MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE THINK PAIR SHARE PADA PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

AHMAD ZAENUN, 105060311 (2016) MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE THINK PAIR SHARE PADA PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
Cover MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK MELALUI MODEL.doc

Download (35kB)
[img] Text
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI.docx

Download (12kB)
[img] Text
Motto dan Persembahan.docx

Download (1MB)
[img] Text
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI.docx

Download (13kB)
[img] Text
Kata Pengantar abstrak ucapan terima kasih Daftar2.docx

Download (127kB)
[img] Text
BAB I.docx

Download (35kB)
[img] Text
BAB II.docx

Download (46kB)
[img] Text
BAB III.docx

Download (90kB)
[img] Text
BAB IV.docx
Restricted to Repository staff only

Download (235kB)
[img] Text
BAB V.docx
Restricted to Repository staff only

Download (20kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA.docx

Download (16kB)
[img] Text
RIWAYAT HIDUP.docx

Download (66kB)

Abstract

KATA PENGANTAR Assalamualaikum. Wr. Wb. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik Melalui Model Cooperative Learning Tipe Think Pair Share Pada Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial” (Penelitian Tindakan Kelas Pada Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Kelas V SDN Sindangsari 2 Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung) Shalawat beserta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw, kepada keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada kita semua selaku umatnya. Skripsi ini diajukan guna melengkapi syarat dalam mencapai gelar Sarjana Pendidikan Jenjang Strata Satu Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pasundan. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca. Wassalamualaikum. Wr. Wb. Bandung, Juni 2014 Penulis, Ahmad Zaenun NPM. 105060311 UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini sulit untuk dapat terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang memberikan kontribusinya baik material maupun spiritual khususnya kepada : 1. Bapak Drs. H. Dadang Mulyana, M. Pd, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pasundan Bandung. 2. Ibu Dra. Aas Saraswati, M.Pd., selaku Pembimbing I dan juga sebagai Ketua Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang dengan tulus telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini walaupun beliau sibuk namun tetap ada waktu untuk penulis melakukan bimbingan, 3. Bapak Drs. Yeye Sukmaya, M.Pd., selaku Pembimbing II dan Sekaligus sebagai Dosen di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah dasar FKIP Universitas Pasundan Bandung. 4. Dewan Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Beserta stafnya yang telah bersedia membantu dan memberikan pengetahuan serta wawasan kepada penulis selama kuliah. 5. Ibu Jenab, S.Pd. dan Martini Supriatiningsih yang telah memberikan jalan dalam pelaksanaan penelitian di SDN Sindangsari 2 Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung. 6. Bunda tercinta (Ibu Jenab, S.Pd) yang dengan tulus ikhlas telah memberikan banyak pengorbanan baik materiil maupun spiritual kepada penulis. Semuanya takkan tergantikan semoga anakmu ini menjadi seseorang yang sukses. 7. Ayahanda (Bapak Undang R. Komarudin) yang senantiasa mendoakan dan memberikan dukungan kepada saya. 8. Reni Pitriani yang selalu memberikan dukungan, semangat dan dorongan kepada saya sehingga tetap dapat terus maju menghadapi semuanya. 9. Teman-teman seperjuangan seluruh anak kelas E PGSD (Foundation) 2010 yang akan saya sangat rindukan terutama Rizky, Irza, Panji, dan Eriz. 10. Teman-teman pengurus Hima PGSD FKIP Unpas “Membumi” yang saya sangat cintai terutama Fitri, Lutfi, Rizki, Silvia, Syifa dan Ratna karena telah menjadi teman diskusi yang membangun. 11. Serta pihak lain yang telah membantu namun tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga amal dan jasa mereka diterima oleh Allah Swt sebagai amal sholeh dan dibalas-Nya dengan pahala yang berlipat ganda. Aamiin ya Rabbal 'aalamiin.   MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE THINK PAIR SHARE PADA PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (Penelitian Tindakan Kelas Pada Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Kelas V SDN Sindangsari 2 Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung) Oleh: AHMAD ZAENUN 105060311 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar melalui model Cooperative Learning tipe Think Pair Share dalam pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan di kelas V SDN Sindangsari 2. Penelitian ini dilatar belakangi dengan keadaan peserta didik di kelas V SDN Sindangsari 2 yang banyak tidak mencapai KKM dikarenakan guru sering menggunakan ceramah konvensional, sedangkan dengan model-model pembelajaran yang lain khususnya model Cooperative Learning tipe Think Pair Share belum pernah dilaksanakan. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menggunakan sistem siklus yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, analisis dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus. Dalam tiap siklusnya dilaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model Cooperative Learning tipe Think Pair Share yang terdiri dari 3 tahap yaitu 1. Berfikir (think), 2. Berpasangan (pair), 3. Berbagi (share). Teknik evaluasi yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik tes. Teknik tes untuk mengetahui hasil belajar peserta didik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model Cooperative Learning tipe Think Pair Share dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rata-rata peningkatan hasil belajar peserta didik dari siklus I sampai siklus II, yaitu pada siklus I dengan hasil belajar 61, dan siklus II 81. Kesimpulan yang diperolah dari penelitian ini adalah bahwa penggunaan model Cooperative Learning tipe Think Pair Share sangat menunjang terhadap peningkatan belajar peserta didik dalam pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di kelas V SDN Sindangsari 2. Dengan demikian, penggunaan model Cooperative Learning tipe Think Pair Share dapat dijadikan salah satu model pembelajaran untuk digunakan pada pembelajaran IPS. Kata kunci: hasil belajar, Cooperative Learning, Think Pair Share   DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI KATA PENGANTAR i UCAPAN TERIMA KASIH ii ABSTRAK iv DAFTAR ISI v DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN xi BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang Masalah 1 B. Identifikasi Masalah 7 C. Rumusan Masalah 8 D. Tujuan Penelitian 9 1. Tujuan Umum 9 2. Tujuan Khusus 9 E. Manfaat Penelitian 10 1. Manfaat Teoritis 10 2. Manfaat Praktis 10 F. Definisi Operasional 12 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 16 A. Kajian teori 16 1. Hakekat Belajar 16 a. Definisi Belajar 16 b. Faktor yang Mempengaruhi Belajar 17 c. Hasil Belajar 18 2. Hakekat Pembelajaran 21 a. Definisi Pembelajaran 21 b. Pendekatan Pembelajaran 22 c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak 23 3. Hakekat Pembelajaran IPS di SD 26 a. Definisi IPS 26 b. Pembelajaran IPS di SD 28 c. Tujuan Pembelajaran di SD 29 d. Strategi Pembelajaran IPS 31 4. Model Pembelajaran Cooperative Learning tipe TPS 32 a. Pengertian Cooperative Learning 32 b. Pengertian Model Pembelajaran Think Pair Share 33 c. Tahap-tahap Model Pembelajaran Think Pair Share 35 d. Kelebihan Model Pembelajaran TPS 37 e. Kelemahan Model Pembelajaran TPS 39 f. Penghargaan Model Pembelajaran TPS 39 B. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu yang Sesuai dengan Penelitian 40 C. Kerangka pemikiran 41 D. Hipotesis Tindakan 43 BAB III METODE PENELITIAN 44 A. Metode Penelitian 44 B. Desain Penelitian 46 C. Subjek dan Objek Penelitian 48 D. Rancangan Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian 62 1. Rancangan Pengumpulan Data 62 a. Persiapan 62 b. Pelaksanaan 63 2. Instrumen Penelitian 63 a. Pedoman Observasi 63 b. Pedoman Wawancara 64 c. Angket 64 d. Lembar Kerja Kelompok 65 e. Lembar Tes Hasil Belajar 65 f. Indikator Kinerja 65 E. Rancangan Analisis Data 66 1. Analisis Hasil Observasi 67 2. Analisis Hasil Wawancara 67 3. Analisis Angket Peserta Didik 68 4. Analisis Lembar Kerja Kelompok 69 5. Analisis Lembar Tes Hasil Belajar 69 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 70 A. Hasil Penelitian 70 1. Tindakan Siklus I 70 a. Tahap Perencanaan Siklus I 70 b. Tahap Pelaksanaan Tindakan Siklus I 72 c. Observasi atau Pengamatan Tindakan Siklus I 74 d. Refleksi Siklus I 94 2. Tindakan Siklus II 99 a. Tahap Perencanaan Siklus II 99 b. Tahap Pelaksanaan Tindakan Siklus II 101 c. Observasi atau Pengamatan Tindakan Siklus II 103 d. Refleksi Siklus II 122 3. Deskripsi Peningkatan Hasil Tindakan 126 B. Pembahasan 128 1. Perencanaan pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning tipe think pair share untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik pada pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Kelas V SDN Sindangsari 2 Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung 128 2. Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning tipe think pair share untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik pada pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Kelas V SDN Sindangsari 2 Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung 134 3. Peningkatan hasil belajar peserta didik Kelas V SDN Sindangsari 2 Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar melalui penggunaan model cooperative learning tipe think pair share untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik pada pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 146 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 150 A. Kesimpulan 150 B. Saran 152 DAFTAR PUSTAKA 155 LAMPIRAN-LAMPIRAN 157 RIWAYAT HIDUP PENULIS   DAFTAR TABEL Tabel Judul Halaman 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar 29 3.1 Berdasarkan status 51 3.2 Berdasarkan pendidikan terakhir 52 3.3 Keadaan siswa 52 3.4 Data UASBN 53 3.5 Kegiatan ekstrakurikuler 53 3.6 Status tanah dan bangunan 54 3.7 Keadaan bangunan 54 3.8 Alat kantor 55 3.9 Buku perpustakaan 55 3.10 Alat laboratorium IPA 56 3.11 Alat peraga 56 3.12 Alat olahraga 56 3.13 Perolehan sarana prasarana 57 3.14 Kebutuhan sarana prasarana 57 3.15 Keadaan Kepala Sekolah dan Guru SDN Sindangsari 2 59 3.16 Keadaan peserta didik kelas V 60 3.17 Penilaian kerja kelompok 69 3.18 Format penilaian soal-soal evaluasi 69 4.1 Lembar Observasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I Tindakan 1 75 4.2 Lembar Observasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I Tindakan 2 76 4.3 Rekapitulasi Observasi RPP Siklus I 77 4.4 Lembar Observasi Guru Dalam Kegiatan Pembelajaran Siklus I Tindakan 1 77 4.5 Lembar Observasi Guru Dalam Kegiatan Pembelajaran Siklus I Tindakan 2 79 4.6 Rekapitulasi Observasi Guru Dalam Kegiatan Pembelajaran Siklus I 81 4.7 Lembar Observasi Peserta Didik Siklus I Tindakan 1 82 4.8 Lembar Observasi Peserta Didik Siklus I Tindakan 2 83 4.9 Rekapitulasi Observasi Peserta Didik Siklus I 84 4.10 Lembar Penilaian Kerja Kelompok Siklus I Tindakan 1 85 4.11 Lembar Penilaian Kerja Kelompok Siklus I Tindakan 2 87 4.12 Rekapitulasi Penilaian Kelompok Siklus I 90 4.13 Nilai Tes Evaluasi Peserta Didik Siklus I 92 4.14 Permasalahan Yang Terjadi Dalam Kegiatan Pembelajaran Siklus I 95 4.15 Lembar Wawancara Untuk Guru Siklus 1 97 4.16 Rekapitulasi Hasil Angket Peserta Didik Siklus I 98 4.17 Lembar Observasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II Tindakan 1 104 4.18 Lembar Observasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II Tindakan 2 105 4.19 Rekapitulasi Observasi RPP Siklus II 106 4.20 Lembar Observasi Guru Dalam Kegiatan Pembelajaran Siklus II Tindakan 1 106 4.21 Lembar Observasi Guru Dalam Kegiatan Pembelajaran Siklus II Tindakan 2 108 4.22 Rekapitulasi Observasi Guru Dalam Kegiatan Pembelajaran 110 4.23 Lembar Observasi Peserta Didik Siklus II Tindakan 1 111 4.24 Lembar Observasi Peserta Didik Siklus II Tindakan 2 112 4.25 Rekapitulasi Observasi Peserta Didik Siklus II 113 4.26 Lembar Penilaian Kerja Kelompok Siklus II Tindakan 1 114 4.27 Lembar Penilaian Kerja Kelompok Siklus II Tindakan 2 116 4.28 Rekapitulasi Penilaian Kelompok Siklus II 118 4.29 Rekapitulasi Nilai Tes Evaluasi Peserta Didik Siklus II 120 4.30 Lembar Wawancara Untuk Guru Siklus II 123 4.31 Rekapitulasi Hasil Angket Peserta Didik Siklus II 124 4.32 Peningkatan Pembuatan RPP Siklus I Dan Siklus II 131 4.33 Peningkatan Aktivitas Guru Siklus I dan Siklus II 139 4.34 Peningkatan Aktivitas Peserta Didik Siklus I dan Siklus II 144 4.35 Peningkatan Hasil Belajar Peserta Didik Siklus I dan Siklus II 147   DAFTAR GAMBAR Gambar Judul Halaman 2.1 Bagan proses kerangka berfikir 42 3.1 Alur pelaksanaan penelitian tindakan kelas model spiral Kemmis dan Targgat 47 3.2 Denah SDN Sindangsari 2 50 4.1 Grafik Hasil Belajar Siklus I Tindakan 1 dan 2 94 4.2 Grafik Hasil Belajar Peserta Didik Siklus II 122 4.3 Grafik Peningkatan Hasil Belajar Peserta Didik Siklus I Dan Siklus II 126 4.4 Grafik Peningkatan Pencapaian KKM Siklus I Dan Siklus II 127 4.5 Grafik Peningkatan Pembuatan RPP Siklus I Dan Siklus II 132 4.6 Grafik Peningkatan Aktivitas Guru Siklus I Dan Siklus II 140 4.7 Grafik Peningkatan Aktivitas Peserta Didik Siklus I Dan Siklus II 144 4.8 Grafik Peningkatan Hasil Belajar Peserta Didik Siklus I dan Siklus II 147   DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : a. Surat Keputusan Dekan FKIP UNPAS Bandung tentang Pembimbing Penulisan Skripsi b. Surat Izin Mengadakan Penelitian dari FKIP UNPAS Bandung c. Surat Izin Penelitian dari Kesatuan Bangsa dan Politik Kab. Bandung d. Surat Izin Penelitian dari Dinas Pendidikan Kab. Bandung e. Surat Keterangan Telah Mengadakan Penelitian dari Kepala SDN Sindangsari 2 Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung f. Surat Keterangan Kurikulum Kepala SDN Sindangsari 2 Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung Lampiran 2 : Berita Acara Bimbingan Skripsi Lampiran 3 : a. Silabus Siklus I dan II b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I dan II Lampiran 4 : Hasil Tes Peserta Didik Siklus I dan II Lampiran 5 : Instrumen / Observasi Siklus I dan II Lampiran 6 : Dokumentasi Kegiatan Pembelajaran Siklus I dan II BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang tidak bisa hilang selama kehidupan manusia masih ada. Pendidikan pada dasarnya sudah ada sejak manusia ada di bumi ini. Pendidikan merupakan proses terus menerus, tidak berhenti. Dengan semakin berkembangnya peradaban manusia, maka masalah dunia pendidikan semakin kompleks, termasuk dalam masalah tujuan pendidikan. Hal ini sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam pasal 1 Ayat 1, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kecerdasan, spiritual, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan masyarakat dirinya, bangsa dan negara. Ki Hajar Dewantara (http://belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-menurut-ahli, diakses pada 12 Mei 2014) menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu: Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Menurut Trianto (2010, h. 171) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya. IPS sebagai salah satu program studi yang dikembangkan secara kurikuler di persekolahan menjadi salah satu alat fungsional dalam menjembatani proses pencapaian tujuan Pendidikan Nasional, yakni mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab (Pasal 3, UU No. 20 Tahun 2003). Berdasarkan pendapat di atas dapat kita simpulkan bahwa pendidikan IPS adalah mata pelajaran yang berada di dalam kurikulum sekolah dasar, menengah dan perguruan tinggi yang diseleksi dari beberapa disiplin ilmu-ilmu sosial serta kegiatan dasar manusia yang disajikan dalam bentuk ilmiah dan psikologi agar dapat memberikan pengetahuan dalam kehidupan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, guru sebagai pengembang kurikulum dan ujung tombak pelaksanaan pendidikan di lapangan, dituntut memiliki kecakapan dasar profesional kependidikan. Kehandalan guru dalam mengemban tugas profesional kependidikan khususnya dalam program pendidikan IPS, akan menentukan proses dan hasil pembelajaran yang menjadi tujuan mulai dari merencanakan, mengelola dan menilai hingga merefleksi hasil yang dicapai dalam suatu proses berkelanjutan untuk kepentingan perbaikan yang diharapkan sehingga pembelajaran lebih bermakna. Dalam pasal 1 UU No. 14 Tahun 2005 disebutkan bahwa: Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Kemudian pada pasal 2 UU No. 14 Tahun 2005 disebutkan bahwa: Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Peters (dalam Sudjana, 1987, h. 15) mengemukakan ada tiga tugas dan tanggung jawab utama guru yakni guru sebagai pengajar, guru sebagai pembimbing dan guru sebagai administrator kelas. Ketiga tugas utama guru tersebut merupakan tugas pokok profesi guru. Guru sebagai pengajar lebih menekankan kepada tugas dalam merencanakan dan melaksanakan pengajaran. Dalam tugas ini guru dituntut memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan teknis mengajar, di samping menguasai ilmu atau bahan yang akan diajarkannya. Guru sebagai pembimbing memberi tekanan kepada tugas, memberi bantuan kepada peserta didik dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Tugas ini merupakan aspek mendidik, sebab tidak hanya berkenaan dengan penyampaian ilmu pengetahuan tetapi juga menyangkut pengembangan kepribadian dan pembentukan nilai-nilai peserta didik. Sedangkan tugas sebagai administrator kelas pada hakikatnya merupakan jalinan ketatalaksanaan bidang pengajaran. Penelitian Ratih Ayu (2013, h. 101) mengemukakan bahwa pembelajaran IPS kurang memperhatikan pengembangan aspek afektif dan psikomotor. Padahal, bentuk pembelajaran IPS lebih menekankan pada paparan ilmu saja akan membuat peserta didik merasa jenuh dan tidak memiliki ketertarikan pada pembelajaran IPS. Pembelajaran IPS seharusnya dijadian wahana untuk pembentukan dan pengembangan pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan sosial dirubah menjadi pembelajaran yang syarat akan hapalan, fakta dan peristiwa serta aspek-aspek kognitif lainnya. Peneliti melaksanakan pengamatan awal kepada subjek dan objek yang diteliti, secara khusus di kelas V SDN Sindangsari 2 Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung. Pengamatan dilakukan terhadap peserta didik, tenaga pengajar, lingkungan sekolah serta daerah tempat tinggalnya. Pelaksanaan pengamatan dibantu oleh teman sejawat dalam melaksanakan observasi, wawancara serta menguji pemahaman peserta didik melalui pertanyaan mengenai pelajaran IPS. Hasil pengamatan yang peneliti lakukan di kelas V SDN Sindangsari 2 Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung diperoleh gambaran bahwa sebagian besar peserta didik kurang memahami pelajaran IPS yang disampaikan oleh guru. Dari jumlah 28 orang peserta didik yang terdapat di kelas V SDN Sindangsari 2 Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung yang diberikan pertanyaan-pertanyaan oleh guru hanya 9 peserta didik yang nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yakni 62, dan selebihnya kurang memuaskan atau di bawah nilai KKM. Kemudian bila dilihat dari sarana prasarana di kelas V SDN Sindangsari 2 Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung memang masih belum memadai dan mendukung untuk memunculkan suasana belajar yang mengesankan. Hal ini terbukti dari kondisi fisik bangunan serta ketersediaan barang-barang yang dapat dijadikan sebagai media pembelajaran. Berdasarkan wawancara bersama para tenaga pengajar dan warga sekitar, kemampuan belajar para peserta didik yang kurang tersebut diakibatkan kurang aktifnya peran serta orang tua untuk mendukung anak mereka belajar. Hal ini disebabkan oleh tingkat pendidikan dan pendapatan ekonomi orang tua yang rendah. Hal ini dapat dijadikan data awal untuk melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dengan harapan bahwa setelah melakukan PTK seluruh peserta didik dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru secara benar dan salah satu cara atau solusi untuk memperbaiki keadaan ini adalah dengan mengadakan pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Guru melakukan usaha untuk meningkatkan hasil belajar dengan mengajak, memotivasi, membimbing dan melibatkan peran serta peserta didik untuk mengemukakan pendapat. Belajar dalam kelompok dengan berdiskusi merupakan salah satu upaya yang dilakukan guru untuk menciptakan suasana belajar sehingga peserta didik benar-benar ikut serta dalam proses pembelajaran. Ini berarti pembelajaran yang ada berpusat pada peserta didik yaitu lebih menekankan keaktifan belajar peserta didik, tidak hanya berpusat pada guru. Penyampaian materi pembelajaran dengan timbulnya peran aktif dari peserta didik merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar. Salah satu metode pembelajaran yang dapat membuat peserta didik berperan aktif dalam proses belajar mengajar yakni dengan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif telah terbukti melalui berbagai penelitian memberikan hasil atau pencapaian hasil belajar yang signifikan dalam pembelajaran. Allport (dalam Huda, 2011, h. 5) mengemukakan bahwa: Ada perbedaan yang menonjol dalam hal kuantitas dan kualitas kerja individu-individu ketika mereka mau membuka diri untuk saling mendengarkan dan peduli pada hasil kerjanya satu sama lain. Sebuah kelompok tengah bekerja sama cenderung berfikir lebih efisien daripada satu anggota terbaik kelompok tersebut yang bekerja sendiri. Menurut Agus Suprijono (2010, h. 54) cooperative learning adalah konsep yang meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum cooperative learning dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Dengan model cooperative learning peserta didik akan terlibat aktif pada proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, sehingga dapat membantu meningkatkan hasil belajar peserta didik. Tipe Think Pair Share merupakan strategi pembelajaran yang dikembangkan pertama kali oleh Profesor Frank di University of Maryland pada 1981 dan diadopsi oleh banyak penulis di bidang pembelajaran kooperatif pada tahun-tahun selanjutnya. Manfaat Think Pair Share (TPS) antara lain adalah memungkinkan peserta didik untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain, mengoptimalkan partisipasi peserta didik, dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. Berdasarkan uraian di atas, judul yang diambil oleh peneliti dalam penelitian ini adalah Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik Melalui Model Cooperative Learning Tipe Think Pair Share Pada Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (Penelitian Tindakan Kelas Pada Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Kelas V SDN Sindangsari 2 Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung). B. Identifikasi Masalah Berdasarkan pada latar belakang di atas maka peneliti menemukan permasalahan yang terjadi pada Penelitian Tindakan Kelas di kelas V SDN Sindangsari 2 Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung yaitu: 1. Peserta didik berperan pasif dalam proses belajar sehingga hasil belajar kurang memuaskan. 2. Guru kurang memiliki kemampuan mengelola kelas yang baik sehingga suasana kegiatan belajar mengajar tidak mengesankan. 3. Kegiatan pembelajaran berpusat pada guru sehingga peserta didik cenderung acuh terhadap penyampaian materi pembelajaran. 4. Proses pembelajaran tidak berjalan sesuai dengan perencanaan pembelajaran yang dibuat oleh guru sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi tidak optimal. 5. Proses pembelajaran di kelas monoton dan tidak menarik sehingga pelajaran dianggap sulit oleh peserta didik. 6. Guru tidak menggunakan media pembelajaran atau alat peraga saat mengajar sehingga peserta didik kurang memahami penjelasan materi pembelajaran. 7. Hasil belajar peserta didik kelas V SDN Sindangsari 2 Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung belum mencapai KKM sebagaimana telah ditentukan oleh pihak sekolah. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah penelitian adalah “Apakah penggunaan model cooperative learning tipe think pair share dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam mata pelajaran IPS tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia”. Permasalahan tersebut merupakan pokok yang kemudian dijadikan kajian utama dalam penelitian tindakan kelas ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Bagaimana perencanaan pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning tipe think pair share untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik pada pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Kelas V SDN Sindangsari 2 Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung. 2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning tipe think pair share untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik pada pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Kelas V SDN Sindangsari 2 Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung. 3. Seberapa besar peningkatan hasil belajar peserta didik Kelas V SDN Sindangsari 2 Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar melalui penggunaan model cooperative learning tipe think pair share untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik pada pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui apakah penggunaan model cooperative learning tipe think pair share dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam mata pelajaran IPS tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia. 2. Tujuan khusus a. Untuk meningkatkan cara penyusunan perencanaan pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning tipe think pair share untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik pada pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Kelas V SDN Sindangsari 2 Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung. b. Untuk meningkatkan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning tipe think pair share untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik pada pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Kelas V SDN Sindangsari 2 Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung. c. Untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik Kelas V SDN Sindangsari 2 Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar melalui penggunaan model cooperative learning tipe think pair share untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik pada pembelajaran IPS tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. E. Manfaat Penelitian Setelah diadakannya penelitian ini diharapkan terdapat manfaat. Manfaat penelitian ini dibagi secara teoritis dan praktis sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam menambah materi-materi atau bahan-bahan dalam penyusunan strategi belajar mengajar dan dapat dijadikan sebagai pembanding dalam menentukan pendekatan atau metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan keadaan serta kesesuaiannya pada materi. 2. Manfaat Praktis. Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memahami pelajaran IPS, terutama pada materi proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia serta dapat meningkatkan pemahaman dan keaktifan belajar peserta didik pada pembelajaran IPS di SD sehingga dapat dijadikan pelaksanaan proses pembelajaran selanjutnya. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai pihak antara lain sebagai berikut: a. Bagi guru 1) Sebagai acuan untuk meningkatkan kualitas cara mengajar. 2) Untuk mengembangkan daya kreatifitas guru dalam menyampaikan pelajaran kepada peserta didik. 3) Sebagai masukan bagi guru dalam memilih bahan pelajaran, menentukan langkah-langkah mengajar, menggunakan alat peraga, menentukan metode pembelajaran yang tepat sehingga terjadi peningkatan penyampaian materi pembelajaran. b. Bagi peserta didik 1) Dapat meningkatkan kemampuan mendeskripsikan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. 2) Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu peserta didik. 3) Mengaktifkan pembelajaran peserta didik di kelas. 4) Potensi yang dimiliki peserta didik lebih berkembang. 5) Dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. c. Bagi sekolah 1) Untuk merencanakan dan menentukan kebijakan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. 2) Menghidupkan fungsi lembaga pendidikan Sekolah Dasar melalui penelitian tindakan kelas, sehingga diperoleh pembuktian keberhasilan penggunaan variasi metode belajar dan alat peraga dalam pembelajaran IPS.   d. Bagi peneliti selanjutnya 1) Menambah kemampuan untuk melakukan pemecahan masalah kelas di sekolah lain dalam rangka meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran IPS. 2) Penelitian ini dapat membantu peneliti dalam mengatasi sifat pasif peserta didik dan sebagai alternatif dalam memilih media pembelajaran yang lebih menarik. e. Bagi PGSD Untuk memperkaya hasanah keilmuan khususnya untuk konsentrasi kebahasaan di PGSD serta menambah wawasan bagi mahasiswa PGSD untuk menjadi bahan acuan dalam menghadapi profesi guru nanti. F. Definisi Operasional Hasil belajar peserta didik pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku dan sebagai umpan balik dalam upaya memperbaiki proses belajar mengajar. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik (Sudjana, 1987, h. 45). Menurut Bloom (dalam Suprijono 2010, h. 6) hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan) synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valving (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Menurut agus suprijono (2010, h. 5) hasil belajar adalah pola-pola, perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Berdasarkan pendapat di atas, maka yang dimaksud dengan hasil belajar dalam penelitian ini adalah perubahan tingkah laku dari kegiatan belajar mengajar mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotor. Menurut Agus Suprijono (2010, h. 54) cooperative learning adalah konsep yang meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Cooperative learning merupakan pembagian kerja yang adil dalam kerja kelompok melalui prosedur pengelolaan kelas yang baik (Lie, 2008, h. 29). Dukungan teori Vygotsky (dalam Suprijono, 2010, h. 56) terhadap model pembelajaran kooperatif adalah penekanan belajar sebagai proses dialog interaktif. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran berbasis sosial. Berdasarkan pendapat di atas, maka yang dimaksud dengan cooperative learning dalam penelitian ini adalah model pembelajaran interaktif yang disajikan dalam bentuk kerja sama antar peserta didik melalui prosedur pengelolaan kelas yang baik. Tipe Think Pair Share merupakan strategi pembelajaran yang dikembangkan pertama kali oleh Profesor Frank di University of Maryland pada 1981 dan diadopsi oleh banyak penulis di bidang pembelajaran kooperatif pada tahun-tahun selanjutnya. Manfaat Think Pair Share (TPS) antara lain adalah memungkinkan peserta didik untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain, mengoptimalkan partisipasi peserta didik, dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. Menurut Anita Lie (2010, h. 91), tipe Think Pair Share merupakan pembelajaran yang diawali dengan guru mengajukan partanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk dipikirkan peserta didik (thinking), kemudian guru meminta peserta didik untuk berpasangan (pairing), dan hasil diskusi intersubjektif di tiap-tiap pasangan hasilnya dibicarakan di depan kelas (sharing). Think Pair Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi waktu lebih banyak pada peserta didik untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Model Think Pair Share (TPS) sebagai ganti dari tanya jawab seluruh kelas. Sebagai suatu model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) memiliki langkah-langkah tertentu. Guru membagi peserta didik dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua kelompok. Setiap peserta didik memikirkan dan mengerjakan tugas sendiri. Peserta didik berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya. Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Peserta didik berkesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat (Huda, 2011, h. 51). Berdasarkan pendapat di atas, maka yang dimaksud dengan tipe Think Pair Share dalam penelitian ini adalah tipe pembelajaran dalam cooperative learning yang memiliki langkah-langkah tertentu yakni think (berpikir), pair (berpasangan) dan share (berbagi). BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Kajian Teori 1. Hakikat Belajar a. Definisi Belajar Sebelum membicarakan pengertian hasil belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan apa yang dimaksud dengan belajar. Para pakar pendidikan mengemukakan pengertian yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, namun demikian selalu mengacu pada prinsip yang sama yaitu setiap orang yang melakukan proses belajar akan mengalami suatu perubahan dalam dirinya. Usaha pemahaman mengenai makna belajar ini akan diawali dengan mengemukakan definisi tentang belajar. Ada beberapa definisi tentang belajar antara dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Cronbach (dalam Sardiman, 2010, h. 20) memberikan definisi: Learning is shown by change in behavior as a result of experience. 2) Harold Spears (dalam Sardiman, 2010, h. 20) memberikan batasan: Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction. 3) Geoch (dalam Sardiman, 2010, h. 20) mengatakan: Learning is a chang in performance as a result of practice. Dari ketiga definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku atas penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. b. Faktor yang Mempengaruhi Belajar Hasil belajar setiap individu dipengaruhi oleh belajar peserta didik. Muhabbibin Syah (2003: 144) menyebutkan tiga faktor yang mempengaruhi belajar peserta didik yaitu faktor internal, eksternal dan pendekatan belajar, yaitu: 1) Faktor dari dalam yaitu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi belajar yang berasal dari peserta didik belajar. Faktor dari dalam (internal) meliputi dua aspek, fisiologi dan psikologis. a) Fisiologi, faktor ini meliputi kondisi jasmaniah secara umum dan kondisi panca indra. b) Kondisi psikologis, faktor ini meliputi kecerdasan, bakat, minat, motivasi, emosi dan kemampuan kognitif. 2) Faktor dari luar yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar peserta didik yang mempengaruhi proses dan hasil belajar. Faktor-faktor ini meliputi lingkungan sosial dan lingkungan non sosial. a) Lingkungan sosial yang dimaksud adalah manusia atau sesama manusia, baik manusia itu ada (kehadirannya) ataupun tidak langsung hadir. Dalam lingkungan sosial yang mempengaruhi belajar peserta didik ini dapat dibedakan menjadi tiga yaitu rumah, sekolah dan masyarakat. b) Lingkungan non sosial meliputi keadaan udara, waktu belajar, cuaca, lokasi gedung sekolah dan alat-alat pembelajaran. 3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning) yaitu jenis upaya belajar yang meliputi strategi, model dan metode yang digunakan peserta didik untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. Dengan demikian guru harus memperhatikan perbedaan individu dalam memberikan pelajaran kepada mereka, supaya dapat menangani peserta didik sesuai dengan kondisinya untuk menunjang keberhasilan belajar. Hal tersebut dikarenakan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar peserta didik, satu dengan yang lainnya berbeda. Salah satu yang mempengaruhi belajar adalah faktor pendekatan belajar (approach to learning), yang di dalamnya terdapat model pembelajaran. Joyce (dalam Trianto, 2010, hal. 22) menyatakan bahwa model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Tepat tidaknya guru menggunakan model pembelajaran, turut menentukan bagaimana hasil belajar yang dicapai peserta didik. Maka dalam penelitian ini membicarakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar yaitu model pembelajaran. c. Hasil Belajar Setelah mengetahui pengertian belajar dan faktor yang mempengaruhinya, maka akan dikemukakan apa itu hasil belajar. Nana Sudjana (2011, h. 5) menyatakan bahwa hasil belajar peserta didik pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku dan sebagai umpan balik dalam upaya memperbaiki proses belajar mengajar. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik. Hasil belajar peserta didik pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku dan sebagai umpan balik dalam upaya memperbaiki proses belajar mengajar. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik (Sudjana, 1987, h. 45). Menurut Bloom (dalam Suprijono 2010, h. 6) hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan) synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valving (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Menurut agus suprijono (2010, h. 5) hasil belajar adalah pola-pola, perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Benyamin Bloom (Nana Sudjana, 2011, h. 22-31) mengemukakan secara garis besar membagi hasil belajar menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. 1) Ranah kognitif Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah: a) Pengetahuan b) Pemahaman c) Aplikasi d) Analisis e) Sintesis f) Evaluasi 2) Ranah Afektif Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri dari lima aspek. Kelima aspek dimulai dari tingkat dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks sebagai berikut. a) Reciving/ attending (penerimaan) b) Responding (jawaban) c) Valuing (penilaian) d) Organisasi e) Karaakteristik nilai atau internalisasi nilai 3) Ranah Psikomotor Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni: a) gerakan refleks yaitu keterampilan pada gerakan yang tidak sadar; b) keterampilan pada gerakan-gerakan dasar; c) kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris dan lain-lain; d) kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan ketepatan; e) gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks; f) kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif. Di antara ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para peserta didik dalam menguasai isi bahan pengajaran (Nana Sudjana, 2011: 23). Dalam pembatasan hasil pembelajaran yang akan diukur, peneliti mengambil ranah kognitif pada jenjang pengetahuan (C1), pemahaman (C2) dan aplikasi (C3). Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar nilai umpan balik dari kegiatan belajar mengajar mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotor. 2. Hakekat Pembelajaran a. Definisi Pembelajaran Pembelajaran ialah membelajarkan peserta didik menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama dalam keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik. Pembelajaran menurut Corey (dalam Sagala, 2003, h. 61) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan. Sedangkan menurut Knirk dan Gustafson (dalam Sagala, 2003, h. 64) pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan dan evaluasi. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UUSPN, No. 20 tahun 2003). Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran usaha sadar serta terencana kegiatan belajar mengajar antara peserta didik dan pendidik pada suatu lingkungan belajar. b. Pendekatan Pembelajaran Pendekatan pembelajaran sebagai penjelas untuk mempermudah bagi para guru dalam memberikan pelayanan belajar dan juga mempermudah bagi peserta didik untuk memahami materi ajar ydang disampaikan guru, dengan memelihara suasana belajar yang menyenangkan. Pendekatan pembelajaran menurut Syaiful Sagala (2003, h. 68) merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan peserta didik dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan instruksional tertentu. Pendekatan pembelajaran merupakan aktivitas guru dalam memilih kegiatan pembelajaran, apakah guru akan menjelaskan suatu pengajaran dengan materi bidang studi yang sudah tersusun dalam urutan tertentu, ataukah dengan menggunakan materi yang terkait satu dengan lainnya dalam tingkat kedalaman yang berbeda, atau bahkan merupakan materi yang terintegrasi dalam suatu kesatuan multi disiplin ilmu. Pendekatan belajar (approach to learning) dan strategi atau kiat melaksanakan pendekatan serta metode belajra dalam proses pembelajaran termasuk factor-faktor yang turut menentukan tingkat keberhasilan peserta didik. Pendekatan tersebut bertiitk tolak pada aspek psikologis dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan anak, kemampuan intelektual dan kemampuan lainnya yang mendukung kemampuan belajar. Pendekatan ini dilakukan sebagai strategi yang dipandang tepat untuk memudahkan peserta diidk memahami pelajaran dan juga belajar yang menyenangkan. c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak Seorang bayi seringkali meneliti sebuah mainan yang baru dimilikinya. Anak itu memasukkan mainannya ke dalam mulut untuk mengetahui rasanya, kemudian menggoyangnya, mengangkat, membantingkan, memilah-milah yang bisa ia lakukan, serta membongkarnya untuk menyelidikinya satu per satu. Menurut Deporter dan Hernacki (dalam Sagala, 2003, h. 94) proses itu disebut belajar secara menyeluruh (global learning) yang merupakan cara efektif dan alamiah bagi seorang manusia untuk mempelajari bahwa otak seorang anak hingga usia enam atau tujuh tahun mampu menyerap berbagai fakta, sifat-sifat fisik dan kerumitan bahasa. Perkembangan berkaitan dengan aspek-aspek psikis atau rohaniah, berkenaan dengan kualitas yaitu peningkatan dan penyempurnaan fungsi (Syaodih, dalam Sagala, 2003, h. 94). Pada dasarnya dilihat dari aspek psikologis penyelenggaraan pendidikan khususnya mengenai pembelajaran, para ahli mengemukakan ada empat pandangan yang dapat digunakan untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak dalam belajar yaitu: 1) Pandangan Nativisme Nativisme (Nativism) yaitu “Nativus” atau pembawaan adalah sebuah doktrin filosofis yang berpengaruh besar terhadap aliran psikologis. Pandangan nativisme ini berpendapat bahwa perkembangan individu itu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa semenjak lahir. Arthur Schopenhouer (dalam Sagala, 2003, h. 95) berpendapat bahwa bayi itu lahir telah memiliki sifat-sifat dasar tertentu yang disebut sifat pembawaan yang baik dan pembawaan buruk. Perkembangan anak atau manusia menurut pandangan nativisme itu ditentukan oleh pembawaannya, sedangkan pengalaman pendidikan tidak berpengaruh apa-apa. Dalam ilmu pendidikan pandangan seperti ini disebut “pesimisme pedagogis”. 2) Pandangan Naturalisme Nature yaitu alam atau kodrat, pandangan naturalism ini dipelopori oleh seorang filsuf Prancis J. J. Rouseau (1712-1778). Pandangannya lebih ditekankan pada sifat hakekat anak, sehingga mempengaruhi konsepnya mengenai pembinaan terhadap perkembangannya. Rouseau (dalam Sagala, 2003, h. 96) berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan baik dan tidak ada seorang pun yang lahir dengan pembawaan buruk. Rouseau (dalam Sagala, 2003, h. 96) juga berpendapat bahwa pendidikan yang diberikan orang dewasa justru dapat merusak pembawaan anak yang baik itu. Sebagaimana dikemukakan oleh Herbart (dalam Sagala, 2003, h. 97) seorang naturalis, hal ini tampak pada pandangannya: a) Teori tahap-tahap perkembangan budaya yang menyatakan bahwa ras manusia berkembang melalui tahap perkembangan budaya tertentu, dan tahap-tahap tersebut akan diulangi dalam perkembangan individu; b) Seorang manusia yang baik memerintahkan dirinya sendiri, sifat dasar manusia terdiri dari dua faktor yaitu diri yang memerintah dan diri yang menolak; c) Jika dibekali suatu kemampuan khusus untuk mereaksi terhadap hal-hal yang ada di lingkungannnya. 3) Pandangan Empirisme Empirina atau pengalaman, tokoh perintis pandangan empirisme adalah seorang filsuf Inggris bernama John Locke (1632-1704). Faham empirisme ini bertentangan dengan faham nativisme dan berpendapat bahwa anak itu sejak lahir belum memiliki sifat-sifat pembawaan apapun. John Locke (dalam Sagala, 2003, h. 97) berpendapat bahwa anak lahir di dunia ini bagaikan kertas putih yang bersih atau dikenal dengan teori “Tabula Rasa”. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan sebab waktu lahir seorang anak masih bersih. Pengalaman anak yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan yang berasal dari alam bebas maupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan. 4) Pandangan Konvergensi atau Interasionisme Tokoh pandangan konvergensi atau interaksionisme ini adalah Louis William Stern (1871-1939) seorang ahli pendidikan, filsuf, dan psikolog asal Jerman. Teori ini disebut konvergensi karena berpendapat bahwa perkembangan bukan hanya dilihat dari salah satu faktor pembawaan atau lingkungan, tetapi dapat dikatakan bahwa pengaruh kerjasama antara faktor internal dan eksternal, ataupun antara faktor-faktor dasar dan faktor ajar (nature and nurture). Teori konvergensi ini membuka kesempatan yang luas bagi terlaksanannya pendidikan sebagai belajar kepada peserta didik. Alasannya potensi intelektual yang dimiliki anak dapat ditumbuh kembangkan melalui proses belajar, meskipun di lain pihak pembawaan si anak akan membatasi perkembangan itu. Pendekatan dalam teori konvergensi ini antara lain melalui pendekatan tingkah laku, dimana guru dapat menangkap ciri-ciri apakah anak sudah dapat menerima pelajaran atau tidak melalui perilaku si anak. 3. Hakekat Pembelajaran IPS di SD a. Definisi IPS Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, georafi, ekonomi, politik, hokum, dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan suatu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial (sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya). IPS atau studi sosial (dalam Trianto 2010, h. 171) merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. IPS sebagai salah satu program studi yang dikembangkan secara kurikuler di persekolahan menjadi salah satu alat fungsional dalam menjembatani proses pencapaian tujuan Pendidikan Nasional, yakni mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab (Pasal 3, UU No. 20 Tahun 2003). IPS berkenaan dengan cara manusia menggunakan usaha memenuhi kebutuhan materinya, memenuhi kebutuhan budayanya, kebutuhan kejiwaannya, pemanfaatan sumber yang ada dipermukaan bumi, mengatur kesejahteraan dan pemerintahannya, dan lain sebagainya yang mengatur serta mempertahankan kehidupan masyarakat manusia. Nursid Sumaatmadja (http://faizalnizbah.blogspot.com/2013/10/pengertian-dan-tujuan-pelajaran-ips-di.html, diakses pada 12 Mei 2014) mengemukakan bahwa secara mendasar pengajaran IPS berkenaan dengan kehidupan manusia yang melibatkan segala tingkah laku dan kebutuhannya. Berdasarkan pendapat di atas dapat kita simpulkan bahwa pendidikan IPS adalah mata pelajaran yang berada di dalam kurikulum sekolah dasar, menengah dan perguruan tinggi yang diseleksi dari beberapa disiplin ilmu-ilmu sosial serta kegiatan dasar manusia yang disajikan dalam bentuk ilmiah dan psikologi agar dapat memberikan pengetahuan dalam kehidupan masyarakat. b. Pembelajaran IPS di SD Dalam lampiran Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah bahwa Subtansi pembelajaran IPS di Sekolah Dasar merupakan IPS terpadu dan pembelajaran pada Kelas I s.d. III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada Kelas IV s.d. VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran. Terpadu maksudnya adalah pengelolaan pembelajaran dilakukan secara terpadu, dan pembelajaran bermuara pada kompetensi. Demikian pula Depdikbud (dalam Trianto, 2010, h. 123) menjelaskan bahwa model pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik. Sebagai program pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, mata pelajaran IPS bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Melalui mata pelajaran IPS peserta didik diajarkan tentang nilai-nilai, moral, cita-cita, saling menghargai dan rasa tanggung jawab, baik disekolah maupun di dalam masyarakat. Penelitian akan dilaksanakan di kelas V semester 2 SDN Sindangsari 2 Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung, pada materi utamnya yakni Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, namun yang menjadi fokus utama pada pembelajarannya yakni pada tokoh kemerdekaannya. Berikut adalah tabel standar kompetensi dan kompetensi dasar dari materi pembelajaran. Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (Depdiknas, 2008, hal. 167) Kelas V Semester 2 No STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR 1 2. Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia 2.3. Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mem-proklamasikan kemerdekaan Indonesia c. Tujuan Pembelajaran IPS di SD Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari, baik yang menimpa dirinya sendiri maupun masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program pelajaran IPS di sekolah diorganisasikan dengan baik. Menurut Awan Mutakin (dalam Trianto, 2010, h. 176) dari rumusan tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut: 1) Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat. 2) Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial. 3) Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat. 4) Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat. 5) Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar mampu bertahan yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat. 6) Memotivasi seseorang untuk bertindak berdasarkan moral. 7) Fasilitator dalam suatu lingkungan yang terbuka dan tidak bersifat menghakimi. 8) Mempersiapkan peserta didik menjadi warga Negara yang baik dalam kehidupannya “to prepare students to be well-functioning citizens in a democratic society” dan mengembangkan kemampuan peserta didik menggunakan penalaran dalam mengambil keputusan pada setiap persoalan yang dihadapinya. 9) Menekankan perasaan, emosi, dan derajat penerimaan atau penolakan peserta didik terhadap materi pembelajaran IPS. Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar (Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Stándar Kompetensi Lulusan) bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungan. 2. Memiliki kemampuan dasar dalam berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah dan keterampilan dalam kehidupan sosial. 3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial serta kemanusiaan. 4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetensi dalam masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal, nasional, dan global. Dengan kata lain manfaat yang diperoleh setelah mempelajari Ilmu Pengetahuan Sosial di samping mempersiapkan diri untuk tujuan kemasyarakatan, juga membentuk dirinya sebagai anggota masyarakat yang baik dan mentaati peraturan yang berlaku dan turut pula mengembangkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. d. Strategi Pembelajaran IPS Secara umum komponen dalam strategi pembelajaran yakni: kegiatan prapembelajaran, penyajian informasi, partisipasi peserta didik, tes, dan tindak lanjut. Dick dan Carey (dalam Trianto, 2010, h. 179) mengatakan bahwa suatu strategi pembelajaran menjelaskan komponen-komponen umum daru suatu set bahan pembelajaran dan prosedur-prosedur yang akan digunakan bersama bahan-bahan tersebut untuk menghasilkan hasil belajar tertentu kepada peserta didik. Gagne dan Briggs (dalam Trianto, 2010, h. 179) menyebut 9 urutan kegiatan pembelajaran, yaitu: 1) memberikan motivasi atau menarik perhatian, 2) menjelaskan tujuan pembelajaran kepada peserta didik, 3) mengingatkan kompetensi prasyarat, 4) memberi stimulus (masalah, topik, konsep), 5) memberi petunjuk belajar, 6) menumbuhkan penampilan peserta didik, 7) memberi umpan balik, 8) menilai penampilan, dan 9) menyimpulkan. Trianto (2010, h. 180) menyebutkan bahwa strategi pembelajaran merupakan perpaduan dari urutan kegiatan, cara mengorganisasikan materi pelajaran peserta didik, peralatan dan bahan, serta waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran adalah cara yang sistematis dalam mengkomunikasikan isi pelajaran kepada peserta didik untuk mencapai kompetensi dasar tertentu. 4. Model Pembelajaran Cooperative Learning tipe Think Pair Share a. Pengertian Cooperative Learning Menurut Agus Suprijono (2010, h. 54) cooperative learning adalah konsep yang meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Cooperative learning merupakan pembagian kerja yang adil dalam kerja kelompok melalui prosedur pengelolaan kelas yang baik (Lie, 2008, h. 29). Dukungan teori Vygotsky (dalam Suprijono, 2010, h. 56) terhadap model pembelajaran kooperatif adalah penekanan belajar sebagai proses dialog interaktif. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran berbasis sosial. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa cooperative learning adalah model pembelajaran interaktif yang disajikan dalam bentuk kerja sama antar peserta didik melalui prosedur pengelolaan kelas yang baik.   b. Pengertian Model Pembelajaran Think Pair Share Tipe Think Pair Share merupakan strategi pembelajaran yang dikembangkan pertama kali oleh Profesor Frank di University of Maryland pada 1981 dan diadopsi oleh banyak penulis di bidang pembelajaran kooperatif pada tahun-tahun selanjutnya. Manfaat Think Pair Share (TPS) antara lain adalah memungkinkan peserta didik untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain, mengoptimalkan partisipasi peserta didik, dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. Menurut Anita Lie (2010, h. 91), tipe Think Pair Share merupakan pembelajaran yang diawali dengan guru mengajukan partanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk dipikirkan peserta didik (thinking), kemudian guru meminta peserta didik untuk berpasangan (pairing), dan hasil diskusi intersubjektif di tiap-tiap pasangan hasilnya dibicarakan di depan kelas (sharing). Think Pair Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi waktu lebih banyak pada peserta didik untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Model Think Pair Share (TPS) sebagai ganti dari tanya jawab seluruh kelas. Sebagai suatu model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) memiliki langkah-langkah tertentu. Guru membagi peserta didik dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua kelompok. Setiap peserta didik memikirkan dan mengerjakan tugas sendiri. Peserta didik berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya. Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Peserta didik berkesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat (Huda, 2011, h. 51). Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tipe Think Pair Share merupakan tipe pembelajaran dalam cooperative learning yang memiliki langkah-langkah tertentu yakni think (berpikir), pair (berpasangan) dan share (berbagi). Model pembelajaran Think-Pair-Share merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok secara keseluruhan. Karakteristik model Think Pair Share peserta didik dibimbing secara mandiri, berpasangan, dan saling berbagi untuk menyelesaikan permasalahan. Model ini selain diharapkan dapat menjebatani dan mengarahkan proses belajar mengajar peserta didik juga mempunyai dampak lain yang sangat bermanfaat bagi peserta didik. Beberapa akibat yang dapat ditimbulkan dari model ini adalah peserta didik dapat berkomunikasi secara langsung oleh individu lain yang dapat saling memberi informasi dan bertukar pikiran serta mampu berlatih untuk mempertahankan pendapatnya jika pendapat itu layak untuk dipertahankan. Peningkatan penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran dilalui dengan tiga proses tahapan yaitu melalui proses thinking (berpikir) peserta didik diajak untuk merespon, berpikir dan mencari jawaban atas pertanyaan guru, melalui proses pairing (berpasangan) peserta didik diajak untuk bekerjasama dan saling membantu dalam kelompok kecil untuk bersama-sama menemukan jawaban yang paling tepat atas pertanyaan guru. Terakhir melalui tahap sharing (berbagi) peserta didik diajak untuk mampu membagi hasil diskusi kepada teman dalam satu kelas. Jadi melalui metode Think Pair Share ini penguasaan isi akademis peserta didik terhadap materi pelajaran dapat meningkat dan pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik. c. Tahap-Tahap Model Pembelajaran Think Pair Share Think Pair Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi waktu lebih banyak pada peserta didik untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Model Think Pair Share (TPS) sebagai ganti dari tanya jawab seluruh kelas. Sebagai suatu model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) memiliki langkah-langkah tertentu. Guru membagi peserta didik dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua kelompok. Setiap peserta didik memikirkan dan mengerjakan tugas sendiri. Peserta didik berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya. Kedua pasangan bertemu kemnali dalam kelompok berempat. Peserta didik berkesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat. Langkah-langkah (sintaks) model pembelajaran tipe think pair share terdiri dari lima langkah, dengan tiga langkah utama sebagai ciri khas yaitu tahap pendahuluan think, pair, dan share, penghargaan. Penjelasan dari setiap langkah-langkah adalah sebagai berikut: 1) Tahap Pendahuluan Awal pembelajaran dimulai dengan penggalian apersepsi sekaligus memotivasi peserta didik agar terlibat pada aktivitas pembelajaran. Pada tahap ini, guru juga menjelaskan aturan main serta menginformasikan batasan waktu untuk setiap tahap kegiatan.   2) Tahap Think (berpikir secara individual) Proses think pair share dimulai pada saat guru melakukan demonstrasi untuk menggali konsepsi awal peserta didik. Pada tahap ini, peserta didik diberi batasan waktu (“think time”) oleh guru untuk memikirkan jawabannya secara individual terhadap pertanyaan yang diberikan. Dalam penentuannya, guru harus mempertimbangkan pengetahuan dasar peserta didik dalam menjawab pertanyaan yang diberikan. 3) Tahap Pairs (berpasangan dengan teman sebangku) Pada tahap ini, guru mengelompokkan peserta didik secara berpasangan. Guru menentukan bahwa pasangan setiap peserta didik adalah teman sebangkunya. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik tidak pindah mendekati peserta didik lain yang pintar dan meninggalkan teman sebangkunya. Kemudian, peserta didik mulai bekerja dengan pasangannya untuk mendiskusikan mengenai jawaban atas permasalahan yang telah diberikan oleh guru. Setiap peserta didik memiliki kesempatan untuk mendiskusikan berbagai kemungkinan jawaban secara bersama. 4) Tahap Share (berbagi jawaban dengan pasangan lain atau seluruh kelas) Pada tahap ini, peserta didik dapat mempresentasikan jawaban secara perseorangan atau secara kooperatif kepada kelas sebagai keseluruhan kelompok. Setiap anggota dari kelompok dapat memperoleh nilai dari hasil pemikiran mereka. 5) Tahap Penghargaan Peserta didik mendapat penghargaan berupa nilai baik secara individu maupun kelompok. Nilai individu berdasarkan hasil jawaban pada tahap think, sedangkan nilai kelompok berdasarkan jawaban pada tahap pair dan share, terutama pada saat presentasi memberikan penjelasan terhadap seluruh kelas. d. Kelebihan Model Pembelajaran TPS Beberapa kelebihan model pembelajaran Think Pairs Share sebagai berikut : 1) Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas. Penggunaan metode pembelajaran Think Pair Share menuntut peser

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 23 Jun 2016 04:49
Last Modified: 23 Jun 2016 04:49
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/4965

Actions (login required)

View Item View Item