PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAMS GAMES TOURNAMEN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT

ILFANI RAHMATIKA, 105060050 (2016) PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAMS GAMES TOURNAMEN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
COVER SKRIPSI.docx

Download (109kB)
[img] Text
LEMBAR PENGESAHAN.docx

Download (15kB)
[img] Text
MOTTO DAN PERSEMBAHAN.docx

Download (12kB)
[img] Text
LEMBAR PERNYATAAN.docx

Download (11kB)
[img] Text
ABSTRAKSI.docx

Download (12kB)
[img] Text
KATA PENGANTAR,DAFTAR ISI.docx

Download (34kB)
[img] Text
BAB I-V.docx

Download (568kB)
[img] Text
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.docx

Download (104kB)

Abstract

ABSTRAK Latar belakang penelitian adalah masih terbatasnya penggunaan model pembelajaran di sekolah. Selain itu, juga dikarenakan masih rendahnya tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran, khususnya dalam pelajaran matematika. Oleh karena itu, perlu digunakan model pembelajaran alternatif untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Adapun salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model cooperative learning tipe TGT. TGT merupakan model cooperative learning yang membagi siswa dalam beberapa kelompok kecil yang beranggotakan empat sampai lima orang setiap anggota dalam satu kelompok tersebut bersifat heterogen. Selain itu, TGT juga menggunakan turnamen akademik, kuis-kuis dan sistem skor kemajuan individu. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk megetahui adanya peningkatan hasil belajar siswa melalui penerapan model cooperative learning tipe TGT pada materi operasi hitung bilangan bulat kelas IV SDN 1 Cimareme Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat. Penelitian ini diadakan dalam sebuah kelas pada siswa kelas IV SDN 1 Cimareme Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat yang berjumlah 37 siswa. Bentuk penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas yang diadakan dalam dua siklus, yaitu siklus I dan II, masing-masing siklus terdiri atas tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Siklus II dilaksanakan apabila hasil dari penelitian pada siklus I belum mencapai indikator keberhasilan. Berdasarkan hasil penelitian dari siklus I dan II menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model cooperative learning tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan aktivitas siswa yang semula hanya 74,28% pada siklus I menjadi 87,2% pada siklus II, peningkatan aktivitas guru yang semula hanya 73,33% pada siklus I menjadi 94% pada siklus II. Dari hasil evaluasi pada siklus I ketuntasan klasikalnya sebesar 54% menjadi 83,8% pada siklus II. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah pembelajaran dengan model cooperative learning tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam materi operasi hitung bilangan bulat pada siswa kelas IV SDN 1 Cimareme Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat. Kata kunci: penerapan, model cooperative learning tipe TGT, hasil belajar, operasi hitung, bilangan bulat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang No. 20 tahun 2003 (BNSP, 2006-5) tentang sistem pendidikan nsaional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak bangsa dan negara. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam memajukan sebuah bangsa karena melalui pendidikan inilah akan tercetak sumber daya manusia berkualitas unggul. Jika sumber daya manusianya unggul, bangsanya pun menjadi unggul. Dengan kata lain, ini adalah satu syarat mutlak yang harus terpenuhi. Dengan mengingat peran pendidikan tersebut, maka sudah seyogyanya aspek ini menjadi perhatian pemerintah dan para pemerhati di bidang pendidikan dalam rangka meningkatkan sumber daya masyarakat Indonesia yang berkualitas. Sudah banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia, namun belum menampakan hasil yang memuaskan, baik ditinjau dari proses pembelajarannya maupun dari hasil belajarnya. Sebagaimana kita ketahui bahwa matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia, perkembangan pesat dibidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembagan matematika di bidang teori, teori bilangan, aljabar, dan analisis teori peluang. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi dimasa depan, diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai sekolah dasar, untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analisis, sistematis, mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah tidak menentu dan kompetitif. Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya. Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi contextual problem. Dengan mengajukan masalah kontekstual, siswa secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Sasaran pokok pengajaran matematika disekolah dasar mencakup penanaman konsep, pengenalan dan pemahaman rumus, serta penyelesaian soal. Salah satu pokok bahasan matematika yang diajarkan disekolah dasar adalah bilangan yang mencakup bilangan asli, bilangan cacah dan bilangan bulat. Di kelas 1 sudah dikenalkan bilangan asli dan bilangan bulat. Di kelas 1V siswa seharusnya sudah mengenal materi bilangan bulat. Bilangan bulat merupakan perluasan bilangan cacah. Contoh untuk menjawab 2 – 4, karena pada bilangan cacah permasalahan tersebut tidak terjawab, maka diajarkan bilangan bulat. Himpunan bilangan bulat terdiri dari himpunan bilangan asli, bilangan nol dan lawan bilangan asli. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dinilai cukup memegang peranan penting dalam membentuk siswa menjadi berkualitas karena matematika merupakan suatu sarana berfikir untuk mengkaji sesuatu secara logis dan sistematis. Adapun salah satu hal yang harus diperhatikan adalah peningkatan hasil belajar matematika siswa di sekolah. Namun demikian, fakta di lapangan mengungkapkan bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang masih dianggap sulit dipahami oleh siswa. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran matematika diperlukan suatu metode ataupun strategi pembelajaran yang bervariasi dan tepat supaya hasil belajar mereka dapat meningkat. Artinya, dalam penggunaan metode pembelajaran tidak harus sama untuk semua pokok bahasan sebab suatu metode tertentu bisa jadi hanya cocok untuk satu pokok bahasan saja, tetapi tidak untuk pokok bahasan yang lain. Fakta di lapangan juga menunjukkan bahwa penguasaan siswa terhadap materi matematika masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan mata pelajaran lain. Kondisi seperti ini terjadi pula kelas IV di SDN 1 Cimareme Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Bapak Taruno, S.Pd, guru yang mengajar di kelas IV bahwa penguasaan materi matematika oleh siswa masih tergolong rendah. Salah satu materi matematika yang dirasa sulit oleh siswa adalah pada materi operasi hitung bilangan bulat. Para siswa masih bingung dalam mengoperasikan penjumlahan dan pengurangan, terutama jika bilangan yang dioperasikan merupakan bilangan negatif. Hal tersebut terbukti dari hasil belajar siswa hanya 27% yang tuntas belajar pada materi operasi hitung bilangan bulat. Rendahnya hasil belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti pada kelas IV di SDN 1 Cimareme Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat menunjukkan bahwa pembelajaran matematika di sekolah tersebut masih menggunakan model pembelajaran konvesional, yakni suatu model pembelajaran yang banyak didominasi oleh guru, sementara siswa duduk secara pasif menerima informasi pengetahuan dan keterampilan. Hal ini diduga merupakan salah satu penyebab terhambatnya kreativitas dan kemandirian siswa sehingga menurunkan hasil belajar matematika siswa. Metode pembelajaran merupakan cara mengajar yang tepat dilakukan oleh guru dalam proses belajar mengajar. Metode pembelajaran ini memiliki tujuan, agar guru berprestasi dalam mengajar dan dapat mencapai tujuan atau mengenai sasaran. Tujuan yang ingin dicapai oleh guru diantaranya menciptakan suasana aktif di dalam kelas selama proses belajar mengajar berlangsung. Terciptanya suasana yang aktif di dalam kelas akan berdampak baik bagi siswa sehingga siswa akan mudah menyerap materi yang diberikan oleh guru. Metode pembelajaran dapat digunakan untuk semua bidang studi. Melihat fenomena tersebut, guru perlu menerapkan suatu sistem pembelajaran yang melibatkan peran siswa secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar untuk meningkatkan prestasi belajar matematika di setiap jenjang pendidikan. Adapun salah satu model pembelajaran yang melibatkan peran siswa secara aktif adalah model cooperative learning. Model cooperative learning sangat cocok diterapkan pada pembelajaran matematika karena dalam mempelajari matematika tidak cukup mengetahui dan menghafal konsep-konsep matematika saja. Akan tetapi, dibutuhkan suatu pemahaman dan kemampuan menyelesaikan persoalan matematika dengan baik dan benar. Melalui model pembelajaran ini, siswa dapat mengemukakan pemikirannya, saling bekerja sama, dan saling bertukar pendapat. Jika ada siswa dalam suatu tim mengalami kesulitan, maka siswa lain dalam timnya, yang telah menguasai materi, dapat mengajari siswa tersebut. Dengan demikian, model ini dapat meningkatkan motivasi siswa untuk mengkaji dan menguasai materi yang diajarkan. Di samping itu, untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, peneliti menggunakan model cooperative learning tipe Teams Games Tournamen (selanjutnya akan disingkat TGT). TGT merupakan model pembelajaran yang menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan sistem skor kemajuan individu. Para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka (Slavin, 2010:163-165). Dengan terciptanya suasana kompetisi melalui turnamen game yang diadakan, hal itu dapat mendorong siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Guru dalam melakukan pembelajaran matematika harus bisa memberikan alternatif penggunaan alat peraga atau media pembelajaran yang bisa digunakan pada berbagai tempat dan keadaan, baik di sekolah maupun di rumah, sehingga minat dan prestasi belajar siswa meningkat. Berdasarkan pemikiran di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian berjudul “Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Teams Games Tournamen untuk Meningkatkan Hasil Belajar dalam Operasi Hitung Bilangan Bulat pada Mata Pelajaran Matematika di Kelas IV SDN 1 Cimareme Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat”. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan peneliti di kelas IV SDN 1 Cimareme Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat maka dapat diidentifikasi beberapa masalah, antara lain : 1. Rendahnya kemampuan siswa pada materi operasi hitung bilangan bulat. Hal tersebut terbukti dari hasil belajar siswa hanya 27% yang tuntas belajar, sedangkan sisanya 73% BT belajar pada materi operasi hitung bilangan bulat. 2. Model pembelajaran konvensional yang diterapkan oleh guru menyebabkan terhambatnya kreativitas dan kemandirian siswa. 3. Terbatasnya tingkat keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar. Terbukti hanya 45% siswa yang aktif saat belajar. C. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada penerapan model cooperative learning tipe TGT untuk meningkatkan hasil belajar dalam operasi hitung bilangan bulat pada mata pelajaran matematika di kelas IV SDN 1 Cimareme Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat. 2. Rumusan Masalah Bertitik tolak dari pembatasan masalah tersebut, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : a. Apakah dengan menerapkan model cooperative learning tipe TGT pada materi operasi hitung bilangan bulat dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN 1 Cimareme Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat? b. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model cooperative learning tipe TGT pada operasi hitung bilangan bulat kelas IV SDN 1 Cimareme Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat? c. Bagaimana aktivitas belajar guru dan siswa pada pembelajaran dengan menerapkan model cooperative learning tipe TGT pada operasi hitung bilangan bulat kelas IV SDN 1 Cimareme Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat? D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada operasi hitung bilangan bulat dengan menerapkan model cooperative learning tipe TGT di kelas IV SDN 1 Cimareme Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui peningkatan hasil belajar siswa setelah menerapkan metode cooperative learning tipe TGT pada operasi bilangan bulat dikelas IV SDN 1 Cimareme Kecamatan Ngamprah Kabupaten. Bandung Barat. b. Mendeskripsikan proses peningkatan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah menerapkan model cooperative learning tipe TGT operasi bilangan bulat di kelas IV SDN 1 Cimareme Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat. c. Mengukur peningkatan aktivitas guru dan siswa pada pembelajaran setelah menggunakan model cooperative learning tipe TGT pada operasi bilangan hitung bulat, di kelas IV SDN 1 Cimareme Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih terhadap pembelajaran matematika, utamanya untuk meningkatkan kemampuan berhitung melalui penerapan model yang kreatif dan inovatif yaitu model cooperative learning tipe TGT. Selain itu juga, diharapkan dapat meningkatkan mutu pengajaran disekolah yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pendidikan nasional sehingga tujuan nasional pendidikan yang telah dicanangkan akan dapat dicapai. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi: a. Bagi Siswa 1) Siswa akan semakin meningkatkan kemampuan berfikirnya dalam menyelesaikan masalah. 2) Meningkatkan keterlibatan dan partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran matematika di sekolah dasar. b. Bagi Guru 1) Memberikan masukan dan memperluas wawasan guru tentang model pembelajaran untuk operasi hitung bilangan bulat di sekolah dasar. 2) Guru menjadi suka dan cepat tanggap terhadap permasalahan pembelajaran dikelas. 3) Menumbuhkan semangat baru disebabkan terciptanya proses belajar yang aktif, baik antar siswa maupun siswa dengan guru, sehingga proses belajar-mengajar dapat berjalan lebih menyenangkan. c. Bagi Sekolah 1) Meningkatkan propesional guru dalam perbaikan proses hasil belajar, dan meningkatkan mutu pelayanan yang optimal. 2) Memberikan sumbangan pemikiran sebagai jalan alternatif untuk meningkatkan kualitas pengajaran di sekolah. 3) Menjadi bahan referensi bagi penelitian sejenis. F. Definisi Operasional Dalam rangka menghindari penafsiran yang berbeda mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka peneliti menegaskan beberapa istilah tersebut sebagai berikut. 1. Penerapan Penerapan artinya pengenaan perihal mempraktikkan atau penggunaan. Dalam hal ini peneliti ingin mempraktikkan model cooperative learning tipe TGT. 2. Model cooperative learning Model cooperative learning (cooperative learning) adalah model pembelajaran yang dikembangkan untuk mencapai paling sedikit tiga tujuan penting, yakni prestasi akademis, toleransi, dan penerimaan terhadap keanekaragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. 3. Tipe Teams Games Tournamen (TGT) TGT adalah metode pembelajaran yang dilakukan secara tim di mana siswa memainkan game akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya. 4. Meningkatkan Meningkatkan artinya menaikkan atau mempertinggi. Dalam hal ini peneliti ingin meningkatkan prestasi belajar. 5. Hasil belajar Hasil belajar merupakan suatu kompetensi yang dapat dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan oleh guru disuatu sekolah dan kelas tertentu. Ada lima kategori hasil belajar yaitu informasi verbal, keterampilan intelektual, kognitif, sikap, dan motorik. 6. Operasi Hitung Bilangan Bulat Operasi Hitung Bilangan Bulat merupakan materi pokok yang digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah penerapan, model Cooperative Learning, Tipe Teams Games Tournamen (TGT), meningkatkan, hasil belajar dan operasi hitung bilangan bulat. BAB II KAJIAN TEORETIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Pembelajaran Matematika Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 1. Pengertian Pembelajaran Pembelajaran pada dasarnya merupakan kegiatan guru dalam menciptakan suasana atau situasi siswa belajar. Tujuan utama pembelajaran adalah agar siswa belajar. Pada kegiatan belajar yang bersifat psikis, seperti belajar intelektual, sosial-emosi, sikap, perasaan, nilai, segi fisik-motoriknya sedikit, sedangkan segi psikis atau mentalnya lebih banyak. Aspek-aspek perkembangan tersebut, biasa dibeda-bedakan tetapi tidak bisa dipisah-pisahkan secara jelas. Suatu aspek selalu ada kaitannya dengan aspek yang lainnya. Menurut Darsono (Safitri, 2010:19-20) menyatakan pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik. Perubahan tingkah laku merupakan hal terpenting dalam pembelajaran. Perubahan tingkah laku yang dimaksud adalah ke arah yang lebih baik. Perubahan tingkah laku merupakan hal utama dalam pembelajaran. Trianto (2010:17) menyatakan pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Pembelajaran dalam makna kompleks adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangkan mencapai tujuan yang diharapkan. Secara umum pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik. Adapun secara khusus Hartati (2011:10) menyatakan pengertian pembelajaran sebagai berikut: a. Teori Motivasi mengemukakan bahwa para siswa akan tergerak untuk mengikuti pembelajaran ketika mereka memiliki satu tujuan yang sama, sehingga hal tersebut membuat mereka mengekspresikan norma-norma yang baik dalam melakukan apa pun yang diperlukan untuk keberhasilan timnya. b. Teori Kognitif menekankan pada pengaruh dari kerja sama yang dilakukan oleh siswa (apakah tim tersebut mecoba meraih tujuan tim ataukah tidak). Oleh karena itu, diperlukan kecemerlangan dalam berfikir supaya kerja sama tim berjalan dengan baik. c. Teori Ausubel mengandung pengertian sebagai suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif tersebut, meliputi fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah diingat siswa. Lebih lanjut lagi, teori ini juga megungkapkan bahwa pemecahan masalah yang sesuai adalah lebih bermanfaat bagi siswa dan merupakan strategi yang efisien dalam pembelajaran. Kekuatan dan makna proses pemecahan masalah dalam pembelajaran terletak pada kemampuan siswa dalam mengambil peranan pada kumpulannya. d. Teori Humanisme berpendapat bahwa pembelajaran manusia bergantung kepada emosi dan perasaannya. Kemudian, terkait dengan teori ini Safitri (2010:18) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan usaha guru untuk menciptakan suasana yang menyenangkan untuk belajar, yang membuat siswa terpanggil untuk belajar, kegiatan belajar yang dilakukan siswa dirasakan dan disadari sebagai kebutuhan sendiri bukan suatu paksaan dari orang lain. Dari beberapa pendapat dan teori yang telah dikemukan, Safitri (2010: 18) memberikan kesimpulan mengenai ciri-ciri pembelajaran, antara lain: 1) Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara sistematis. Sadar dan sistematis berarti mempunyai tujuan yang jelas dan dilaksanakan dengan langkah-langkah yang terurut. 2) Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa dalam belajar. Perhatian dan motivasi siswa terwujud dalam tingkah laku positif selama proses pembelajaran. 3) Pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik dan menantang bagi siswa. Sesuatu yang sebelumnya tidak pernah dialami siswa, terjadi dalam proses pembelajaran. Ada hal-hal baru yang muncul selama proses yang kemudian menjadi tantangan bagi siswa untuk mempelajarinya. 4) Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan menarik. Alat bantu dapat berupa media pembelajaran, seperti LKS, komputer, dan lain sebagainya yang menarik dan memotivasi siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. 5) Pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan menyenangkan bagi siswa. Hal ini dikarenakan di dalam pembelajaran terjadi interaksi dengan lingkungan, yang akhirnya menumbuhkan tanggung jawab, motivasi, dan kerja sama dengan makhluk sosial lain. Selanjutnya, Hartati (2011:12) menyatakan teori belajar yang dapat menjadi landasan bagi penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah teori motivasi, kognitif, dan humanisme. Adapun alasannya adalah : a) Dengan teori motivasi, kerja sama tim dapat menjadi solid karena tiap-tiap individu dalam tim termotivasi dengan tujuan yang sama. b) Teori kognitif bertumpu pada kecerdasan tim dalam memecahkan masalah serta pengaruh kerja sama yang dilakukan, sehingga jika kedua hal tersebut terjadi, prestasi tim tersebut akan terus meningkat, dan c) Teori humanisme mengajarkan penciptaan suasana belajar yang aman dan menyenangkan bagi siswa, di samping mereka menginput materi yang diajarkan. Dari berbagai pengertian pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien dengan hasil optimal serta menciptakan suasana yang menyenangkan untuk belajar. 2. Pembelajaran Matematika Menurut UU No. 20 Tahun 2003 (BNSP, 2006-5) kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ditujukan, untuk menciptakan tamatan yang kompeten dan cerdas dalam mengemban identitas budaya bangsanya. Kurikulum ini dapat memberikan dasar-dasar pengetahuan, keterampilan, pengalaman belajar yang membangun integritas sosial serta membudayakan dan mewujudkan karakter nasional. Juga untuk memudahkan guru dalam menyajikan pengalaman belajar yang sejalan dengan prinsip belajar sepanjang hayat yang mengacu pada empat pilar pendidikan universal sebagaimana yang telah dicetuskan oleh UNESCO sejak 1970 yakni: learning to know, learning to do, learning to life together dan learning to be. Pada hakikatnya, pembelajaran adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak didik. Dalam pembelajaran matematika, salah satu upaya yang dilakukan oleh guru adalah dengan menggunakan model cooperative learning tipe TGT karena dengan menggunakan model pembelajaran ini dapat terjadi proses saling membantu di antara anggota-anggota tim untuk memahami konsep-konsep matematika dan memecahkan masalah matematika dengan timnya. Selain itu, dengan terciptanya suasana kompetisi melalui turnamen game yang diadakan. Hal itu dapat mendorong siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Guru dalam melakukan pembelajaran matematika harus bisa membuat situasi yang menyenangkan, memberikan alternatif penggunaan alat peraga atau media pembelajaran yang bisa digunakan pada berbagai tempat dan keadaan, baik di sekolah maupun di rumah, sehingga minat dan prestasi belajar siswa meningkat. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman, pelajaran matematika identik dengan mata pelajaran yang dianggap paling sulit dan menegangkan, sehingga kurang diminati oleh siswa. Padahal, matematika sebenarnya merupakan salah satu cabang ilmu yang menyenangkan. Hal ini dapat dibuktikan dengan cara jika kita pandai dalam mata pelajaran matematika, hal tersebut berarti kita telah berlatih untuk teliti, berpikir kritis, dan kreatif. Kondisi yang demikian tidak disadari oleh banyak siswa, sehingga mereka merasa matematika sebagai ilmu yang sukar, ruwet, dan membingungkan. Pada akhirnya, menolak untuk belajar matematika. Belajar matematika akan terasa mudah jika kita mengetahui cara mempelajarinya. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan mata pelajaran Matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagi berikut : a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas 2006:417). Menurut Suherman (Yuningsih, 2010:43), bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan pada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur. Bruner, melalui teorinya itu, mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga). Melalui alat peraga tersebut, anak akan melihat langsung bagaimana keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang diperhatikannya itu. Keteraturan tersebut kemudian oleh anak dihubungkan dengan keterangan intuitif yang telah melekat pada dirinya. Menurut Gagne (Dimyati dan Mudjiono, 2009:10), belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut dari stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh guru, sehingga belajar menurut Gagne adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru. Tiga komponen belajar adalah kondisi eksternal, kondisi internal dan hasil belajar. Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kebiasaan yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungan dan dunia nyata. Melalui proses belajar seseorang akan memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang lebih baik. 3. Konsep Bilangan Bulat dan Operasi Hitung Bilangan Bulat a. Pengertian Bilangan Bulat Bilangan bulat adalah bilangan yang terdiri dari bilangan bulat positif (bilangan asli), nol, dan bilangan bulat negatif (lawan bilangan asli). Himpunan bilangan bulat terdiri dari himpunan bilangan asli yaitu { 1, 2, 3, 4, 5, . . .}, disebut bilangan bulat positif. Bilangan nol dan lawan bilangan asli yaitu {-1, -2, -3, -4, . . . .} disebut bilangan bulat negatif. Menurut Prabawanto (Hartati, 2011:29) mengemukakan hubungan antara himpunan bilangan asli, cacah, nol, dan bilangan bulat digambarkan pada garis bilangan di bawah : b. Operasi Penjumlahan pada Bilangan Bulat Penjumlahan bilangan bulat adalah pengurangan dengan lawan bilangannya. Operasi penjumlahan pada bilangan bulat dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan garis bilangan, dan manik-manik. 1) Penjumlahan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif, Misalnya 3 + (-4) =………… Diagram panah dari 0 ke 3 menunjukkan bilangan 3 Diagram panah dari 3 ke –1 menunjukkan bilangan –4 Hasilnya ditunjukkan diagram panah dari 0 ke –1 Jadi, 3 + (–4) = –1 2) Penjumlahan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat positif, Misalnya (-6) + 8 =……….. Diagram panah dari 0 ke -6 menunjukkan bilangan -6 Diagram panah dari -6 ke 2 menunjukkan bilangan 8 Hasilnya ditunjukkan diagram panah dari 0 ke 2 Jadi, (-6) + 8 = 2 3) Penjumlahan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat negatif, Misalnya (-2) + (-5) =……… Diagram panah dari 0 ke -2 menunjukkan bilangan -2 Diagram panah dari -2 ke -7 menunjukkan bilangan –5 Hasilnya ditunjukkan diagram panah dari 0 ke –7 Jadi, (-2) + (-5) = -7 c. Operasi Pengurangan pada Bilangan Bulat Pengurangan bilangan bulat adalah penjumlahan dengan lawan bilangnnya. Operasi pengurangan pada bilangan bulat dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan garis bilangan, dan manik-manik. 1) Pengurangan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat positif, Misalnya, 2 – 5 =...... Diagram panah dari 0 ke 2 menunjukkan bilangan 2 Diagram panah dari 2 ke -3 menunjukkan bilangan 5 Hasilnya ditunjukkan diagram panah dari 0 ke –3 Jadi, 2 – 5 = –3 2) Pengurangan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif. Misalnya, 2 – (–5) = Diagram panah dari 0 ke 2 menunjukkan bilangan 2 Diagram panah dari 2 ke 7 menunjukkan bilangan –5 Hasilnya ditunjukkan diagram panah dari 0 ke 7 Jadi, 2 – (–5) = 7 3) Pengurangan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat positif. Misalnya, (–2) – 5 = Diagram panah dari 0 ke -2 menunjukkan bilangan -2 Diagram panah dari -2 ke -7 menunjukkan bilangan –5 Hasilnya ditunjukkan diagram panah dari 0 ke –7 Jadi, (–2) – 5 = –7 4) Pengurangan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat negatif. Misalnya, –2 – (–5) = Diagram panah dari 0 ke -2 menunjukkan bilangan -2 Diagram panah dari -2 ke 3 menunjukkan bilangan –5 Hasilnya ditunjukkan diagram panah dari 0 ke 3 Jadi, (–2) – (–5) = 3 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengurangan bilangan bulat adalah penjumlahan dengan lawan bilangannya. a – b = a + (–b) a – (–b) = a + b B. Hasil Belajar Matematika Menurut Gagne (Yuningsih, 2010:19) hasil belajar yang diperoleh siswa melalui proses pembelajaran dapat diklarifikasikan ke dalam 5 kategori, yaitu ketermpilan motorik, sikap, informasi verbal, strategi kognitif, dan keterampilan intelektual. Dalam sistem pendidikan nasional, rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, mengunakan klasifikasi hasil belajar dari Bloom (Yuningsih, 2010:95) yang secara garis besar dibagi ke dalam tiga daerah., yaitu daerah kognitif, daerah efektif, dan daerah psikomotorik. Secara lebih terinci mengenai ketiga daerah tersebut sebagai berikut. 1. Daerah Kognitif Daerah kognitif mencakup tujuaan-tujuan yang berkenaan dengan kemampuan berpikir, yaitu berkenaan dengan pengenalan pengetahuan, perkembangan kemampuan, keterampilan kemampuan, dan keterampilan intelektual (akal). Daerah kognitif terdiri atas enam tahap yang tersusun mulai dari kemampuan berpikir yang paling simpel (rendah, sederhana) menuju pada kemampuan berpikir yang paling kompleks (tinggi) yang merupakan suatu kontinum. Keenam tahap berpikir tersebut sering kali disebut jenjang kognitif, diantaranya pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6). Keenam jenjang kognitif tersebut akan dibahas sebagai berikut. a. Pengetahuan (Knowledge) adalah kemampuan siswa mengenali atau mengingat kembali pengetahuan yang telah disimpan dalam schemata struktur kognitifnya. Contoh kegiatan belajar dalam aspek pengetahuan diantaranya mendefinisikan, mengidentifikasi, mengurutkan, menyatakan, menghitung, menyebutkan, memilih, mengutip, menjelaskan, membilang, menamai, menandai. b. Pemahaman (Comprehension) merupakan tahap yang lebih kompleks dari tahap pengetahuan untuk mencapai tahap pemahaman terhadap suatu konsep matematika siswa dituntut mempunyai pengetahuan terhadap konsep tersebut. c. Aplikasi (Application) adalah kemampuan untuk memilih, menggunakan, dan menerapkan dengan tepat suatu teori atau cara pada situasi baru. Contoh kegiatan belajar dalam aspek aplikasi diantaranya: menggunakan, menerapkan, menghubungkan, menggeneralisasikan, menyusun, dan mengklasifikasikan. d. Analisis (Analysis) adalah kemampuan untuk merinci atau menguraikan suatu masalah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (komponen) serta mampu untuk memahami hubungan diantara bagian-bagian tersebut. Contoh kegiatan belajar dalam aspek analisis diantaranya: meneliti, mengkaji, serta menyusun kembali bagian tersebut menjadi suatu kesatuan sehingga merupakan penyelesaian akhir. e. Sintesis (Synthesis) adalah kemampuan dalam mengabungkan berbagai informasi menjadi suatu kesimpulan atau konsep. Contoh Kegiatan belajar dalam aspek sintesis diantaranya: menentukan, mengaitkan, menyusun, membuktikan, menemukan, mengelompokkan, dan menyimpulkan. f. Evaluasi (Evaluation) adalah kemampuan untuk memberi pertimbangan (judgement) terhadap suatu situasi, ide, dan metode berdasarkan suatu patokan atau kriteria. Setelah pertimbangan dilaksanakan dengan matang maka kesimpulan diambil berupa suatu keputusan. Contoh kegiatan belajar dalam aspek evaluasi Diantaranya: Menilai, Mempertimbangkan, membandingkan, memutuskan, mengkritik, merumuskan, memvalidasi, dan menentukan. 2. Daerah Afektif Daerah afektif adalah daerah atau hal-hal yang berhubungan dengan sikap (attitude) sebagai manifestasi dari minat (interest), motivasi ( motivation), kecemasan (anxiety), apresiasi perasaan (emotional appretiation), penyesuaian diri (Self adjustment), bakat (aptitude), dan semacamnya. Jika evaluasi untuk bidang kognitif disebut tes atau evaluasi hasil belajar, evaluasi untuk bidang afektif dikategorikan ke dalam evaluasi non tes. 3. Daerah Psikomotorik Pengembangan daerah atau bidang psikomotorik dikembangkan oleh Harrow (Yuningsih, 2010:21). Ia mengklarifikasikan tujuan dalam bidang ini mulai dari gerakan sederhana sampai pada gerakan yang kompleks, yaitu gerakan refleks, gerakan dasar, gerakan keterampilan, dan gerakan komunikasi. Klasifikasi tersebut pada kenyataannya tidaklah terpisah satu sama lain, bersamaan atau berurutan. Evaluasi bidang psikomotorik ini akan lebih efektif bila dilaksanakan melalui pengamatan (observasi). Dengan demikian hasil belajar pada penelitian ini merupakan gambaran kemampuan siswa pada matematika (kognitif) berupa prestasi belajar, minat siswa pada matematika (afektif) yang merupakan suatu gambaran hasil dari tujuan-tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran suatu konsep tertentu, dan pengamatan pada siswa (psikomotorik) berupa evaluasi perbuatan dan lisan Dari pada evaluasi tertulis. C. Model Cooperative Learning Tipe Teams Games Tornamen (TGT) 1. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas Arends (Trianto, 2010:51). Suatu perencanaan atau suatu pola yang dipergunakan sebagai upaya dalam merencakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran seperti buku-buku, film, komputer, kurikuler, dan lain-lain. Menurut Suprijono (Yuningsih, 2010:46) model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas maupun tutorial. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Melalui model pembelajaran guru dapat membantu siswa mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berfikir, dan mengekspresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran mengarahkan kita dalam merancang pembelajaran untuk membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran. Suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran dikelas atau yang lain. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajarannya. 2. Model Cooperative Learning Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai suatu tim atau tim. Menurut Slavin (2010:12) mendefinisikan belajar cooperative sebagai berikut : “cooperative learning methods share the idea that students work together to learn and are responsible for their teammates learning as well as their own”. Definisi ini mengandung makna bahwa dalam cooperative learning siswa belajar bersama, saling menyumbang pemikiran dan bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar secara individu maupun tim. Ida (2012:12) megungkapkan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang megutakan adanya tim-tim serta di dalamnya menekankan kerja sama dalam tugas-tugas yang terstruktur. Cooperative learning diterapkan pada dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai satu penghargaan bersama. Mereka akan berbagi penghargaan tersebut seandainya mereka berhasil sebagai tim. Arends (2008: 4) menambahkan model cooperative learning menuntut kerja sama dan interdependensi siswa dalam struktur tugas, stuktur tujuan, dan struktur reward-nya. Lebih lanjut lagi, Arends (2008: 5) menyatakan pelajaran dengan cooperative learning dapat ditandai oleh fitur-fitur siswa bekerja dalam tim untuk mencapai tujuan belajar, tim-tim itu terdiri atas siswa-siswa yang berprestasi rendah, sedang, dan tinggi. Bilamana mungkin, tim-tim itu terdiri atas campuran ras, budaya, dan gender. Sistem reward-nya berorientasi tim maupun individu. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa cooperative learning adalah pembelajaran yang mengharuskan siswa untuk bekerja dalam suatu tim untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk tujuan bersama. Dengan belajar secara tim, diharapkan dapat ditumbuh kembangkan rasa sosial yang tinggi pada diri setiap siswa. Mereka dibina untuk mengendalikan rasa egois yang ada dalam diri mereka masing-masing, sehingga terbina sikap kesetiakawanan sosial di kelas. Siswa dibiasakan hidup bersama, bekerja sama dalam tim, akan menyadari bahwa dirinya mempunyai kekurangan dan kelebihan. 3. Prinsip dasar dan Ciri-ciri Cooperative learning Menurut Zainurie (Yuningsih, 2010:35) prinsip dasar cooperative learning: a. Setiap anggota tim (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam timnya. b. Setiap anggota tim (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota tim mempunyai tujuan yang sama. c. Setiap anggota tim (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota timnya. d. Setiap aggota tim (siswa) akan dikenai evaluasi. e. Setiap anggota tim (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses pembelajaran. f. Setiap anggota tim (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam tim cooperative. Secara garis besar cooperative learning mempunyai prinsip bekerja bersama tim secara bebas tanpa mengesampingkan tanggung jawab individual. Selanjutnya Slavin (2010:24) mengemukakan ciri-ciri cooperative learning: 1) Siswa dalam tim secara cooperative learning menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yag akan dicapai. 2) Tim dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin anggota tim berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. 3) Penghargaan lebih menekankan pada tim dari masing-masing individu. Cooperative learning mempunyai ciri khas mengelompokkan siswa dengan segala perbedaan yang dimiliki masing-masing individu dengan harapan siswa dapat membaur, bersosialisasi tidak hanya dengan teman yang sama tetapi juga dengan teman yang lain. 4. Langkah-Langkah Cooperative learning Menurut Ibrahim (Yuningsih, 2010:13) terdapat lima langkah dalam mengunakan cooperative learning yang dapat kita lihat pada Tabel 2.1 : Tabel 2.1 Langkah-Langkah Cooperative learning Fase Tingkah Laku Guru Fase-1 Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Fase-2 Menyajikan Informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahanbacaan. Fase-3 Mengorganisasikan siswa kedalam Tim-tim belajar. Guru mejelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk tim belajar dan membantu setiap tim agar melakukan transisi secara efisien. Fase-4 Membimbing Tim Bekerja dan belajar. Guru membimbing Tim-tim Belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Fase-5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing tim mempresentasikan hasil kerjanya. Fase-6 Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan tim. Dalam setiap fase cooperative learning diharapkan guru lebih berperan sebagai fasilitator, motivator, dan inovator, sedangkan siswa berperan aktif pada proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dalam hasil yang maksimal. 5. Tujuan Cooperative Learning Menurut Slavin (2010:14) bahwa model cooperative learning dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Cooperative learning bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa model pembelajaran ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Para pengembang ini telah menunjukkan, bahwa model cooperative struktur penghargaan cooperative telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Efek yang kedua dari cooperative learning ialah penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras. Budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan. Cooperative learning memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas bersama, dan melalui pengunaan struktur penghargaan cooperative, belajar untuk menghargai satu sama lain. 6. Manfaat Cooperative learning Beberapa hasil penelitian menurut Lundgren (Yuningsih, 2010:14) manfaat cooperative learning bagi siswa dengan hasil belajar yang rendah, antara lain. a. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas. b. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi. c. Memperbaiki sikap terhadap sekolah. d. Memperbaiki kehadiran. e. Angka putus sekolah menjadi rendah. f. Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar. g. Perilaku menggangu menjadi lebih kecil. h. Konflik antar pribadi berkurang. i. Sikap apatis berkurang. j. Pemahaman yang lebih mendalam. k. Motivasi lebih besar. l. Hasil belajar lebih tinggi. m. Retensi lebih lama. n. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi. Manfaat cooperative learning akan lebih terlihat dan lebih terasa pada keseharian siswa terutama pada siswa yang memiliki hasil belajar rendah baik secara individual maupun secara tim. 7. Cooperative Learning tipe Teams Games Tournamens (TGT) TGT merupakan metode pembelajaran yang menggunakan turnamen akademik, serta menggunakan kuis dan sistem skor kemajuan individu, di mana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka (Slavin, 2010: 163-165). Slavin (2010: 166-167) juga mendeskripsikan komponen-komponen TGT sebagai berikut a. Presentasi di kelas pertama materi diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas. Cara ini sama dengan pelajaran biasanya yang dipimpin oleh guru. Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka. b. Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras, dan stnisitas. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi, adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. c. Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang kontennya relevan yang dirancang untuk menguji pengetahuan siswa yang diperolehnya dari presentasi di kelas dan pelaksanaan kerja tim. d. Turnamen adalah sebuah struktur di mana game berlangsung. Biasanya berlangsung pada akhir minggu atau akhir unit, setelah guru memberikan presentasi di kelas dan tim telah melaksanakan kerja tim terhadap lembar kegiatan. e. Rekognisi Tim Menghitung skor kemajuan individual dan skor tim dan memberikan sertifikat atau bentuk penghargaan lainnya. TGT ini merupakan suatu teknik yang bagus guna memberikan kesempatan kepada pendidik untuk menggunakan kompetisi dalam suasana yang konstruktif atau positif. Para siswa menyadari bahwa kompetisi merupakan sesuatu yang selalu mereka hadapi setiap saat, tetapi TGT memberikan mereka peraturan dan strategi untuk bersaing sebagai individu setelah menerima bantuan dari teman mereka. Mereka membangun ketergantungan atau kepercayaan dalam tim asal mereka yang memberikan kesempatan kepada mereka untuk merasa percaya diri ketika mereka bersaing dalam turnamen. Menurut Saco (Suhadi, 2008:65) dalam TGT siswa memainkan permainan- permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing. Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis berupa pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran. Kadang-kadang dapat juga diselingi dengan pertanyaan yang berkaitan dengan tim (identitas tim mereka). Permainan dalam TGT dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka, Tiap siswa, misalnya akan mengambil sebuah kartu yang diberi angka tadi dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka tersebut. Turnamen harus memungkinkan semua siswa dari semua tingkat kemampuan (kepandaian) untuk menyumbangkan poin bagi timnya. Prinsipnya, soal sulit untuk anak pintar, dan soal yang lebih mudah untuk anak yang kurang pintar. Hal ini dimaksudkan agar semua anak mempunyai kemungkinan memberi skor bagi timnya. Permainan yang dikemas dalam bentuk turnamen ini dapat berperan sebagai penilaian alternatif atau dapat pula sebagai reviu materi pembelajaran. TGT menekankan adanya kompetisi kegiatan yang dilakukan dengan cara membandingkan kemampuan antar anggota tim dalam suatu ‘turnamen’. Singkatnya menurut Muhfida (Yuningsih, 2010:70) adalah sebagai berikut: 1) Buat tim siswa heterogen 4 orang, Kemudian berikan informasi pokok materi dan mekanisme kegiatan. 2) Siapkan meja turnamen secukupnya, misal 10 meja dan untuk tiap meja ditepati 4 siswa yang berkemampuan setara, meja 1 diisi oleh siswa dengan level tertiggi dari tiap tim dan seterusnya sampai meja ke X ditempati oleh siswa yang levelnya paling rendah. Penentuan tiap siswa yang duduk pada meja tertentu adalah hasil kesepakatan tim. 3) Selanjutnya adalah pelaksanaan turnamen, setiap siswa mengambil kartu soal yang telah disedikan pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu tertentu (misal 3 menit). Siswa bisa mengerjakan lebih dari satu soal dan hasilnya diperiksa dan dinilai , sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap indivudu dan sekaligus skor tim asal. Siswa pada tiap meja turnamen sesuai dengan skor yang diperolehnya diberikan sebutan (gelar) superior, very good, good, medium. 4) Bumping, pada turnamen kedua (begitu juga untuk turnamen ketiga-keempet dst), dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen sesuai dengan sebutan gelar tadi, siswa superior dalam tim meja turnamen yang sama, begitu pula untuk meja turnamen yang lainnya diisi oleh siswa dengan gelar yang sama. 5) Setelah selesai hitunglah skor untuk tiap tim asal dan skor individual, berikan penghargaan tim dan individual. Tahapan-tahapan cooperative learning tipe TGT dapat dimodifikasi dan disesuikan dengan kondisi dan kebutuhan siswa pada saat proses pembelajaran turnamen yang dilaksanakan dapat berupa permainan dengan atau tanpa alat media pembelajaran sesuai dengan materi pembelajaran yang akan disampaikan. Dengan demikian, berdasarkan pendapat yang dikemukaan dapat disimpulkan bahwa penggunaan model cooperative learning tipe TGT ini diharapkan dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, di samping siswa termotivasi untuk menginput materi yang mereka terima. D. Hasil Penelitian Terdahulu yang Sesuai dengan Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh Yuningsih (2010) terhadap penerapan model Cooperative Learning tipe TGT untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam operasi bilangan bulat di kelas IV SDN Selacau Kec. Batujajar Kab. Bandung Barat. Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan Model Cooperative Learning Tipe Teams Games Tournamen dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalan operasi bilangan bulat. Hal ini terbukti dengan meningkatnya hasil tes formatif siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Hartati (2011) dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa pada materi operasi hitung bilangan bulat di kelas VI MI Miftahul Falah Bodeh Pucakwangi Pati Tahun Pelajaran 2011/2012. Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan Model Cooperative Learning Tipe Teams Games Tournamen dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam operasi bilangan bulat. Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti yaitu sama-sama meneliti kemampuan berhitung. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa dengan penggunaan Model Cooperative Learning Tipe Teams Games Tournamen dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam operasi bilangan bulat. E. Kerangka Pemikiran Dalam rangka menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, di samping siswa termotivasi untuk menginput materi yang mareka terima, guru harus mampu menerapkan model pembelajaran yang tepat. Demikian pula dalam pembelajaran matematika. Guru harus memperhatikan kesesuaian antara pokok bahasan yang diajarkan dengan model pembelajaran yang digunakan. Hal ini dikarenakan guru masih mengajar secara kovensional sekaligus tidak menggunakan media pembelajaran yang menarik. Pembelajaran yang demikian menyebabkan siswa menjadi pasif dan mengalami kejenuhan dalam belajar. Selain itu siswa tidak memiliki ketertarikan untuk belajar mata pelajran matematika sehingga kemampuan dan hasil belajar siswa rendah. Menyikapi kenyataan ini, peneliti menilai perlu digunakan model cooperative learning dengan tipe TGT. TGT merupakan metode pembelajaran yang menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan sistem skor kemajuan individu, di mana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka (Slavin, 2005:163-165). Dengan demikian, dapat ditegaskan lagi bahwa untuk meningkatkan kemampuan dan hasil belajar matematika siswa kelas VI SDN 1 Cimareme pada materi operasi hitung bilangan bulat, guru perlu menerapkan model cooperative learninglearning tipe TGT. Hubungan variabel model cooperative learning tipe TGT dengan kemampuan berhitung operasi hitung bilangan bulat dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 2.1 Kerangka berpikir F. Asumsi dan Hipotesis 1. Asumsi Untuk mengatasi masalah yang sedang di rasakan oleh guru kelas IV SDN 1 Cimareme Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat maka peneliti memilih model cooperative learning tipe Teams Games Tournamen sebagai solusi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan dan hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika tentang operasi hitung bilangan bulat. Pendekatan yang digunakan dalam Teams Games Tournamen adalah pendekatan secara tim yaitu dengan membentuk tim-tim kecil dalam pembelajaran. Pembentukan tim kecil akan membuat siswa semakin aktif dalam pembelajaran sehingga siswa dapat memahami dengan mudah operasi hitung bilangan bulat. 2. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan menerapkan model cooperative learning tipe TGT pada materi operasi hitung bilangan bulat dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN 1 Cimareme Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat.

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 28 Jun 2016 09:34
Last Modified: 28 Jun 2016 09:34
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/5287

Actions (login required)

View Item View Item