari lingkungan keluarga kepada teman-temannya dan kelompok bermainnya. 3) adalah lingkungan pendidikan non formal temapat individu menimba ilmu secara tidak langsung belajar ketrampilan-keterampilan sehingga tercapailah keterampilan sebagai salah satu faktor pendukung guna mencapai rasa percaya diri pada individu yang bersangkutan. Sikap tidak percaya diri adalah keadaan di mana orang tersebut sangat peduli dengan penilaian orang lain terhadap dirinya merasa cemas karena penilaian sosial tersebut sehingga cenderung untuk menarik dirinya. Sarastika (2014 : 58), menyatakan ada beberapa tanda – tanda seseorang yang kurang percaya diri sendiri. 1. Perasaan takut atau gemetar disaat berbicara di hadapan orang banyak. 2. Pergerakan agak terbatas, seolah-olah sadar jika dirinya memang mempunyai banyak kekurangan. 3. Dan tidak banyak bicara, menjawab secukupnya saja. Menurut Sarastika (2014 : 62), orang yang kurang percaya diri takut untuk melakukan komunikasi. Orang yang kurang percaya diri cenderung menutup diri karena takut disalahkan dan diejek orang lain. Selain itu orang yang takut berkomunikasi cenderung dianggap tidak menarik oleh orang lain, kurang mampu atau merasa kesulitan dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan, dan sehingga jarang menduduki jabatan pemimpin, serta cenderung gagal secara akademis. Berbeda halnya dengan seseorang yang mempunyai rasa percaya diri berani mencoba hal-hal baru. Hal-hal baru yang dilakukan dimaksud untuk lebih meningkatkan diri dan lingkungannya dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Keperayaan diri merupakan gambaran diri seseorang di mana orang tersebut dapat menghargai dirinya serta mampu memahami dirinya dengan lingkungan yang ada di sekitarnya, berani mencoba hal-hal baru di dalam situasi yang baru. 3. Kajian Tentang Discovery Learning a. Pengertian Discovery Learning Menurut Cahyo (2013 : 100), metode pmebelajaran berbasis penemuan atau discovery learning adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya tidak melalui pemberitahuan , namun ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery (penemuan), kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa , sehingga siswa melakukan pengamatan , menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip. Sedangkan menurut Budiningsih (2005 : 107), metode discovery learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Discovery sendiri terjadi apabila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui proses mental, yakni, observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan, dan inferi. Menurut Ilahi (2012 : 30), sebagai sebuah model pembelajaran, discovery learning mempunyai prinsip yang sama dengan inquiry dan problem solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada discovery learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery learning ialah bahwa pada discovery masalah yang dihadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru. sedangkan pada inquiry masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengarahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian. Sedangkan problem solving sendiri pada tahap ini berposisi sebagai pemberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah. Cahyo (2013 : 103), menyatakan, bahwa prinsip belajar yang tampak jelas dari model pembelajaran ini adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final melainkan melalui proses aktif. Dalam hal ini, siswa sebagai peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorganisasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir. Siswa secara aktif merekonstruksi pengalamannya dengan menghubungkan pengetahuan baru dengan internal modal atau struktur kognitif yang telah dimilikinya. Berdasarkan pendapat dari ahli di atas, bahwa pembelajaran discovery learning pada intinya, model pembelajaran discovery learning ini mengubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented di mana guru menjadi pusat informasi menjadi student oriented, siswa menjadi subjek akif belajar. Metode ini juga mengubah dari modus expository siswa yang hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus discovery yang menuntut siswa secara aktif menemukan informasi sendiri melalui bimbingan guru. b. Tujuan Pembelajaran Discovery Learning Menurut bell (dalam Cahyo 2013 : 104), beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut. 1. Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembejaran. Kenyataannya menunjukan bahwa partisipasi banyak siswa dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan. 2. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam situasi konkret maupun abstrak, juga siswa banyak meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang diberikan. 3. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan. 4. Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan menggunakan ide-ide orang lain. 5. Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan -keterampilan , konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih bermakna. 6. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemua dalam beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktivitas baru dan diaplikasikam dalam situasi belajar yang baru. c. Desain Kurikulum Discovery Learning Menurut Bruner (dalam Cahyo 2013 : 114), perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara menyusun materi pelajaran dan menyajikan sesuai tahap perkembangan orang tersebut. Selain itu, untuk memfasilitasi pembentukan konsep - konsep, kode - kode generik maka perlulah suatu kurikulum yang koheren dengan metode discovery learning. Menurut Budiningsih (2005), gagasan bruner tentang bentuk suatu kurikulum yang sejalan dengan pendekatan discovery learning adalah mengenai kurikulum spiral sebagai suatu cara mengorganisasikan materi pelajaran tingkat makro, menunjukan cara mengurutkan materi pelajaran mulai dari mengajarkan materi secara umum, kemudian secara berkala kembali mengajarkan materi yang sama dalam cakupan yang lebih rinci. Kurikulum spiral dipandang dari pola desain kurikulum, berdasarkan pada pengorgaisasian bahan ajar (subject matter), maka termasuk subject centered design, suatu desain kurikulum yang berpusat pada bahan ajar. Karakteristik kurikulum adalah bahwa kurikulum dari suatu mata pelajaran harus ditentukan oleh pengertian yang sangat fundamental bahwa hal itu dapat dicapai berdasarkan prinsip - prinsip yang memberikan struktur bagian mata pelajaran itu. Menurut pengertian tersebut, kurikulum spiral juga dapat dikategorikan sebagai kurikulum disiplin design yang menekankan agar siswa memahami logika atau stuktur dasar suatu disiplin, memahami konsep - konsep, ide – ide dan prinsip - prinsip penting, juga didorong untuk memahami cara mencari dan menemukannya. Sehingga, siswa dapat memahami bahan pelajaran dengan tidak mengalami kebingungan karena materi yang diberikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan daya tangkap siswa, sesuai dengan tahap enactive, iconic dan symbolic. d. Kelebihan dan Kelemahan Metode Discovery Learning Metode discovery learning sebagai model belajat juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Berikut kelebihan dan kekurangan metode discovey learning. 1) Kelebihan metode discovery learning Dalam artikel The Act of Discovery, Bruner (dalam Cahyo 2013 : 117), ada beberapa keuntungan jika suatu bahan dari suatu mata pelajaran disampaikan dengan menerapkan pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada discovery learning, yaitu (bruner,J.1969). 1) Adanya satu kenaikan dalam potensi intelektual. 2) Ganjaran intrinsik lebih ditekankan dari pada ekstrinsik. 3) Murid yang mempelajari bagaimana menemukan berarti murid itu menguasai metode discovery learning. 4) Murid lebih senang mengingat-ingat materi. Selain keuntungan yang dijelaskan bruner tersebut, Ausubel dan Robinson (1969), dalam Cahyo 2013 : 118, juga mengemukakan keuntungan-keuntungan dari penerapan metode discovery. 1) Discovery mempunyai keuntungan dapat mentransmisikan suatu konten mata pelajaran pada tahap operasi-operasi konkret. Terwujudnya hal ini bila pelajar mempunyai segudang informasi sehingga ia dapat secara mudah menghubungkan konten baru yang disajikan dalam bentuk expository. 2) Discovery dapat digunakan untuk mengetes meaning-fulness (keberartian) belajar. Tes yang dimaksudkan hendaklah mengandung pertanyaan kepada pelajar untuk menggenerasi hal-hal (misalnya konsep-konsep) untuk diaplikasikannya. 3) Belajar discovery perlu dalam pemecahan problem jika diharapkan murid-murid mendemonstrasikan apakah mereka telah memahami metode-metode pemecaham problem yang telah mereka pelajari. 4) Transfer bias ditingkatkan bila generalisasi-generalisasi telah ditemukan oleh pelajar dari pada bila diberikan kepadanya dalam bentuk final. 5) Penggunaan discovery mungkin mempunyai efek-efek superior dalam menciptakan motivasi bagi pelajar. Hal ini dikarenakan belajar discovery sangat dihargai oleh masyarakat kontemforer. 2) Kelemahan Metode Discovery Learning Menurut Ilahi (2012 : 72), ada beberapa kelemahan dalam penerapan model discovery learning, yaitu: a. Berkenaan dengan waktu. Belajar mengajar menggunakan discovery learning membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan metode langsung. Hal ini disebabkan untuk bias memahami model ini, dibutuhkan tahapan - tahapan yang panjang dan kemampuan memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. b. Faktor kebudayaan dan kebiasaan. Belajar discovery menuntut kemandirian, kepercayaan kepada dirinya sendiri, dan kebiasaan bertindak sebagai subjek. Tuntutan terhadap pembelajaran discovery learning, sesungguhnya membutuhkan kebiasaan yang sesuai dengan kondisi anak didik. Tuntutan – tuntutan tersebut, setidaknya akan memberikan keterpaksaan yang tidak biasa dilakukan dengan menggunakanan sebuah aktivitas yang biasa dalam proses pembelajaran. e. Langkah-Langkah Pelaksanaan Model Pembelajaran Discovery Learning Pembahasan mengenai langkah - langkah dan prosedur pembelajaran begitu penting, mengingat pembelajaran discovery learning membutuhkan pemahaman secara substansial dan integral. Ilahi (2012 : 83), menyatakan, bahwa dibutuhkan langkah - langkah pokok yang harus dilalui terlebih dahulu, di antaranya sebagai berikut. 1. Adanya masalah yang akan dipecahkan, setiap strategi yang diterapkan pasti memerlukan analisis persoalan mengenai topik pembahasan yang sedang diperbincangkan. Dari persoalan itu, kita dapat mencari pemecahan masalah (problem solving) secara keseluruhan. 2. Sesuai dengan tingkat kemampuan kognitif anak didik, untuk dapat memahami pembelajaran discovery learning, tidak sekedar berbekal kemampuan fisik saja yang dibutuhkan, akan tetapi juga tingkat pengetahuan para anak didik terhadap materi yang disajikan. Tingkat pengetahuan mereka dalam memahami pelajaran, pada gilirannya menjadi langkah primordial dalam pelaksanaan discovery learning secara komprehensif. 3. Konsep atau prinsip yang ditemukan harus ditulis secara jelas, setiap persoalan yang disajikan dalam penerapan discovery, semestinya diupayakan dalam kerangka yang jelas. Hal ini dimaksudkan agar penerapan discovery learning dapat berjalan sesuai dengan kebutuhan kita. 4. Harus tersedia alat atau bahan yang diperlukan, penerapan discovery learning yang diterapkan diberbagai sekolah, pada dasarnya membutuhkan alat atau bahan yang sesuai dengan tingkat kebutuhan anak didik. Alat atau bahan tersebut bias berupa media pembelajaran yang berbentuk audio visual atau media yang lainnya. Semua alat dan bahan yang digunakan dalam penerapan discovery bertujuan mempermudah pemahaman mereka dalam mengaplikasikan setiap strategi pembelajaran yang diterpakan dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, langkah tersebut dapat membantu terhadap implementasi pembelajaran yang egaliteral dan demokratis. 5. Suasana kelas harus diatur sedemikian rupa, suasana kelas yang mendukung akan mempermudah melibatkan arus berpikir anak didik dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam penerapan discovery learning, suasana kelas yang kondusif sangat membantu terhadap iklim pembelajaran yang menyenangkan, sehingga siswa termotivasi untuk mengikuti materi pembelajaran discovery. 6. Guru member kesempatan anak didik untuk mengumpulkan data, langkah ini sejatinya sangat penting bagi proses pengetahuan anak didik dalam menerima materi pelajaran yang diberikan guru. dengan begitu, kesempatan mereka untuk mengumpulkan data akan semakin mempermudah pemahaman pembelajaran discovery, Karenna secara faktual mereka akan memperoleh pengetahuan baru. 7. Harus dapat memberikan jawaban secara tepat sesuai dengan data yang diperlukan anak didik, langkah-langkah penerapan model discovery tersebut setidaknya memiliki cakupan yang sangat luas. Dengan langkah-langkah yang ditawarkan tersebut, secara tidak langsung anak didik akan menenukan data dan informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan proses pembelajaran. Mereka yang mampu menerapkan pembelajaran discovery, berarti telah menguasai aspek kognitif secara matang, sehingga akan mampu menerapkannya dalam kehidupan nyata. Selain itu, Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya (dalam Ilahi 2012 : 87), mengemukakan secara garis besar bahwa prosedur pembelajaran berdasarkan penemuan (discovery based learning) adalah sebagai berikut. 1. Simulation, guru mengajukan persoalan atau meminta anak didik untuk membaca atau mendengarka uraian yang memuat persoalan. 2. Problem statement, anak didik diberi kesempatan mengidentifikasi berbagai permasalahan. Dalam hal ini, bombing mereka untuk memilih masalah yang dipandang paling menarik dan fleksibel untuk dipecahkan . kemudian, permasalahan yang dipilih tersebut harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan atau hiptesis. 3. Data collection, untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan hipotesis, anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan, seperti membaca literature, mengenai objek, melakukan wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri dan lain sebagainya. 4. Data processing, semua informasi hasil bacaan wawancara observasi diklasifikasi dan ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu , serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. 5. Verification, berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran atau informasi yang ada, pertanyaan hipotesis yang dirumuskan sebaiknya dicek terlebih dahulu apakah bias terjawab dan terbukti dengan baik sehingga hasilnya akan memuaskan. 6. Generalization, dalam tahap generalisasi, anak didik belajar menarik kesimpulan dan generalisasi tertentu. 4. Kajian Tentang Karakteristik Siswa SD Kelas IV a. Karakter Siswa Kelas IV Siswa kelas IV termasuk siswa kelas tinggi. Nasirudin (http://nhasyier.blogspot.com/2012/04/karakteristik-siswa-kelas-ivsd.html, diakses pada 12 juni 2014), menyatakan bahwa siswa kelas tinggi menunjukkan sifat antara lain : 1. adanya perhatian terhadap kegiatan praktis sehari –hari yang konkret, 2. sangat realistik, ingin tahu, ingin belajar, 3. menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal – hal atau mata pelajaran khusus, 4. sampai kira – kira usia 11 tahun siswa membutuhkan bantuan guru atau orang dewasa lainnya, dan sesudahnya siswa menghadapi tugas dengan bebas dan berusaha menyelesaikannya sendiri, 5. nilai telah dipandang sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi di sekolah, 6. gemar membentuk kelompok sebaya untuk dapat bermain - main bersama. bahwa karakteristik siswa SD kelas IV yaitu memiliki kesulitan berpikir abstrak, lebih memiliki perhatian terhadap kehidupan sehari - hari yang konkret dan realistik, lebih fokus pada peristiwa yang dialami, ingin tahu, ingin belajar, berminat pada mata pelajaran tertentu, masih membutuhkan bantuan atau bimbingan orang lain dan lebih suka berkelompok. Siswa kelas IV SD juga memiliki karakteristik gemar membentuk kelompok sebaya, senang bermain dan lebih suka bergembira atau riang, suka mengatur dirinya untuk menangani berbagai hal, memiliki rasa ingin tahu dan belajar yang tinggi, mengeksplorasi suatu situasi dan mencobakan usaha - usaha baru. Setiap siswa memiliki karakteristik individu yang berbeda - beda. Dengan demikian penggunaan model pembelajaran discovery learning dalam pembelajaran ini sangat cocok diterapkan dengan karakteristik siswa kelas IV SD di mana tahap perkembangan kognitif mereka sudah mencapai tahap operasional konkret. Tahap operasional konkrit adalah tahap di mana anak sudah mampu berpikir secara abstrak untuk memecahkan persoalan - persoalan dan pada tahap ini anak sangat terikat pada proses mengalami sendiri kegiatan pembelajaran tersebut. Anak juga senang menggunakan pembelajaran yang menyenangkan dan bermain kreatif. Salah satu pembelajaran yang dapat membuat pembelajaran menyenangkan dan bermain kreatif adalah pembelajaran discovery learning. 5. Pemetaan Ruang Lingkup Materi Tema Indahnya Kebersamaan Pada Subtema Keberagamn Budaya Bangsa Pembelajaran 1,2 dan 3 Menurut Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 Lampiran IV tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran (Kemdikbud, 2013 : 37), tahapan pertama dalam pembelajaran menurut Standar Proses adalah perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan kegiatan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP adalah rencana pembelajaran yang dikembangkan secara rinci dari suatu materi pokok atau tema tertentu yang mengacu pada silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran siswa dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). RPP yang disusun harus berdasarkan KD atau subtema yang dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Pada dasarnya Kurikulum 2013 mengarahkan agar siswa lebih aktif saat belajar mengajar, dalam kurikulum 2013 terdapat Kompetensi Inti. Kompetensi Inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi SKL, Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang Antara pencapaian hard skill dan soft skill. Kompetensi Dasar dari Kompetensi Inti 1,2,3 dan 4 diintegrasikan pada satu unit.Gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokan ke dalam aspek afektif, kognitif, dan psikomotor yang harus dipelajari peserta didik untuk satuan jenjang sekolah dasar. Kompetensi inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi kompetensi dasar yang dirancang dalam 4 kelompok yang saling terkait yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan (kompetensi Inti I), sikap sosial (kompetensi Inti 2), pengetahuan (kompetensi Inti 3), dan penerapan pengetahuan (kompetensi Inti 4) .keempat kelompok itu menjadi acuan dari kompetensi dasar yang harus dikembangkan dalam setiap peristiwa pembelajaran. Kompetensi yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak langsung yaitu pada waktu siswa belajar tentang pengetahuan (kompetensi kelopmok 3) dan penerapan pengetahuan (kompetensi Inti kelompok 4). Pada prinsipnya, sebuah tema pelajaran adalah satu unit organisasi Kompetensi Dasar yang terkecil, dan untuk Kurikulum Sekolah Dasar dilakukan melalui pendekatan yang terintegrasi (integrated curriculum). Tabel 2.1 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar (Buku Guru Kurikulum 2013 SD/MI Kelas IV) Kelas IV Semester 1. No. KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR 1. 1. Menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya. 2. Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya. 3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati (mendengar, melihat, membaca) dan bertanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, sekolah, dan tempat bermain. 4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis, dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia Bahasa Indonesia 3.1 Menggali informasi dari teks laporan hasil pengamatan tentang gaya, gerak, energi panas, bunyi, dan cahaya dengan bantuan guru dan teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku 4.1 Mengamati, mengolah, dan menyajikan teks laporan hasil pengamatan tentang gaya, gerak, energi panas, bunyi, dan cahaya dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku IPS 3.5 Memahami manusia dalam dinamika interaksi dengan lingkungan alam, sosial, budaya, dan ekonomi 4.5 Menceritakan manusia dalam dinamika interaksi dengan lingkungan alam, sosial, budaya, dan ekonomi (Sumber data dari revisi buku guru kurikulum 2013 SD/MI kelas IV) KEBERAGAMAN BUDAYA BANGSAKU Ruang Lingkup Pembelajaran. KEGIATAN PEMBELAJARAN KOMPETENSI YANG DIKEMBANGKAN • Mengenal keberagaman budaya Indonesia • Memahami keberagaman budaya. • Berekspresi dengan lagu Sikap: Percaya diri dan rasa ingin tahu Pengetahuan: Keberagaman budaya dan lagu nasional Keterampilan: Berkomunikasi dan mencari informasi PEMBELAJARAN 1 PEMETAAN INDIKATOR PEMBELAJARAN PEMBELAJARAN 2 PEMETAAN INDIKATOR PEMBELAJARAN PEMBELAJARAN 3 PEMETAAN INDIKATOR PEMBELAJARAN Kegiatan pembelajaran 1 di dalamnya termuat mata pelajaran IPS dan Bahasa Indonesia, Kegiatan pembelajaran 2 di dalamnya termuat mata pelajaran SBDP dan Bahasa Indonesia dan Kegiatan pembelajaran 3 di dalamnya termuat mata pelajaran IPS dan PPkn di sini pembelajaran 1,2 dan 3 menjelaskan tentang keberagaman budaya. Indonesia dikenal memiliki kekayaan dan keberagaman budaya, terdiri atas berbagai suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, cara berpakaian, makanan tradisional, dan kesenian. Kekayaan budaya tersebut perlu diperkenalkan kepada siswa dalam rangka meningkatkan kecintaan dan kebanggaan terhadap tanah air. Sikap toleransi dalam menghadapi perbedaan perlu dikembangkan melalui kegiatan sehari-hari. Materi yang dijelaskan pada kegiatan pembelajaran 1 yaitu tentang rumah adat suku Minang dan tariannya serta menyanyikan lagu Aku Anak Indonesia. Berikut Uraian mengenai pemetaan indikator pembelajaran 1. a. Definisi IPS Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, georafi, ekonomi, politik, hokum, dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan suatu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial (sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya). IPS atau studi sosial (dalam Trianto 2010:171), merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. IPS sebagai salah satu program studi yang dikembangkan secara kurikuler di persekolahan menjadi salah satu alat fungsional dalam menjembatani proses pencapaian tujuan Pendidikan Nasional, yakni mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab (Pasal 3, UU No. 20 Tahun 2003). IPS berkenaan dengan cara manusia menggunakan usaha memenuhi kebutuhan materinya, memenuhi kebutuhan budayanya, kebutuhan kejiwaannya, pemanfaatan sumber yang ada di permukaan bumi, mengatur kesejahteraan dan pemerintahannya, dan lain sebagainya yang mengatur serta mempertahankan kehidupan masyarakat manusia. Berdasarkan pendapat di atas dapat kita simpulkan bahwa pendidikan IPS adalah mata pelajaran yang berada di dalam kurikulum sekolah dasar, menengah dan perguruan tinggi yang diseleksi dari beberapa disiplin ilmu-ilmu sosial serta kegiatan dasar manusia yang disajikan dalam bentuk ilmiah dan psikologi agar dapat memberikan pengetahuan dalam kehidupan masyarakat. Pada pembelajaran 1 pemetaan indikator pembelajaran IPS dalam kompetensi dasar dan indikator menjelaskan sikap yang harus ditunjukkan untuk menghormati keberagaman budaya. b. Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar Bahasa Indonesia merupakan salah satu materi pelajaran yang diberikan di Sekolah Dasar, Karena bahasa Indonesia mempunyai kedududukan dan fungsi yang sangat penting bagi kehidupan sehari-hari. Paada Kurikulum 2013 untuk kompetensi dasar Bahasa Indonesia tidak dihilangkan dan terap memakai, berikut landasan permendikbud Permendikbud Nomor 65tahun 2013tentang standar proses pendidikan dasar dan mencegah menyebutkan bahwa “ sesuai dengan standar kompetensi lulusandan standar isi , maka prinsip pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu” hal ini dipertegas oleh kembali dalam permendikbud Nomor 67 Tahun 2013 tentang kerangka dasar dan struktur kurikulumSD/MI menyebutkan, bahwa pelaksanaan kurikulum 2013 pada SD/MI dilakukan melalui pembelajaran dengan pendekatan tematik terpad (Tim Depdiknas,2013). c. Pengertian Teks Laporan Seseorang yang ditugaskan untuk meneliti pasati harus menyampaikan suatu laporan mengenai hal yang ditugaskan kepadanya itu. Menurut Keraf (1994 : 283), Laporan merupakan unsur yang sangat penting, terutama dalam menyusun kebijakan-kebijakan. Laporan adalah suatu cara komunikasi dimana penulis menyampaikan informasi kepada seseorang atau suatu badan karena tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Karena laporan yang dimaksud sering mengambil bentuk tertulis, maka dapat pula dikatakan bahwa laporan merupakan suatu macam dokumen yang menyampaikan informasi mengenai sebuah masalah yang telah atau tengah diselidiki, dalam bentuk fakta-fakta yang diarahkan kepada pemikiran dan tindakan yang akan diambil. Menurut Zainurahman (2013 : 164), menulis laporan adalah suatu karya tulis yang paling umum dan dibutuhkan oleh berbagai macam instansi pendidikan, pemerintahan, maupun perusahaan yang bergerak dibidang formal. Tulisan akademik, berdasarkan namanya, adalah tulisan yang digunakan dalam lingkungan akademik; seperti laporan penelitian , makalah artikel, atau jurnal-jurnal ilmiah. Perbedaan umum antara tulisan akademik dan non-akademik adalah lingkungan dimana tulisan tersebut diciptakan dan digunakan. d. Unsur-Unsur Laporan Setelah dibahas tentang penegertian laporan tadi, Menurut Zainurahman (2013 : 171), laporan juga memiliki unsur - unsur seperti yang akan dibahas di bawah ini: 1. Bagian Pendahuluan Laporan yang ditulis memuat latar belakang dan gambaran umum laporan yang akan disampaikan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menulis laporan. (a) Jelaskan latar belakang yang relevan dengan permasalahan dan kemudian dipaparkan dengan jelas dan mudah dipahami. (b) Identifikasi yang akan dipaparkan. (c) Gambarkan betapa pentingnya laporan yang akan dibuat. 2. Bagian Isi. Sebelum menulis pada bagian isi, ketahuilah biasanya isi memuat metode yang digunakan, alat dan bahan, serta data-data yang autentik, dan bagian akhirnya adalah diskusi pembahasan. Kemukakan secara detail laporan agar pembaca mengrti. 3. Bagian Penutup Bagian penutup biasanya berisi kesimpulan dan saran. Pada bagian ini kita harus bisa meyakinkan pembaca. e. Pengertian Kosakata Baku Bahasa Indonesia Kosakata bahasa Indonesia yang dapat disajikan bahan istilah ialah kata umum, baik yang lazim maupun tidak lazim, yang memenuhi salah satu syarat atau lebih yang berikut ini. (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Nasional republik Indonesia 2008 : 54) a. Kata yang dengan tepat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan atau sifat yang dimaksudkan, seperti tunak, telus, imak. b. Kata yang lebih singkat daripada yang lain yang beracuan sama, seperti, gulma jika dibandingkan dengan tumbuhan pengganggu, suaka (politik)jika dibandingkan dengan perlindungan (politik). c. Kaata yang tidak bernilai rasa (konotasi)buruk dan yang sedap didengar (eufonik), seperti pramuria jika dibandingkan dengan hostes, tunakarya jika dibandingkan dengan penganggur. Kosakata baku adalah kata yang cara pengucapan atau penulisannya sesuai dengan kaidah-kaidah standar atau kaidah yang telah dibakukan. Kaidah standar yang dimaksud dapat berupa pedoman ejaan (EYD), tata bahasa baku, atau kamus umum. f. Fungsi Kata Baku Tim dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Nasional republik Indonesia 2008 : 57, fungsi bahasa baku sebagai berikut. 1) Pemersatu, pemakaian bahasa baku dapat mempersatukan sekelompok orang menjadi satu masyarakat bahasa. 2) Pemberi kekhasan, pemakaian bahasa baku dapat menjadi pembeda dengan masyarakat pemakai bahasa lainnya. 3) Pembawa kewibawaan, pemakaian bahasa baku dapat memperlihatkan kewibawaan pemakainya. 4) Kerangka acuan, bahasa baku menjadi tolak ukur bagi benar tidaknya pemakaian bahasa seseorang atau sekelompok orang. g. Ciri Bahasa Baku Tim dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Nasional republik Indonesia 2008 : 57, ciri bahasa baku sebagai berikut. 1) tidak dipengaruhi bahasa daerah contoh: baku, saya tidak baku, gua 2) tidk dipengaruhi bahasa asing contoh: baku, kesempatan lain tidak baku, lain kesempatan 3) bukan merupakan bahasa percakapan contoh : baku, dengan tidak baku, sama 4) pemakaian imbuhan secara eksplisit contoh : baku, ia bekerja keras tidak baku, ia kerja keras 5) pemakaian yang sesuai dengan konteks kalimat contoh : baku, suka akan tidak baku, suka dengan 6) tidak terkontaminasi , tidak rancu contoh: baku, berkali-kali tidak baku, berulang kali 7) tidak mengandung arti pleonasme contoh: baku, pada zaman dahulu tidak baku, pada zaman dahulu kala 8) tidak mengandung hiperkorek contoh: baku, sah tidak baku, syah h. Definisi PPKN PPKN adalah salah satu mata pelajaran yang mengemban misi pendidikan keimanan dan akhlak mulia dengan tujuan menghasilkan warga negara yang efektif dan bertanggung jawab Tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. PPKn merupakan mata pelajaran yang sangat relevan untuk mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut. (Pasal 3, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003) PPKn dipandang sebagai mata pelajaran yang memegang peranan penting dalam membentuk warga negara yang baik sesuai dengan filsafat bangsa dan konstitusi negara Republik Indonesia. Idris Apandi (http://asminkarris.wordpress.com/2013/06/29/kurikulum-ppkn 2013/ diakses pada 15 juni 2014), menyatakan, bahwa Pada kurikulum 2013 Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan untuk mengembangkan peserta didik menjadi manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, yang dijiwai oleh nilai - nilai Pancasila dan undang-undang dasar 1945. i. Pengajaran IPA di SD IPA adalah Ilmu Pengetahuan Alam. Dalam “Encyclopedia Britanica” disebutkan, bahwa IPA atau “natural science” adalah pengetahuan yang tersusun tentang gejala-gejala alam dan hubungan sebab-akibatnya antara gejala yang satu dengan yang lainnya. Jadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam, ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Adapun pengertian IPA menurut para ahli adalah sebagai berikut: 1) Darmodjo (Samatowa, 2006:2) menyatakan bahwa ‘IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dan segala isinya’. 2) Nash (Samatowa, 2006:2) menyatakan bahwa ‘IPA itu adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam’. Berdasarkan teori para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang mempelajari benda - benda di dalam ini, gejala-gejala alam, fenomena-fenomena alam melalui kegiatan observasi, pengamatan, percobaan-percobaan dalam memecahkan masalah-masalah atau peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Sebagimana yang tertuang dalam permen No. 22 Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (2006:61) bahwa tujuan mata pelajaran IPA di SD adalah : Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaannya. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan sains sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan selanjutnya. Dari uraian di atas dapat peneliti simpulkan bahwa pembelajaran IPA di SD sangatlah penting bagi para siswanya karena IPA harus dipupuk dari pendidikan dasar sehingga akan bermanfaat bagi kehidupan dimasa yang akan datang. IPA tidak hanya hanya mengajarkan kita mempelajari alam tetapi bagaimana alam itu dijaga dan dilestarikan oleh penghuni bumi ini, karena dampak alam akan menyangkut juga kehidupan. B. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu yang Sesuai dengan Penelitian Peneliti mengambil hasil penelitian dari dua orang, beserta metode yang digunakan dan pembahasan hasil penelitian secara umum. Dari kedua peneliti tersebut adalah sebagai berikut. 1. Penelitian yang dilakukan oleh Yusfi Maulana (Tahun 2013), tentang upaya meningkatkan keterampilan berbicara siswa dalam mengemukakan pendaapat melalui teknik Probing Question (pertanyaan menggali) dalam materi cerita rakyat di kelas IV SDN Nilem Bandung. Penelitian inimemberikan kesimpulan hasil belajar yang diperoleh siswa pada pelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan teknik probing question mengalami peningkatan . hal ini terbukti dengan rata – rata nilai hasil belajar pada siklus I mencapai nilai 57,02 dan siklus II mencapai nilai 73,78 setelah mengikuti dua siklus terdapat perubahan peningkatan secara signifikan terhadap pembelajaran mengemukakan pendapat pada pelajaran Bahasa Indonesia melalui teknik probing question. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Praktindjo (2012), tentang peningkatan hasil belajar IPA melalui penerapan metode discovery learning pada siswa kelas IV SDN 1 Sugihan Kecamatan Toroh Kabupaten Kecamatan Grobogan semester 1tahun pelajaran 2011/2012. Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa kelompok yang menggunakan model pemelajaran tersebut memberikan hasil belajar yang tinggi secara signifikan dari pada hasil belajar kelompok yang menggunakan pembelajaran kinvensional. (http://repository.library.uksw.edu/handle/123456789/1356diakses.pada tanggal 20 juni 2014). C. Kerangka Ber

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 12 Jul 2016 03:27
Last Modified: 12 Jul 2016 03:27
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/5343

Actions (login required)

View Item View Item