AI MARLIAH, 105060062 (2016) PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PEMECAHAN MASALAH DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.
Text
cover.docx Download (20kB) |
|
Text
lembar pengesahan.docx Download (14kB) |
|
Text
motto.docx Download (13kB) |
|
Text
LEMBAR PERNYATAAN.docx Download (13kB) |
|
Text
ABSTRAK.docx Download (14kB) |
|
Text
KATA PENGANTAR.docx Download (13kB) |
|
Text
UCAPAN TERIMA KASIH.docx Download (13kB) |
|
Text
DAFTAR ISI.docx Download (28kB) |
|
Text
BAB I ACC.doc Download (90kB) |
|
Text
BAB II ACC.docx Download (77kB) |
|
Text
BAB III ACC.doc Restricted to Repository staff only Download (287kB) |
|
Text
BAB IV JADI.doc Restricted to Repository staff only Download (1MB) |
|
Text
BAB V.doc Restricted to Repository staff only Download (47kB) |
|
Text
DAFTAR PUSTAKA.doc Download (29kB) |
|
Text
RIWAYAT HIDUP.docx Download (51kB) |
Abstract
ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh hasil observasi awal yang dilakukan di SDN Cidadap II Kota Bandung bahwa kemampuan keterampilan pemecahan masalah siswa pada pembelajaran tematik masih kurang optimal. Untuk mengatasi hal tersebut peneliti berusaha melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peningkatan kemampuan keterampilan pemecahan masalah siswa melalalui penerapan model Problem Based Learning dalam pembelajaran IPS. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan pemecahan masalah siswa dalam pembelajaran tematik dengan menggunakan model Problem Based Learning, sedangkan bagi guru dapat menambah pengetahuan dan keterampilan guru dalam pelaksanaan pembelajaran. Penelitian dilakukan di SDN Cidadap II kelas IV tahun ajaran 2014-2015. Berdasarkan hasil pengolahan data lembar observasi dan hasil tes pada saat pembelajaran. Dilihat dari observasi hasil keterampilan pemecahan masalah, pada siklus I keterampilan pemecahan masalah pada indikator ke-1 mencapai 58,83% sedangkan untuk indikator ke-2 mencapai 52,94% , pada siklus ke II menunjukan hasil yang positif yaitu indikator pemecahan masalah ke-1 mencapai 76,47% sedangkan untuk indikator ke-2 mencapai 85,29% terhadap pembelajaran tematik pada tema Tema Indahnya Kebersamaan, Subtema Kebersamaan Dalam Keberagaman, pembelajaran 5 menggunakan model Problem Based Learning , karena model pembelajaran ini menitik beratkan kepada belajar secara berkelompok, yaitu setiap siswa dapat berdiskusi dengan baik bersama teman sekelompoknya sehingga dapat membangun pemahamannya sendiri dalam proses keterampilan pemecahan masalah selama pembelajaran berlangsung. Jadi dapat disimpulkan bahwa penerapan model Problem Based Learning dapat meningkatkan keterampilan pemecahan masalah pada Tema Indahnya Kebersamaan, Subtema Kebersamaan Dalam Keberagaman, pembelajaran 5 pada pembelajaran tematik kelasI V SDN Cidadap II Kota Bandung. Kata kunci : Penerapan model Cooperative Learning tipe STAD, Pemahaman konsep. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menciptakan suasana pendidikan yang bermakna (meaning full learning) serta meningkatkan partisipasi belajar siswa maka dalam setiap pembelajaran harus menggunakan strategi dan pendekatan pembelajaran yang tepat agar hasil pembelajaran itu sesuai dengan tujuan yang kita inginkan. Pembangunan nasional dilaksanakan untuk mewujudkan tujuan nasional, sebagaimana termaksud dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV, menyebutkan : Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pendidikan dalam rangka upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan dari negara-negara merdeka di dunia, karena pada dasarnya peranan pendidikan sangat berpengaruh dalam proses majunya pembangunan suatu Negara. Suatu negara yang kualitas pendidikannya tinggi, maka akan mempermudah menuju terwujudnya kemajuan pembangunan sebagaimana yang dicita-citakan oleh setiap negara, sebaliknya suatu negara yang kualitas pendidikannya rendah maka akan cenderung dihadapkan pada masalah-masalah yang sulit untuk dipecahkan, sehingga menghambat pembangunan di dalam negara tersebut. Seperti yang disebutkan dalam Undang-undang RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 1 butir 1) menegaskan bahwa: Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dari isi UU di atas dapat dijelaskan bahwa kegiatan pendidikan harus selalu mensinergikan proses pembiasaan siswa dalam keseluruhan proses sosial dan budaya di lingkungannya dalam upaya mendukung keseluruhan potensi siswa secara utuh dan menyeluruh, yang berlangsung sepanjang perjalanan hidup dan konteks kehidupan di dalam lingkungannya. Selain itu juga dijelaskan bahwa sistem pendidikan yang seluruh komponennya saling terkait secara terpadu dalam mencapai tujuan pendidikan nasional, karena pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Hal ini sejalan dengan kurikulum 2013 yang dilandasi dengan filosofi yang memberikan dasar bagi pengembangan seluruh potensi peserta didik menjadi manusia Indonesia berkualitas yang tercantum dalam tujuan pendidikan nasional berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (Peraturan Pemerintah no 67 tahun 2013) menarik kesimpulan sebagai berikut : Kurikulum 2013 pada dasarnya merupakan strategi pengembangan kurikulum yang bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga Negara yang beriman, produktif dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan masyarakat, berbangsa, bernegara dan peradaban dunia. Pada pembelajaran di SD/MI dan sederajat, Kurikulum 2013 menyarankan keutamaan penggunaan model pembelajaran dengan pendekatan tematik terpadu (PTP) atau pembelajaran tematik integratif. Pembelajaran tematik sebagai pendekatan baru merupakan seperangkat wawasan dan aktifitas berpikir dalam merancang butur-butir pembelajaran yang ditujukan untuk menguntai tema, topik maupun pemahaman dan ketrampilan yang diperoleh siswa sebagai pembelajaran secara utuh dan padu. Model pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang menunjukan kaitan unsur-unsur konseptual baik didalam maupun antar mata pelajaran, untuk memberi peluang bagi terjadinya pembelajaran yang efektif dan untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi anak. Oleh karena itu, untuk mengukur tingkat kemampuan pemecahan masalah siswa, maka guru perlu mengembangkan pendekatan pembelajaran yang memberikan soal-soal pemecahan masalah yang berkaitan dengan fenomena aktual yang terjadi di sekitar siswa. Untuk membantu melaksanakan pembelajaran yang efektif, selain menerapkan pendekatan pembelajaran tuntas dan penilaian berkelanjutan yang mencakup tiga aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor, guru juga perlu mengadakan penilaian dengan cara lain melalui karya tulis, karya non tulis, hasil penyelidikan siswa, dan pendekatan problem based learning serta media masa siswa agar guru memperoleh informasi yang lengkap mengenai perkembangan dan kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran. Cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui belajar tematik karena konsep pembelajaran tematik memiliki keterkaitan yang kuat dan jelas dengan realita kehidupan yang ada di Indonesia sehingga memungkinkan siswa mampu berpikir rasional. Agar dapat berpikir kritis, logis, sistematis, kreatif, dan rasional, maka kemampuan siswa itu perlu dipupuk dan ditumbuhkembangkan oleh guru. Dalam setiap pembelajaran.siswa selalu diberikan soal atau masalah-masalah yang aktual dan kontekstual yang memerlukan pemikiran matang untuk memecahkannya. Sehingga, melalui pembelajaran tematik mereka akan terbiasa menghadapi masalah sekaligus mendapatkan solusinya. Titik tolak pemikiran dalam penelitian ini adalah paradigma siswa diajar dan guru mengajar lebih baik beralih ke pandangan bahwa siswa belajar, siswa mempelajari berbagai hal terus-menerus dalam perjalanan hidupnya. Sekolah merupakan tempat dan sarana yang ideal bagi siswa untuk memperoleh kesempatan belajar. Meskipun demikian, kegiatan belajar adalah kegiatan sepanjang hayat, kegiatan yang tidak berhenti pada saat siswa tamat sekolah. Dari pernyataan tersebut maka dapat dijelaskan bahwa pembelajaran yang efektif akan tercipta apabila siswa dapat belajar dari berbagai sumber, tidak hanya dari gurunya saja. Namun siswa lebih banyak mengkontruksi informasi berdasarkan pengetahuan yang telah ia peroleh dan ia temukan sendiri dari proses pembelajaran dan negoisasi pendapat dengan temannya. Maka dengan adanya proses pembelajaran yang efektif timbul kemampuan berpikir kritis dari informasi yang didapat untuk memecahkan masalah yang diberikan. Dengan demikian waktu yang diperlukan siswa untuk belajar relatif lebih singkat dibandingkan dengan pembelajaran teacher centered. Selain menghemat energi guru siswa mampu memperoleh informasi lebih banyak melalui proses pembelajaran yang ia alami sendiri. Pembelajaran seperti ini sebaiknya dilakukan untuk menyampaikan seluruh mata pelajaran termasuk pembelajaran Pendidikan tematik. Penerapan metode pembelajaran dalam proses belajar mengajar di kelas, diduga dapat berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis yang dicapai siswa. Hal ini disebabkan metode pembejalaran berkaitan dengan keterlibatan mental secara penuh antara guru dan siswa dalam proses belajar mengajar. Salah satu alternatif dalam menyelesaikan permasalahan pembelajaran tematik adalah dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning. Penerapan model Problem Based Learning diharapkan dapat meningkatkan keterampilan pemecahan masalah sehingga siswa mampu memahami materi pembelajaran tematik. Berdasarkan hasil observasi lapangan yang dilakukan di SD Cidadap II Bandung, peneliti memperoleh bahwa banyak peserta didik yang sulit memahami materi pada pembelajaran tematik. Hal tersebut dapat dilihat dari keterampilan pemecahan masalah siswa yang sebagian besar belum mencapai standar yang ditentukan. Dalam kegiatan observasi yang dilaksanakan, peneliti melakukan tanya jawab dengan peserta didik dan guru kelas IV secara garis masalah dikemukakan peserta didik dan guru adalah kurang minatnya siswa dalam memahami materi, sehingga siswa tidak dapat menemukan pemecahan masalah pada beberapa materi dan tugas yang diberikan, sarana dan prasarana penunjang pembelajaran yang belum memadai dan pendidik belum menemukan strategi dan model pembelajaran yang efektif untuk memecahkan permasalahan tematik. Berdasarkan permasalahan yang diperoleh dari hasil observasi di SD Cidadap II Bandung, maka diperlukan adanya suatu tindakan yang dilakukan untuk menjawab semua permasalahan yang timbul pada pembelajaran tematik di kelas IV yaitu dengan melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Salah satunya adalah dengan menerapkan strategi dan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kondisi siswa dan materi ajar. Salah satu alternatif dalam menyelesaikan permasalahan pembelajaran tematik adalah dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning. Penerapan model Problem Based Learning diharapkan dapat meningkatkan keterampilan pemecahan masalah sehingga siswa mampu memahami materi pembelajaran tematik. Berdasarkan paparan latar belakang diatas, peneliti mengangkat judul penelitian tindakan kelas yang berjudul penggunaan model pembelajaran problem based learning untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah dalam pembelajaran tematik (penelitian tindakan kelas pada tema indahnya kebersamaan, subtema kebersamaan dalam keberagaman, pembelajaran 5 di kelas IV semester 1 SD Cidadap II Bandung). B. Identifikasi Masalah Bertolak dari latar belakang di atas, maka penulis menemukan masalah pada pembelajaran tematik di kelas IV semester 1 SD Cidadap II Bandung di antaranya: a. Suasana pembelajaran di kelas kurang menarik karena guru hanya menggunakan metode ceramah dan penugasan (PR) pada siswa. Kalaupun ada penugasan, siswa hanya diberi pekerjaan rumah yang dinilai secara individual oleh guru tanpa didiskusikan di kelas. Sehingga tidak terciptanya suasana yang nyaman dan menyenangkan dalam proses pembelajaran tematik. b. Aktivitas di kelas cenderung pasif karena Kurangnya pengetahuan dan pemahaman guru mengenai model-model pembelajaran yang inovatif dalam pembelajaran tematik. c. Berdasarkan hasil penelitian sementara di SDN Cidadap II rata-rata keterampilan pemecahan masalah siswa rendah terutama dalam indikator aktif bertanya dan merespon pertanyaan saat pembelajaran berlangsung serta kemampuan mencari suatu penyelesaian permasalahan dengan cara berkelompok selama proses pembelajaran tematik yang berpengaruh juga terhadap hasil belajar siswa selanjutnya. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka secara umum permasalahan yang akan diteliti adalah : “ Apakah penggunaan model pembelajaran problem based learning dapat meningkatkan keterampilan pemecahan masalah siswa dikelas IV semester 1 di SD Cidadap II pada tema indahnya kebersamaan, subtema kebersamaan dalam keberagaman, pembelajaran 5 ?” Sedangkan secara khusus, rumusan masalah penelitian ini adalah: a. Bagaimana perencanaan pembelajaran dalam menggunakan model pembelajaran problem based learning untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah di kelas IV semester 1 di SD Cidadap II pada tema indahnya kebersamaan subtema kebersamaan dalam keberagaman, pembelajaran 5 ? b. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran dalam menggunakan model pembelajaran problem based learning untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah di kelas IV semester 1 di SD Cidadap II pada tema indahnya kebersamaan, subtema kebersamaan dalam keberagaman, pembelajaran 5 ? c. Seberapa besar peningkatan hasil belajar siswa setelah penerapan problem based learning pada materi sub tema 2 dalam pembelajaran tematik untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah pada siswa kelas IV SDN Cidadap II pada tema indahnya kebersamaan, subtema kebersamaan dalam keberagaman, pembelajaran 5 ? D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dirumuskan diatas, maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui apakah penggunaan model pembelajaran problem based learning dapat meningkatkan keterampilan pemecahan masalah siswa pada pembelajaran tematik pada tema indahnya kebersamaan, subtema kebersamaan dalam keberagaman, pembelajaran 5. 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk dapat mengetahui bagaimana perencanaan pembelajaran dalam menggunakan model pembelajaran problem based learning untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah di kelas IV semester 1 di SD Cidadap II pada pembelajaran tematik. b. Untuk dapat mengetahui bagaimana pelaksanaan pembelajaran dalam menggunakan model pembelajaran problem based learning untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah di kelas IV semester 1 di SD Cidadap II pada pembelajaran tematik. c. Untuk dapat mengetahui seberapa besar hasil peningkatan keterampilan pemecahan masalah setelah penerapan problem based learning pada tema indahnya kebersamaan, subtema kebersamaan dalam keberagaman, pembelajaran 5 dalam pembelajaran tematik pada siswa kelas IV SDN Cidadap II. E. Manfaat Penelitian Hasil dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas yang merupakan self reflected teaching ini akan memberikan manfaat yang berarti baik bagi perorangan maupun institusi, yaitu: 1. Bagi siswa a. Dapat mengembangkan pola pikir anak dalam pembelajaran b. Dengan penyajian yang menarik siswa yang lebih menarik karena guru menggunakan model pembelajaran problem based learning. c. Diharapkan keterampilan pemecahan masalah siswa meningkat dan dapat mengeksplor kemampuan afektif, psikomotor dan kognitif yang ada pada diri siswa. 2. Bagi guru a. Guru diharapkan dapat menambah wawasan guru dalam model Problem Based Learning. b. Setelah membaca hasil penelitian ini diharapkan dapat guru dapat menerapkan model pembelajaran problem based learning sebagai alat bantu mengajar sehingga penyajiannya lebih menarik dan keterampilan pemecahan masalah siswa meningkat. c. Memperoleh pengalaman dalam penggunaan model-model pembelajaran pada pembelajaran tematik. 3. Bagi sekolah, a. Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan penerapan model-model pembelajaran tematik dan pengembangan penelitian tindakan kelas bagi tercapainya pendidikan yang berkualitas. b. Memberikan gagasan baru dalam pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah siswa dan sebagai nilai tambah dan perbaikan materi pembelajaran bagi SDN Cidadap II Bandung. c. Sebagai nilai tambah dan perbaikan materi pembelajaran. F. Definisi Operasional Untuk menghindari kemungkinan terjadinya salah penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam judul penelitian ini karena itu, penulis akan mendefinisikan secara operasional istilah-istilah tersebut sebagai berikut: 1. Pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (Jauhar, 2011:51) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. 2. Keterampilan pemecahan masalah (Hayes, 2002:2) dapat dipandang sebagai proses yang meminta siswa untuk menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu yang digunakan untuk memecahkan masalah yang baru. 3. Pembelajaran tematik (BSNP, 2006:35) merupakan pendekatan pembelajaran yang menunjukan kaitan unsur-unsur konseptual baik didalam maupun antar mata pelajaran, untuk memberi peluang bagi terjadinya pembelajaran yang efektif dan untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi anak. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Belajar dan Pembelajaran a. Konsep Belajar Belajar merupakan sebuah proses yang komplek yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup. Siswa sudah belajar jika mereka sudah hafal dengan hal-hal yang telah dipelajarinya, sudah barang tentu pengertian belajar seperti ini belum memadai makna belajar. Menurut Gagne (dalam Suprijono, 2011: 2) mengemukakan “bahwa belajar adalah perubahan diposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah”. Belajar sebagai konsep mendapatkan pengetahuan dalam praktiknya banyak dianut. Guru bertindak sebagai pengajar yang berusaha memberikan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan peserta didik giat mengumpulkan atau menerimanya. Menurut H. C. Witherington (dalam Nara,2010: 4) menjelaskan bahwa pengertian belajar sebagai “suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan kepribadian atau suatu pengertian”. Berdasarkan pendapat diatas bahwa seseorang dikatakan telah belajar kalau sudah terdapat perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungannya, bukan karena pertumbuhan fisik dan kedewasaannya. Guru sebagai fasilitator dan motivator peserta didik yang memiliki beragam potensi, karakter dan kebutuhan dalam belajar perlu memahami karakteristik perilaku belajar siswa. Menurut Makmum (2007: 158) kita dapat mengidentifikasi beberapa ciri perubahan yang merupakan perilaku belajar siswa, di antaranya: 1) Bahwa perubahan intensional, dalam arti pengalaman atau praktik atau latihan itu dengan sengaja dan disadari dilakukannya dan bukan secara kebetulan, dengan demikian, perubahan karena kemantapan dan kematangan atau keletihan atau karena penyakit tidak dipandang sebagai perubahan hasil belajar. 2) Bahwa perubahan itu positif, dalam arti sesuai seperti yang diharapkan (normative) atau kriteria keberhasilan (criteria of success) baik dipandang dari segi siswa (tingkat abilitasnya) maupun dari segi guru (tuntutan masyarakat orang dewasa sesuai dengan tingkatan standar kulturnya). 3) Bahwa perubahan itu efektif, dalam arti membawa pengaruh dan makna tertentu bagi pelajar itu (setidak-tidaknya sampai batas waktu tertentu) relatif tetap dan setiap saat dalam pemecahan masalah (problem solving), baik dalam ujian, ulangan, dan sebagainya maupun dalam penyesuain diri dalam kehidupan sehari-hari dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya. Belajar terjadi karena adanya dorongan dan tujuan yang ingin dicapai dalam proses belajar. Tujuan belajar sangat banyak dan bervariasi seperti yang dikemukakan oleh Suprijono, (2011: 5). Tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan intruksional, lazim dinamakan instructional effects, yang biasa berbentuk pengetahuan dan keterampilan. Sementara tujuan belajar sebagai hasil yang menyertai tujuan instruksional lazim disebut murturant effects. Bentuknya berupa, kemampuan berfikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, menerima orang lain. Tujuan ini merupakan konsekuensi logis dari peserta didik “menghidupi” (live in) suatu sistem lingkungan belajar tertentu. Dari uraian diatas nampak bahwa belajar merupakan rangkaian aktifitas yang komplek, tetapi dilakukan dengan sadar oleh seseorang yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. b. Konsep Pembelajaran Menurut Winkel ( dalam Nara, 2010: 12) pembelajaran adalah “seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa dengan memperhitungkan kejadian-kejadian ekstrim yang berperanan terhadap rangkaian kejadian-kejadian interal yang berlangsung dialami siswa”. Sementara menurut Gagne (dalam Nara 2012: 12) mendefinisikan pembelajaran sebagai “pengaturan peristiwa secara seksama dengan magsud agar terjadi belajar dan membuatnya berhasil guna”. Salah satu pengertian pembelajaran seperti yang dikemukakan oleh Gagne diatas akan lebih memperjelas makna yang terkandung dalam pembelajaran. Pembelajaran adalah seperangkat peristiwa-peristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung beberapa proses belajar yang sifatnya internal. Pembelajaran dimagsud untuk menghasilkan belajar, situasi eksternal harus dirancang sedemikian rupa untuk mengaktifkan, mendukung dan mempertahankan proses internal yang terdapat dalam setiap peristiwa belajar. Dari beberapa pengertian pembelajaran yang telah dikemukakan, maka terdapat ciri-ciri pembelajaran yang dikemukakan Nara (2010: 13), yaitu a) merupakan upaya sadar dan disengaja, b) pembelajaran harus membuat siswa belajar, c) tujuan harus diterapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan, d) pelaksanaanya terkendali, baik isinya,waktu, proses maupun hasilnya. Dalam melaksanakan pembelajaran agar dapat tercapainya hasil yang lebih maksimal guru harus memperhatikan prinsip pembelajaran yang dapat dilakukan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Gagne, (dalam Nara, 2011: 16-17) mengatakan ada sembilan prinsip pembelajaran yaitu: 1) Menarik perhatian (gaining attention): hal yang menimbulkan minat siswa dengan mengemukakan sesuatu yang baru, aneh, kontradiksi atau kompleks. 2) Menyampaikan tujuan pembelajran (informing learner of the objectives): memberikan kemampuan yang harus dikuasai siswa setelah selesai mengikuti pembelajaran. 3) Mengingat konsep/prinsip yang telah dipelajari (stimulating recall of prior learning): merangsang ingatan tentang pengetahuan yang telah dipelajari yang menjadi prasyaratan untuk mempelajari materi yang baru. 4) Menyampaikan materi pelajaran (presenting the stimulus): menyampaikan materi-materi pembelajaran yang telah direncanakan. 5) Memberikan bimbingan belajar (providing learner guidance): memberikan pertanyaan-pertanyaan yang membimbing proses/alur berfikir siswa agar memiliki pemahaman yang lebih baik. 6) Memperoleh kinerja atau penampilan siswa (eliciting performance): siswa diminta untuk menunjukkan apa yang telah dipelajari atau penguasaan terhadap materi. 7) Memberikan balikan (providing feedback) memberikan seberapa jauh ketepatan performance siswa. 8) Menilaihasil belajar (assessing performance): memberikan tes atau tugas untuk mengetahui seberapa jauh siswa menguasai tujuan pembelajaran. 9) Memperkuat retensi dan transfer belajar (enhancing retention and transfer): merangsang kemampuan mengingat-ingat dan menstransfer dengan memberikan rangkuman, mengadakan review atau mempraktikan apa yang telah dipelajari. Dari pernyataan diatas pembelajaran dapat dikatakan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk mengorganisasi, memfasilitasi dan meningkatkan intensitas dan kualitas belajar pada diri siswa, maka kegiatan pembelajaran erat dengan jenis belajar dan hasil belajar itu sendiri. Pembelajaran harus menghasilkan belajar, tetapi tidak semua proses belajar terjadi akibat pembelajaran bisa saja terjadi dalam konteks interaksi sosial dalam lingkungan masyarakat. 2. Model Pembelajaran Problem Based Learning a. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikolog pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional dikelas. Mills (dalam Suprijono, 2011: 45) mengatakan bahwa model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Model merupakan interprestasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem. Menurut Dahlan (dalam Isjoni, 2007:49) “Model mengajar dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberikan petunjuk kepada pengajar dikelas”. Robert M. Gagne dan leslie J. Briggs (dalam Gunawan, 2011:47) mengemukakan beberapa pendapat yang melandasi proses pembelajaran. Pertama, pembelajaran bertujuan memberikan bantuan agar belajar siswa menjadi efektif dan efisien. Kedua, pembelajaran bersifat terprogram. Ketiga, pembelajaran dirancang melalui pendekatan sistem. Keempat, pembelajaran yang dirancang harus sesuai berdasarkan pendekatan system. Kelima, pembelajaran dirancang berdasarkan pengetahuan tentang teori belajar. Dalam penerapan model pembelajaran yang digunakan harus sesuai dengan kebutuhan siswa karena masing-masing model pembelajaran memiliki tujuan, prinsip, dan tekanan utama yang berbeda-beda. Menurut Joice dan Weil (dalam Isjoni, 2007: 50) model pembelajaran adalah suatu pola atau rencana yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pembelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar dikelasnya. Model pembelajaran perlu dipahami guru agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dalam meningkatkan hasil pembelajaran. Dalam prakteknya semua model pembelajaran bisa dikatakan baik jika memenuhi prinsip-prinsip pembelajaran. Hasan, (dalam Isjoni, 2011: 50) mengatakan ada lima prinsip model pembelajaran, sebagai berikut: Pertama, semakin kecil upaya yang dilakukan guru dan semakin besar aktifitas belajar siswa, makan hal itu semakin baik. Kedua, semakin sedikit waktu yang diperlukan guru untuk mengaktifkan siswa belajar juga semakin baik. Ketiga, sesuai dengan cara belajar siswa yang dilakukan. Keempat, dapat dilaksanakan dengan baik oleh guru. Kelima, tidak ada satupun metode yang paling sesuai untuk segala tujuan, jenis materi, dan proses belajar yang ada. Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide. Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktifitas belajar mengajar dan hasil belajar siswa. b. Model Pembelajaran Problem Based Learning Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning), selanjutnya disingkat PBL merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang terhubung dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah. Problem Based Learning (PBL) adalah salah satu model yang dapat dikembangkan guru dalam pembelajaran pemecahan masalah. Dalam PBL siswa dituntut untuk menginvestigasi suatu masalah secara berkelompok kemudian mencari penyelesaian dari masalah tersebut. Dalam setiap pembelajaran, guru tidak boleh bersikap determinisme terhadap siswanya. Dalam artian guru tidak boleh membeda-bedakan siswanya, baik secara status sosial, gender, ras, agama, kecerdasan, dan lain-lain. Hal ini dilakukan agar siswa merasa nyaman dan termotivasi mengikuti kegiatan pembelajaran, sehingga pembekalan keterampilan pemecahan masalah pada siswa dapat terpenuhi. Bertumpu pada penjelasan pengertian yang dikemukakan oleh jauhar (2011:51) peneliti mengambil intinya bahwa “PBL merupakan model yang memusatkan pada masalah kehidupan yang bermakna bagi siswa. Sedangkan peran guru hanya sebatas menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan siswa terhadap masalah yang diberikan”. Selain itu Howard Barrowa dan Kelson (Amir, 2010:21) juga ikut andil dalam mengemukakan pendapatnya mengenai PBL, kedua orang tersebut mengemukakan bahwa “PBL adalah kurikulum dan proses pembelajaran”. Maksudanya bahwa didalam kurikulumnya dirancang masalah-masalah yang menuntut peserta didik mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajaran menggunakakn pendekatan sistematik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam karir dan kehidupan sehari-hari. Secara langsung siswa belajar mandiri dan menjadikan dirinya dewasa dalam berpikir untuk memecahkan suatu masalah yang sedang ia pelajari bahkan siswa dapat mengaplikasikannya dalam masalah yang ia hadapi dikehidupan nyata. Sedangkan berdasarkan rumusan dari Dutch (Amir, 2010, h. 21) “PBL merupakan metode instruksional yang menantang peserta didik belajar untuk belajar dengan cara bekerja sama dalam kelompok untuk mencari solusi masalah yang nyata. Masalah tersebut digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan atas materi pelajaran serta kemampuan analisis peserta didik dalam mengkajinya”. PBL mempersiapkan peserta didik untuk berpikir kritis dan analisis, dan untuk mencari serta menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai serta mendidik siswa untuk belajar mandiri dalam melaksanakan pembelajarannya. Tidak hanya disuapi ilmu oleh guru akan tetapi siswa sendiri yang mencari ilmu tersebut dengan cara berpikir kritis dan mencari melalui media lain (seperti buku, media cetak, media visual, media audio, media audio visual, dan lain-lain) karena informasi dapat ditemukan dimana saja. c. Strategi Pembelajaran Problem Based Learning Ada lima strategi dalam menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBL) menurut Martinis Yamin dalam Duffy & Cunningham (2011:31) yaitu: 1) Permasalahan sebagai kajian. 2) Permasalahan sebagai penjajakan pemahaman 3) Permasalahan sebagai contoh 4) Permasalahan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses 5) Permasalahan sebagai stimulus aktifitas otentik d. Langkah-Langkah Pembelajaran Problem Based Learning Ada lima dalam model pembelajaran Problem Based Learning, yaitu: 1) Orientasi siswa kepada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya. 2) Mengorganisasi siswa untuk belajar Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas yang berhubungan dengan masalah tersebut. 3) Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok Guru membimbing siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah 4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan video dan model dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya. 5) Menganalisis dan mengevaluasi Guru membantu siswa untuk melakukan evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan Peran guru, siswa dan masalah dalam pembelajaran Problem Based Learning dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 2.1 Peran guru, siswa dan masalah dalam pembelajaran Problem Based Learning Guru sebagai pelatih Siswa sebagai problem solver Masalah sebagai awal tantangan dan motivasi 1. Asking about thinking ( bertanya tentang pemikiran) 2. Memonitor pembelajaran 3. Probbing ( menantang siswa untuk berfikir ) 4. Menjaga agar siswa terlibat 5. Mengatur dinamika kelompok 6. Menjaga berlangsungnya proses 1. Peserta yang aktif 2. Terlibat langsung dalam pembelajaran 3. Membangun pembelajaran 1. Menarik untuk dipecahkan 2. Menyediakan kebutuhan yang ada hubungannya dengan pelajaran yang dipelajari e. Pelaksanaan Model Pembelajaran Problem Based Learning Pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah secara ringkas sebagai berikut: 1) Tugas perencanaan Sesuai dengan hakekat interaktifnya pembelajaran berbasis masalah membutuhkan banyak perencanaan sepeti halnya model pembelajaran yang terpusat pada siswa lainnya: a) Penetapan tujuan Hendaknya difikirkan dahulu dengan matang tujuan yang hendak dicapai sehingga dapat dikomunikasikan dengan jelas kepada siswa. b) Merancang situasi masalah yang sesuai Beberapa guru dalam pembelajaran berbasis masalah memberikan siswa keleluasaan dalam memilih masalah untuk diselidiki karena cara ini dapat meningkatkan motivasi siswa. Masalah sebaiknya otentik (berdasarkan pada pengalaman dunia nyata siswa), mengandung teka-teki dan tidak memungkinkan kerjasama, bermakna bagi siswa dan konsisten dengan tujuan kurikulum. c) Organisasi sumber daya dan rencana logistik Dalam pembelajaran berbasis masalah ini siswa dimungkinkan bekerja dengan berbagai material dan peralatan, dan pelaksanaannya bias dilakukan di dalam kelas, di perpustakaan maupun di laboratorium, bahkan dapat pula dilakykuan di luar sekolah. 2) Tugas interaktif a) Orientasi siswa terhadap masalah Siswa perlu memahami bahwa tujuan pembelajaran berbasis masalah tidak untuk memperoleh masalah baru dalam jumlah besar, tetapi untuk melakukan penyelidikan terhadap masalah yang penting dan untuk menjadi pembelajaran yang mandiri. Cara yang baik untuk menyajikan masalah untuk sebuah pelajaran dalam pembelajaran berbasis masalah adalah dengan menggunakan kejadian yang mencengangkan yang dapat menimbulkan misteri dan keinginan untuk memecahkan masalah. b) Mengorganisasikan siswa untuk belajar Diperlukan pengembangan keterampilan kerjasama di antara siswa dan saling membantu untuk menyelidiki masalah secara bersama. Berkenaan dengan hal ini siswa memerlukan bantuan guru untuk merencanakan penyelidikan dan tugas-tugas pelaporan. c) Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok 1. Guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagai sumber. Siswa diberi pertanyaan yang membuat mereka memikirkan masalah dan jenis informasi yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah. Siswa diajarkan menjadi penyelidik yang aktif dan dapat menggunakan metode yang sesuai untuk masalah yang dihadapinya. 2. Guru mendorong siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan yang membuat mereka memikirkan masalah dan jenis informasi yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah. Selama tahap penyelidikan guru member bantuan yang dibutuhkan tanpa mengganggu siswa. 3. Puncak proyek-proyek pembelajaran berbasis masalah adalah penciptaan dan peragaan hasil karya seperti laporan, poster, model-model fisik. Tugas guru pada akhir pembelajaran berbasis masalah adalah membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan yang mereka gunakan. 3. Keterampilan Pemecahan Masalah a. Keterampilan Kata keterampilan sama artinya dengan kata kecekatan. Terampil atau cekatan adalah kepandaian melakukan sesuatu dengan cepat dan benar. Seseorang yang dapat melakukan sesuatu dengan cepat tetapi salah tidak dapat dikatakan terampil. Demikian pula apabila seseorang dapat melakukan sesuatu dengan benar tetapi lambat, juga tidak sapat dikatakan terampil. Definisi tentang keterampilan belajar seringkali didasarkan pada daftar keterampilan yang spesifik seperti mengorganisasi, memproses, dan menggunakan informasi yang diperoleh dari aktivitas membaca (Salinger, 1983). Moh. Surya (1992:28) mengungkapkan bahwa “keterampilan merupakan kegiatan-kegiatan yang bersifat neuromuscular, artinya menuntut kesadaaran yang tinggi. Dibandingkan dengan kebiasaan, keterampilan merupakan kegiatan yang lebih membutuhkan perhatian serta kemampuan intelektualitas, selalu berubah dan sangat disadari oleh individu”. Secara khusus, keterampilan belajar merupakan suatu teknik yang digunakan untuk memperoleh, mempertahankan, serta mengungkapkan pengetahuan dan merupakan cara untuk menyelesaikan persoalan. Dalam memperoleh keterampilan belajar, siswa akan menyadari bagaimana cara belajar yang terbaik sehingga menjadi lebih bertanggungjawab terhadap kegiatan belajarnya b. Pemecahan Masalah Menurut Hayes (Halgimon SL, 1992:2) mengatakan bahwa : Pemecahan masalah dapat dipandang sebagai proses yang meminta siswa untuk menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu yang digunakan untuk memecahkan masalah yang baru. Kepuasan akan tercapai apabila siswa dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Kepuasan intelektual ini merupakan motivasi intrinsik bagi siswa. Sedangkan menurut Polya (Firdaus 2009:40) juga menjelaskan bahwa : “pemecahan masalah merupakan usaha untuk mencari jalan keluar dari suatu kesulitan untuk mencapai suatu tujuan yang tidak segera dapat dicapai”. Memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses yang meminta siswa untuk menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu yang digunakan untuk memecahkan masalah yang baru. Pemecahan masalah dapat diartikan juga sebagai usaha yang dilakukan seseorang, yang mencakup kemampuan berpikir tingkat tinggi, untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman yang telah dimilikinya. Oleh karena itu untuk memecahkan suatu masalah diperlukan waktu yang relatif lebih lama dari pada proses pemecahan masalah rutin biasa. c. Keterampilan Pemecahan Masalah Pemecahan masalah sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kita sering menghadapi permasalahan yang harus segera kita pecahkan. Permasalahan-permasalahan tersebut perlu dibantu sejumlah pertanyaan-pertanyaan dan informasi yang ada. Menurut hudoyo (1996:90) “suatu pertanyaan merupakan suatu permasalahan apabila pertanyaan itu tidak bisa dijawab dengan prosedur rutin, sedangkan pemecahan masaah adalah proses penerimaan tantangan dan kerja keras untuk menyelesaikan masalah tersebut”. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa walaupun pemecahan masalah dapat didefinisikan secara berbeda oleh orang yang berbeda pada saat yang sama atau oleh orang yang sama pada saat yang berbeda tetapi pada hakekatnya semua sepakat bahwa pemecahan masalah mengandung pengertian sebagai proses berpikir tingkat tinggi yang memiliki peranan yang penting dalam pembelajaran. Dalam perencanaan guru harus merancang sedemikian rupa sehingga mampu merencang berpikir dan mendorong siswa menggunakan pikirannya secara sadar untuk memecahkan masalah. Sudam yang dikutip oleh Klurik dan Reys (Sumarno, 1994:14) merangkum karakteristik kemampuan problem solving yang baik sebagai berikut : 1) Mampu memahami konsep dan istilah matematika. 2) Mampu memahami keserupaan, perbedaan dan analogi. 3) Mampu mengidentifikasi unsur yang kritis dan memilih prosedur dan data yang benar. 4) Mampu memahami data yang tidak relevan. 5) Mampu mengestimasi dan menganalisis. 6) Mampu mengvisualisasikan dan (menggambarkan dan menginterpretasikan fakta kualitatif dan hubungan). 7) Mampu menggeneralisasi berdasarkan beberapa contoh mampu menukar mengganti metode dengan tepat. 8) Memiliki harga diri dan kepercayaan diri yang kuat disertai hubungan baik dengan sesame siswa. 9) Memiliki rasa cemas yang rendah. d. Strategi Pemecahan Masalah Menurut Dhoruri (2010:43), “keterampilan memecahkan masalah akan dicapai siswa jika dalam pembelajaran guru mengkondisikan siswa untuk dapat mengkontruksi pengetahuannya dan memfasilitasi siswa untuk melakukan aktivitas belajar yang melibatkan pemecahan masalah”. Empat tahap pemecahan masalah dari Polya tersebut merupakan satu kesatuan yang sangat penting untuk dikembangkan. Tatang Herman menyatakan bahwa, “salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan anak dalam pemecahkan masalah adalah melalui penyediaan pengalaman pemecahan masalah yang memerlukan strategi berbeda-beda dari satu masalah ke masalah lainnya”. Beberapa strategi pemecahan masalah yang dapat digunakan adalah sebagai berikut. 1) Strategi Act It Out Strategi ini dapat membantu siswa dalam proses visualisasi masalah yang tercakup dalam soal yang dihadapi. Dalam pelaksanaannya, strategi ini dilakukan dengan menggunakan gerakan-gerakan fisik atau dengan menggerakkan benda-benda kongkrit. Gerakan fisik ini dapat membantu atau mempermudah siswa dalam menemukan hubungan antara komponen-komponen yang tercakup dalam suatu masalah. Pada saat guru memperkenalkan strategi ini, sebaiknya ditekankan bahwa penggunaan obyek kongkrit yang dicontohkan sebenarnya dapat diganti dengan suatu model yang lebih sederhana misalnya gambar. Untuk memperkenalkan strategi ini, banyak masalah dalam kehidupan sehari-hari yang dapat digunakan sebagai tema atau konteks masalahnya. 2) Menemukan Pola Kegiatan matematika yang berkaitan dengan proses menemukan suatu pola dari sejumlah data yang diberikan, bagi anak usia sekolah dasar, dapat mulai dilakukan melalui sekumpulan gambar atau bilangan. Kegiatan yang mungkin dilakukan antara lain dengan mengobservasi sifat-sifat yang dimiliki bersama oleh kumpulan gambar atau bilangan yang tersedia. Sebagai suatu strategi untuk pemecahan masalah, pencarian pola yang pada awalnya hanya dilakukan secara pasif melalui klu yang diberikan guru, pada suatu saat keterampilan itu akan terbentuk dengan sendirinya sehingga pada saat menghadapi permasalahan tertentu, salah satu pertanyaan yang mungkin muncul pada benak seseorang antara lain adalah: “Adakah pola atau keteraturan tertentu yang mengaitkan tiap data yang diberikan ?”. Tanpa melalui latihan, sangat sulit bagi seseorang untuk menyadari bahwa dalam permasalahan yang dihadapinya terdapat pola yang bisa diungkap. 3) Tebak dan Periksa (Guess and Check) Strategi menebak yang dimaksudkan disini adalah menebak yang didasarkan pada alasan tertentu serta kehati-hatian. Selain itu, untuk dapat melakukan tebakan dengan baik seseorang perlu memiliki pengalaman cukup yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi. Contoh soal di bawah ini memuat masalah yang dapat diselesaikan dengan menggunakan strategi tebak dan periksa. 4) Membuat Gambar atau Diagram Strategi ini dapat membantu siswa untuk mengungkapkan informasi yang terkandung dalam masalah sehingga hubungan antar komponan dalam masalah tersebut dapat terlihat dengan lebih jelas. Pada saat guru mencoba mengajarkan strategi ini, penekan perlu dilakukan bahwa gambar atau diagram yang dibuat tidak perlu sempurna, terlalu bagus atau terlalu detail. Hal yang perlu digambar atau dibuat diagramnya adalah bagian-bagian terpenting yang diperkirakan mampu memperjelas permasalahan yang dihadapi. 5) Membuat Tabel Mengorganisasi data ke dalam sebuah tabel dapat membantu kita dalam mengungkapkan suatu pola tertentu serta dalam mengidentifikasi informasi yang tidak lengkap. Penggunaan tabel merupakan langkah yang sangat efisien untuk melakukan klasifikasi serta menyusun sejumlah besar data sehingga apabila muncul pertanyaan baru berkenaan dengan data tersebut, maka kita akan dengan mudah menggunakan data 9 tersebut, sehingga jawaban pertanyaan tadi dapat diselesaikan dengan baik. 6) Memperhatikan Semua Kemungkinan Secara Sistematik Strategi ini biasanya digunakan bersamaan dengan strategi mencari pola dan menggambar tabel. Dalam menggunakan strategi ini, kita mungkin tidak perlu memperhatikan keseluruhan kemungkinan yang bisa terjadi. Yang kita perhatikan adalah semua kemungkinan yang diperoleh dengan cara yang sistematik. Yang dimaksud sistematik disini misalnya dengan mengorganisasikan data berdasarkan kategori tertentu. Namun demikian, untuk masalah-masalah tertentu, mungkin kita harus memperhatikan semua kemungkinan yang bisa terjadi. 7) Strategi Kerja Mundur Suatu masalah kadang-kadang disajikan dalam suatu cara sehingga yang diketahui itu sebenarnya merupakan hasil dari proses tertentu, sedangkan komponen yang ditanyakan merupakan komponen yang seharusnya muncul lebih awal. Penyelesaian 10 masalah seperti ini biasanya dapat dilakukan dengan menggunakan strategi mundur. 8) Menentukan yang diketahui, yang ditanyakan, dan informasi yang diperlukan. Strategi ini merupakan cara penyelesaian yang sangat terkenal sehingga seringkali muncul dalam buku-buku matematika termasuk dalam buku paket matematika untuk sekolah dasar di Indonesia. 9) Menggunakan Kalimat Terbuka Strategi ini juga termasuk sering diberikan dalam buku-buku matematika sekolah dasar. Walaupun strategi ini termasuk sering digunakan, akan tetapi pada langkah awal anak seringkali mendapat kesulitan untuk menentukan kalimat terbuka yang sesuai. Untuk sampai pada kalimat yang dicari, seringkali harus melalui penggunaan strategi lain, dengan maksud agar hubungan antar unsur yang terkandung di dalam masalah dapat dilihat secara jelas. Setelah itu baru dibuat kalimat terbukanya. 10) Menyelesaikan Masalah yang Mirip atau Masalah yang Lebih Mudah. Sebuah soal adakalanya sangat sulit untuk diselesaikan karena di dalamnya terkandung permasalahan yang cukup kompleks misalnya menyangkut bilangan yang sangat besar, bilangan sangat kecil, atau berkaitan dengan pola yang cukup kompleks. Untuk menyelesaikan masalah seperti ini, dapat dilakukan dengan menggunakan analogi melalui penyelesaian masalah yang mirip atau masalah yang lebih mudah. 11) Mengubah Sudut Pandang Strategi ini seringkali digunakan setelah kita gagal untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan strategi lainnya. Waktu kita mencoba menyelesaikan masalah, sebenarnya kita mulai dengan suatu sudut pandang tertentu atau mencoba menggunakan asumsi-asumsi tertentu. Setelah kita mencoba menggunakan suatu strategi dan ternyata gagal, kecenderungannya adalah kembali memperhatikan soal dengan menggunakan sudut pandang yang sama. Jika setelah menggunakan strategi lain ternyata masih tetap menemui kegagalan, cobalah untuk mengubah sudut pandang dengan memperbaiki asumsi atau memeriksa logika berfikir yang digunakan sebelumnya. 4. Pembelajaran Tematik Terpadu a. Pengertian Pembelajaran Tematik Konsep pembelajaran tematik adalah merupakan pengembangan dari pemikiran dua orang tokoh pendidikan yakni Jacob tahun 1989 dengan konsep pembelajaran interdisipliner dan Fogarty pada tahun 1991 dengan konsep pembelajaran terpadu. Pembelajaran tematik merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Dengan adanya pemaduan itu peserta didik akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran jadi bermakna bagi peserta didik. Bermakna disini memberikan arti bahwa pada pembelajaran tematik peserta didik akan dapat memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman lansung dan nyata yang menghubungkan antar konsep-konsep dalam intra maupun antar mata pelajaran. Jika dibandingkan dengan pendekatan konvensional, maka pembelajaran tematik tampak lebih menekankan pada keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik aktif terlibat dalam proses pembelajaran untuk pembuatan keputusan. BNSP (2006:35) menyatakan bahwa: Pengalaman belajar peserta didik menempati posisi penting dalam usaha meningkatkan kualitas lulusan. Untuk itu pendidik dituntut harus mampu merancang dan melaksanakan pengalaman belajar dengan tepat. Setiap peserta didik memerlukan bekal pengetahuan dan kecakapan agar dapat hidup dimasyarakat, dan bekal ini diharapkan diperoleh melalui pengalaman belajar disekolah. Oleh sebab itu pengalam belajar di sekolah sedapat mungkin memberikan bekal bagi peserta didik dalam mencapai kecakapan untuk berkarya. Kecakapan ini disebut dengan kecapan hidup yang cakupannya lebih luas dibanding hanya sekedar keterampilan. Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tama tertentu, dalam pembahasannya tema itu ditinjau dari berbagai mata pelajaran. Sebagai contoh, tema ”Air” dapat ditinjau dari mata pelajaran fisika, kimia, biologi dan matematik. Lebih luas lagi, tema itu dapat ditinjau dari bidang studi lain, seperti IPS, bahasa, agama dan seni. Pembelajaran tematik menyediakan keluasan dan kedalaman implementasi kurikulum, menawarkan kesempatan yang sangat banyak pada peserta didik untuk memunculkan dinamika dalam proses pembelajaran. Unit yang tematik adalah epitome dari seluruh bahasa pembelajaran yang memfasilitasi peserta didik untuk secara produktif menjawab pertanyaan yang dimunculkan sendiri dan memuaskan rasa ingin tahu dengan pengahayatan secara alamiah tetang dunia di sekitar mereka. b. Karakteristik Pembelajaran Tematik Menurut Sulisyanto (2008:45) sebagai suatu proses, pembelajaran tematik memiliki karakteristik sebagai berikut : 1) Pembelajaran berpusat pada peserta didik. Pembelajaran tematik dikatakan sebagai pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, karena pada dasarnya pembelajaran tematik merupakan suatu sistem pembelajaran yang memberikan keleluasan pada peserta didik baik secara individu maupun kelompok. Peserta didik dapat aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip dari suatu pengetahuan yang harus dikuasainya sesuai dengan perkembangannya. 2) Menekankan pembentukan pemahaman dan kebermaknaan. Pembelajaran tematik mengkaji suatu fenomena dari berbagai macam aspek yang membentuk semacam jalinan antar skemata yang dimiliki peserta didik, sehingga akan berdampak pada kebermaknaan dari materi yang dipelajari peserta didik. Hasil yang nyata didapat dari segala konsep yang diperoleh dan keterkaitannya dengan konsep-konsep lain yang di pelajari dan mengakibatkan kegiatan belajar lebih bermakna. Hal ini diharapkan akan berakibat kepada kemampuan peserta didik untuk dapat menerapkan perolehan belajarnya pada pemecahan masalah-masalah yang nyata dalam kehidupannya. 3) Belajar melalui pengalaman lansung. Pada pembelajaran tematik diprogramkan untuk melibatkan peserta didik secara lansung pada konsep dan prinsip yang dipelajari dan memungkinkan peserta didik belajar dengan melakukan kegiatan secara lansung. Sehingga peserta didik akan memahmi hasil belajarnya sesuai dengan fakta dan peristiwa yang mereka alami, bukan sekadar informasi dari guru. Pendidik lebih banyak bertindak sebagai fasilitator dan katalisator yang membimbing kearah tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan peserta didik sebagai actor pencari fakta dan informasi untuk mengembangkan pengetahuannya. 4) Lebih memperhatikan proses dari hasil semata. Pada pembelajaran tematik dikembangkan pendekatan discoveri inquiry (penemuan terbimbing) yang melibatkan peserta didik secara aktif dalam proses pembelajaran yaitu mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai proses evaluasi. Pembelajaran tematik dilaksanakan dengan melibatkan hasrat, minat, dan kemampuan peserta didik, sehingga dimungkinkan peserta didik termotivasi untuk belajar terus menerus. 5) Sarat dengan muatan keterkaitan. Pembelajaran tematik memusatkan perhatian pada pengamatan dan pengkajian suatu gejala atau peristiwa dari beberapa mata pelajaran sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak. Sehingga dimungkinkan peserta didik untuk memahami suatu fenomena pembelajaran dari segala sisi, yang pada gilirannya nanti akan membuat peserta didik lebih arif dan bijak dalam menyikapi atau menghadapi kejadian yang ada. c. Tujuan Pembelajaran Tematik Ada kecendrungan pemikiran dewasa ini bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, seperti keberhasilan dalam menyelesaikan ujian dan memenangkan lomba cerdas cermat, yang hanya membutuhkan pengetahuan sesaat. Tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan kehidupan jangka panjang. Anak tidak mampu mengaplikasikan pengetahuan yang diperolehnya dibangku sekolah kedalam dunia nyata pada kehidupan kesehariaannya. Pendidikan dasar yang menjadi landasan bagi pengembangan pendidikan pada jenjang selanjutnya, haruslah mampu berfungsi mengembangkan potensi diri peserta didik dan juga sikap serta kemampuan dasar yang diperlukan peserta didik untuk hidup dalam masyarakat, terutama untuk menghadapi perubahan-perubahan dalam masyarakat, baik dari sisi ilmu pengetahuan, teknologi, sosial maupun budaya ditingkat lokal ataupun global. Kemampuan dasar yang harus dimiliki peserta didik dan menjadi tujuan utama dalam pembelajaran di Sekolah Dasar ( SD ) adalah, kemampuan membaca, menulis dan berhitung atau seringkali disebut dengan istilah ”the 3Rs” Upaya untuk meningkatkan kualitas proses pembalajaran di kelas harus dilaksanakan karena inti dari peningkatan mutu pendidikan adalah meningkatnya mutu pelaksanaan proses pembelajaran di kelas. Proses pembelajaran yang terjadi di sekolah kita hari ini masih cenderung bersifat teoritik dan peran guru masih sangat dominan ( teacher centered ) dan gaya masih cendrung satu arah. Akhirnya, proses pembelajaran yang terjadi hanya sebatas pada penyampaian informasi ( transfer of knowledge ) kurang terkait dengan lingkungan sehingga peserta didik tidak mampu memanfaatkan konsep kunci keilmuan dalam proses pemecahan masalah kehidupan yang dialami peserta didik sehari-hari. Berdasarkan kondisi tersebut pemerintah melalui Badan Standar Pendidikan Nasional ( BNSP ) menetapkan pendekatan tematik sebagai pendekatan pembelajaran yang harus dilakukan pada peserta didik Sekolah Dasar ( SD ). Menurut BNSP (2006:35) : Penetapan pendekatan tematik dalam pembelajaran di SD dikarenakan perkembangan peserta didik pada kelas rendah Sekolah Dasar, pada umumnya berapa pada tingkat perkembangan yang masih melihat segala sesuatu sebagai suatu keutuhan ( holistik ) serta baru mampu memahami hubungan antara konsep secara sederhana. Oleh karena itu proses pembelajaran masih bergantung pada objek konkret dan pengalaman yang dialami secara lansung. d. Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran Tematik Pengembangan pembelajaran tematik secara psikologis adalah menurut teori belajar gestalt. Teori ini memandang kejiwaan manusia terkait pada pengamatan yang berujud pada bentuk menyeluruh. Menurut teori belajar ini seseorang belajar jika ia mendapat ”insight”. Insight itu diperoleh bila ia melihat hubungan tertentu antara berbagai unsur dalam situasi itu, hingga hubungan itu menjadi jelas baginya dan cara memecahkan masalah itu. Menurut Sulistyo (2008:73) secara umum pelaksanaan pembelajaran tematik memiliki tiga tahapan, yakni tahapan perencanaan, tahapan pelaksanaan dan tahapan evaluasi. 1) Tahap Perencanaan Pembelajaran Sebelum dilakukan pemilihan tema yang akan diangkat dalam kegiatan pembelajaran, pendidik terlebih dahulu harus melakukan kegiatan menganalisis SK dan KD yang ada dalam standar isi. Kemudian mengelompokkan SK dan KD yang memiliki keterkaitan atau hubungan satu sama lainnya, baik dalam satu mata pelajaran ataupun antar mata pelajaran. Setelah kegiatan pengelompokan SK dan KD selesai lalu pendidik merancang materi pembelajaran untuk setiap SK dan KD tersebut, kemudian dilakukan analisis ulang. Berdasarkan SK, KD dan materi esensial yang telah dikelompokkan dan dianalisis, guru kelas dan guru mata pelajaran melakukan diskusi untuk menetapkan tema dasar dan unit tema. Tema dapat juga dipilih berdasarkan pertimbangan lain yaitu : tema yang dipilih berdasarkan konsensus antar siswa, misalnya dari buku-buku bacaan, pengalaman, minat, isu-isu yang sedang berkembang ditengah-tengah masyarakat. Hal ini membutuhkan sarana dan prasarana yang menunjang serta sumber belajar yang tersedia, dan juga harus memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik. Sehingga akan lebih realistis apa bila tema ditentukan oleh guru dari berbagai mata pelajaran secara bersama-sama. Herawati (1998:31) mengatakan ada beberpa persyarat yang harus dipenuhi dalam menentukan tema yaitu : a) Tema merupakan hasil ramuan dari berbagai materi didalam satu maupun beberapa mata pelajaran. b) Tema diangkat sebagai sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran yang terpadu dalam materi pembelajaran, prosedur penyampaian, serta pemaknaan pengalaman belajar oleh peserta didik. c) Tema disesuaikan dengan karakteristik belajar peserta didik SD sehingga azas perkembangan berfikir anak dapat dimanfaatkan secara maksimal. d) Tema harus bersifat cukup problematik dan populer sehingga membuka kemungkinan luas untuk melaksanakan pembelajaran beragam yang mengandung substantif yang lebih luas apabila dibanding dengan pembelajaran biasa. Setelah dilakukan analisis terhadap SK dan KD lalu dirumuskan indikator ketercapai kompetensi, KD dan indikator didistribusikan pada tema-tama yang telah ditentukan, sehingga semua KD dan indikator tersebut semuanya habis. Apa bila ada kompetensi yang tidak tercakup, artinya KD dan indikator yang tidak dapat dipadu dengan tema yang tersedia atau tidak dapat dipadu dengan mata pelajaran lain maka KD dan indikator tersebut diajarkan secara tersendiri. 2) Pelaksanaan Pembelajaran Tematik. Pelaksanaan pembelajaran merupakan kegitan inti dari aktivitas pembelajaran, dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan rambu-rambu yang telah disusun pada Rancangan Program Pembelajaran (RPP). Pada tahapan ini dapat diketahui kekuatan dan kelemahan dari rancangan yang telah disusun. Oleh karenanya dibutuhkan kemampuan pendidik dalam melaksanakan model pembelajaran tematik. Kemampuan pendidik dalam mengembangkan materi pembelajaran, membuat proses pembelajaran lebih bermakna sangat erat hubungannya dengan dengan pemilihan tema pembelajaran. Prosedur pelaksanaan pembelajaran tematik tidak berbeda dengan pelaksanaan pembelajaran lainnya, pembelajaran dilakukan dengan menggunakan tiga tahapan pembelajaran, yaitu: kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir pembelajaran. Pada kegiatan awal dilakukan kegiatan mengkondisikan kelas untuk siap melaksanakan proses pembelajaran, menginformasikan tema dan subtema, KD dan indicator yang akan dibahas melalui materi ajar, tujuan pembelajaran dan mereviu tugas terstruktur kalau ada. Kegiatan inti terdiri dari tiga bagian yakni, ekflorasi, yaitu mengali sedalam dan seluas mungkin materi yang sedang dibahas Elaborasi, yaitu mengkorelasikan dan memadukan antara konsep yang sedang dibahas dengan konsep sebelumnya dalam satu mata pelajaran dan dengan konsep lain pada mata pelajaran yang berbeda, atau menerapkan konsep tesebut untuk memecahkan masalah, dan atau mengkorelasikan dengan keadaan nyata sehari-hari dan harapan masa depan. Komfirmasi, yaitu: melakukan upaya pembenaran dari temuan belajar peserta didik dengan melakukan penguatan, dan penyimpulan akhir hasil pembelajaran. Kegiatan akhir pembelajaran berisikan kegiatan pemberian Latihan Dalam Proses ( LDP ) dan menginformasikan tema atau subtema untuk pembelajaran berikutnya, serta memberikan tugas terstruktur kalau dibutuhkan. 3) Mengevaluasi Proses dan Hasil Belajar. Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang penekanannya pada kebermaknaan proses dalam artian bahwa peserta didik mengkonstruk pengetahuannya sendiri melalui pengalaman lansung dalam proses pembelajaran dari pada menguasai setumpuk konsep yang belum tentu dimengerti dan diperlukan mereka. Olehkarenanya penilaian proses pembelajaran dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinabungan. Adapun aspek-aspek utama yang harus selalu diamati pendidik antara lain adalah, seberapa besar dan dalam tingkat keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran yang sedang berlansung, tingkat keaktifan dan kreaktifitas peserta didik dalam mengkonstruk pengetahuaannya melalui pengalamannya dalam proses pembelajaran, disamping motivasi dan ketekunannya mengikuti proses pembelajaran. Penilaian hasil belajar yang memiliki kesesuaian dengan pembelajaran tematik adalah autentic assesment dalam bentuk penilaian kinerja dan portofolio ketimbang dalam bentuk penilaian konvensional yang mengunakan instrumen test tertulis atau lisan. Karena peserta didik akan mengkonstruk pengetahuannya sendiri sesuai dengan tingkat perkembangan dan skemata yang telah mereka miliki. 5. Materi Pembelajaran Tematik Tema Indahnya Kebersamaan, Subtema Kebersamaan Dalam Keberagaman, pembelajaran 5. a. Matematika Pembulatan artinya mengurangi cacah bilangan namun nilainya hampir sama. Hasil yang diperoleh menjadi kurang akurat, tetapi akan lebih mudah digunakan. Pembulatan sering kali diperlukan untuk mempermudah saat menghitung atau menuliskan data. Sebagai contoh saat kita mendata usia seluruh siswa SD dalam satu kabupaten, kita akan mendapati usia siswa sangat bervariasi, ada yang usianya 7 tahun lebih 1 bulan, 7 tahun lebih 2 bulan, 8 tahun lebih 6 bulan ada yang 10 tahun tepat, juga mungkin ada yang usianya lebih dari 12 tahun. Karena jumlah siswa sangat banyak, tentu kita akan kesulitan jika harus menuliskan semua secara terperinci. Dalam kasus seperti ini pembulatan bilangan akan membantu kita. Siswa yang usianya 7 tahun 1 bulan kita bulatkan menjadi 7 tahun, yang usianya 7 tahun 10 bulan kita bulatkan menjadi 8 tahun, sehingga kita dapat mengelompokkan tinggi siswa sebagai berikut: Jumlah siswa yang berusia 6 tahun = .... Jumlah siswa yang berusia 7 tahun = .... dan seterusnya. Ada beberapa aturan dalam membulatkan suatu bilangan, dua aturan yang paling sering digunakan yakni: 1) Tambahkan 1 jika angka berikutnya adalah 5 atau lebih (ini disebut pembulatan ke atas) 2) Biarkan sama jika angka berikutnya kurang dari 5 (ini disebut pembulatan ke bawah) Mengapa dibuat aturan seperti itu? karena jika kita gambarkan dalam garis bilangan, bilangan yang kurang dari 5 lebih dekat ke )0, sedangkan bilangan yang lebih dari lima lebih dekat ke 10. Suatu bilangan dapat dibulatkan ke satuan terdekat, ke puluhan terdekat, ratusan terdekat sesuai kebutuhan. Untuk dapat membulatkan dengan tepat kita juga harus memahami nilai tempat suatu bilangan. 1) Membulatkan ke satuan terdekat Perhatikan garis bilangan di atas. Garis bilangan itu 7 cm lebih 4 mm = 7,4 cm. Garis tersebut lebih dekat ke 7 cm atau 8 cm ? Tentu jawaban kamu lebih dekat ke 7 cm. Mengapa? Karena untuk ke 8 cm kamu harus menambah 6 mm sedangkan ke 7 cm cukup mundur 4 mm. Inilah yang disebut membulatkan ke satuan terdekat maka dibulatkan menjadi 1 satuan. Contoh: 1,2 dibulatkan menjadi 1 1,6 dibulatkan menjadi 2 1,8 dibulatkan menjadi 2 3,4 dibulatkan menjadi 3 2) Membulatkan ke puluhan terdekat Perhatikan gambar di atas. 1. Titik A lebih dekat ke angka 40 atau 50? 2. Titik B lebih dekat ke angka 40 atau 50? Kamu tentu sudah menjawabnya yaitu: Titik A di angka 47 lebih dekat ke angka 50. Mengapa? Karena angka 7 lebih dekat ke 10. Titik B di angka 41 lebih dekat ke angka 40. Mengapa? Karena angka 1 lebih dekat ke 0. Contoh: 1274 dibulatkan ke puluhan terdekat menjadi 1270 karena bilangan yang menempati nilai satuan adalah 4, sedangkan 4 lebih kecil dari 5, jadi kita melakukan pembulatan ke bawah menjadi 1230. Jika bilangan 1274 kita bulatkan ke ratusan terdekat menjadi 1300, karena yang menempati nilai puluhan adalah 7, sedangkan 7 lebih besar daripada 5. Jika 1270 dibulatkan ke ribuan terdekat, berapakah hasilnya? b. IPS Keragaman suku bangsa dan budaya daerah merupakan wujud nyata dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Oleh karena itu, wajib dilestarikan sehingga mencerminkan rasa persatuan bangsa. Sumber: 1) Bhinneka Tunggal Ika Makna Bhinneka Tunggal Ika ”Bhinneka Tunggal Ika” Artinya walaupun berbeda-beda suku, adat, budaya dan bahasa daerahnya, tetapi tetap satu yaitu bangsa Indonesia. Bhinneka Tungal Ika diambil dari buku Sutasoma karangan Empu Tantular. Seorang pujangga pada masa pemerintahan Majapahit. Kalimat selengkapnya adalah “Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa”. Artinya, walaupun berbeda tetapi tetap satu jua adanya karena tidak ada agama yang tujuannya berbeda. Kerukunan hidup bangsa tercipta dan berkembang sejak dahulu. 2) Persatuan dan Kesatuan Keragaman suku bangsa dan budaya merupakan kekuatan. Hal ini tidak terpisahkan dalam kehidupan bernegara. Sejarah telah membuktikan persatuan dan kesatuan bangsa, ternyata dapat mengusir penjajah. Ketika bangsa Indonesia mengalami kegagalan. Dikarenakan kita belum bersatu. Pada saat itu kita masih bercerai-berai. Keadaan tersebut menyebabkan perjuangan mudah untuk dipatahkan. Cara menghargai keragaman di antaranya adalah a) Senang belajar budaya daerah lain. b) Gemar melihat pertunjukan atau pentas budaya daerah. c) Tidak menganggap rendah budaya daerah lain d) Menghindari sikap kedaerahan. e) Menghormati budaya daerah secara positif. f) T
Item Type: | Thesis (Skripsi(S1)) |
---|---|
Subjects: | S1-Skripsi |
Divisions: | Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014 |
Depositing User: | Iyas - |
Date Deposited: | 25 Jul 2016 15:07 |
Last Modified: | 25 Jul 2016 15:07 |
URI: | http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/6274 |
Actions (login required)
View Item |