ANISSA NATA LESTARI, 105060074 (2016) MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA MATERI ALAT TRANSPORTASI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF LEARNING TIPE THINK PAIR SHARE (TPS). Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.
Text
COVER SKRIPSI.doc Download (106kB) |
|
Text
I LEMBAR PENGESAHAN.doc Download (26kB) |
|
Text
III MOTO DAN PERSEMBAHAN.docx Download (17kB) |
|
Text
II LEMBAR PERNYATAAN.doc Download (27kB) |
|
Text
IV abstrak.docx Download (19kB) |
|
Text
abstract.docx Download (16kB) |
|
Text
V KATA PENGANTAR.doc Download (26kB) |
|
Text
VI ucapan terimaksih.docx Download (25kB) |
|
Text
VIII DAFTAR ISI.docx Download (29kB) |
|
Text
bab 1 ACC.doc Download (85kB) |
|
Text
bab II ACC.doc Download (124kB) |
|
Text
BAB III ACC.doc Restricted to Repository staff only Download (498kB) |
|
Text
bab 4 (2).doc Restricted to Repository staff only Download (911kB) |
|
Text
bab V.docx Restricted to Repository staff only Download (30kB) |
|
Text
DAFTAR PUSTAKA.doc Download (37kB) |
|
Text
RIWAYAT HIDUP PENULIS.docx Download (30kB) |
Abstract
ABSTRAK ANISSA NATA LESTARI 105060074 Penelitian tindakan kelas ini dilatar belakangi oleh rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS materi Alat Transportasi, dengan bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar didalam diskusi kelompok. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan terhadap siswa kelas IV di SDN Cangkuang 09 Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung. Solusi tindakan yang digunakan adalah dengan menggunakan model Cooperative Learning tipe Think pair share sehingga memfokuskan siswa untuk saling berinteraksi di dalam diskusi kelompok. Penelitian ini dinyatakan berhasil bila kualitas RPP memenuhi kriteria pada rubrik penilaian RPP, serta persentase ketercapaian pelaksanaan pembelajaran mencapai 100% dan berkualitas baik. Selain itu, jumlah siswa yang mendapat nilai tes berkategori BAIK mencapai 80%. Dan komponen afektif dan psikomotor yang diamati semuanya muncul dan berkualitas baik. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa penggunaan model kooperatif tipe Think pair share dapat meningkatkan hasil belajar pada siswa kelas IV SDN Cangkuang 09 Kabupaten Bandung. Persentase ketercapaian proses pelaksanaan pembelajaran siklus I adalah 72%, sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 84%.namun pada siklus II menunjukan perubahan yang signifikan dan berkualitas baik. Respon siswa pada pembelajaran IPS pun menunjukan minat yang baik. Kata kunci : model Cooperative Learning tipe Think pair share dan hasil belajar. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan informasi yang sangat cepat dalam berbagai aspek kehidupan termasuk dalam bidang pendidikan, merupakan suatu upaya untuk menjembatani masa sekarang dengan masa yang akan datang dengan jalan memperkenalkan pembaharuan-pembaharuan yang cenderung mengejar efisiensi dan efektivitas. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dinyatakan bahwa, “Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPS di SD/MI merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan” (Depdiknas, 2006:47). Pencapaian SK dan KD tersebut pada pembelajaran IPS didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru dengan berorientasi kepada tujuan kurikuler Mata Pelajaran IPS. Salah satu tujuan kurikuler pendidikan IPS di Sekolah Dasar adalah “Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan;” (Depdiknas, 2006: 48). Pendidikan merupakan hal yang tidak bisa hilang selama kehidupan manusia masih ada. Pendidikan pada dasarnya sudah ada sejak manusia ada di bumi ini. Pendidikan merupakan proses terus menerus, tidak berhenti. Dengan berkembangnya perbedaan manusia, maka masalah dunia pendidikan semakin kompleks, termasuk dalam masalah tujuan pendidikan. Fungsi dan tujuan pendidikan dapat dicapai salah satunya melalui pelaksanaan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebab merupakan bagian dari mata pelajaran di sekolah dan sebagai bagian dari alat yang sangat efektif untuk mengembangkan pendidikan. Kehadiran Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai ilmu pengetahuan masih diperlukan sebab peranan IPS sangat strategis dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. IPS bukan merupakan bidang keilmuan atau disiplin akademis, melainkan merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan masalah sosial. Pendidikan IPS di SD adalah salah satu mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum sekolah yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi serta memiliki sifat praktis, dimana materinya lebih secara langsung terhadap gejala dan masalah sosial (Sumaatmadja, 1980 : 7-8). Menurut Edgar Bruce Wesley pada tahun 1937 (Barr, Barth dan Shermis, 1977 : 1-2) dikemukakan bahwa the social studies are the social science simplified pedagogical purposes, artinya sosial studi adalah ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk tujuan pendidikan di sekolah. Adapun tujuan mata pelajaran IPS yang disebutkan dalam pedoman KTSP (Depdiknas, 2006 : 575) yaitu agar siswa dapat : 1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya 2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan social 3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan 4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. Berdasarkan pembelajaran IPS pada saat ini masih berorientasi pada guru (Teacher Centered) dan proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini cenderung pada pencapaian target materi kurikulum. Guru hanya menggunakan metode ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat dan mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya dan demikian suasana pembelajaran menjadi kurang kondusif sehingga siswa menjadi pasif. Hal di atas sesuai dengan permasalahan yang ditemui guru dalam kegiatan belajar mengajar yaitu : 1. Guru kurang menguasai model, metode atau pendekatan sehingga proses belajar mengajar bersifat tradisional (monoton) 2. Kurangnya keaktifan siswa. Adapun masalah yang ditemui siswa dalam proses belajar mengajar yaitu : 1. Sumber belajar yang minim 2. Siswa kurang termotivasi ketika belajar 3. Siswa merasa bosan atau jenuh pada materi pembelajaran IPS. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru, dapat diketahui bahwa tingkat kerjasama siswa kelas IV SDN Cangkuang 09 pada pembelajaran IPS khususnya materi perkembangan teknologi di Indonesia dari 35 siswa hanya sekitar 12% yang dapat melakukan kerja sama secara baik dengan rekan sebayanya, dan sisanya 78% kurang mampu melaksanakan kerja sama, cenderung bersikap individu. Sehingga hal ini dapat mempengaruhi hasil belajar yang diperoleh siswa dalam pencapaian nilai KKM pada mata pelajaran IPS. Hasil yang dicapai siswa dalam setiap ulangan harian yang diberikan oleh guru dalam mata pelajaran IPS pada tahun yang lalu menunjukkan bahwa hasil belajar yang dicapai oleh siswa kelas IV SDN Cangkuang 09 kurang memuaskan. Dari jumlah siswa sebanyak 40 siswa, hanya 10 siswa (25 %) yang memperoleh nilai memperoleh nilai di atas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) mata pelajaran IPS yang ditentukan yaitu 65, dan sisanya 30 siswa (75 %) belum memenuhi nilai di atas KKM. Dengan memperhatikan kondisi tersebut perlu adanya upaya untuk memperbaiki kualitas pembelajaran IPS. Guru perlu menggunakan model pembelajaran yang dapat menunjang dan menumbuhkan kerjasama siswa untuk memahami pelajaran dan meningkatkan hasil belajar yang optimal. Pembelajaran IPS sebaiknya menggunakan pola hasil perancangan pembelajaran (model pengajaran) yang mencakup peningkatan dan pengembangan proses pengajaran seoptimal mungkin dan pengembangan instruksional untuk menciptakan suatu sistem atau program instruksional (Soekamto, 1993 : 4). Agar tujuan IPS di SD tersebut dapat direalisasikan dalam proses pembelajaran sesuai dengan harapan kurikulum, maka seorang guru harus dapat merancang pembelajaran agar dapat cepat dipahami siswa, efektif dan bermakna. Selain itu model pembelajaran juga perlu dipahami guru agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep dan hasil pembelajaran. Dalam penerapannya, model pembelajaran harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan siswa karena masing- masing model pembelajaran memiliki tujuan, prinsif yang berbeda- beda. Mengajar yang efektif tergantung pada; kepribadian guru, metode yang dipilih, pola tingkah laku, dan kompetensi yang relevan (Rob Norris yang dikutip oleh Dakir, 1987 : 179). Salah satu kemampuan tersebut yaitu memilih model pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan pembelajaran serta materi yang dipelajari sesuai dengan perkembangan zaman saat ini, yaitu pembelajaran yang banyak melibatkan siswa secara aktif dan cepat memahami materi ajar yang lebih menekankan kepada secara aktif dan cepat memahami materi ajar yang lebih menekankan kepada kemampuan guru untuk menciptakan situasi pembelajaran yang sesuai dengan materi yaitu model cooperative learning. Model pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung untuk meningkatkan kerja sama dan hasil belajar siswa. Sistem pengajaran cooperative learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja / belajar kelompok yang terstruktur. Model cooperative learning baik untuk dilaksanakan dalam pembelajaran, mengingat pada saat ini para siswa hanya menekankan pada kompetisi di kelas (Lie 2002:57). Dalam model cooperative learning dikenal dengan berbagai teknik, salah satunya adalah teknik Think pair share. Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka sehingga berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar mereka(Lie, 2004). Dalam belajar biasanya siswa dihadapkan pada latihan soal atau pemecahan masalah. Oleh karena itu cooperative learning teknik Think pair share sangat baik dilaksanakan karena siswa dapat bekerja sama dan saling tolong menolong mengatasi tugas yang dihadapinya (Lie, 2005:57). Dengan penggunaan model cooperative learning, siswa dapat terlibat aktif pada proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas sehingga mampu meningkatkan kerja sama diantara siswa. Jika kerja sama diantara siswa dapat meningkat, maka diharapkan hasil belajar yang diperoleh siswa pada mata pelajaran IPS dapat mencapai target KKM yang ditentukan. Atas dasar permasalahan yang dikemukakan di atas, penulis akan melakukan penelitian tindakan kelas dengan mengambil judul Meningkatkan Hasil Belajar Pada Materi Alat Transportasi melalui Model Cooperative Learning Tipe Think pair share Pada Siswa Kelas IV SDN Cangkuang 09 Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung. B. Identifikasi masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka guru di SDN CANGKUANG 09 berhadapan dengan masalah di atas yaitu belum menghasilkan pembelajaran IPS materi alat transportasi dengan efektif. Hal itu ditunjukan oleh kenyataan bahwa waktu belajar siswa banyak terbuang. a. Perencanaan pembelajaran yang kurang matang sehingga berdampak pada proses pembelajaran; b. Proses pembelajaran bersifat monoton, sehingga kurang menarikperhatian siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran; c. proses pembelajaran bersumber pada guru ( teacher center ) seharusnya siswa bisa mencari informasi sendiri. d. keaktifan siswa dalam belajar sangat rendah serta hasil belajar siswa yang kurang memuaskan. e. Hasil pembelajaran tidak sesuai dengan KKM yang telah ditentukan. C. Rumusan Masalah Agar penelitian ini mencapai sasaran sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka penulis merasa perlu untuk merumuskan apa yang menjadi permasalahanya. Secara umum, yang menjadi inti permasalahan dalam penelitian ini adalah : “Apakah dengan menggunakan model cooperative learning teknik Think pair share dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD pada pembelajaran IPS materi mengenal jenis-jenis alat transportasi?” Secara lebih khusus perumusan masalah penelitian dirinci sebagai berikut: 1. Bagaimana rencana pembelajaran model cooperative learning tipe think pair share disusun dalam pembelajaran IPS materi alat transportasi agar hasil belajar siswa kelas IV SDN Cangkuang 09 Kecamatan dayeuhkolot Kabupaten Bandung meningkat? 2. Bagaimana pelaksanaan model cooperative learning tipe Think pair share dalam pembelajaran IPS materi alat transportasi agar hasil belajar siswa kelas IV SDN Cangkuang 09 meningkat? 3. Seberapa besar peningkatan hasil pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning tipe Think pair share dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN Cangkuang 09 dalam pembelajaran IPS materi alat transportasi ? 4. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think pair share pada mata pelajaran IPS dikelas IV SDN Cangkuang 09 ? D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Sesuai dengan permasalahan seperti yang dikemukakan, tujuan umum dari penelitian ini adalah meningkatkan hasil pembelajaran IPS materi alat transportasi dengan menggunakan model cooperative learning teknik think pair share di kelas IV SDN Cangkuang 09 Kecamatan dayeuhkolot Kabupaten Bandung. 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk dapat mengetahui gambaran tentang pelaksanaan pembelajaran dalam IPS materi alat transportasi dengan menggunakan model cooperative learning teknik Think pair share di kelas IV SD Negeri Cangkuang 09 Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung. b. Untuk dapat mengetahui gambaran tentang proses pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning teknik Think pair share di kelas IV SD Negeri Cangkuang 09 Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung. c. Untuk mengetahui Seberapa besar peningkatan hasil pembelajaran dengan model cooperative learning teknik Think pair share dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN Cangkuang 09 dalam pembelajaran IPS materi alat transportasi. d. Untuk mengetahui respon siswa setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think pair share pada mata pelajaran IPS dikelas IV SDN Cangkuang 09. E. Manfaat Penelitian Manfaat umum dari penelitian ini adalah agar hasil belajar siswa kelas IV SDN Cangkuang 09 Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung pada pembelajaran IPS materi alat transportasi dapat meningkat. Selain manfaat umum yang telah dijabarkan di atas, penelitian ini juga diharapkan akan bermanfaat bagi guru, siswa, sekolah, maupun penulis. Secara rinci manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi guru a. Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan efektifitas mengembangkan kemampuan profesionalitas untuk mengadakan perubahan, perbaikan dalam pembelajaran IPS. b. Memberikan gambaran kepada guru tentang penerapan model cooperative learning teknik think pair share dalam pembelajaran IPS sehingga dapat melaksanakan pembelajaran serupa untuk materi yang lain, dan sebagai bahan evaluasi. 2. Bagi Siswa a. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk meningkatkan hasil belajar dan berpartisipasi secara aktif selama proses pembelajaran. b. Membantu mempermudah siswa dalam menguasai materi sesuai standar kompetensi dan kompetensi dasar. c. Meningkatkan rasa kerjasama siswa. d. Meningkatkan hasil belajar siswa 3. Bagi lembaga / institusi pendidikan Diharapkan dapat menjadi referensi sebagai bahan kajian yang lebih mendalam guna meningkatkan kualitas pembelajaran dan layanan pendidikan. 4. Bagi Penulis Bagi penulis, penelitian ini dapat dijadikan umpan balik mengenai penggunaan model cooperative learning teknik Think pair share pada pembelajaran IPS, sehingga memperoleh gambaran hasil dan proses pembelajaran yang bermakna. 5.Bagi peneliti selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pembelajaran cooperative learning diharapkan dapat mengembangkan ataupun memadukan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think pair share dengan model pembelajaran yang lain sehingga lebih efektif dan variatif F. Definisi operasional Agar istilah dalam penelitian ini tidak menimbulkan salah pengertian, penulis mencoba mendefinisikan istilah-istilah tersebut sebagai berikut : Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. (Sudjana, 2004 : 22). Sedangkan menurut Slameto (2009: 74) menyatakan hasil belajar sebagai berikut: “Hasil belajar adalah tingkah laku individu yang mempunyai cita-cita: 1) perubahan dalam belajar terjadi secara sadar; 2) perubahan belajar mempunyai tujuan; 3) perubahan belajar secara positif; 4) perubahan belajar bersifat kontinyu; dan 5) perubahan dalam belajar bersifat permanen (langgeng). Pengertian hasil belajar dalam penelitian adalah perubahan tingkah laku siswa pada ranah kognitif setelah menerima pengalaman belajar pada materi alat transportasi. Hasil belajar ditunjukan dengan skor yang diperoleh setelah melakukan tes objektif pada materi alat transportasi dibatasi pada ranah kognitif dengan jengjang meningat (C1), memahami (C2) dan menerapkan (C3). Think pair share adalah salah satu teknik model cooperative learning yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Think pair share menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil yang terdiri dari 2-6 orang dan lebih dirincikan oleh penghargaan kooperatif, dari penghargaan individual (Ibrahim dkk: 2000:3). Sedangkan menurut Lie (2002: 57) Penerapan model pembelajaran Think pair share diharapkan siswa dapat mengembangkan keterampilan berfikir dan menjawab dalam komunikasi antara satu dengan ynag lain, serta bekerja saling membantu dalam kelompok kecil. Hal ini sesuai dengan pengertian think pair share itu sendiri. Model pembelajaran cooperative learning tipe Think pair share adalah suatu pengajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja dalam dalam kelompok-kelompok untuk menetapkan tujuan bersama dan hasil belajar yang meningkat. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Cooperative learning tipe Think pair share dalam pembelajaran IPS adalah upaya guru untuk meningkaatkan hasil belajar dan mengoptimalkan proses pembelajaran IPS secara holistik, baik aspek kognitif, afektif, psikomotor pada siswa kelas IV SDN Cangkuang 09 kecamatan dayeuhkolot kabupaten Bandung. Hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses pembelajaran yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru setiap selesai memberikan materi pelajaran pada satu pokok bahasan yaitu alat transportasi. BAB II KAJIAN TEORI 1. Belajar dan Pembelajaran a. Belajar Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan ajuan interaksi, baik yang bersifat ekplisit maupun implisit (tersembunyi). Teori-teori yang dikembangkan dalam komponen ini meliputi antara lain tentang tujuan pendidikan, organisasi kurikulum, isi kuriulum, dan modul-modul pengembangan kurikulum. Kegiatan atau tingkah laku belajar terdiri dari kegiatan psikhis dan fisis yang saling berkerjasama secara terpadu dan komprehensif integral. Sejalan dengan itu, belajar dapat dipahami sebagai berusaha atau berlatih supaya mendapat suatu kepandaian. Dalam implementasinya, belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan perilaku dan keterampilan dengan cara mengolah bahan ajar. Keberhasilan suatu program pengajaran diukur berdasarkan tingkatan perbedaan secara berfikir, merasa dan berbuat para siswa sebelum dan sesudah memperoleh pengalaman-pengalaman belajar dalam menghadapi situasi yang serupa. Menurut Slameto (2010:2) belajar adalah sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Morgan (Suprijono, 2009:3) belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman. Jadi belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu ke arah yang lebih baik yang bersifat relatif tetap akibat adanya interaksi dan latihan yang dialaminya. Ciri khas bahwa seseorang telah melakukan kegiatan belajar ialah dengan adanya perubahan pada diri orang tersebut, yaitu dari belum tahu menjadi tahu dan dari yang belum mengerti menjadi mengerti. Perubahan tingkah laku yang dimaksud meliputi perubahan berbagai aspek, yaitu: 1) Perubahan aspek pengetahuan yaitu semata-mata mengetahui apa yang dilakukan dan bagaimana melakukannya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu. 2) Perubahan aspek keterampilan yaitu kemampuan untuk mengkoordinasi mata, jiwa dan jasmaniah ke dalam suatu perbuatan yang kompleks sehingga dapat melakukan tugasnya dengan mudah, misalnya dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak terampil menjadi terampil. 3) Perubahan aspek sikap yaitu respon emosi seseorang terhadap tugas tertentu yang dihadapinya, misalnya dari ragu-ragu menjadi mantap atau yakin, dari tidak sopan menjadi sopan, dari kurang ajar menjadi terpelajar. b. Pembelajaran Pembelajaran adalah penyediaaan sistema lingkungan yang mengakibatkan terjadinya proses belajar pada diri siswa . Pembelajaran dapat dikatakan sebagai hasil dari memori, kognisi, dan metakognisi yang berpengaruh terhadap pemahaman. Hal inilah yang sering terjadi ketika seseorang sedang belajar, dan kondisi ini juga sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, karena belajar merupakan proses alamiah setiap orang. Pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang mengkondisikan seseorang belajar. Dengan demikian pembelajaran lebih menfokus diri agar peserta didik dapat belajar secara optimal melalui berbagai kegiatan edukatif yang dilakukan pendidik. Wenger(2006:1)mengatakan,”pembelajaran bukanlah aktivitas, sesuatu yang dilakukan oleh seseorang ketika ia tidak melakukan aktivitas lain. Pembelajaran juga bukanlah sesuatu yang berhenti dilakukan oleh seseorang. Lebih darii tu, pembelajaran bisa terjadi di mana saja dan pada level yang berbeda-beda, secara individual, kolektif, ataupun sosial” Dengan demikian, pembelajaran dapat diartikan sebagai proses modifikasi dalam kapasitas manusia yang bisa dipertahankan dan ditingkatkan levelnya (Gagne, 1997). Selama proses ini, seseorang bisa lebih memilih untuk melakukan perubahan atau tidak sama sekali terhadap apa yang ia lakukan. Ketika pembelajaran diartikan sebagai perubahan dalam perilaku, tindakan, cara, dan performa, maka konsep verifikasi pembelajaran itu sendiri sebagai objek. c. Hasil Belajar Hasil belajar dalam penelitian adalah perubahan tingkah laku siswa pada ranah kognitif setelah menerima pengalaman belajar pada materi alat transportasi. Hasil belajar ditujukan dengan skor yang diperoleh setelah melakukan tes objektif pada materi alat transportasi dibatas pada ranah kognitif dengan jengjang meningat , memahami dan menerapkan Slameto (2009: 74) menyatakan hasil belajar sebagai berikut: “Hasil belajar adalah tingkah laku individu yang mempunyai cita-cita: 1) perubahan dalam belajar terjadi secara sadar; 2) perubahan belajar mempunyai tujuan; 3) perubahan belajar secara positif; 4) perubahan belajar bersifat kontinyu; dan 5) perubahan dalam belajar bersifat permanen (langgeng). Sedangkan menurut Nana Sudjana (2010) “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah mereka menerima pengalaman belajarnya”. Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas maka hasil belajar merupakan sesuatu fakta yang menunjukkan terjadinya perubahan tingkah laku diri siswa. Perubahan tingkah laku ditandai dengan adanya perubahan sikap, pengetahuan, pemahaman, dan pemikiran. d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Slameto (2010:54), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua faktor yang ada dalam individu (intern) dan luar individu (ekstern), yaitu: a. Faktor dari dalam (internal) 1) Faktor jasmaniah Keadaan jasmani yang perlu diperhatikan, pertama kondisi fisik yang normal dan tidak memiliki cacat sejak dalam kandungan sampai sesudah lahir. Kondisi fisik normal ini terutama harus meliputi keadaan otak,panca indra, anggota tubu. kedua, kondisi kesehatan fisik. Kondisi fisik yang sehat dan segar sangat mempengaruhi keberhasilan belajar. Di dalam menjaga kesehatan fisik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain makan dan minum yang teratur, olahraga serta cukup tidur. 2) Faktor psikologis Faktor psikologis yang mempengaruhi keberhasilan belajar ini meliputi segala hal yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang. Kondisi mental yang dapat menunjang keberhasilan belajar adalah kondisi mental yang mantap dan stabil. Faktor psikologis ini meliputi hal- hal berikut. Pertama Intelegensi. Intelegensi atau tingkat kecerdasan dasar seseorang memang berpengaruh besar terhadap keberhasilan belajar seseorang. Kedua,kemauan. Kemauan dapat dikatakan faktor utama penentu keberhasilan belajar seseorang. Ketiga, bakat. Bakat ini bukan menentukan mampu atau tidaknya seseorang dalam suatu bidang, melainkan lebih banyak menentukan tinggi rendahnya kemampuan seseorang dalam suatu bidang. b. Faktor dari Luar (Eksternal) 1) Faktor lingkungan keluarga Faktor lingkungan rumah atau keluarga ini merupakan lingkungan pertama dan utama pula dalam menentukan keberhasilan belajar seseorang. Suasana lingkungan rumah yang cukup tenang, adanya perhatian orangtua terhadap perkembangan proses belajar dan pendidikan anak- anaknya maka akan mempengaruhi keberhasilan belajarnya. 2) Faktor lingkungan sekolah Lingkungan sekolah sangat diperlukan untuk menentukan keberhasilan belajar siswa. Hal yang paling mempengaruhi keberhasilan belajar para siswa disekolah mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, pelajaran, waktu sekola, tata tertib atau disiplin yang ditegakkan secara konsekuen dan konsisten. 3) Faktor lingkungan masyarakat Seorang siswa hendaknya dapat memilih lingkungan masyarakat yang dapat menunjang keberhasilan belajar. Masyarakat merupakan faktor ekstrn yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa karena keberadaannya dalam masyarakat. Lingkungan yang dapat menunjang keberhasilan belajar diantaranya adalah, lembaga- lembaga pendidikan nonformal, seperti khursus bahasa asing, bimbingan tes, pengajian remaja dan lain- lain. Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa banyak faktor yang dapat meningkatkan belajar siswa dimana faktor tersebut datang dari dalam diri siswa (Internal) dan faktor yang datang dari luar diri siswa (Eksternal). Dengan memperhatikan faktor- faktor tersebut diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar seseorang dan dapat mencegah siswa dari penyebab- penyebab terhambatnya. e. Prinsip Belajar Agar kegiatan belajar dan pembelajaran berhasil mengantarkan siswa mencapai tujuan pelajaran, maka salah satu faktor yang harus dipahami oleh guru adalah prinsip belajar. Tanpa memahami prinsip belajar ini, adalah sulit bagi guru untuk menyusun strategi pembelajaran, metoda pembelajaran, dan teknik evaluasi yang sesuai dengan karakteristik kelas dan materi yang disajikan. Menurut Gintings (2007:5), ada beberapa prinsip dalam belajar, yaitu: a. Pembelajaran adalah memotivasi dan memberikan fasilitas kepada siswa agar dapat belajar sendiri. b. Pepatah Cina mengatakan : “Saya dengar saya lupa, saya lihat saya ingat, dan saya lakukan saya paham.” Mirip dengan itu John Dewey mengembangkan apa yang dikenal dengan “learning by doing”. c. Semakin banyak alat deria atau indera yang diaktifkan dalam kegiatan belajar, semakin banyak informasi yang terserap. d. Belajar dalam banyak hal adalah suatu pengalaman. Oleh sebab itu keterlibatan siswa merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan belajar. e. Materi akan lebih mudah dikuasai apabila siswa terlibat secara emosional dalam kegiatan belajar pembelajaran jika pelajaran adalah bermakna baginya. f. Belajar dipengaruhi oleh motivasi dari dalam diri (intrinsik) dan dari luar diri (ekstrinsik) siswa. g. Semua manusia, termasuk siswa, ingin dihargai dan dipuji. Penghargaan dan pujian merupakan motivasi intrinsik bagi siswa. h. Makna pelajaran bagi diri siswa merupakan motivasi dalam yang kuat sedangkan faktor kejutan (faktor “Aha”) merupakan motivasi luar yang efektif dalam belajar. i. Belajar “Is enhanced by Challenge and inhibited by Threat” yaitu ditingkatkan oleh tantangan dan dihalangi oleh ancaman j. Setiap otak adalah unik. Karena itu setiap siswa memiliki persamaan dan perbedaan cara terbaik untuk memahami pelajaran. k. Otak kanan lebih mudah merekam input jika dalam keadaan santai atau rileks daripada dalam keadaan tegang. f. Tes Hasil Belajar Untuk mengetahui sejauh mana proses belajar mengajar mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan, maka perlu diadakan tes hasil belajar. Adapun dasar-dasar penyusunan tes hasil belajar adalah sebagai berikut: a. Tes hasil belajar harus dapat mengukur apa-apa yang dipelajari dalam proses pembelajaran sesuai dengan tujuan instruksional yang tercantum dalam kurikulum yang berlaku. b. Tes hasil belajar disusun sedemikian sehingga benar-benar mewakili bahan yang dipelajari. c. Bentuk pertanyaan tes hasil belajar hendaknya disesuaikan dengan aspek-aspek tingkat belajar yang diharapkan. d. Tes hasil belajar hendaknya dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar. g. Tipe Hasil Belajar Menurut Nana Sudjana (2010:23), tujuan pendidikan yang ingin dicapai dalam suatu pengajaran terdiri dari 3 macam yaitu: a. Ranah Kognitif Tipe hasil belajar bidang kognitif ini terbagi menjadi 6 poin, yaitu tipe hasil belajar: 1) Pengetahuan hafalan (Knowledge), yaitu pengetahuan yang sifatnya faktual. Merupakan jembatan untuk menguasai tipe hasil belajar lainnya. 2) Pemahaman (Komprehention), yaitu kemampuan menangkap makna atau arti dari suatu konsep. 3) Penerapan (Aplikasi), yaitu kesanggupan menerapkan dan mengabtraksikan suatu konsep, ide, rumus, hukum dalam situasi yang baru, misalnya memecahkan persoalan dengan menggunakan rumus tertentu. 4) Analisis, yaitu kesanggupan memecahkan, menguasai suatu integritas (kesatuan yang utuh) menjadi unsur atau bagian yang mempunyai arti. 5) Sintesis, yaitu kesanggupan menyatukan unsur atau bagian menjadi satu integritas. 6) Evaluasi, yaitu kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan pendapat yang dimilikinya dan kriteria yang dipakainya. b. Ranah Afektif Tipe hasil belajar bidang afektif disini berkenaan dengan sikap. Bidang ini kurang diperhatikan oleh guru, tetapi lebih menekankan bidang kognitif. Hal ini didasarkan pada pendapat beberapa ahli yang mengatakan, bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah menguasai bidang kognitif tingkat tinggi. Beberapa tingkatan bidang afektif sebagai tujuan dan tipe hasil belajar dari yang sederhana ke yang lebih komplek, yaitu: 1) Reciving atau attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang dating kepada siswa, baik dalam bentuk masalah, situasi, dan gejala. 2) Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. 3) Valuing atau penilaian, yakni berhubungan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. 4) Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk menentukan hubungan satu nilai dengan nilai lainnya, pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. 5) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan dari semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. c. Ranah Psikomotor Tipe hasi belajar bidang psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada 6 tingkatan keterampilan, yaitu: 1) Gerakan refleks, yaitu keterampilan pada gerakan yang tidak sadar. 2) Keterampilan pada gerakan-gerakan tidak dasar. 3) Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, auditif, motoris, dan lain-lain. 4) Kemampuan dibidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan. 5) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks. 6) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decurvise, seperti gerakan ekspresif dan interpretatif. 2. Hakikat Pembelajaran IPS di SD a. Pengertian IPS Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan mata pelajaran di tingkat sekolah dasar dan menengah atau nama program studi di perguruan tinggi yang identik dengan istilah “social studies” dalam kurikulum persekolahan di Negara lain, khususnya di Negara- negara barat termasuk Australia dan Amerika Serikat. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah salah satu mata pelajaran yang wajib diberikan. Pendidikan IPS di Sekolah Dasar (SD) meliputi dua kajian pokok, yaitu pengetahuan sosial dan sejarah. Bahan kajian pengetahuan sosial meliputi lingkungan sosial, ilmu bumi, ekonomi dan pemerintahan. Bahan kajian sejarah meliputi perkembangan masyarakat Indonesia sejak masa lampau hingga masa sekarang. Menurut Numan Somantri (Sapriya, 2007:11) dalam bukunya menyatakan bahwa: “Pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau adapatasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humanior, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan”. Soemantri (Supriatna, dkk. 2009:5) dalam mengatakan pula, bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan suatu penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial, psikologi, ideologi negara dan agama yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. b. Karakteristik Pendidikan IPS Dalam hal ini ada beberapa ciri dan sifat dari pemblajaran IPS yang membedakan dengan pmbelajaran dengan ilmu- ilmu sosial lainnya sebagaimana dikemukakan A. Kosasih Djahiri (dalam Sapriya, 2009:8), yaitu: a. IPS berusaha mempertautkan teori ilmu dengan fakta atau sebaliknya (menelaah fakta dari segi ilmu). b. Mengutamakan peran aktif siswa melalui proses belajar inquiri agar siswa mampu mengembangkan berfikir kritis,rasional dan analisis. c. Program pembelajaran disusun dengan meningkatkan / menghubungkan bahan- bahan dari berbagai disiplin ilu sosial dan lainnya dengan kehidupan nyata di masyarakat, pengalama, permasalahan, kebutuhan dan memproyeksikannya kepada kehidupan di masa depan baik di lingkunan fisik / alam maupaun budayanya. d. IPS dihadapkan pada konsep dan kehidupan sosial yang sangat labil (mudah berubah),sehingga titik berat pembelajaran adalah terjadinya proses intrnalisasi secara mantap dan dan atif pada diri peserta didik agar memiliki kebiasaan adan kemahiran untuk menelaah permasalahan kehidupan nyata pada masyarakatnya. e. Pembelajaran tidak hanya mengutamakan pengetahuan semata, juga nilai dan keterampilan. f. Berusaha untuk memuaskan setiap peserta didik yang berbeda melalui program maupun pembelajaranya dalam arti memperhatikan minat peserta didik dan masalah- maslah kemasyarakatan yang dekat dengan kehidupan. Dengan menyimak ciri- ciri/ karakteristik IPS di atas, harus dapat membedakan antara pembelajaran IPS dengan pembelajaran- pembelajaran lain, baik di tingkat pendidikan dasar dan menengah maupun yang ada di lingkungan Pendidikan Tinggi. Pembelajaran IPS adalah bagaimana membina kecerdasan social siswa yang mampu berfikir kritis,analitis,kratif,inovatif, dan berkpribadian luhur, bersikap ilmiah dalam cara memandang, menganalisis serta menelaah kehidupan nyata yang dihadapinya. c. Pembelajaran IPS di sekolah Dasar Pada intinya, IPS merupakan mata pelajaran yang diberikan pada semua jenjang pendidikan, didalemnya mencakup seluruh aspek kehidupan sosial manusia dan dengan lingkungannya, kehidupan masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang serta mempelajari bagaimana manusia tersebut berusaha memenuhi seluruh kebutuhannya dan menyelesaikan seluruh permasalahan yang dihadapannya. Jadi, tugas seorang guru pada mata pelajaran IPS adalah untuk mengetahui dan mengembangkan kemampuan anak didik sedemikian rupa sehingga mereka mampu mengerti dirinya sendiri maupun orang lain secara lebih baik, mampu mengisi kehidupanya dengan lebih efektif, turun membantu mengembangkan masyarakat dengan kamampuan dan membantu dan proses perubahan masyarakat. d. Tujuan Pendidikan IPS Menurut Hasan (Supriatna, dkk. 2009:5), tujuan pendidikan IPS dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu: a. Pengembangan kemampuan intelektual siswa Berorientasi pada pengembangan kemampuan intelektual yang berhubungan dengan diri siswa dan kepentingan ilmu pengetahuan khususnya ilmu-ilmu sosial. b. Pengembangan kemampuan dan rasa tanggung jawab sebagai anggota masyarakat dan bangsa Berorientasi pada pengembangangan diri siswa dan kepentingan masyarakat. c. Pengembangan diri siswa sebagai pribadi Berorientasi pada pengembangan pribadi siswa baik untuk kepentingan dirinya, masyarakat maupun ilmu. e. Ruang Lingkup IPS Adapun ruang lingkup dalam pembelajaran IPS di Sekolah Dasar dalam KTSP (Supriatna, dkk. 2009:21) adalah ada meliputi beberapa aspek : a. Manusia, tempat dan lingkungan. b. Waktu, keberlanjutan dan perubahan. c. Sistem sosial dan budaya. d. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan 3. Model pembelajaran Cooperative Learning tipe Think pair share a. Pengertian Model Cooperative Learning tipe Think pair share Cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau prilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesame dalam stuktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yaitu terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri ( Etin Solahetin, 2008 ). Menurut Dahlan (Isjoni, 2007:49), model mengajar dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas. Pembelajaran menurut Muhammad Surya (Isjoni, 2007:49) merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dan pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Sedangkan yang dimaksud dengan model pembelajaran menurut Joice dan Weill (Isjoni, 2007:50) adalah suatu pola atau rencana yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelasnya. Cooperative Learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada orang lain. Slavin (Isjoni, 2007:17) menyebutkan cooperative learning merupakan model pembelajaran yang telah dikenal sejak lama, dimana pada saat itu guru mendorong para siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Dalam melakukan proses belajar mengajar guru tidak lagi mendominasi, sehinga siswa dituntut untuk berbagi informasi dengan siswa lainnya dan saling belajar mengajar sesama mereka. Think pair share adalah salah satu teknik model cooperative learning yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Think pair share menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil yang terdiri dari 2-6 orang dan lebih dirincikan oleh penghargaan kooperatif, dari penghargaan individual (Ibrahim dkk: 2000:3). Penerapan model pembelajaran Think pair share diharapkan siswa dapat mengembangkan keterampilan berfikir dan menjawab dalam komunikasi antara satu dengan ynag lain, serta bekerja saling membantu dalam kelompok kecil. Hal ini sesuai dengan pengertian think pair share itu sendiri, sebagaimana yang dikemukakan oleh Lie (2002: 57) bahwa , Menurut Anita Lie (2002:31) model pembelajaran Cooperative Learning tidak sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yaitu : a. Saling ketergantungan positif Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untu menciptakan kelompok kerja yang efektif, mengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan. b. Tanggung jawab perseorangan Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran kooperatif learning, setiap siswa akan merasa tanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran koopertif learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan. c. Tatap muka Dalam pembelajaran kooperatif learning setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajaran membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan. d. Komunikasi antar anggota Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa. e. Evaluasi proses kelompok Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Untuk langkah- langkah prilaku guru menurut model pembelajaran kooperatif yang diuraikan oleh Arends (1997) adalah sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini. Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Kooperatif Fase Tingkah Laku Guru Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar Fase 2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan Fase 3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok- kelompok belajar Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok- kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Fase 5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing- masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Fase 6 Memberikan penghargaan Guru mencari cara- cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu kelompok. Sumber : Suprijono (2009:65) b. Karakteristik Model Cooperative Learning Tipe Think pair share Menurut Arends, (Ririn Arpianti, 2012:33) model cooperative mempunyai karakteristik atau ciri sebagai berikut : a. Siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang dengan memperhatikan keheterogenan. b. Bekerjasama positif dan setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari masalah tertentu dari materi yang diberikan dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain. c. Terdapat kelompok asal dan kelompok hasil yang saling bekerjasama. c. Tujuan Cooperative Learning Tipe Think pair share Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000:96) http://ri1990.blogspot.com//2013/05/hakikat-model-cooperative-learning-tipe-thinkpairshare/ diakses 06 Mei pukul 22.00 WIB, yaitu: a. Hasil belajar akademik Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. b. Penerimaan terhadap perbedaan individu Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain. c. Pengembangan keterampilan sosial Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial. d. Kelebihan dan Kelemahan Model Cooperative Learning Tipe Think pair share a. Kelebihan Pembelajaran Cooperative teknik Think pair share Menurut Kunandar, (2009:367), menyatakan bahwa “tipe think pair share memiliki keuntungan yaitu ”mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok kelas secara keseluruhan”. “Belajar kooperatif dapat mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik antar siswa, dan dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa. Siswa lebih banyak belajar dari teman mereka dalam belajar kooperatif dari pada guru. interaksi yang terjadi dalam bentuk kooperatif dapat memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa”. Sedangkan menurut Ibrahim, dkk. (2000:70) https://docs.google.com diakses 06 Mei 2014 pukul 22.13 WIB, yaitu: 1) Siswa secara langsung dapat memecahkan masalah, memahami suatu materi secara berkelompok dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya, membuat kesimpulan (diskusi) serta mempresentasikan di depan kelas sebagai salah satu langkah evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. 2) Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang diajarkan karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan. 3) Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan masalah. 4) Memperbaiki kehadiran. Tugas yang diberikan oleh guru pada setiap pertemuan selain untuk melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran juga dimaksudkan agar siswa dapat selalu berusaha hadir pada setiap pertemuan. Sebab bagi siswa yang sekali tidak hadir maka siswa tersebut tidak mengerjakan tugas dan hal ini akan mempengaruhi hasil belajar mereka. b. Kelemahan Pembelajaran Cooperatif teknik Think pair share Model Cooperatif tipe think pair share memiliki beberapa kelemahan, sehingga dapat menjadi kendala ketika menerapkan model ini dalam pembelajaran yang sedang berlangsung. Maka oleh karena itu dalam aplikasi model ini dilapangan yang harus kita cari adalah jalan keluarnya. Menurut Lie (2005:46), model Cooperative tipe think pair share memiliki kelemahan-kelemahan antara lain: 1.) Membutuhkan koordinasi secara bersamaan dari berbagai aktivitas. 2.) Membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan ruangan kelas. 3.) Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor. 4.) Lebih sedikit ide yang muncul. 5.) Jika ada perselisihan, tidak ada penengah. 6.) Menggantungkan pada pasangan. 7.) Jumlah siswa yang ganjil berdampak pada saat pembentukan. e. Langkah-langkah Pembelajaran Model Cooperative Learning tipe Think pair share Langkah-langkah pembelajaran tipe Think pair share (Trianto, 2007:58), yaitu: a) Siswa dikelompokkan, 1 kelompok terdiri dari 2- 4 anggota tim; b) Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda; c) Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan; d) Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka; e) Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh; f) Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi; g) Guru memberi evaluasi; h) Penutup. 4. Hasil Penelitian Terdahulu Berdasarkan hasil wawancara dengan guru, diketahui bahwa tingkat kerjasama siswa kelas IV SDN Cangkuang 09 pada pembelajaran IPS khususnya materi perkembangan teknologi dari 40 siswa hanya sekitar 25% yang dapat melakukan kerjasama secara baik dengan rekan sebayanya, dan sisanya 75% kurang mampu melaksanakan kerjasama, cenderung bersikap individu. Sehingga hal ini dapat mempengaruhi hasil belajar yang diperoleh siswa dalam pencapaian nilai KKM pada mata pelajaran IPS. Hasil yang dicapai siswa dalam setiap ulangan harian yang diberikan oleh guru dalam mata pelajaran IPS pada tahun yang lalu menunjukkan bahwa hasil belajar yang dicapai oleh siswa kelas IV SDN Cangkuang 09 kurang memuaskan. Dari jumlah siswa sebanyak 40 siswa, hanya 10 siswa (25%) yang memperoleh nilai memperoleh nilai di atas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) mata pelajaran IPS yang ditentukan yaitu 65, dan sisanya 30 siswa (75 %) belum memenuhi nilai di atas KKM. Dengan memperhatikan kondisi tersebut perlu adanya upaya untuk memperbaiki kualitas pembelajaran IPS. Guru perlu menggunakan model pembelajaran yang dapat menunjang dan menumbuhkan kerjasama siswa untuk memahami pelajaran dan meningkatkan hasil belajar yang optimal. Hal di atas terjadi karena pembelajaran IPS pada saat ini masih berorientasi pada guru (Teacher Centered) dan proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini cenderung pada pencapaian target materi kurikulum. Guru hanya menggunakan metode ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat dan mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya dan demikian suasana pembelajaran menjadi kurang kondusif sehingga siswa menjadi pasif. 5. Kerangka Berpikir Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan tertentu. Interaksi ini disebut interaksi pendidikan, yaitu saling memberi pengaruh antara pendidik dengan peserta didik. Dalam saling mempengaruhi ini peranan pendidik lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih berpengalaman, lebih banyak menguasai nilai- nilai, pengetahuan dan keterampilan. Tapi terkadang interaksi antara pendidik dan peserta didik menjadi tidak efektif, karena dipengaruhi oleh berbagai kendala sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai. Beberapa hal mempengaruhinya yaitu kurangnya keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar sehingga hasil belajar siswa menjadi rendah. Upaya peningkatan hasil belajar siswa tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat diperoleh hasil belajar yang optimal.
Item Type: | Thesis (Skripsi(S1)) |
---|---|
Subjects: | S1-Skripsi |
Divisions: | Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014 |
Depositing User: | Iyas - |
Date Deposited: | 25 Jul 2016 15:07 |
Last Modified: | 25 Jul 2016 15:07 |
URI: | http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/6272 |
Actions (login required)
View Item |