PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN RASA INGIN TAHU SISWA PADA TEMA SELALU BERHEMAT ENERGI

NISA AULIA NUR ZALFA, 105060105 (2016) PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN RASA INGIN TAHU SISWA PADA TEMA SELALU BERHEMAT ENERGI. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
COVER.docx

Download (18kB)
[img] Text
LEMBAR PENGESAHAN.docx

Download (11kB)
[img] Text
MOTO PERSEMBAHAN.docx

Download (14kB)
[img] Text
PERNYATAAN.docx

Download (11kB)
[img] Text
ABSTRAK.docx

Download (17kB)
[img] Text
KATA PENGANTAR.docx

Download (18kB)
[img] Text
DAFTAR ISI.docx

Download (21kB)
[img] Text
BAB I.docx

Download (49kB)
[img] Text
BAB II.docx

Download (88kB)
[img] Text
BAB III.docx
Restricted to Repository staff only

Download (53kB)
[img] Text
BAB IV.docx
Restricted to Repository staff only

Download (227kB)
[img] Text
BAB V.docx
Restricted to Repository staff only

Download (36kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA.docx

Download (16kB)
[img] Text
RIWAYAT HIDUP.docx

Download (69kB)

Abstract

ABSTRAK Permasalahan yang muncul pada pembelajaran tema selalu berhemat energi subtema macam-macam sumber energi di kelas IV SDN Sirnasari Desa Karangsari Kecamatan Cipongkor Kabupaten Bandung Barat adalah kurangnya rasa ingin tahu siswa dalam proses pembelajaran. Hal inilah yang membuat penulis untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas ini. Hal tesebut terjadi karena guru hanya menggunakan metode ceramah saja pada saat proses penyampaian materi pembelajaran. Penelitian tindakan kelas ini mempunyai prosedur penelitian dengan model Spiral Kemmis dan Taggart yang di mulai dari tahap perencanaan, tahap tindakan, tahap pengamatan dan tahap refleksi Sedangkan instrumen penelitian untuk menganalisis hasil belajar siswa menggunakan lembar kerja (LK), lembar observasi dan lembar wawancara. Sedangkan tindakan yang dilakukan sebanyak dua siklus. Berdasarkan data yang diperoleh dari pelaksanaan selama tindakan dengan menggunakan model pembelajaran inquiry terbimbing telah memberikan perubahan yang signifikan. Berdasarkan nilai hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Sirnasari pada siklus I hasil belajar siswa yang mengalami ketuntasan belajar berjumlah 16 orang atau 44,44%, sedangkan siswa yang tidak tuntas nilainya di bawah KKM sebanyak 20 orang atau 55,56% dari 36 orang siswa. Pada siklus II jumlah siswa yang tuntas belajar nilainya di atas KKM sebanyak 34 orang atau 94,44%, sedangkan siswa yang tidak tuntas belajar pada siklus II nilainya di bawah KKM sebanyak 2 orang atau 5,56% dari 36 orang siswa dan pada aspek penilaian skala sikap yaitu pada siklus I rata-ratanya adalah 3,07 dan terjadi peningkatan pada siklus ke II yaitu menjadi 3,68. Berdasarkan peningkatan belajar dari setiap siklus tersebut, maka pembelajaran dengan menggunakan model inquiry terbimbing pada tema selalu berhemat energi subtema macam-macam sumber energi dapat meingkatkan rasa ingin tahu siswa pada saat proses pembelajaran sehingga prestasi belajar siswa mengenai macam-macam sumber energi di kelas IV SD Negeri Sirnasari tahun ajaran 2014/2015. Kata Kunci: Inquiry terbimbing, Rasa Ingin Tahu. THE USE OF MODEL LEARNING OF INQUIRY OF BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses penting dalam kehidupan, baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Dengan pendidikan seseorang bisa memperoleh pengalaman, pengetahuan dan pemahaman cara bertingkah laku yang sesuai dengan tuntutan hidup. Dari segi proses, pendidikan merupakan suatu usaha untuk merubah dan menambah pengetahuan, tingkah laku, mengembangkan potensi serta keterampilan ke arah yang lebih baik. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa pembentukan Pemerintah Negara Indonesia yaitu antara lain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat (3) memerintahkan agar Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. Perwujudan dari amanat Undang-Undang Dasar 1945 yaitu dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Menimbang: a. Bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, b. Bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang, c. Bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan, d. Bahwa Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak memadai lagi dan perlu diganti serta perlu disempurnakan agar sesuai dengan amanat perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan e. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, undang-undang tentang sistem pendidikan nasional telah mengalami beberapa kali perubahan. Pendidikan nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Makna manusia yang berkualitas, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu, “Manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab”. Oleh karena itu, pendidikan nasional harus berfungsi secara optimal sebagai wahana utama dalam pembangunan bangsa dan karakter. Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat mewujudkan proses berkembangnya kualitas pribadi peserta didik sebagai generasi penerus bangsa di masa depan, yang diyakini akan menjadi faktor determinan bagi tumbuh kembangnya bangsa dan negara Indonesia sepanjang Zaman. Adapun Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 tentang perubahan atas peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, menimbang: a. Bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan perlu diselaraskan dengan dinamika perkembangan masyarakat, lokal, nasional, dan global guna mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, b. Bahwa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa diperlukan komitmen nasional untuk meningkatkan mutu dan daya saing bangsa melalui pengaturan kembali Standar Kompetensi Lulusan, standar isi, standar proses, dan standar penilaian, serta pengaturan kembali kurikulum, c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dari sekian banyak unsur sumber daya pendidikan, kurikulum merupakan salah satu unsur yang bisa memberikan kontribusi yang signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta didik. Jadi tidak dapat disangkal lagi bahwa kurikulum, yang dikembangkan dengan berbasis pada kompetensi sangat diperlukan sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta didik menjadi: 1. Manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah, 2. Manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan 3. Warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi merupakan salah satu strategi pembangunan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Adapun Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen: a. Bahwa pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, b. Bahwa untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan relevansi, serta tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen secara terencana, terarah, dan berkesinambungan, c. Bahwa guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada , huruf a, sehingga perlu dikembangkan sebagai profesi yang berrnartabat dan d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di maksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu di bentuk undang-undang tentang guru dan dosen. Kurikulum tahun 2013 mengakomodir keseimbangan antara soft skills dan hard skills yang meliputi aspek kompetensi sikap, ketrampilan dan pengetahuan. Kompetensi dikembangkan melalui pembelajaran tematik terpadu yang dilaksanakan dengan pendekatan sains. Pembelajaran tematik berangkat dari pemikiran filosofis tertentu yang menekankan pada pembentukan kreatifitas anak didik dengan pemberian aktivitas yang di dapat dari pengalaman langsung melalui lingkungannya yang natural. Masing-masing anak diditk mempunyai potensi dan motivasi yang unik dan khas yang perlu di kembangkan sedemikian rupa dengan tetap memperhatikan karakteristik, keunikan dan ke khasannya itu. Pembelajaran tematik berangkat pada tiga landasan yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, dan landasan yuridis. 1. Landsan Filosofis Pembelajaran tematik berdasarkan pada filsafat pendidikan progresivisme, sedangkan progresivisme bersandar pada filsafat narutralisme, realisme dan pragmatisme. Disamping itu pembelajran tematik bersandar juga pada filsafat pendidikan kontrutivisme dan humanisme. Secara filosofis bahwa anak didik mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan secara signifikan dalam kehidupanya walaupun bersifat evolusionis, karena lingkungan hidup anak didik merupakan suatu dunia yang terus berproses secara evolusionis. Pengetahuan anak didik adalah kumpuln kesan-kesan dan informasi yang terhimpun dalam pengalaman empirik yang partikular seharusnya siap digunakan. Kesan-kesan dari luar diterima oleh indera, dimana indra jasmani merupakansatu kesatuan dengan rohani. Oleh karena itu jasmani dan rohani perlu mendapatkan kebebasan dalam menerima kesan-kesan dari lingkungan nya dan dalam memanifesatisakan kehendak dan tingkah lakunya. Dengan demikian pendidikan yang diperlukan bagi anak didik adalah pendidikan yang menyeluruh dan menyentuh aspek jasmani dan rohani dengan memberikan tempat yang wajar bagi anak didik. 2. Landasan Psikologis Secara teoritik maupun praktik pembelajaran tematik berlandasakan pada psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada anak didik agar tingkat keluasan dan kedalamanya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/ materi pembelajaran tematik tersebut disampikan kepada anak didik dan bagaimana pula anak didik harus mempelajarinya. 3. Landasan Yuridis Dalam implementasi pembelajaran tematik diperlukan payung hukum sebagai landasan yuridisnya. Payung hukum yuridis adalah sebagai legalitas penyelenggaraan pembelajaran tematik, dalam arti bahwa pembelajaran tematik di anggap sah bilamana telah mendapatkan legalitas formal. Dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut adalah: UUD 1945, UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selain landasan sebagaimana telah dikemukakan, pembelajran tematik juga dikembangkan landasan pemikiran progresivisme, kontruktivisme, Developmentally Appropriate Practice (DAP), landasan normatif dan praktis. Adapun Fungsi dan Tujuan Kurikulum 2013 adalah untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Kegiatan belajar mengajar di sekolah pada umumnya cenderung monoton dan tidak menarik, sehingga beberapa pelajaran ditakuti dan dianggap sulit oleh siswa. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah kolerasi positif dengan perolehan KKM yang selalu menempati urutan terendah. Selain itu, motivasi anak dalam belajar menjadi rendah dikarenakan model pembelajaran yang tidak menarik. Rendahnya hasil belajar siswa ini tidak terlepas dari proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru, oleh sebab itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil observasi awal yang dilakukan di SDN Sirnasari Kecamatan Cipongkor Kabupaten Bandung Barat pada subtema macam-macam sumber energi, peneliti memperoleh bahwa kurangnya rasa ingin tahu peserta didik pada saat proses pembelajaran berlangsung. Sebanyak 28 siswa dari 36 siswa mendapat nilai dibawah KKM. Dengan adanya masalah-masalah tersebut, maka pendidik harus mencari strategi pembelajaran baru yaitu suatu pembelajaran yang dapat menimbulkan peserta didik aktif, menimbulkan rasa ingin tahu peserta didik dalam proses pembelajaran, peserta didik tidak merasa bosan dalam pembelajaran, peserta didik menyimak pembelajaran dan peserta didik cakap saat proses pembelajaran. Terkait belum maksimalnya rasa ingin tahu siswa pada pembelajaran tematik maka di perlukan model pembelajaran inquiry terbimbing dalam pembelajaran. Strategi pembelajaran ini menekankan kepada proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran siswa dalam strategi ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar. Dalam pembelajaran ini belajar lebi dari sekedar proses menghafal dan menumpuk ilmu pengetahuan, tetapi bagaimana pengetahuan yang diperolehnya bermakna untuk siswa melalui keterampilan berfikir. Dari usulan latar belakang tersebut diatas maka peneliti akan mengkaji melalui penelitian tindakan kelas dengan judul “Penggunaan model pembelajaran inquiry terbimbing untuk meningkatkan rasa ingin tahu siswa pada tema selalu berhemat energi (Penelitian Tindakan Kelas Pada Kelas IV Subtema macam-macam sumber energi di SDN Sirnasari Kecamatan Cipongkor Kabupaten Bandung Barat). B. Identifikasi Masalah Dari uraian yang dikemukakan dalam latar belakang masalah tersebut diatas, dapat di identifikasikan masalah-masalah sebagai berikut: 1. Peserta didik cenderung pasif, 2. Kurangnya rasa ingin tahu peserta didik dalam proses pembelajaran, 3. Peserta didik cepat bosan dalam pembelajaran, 4. Peserta didik kurang menyimak pembelajaran dan 5. Peserta didik kurang cakap dalam proses pembelajaran. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas maka permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah “Apakah penggunaan model pembelajaran inquiry terbimbing dapat meningkatkan rasa ingin tahu siswa pada tema selalu berhemat energi, subtema macam-macam sumber energi di kelas IV ?”. Dari permasalahan pokok diatas selanjutnya diuraikan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana perencanaan penggunaan pembelajaran inquiry terbimbing akan meningkatkan rasa ingin tahu siswa kelas IV pada tema selalu berhemat energi subtema macam-macam sumber energi? 2. Bagaimana pelaksanaan penggunaan pembelajaran inquiry terbimbing untuk meningkatkan rasa ingin tahu siswa kelas IV pada tema selalu berhemat energi subtema macam-macam sumber energi ? 3. Bagaimana hasil peningkatkan rasa ingin tahu siswa kelas IV pada tema selalu berhemat energi subtema macam-macam sumber energi dengan menggunakan pembelajaran inquiry ? D. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah penggunaan pembelajaran inquiry terbimbing untuk meningkatkan rasa ingin tahu siswa kelas IV pada tema selalu berhemat energi di SDN Sirnasari tahun ajaran 2014-2015. Adapun tujuan khusus untuk meningkatkan rasa ingin tahu siswa adalah: 1. Mengetahui perencanaan penggunaan pembelajaran inquiry terbimbing untuk meningkatkan rasa ingin tahu siswa kelas IV pada tema selalu berhemat energi subtema macam-macam sumber energi. 2. Mengetahui pelaksanaan penggunaan pembelajaran inquiry terbimbing untuk meningkatkan rasa ingin tahu siswa kelas IV pada tema selalu berhemat energi subtema macam-macam sumber energi. 3. Mengetahui hasil peningkatan rasa ingin tahu siswa kelas IV pada tema selalu berhemat energi subtema macam-macam sumber energi dengan menggunakan model pembelajaran inquiry. E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Guru a. Model inquiry terbimbing dapat digunakan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan guru untuk melakukan pembelajaran tematik yang lebih inovatif dan kreatif. b. Sebagai bahan pertimbangan untuk memilih model dalam pembelajaran tematik. c. Dipergunakan untuk menyusun program peningkatan efektifitas pembelajaran tematik pada tahap berikutnya. 2. Bagi Siswa a. Membantu siswa meningkatkan rasa ingin tahu dalam proses pembelajaran. b. Memberikan masukan pada siswa untuk meningkatkan rasa ingin tahu dalam kegiatan belajar, mengoptimalkan kemampuan berpikir kreatif dan menggali serta mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya untuk meraih keberhasilan belajar yang optimal. 3. Bagi Sekolah (SDN Sirnasari) a. Diperoleh panduan model pembelajaran inquiry terbimbing yang selanjutnya diharapkan dapat digunakan dalam proses pembelajaran. b. Diharapkan dapat menghasilkan mutu lulusan yang berkualitas sehingga lulusannya dapat diterima di sekolah lanjutan (SMP) yang diinginkan siswa. 4. Bagi Peneliti Lanjutan a. Menjalin silaturahmi dengan guru dan siswa. b. Mengetahui permasalahan yang dialami guru dan siswa dalam proses pembelajaran tematik. c. Berguna bagi peneliti sebagai calon guru yang kelak akan terlibat langsung dalam proses pembelajaran. F. Definisi Operasional Menurut Sugiyono (2004, h. 31), definisi operasional adalah penentuan construct sehingga menjadi variabel yang dapat diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan untuk meneliti dan mengoperasikan construct, sehingga memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan cara pengukuran construct yang lebih baik. Dari penjelasan tentunya ada beberapa definisi untuk mempermudah memahami skripsi ini diantaranya: 1. Inquiry Terbimbing Wina Sanjaya (2011, h.196) mengatakan bahwa, “Inquiry terbimbing adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berfikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan”. Sedangkan menurut pendapat saya bahwa Pembelajaran inquiry terbimbing yaitu suatu model pembelajaran yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa. 2. Rasa Ingin Tahu Mustari (2011, h.103) berpendapat bahwa rasa ingin tahu adalah emosi yang dihubungkan dengan perilaku mengorek secara alamiah seperti eksplorasi, investigasi dan belajar. Menurut pendapat saya, rasa ingin tahu adalah suatu perasaan yang bergejolak yang bisa membangkitkan rasa penasaran manusia atau orang. Rasa ingin tahu itu dapat muncul saat kita melihat sesuatu. 3. Pembelajaran Tematik Trianto (2009, h. 78) berpendapat bahwa pembelajaran tematik dimaknai sebagai pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu. Dalam pembahasanya tema itu ditinjau dari berbagai mata pelajaran. Sedangkan menurut saya pembelajaran tematik yaitu pembelajaran yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa pelajaran sehingga peserta didik mendapatkan pembelajaran yang bermakna. BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori 1. Hakekat Belajar a. Hakekat Belajar Menurut Para Ahli Skinner mengatakan “Belajar adalah suatu perilaku, pada saat orang belajar maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responsnya menurun (Dimyati dan Mudjiono, 2006, h. 9)”. Dalam belajar ditemukan adanya hal berikut: 1). Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon pebelajar, 2). Respons si pebelajar, dan 3). Konsekuensi yang bersifat menguatkan respons tersebut. Pemerkuat terjadi pada stimulus yang menguatkan konsekuensi tersebut. Sebagai ilustrasi, perilaku respons si pembelajar yang baik diberi hadiah. Sebaliknya, perilaku respons yang tidak baik diberi teguran. Gagne mengatakan bahwa Belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari stimulus yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pebelajar. Dengan demikian belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi menjadi kapabilitas baru (Dimyati, 2006, h. 10). Piaget mengatakan bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang (Dimyati, 2006, h. 13). Perkembangan intelektual melalui tahap-tahap berikut: 1). Sensori Motor (0;0-2;0 tahun), 2). Pra-operasional (2;0-7;0 tahun), 3). Operasional Konkret (7;0-11;0 tahun) dan 4). Operasi Formal (11;0-ke atas). Pada tahap sensori motor anak mengenal lingkungan dengan kemampuan sensorik dan motorik. Anak mengenal lingkungan dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan dan menggerak-gerakkannya. Pada tahap pra-operasional, anak mengandalkan diri pada persepsi tentang realitas. Ia telah mampu menggunakan simbol, bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi, membuat gambar dan menggolong-golongkan. Pada tahap operasi konkret anak dapat mengembangkan pikiran logis. Ia dapat mengikuti penalaran logis, walau kadang-kadang memecahkan masalah secara “trial and error”. Pada tahap operasi formal anak dapat berfikir abstrak seperti pada orang dewasa. Pengetahuan dibangun dalam pikiran. Setiap individu membangun sendiri pengetahuannya. Pengetahuan yang dibangun terdiri dari tiga bentuk, yaitu pengetahuan fisik, pengetahuan logika-matematik dan pengetahuan sosial. Belajar pengetahuan meliputi tiga fase. Fase-fase itu adalah fase eksplorasi, pengenalan konsep dan aplikasi konsep. Dalam fase eksplorasi, peserta didik mempelajari gejala dengan bimbingan. Dalam fase pengenalan konsep, siswa mengenal konsep yang ada hubungannya dengan gejala. Dalam fase aplikasi konsep, peserta didik menggunakan konsep untuk meneliti gejala lain lebih lanjut. Menurut Piaget pembelajaran terdiri dari empat langkah (Dimyati, 2006, h.14), yaitu: 1). Langkah satu: Menentukan topik yang dapat dipelajari oleh anak sendiri. Penentuan topik tersebut dibimbing dengan beberapa pertanyaan, seperti berikut: (a). Pokok bahasan manakah yang cocok untuk eksperimentasi ? (b). Topik manakah yang cocok untuk pemecahan masalah dalam situasi kelompok ? (c). Topik manakah yang dapat disajikan pada tingkat manipulasi secara fisik sebelum secara verbal ? 2). Langkah dua: Memilih atau mengembangkan aktivitas kelas dengan topik tersebut. Hal ini dibimbing dengan pertanyaan seperti: (a). Apakah aktivitas itu memberi kesempatan untuk melaksanakan metode eksperimen ? (b). Dapatkah kegiatan itu menimbulkan pertanyaan siswa ? (c). Dapatkah siswa membandingkan berbagai cara bernalar dalam mengikuti kegiatan di kelas ? (d). Apakah masalah tersebut merupakan masalah yang tidak dapat dipecahkan atas dasar pengisyaratan perseptual ? (e). Apakah aktivitas itu dapat menghasilkan aktivitas fisik dan kognitif ? (f). Dapatkah kegiatan siswa itu memperkaya konstruk yang sudah dipelajari ? 3). Langkah tiga: Mengetahui adanya kesempatan bagi guru untuk mengemukakan pertanyaan yang menunjang proses pemecahan masalah. Bimbingan pertanyaan berupa: (a). Pertanyaan lanjut yang memancing berfikir seperti “Bagaimana jika” ? (b). Memperbandingkan materi apakah yang cocok untuk menimbulkan pertanyaan spontan ? 4). Langkah empat: Menilai pelaksanaan tiap kegiatan, memperhatikan keberhasilan dan melakukan revisi. Bimbingan pertanyaan seperti: (a). Segi kegiatan apakah yang menghasilkan minat dan keterlibatan siswa yang besar ? (b). Segi kegiatan manakah yang tak menarik dan apakah alternatifnya ? (c). Apakah aktivitas itu memberi peluang untuk mengembangkan siasat baru untuk penelitian atau meningkatkan siasat yang sudah dipelajari ? (d). Apakah kegiatan itu dapat dijadikan modal untuk pembelajaran lebih lanjut ? b. Ciri-Ciri Belajar Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkunga yang di pelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar. Tindakan belajar tentang suatu hal tersebut tampak sebagai perilaku belajar yang tampak dari luar. Tabel 2.1 Ciri-Ciri Pendidikan, Belajar dan Perkembangan No Unsur-Unsur Pendidikan Belajar Perkembangan 1 Pelaku Guru sebagai pelaku mendidik dan siswa yang terdidik. Siswa yang bertindak belajar atau pebelajar. Siswa yang mengalami perubahan 2 Tujuan Membantu siswa untuk menjadi pribadi mandiri yang utuh. Memperoleh hasil belajar dan pengalaman hidup. Memperoleh perubahan mental. 3 Proses Proses interaksi sebagai faktor eksternal belajar. Internal pada diri pebelajar. Internal pada diri pebelajar. 4 Tempat Lembaga pendidikan sekolah dan luar sekolah. Sembarang tempat. Sembarang tempat. 5 Lama waktu Sepanjang hayat dan sesuai jenjang lembaga. Sepanjang hayat. Sepanjang hayat. 6 Syarat terjadi Guru memiliki kewibawaan pendidikan. Motivasi belajar kuat. Kemauan mengubah diri. 7 Ukuran Keberhasilan Terbentuk pribadi terpelajar. Dapat memecahkan masalah. Terjadinya perubahan positif. 8 Faedah Bagi masyarakat mencerdaskan kehidupan bangsa. Bagi pebelajar mempertinggi martabat pribadi. Bagi pebelajar memperbaiki kemajuan mental. 9 Hasil Pribadi sebagai pembangun yang produktif dan kreatif. Hasil belajar sebagai dampak pengajaran dan pengiring. Kemajuan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Sumber Dimyati dan Mudjiono (2006, h. 8) c. Tujuan Belajar dan Pembelajaran Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang kompleks. Kompleksitas belajar tersebut dapat dipandang dari dua subjek, yaitu dari siswa dan dari guru. Dari segi siswa, belajar dialami sebagai suatu proses. Siswa mengalami proses mental dalam menghadapi bahan belajar. Bahan belajar tersebut berupa keadaan alam, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia dan bahan yang telah terhimpun dalam buku-buku pelajaran. Dari segi guru, proses belajar tersebut tampak sebagai perilaku belajar tentang sesuatu hal. Belajar merupakan proses internal yang kompleks. Yang terlibat dalam proses internal tersebut adalah seluruh mental yang meliputi ranah-ranah kognitif, afektif dan psikomtorik. Proses belajar yang mengaktualisasikan ranah-ranah tersebut tertuju pada bahan belajar tertentu. Gambar 2.1 Pola hubungan tujuan pembelajaran, proses belajar dan hal ikhwal yang terjadi pada siswa dalam rangka kemandirian. Sumber Dimyati dan Mudjiono (2006, h. 19) 1). Guru yang membuat desain instruksional memandang siswa sebagai partner yang memiliki asas emansipasi diri menuju kemandirian. Guru menyusun acara pembelajaran. 2). Siswa memiliki latar pengalaman dan kemampuan awal dalam proses pembelajaran. 3). Tujuan pembelajaran dalam desain instruksional dirumuskan oleh guru berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Tujuan pembelajaran tersebut juga merupakan sasaran belajar bagi siswa menurut pandangan dan rumusan guru. 4). Kegiatan belajar mengajar merupakan tindak pembelajaran guru di kelas. Tindak pembelajaran tersebut menggunakan bahan belajar. Wujud bahan belajar tersebut adalah berbagai bidang studi di sekolah. 5). Proses belajar merupakan hal yang di alami oleh siswa, suatu respons terhadap segala acara pembelajaran yang di programkan oleh guru. Dalam proses belajar tersebut, guru meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif, afektif dan psikomotornya. 6). Perilaku siswa merupakan hasl proses belajar. Perilaku tersebut dapat berupa perilaku yang tak di kehendaki dan yang di kehendaki. Hanya perilaku-perilaku yang di kehendaki diperkuat. Penguatan perilaku yang dikehendaki tersebut dilakukan dengan pengulangan, latihan, drill, atau aplikasi. 7). Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut bermanfaat bagi guru dan siswa. 8). Setelah siswa lulus, berkat hasil belajar, siswa menyusun program hasil belajar sendiri. Dalam penyusunan program belajar sendiri tersebut, sedikit banyak siswa berlaku secara mandiri. 2. Pembelajaran Pembelajaran dapat dikatakan sebagai hasil dari memori, kognisi dan metakognisi yang berpengaruh terhadap pemahaman. Hal inilah yang terjadi ketika seseorang sedang belajar dan kondisi ini juga sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, karena belajar merupakan proses alamiah setiap orang. Wenger mengatakan bahwa pembelajaran bukanlah aktivitas, sesuatu yang dilakukan oleh seseorang ketika ia tidak melakukan aktivitas yang lain. Pembelajaran juga bukanlah sesuatu yang berhenti dilakukan oleh seseorang. Lebih dari itu, pembelajaran bisa terjadi dimana saja dan pada level yang berbeda-beda, secara individual, kolektif ataupun sosial (Miftahul Huda, 2013, h.2). Salah satu bentuk pembelajaran adalah pemprosesan informasi. Hal ini bisa dianalogikan dengan pikiran atau otak kita yang berperan layaknya komputer dimana ada input dan penyimpanan informasi di dalamnya. Yang dilakukan oleh otak kita adalah bagaimana memperoleh kembali materi informasi tersebut, baik yang berupa gambar maupun tulisan. Dengan demikian, dalam pembelajaran, seseorang perlu terlihat dalam refleksi dan penggunaan memori untuk melacak apa saja yang harus ia serap, apa saja yang harus ia simpan dalam memorinyadan bagaimana ia menilai informasi yang telah ia peroleh.Bentuk lain dari pembelajaran adalah modifikasi. Modifikasi seringkali diasosiasikan dengan perubahan, para behavioris akan menganggap pembelajaran sebagai perubahan dalam tindakan dan perilaku seseorang. Misalnya, ada perubahan sikap dalam diri seseorang ketika ia berhasil menggunakan kuas dengan baik dalam menggambar atau mampu menggunakan mikroskop dengan benar selama proses eksperimen. Kesuksesan seringkali membuat kita cenderung mengubah pola pendekatan kita dalam belajar. Meski demikian, kegagalan juga bisa menjadi alasan atas perubahan atau modifikasi tersebut. Misalnya, ketika kita gagal menggunakan kuas dengan baik saat menggambaratau gagal menggunakan mikroskop dengan benar selama proses eksperimen, maka kita akan cenderung mengubah pendekatan kita dalam menggunakan instrumen-instrumen ini. Meskipun kita berhasil sekalipun, kita juga tak jarang melakukan perubahan pada pendekatan kita untuk memperoleh pencapaian yang berbeda. Dengan demikian, pembelajaran dapat diartikan sebagai proses modifikasi dalam kapasitas manusia yang bisa di pertahankan dan di tingkatkan levelnya. Selama proses ini, seseorang bisa memilih untuk melakukan perubahan atau tidak sama sekali terhadap apa yang ia lakukan. Ketika pembelajaran diartikan sebagai perubahan dalam perilaku, tindakan, cara dan performa maka konsekuensinya jelas kita bisa mengobservasi, bahkan memperivikasi pembelajaran itu sendiri sebagai objek. Konsep mengenai pembelajaran yang seringkali menjadi fokus riset dan studi selama ini menurut Miftahul Huda (2013, h. 2) adalah sebagai berikut: a. Pembelajaran bersifat psikologis Dalam hal ini, pembelajaran di deskripsikan dengan merujuk pada apa yang terjadi dalam diri manusia secara psikologis. Ketika pola perilakunya stabil, maka proses pembelajaran dapat dikatakan berhasil. b. Pembelajaran merupakan proses interaksi antara individu dan lingkungan sekitarnya, yang artinya proses-proses psikologis tidak terlalu banyak tersentuh disini. c. Pembelajaran merupakan produk dari lingkungan eksperiental seseorang, terkait dengan bagaimana ia merespon lingkungan tersebut. Hal ini sangat berkaitan dengan pengajaran, dimana seseorang akan belajar dari apa yang diajarkan padanya. Singkatnya, pembelajaran merupakan fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Yang jelas, ia merupakan rekonstruksi dari pengalaman masa lalu yang berpengaruh terhadap perilaku dan kapasitas seseorang atau suatu kelompok. 3. Pembelajaran Tematik a. Pengertian Pembelajaran Tematik Trianto (2009, h. 78) berpendapat sebagai berikut: Pembelajaran tematik dimaknai sebagai pembelajaran yang di rancang berdasarkan tema-tema tertentu. Dalam pembahasanya tema itu ditinjau dari berbagai mata pelajaran. Sebagai contoh, tema “air” dapat di tinjau dari mata pelajaran fisika, biologi , kimia dan matematika. Lebih luas lagi, tema itu dapat di itnjau dari bidang studi lain, seperti IPS, bahasa, dan seni. Pembelajaran teamtik menyediakan keluasan dan kedalaman implementasi kurikulum, menawarkan kesempatan yang sangat banyak pada siswa untuk memunculkan dinamika dalam pendidikan. BPSDMPK-PMP (2014, h.15) mengatakan: Pembelajaran tematik terpadu (PTP) atau integrated thematic instruction (ITI) dikembangkan pertama kali pada awal tahun 1970-an. Belakangan PTP diyakini sebagai salah satu model pembelajaran yang efektif ( highly effective teaching model) karena mampu mewadahi dan menyentuh secara terpadu dimensi emosi, fisik dan akademik peserta didik di dalam kelas atau dilingkungan sekolah. PTP pada awalnya dikembangkan untuk anak-anak berbakat dan bertalenta (gifeted and talented), anak-anak yang cerdas, program perluasan belajar, dan peserta didik yang belajar cepat. PTP ini pun sudah terbukti secara empirik berhasil memacu percepatan dan meningkatkan kapasitas memori peserta didik (enhance learning and increase long –term memory capabilities of learnes) untuk waktu yang panjang. Premis utama PTP adalah bahwa peserta didik memerlukan peluang-peluang tambahan (additional opportunities) untuk menggunakan talentanya, menyediakan waktu bersama yang lain untuk secara cepat mengkonseptualisasi dan mensintesis. Pada sisi lain, PTP relevan untuk mengakomodasi perbedaan-perbedaan kualitatif lingkungan belajar. PTP diharapkan mampu menginspirasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar. PTP memilki perbedaan kualitatif (qualitatively different) dengan model pembelajaran lain. PTP sifatnya memandu peserta didik mencapai kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher levels of thingking) atau keterampilan berpikir dengan mengoptimasi kecerdasan ganda (multiple thinking skills) sebuah proses inovatif bagi pengembangan dimensi sikap, keterampilan dan pengetahuan. Implementasi PTP menuntut kemampuan guru dalam mentransformasikan materi pembelajaran di kelas. Karena itu, guru harus memahami materi apa yang diajarkan dan bagaimana mengaplikasikanya dalam lingkungan belajar di kelas. Oleh karena PTP ini bersifat ramah otak, guru harus mampu mengidentifikasi elemen-elemen lingkungan yang mungkin relevan dan dapat dioptimasi ketika berinteraksi dengan peserta didik selama proses pembelajaran. Ada sepuluh elemen yang terkait dengan hal ini dan perlu ditingkatkan oleh guru. 1). Mereduksi tingkat kealpaan atau bernilai tambah berpikir reflektif, 2). Memperkaya sensori pengalaman di bidang sikap, keterampilan dan pengetahuan, 3). Menyajikan isi atau substransi pembelajaran yang bermakna. 4). Lingkungan yang memperkaya pembelajaran, 5). Bergerak memacu pembelajaran (movement to enhance learning), 6). Membuka pilihan-pilihan, 7). Optimasi waktu secara tepat, 8). Kolaborasi, 9). Umpan balik segera dan 10). Ketuntasan atau aplikasi. b. Fungsi dan Tujuan 1). Fungsi pembelajaran tematik terpadu: Untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam memahami dan mendalami konsep materi yang tergabung dalam tema serta dapat menambah semangat belajar karena materi yang dipelajari merupakan materi yang nyata (konstektual) dan bermakna bagi peserta didik. 2). Tujuan pembelajaran tematik terpadu: (a). Mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu, (b). Mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi muatan pelajaran dalam tema yang sama, (c). Memilki pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan, (d). Mengembangkan kompetensi berbahasa lebih baik lagi dengan mengaitakan bebagai muatan pelajaran lain dengan pengalaman peribadi peserta didik, (e). Lebih bergairah belajar karena mereka dapat berkomunikasi dalam situasi nyata seperti bercerita, bertanya, menulis sekaligus mempelajari pelajaran yang lain, (f). Lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi yang di sajikan dalam konteks tema yang jelas, (g). Guru dapat menghemat waktu, karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3 pertemuan bahkan lebih dan atau pengayaan dan (h). Budi pekerti dan moral peserta didik dapat ditumbuh kembangkan dengan mengangkat sejumlah nilai budi pekerti sesuai dengan situasi dan kondisi. c. Ciri-ciri pembelajaran tematik terpadu 1). Berpusat pada anak. 2). Memberikan pengalaman langsung pada anak. 3). Pemisahan antarmuatan pelajaran tidak begitu jelas (menyatu dalam satu pemahaman dalam kegiatan). 4). Menyajikan konsep dari berbagai pelajaran dalam satu proses pembelajaran (saling terkait antarmuatan pelajaran yang satu dengan lainnya). 5). Bersifat luwes (keterpaduan berbagai muatan pelajaran). 6). Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak (melalui penilaian proses dan hasil belajarnya). d. Tahapan pembelajaran tematik terpadu Pembelajaran tematik terpadu melalui beberapa tahapan yaitu pertama guru harus mengacu pada tema sebagai pemersatu berbagai muatan pelajaran untuk satu tahun. Kedua guru melakukan analisis standar kompetensi lulusan, kompetensi inti, kompetensi dasar dan membuat indikator dengan tetap memperhatikan muatan materi dari standar isi. Ketiga membuat hubungan pemetaan antara kompetensi dasar dan indikator dengan tema. Ke empat membuat jaringan KD, indikator. Kelima menyusun silabus tematik dan ke enam membuat rencana pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu dengan menerapkan pendekatan saintifik. 4. Model Pembelajaran a. Pengertian model pembelajaran Agus Suprijono (2009, h. 45) mengatakan, “Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang di rancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasi pada tingkat operasinal di kelas”. Model pembelajaran dapat di artikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas. Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas maupun tutorial. Menurut arends, “Model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan di gunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas (Agus Suprijono 2009, h. 46)”. Model pembelajaran dapat di definiskan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Merujuk pemikiran joyce, fungsi model pembelajaran adalah “ each model guides us as we design instruction to help students achieve various objectives”. Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengespresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merancanakan aktivitas belajar mengajar 5. Pendekatan Saintifik a. Esensi Pendekatan Saintifik/ Pendekatan Ilmiah Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah, karena itu kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Pembelajaran saintifik diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan penalaran induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif (deductivereasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik kedalam relasi ide yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum. Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat di observasi, empiris dan terukurdengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Metode ilmiah pada umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau eksperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis. b. Langkah-Langkah Pendekatan dengan Pendekatan Ilmiah Menurut Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 lampiran IV, proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu: 1). Mengamati, 2). Menanya, 3). Mengumpulkan informasi/ eksperimen, 4). Mengasosiasikan/ mengolah informasi dan 5). Mengkomunikasikan. Kelima pembelajaran pokok tersebut dapat dirinci dalam berbagai kegiatan belajar sebagaimana tercantum dalam tabel berikut: Tabel 2.2 Keterkaitan antara langkah pembelajaran dengan kegiatan belajar dan maknanya Langkah Pembelajaran Kegiatan Belajar Kompetensi yang Dikembangkan Mengamati Membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat) Melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi. Menanya Mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimuali dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat. Mengumpulkan informasi/ eksperimen Melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/ kejadian, aktivitas dan wawancara dengan narasumber. Mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat. Mengasosiasikan/ mengolah informasi Mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/ eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi, pengolahan informasi yang di kumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan. Mengkomuniasikan Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar. Sumber BPSDMPK dan PMP (2014, h. 19) 6. Model Pembelajaran Inquiry Terbimbing Strategi pembelajaran ini menekankan kepada proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran siswa dalam strategi ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar. Strategi pembelajaran inquiry terbimbing banyak dipengaruhi oleh aliran belajar kognitif. Menurut aliran ini belajar pada hakekatnya adalah bentuk mental dan proses individu secara optimal. Belajar lebih dari sekedar proses menghafal dan menumpuk ilmu pengetahuan, tetapi bagaimana pengetahuan yang diperolehnya bermakna untuk siswa melalui keterampilan berfikir. Teori belajar yang mendasari model pembelajaran inquiry diantaranya ialah teori belajar konstruktivistik. Teori belajar ini dikembangkan oleh piaget. Menurut piaget, pengetahuan itu akan bermakna manakala dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa. Sejak kecil, menurut Piaget, setiap individu berusaha dan mampu mengembangkan pengetahuannya sendiri melalui skema yang ada dalam struktur kognitifnya. Skema itu secara terus-menerus diperbarui dan di ubah melalui proses asimilasi dan akomodasi. Dengan demikian, tugas guru adalah mendorong siswa untuk mengembangkan skema yang terbentuk melalui proses asimilasi dan akomodasi itu. Wina Sanjaya (2011, h. 196) mengatakan, “Strategi pembelajaran inquiry adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berfikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan”. Proses berfikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa. Strategi pembelajaran ini sering juga dinamakan strategi heuristic, yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu heuriskein yang berarti saya menemukan. Wina Sanjaya (2011, h. 197) mengatakan ada beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran inquiry, yaitu: Pertama, strategi inquiry menekankan pada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya strategi inquiry menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri. Dengan demikian, strategi pembelajaran inquiry menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inquiry adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagaibagian dari proses mental. Dengan demikian, dalam strategi pembelajaran inquiry siswa tak hanya dituntut agar menguasai mata pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Wina Sanjaya (2011, h. 199) mengatakan dalam penggunaan model pembelajaran inquiry terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh setiap guru, yaitu: a. Berorientasi pada Pengembangan Intelektual Tujuan utama dari startegi inquiry adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian, strategi pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar. Karena itu, kriteria keberhasilan dari proses pembelajaran dengan menggunakan strategi inquiry bukan ditentukan oleh sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran, akan tetapi sejauh mana siswa beraktivitas mencari dan menemukan sesuatu. b. Prinsip Interaksi Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri. Guru perlu mengarahkan agar siswa bisa mengembangkan kemampuan berpikirnya melalui interaksi mereka. c. Prinsip Bertanya Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan Strategi Pembelajaran Inquiry adalah guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab pertanyaan pada dasaranya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir. Oleh sebab itu, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inquiry sangat diperlukan. Berbagai jenis dan teknik bertanya perlu dikuasai oleh setiap guru, apakah itu bertanya hanya sekedar untuk meminta perhatian siswa, bertanya untuk melacak, bertanya untuk mengembangkan kemampuan, atau bertanya untuk menguji. d. Prinsip Belajar untuk Berpikir Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (Learning how to think), yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kiri maupun otak kanan; baik otak reptil, otak limbik, maupun otak neokortek. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal. Belajar yang hanya cenderung memanfaatkan otak kiri, misalnya memaksa anak untuk berpikir logis dan rasional, akan membuat anak dalam posisi “kering dan hampa”. Oleh karena itu, belajar berpikir logis dan rasional perlu di dukung oleh pergerakan otak kanan, misalnya dengan memasukan unsur-unsur yang dapat memenuhi emosi, yaitu unsur estetika melalui proses belajar yang menyenangkan dan menggairahkan. e. Prinsip Keterbukaan Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan. Segala sesuatu mungkin saja terjadi. Oleh karena itu, anak perlu diberikan kebebasan utuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logika dan nalarnya. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukannya. Menurut Wina Sanjaya (2011, h. 208) mengatakan bahwa model pembelajaran inquiry terbimbing mempunyai keunggulan dan kelemahan, yaitu: 1. Keunggulan SPI merupakan strategi pembelajaran yang banyak dianjurkan oleh karena strategi ini memiliki beberapa keunggulan, dianaranya: a. SPI merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini di anggap lebih bermakna. b. SPI dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka. c. SPI merupakan strategi yang di anggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. d. Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar. 2. Kelemahan Disamping memiliki keunggulan, SPI juga mempunyai kelemahan, diantaranya: a. Jika SPI digunakan sebagai strategi pembelajaran, maka akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa. b. Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar. c. Kadang-kadang dalam mengimplementasikan, memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan. d. Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka SPI akan sulit di implementasikan oleh setiap guru. B. Hasil Penelitian Terdahulu 1. Ambar Nurhidayati (2013, h. VII) Dalam pembelajaran IPS, seharusnya melibatkan peserta didik secara langsung agar pembelajaran IPS akan lebih bermakna. Disamping itu suasana belajar yang menyenangkan akan mempengaruhi minat dan prestasi belajar peserta didik. Di MI Al Islam Donomulyo proses pembelajaran belum melibatkan peserta didik, guru masih berperan aktif dalam pembelajaran sehingga berpengaruh terhadap minat dan prestai belajar peserta didik. Untuk mengatasi masalah tersebut, hal yang perlu dilakukan yaitu menggunakan metode pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Salah satu diantaranya adalah metode inquiry terbimbing dengan tujuan agar dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar peserta didik. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah: (1). Apakah penerapan metode inquiry tebimbing dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar IPS kelas V MI Al Islam Donomulyo, (2). Bagaimana peningkatan hasil belajar IPS peserta didik setelah penerapan metode inkuiri tebimbing. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 2 siklus, yang masing-masing siklusnya terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Data yang diperoleh dalam penelitian ini meliputi minat peserta didik yang diambil dari hasil pengamatan selama proses pembelajaran disetiap siklusnya, untuk prestasi belajar peserta didik diambil dari pemberian lembar tes prestasi pada setiap akhir siklus aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran diambil dari lembar observasi, hasil wawancara dengan peserta didik dan guru serta dokumentasi.Hasil penelitian menunjukkan: (1). Penerapan metode pembelajaran inkuiri terbimbing dalam pembelajaran IPS dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa kelas V MI Al Islam Donomulyo, minat dan prestasi peserta didik sangat baik, (2). Peningkatan hasil belajar IPS peserta didik setelah penerapan metode inkuiri terbimbing mengalami peningkatan yang signifikkan. Hal ini ditunjukan oleh nilai rata-rata yang meningkat, pada siklus I (77,65) dan pada siklus II mencapai rata-rata (87,41). Penerapan metode inkuiri dapat dikatakan berhasil. 2 Tin Rustini (2009, h. 1) Masalah kualitas pembelajaran IPS di Sekolah Dasar telah lama diperbincangkan. Hal ini menjadi satu syarat bahwa pendidik perlu melakukan inovasi untuk memperbaiki pembelajaran baik yang menyangkut proses maupun hasil. Penelitian dengan judul “Penerapan Model Inkuiri Dalam Meningkatkan Pembelajaran IPS Di Kelas IV Sekolah Dasar” ini merupakan salah satu realisasi dari upaya tersebut. Penelitian ini menawarkan alternatif model yang berorientasi pada model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Proses penerapan model dalam penelitian ini berfokus pada lima langkah yaitu: (1). Membina suasana responsif, (2). Mengemukakan permasalahan, (3). Pertanyaan-pertanyaan siswa, (4). Merumuskan hipotesa, (5). Menguji hipotesa. Berdasarkan fokus tersebut penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas. Prosedur penelitian ini mengacu pada Kemmis Targant dalam bentuk siklus. Pada setiap siklus terdiri 4 kegiatan pokok yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Penelitian tindakan ini mampu mengembangkan suatu model pembelajaran sesuai kurikulum yang berlaku dan sesuai pula dengan kondisi lapangan. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa model inkuiri terbimbing merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat mengembangkan aktivitas belajar siswa sehingga proses dan hasil belajar siswa akan lebih baik. Oleh karena itu pembelajaran IPS dengan menggunakan model inkuiri terbimbing cukup efektif untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa sekolah dasar.Pada akhirnya penelitian ini merekomendasikan agar dalam proses pembelajaran yang menantang dan menyenangkan siswa, melatih keterampilan siswa dalam pemecahan masalah, rasa ingin tahu dan motivasi belajar siswa lebih merasa tertantang untuk membantu, melayani dan mendorong siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan belajar. C. Kerangka Pemikiran Menurut Sugiyono (2011, h. 60) mengemukakan bahwa kerangka pemikiran merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah di identifikasi sebagai hal yang penting. Jadi, dengan demikian maka kerangka pemikiran adalah sebuah pemahaman yang melandasi pemahaman-pemahaman yang lainnya, sebuah pemahaman yang paling mendasar dan menjadi pondasi bagi setiap pemikiran atau suatu bentuk proses dari keseluruhan dari penelitian yang akan dilakukan. Proses belajar mengajar banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilannya antara lain penguasaan materi, kemampuan awal yang dimiliki siswa, pendekatan pengajaran yang digunakan maupun ketepatan pemilihan metode pengajarannya. Untuk mengetahui berhasil tidaknya dan tepat tidaknya pendekatan dan model pengajaran yang digunakan perlu diadakan evaluasi. Penggunaan pendekatan dan model mengajar yang tepat dapat menciptakan kondisi belajar yang bermakna. Pendekatan dan model pembelajaran yang dipilih guru dalam menyampaikan suatu materi pelajaran hendaknya mendukung untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Semakin tepat dan sesuai dalam memilih model pembelajaran, berarti memberikan hasil yang lebih baik. Pemilihan model inquiry terbimbing dimaksudkan agar dalam kegiatan pembelajaran tematik siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari suatu permasalahan yang ingin di pecahkan. Dengan demikian strategi inquiry penguasaan materi pelajaran bukan sebagai tujuan utama pembelajaran, akan tetapi yang lebih di pentingkan adalah proses pembelajaran. Penggunaan pendekataan dan model ini diharapkan agar dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna sehingga konsep yang mereka dapatkan akan lebih lama tertanam dalam ingatan mereka. Implikasi yang diharapkan ialah dengan menggunakan metode tersebut dapat meningkatkan rasa ingin tahu pada ranah afektif siswa. Pelaksanaan proses belajar mengajar dengan menggunakan pendekatan yang lebih inovatif dan menarik akan memberikan hasil yang memuaskan. Kemampuan awal siswa merupakan kemampuan atau pengetahuan yang dimiliki siswa sebelum mendapat kemampuan atau pengetahuan baru yang lebih tinggi dan kemampuan atau pengetahuan ini merupakan kemampuan atau pengetahuan dasar agar siswa dapat lebih mudah menguasai kemampuan atau pengetahuan yang lebih tinggi. Kemampuan awal yang dimiliki siswa memang merupakan suatu acuan dalam keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Input yang baik dipastikan juga akan menghasilkan output yang baik pula berlaku untuk sebalikannya. Siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi dapat dipastikan juga menghasilkan hasil belajar yang baik, sedangkan untuk siswa yang memiliki kemampuan awal rendah dapat dipastikan juga menghasilkan hasil belajar yang rendah dengan treatmen yang sama. Perbedaan hasil belajar yang signifikan akan terlihat pada siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan awal rendah. Sehingga, dapat diprediksikan akan terjadi perbedaan hasil belajar antara siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi dan rendah yang mendapatkan pengajaran dengan model pembelajaran inquiry terbimbing. Diprediksikan tidak akan terdapat interaksi antara kemampuan awal dengan model pembelajaran terhadap prestasi belajar siswa. Tidak terdapatnya interaksi disebabkan karena siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi akan memiliki hasil belajar yang tinggi sedangkan siswa yang memiliki kemampuan awal rendah akan mendapatkan hasil belajar yang rendah pula. Adanya perbedaan hasil belajar antara siswa yang mendapatkan pembelajaran yang berbeda maka apabila hasil-hasil itu nanti digambarkan dalam sebuah grafik tidak akan terdapat perpotongan garis antara masing-masing pendekatan dengan kriteria kemampuan awal tinggi yang rendah yang perpotongan garis tersebut menunjukkan adanya interaksi antara kemampuan awal dan pendekatan yang diberikan. Kajian antara model pembelajaran, mengajar guru dan kemampuan awal siswa secara terpisah akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Penyajian materi pelajaran oleh guru yang sebelumnya telah dirancang dan dilaksanakan dengan baik tidak akan memberi manfaat yang berarti jika tidak didukung oleh kemampuan awal siswa. Hasil belajar yang diharapkan oleh guru dan siswa dengan model pembelajaran dan metode tersebut juga tidak akan maksimal. Dengan menggunakan model pembelajaran inquiry terbimbing diharapkan rasa ingin tahu siswa meningkat dan dapat memperoleh hasil belajar yang baik. Tabel 2.3 Kerangka Berfikir Pada Penelitian Tindakan Kelas Sumber Kunandar (2008, h. 276) D. Asumsi dan Hipotesis 1. Asumsi Menurut Sugiyono (2006, h. 82) asumsi adalah pernyataan yang diterima kebenarannya tanpa pembuktian. Asumsi dapat diartikan sebagai anggapan. Dalam penelitian asumsi digunakan sebagai anggapan dasar, yakni sesuatu yang diakui kebenarannya yang dianggap benar tanpa harus dibuktikan kebenarannya terlebih dahulu oleh peneliti. Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dimuat dalam kurikulum diperlukan adanya suatu model pembelajaran yang harus digunakan seorang guru dalam menyampaikan suatu materi. Model pembelajaran yang digunakan tergantung dari tujuan pembelajaran yang diharapkan, karakteristik siswa, karakteristik sarana dan prasarana, dan esensi dari materi. Dalam pembelajaran di Sekolah Dasar kelas IV pada tema selalu berhemat energi, subtema macam-macam sumber energi penggunaan model inquiry terbimbing dapat digunakan menjadi suatu alternatif pembelajaran, karena model inquiry menekankan pada proses berfikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berfikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab guru dan siswa. Strategi pembelajaran ini sering juga dinamakan strategi heuristic, yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu heuriskein yang berarti saya menemukan. SPI berangkat dari asumsi bahwa sejak manusia lahir ke dunia, manusia memiliki dorongan untuk menemukan sendiri pengetahuannya. 2. Hipotesis Menurut Suharsimi Arikunto (1995, h.71) hipotesis didefinisikan sebagai alternatif dugaan jawaban yang dibuat oleh penelitian bagi problematika yang diajukan dalam penelitian. Dugaan jawaban tersebut merupakan kebenaran yang sifatnya sementara yang akan diuji kebenarannya dengan data yang dikumpulkan melalui penelitian. Dengan kedudukan itu maka hipotesis dapat berubah menjadi kebenaran, tetapi juga dapat tumbang sebagai kebenaran. Hipotesis tindakan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Penulis melihat peningkatan rasa ingin tahu siswa dalam pelaksanaan penggunaan model pembelajaran inquiry terbimbing pada siswa kelas IV tema selalu berhemat energi. 2. Hasil peningkatan rasa ingin tahu siswa kelas IV pada tema selalu berhemat energi dengan menggunakan model pembelajaran inquiry terbimbing dapat meningkat.

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 25 Jul 2016 15:06
Last Modified: 25 Jul 2016 15:06
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/5984

Actions (login required)

View Item View Item