PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN SIKAP PERCAYA DIRI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS I SDN CIRANGRANG 2 PADA SUBTEMA AKU DAN TEMAN BARU

INDAH MAWARNI, 105060308 (2016) PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN SIKAP PERCAYA DIRI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS I SDN CIRANGRANG 2 PADA SUBTEMA AKU DAN TEMAN BARU. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
Cover Skripsi .docx

Download (36kB)
[img] Text
lembar pengesahan N.docx

Download (17kB)
[img] Text
persembahan.docx

Download (23kB)
[img] Text
ABSTRAK.docx

Download (21kB)
[img] Text
abstrak b.ingg.docx

Download (20kB)
[img] Text
KATA PENGANTAR dan UPCN TRMKSH.docx

Download (117kB)
[img] Text
BAB I INDAH.docx

Download (35kB)
[img] Text
BAB II INDAH.docx

Download (358kB)
[img] Text
BAB III INDAH.docx
Restricted to Repository staff only

Download (93kB)
[img] Text
BAB IV INDAH.docx
Restricted to Repository staff only

Download (348kB)
[img] Text
BAB V INDAH.docx
Restricted to Repository staff only

Download (23kB)
[img] Text
RIWAYAT HIDUP PENULIS.docx

Download (50kB)

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan sikap percaya diri dan hasil belajar siswa dengan penerapan model pembelajaran problem based learning (PBL) pada subtema aku dan teman baru pembelajaran 1, 2 dan 3. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan di kelas I SDN Cirangrang 2. Penelitian ini dilatar belakangi dengan keadaan siswa di kelas I SDN Cirangrang 2 memasuki tahun ajaran baru masih enggan bersosialisasi dengan teman satu kelas dikarenakan masih malu, selain itu model pembelajaran yang digunakan masih konvensional. Hal tersebut mengakibatkan siswa tidak aktif dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu peneliti menggunakan model pembelajaran problem based learning (PBL), model ini digunakan agar siswa mampu menghadap atau memecahkan masalah yang dihadapinya. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menggunakan sistem siklus yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, analisis dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus. Siklus I pembelajaran 1 dan begitupun pada siklus II dan III. Dalam tiap siklusnya dilaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran problem based learning. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran problem based learning dapat meningkatkan sikap percaya diri dan hasil belajar siswa. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil presentase peningkatan sikap percaya diri siswa dari siklus I sampai siklus III, yaitu pada siklus I muncul sikap percaya diri dengan presentasi 50%, siklus II 73.03% dan siklus III 88.46%. Sedangakan hasil belajar siswa meliputi tiga aspek yaitu aspek afektif karakter siklus I 50% dan siklus II 73.07% dan siklus III 84.62%. Aspek kognitif lembar evaluasi pada siklus I 65.38% siklus II 76.92 dan siklus III 80.76%. kognitif LKS siklus I 42.30% siklus II 57.69% dan siklus III 80.76%. Aspek Psikomotor siklus I 46.15% siklus II 73.07 dan siklus III 88.46%. Dapat disimpulkan bahwa penerapan model problem based learning dapat meningkatkan sikap percya diri dan hasil belajar siswa kelas I SDN Cirangrang 2 Subtema Aku dan Teman Baru. Kata kunci: problem based learning, sikap percaya diri dan hasil belajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pendidikan adalah hal dasar penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan manusia dalam kehidupannya. Undang-undang Dasar Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 ayat 1 yang menyatakan : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa aktif serta mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritualnya, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Depdiknas (2003:2). Akan tetapi dewasa ini, khususnya dalam lingkup bangsa Indonesia, di satu pihak kita melihat perkembangan-perkembangan di bidang pendidikan, di pihak lain adanya sejumlah keprihatinan dalam dunia pendidikan Indonesia, baik dari kurikulum maupun pelaksaan di lapangan. Kenyataan di lapangan pada proses belajar mengajar sangat memprihatikan, bahwa sebagaimana telah dipaparkan pada pengertian pendidikan menurut Depdiknas tahun 2003 siswa dituntut aktif dalam proses pembelajaran, tetapi pada kenyataannya saat ini siswa hanya menerima pengetahuan yang diberikan oleh pendidik dengan kata lain siswa tidak aktif dalam proses pembelajaran jadi proses pembelajaran hanya berpusat pada guru (Teacher Centered). Pendidikan seharusnya mengarah pada perkembangan diri anak akan tetapi pendidikan yang terjadi saat ini hanya membunuh perkembangan anak. Proses pembelajaran yang demikian sangat berpengaruh pada kualitas pendidikan di Indonesia. Kualitas pendidikan di Indonesia masih menjadi perhatian khalayak, dikarenakan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan berbagai pihak. Yang dirasakan saat ini yakni ketertinggalan dalam mutu pendidikan, baik dalam pendidikan formal maupun pendidikan informal. Dimana seiring dengan meningkatnya mutu pendidikan yang berkualitas maka akan meningkat juga sumber daya manusia. Hal ini menjadi tanggung jawab pemerintah seutuhnya untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Untuk itu pemerintah berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan memulai untuk menerapkan kurikulum baru yakni kurikulum 2013. Berdasarkan pemaparan di atas memiliki persamaan yaitu, keridaksesuaian proses pembelajaran pada saat melakukan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) pada saat pembelajaran di kelas sumber belajar hanya terpaku pada buku, siswa hanya menerima pembelajaran yang diberikan oleh guru dari buku tanpa melibatkan secara langsung siswa untuk mengeksplor pengetahuan yang dimilikinya. Akibat yang terjadi dari proses pembelajaran yang salah akan berdampak pada siswa, karena banyak diantaranya sekolah yang masih menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) oleh karena itu, Kurikulum 2013 dengan sistem pelaksanaan pembelajaran yang berbeda akan membuahkan hasil yang diinginkan. Apakah dengan mulai diterapkannya Kurikulum 2013 pada setiap sekolah akan memberikan dampak yang baik pada mutu pendidikan di Indonesia. Ketertarikan peneliti untuk menerapkan Kurikulum 2013 timbul seiring dengan pernyataan pemerintah yang telah disebutkan di atas. Seiring dengan memasuki tahun ajaran baru 2014-2015 pemerintah mewajibkan seluruh sekolah dasar untuk melaksanakan kurikulum 2013. Meskipun kurikulum telah mengalami beberapa perubahan, tetapi pada dasarnya semua kurikulum yang telah mengalami berbagai perubahan memiliki kelemahan dan kelebihan. Berkaitan dengan perubahan kurikulum, berbagai pihak menganalisis dan melihat perlunya diterapkan kurikulum berbasis kompetensi sekaligus berbasis karakter pada kurikulum 2013 mengacu pada tiga keterampilan yakni aspek, kognitif, aspek psikomotor dan aspek afektif sama halnya dengan Kurikulum 2006, tetapi kurikulum 2013 lebih menekankan pada aspek afektif, sikap yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran yaitu sikap percaya diri. Pembelajaran sikap percaya diri sangat penting untuk menumbuhkan keberanian siswa, dengan menumbuhkan sikap percaya diri siswa lebih mandiri dalam kegiatan pembelajaran seperti, aktif dalam kegiatan pembelajaran siswa memiliki keberanian untuk tampil percaya diri di depan kelas. Pada setiap belajar mengajar terdapat berbagai macam masalah salah satunya adalah masalah yang ditimbulkan oleh siswa, masalah yang timbul ada dalam siswa itu sendiri sebagaimana tercantum pada buku berjudul guru dan anak didik dalam interaksi edukatif. Masalah yang telah diulas tersebut bisa di atasi dengan berbagai hal, salah satu halnya dengan penerapan model pembelajaran yang variatif, telah dijelaskan di atas bahwa masalah yang terjadi itu ada dalam diri siswa oleh karena itu peneliti menggunakan model pembelajaran problem based learning. Hamruni tahun (2009:150) mengemukakan bahwa PBL adalah suatu model pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu peserta didik memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya. Diharapkan setelah menerapkan model pembelajaran problem based learning sikap percaya diri siswa meningkat karena model pembelajaran problem based learning memiliki beberapa kelebihan menurut Wina Sanjaya (2006:218) salah satu kelebihan tersebut yakni siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, karena masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata. Kelebihan pada model PBL dapat mengatasi masalah yang delah dibahas di atas, selain meningkatnya sikap percaya diri siswa akan mempengaruhi pula hasil belajar dalam proses pembelajaran. Seperti yang disampaikan pengertian hasil belajar menurut Nana Sudjana (2010:3) perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik yang diterima oleh siswa setelah menerima pengalaman belajar. Berdasarkan paparan di atas penulis akan mencoba melakukan penelitian pada SDN Cirangrang 2 dengan menerapkan kurikulum 2013, karena sekolah tersebut pada tahun ajaran 2012-2013 belum menerapkan Kurikurulum 2013. Apakah dengan penerapan Kurikulum 2013 sikap percaya diri dan hasil belajar siswa akan meningkat. Maka dari itu peneliti tertarik untuk mengadakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Sikap Percaya Diri Dan Hasil Belajar Siswa Kelas 1 SDN Cirangrang 2 Pada Subtema Aku Dan Teman Baru.” B. Identifikasi Masalah Berdasarkan kondisi pembelajaran tersebut di atas peneliti mengidentifikasi kekurangan dari proses pembelajaran yang dilaksanakan. Terungkap beberapa masalah yang terjadi dalam pembelajaran, yaitu: 1. Pada KTSP 2006 proses pembelajaran lebih terpaku kepada guru (Teacher Centred). 2. Sumber belajar terpaku pada buku. 3. Pada KTSP 2006 proses pembelajaran lebih menitikberatkan pada ranah kogtitif siswa. 4. Rendahnya sikap percaya diri siswa untuk berpartisipasi dalam proses belajar mengajar. 5. Rendahnya hasil belajar siswa dalam menerima pelajaran. 6. Kurangnya kreativitas pendidik dalam mengkombinasikan model pembelajaran di kelas. C. Rumusan Masalah Berdasarkan yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti merumuskan permasalahan secara umum yaitu “Apakah penerapan model pembelajaran Problembased Learning dapat meningkatkan sikap percaya diri dan hasil belajar siswa kelas I SDN Cirangrang 2 pada subtema aku dan teman baru? ”. Adapun rumusan permasalah secara khusus sebagai berikut: 1. Bagaimana menyusun perencanaan pembelajaran dengan menerapkan Model Pembelajaran Problem Based Learning agar sikap percaya diri dan hasil belajar siswa kelas 1 SDN Cirangrang pada subtema aku dan teman baru meningkat? 2. Bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model problem based learning agar sikap percaya diri dan hasil belajar siswa kelas 1 SDN Cirangrang 2 pada subtema aku dan teman baru meningkat? 3. Adakah peningkatan sikap percaya diri siswa kelas 1 SDN Cirangrang 2 pada subtema aku dan teman baru setelah diterapkannya model problem based learning? 4. Adakah peningkatan hasil belajar siswa kelas 1 SDN Cirangrang 2 pada subtema aku dan teman baru setelah diterapkannya model problem based learning? D. Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka pembatasan masalah penelitian ini adalah Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Sikap Percaya Diri Dan Hasil Belajar Siswa Kelas I SDN Cirangrang 2 Pada Subtema Aku Dan Teman Baru. E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Tujuan Umum Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan sikap percaya diri siswa melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning pada subtema aku dan teman baru siswa kelas 1 SDN Cirangrang 2 Kota Bandung. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mendeskripsikan perencanaan pembelajaran dengan menggunakan Model PembelajaranProblem Based Learning dalam upaya meningkatkan sikap percaya diri dan hasil belajar siswa pada subtema aku dan teman barukelas 1 SDN Cirangrang 2. b. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan Model PembelajaranProblem Based Learning dalam upaya meningkatkan sikap percaya diri dan hasil belajar siswa pada subtema aku dan teman barukelas 1 SDN Cirangrang 2. c. Untuk meningkatkan sikap percaya diri siswa kelas 1 SDN Cirangrang 2 setelah menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning pada subtema aku dan teman baru. d. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas 1 SDN Cirangrang 2 setelah menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning pada subtema aku dan teman baru. F. Manfaat Penelitian Dengan diadakannya Penelitian Tindakan Kelas diharapkan hasilnya dapat bermanfaat bagi beberapa pihak yaitu: 1. Manfaat Teoritis Hasil dari pelaksanaan penelitian tindakan ini diharapkan akan memberikan manfaat yang berarti bagi guru atau instansi yang terkait dalam dunia pendidikan yaitu dengan meningkatnya sikap percaya diri dan hasil belajar siswa kelas 1 SDN Cirangrang 2 setelah menggunakan model pembelajaran problem based learning. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peserta Didik 1) Menjadi lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran siswa kelas 1 SDN Cirangrang 2 pada Subtema Aku Dan Teman Baru. 2) Berkomunikasi dan bersosialisasi dengan lingkungan pada siswa kelas 1 SDN Cirangrang 2 Subtema Aku dan Teman Baru. 3) Melatih kecakapan dalam berinteraksi siswa kelas 1 SDN Cirangrang 2 pada Subtema Aku Dan Teman Baru. 4) Agar dapat melatih keberanian dengan menumbuhkan sikap rasa percaya diri siswa kelas 1 SDN Cirangrang 2 Subtema Aku dan Teman Baru. 5) Meningkatkan mutu pembelajaran dengan meningkatnya hasil belajar siswa kelas 1 SDN Cirangrang 2 Subtema Aku dan Teman Baru. b. Bagi Guru 1) Mengelola kemampuan dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning. 2) Meningkatkan profesionalisme guru dalam upaya meningkatkan mutu proses pembelajaran pada kurikulum 2013. c. Bagi Sekolah 1) Meningkatnya citra sekolah dalam upaya memberikan pembaharuan dalam rangka perbaikan proses pembelajaran. 2) Dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning pada siswa kelas 1 SDN Cirangrang 2 Kota Bandung. 3) Dapat meningkatkan kualitas pendidikan di SDN Cirangrang 2 Kota Bandung. d. Bagi Peneliti 1) Dapat memperluas wawasan pengetahuan untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning. 2) Memberikan pengalaman dalam merencanakan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran problem based learning dengan meningkatnya sikap percaya diri dan hasil belajar siswa kelas 1 SDN Cirangrang 2 pada Subtema Aku Dan Teman Baru. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Model Problem Based Learning a. Definisi Model Problem Based Learning Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada dasarnya merupakan suatu proses yang dimana siswa adalah sebagai sumber masalah, yang dapat dipahami di sini bahwa masalah yang ada merupakan masalah yang timbul dari diri siswa itu sendiri, akan tetapi siswa dituntut untuk menjadi pemecah masalah yang ditimbulkannya dengan butuh bimbingan dari guru, dengan begitu siswa akan mampu mengembangkan pengetahuannya dengan masalah yang nyata atau berdasarkan pengalaman yang dialaminya. Pemaparan di atas, hanya menjadi sebuah ulasan tentang model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) lebih jelas lagi berikut pemaparan menurut beberapa ahli tentang model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan menyusun pengetahuan dengan cara penalaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamruni (2009:150) menyatakan PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu peserta didik memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya. Hal ini berbeda dengan pemahaman Arends dalam Abbas (2000:13) Model Problem Based Learning adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri. Menurut David Bound dan Grahame I. Feletti, The Challenge of problem based learning (1997:37) menyatakan bahwa: Problem based learning is a conception of knowledge, understanding, and education profoundly different from the more usual conception underlying subject-based learning. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa Problem Based Learnig (PBL) merupakan gambaran dari ilmu pengetahuan, pemahaman dan pembelajaran yang sangat berbeda dengan pembelajaran subject based learning. Problem Based Learning termasuk salah satu metode dalam proses yang sangat popular berikut definisi yang dikemukakan oleh Nursalam dan Ferry Efendi (2008:124) menyatakan bahwa Problem Based Learning (PBL) sebagai lingkungan belajar yang di dalamnya menggunakan masalah untuk belajar; sebelum mempelajari sesuatu, siswa diharuskan mengidentifikasi suatu masalah, baik yang dihadapi secara nyata maupun telaah kasus. Nurhadi (2004:16) dalam mrsigitblog.wordpress.com mengemukakan bahwa: Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Sedangkan pengertian pembelajaran berbasis masalah ialah proses kegiatan pembelajaran dengan cara menggunakan atau memunculkan masalah dunia nyata sebagai bahan pemikiran bagi siswa dalam memecahkan masalah untuk memperoleh pengetahuan dari suatu materi pelajaran. Dari beberapa definisi menurut para ahli sabagaimana telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran problem based learning merupakan suatu model yang menekankan pada keaktifan siswa, yang disebut aktif di sini yaitu dalam memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan nyata. Sehingga siswa mampu memecahkan masalah secara mandiri, permasalahan yang ada harus dikaitkan dengan kehidupan nyata yang dialaminya dengan begitu siswa mampu belajar dari pengalaman konkret. Dengan demikian siswa dapat dengan mudah mencari permasalahan yang ada dan permasalahan yang timbul itu mampu dipecahkannya karena berdasarkan pengalaman konkret. b. Karakteristik Model Problem Based Learning Masalah pada umumnya sebagai suatu hal penting dalam model pembelajaran Problem Based Learning dengan adanya masalah nyata yang timbul dapat mengembangkan potensi yang ada dalam diri siswa untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Hal ini sejalan dengan pendapat Ibrahim dan Nur (2005:57) tentang karakteristik model problem based learning yakni sebagai berikut: 1) Pengajuan pertanyaan atau masalah, Problem Based Learning (PBL) mengorganisasikan pengajaran dengan masalah yang nyata dan sesuai dengan pengalaman keseharian siswa. 2) Berfokus pada keterkaitan antardisiplin ilmu, masalah dan solusi pemecahan masalah yang diusulkan tidak hanya ditinjau dari satu disiplin ilmu, tetapi dapat ditinjau dari berbagai disiplin ilmu. 3) Penyelidikan autentik, Problem Based Learning (PBL) mengharuskan siswa melakukan penyelidikan terhadap masalah nyata melalui analisis masalah nyata melalui analisis masalah, observasi, maupun eksperimen. Dalam hal ini, siswa bisa mengumpulkan informasi dari beagam sumber pembelajaran untuk menyelesaikan permasalahan sekaligus mengembangkan hipotesis terhadap penyelesaian masalah yang dikemukakan. 4) Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya, Problem Based Learning (PBL) menuntut siswa menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak guna menjelaskan atau mewakili penyelesaian masalah yang ditemukan, kemudian memamerkan produk tersebut. 5) Kerjasama, Problem Based Learning dicirikan oleh siswa yang bekerjasama secara berpasangan maupun dalam kelompok kecil guna memberikan motivasi sekaligus mengembangkan keterampilan berpikir melalui tukar pendapat serta berbagai penemuan. Kesimpulan yang dapat diambil dari pernyataan di atas yang pada intinya siswa sebagai pemecah masalah harus mampu menempatkan dirinya dalam memecahkan masalah yang dialaminya secara ilmiah baik dengan individu maupun dengan cara berkelompok. Ketika menghadapi suatu masalah berdasarkan pengalaman nyata akan lebih memudahkan siswa dalam memecahkan suatu masalah karena masalah yang ada tersebut didasari pada kagiatan-kegiatan yang memungkinkan siswa untuk mampu berinteraksi dengan lingkungannya. c. Kelebihan dan Kelemahan Model Problem Based Learning Pada dasarnya semua model pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Berhasil atau tidaknya suatu model pembelajaran diterapkan tergantung pada bagaimana guru sebagai fasilitator untuk mengelola model semaksimal mungkin sehingga akan tetapi. Berikut di bawah ini merupakan kelebihan dan kelemahan model pembelajaran problem based learning menurut beberapa ahli. 1) Kelebihan Model Problem Based Learning Model PBL ini memiliki beberapa kelebihan, Rizema (2013:82) menyatakan keunggulan Problem Based Learning (PBL) adalah sebagai berikut : a) Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan sebab siswa yang menemukan konsep sendiri. b) Melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi. c) Pengetahuan tertanam berdasarkan schemata yang dimiliki oleh siswa, sehingga pembelajaran lebih bermakna. d) Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, karena masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata. Hal ini bisa meningkatkan motivasi dan keterkaitan siswa terhadap bahan yang dipelajarinya. e) Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, serta menanamkan sikap sosial yang positif dengan siswa lainnya. f) Pengondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajaran dan temannya, sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan. g) Problem Based Learning (PBL) diyakini pula dapat menumbuhkembangkan kemampuan kreatifitas siswa, baik secara individual maupun kelompok, karena hampir di setiap langkah menuntut adanya keaktifan siswa. Sedangkan menurut Suyadi (2013:142) menyatakan bahwa kelebihan model Problem Based Learning sebagai di bawah ini: a) Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran. b) Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan peserta didik, sehingga memberikan keleluasaan untuk menentukan pengetahuan baru bagi peserta didik. c) Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik. d) Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata. e) Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan barunya, yang bertanggung jawab dalam pembelajaran yang dilakukannya. f) Peserta didik dapat memecahkan masalah dengan suasana pembelajarn yang aktif-menyenangkan. g) Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis untuk mengembangkan kemampuan mereka guna beradaptasi dengan pengetahuan baru. h) Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. i) Model Problem Based Learning (PBL) dapat mengembangkan minat peserta didik untuk mengembangkan konsep belajar secara terus-menerus, karena dalam praksisnya masalah tidak akan pernah selesai. Artinya, ketika satu masalah selesai diatasi, masalah lain muncul dan membutuhkan penyelesaian secepatnya. Berdasarkan pemaparan di atas bahwa model pembelajaran problem based learning memiliki kelebihan dan kelemahan. Dapat disimpulkan bahwa kelebihan yang ada pada model pembelajaran problem based learning siswa menjadi lebih aktif dalam proses pembelajaran selain itu siswa juga dapat berinteraksi dengan lingkungan kelas dengan demikian kegiatan pembelajaran akan lebih bermakna apabila siswa berperan langsung dalam proses belajar mengajar. Pembelajaran yang bermakna akan memudahkan siswa untuk lebih memahami materi dengan siswa sebagai pemecah masalah pada model pembelajaran problem based learning. 2) Kelemahan Model Problem Based Learning Model PBL ini memiliki beberapa kelebihan, Wina Sanjaya (2012: 218) menyatakan keunggulan problem based learning adalah sebagai berikut : a) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan sehingga masalah yang dipelajari sulit dipecahkan maka siswa akan merasa enggan untuk mencoba. b) Keberhasilan pembelajaran ini membutuhkan cukup banyak waktu. c) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka siswa tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. Sedangkan menurut Suyadi (2013:143) menyatakan bahwa Model Problem Based Learning mempunyai kelemahan yaitu sebagai berikut: a) Ketika peserta didik tidak memiliki minat tinggi, atau tidak mempunyai kepercayaan diri bahwa dirinya mampu menyelesaikan masalah yang dipelajari, maka mereka cenderung enggan untuk mencoba karena takut salah. b) Tanpa pemahaman “mengapa mereka berusaha” untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang ingin mereka pelajari. Artinya, perlu dijelaskan manfaat menyelesaikan masalah yang dibahas pada peserta didik. c) Proses pelaksnaan model Problem Based Learning (PBL) membutuhkan waktu yang lebih lama atau panjang. Itu pun belum cukup, karena sering kali peserta didik masih memerlukan waktu tambahan untuk menyelesaikan persoalan yang diberikan. Padahal, waktu pelaksanaan model problem based learning harus disesuaikan dengan beban kurikulum yang ada. Berdasarkan pemaparan di atas, bahwa model pembelajaran problem based learning memiliki kelemahan. Kelemahan yang ada pada model ini siswa cenderung mempunyai sikap atau karakter yang berbeda-beda sikap atau karakter siswa akan mempengaruhi proses pembelajaran. Siswa ada yang memiliki sikap aktif tetapi ada juga siswa yang memiliki sikap acuh tak acuh pada proses pembelajaran, sikap siswa yang acuh tak acuh pada proses pembelajaran akan berpengaruh pada penerapan model pembelajaran problem based learning. Ketika diterapkannya model ini siswa yang acuh tak acuh saat masalah muncul mungkin siswa tidak akan peduli sehingga masalah yang ada tidak dengan mudah dipecahkan. d. Langkah-langkah Model Problem Based Learning Langkah-langkah yang ada pada model pembelajaran problem based learning digunakan untuk memudahkan guru dan membimbing siswa dalam proses pembelajaran. Dengan menggunakan langkah-langkah pembelajaran secara runtut proses pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Berikut pengelolaan PBL menurut Rizema (2013:78) ada beberapa langkah utama diantaranya : 1) Mengorientasikan siswa pada masalah; 2) Mengorganisasikan siswa agar belajar; 3) Memandu menyelidiki secara mandiri atau kelompok; 4) Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja; serta 5) Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah. Adapun gambaran rinci langkah-langkah tersebut dapat dicermati dalam tabel berikut : Tabel 2. 1 Prosedur Pembelajaran Berdasarkan Masalah Sumber : Akhmadsudrajat.wordpress.com dalam Rizema (2013:79) Langkah No Kegiatan Guru Orientasi masalah 1. Menginformasikan tujuan pembelajaran 2. Menciptakan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadi pertukaran ide yang terbuka 3. Mengarahkan kepada pertanyaan atau masalah 4. Mendorong siswa mengekspresikan ide-ide secara terbuka Mengorganisasikan siswa untuk belajar 1. Membantu siswa dalam menemukan konsep berdasarkan masalah 2. Mendorong keterbukaan, proses-proses demokrasi dan cara belajar siswa aktif 3. Menguji pemahaman siswa atas konsep yang ditemukan Membantu menyelidiki secara mandiri atau kelompok 1. Membantu kemudahan pengerjaan siswa dalam mengerjakan/ menyelesaikan masalah 2. Mendorong kerja sama dan penyelesaian tugas-tugas 3. Mendorong dialog dan diskusi dengan teman 4. Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang berkaitan dengan masalah 5. Membantu siswa merumuskan hipotesis 6. Membantu siswa dalam memberikan solusi Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja 1. Membimbing siswa dalam mengerjakan lembar kegiatan siswa (LKS) 2. Membimbing siswa dalam menyajikan hasil kerja Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah 1. Membantu siswa mengkaji ulang hasil pemecahan masalah 2. Memotivasi siswa agar terlibat dalam pemecahan masalah 3. Mengevaluasi materi Kesimpulan yang didapat dari pemaparan di atas yaitu bahwa pada dasarnya setiap langkah pada model pembelajaran problem based learning itu sangat penting untuk dilakukan dengan dasar yang runtut akan menghasilkan proses pembelajaran yang diharapkan dengan siswa sebagai actor utama dalam proses pembelajaran. 2. Sikap Percaya Diri a. Definisi Sikap Percaya Diri Percaya diri sangat penting dimiliki oleh diri seseorang. Biasanya pada sikap percaya diri seseorang akan muncul dalam suatu aktivitas, rasa ingin tahu yang mendukung akan menumbuhkan sikap percaya diri seseorang. Oleh karena itu, sikap percaya diri seseorang sangat perlu untuk dimiliki seseorang khususnya siswa sekolah dasar. Saat sikap percaya diri itu muncul dalam diri siswa, sehingga siswa proses pembelajaran aktif. Berikut definisi percaya diri menurut Aprianti (2013:61) kepercayaan diri merupakan hal penting yang harus dimiliki anak untuk menapaki roda kehidupannya. Rasa percaya diri berpengaruh terhadap perkembangan mental dan karakter anak. Mental dan karakter anak yang kuat akan menjadi modal penting bagi masa depannya ketika menginjak usia dewasa, sehingga mampu merespon setiap tantangan dengan lebih realistis. Rasa percaya diri menurut Amitya Kumara (1998:7) adalah dimensi evaluatif yang menyeluruh dari diri untuk memberikan batasan pengertian kepercayaan diri sebagai suatu keyakinan seorang bahwa dirinya akan dengan sukses mampu berperilaku seperti yang dibutuhkan agar sesuai dengan hasil yang diharapkan. Sedangkan menurut Hakim (2006:6) kepecayaan diri adalah suatu keyakinan terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya. Pada beberapa pernyataan menurut para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa percaya diri merupakan pengukuran diri pada perkembangan yang terjadi dengan memunculkan keberanian untuk menjadi orang yang terus-menerus berkembang dengan meningkatkan kepercayaan diri dalam hal apapun khususnya dalam lingkup pendidikan. Siswa yang memiliki sikap percaya diri akan lebih mudah untuk menapaki jalan hidupnya di masa depan kelak. b. Manfaat Sikap Percaya Diri Berdasarkan definisi yang telah dipaparkan di atas manfaat sikap percaya diri akan muncul pada saat seseorang melakukan suatu aktivitas. Dengan tumbuhnya sikap percaya diri akan memberi pengaruh positif bagi seseorang dalam berfikir dengan tidak takut salah. Berikut beberapa manfaat sikap percaya diri menurut Lauster dalam Ghufron (2010:35) yakni sebagai berikut: 1) Keyakinan akan kemampuan diri, yaitu sikap positif seseorang tentang dirinya bahwa dia bersungguh-sungguh akan apa yang dilakukanya. 2) Optimis yaitu sikap positif seseorang yang selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal tentang diri, harapan dan kemauan. 3) Obyektif yaitu orang yang percaya diri memandang permasalahan atau segala sesuatu sesuai dengan kebenaran semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri. 4) Bertanggung jawab yaitu seseorang yang bersedia untuk menanggung segala sesuatu yang menjadi konsekuensinya. 5) Rasional dan realistis yaitu analisa tehadap suatu masalah, suatu hal, suatu kejadian dengan menggunakan pemikiran yang diterima oleh akal sesuai dengan kenyataan. Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap percaya diri merupakan hal dasar yang harus dimiliki sesorang untuk menuju diri yang sukses. Untuk mennamkan sikap percaya diri harus ditanamkan sejak dini. Dengan memiliki sikap percaya diri sejak dini khususnya menginjak kejenjang sekolah dasar, sikap percaya diri sangat dibutuhkan siswa untuk memulai, melakukan, meyelesaikan tugas dan tampil di depan umum dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, sikap percaya diri merupakan kunci sukses untuk mencapai keberhasilan. c. Karakteristik Sikap Percaya Diri Setiap orang yang memiliki sikap percaya diri sebenarnya memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang yang tidak memiliki sikap percaya diri. Orang yang memiliki percaya diri biasanya akan lebih mudah dikenali seperti mudah bergaul dengan lingkungannya. Berbagai karakteristik individu yang memiliki kepercayaan diri telah banyak diungkapkan oleh beberapa ahli. Menurut Lauster (2002:4) terdapat beberapa karakteristik untuk menilai kepercayaan diri individu, diantara¬nya: 1) Percaya kepada ke¬mampuan sendiri, yaitu suatu keyakinan atas diri sendiri terhadap segala fenomena yang terjadi yang ber¬hubungan de-ngan kemampuan individu untuk mengevaluasi serta mengatasi fenomena yang terjadi tersebut. 2) Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, yaitu dapat ber¬tindak dalam meng¬ambil keputusan ter¬hadap apa yang dilakukan se¬cara mandiri tan¬pa adanya keterlibatan orang lain. Se¬lain itu, mempunyai kemampuan untuk me¬¬yakini tindakan yang diambilnya ter¬sebut. 3) Memiliki konsep diri yang positif, yaitu adanya penilaian yang baik dari dalam diri sendiri, baik dari pan¬dangan maupun tindakan yang dilaku¬kan yang menim¬bulkan rasa positif terhadap diri sendiri. 4) Berani mengungkapkan pendapat, yaitu ada¬nya suatu sikap untuk mampu meng¬utarakan sesuatu dalam diri yang ingin diung¬kap¬kan kepada orang lain tanpa adanya paksaan atau hal yang dapat menghambat pengungkapan pera¬saan ter¬sebut. Selain yang dikemukakan oleh Lautser sama halnya dengan yang dinyatakan oleh ahli lainnya yaitu seperti yang disampaikan oleh Guilford dalam Endang (2000:10). Karakteristik kepercayaan diri yaitu,Pertama bila seseorang merasa bahwa ia dapat melakukan segala sesuatu.Kedua bila seseorang merasa dapat diterima oleh kelompoknya. Ketiga bila seseorang percaya sekali pada dirinya sendiri serta memiliki ketenangan sikap, yaitu tidak gugup bila ia melakukan atau mengatakan sesuatu secara tidak sengaja, dan ternyata hal itu salah. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disebutkan ciri-ciri orang yang memiliki percaya diri yaitu orang-orang yang mandiri, optimis, aktif, yakin akan kemampuan diri, tidak perlu membandingkan dirinya dengan orang lain, mampu melaksanakan tugas dengan baik dan bekerja secara efektif, berani bertindak dan mengambil setiap kesempatan yang dihadapi, mempunyai pegangan hidup yang kuat, punya rencana terhadap masa depannya, mampu mengembangkan motivasinya, mudah menyesuaikan diri terhadap lingkungannya yang baru dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukannya. d. Faktor yang Mempengaruhi Sikap Percaya Diri Pembentukkan sikap percaya diri tidaklah mudah semuanya berdasarkan proses untuk menuju hasil yang diinginkan dengan begitu adanya faktor yang mempengaruhi seseorang untuk menumbuhkan sikap percaya diri. Berikut faktor yang mempengaruhi sikap percaya diri menurut Hakim (2002:121) sebagai berikut: 1) Lingkungan keluarga Keadaan lingkungan sangat mempengaruhi pembentukan awal rasa percaya diri pada seseorang. Rasa percaya diri merupakan suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang ada pada dirinya dan diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari. 2) Pendidikan Formal Sekolah bisa dikatakan sebagai lingkungan kedua bagi anak, dimana sekolah merupakan lingkungan yang paling berperan bagi anak setelah lingkungan keluarga dirumah. Sekolah memberikan ruang pada anak untuk mengekspresikan rasa percaya dirinya terhadap teman-teman sebayanya. 3) Pendidikan non formal Salah satu modal utama untuk bisa menjadi seseorang dengan kepribadian yang penuh rasa percaya diri adalah memiliki kelebihan tertentu yang berarti bagi diri sendiri dan orang lain. Rasa percaya diri akan menjadi lebih mantap jika seseorang memiliki suatu kelebihan yang membuat orang lain merasa kagum. Kemampuan atau keterampilan dalam bidang tertentu bisa didapatkan melalui pendidikan non formal. Secara formal dapat digambarkan bahwa rasa percaya diri merupakan gabungan dari pandangan positif diri sendiri dan rasa aman. Faktor yang mempengaruhi sikap percaya diri di bawah berikut ini merupakan pemaparan dari Loekmono (1983:46) rasa percaya diri tidak terbentuk dengan sendirinya melainkan berkaiatan dengan seluruh kepribadian seseorang secara keseluruhan. Kepercayaan diri juga membutuhkan hubungan dengan orang lain di sekitar lingkungannya dan semuanya itu mempengaruhi pertumbuhan rasa percaya diri. Dalam hal ini dapat dikatakan kepercayaan diri muncul dari itu sendiri karena adanya rasa aman, penerimaan akan keadaan diri dan adanya hubungan dengan orang lain serta lingkungan yang mampu memberikan penilaian dan dukungan, sehingga mempengaruhi pertumbuhan rasa percaya diri. Dukungan yang ada serta penerimaan dari keluarga dapat pula mempengaruhi rasa percaya diri dalam hal ini adalah remaja sebagai anggota keluarga. Orangtua mampu memberikan nasehat,pengarahan, informasi kepada remaja dalam kaitannya dengan rasa percaya diri. Pada intinya seseorang yang merasa yakin dan percaya akan dirinya sendiribelum tentu dirinya memiliki sikap percaya diri karena, sikap percaya diri dibentuk oleh faktor pendukung lainnya. Faktor-faktor tersebut dapat berdasarkan dari lingkungannya. Lingkungan yang mempengaruhi sikap percaya diri itu dibentuk oleh individu-individu lainnya, faktor lingkungan tersebut bisa menjadi tolak ukur seseorang untuk menilai sejauh mana perkembangan yang ada dalam dirinya dengan demikian seseorang yang merasa nyaman. e. Upaya Guru Meningkatkan Sikap Percaya Diri Percaya diri tidak muncul dengan spontan tetapi ada proses dalam pencapaiannya, rasa percaya diri harus dipupuk supaya dapat berkembang dengan baik. Tingkatan percaya diri setiap orang berbeda-beda, ada yang kurang percaya diri, tetapi ada juga yang terlalu percaya diri (over confident), tentunya yang baik adalah percaya diri yang proposional. Sekolah sebagai lembaga pendidikan ikut andil besar dalam menumbuhkan percaya diri, sekarang ini pemerintah sedang memprogramkan pendidikan karakter dalam kurikulum sekolah di semua tingkatan. Salah satu karakter yang dikembangkan adalah mandiri, sedangkan mandiri merupakan sikap yang tidak tergantung kepada orang lain dan percaya kepada kemampuan diri sendiri. Untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa, sekolah dan guru mengupayakan beberapa kegiatan berikut beberapa kegiatan yang dilakukan menurut Aprianti Yofita (2013:203). 1) Mengikuti kegiatan lomba-lomba Lomba terbagi kedalam dua macam yaitu lomba akademik dan lomba non akademik, pada setiap lomba untuk menang ada faktor yang sangat penting dan menentukan yaitu faktor percaya diri, jika kepercayaan dirinya hilang saat lomba biasanya sulit untuk berhasil meraih juara pada lomba tersebut. Agar sikap percaya diri siswa tertanam siswa disarankan mengikuti lomba-lomba. 2) Memperbanyak kegiatan yang mengasah skill individu siswa. Dengan mempunyai skill (keterampilan) siswa dapat mengembangkan sikap percaya dirinya, maka dalam proses pembelajaran guru dapat mengasah skill siswa dengan berbagai metode belajar, contohnya siswa membuat karya sederhana yang dikerjakan sendiri tanpa bantuan temannya. 3) Pemberian tugas individual Tugas mandiri secara individual akan melatih kita percaya kepada kemampuan sendiri dan tidak tergantung terhadap orang lain. Dengan belajar mandiri kita akan terbiasa memecahkan persoalan, terlepas benar atau salah tugas yang kita kerjakan (bisa dikonsultasikan dengan guru) yang terpenting adalah sikap percaya diri dalam mengerjakan tugas yang diberikan. 4) Pendidikan Karakter Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen watak. Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Allah SWT, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya). Untuk mencapai siswa yang berkarakter baik atau unggul dalam proses pembelajaran ditanamkan karakter-karakter yang diharapakan. Rasa percaya diri pada siswa memegang peranan penting dalam keberhasilan belajar, karena apabila siswa kurang percaya diri dapat menyebabkan siswa tidak bisa mengerjakan soal, tidak mau tampil di depan kelas, malu bertanya kepada guru padahal pelajarannya belum di mengerti, dan bahkan mencontek bisa saja dilakukan siswa dilakukan karena tidak percaya diri terhadap kemampuannya. Oleh karena itu sebagai guru kita sabaiknya harus mengupayakan semaksimal mungkin agar siswa memiliki sikap percaya diri dengan ditanamkannya sejak kecil. Kesimpulan yang didapat yakni bahwa upaya guru dalam meningkatkan sikap percaya diri yaitu sebegai berikut: 1) Membiasakan untuk berkomunikasi dua arah pada setiap siswa baik pada saat proses pembelajaran maupun pada saat di luar kelas 2) Memberikan dorongan atau motivasi pada siswa yang hanya diam dengan cara membujuknya dengan reward (hadiah) atau penghargaan pada siswa yang berani maju. 3) Tidak menghakimi siswa yang salah pada saat siswa berani tampil di depan. 3. Hasil Belajar a. Definisi Hasil Belajar Seberapa besar tujuan pembelajaran yang telah dicapai dapat dilihat dari hasil belajar siswa. Oleh karena itu, evaluasi sangat diperlukan oleh guru untuk melihat hasil belajar siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan, sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada selama proses belajar mengajar. Salah satu keberhasilan proses belajar mengajar dilihat dari hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Nana Sudjana (2010:22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Bloom dalam Suharsimi (2002:117) telah memilah ranah (domain) hasil belajar kedalam tiga ranah utama yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor. 1) Ranah Kognitif Menurut Bloom dalam Suharsimi (2002:117) ranah kognitif terdiri dari mengenal (recognition), pemahaman (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis) dan (evaluation). a) Mengenal (CI), didefinisikan sebagai ingatan terhadap hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya. Kemampuan ini merupakan kemampuan awal meliputi kemampuan mengetahui sekaligus menyampaikan ingatannya bila diperlukan. Hal ini termasuk mengingat bahan-bahan benda, fakta, gejala dan teori. Hasil belajar dari mengenal atau pengetahuan merupakan tingkatan paling rendah. Contoh kata kerja: meniru, menyebutkan, menghafal, mengulang, menanamkan, mendaftar, menyusun, mengaitkan dan mereproduksi. b) Pemahaman (C2), didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami materi/bahan. Proses pemahaman terjadi karena adanya kemampuan menjabarkan suatu materi ke materi yang lain. Seseorang yang mampu memahami sesuatu antara lain dapat menjelaskan narasi (pernyataan kosakata) ke dalam angka, dapat menafsirkan sesuatu melalui pernyataan dengan kalimat sendiri atau dengan rangkuman. Pemahaman juga dapat ditunjukan dengan kemampuan memperkirakan kecenderungan, kemampuan meramalkan akibat-akibat dari berbagai penyebab suatu gejala. Hasil belajar dari pemahaman lebih maju dari ingatan sederhana, hafalan atau pengetahuan tingkat rendah. Contoh kata kerja : menjelaskan, mengemukakan, menerangkan, menguraikan, memilih, menunjukan, menyatakan, memihak, menempatkan, mengenali, menguji ulang, menurunkan dan menjabarkan. c) Aplikasi (C3), merupakan kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari dan dipahami ke dalam situasi kongkret, nyata atau baru. Kemampuan ini mencakup penggunaan pengetahuan, aturan rumus, konsep, prinsip, hukum dan teori. Hasil belajar untuk kemampuan menerapkan ini tingkatannya lebih tinggi dari pemahaman. Contoh kata kerja : menerapkan, menggunakan memilih, menentukan, mendemonstrasikan, mendramatisasi, mengajukan permohonan, menafsirkan, mempraktikan, menjadwalkan, mensketsa, mencari jawaban dan menulis. d) Analisis (C4), merupakan kemampuan untuk menguraikan materi ke dalam bagian-bagian atau komponen-komponen yang lebih terstruktur dan mudah dimengerti. Kemampuan menganalisis termasuk mengidentifikasi, bagian-bagian, menganalisis kaitan antar bagian, serta mengenali atau mengemukakan organisasi dan bagian antar hubungan tersebut. Hasil belajar analisis merupakan tingkatan kognitif yang lebih tinggi dari kemampuan memahami dan menerapkan, karena untuk memiliki kemampuan analisis, seseorang harus mampu memahami isi atau subtansi sekaligus struktur organisasinya. Contoh kata kerja : membedakan, membandingkan, mengolah menganalisis, memberi nilai, menilai, mengkategorikan, mendiversifikasikan, mengkritik, melakukan pengujian, melakukan percobaan, mempertanyakan dan mengetes. e) Sintesis (C5), merupakan kemampuan untuk menggabungkan bagian-bagian untuk membentuk keseluruhan yang baru. Ini mencakup produksi dari satu komunikasi yang unit, suatu rencana pelaksanaan atau susunan hubungan yang abstrak. Hasil belajar di sisni ditekankan pada tingkah laku yang kreatif dengan penekanan utama pada formulasi pola atau struktur yang baru. Contoh kata kerja : mengkombinasikan, menyusun, mengarang, mendesain, merencanakan dan menceritakan. f) Evaluasi (C6), merupakan kemampuan untuk mempertimbangkan nilai suatu materi (pernyataan, novel, puisi dan penelitian), untuk tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Pertimbangan-pertimbangan itu berdasarkan pada kriteria-kriteria yang jelas, kriteria ini dapat bersipat internal (kesesuaian dengan tujuan). Hasil belajar dalam bidang ini mencakup elemen atau bagian dari domain yang lain. Contoh kata kerja : membandingkan, menyimpulkan, mengkritik, memilih, menghindari dan meringkas. 2) Ranah Afektif Ranah afektif berkenaan dengan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat kepatuhan terhadap moral dan sebagainya, yang terdiri dari lima aspek yaitu: a) Penerimaan, mengacu kepada kesukarelaan dan kemampuan memperhatikan terhadap rangsangan (stimulus) yang tepat. Misalnya peserta didik mampu mendengarkan penjelasan dari guru secara seksama. b) Merespon, mengacu kepada partisipasi aktif dalam pembelajaran, meliputi keinginan dan kesenangan menanggapi suatu stimulus. c) Penilaian, mengacu kepada penilaian atau penghargaan oleh peserta didik terhadap objek khusus, fenomena dan perilaku. d) Pengorganisasian, mengacu pada mengorganisasikan nilai-nilai dari berbagai nilai yang berbeda, misalnya kemampuan dalam menimbang dampak positif dan negatif dari suatu perlakuan. e) Karakteristik, mengacu kepada keterpaduan semua sistem nilai yang di miliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian atau tingkah lakunya. 3) Ranah Psikomotor Ranah Psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ranah ini terdiri dari, menirukan, kesiapan, penilaian, membiasakan, menyesuaikan dan menciptakan. Hasil belajar akan selalu menjadi tolak ukur apakah siswa berhasil atau tidak dalam proses pembelajaran. Dengan melihat beberapa faktor yakni dari penguasaan pengetahuan, dari proses siswa belajar apakah ada kemajuan atau tidak dilihat dari sikap dan bagaimana siswa mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Dengan demikian ketika kegiatan-kegiatan tersebut siswa mampu mengadapinya sesuai dengan hasil yang diinginkan siswa dinyatakan berhasil dalam proses pembelajaran. Akan tetapi tidak berhasilnya siswa dalam akhir pembelajaran dengan memberikan evaluasi. Evaluasi yang diberikan kepada siswa berupa latihan untuk mengukur sejauh mana siswa telah mampu mengembangkan pengetahuan yang didapatnya, apabila hasil belajar sesuai dengan apa yang diharapkan hal ini akan berpengaruh pada mutu pendidikan yang berkualitas. b. Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah ia menerima pengalaman pembelajaran. Sejumlah pengalaman yang diperoleh siswa mencakup ranah kognitif, afektif dan spikomotor. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran karena akan memberikan sebuah informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui proses kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya setalah mendapat informasi tersebut guru dapat memnyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk individu mupun kelompok belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Munadi (2008:24) antara lain meliputi faktor internal dan faktor eksternal. 1) Faktor internal Faktor internal meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis. Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keaadaan cacat jasmani dan sebagainya. Hal ini tersebut dapat mempengaruhi siswa dalam menerima materi pelajaran. Sedangkan faktor psikologis yakni bahwa setiap individu yang dimaksud adaalah siswa pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi hasil belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatisn, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif dan daya nalar siswa. 2) Faktor eksternal Faktor eksternal terdiri dari faktor lingkungan dan faktor instrumental. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi hail belajar, faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan social. Lingkungan alam misalnya suhu, kelembaban, dan lain lain. Belajar pada tengah hari yang kondisinya masih segar dan dengan ruangan yang cukup untuk bernafas lega. Sedangkan faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini berupa kurikulum, sarana dan guru. Selain pendapat di atas berikut faktor-faktor yang memperngaruhi hasil belajar menurut Muhibbin Syah dalam Musfiqon (2011:11) yang membedakan faktor yang memperngaruhi hasil belajar menjadi tiga macam, yakni : 1) Faktor internal, yaitu keadaan/ kondisi jasmani dan rohani peserta didik yang meliputi : aspek fisiologis seperti keadaan mata dan telinga, dan aspek psikologis seperti intelegensi. 2) Faktor eksternal, yaitu kondisi lingkungan sekitar peserta didik yang meliputi : lingkungan sosial, lingkungan nonsosial (rumah, gedung, sekolah). 3) Faktor pendekatan belajar, yaitu jenis upaya belajar peserta didik yang meliputi strategi dan metode yang digunakan untuk melakukan kegiatan pembelajaran. Berdasarkan beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar, faktor yang sangat menentukkan adalah dari guru itu sendiri karena, hanya guru yang dapat menentukan apakah siswa tersebut berhasil ataukah tidak adakah kemajuan atau tidak dalam proses pembelajaran. Dengan begitu guru harus mampu dalam melaksanakan dan perancang pembelajaran dengan runtut agar siswa mengalami perubahan peningkatan dalam pembelajaran. c. Prinsip-Prinsip Hasil Belajar Dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar terdapat pula prinsip-prinsip hasil belajar agar siswa mampu memahami apa yang dibutuhkannya, apa yang akan diperolehnya. Oleh karena itu pada setiap kegiatan-kegiatan yang dilakukan saat pembelajaran berlangsung ada baiknya bermakna dengan demikian siswa akan senantiasa dapat memahami apa yang diperolehnya berdasarkan pengalaman yang menyenangkan dalam proses pembelajarn. Berikut prinsip-prinsip belajar menurut ahli. Hamalik (2008: 31), mengemukakan prinsip-prinsip belajar sebagai berikut: 1) Proses belajar mengajar ialah pengalaman, berbuat, mereaksi. 2) Proses itu melalui bermacam-macam ragam pengalaman dan mata pelajaran yang terpusat pada suatu tujuan tertentu. 3) Pengalaman belajar secara maksium bermakna bagi kehidupan murid. 4) Penglaman belajar bersumber serta kebutuhan dan tujuan murid sendiri yang mendorong motivasi yang kontinyu. 5) Proses belajar dan hasil belajar diisyarati oleh hereditas dan lingkungan. 6) Proses belajar berlangsung secara efektif apabila pengalaman-pengalaman dan hasil-hasilnyang diinginkan sesuai dengan kematangan murid. 7) Hasil-hasil belajar dilengkapi dengan jalan serangkaian pengalaman-pengalaman yang dapat dipersamakan dengan pertimbangan yang baik. 8) Hasil belajar itu lambat laun dipersatukan menjadi kepribadian dengan kecepatan yang berbeda-beda. 9) Proses belajar yang terbaik apabila murid mengetahui status dalam kemajuan. 10) Hasil belajar diterima oleh murid apabila memberi kepuasan pada kebutuhannya dan berguna serta bermakna baginya. Berdasarkan pemaparan di atas tentang prinsip-prinsip hasil belajar dapat diambil kesimpulan bahwa proses pembelajaran yang bermakna akan didapatkan hasil belajar yang baik bagi siswa. Karena proses pembelajaran tersebut manjadi umpan balik bagi siswa yakni dengan berguna pada saat siswa berada di lingkungan masyarakat. Hasil bekajar yang diharapkan siswa maupun guru pada dasarnya memiliki proses yang sangat panjang, dengan mengetahui perkembangannya siswa akan sangat puas dengan hasil yang didapat berdasarkan pengalaman-pengalaman yang dialaminya dari proses pembelajaran bermakna. d. Ciri-Ciri Hasil belajar Hasil belajar yang dicapai oleh siswa Menurut Sudjana (1990: 57), melalui proses belajar mengajar yang optimal ditunjukan dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1) Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri siswa. Siswa tidak mengeluh dengan prestasi yang rendah dan ia akan berjuang lebih keras untuk memperbaikinya atau setidaknya mempertahankan apa yang telah dicapai. 2) Menambah keyakinan dan kemampuan dirinya, artinya ia tahu kemampuan dirinya dan percaya bahwa ia mempunyai potensi yang tidak kalah dari orang lain apabila ia berusaha sebagaimana mestinya. 3) Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya, seperti akan tahan lama diingat, membentuk perilaku, bermanfaat untuk mempelajari aspek lain, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri dan mengembangkan kreativitasnya. 4) Hasil belajar yang diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif), yakni mencangkup ranah kognitif, pengetahuan atau wawasan, ranah afektif (sikap) dan ranah psikomotorik, keterampilan atau perilaku. 5) Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan diri terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya. Berdasarkan pemeparan di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri belajar apabila seseorang yang mengetahui sebatas mana kemampuan yang dimilikinya maka ia akan mengetahui hasil yang diperolehnya mengenai sesuatu. Ciri-ciri hasil belajar yaitu hasil yang didapat merupakan kerja kerasnya, hasil yang benar-benar diperoleh dengan kemampuannya sendiri ia akan ingat dan memahaminya. e. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Hasil belajar sangat berperan penting dalam proses ahkir pembelajaran. Hasil belajar yang diperoleh siswa dapat dilihat pada saat proses pembelajaran berlangsung tidak hanya dilihat dari hasil akhir pembelajaran dalam evaluasi yang diberikan guru. Oleh karena itu perlu adanya upaya yang dilakukan oleh guru untuk mendapatkan hasil belajar yang diharapkan agar meningkatnya hasil belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran yang dikemukakan oleh Kunandar (2013:52) antara lain adalah : 1) Menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi 2) Mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan nyata 3) Melaksanakan pembelajaran yang menarik dan bermakna 4) Memanfaatkan berbagai sumber belajar yang relevan 5) Menciptakan pembelajaran yang bisa melibatkan peserta didik secara aktif 6) Menggunakan media yang cocok dengan materi pembelajaran 7) Memberikan kesempatan peserta didik untuk menggali pengetahuannya dari berbagai sumber. Kesimpulan yang dapat diambil dari pernyataan di atas bahwa guru betul-betul harus menganalisis apakah hasil belajar siswa sudah ada peningkatan atau belum, jika belum dalam melaksanakan proses belajar mengajar seharusnya disetting dengan benar maka hasil yang didapat akan sesuai dengan apa yang diharapkan. Dengan begitu guru mengupayakan beberapa cara untuk meningkatkan hasil belajar siswa, yaitu dalam proses pembelajaran guru hanya sebagai fasilitator. Fasilitator di sini bahwa guru hanya berperan untuk menfasilitasi kebutuhan siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan mangawasinya. Guru tidak sebagai penghalang untuk membatasi ruang lingkup siswa dalam menggali pengetahuannya. Akan tetapi guru harus mampu memanfaatkan sarana dan prasarana yang tersedia dengan mengolahnya menjadi sesuatu yang bisa meningkatkan hasil belajar siswa. Contohnya seperti penggunaan media pembelajaran, dengan penggunaan media pembelajaran sesuai dengan materi yang disampaikan proses pembelajaran akan menjadi lebih bermakna sehingga siswa akan termotivasi dan hasil belajar siswa pun akan meningkat. 4. Pemetaan dan Ruang Lingkup Materi Kompetensi inti merupakan pengikat kompetensi-kompetensi yang harus dihasilkan dengan mempelajari setiap mata pelajaran. Kompetensi Inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi kompetensi dasar. Setiap mata pelajaran harus tunduk pada kompetensi inti yang telah dirumuskan. Dengan kata lain, semua mata pelajaran yang diajarkan dan dipelajari pada kelas tersebut harus berkontribusi terhadap pembentukan kompetensi inti. Mendukung kompetensi inti, pencapaian pembelajaran mata pelajaran diuraikan menjadi kompetensi dasar-kompetensi dasar yang dikelompokkan menjadi empat. Ini sesuai dengan rumusan kompetensi inti yang didukungnya. Disusunnya bahan ajar untuk mencakup keempat kompetensi inti tersebut dengan begitu memerlukan satu tema untuk terciptanya subtema-subtema dalam enam kegiatan pembelajaran. Gambar 2.1 Pemetaan Kompetensi Dasar K1 1 dan K1 2 Subtema 1 Aku dan Teman Baru Sumber : Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013 Kelas I, Buku Guru (1:2013) Gambar 2.2 Pemetaan Kompetensi Dasar K1 3 dan K1 4 Subtema 1 Aku dan Teman Baru Sumber : Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013, Buku Guru Kelas I (2:2013) Gambar 2.3 Ruang Lingkup Pembelajaran Subtema 1 Aku dan Teman Baru Sumber : Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013, Buku Guru Kelas I (3:2013) KEGIATAN PEMBELAJARAN KOMPETENSI YANG DIKEMBANGKAN 1. Teman Baru. 2. Menghias kartu nama Sikap: • Percaya diri, disiplin, dan bekerja sama Pengetahuan: • Mengetahui dan memahami peraturan Keterampilan: • Mengamati dan mencoba melakukan permainan, membuat kartu nama, dan bernyanyi • Menyajikan identitas diri 1. Mengenal Bilangan bersama Teman 2. Berhitung sambil Mengenal Teman Baru Sikap: • Percaya diri, disiplin, dan bekerja sama Pengetahuan: • Mengetahui, memahami, dan menerapkan pengetahuan tentang identitas teman • Mengetahui, memahami, dan menerapkan pengetahuan tentang bilangan 1-5 untuk mengurutkan bilangan Keterampilan: • Mengamati dan mencoba melakukan perkenalan dan mengurutkan benda 1. Menghitung Banyak Teman 2. Mengenal Bentuk Segi Empat dan Bercerita kepada Teman Sikap: • Percaya diri, disiplin, dan bekerja sama Pengetahuan: • Memahami konsep bilangan 1-5 Keterampilan: • Mengamati, mencoba, dan menyajikan gambar hasil pengamatan 1. Bernyanyi Bersama Teman sambil Mengenal Huruf 2. Bergerak Bersama Teman Sikap: • Percaya diri, disiplin, dan bekerja sama Pengetahuan: • Mengetahui dan memahami bilangan 1-5 Keterampilan: • Mengamati dan mencoba melakukan gerakan lokomotor melalui permainan sederhana • Mencoba menggambar bentuk dari bangun datar 1. Bermain Bersama Teman Baru 2. Mengurutkan Bilangan Bersama Teman Baru Sikap: • Percaya diri, disiplin, dan bekerja sama Pengetahuan • Mengetahui bentuk lingkaran Keterampilan: • Menyajikan laporan hasil gambar 1. Mengenal Lingkaran sambil Bermain Bersama Teman 2. Menggambar dan Bercerita Sikap: • Percaya diri, disiplin, dan bekerja sama Pengetahuan • Mengetahui huruf dan urutannya Keterampilan: • Mengamati dan mencoba menyusun huruf menjadi namanya, menghitung Gambar 2.4 Pemetaan Indikator Pembelajaran 1 Subtema 1 Aku dan Teman Baru Sumber : Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013, Buku Guru Kelas I (4:2013) Gambar 2.5 Pemetaan Indikator Pembelajaran 2 Subtema 1 Aku dan Teman Baru Sumber : Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013, Buku Guru Kelas I (8:2013) Gambar 2.6 Pemetaan Indokator Pembelajaran 3 Subtema 1 Aku dan Teman Baru Sumber : Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013, Buku Guru Kelas I (12:2013) Gambar 2.7 Pemetaan Indikator Pembelajaran 4 Subtema 1 Aku dan Teman Baru Sumber : Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013, Buku Guru Kelas I (16:2013) Gambar 2.8 Pemetaan Indokator Pembelajaran 5 Subtema 1 Aku dan Teman Baru Sumber : Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013, Buku Guru Kelas I (21:2013) Gambar 2.9 Pemetaan Indokator Pembelajaran 6 Subtema 1 Aku dan Teman Baru Sumber : Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013, Buku Guru Kelas I (24:2013) 5. Deskripsi Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) a. Hakikat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Setiap guru berkewajiban untuk menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk menyusun kelas di mana guru tersebut mengajar atau biasa yang disebut dengan guru kelas di SD dan untuk mata pelajaran pada bidangnya. Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dapat dilakukan pada setiap awal semester atau awal tahun pelajaran dengan maksud Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) telah tersedia terlebih dahulu dalam setiap awal pelaksanaan pembelajaran. Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dapat dilakukan secara mandiri atau berkelompok. Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dilakukan oleh guru secara mandiri dan/atau secara bersama-sama melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di dalam suatu sekolah tertentu difasilitasi dan disupervisi oleh kepala sekolah atau guru yang ditunjuk oleh kepala sekolah. Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dilakukan oleh guru secara berkelompok melalui MGMP antar sekolah atau antar wilayah dikoordinasikan dan disupervisi oleh pengawas atau dinas pendidikan. Sesuai dengan lampiran IV Permendikbud RI nomor 81 A tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran Kemdikbud (2013: 37) tahapan pertama dalam pembelajaran menurut Standar Proses adalah perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan kegiatan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana pembelajaran yang dikembangkan secara rinci dari suatu materi pokok atau tema tertentu yang mengacu pada silabus. Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan suatu susunan pembelajaran yang dikembangkan secara mendetail, dibuat secara sistematis untuk memudahkan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat mengacu pada silabus dan pada saat guru akan melaksanakan proses belajar mengajar, maka guru senantiasa membuat silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibutuhkannya untuk mengetahui susunan kegiatan pembelajaran yang sistematis. Sebaliknya apabila guru yang akan melaksnakan kegiatan belajar mengajar belum menyusun Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) maka tidak ada gambaran bagi guru dalam melakukan tindakan pada proses belajar mengajar. b. Prinsip Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun serinci mungkin untuk meminimalisir terjadinya kesalahan pada proses pembelajaran, untuk itu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) memiliki berbagai prinsip dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dalam buku Implementasi Kurikulum 2013 SD Kelas I Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2014: 112-113), adalah sebagai berikut: 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) disusun guru sebagai terjemahan dari ide kurikulum dan berdasarkan silabus yang telah dikembangkan pada tingkat nasional ke dalam bentuk rancangan proses pembelajaran untuk direalisasikan dalam pembelajaran. 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dikembangkan guru dengan menyesuaikan apa yag dinyatakan dalam silabus dengan kondisi pada satuan pendidikan baik kemampuan awal peserta didik, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan emosi, maupun gaya belajar. 3. Rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mendorong partisipasi aktif peserta didik. 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan tujuan Kurikulum 2013 untuk menghasilkan peserta didik sebagai manusia yang mandiri dan tak berhenti belajar, proses pembelajaran dalam Rencana Pelaksanaan Pembalajaran (RPP) dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mengembangkan motivasi, minat, rasa ingin tahu, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, semangat belajar, keterampilan belajar, dan kebiasaan belajar. 5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mengembangkan budaya membaca dan menulis. 6. Proses pembelajaran dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan. 7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, remedi, dan umpan bali

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 25 Jul 2016 15:06
Last Modified: 25 Jul 2016 15:06
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/6114

Actions (login required)

View Item View Item