PENGGUNAAN MODEL INQUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS VI SDN WALUYA PADA MATA PELAJARAN IPA

Mohamad Panji Muslim, 105060260 (2016) PENGGUNAAN MODEL INQUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS VI SDN WALUYA PADA MATA PELAJARAN IPA. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
COVER.docx

Download (36kB)
[img] Text
lembar pengesahan.docx

Download (14kB)
[img] Text
MOTTO DAN PERSEMBAHAN.docx

Download (15kB)
[img] Text
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI.docx

Download (14kB)
[img] Text
abstrak.docx

Download (17kB)
[img] Text
KATA PENGANTAR.docx

Download (110kB)
[img] Text
DAFTAR ISI yg bener.docx

Download (30kB)
[img] Text
BAB I.docx

Download (41kB)
[img] Text
BAB II.docx

Download (1MB)
[img] Text
BAB III.docx
Restricted to Repository staff only

Download (99kB)
[img] Text
BAB IV.docx
Restricted to Repository staff only

Download (77kB)
[img] Text
BAB V.docx
Restricted to Repository staff only

Download (21kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA BAB I.docx

Download (19kB)
[img] Text
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.docx

Download (50kB)

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik melalui model inquiry dalam pembelajaran IPA pada topik mendeskripsikan ciri- ciri makhluk hidup dan lingkungan hidupnya. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan di kelas VI SDN Waluya.Penelitian ini dilatar belakangi dengan keadaan siswa di kelas VI SDN Waluya yang hasil pembelajarannya yang kurang didalam pembelajaran dikarenakan guru sering menggunakan ceramah konvensional, sedangkan dengan model-model pembelajaran yang lain khususnya model inquiry belum pernah dilaksanakan. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menggunakan sistem siklus yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, analisis dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus. Dalam tiap siklusnya dilaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran inquiry yang terdiri dari 5 tahap yaitu 1. Merumuskan Masalah, 2. Merumuskan jawaban sementara (hipotesis), 3.Menguji jawaban tentative, 4. Menarik kesimpulan, 5.Menerapkan kesimpulan dan generalisasi. Teknik evaluasi yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik tes dan non tes. Teknik tes untuk mengetahui hasil belajar peserta didik, dan teknik non tes untuk mengetahui aktivitas belajarpeserta didik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran inquiry dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rata-rata peningkatan hasil belajar peserta didikdari siklus I sampai siklus II, yaitu pada siklus I hasil belajar menunjukan nilai71,92dengan kategori baik dan siklus II 85,38dengan kategori baik sekali. Kesimpulan yang diperolah dari penelitian ini adalah, bahwa penggunaan model pembelajaran inquiry sangat menunjang terhadap peningkatan hasil belajar peserta didik pada materi mendeskripsikan Ciri-ciri makhluk hidup dan lingkungan hidupnya di kelas VI Sekolah Dasar. Dengan demikian, penggunaan model inquiry dapat dijadikan salah satu model pembelajaran untuk diterapkan pada pembelajaran IPA. Kata kunci: inquiry, hasil belajar THE USE OF INQUIRY MODEL TO IMPROVE SIXTH GRADE BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rendahnya mutu hasil belajar masih menjadi kendala yang terjadi dalam pendidikan yang ada di Indonesia, ini harus bisa diatasi dengan memberikan pendidikan yang bermutu terhadap peserta didik agar peserta didik mampu menjalani kehidupan dengan baik karena memiliki pendidikan yang baik pula namun hal itu bertentangan dengan kondisi pendidikan sekarang yang mana pendidikan sekarang bermasalah dengan proses pembelajaran yang menyebabkan mutu hasil belajar yang rendah. Snelbeker (dalam Rusmono 2012) mengatakan bahwa: Perubahan atau kemampuan baru yang diperoleh siswa setelah melakukan perbuatan belajar adalah merupakan hasil belajar karna belajar pada dasarnya adalah bagaimana perilaku seseorang berubah sebagai akibat dari pengalaman. Pendidikan merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia oleh karena itu setiap manusia memerlukan pendidikan untuk bisa menjalankan kehidupannya dan untuk mensejahterakan hidupnya, pendidikan tidak hanya berlangsung hanya beberapa tahun saja tetapi pendidikan berlangsung selama manusia itu hidup. Henderson (Uyoh Sadulloh 2007 : 4) mengemukakan: Pendidikan merupakan satu proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir. Warisan sosial merupakan bagian dari lingkungan masyarakat, merupakan alat bagi manusia untuk pengembangan manusia yang terbaik dan intelegen, untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Manusia memerlukan pendidikan sebagai alat untuk menopang kehidupannya. Pendidikan di Indonesia dibagi menjadi tiga yaitu pendidikan formal, non-formal dan informal pendidikan di Indonesia menjadi tanggung jawab kementrian pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia. Pengertian pendidikan dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dikatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Dari pengertian pendidikan di atas pendidikan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan potensi diri untuk kepentingan diri sendiri, masyarakat, dan Negara. Sehingga kita sebagai warga Negara wajib melaksanakan tanggung jawab tersebut untuk memajukan pendidikan nasional. Pendidikan formal di Indonesia terutama di sekolah dasar masih perlu banyak perbaikan-perbaikan agar kualitas pendidikan di Indonesia bisa meningkat kearah yang lebih baik karena pada kenyataannya pendidikan di sekolah dasar belum terlaksana dengan maksimal terutama pada mata pelajaran IPA yang seharusnya peserta didik banyak melakukian penelitian atau kegiatan yang langsung yang bisa membuat peserta didik menemekuan pengetahuannya sendiri tanpa harus di beritahu oleh guru. Materi dari pembelajaran IPA berorientasi pada alam yang ada dilingkungan sekitar peserta didik yang secara umum menekankan pada hasil belajar, materi pembelajaran IPA juga sangat bervariasi tidak hanya bisa dilakukan dengan penjelasan secara pragmatis tetapi juga membutuhkan kegiatan langsung agar peserta didik mampu memahami materi sepenuhnya dan juga mendapatkan pengalaman yang nyata. Sesuai materi yang dibahas yaitu hubungan antara ciri-ciri khusus yang dimiliki hewan dan lingkungan hidupnya materi ini tidak hanya bisa dilakukan dengan penjelasan yang pragmatis tetapi juga membutuhkan kegiatan penenuan untuk membuktikan konsep secara pragtis Terkait dengan hal tersebut yang perlu diperhatikan juga yaitu anak umur sekolah dasar masih dalam proses perkembangan jiwanya yang masih berada pada dunia bermain guru harus memahami faktor diri yang merupakan faktor kejiwaan kehidupan seorang anak. Faktor-faktor ini dapat berupa perasaan (emosi), dorongan untuk berbuat (motivasi), intelegensi, sikap, dan kemampuan berkomunikasi. Ini semua kana berpengaruh dalam tindakan anak sehari-hari. Beberapa ciri perkembangan kejiwaan anak dikemukakan oleh Abu Ahmadi (Dalam Bambang Robandi 2007 : 71), sebagai berikut: Ciri-ciri perkembangan kejiwaan anak SD 1. Pertumbuhan pisik dan motorik maju pesat; 2. Kehidupan sosial diperkaya dengan kemampuan bekerjasama dan bersaing dalam kehidupan kelompok; 3. Mempunyai kemampuan memahami sebab akibat; 4. Dalam kegiatan-kegiatannya belum membedakan jenis kelamin, dan dasar yang digumakan adalah kemampuan dan pengalaman yang sama. Konsep atau materi yang diberikan akan mudah dipahami bila anak mendapatkan pengalaman langsung dari apa yang dia lakukan. Materi pokok hubungan antara ciri-ciri khusus yang dimiliki hewan dan lingkungan hidupnya akan membuat pemahaman yang abstrak apabila strategi pembelajaran yang diberikan tidak sesuai, tidak adil rasanya bila anak dituntut harus menerima materi dengan menghafal dan memahami tentang materi hubungan antara ciri-ciri khusus yang dimiliki hewan dan lingkungan hidupnya dengan meniru guru dan buku paket. Termasuk juga bila anak dituntut mengungkapkan pengertian tentang hubungan antara ciri-ciri khusus yang dimiliki hewan dan lingkungan hidupnya dengan bahasa yang sesuai yang telah diterangkan oleh guru karna itu bisa saja membuat anak menjadi tidak kreatif. Kita ketahui rendahnya mutu hasil belajar IPA kebanyakan masih rendah jika dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain. Pada SD Negeri Waluya kabupaten Bandung nilai hasil belajar kelas VI pada materi hubungan antara ciri-ciri khusus yang dimiliki hewan dan lingkungan hidupnya hasil pembelajaran masih belum mencapai KKM rata-rata nilai peserta didik adalah 53,07 dari 26 peserta didik. Perolehan hasil belajar tersebut tentu sangat memprihatinkan, mengingat mata pelajaran IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang mempunyai peran penting dalam kehidupan nyata sehari-hari. Untuk mencapai hasil belajar yang bermutu dan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan ilmu pengetahuan alam yang baik dan sesuai yang diharapkan diperlukan suatu cara atau strategi yang tepat sesuai dengan materi, waktu, sarana, dan prasarana yang menunjang secara optimal untuk keberhasilan proses pembelajaran IPA. Hasil wawancara dengan kepala sekolah SDN Waluya beliau mengatakan bahwa masih banyak guru yang menerapkan strategi belajar mengajar yang tradisional. Guru hanya memilih dan menggunakan satu jenis metode atau pendekatan seperti hanya ceramah, ekspositori, pemberian tugas, bahkan peserta didik hanya disuruh mencatat buku saja. Selain itu kedudukan guru selalu lebih dominan dibandingkan dengan peserta didik sehingga peserta didik hanya menjadi penerima informasi dari guru. Keadaan demikian menggambarkan bahwa penggunaan atau penerapan pendekatan pembelajaran masih terbatas, hal ini dapat memberikan dampak langsung terhadap hasil belajar yang kurang dan tidak optimal. Memang tidak ada metode atau strategi pembelajaran yang paling baik atau paling jelek. Guru dituntut untuk kreatif dan harus membuat alternative-alternatif baru agar kualitas hasil pembelajaran bisa lebih baik, optimal dan memberikan solusi yang evektif dalam menghasilkan mutu hasil belajar yang baik dan mencapai tujuan. Kita juga perlu memperhatikan bahwa segala sesuatu mempunyai kekurangan dan kelebihan. Tidak sedikit dari proses belajar juga menghasilkan peserta didik yang berprestasi dan sebaliknya metode pembelajaran baru yang bersifat kontekstual yang terkadang menyullitkan peserta didik dalam memahami konsep sehingga harus ada kontribusi antara kedua metode pembelajaran karna sebuah sistem tidak akan mampu berdiri sendiri. Perlu metode pembelajaran yang cocok yang sesuai dengan peserta didik yang bisa digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa contohnya dengan menggunakan model pembelajaran discopery learning, PBL, dan inquiri atau penelitian ilmiah mukin ini akan lebih dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik, namun melihat materi yang akan diteliti pada penelitian ini model yang lebih cocok yaitu model inquiri karna mengajak peserta didik untuk menemukan pengetahuannya dari suatu penelitian. Model pembelajaran scientific inquiry atau penelitian ilmiah ini digunakan karna inti dari model ini adalah melibatkan peserta didik dalam masalah penelitian yang benar-benar orisinil dengan cara menghadapkan mereka pada bidang investigasi, membantu peserta didik mengidentifikasi masalah konseptual atau metodologis dalam bidang ilmu pengetahuan alam, dan mengajak mereka untuk merancang cara-cara memecahkan masalah. Dari sini, mereka bisa melihat bagai mana satu pengetahuan dibuat dan dibangun dalam komunitas para ilmuan. Pada waktu yang bersamaan, mereka akan menghargai pengetahuan sebagai hasil dari proses penelitian yang melelahkan dan mungkin juga akan belajar keterbatasan-keterbatasan dan keunggulan-keunggulan pengetahuan masa kini dengan demikian diharapkan hasil belajar peserta didik bisa meningkat Hakiakat scientific inquiry atau penelitian ilmiah adalah mengajarkan peserta didik untuk memproses informasi dengan menggunakan teknik-teknik yang pernah digunakan oleh para peneliti biologi misalnya dengan mengidentifikasi masalah-masalah dan menggunakan metode tertentu untuk memecahkan masalah schwab (Dalam Joyce & Weil 2011 : 187) mengemukakan bahwa: “walaupun salah satu tujuan terpenting versi ini (metode ini) adalah untuk menggambarkan kontribusi-kontribusi yang signifikan dari biologi molekul modern yang dirancang untuk memberikan pemahaman umum tentang masalah-masalah sains, tujuan kedua juga akan tampak. Dengan hasil pengukuran berdasarkan hamper semua standar, sains telah dan terus menjadi kekuatan handal dalam masyarakat kita. Namun, kesulitan kembali muncul. Kesullitan ini, yang diungkapkan oleh C.P. Snow dalam bukunya, two cultures, muncul dari fakta bahwa walaupun banyak orang mungkin memahami hasil sains, pada saat yang bersamaan mereka bisa saja menjadi buta atau bodoh pada sifat sains dan metode-metode penelitiannya. Mungkin, inilah generalisasi yang paling aman untuk menyebutkan bahwa pemahaman terhadap hasil sains tidak bisa diperoleh kecuali jika proses dalam sains tersebut juga dipahami. Hal ini tampak bahwa dalam masyarakat yang bebas seperti ini, kita akan banyak tergantung pada rata-rata penilaian warga tentang sains.” Model pemgajaran penelitian ilmiah ini memiliki banyak bentuk pada dasrnya, ia meliputi elemen-elemen atau tahapan-tahapan seperti berikut ini, meskipun unsur-unsur atau tahap-tahap tersebut bisa saja dikalankan dalam suatu rangkaian pengajaran yang cukup lama. Pada tahap pertama, siswa disajikan bidang penelitian, yang meliputi metodologi-metodologi yang digunakan dalam penelitian tersebut. Pada tahap kedua, masalah mulai disusun sehingga siswa dapat mengidentifikasi maslah dalam penelitian tersebut. Pada tahap ini, bisa jadi siswa akan mengalami beberapa kesulitan yang mereka harus atasi, seperti interpretasi data atau pembentukan data, atau kontrol uji coba, atau pembuatan kesimpulan. Pada tahap ketiga, siswa diminta untuk berspekulasi tentang masalah tersebut, sehingga dia dapat mengidentifikasi kesulitan yang dilibatkan dalam penelitian. Pada tahap keempat, siswa diminta untuk berspekulasi tentang cara-cara memperjelas kesulitan tersebut, dengan merancang kembali uji coba, melolah data dengan cara yang berbeda, menghasilkan data, mengembangkan konstruk-konstruk, dan sebagainya. Scientific inquiri memiliki struktur pembelajaran yang didalamnya memiliki empat tahap yaitu : pertama, siswa disajikan suatu bidang penelitian, yang kedua siswa menyusun suatu masalah, yang ketiga siswa mengidentifikasi masalah dalam penelitian, dan yang keempat siswa berspekulasi untuk memperjelas masalah. Penggunaan scientific inquiri ini di harpkan hasil belajar siswa bisa meningkat karna model pembelajaran ini sangan cocok dengan materi yang akan dipelajari oleh peserta didik. Atas pemikiran diatas penulis merumuskan judul penelitian tindakan kelas ini dengan judul “penggunaan model inquiri untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas VI SDN Waluya pada mata pelajaran IPA. . Perumusan judul tersebut berdasarkan observasi ke sekolah yang mana guru menggunakan metode pembelajaran yang masih tradisional. Kemudian dibandingkan dengan penerapan pembelajaran yang ditetapkan sebagai refleksi dari tindakan hal ini memekan kan pada kesimpulan bahwa materi pokok pembentukan tanah karna proses pelapukan lebih tepat menggunakan metode eksperimen. B. Identifikasi Masalah Sehubungan dengan latar belakang masalah di atas peneliti dihadapkan dengan maslah bagaimana penerapan model pembelajaran inquiri terhadap siswa kelas VI SDN Waluya untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik. Saya sebagai peneliti mencoba merefleksi dan mengevaluasi kegiatan belajar peserta didik terutama pada penggunaan model inquiri dari hasil refleksi dan evaluasi tersebut peneliti mencoba memperbaiki kekurangan yang dapat menyebabkan rendahnya hasil belajar peserta didik. C. Rumusan Masalah dan Pernyataan Penelitian 1. Rumusan Masalah Melihat dari latar belakang masalah di atas peneliti melihat masalah yang menjadi prioritas utama adalah apakah penggunaan metode inquiri dapat meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran IPA pada siswa kelas VI SD Negeri Waluya. Masalah penelitian dibatasi dalam hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan model inquiri pada pembelajaran IPA di kelas VI SDN Waluya untuk materi hubungan antara ciri-ciri khusus yang dimiliki hewan dan lingkungan hidupnya. 2. Pertanyaan Penelitian Mengingat rumusan masalah utama sebagaimana telah diutarakan di atas masih terlalu luas sehingga belum secara spesifik menunjukkan batas-batas mana yang harus diteliti, maka rumusan masalah utama tersebut kemudian dirinci dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana prestasi belajar siswa sebelum siswa mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model inquiri pada mata pelajaran IPA materi hubungan antara ciri-ciri khusus yang dimiliki hewan dan lingkungan hidupnya pada siswa kelas VI SD Negeri Waluya. 2. Bagaimana penerapan penggunaan model inquiri untuk meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPA materi hubungan antara ciri-ciri khusus yang dimiliki hewan dan lingkungan hidupnya pada siswa kelas VI SD Negeri Waluya. 3. Bagaimana pelaksanaan model inquiri untuk meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPA materi hubungan antara ciri-ciri khusus yang dimiliki hewan dan lingkungan hidupnya pada siswa kelas VI SD Negeri Waluya. 4. Adakah peningkatan hasil belajar peserta didik kelas VI SDN Waluya pada mata pelajaran IPA materi hubungan antara ciri-ciri khusus yang dimiliki hewan dan lingkungan hidupnya setelah menggunakan metode inquiri. 5. Bagai mana aktivitas guru selama pembelajaran dengan menggunakan model inquiri pada mata pelajaran IPA materi hubungan antara ciri-ciri khusus yang dimiliki hewan dan lingkungan hidupnya pada siswa kelas VI SD Negeri Waluya. D. Pembatasan Masalah Memperhatikan hasil identifikasi masalah, rumusan masalah dan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang telah diutarakan, diperoleh gambaran dimensi permasalahan yang begitu luas. Namun, menyadari adanya keterbatasan waktu dan kemampuan, maka dalam penelitian ini penulis memandang perlu memberi batasan masalah secara jelas sebagai berikut. 1. Hasil belajar dan proses pembelajaran yang diukur dalam penelitian ini adalah aspek kognitip, afektip dan psikomotor. 2. Dari sekian banyak pokok bahasan pada mata pelajaran IPA, dalam penelitian ini hanya akan mengkaji atau menelaah pembelajaran pada pokok bahasan mengenai hubungan antara ciri-ciri khusus yang dimiliki hewan dan lingkungan hidupnya. 3. Objek dalam penelitian ini hanya akan meneliti pada siswa kelas VI di SD Negeri Waluya Kecamatan Cicalengka Kabupaten Bandung. E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk: Ingin mengetahui peningkatkan hasil belajar peserta didik setelah diterapkan pembelajaran dengan model inquiri pada materi hubungan antara ciri-ciri khusus yang dimiliki hewan dan lingkungan hidupnya pada mata pelajaran ilmu pengetahuan alam kelas VI SDN Waluya. F. Manfaat Penelitian Penulis mergharapkan dengan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi : 1. Bagi Peneliti : Dapat menambah wawasan mengenai model pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inquiri, dan mengetahui hasil dari penggunaan model inquiri terhadap siswa SD Negri Waluya Kecamatan Cicalengka Kabupaten Bandung 2. Bagi guru : Memberikan informasi tentang model pembelajaran yang sesuai dengan materi ilmu pengetahuan alam dan guru dapat memahami hal-hal yang perlu dilakuikan untuk menyampakan pembelajaran dengan berbagai macam model. 3. Bagi siswa : Hasil penelitian ini dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam proses belajar ilmu pengetahuan alam dan agar peserta didik mudah memahami pelajaran. 4. Bagi sekolah: Hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan bagi sekolah dalam rangka perbaikan pembelajaran dan memberikan masukan bagi sekolah sebagai pedoman untuk mengambil kebijakan di sekolah tersebut khususnya dalam pelajaran ilmu pengetahuan alam. G. Kerangka Pemikiran Bagaimana hasil belajar siswa setelah siswa mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model inquiri. (Joyce & Weil 2011 : 194) menyatakan bahwa: Model pengajaran scientific inquiry dirancang untuk melibatkan siswa dalam masalah penelitian yang benar-benar orisinil dengan cara menghadapkan siswa pada bidang investigasi, membantu siswa mengidentifikasi masalah konseptual atau metodologis dalam bidang tersebut, dan mengajak siswa untuk dapat merancang cara untuk mengatasi masalah tersebut. Dengan demikian, siswa dapat mengetahui bagaimana suatu pengetahuan dibuat dan dibangun dalam komunitas para ilmuan. Model pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa sesuai dengan kkm yang telah ditentukan dan dengan penggunaan model scientific inquiry ini diharapkan pembelajaran berlangsung menarik dan meningkatkan hasil belajar peserta didik. Penerapan model inquiry ini memiliki kelebihan yaitu peserta didik mampu mendapatkan pengetahuannya sendiri dengan melakukan penelitian seperti para ilmuan sehingga peserta didik mampu menyimpulkan sendiri apa yang mereka telah pelajari. Penelitian tindakan kelas menggunakan model pembelajaran inquiri ini penulis menggunakan instrument tes dan non tes yang di gunakan sebagai alat pengumpul data sehingga penelitian tindakan kelas ini menggunakan pendekatan dan pengelolaan data secara kuantitatif untuk menguji teori-teori tertentu dengan meneliti hubungan antarvariabel. Diharapkan hasil belajar peserta didik mampu meningkat setelah dilakukan proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran inquiri seperti diagram dibawah ini:. H. Asumsi Berdasarkan kerangka atau paradigm penelitian sebagaimana diutarakan diatas, maka beberapa asumsi dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Menurut Gagne, Briggs dan Wager (Dalam Rusmono 2012 : 9) menyatakan bahwa kemampuan baru yang diperoleh setelah siswa belajar adalah kapabilitas atau penampilan yang dapat diamati sebagai hasil belajar. Lebih lanjut dikatakan, mengkategorikan lima kemampuan sebagai hasil belajar, yaitu keterampilan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, sikap, dan keterampilan motorik. Keterampilan intelektual, yakni berupa keterampilan yang membuat individu mampu dan cakap berinteraksi dengan lingkungan menggunakan lambing, seperti kemempuan membedakan apa yang ditampakan oleh suatu benda dengan benda lain (discrimination), kemampuan mengidentifikasi objek dalam satu lingkungan dengan memberikan nama tertentu atau konsep kongkret (concrete concept), kemampuan mengidentifikasi konsep (difined concept), kemampuan intelektual yang lebih luas, yaitu peraturan-peraturan (rules), dan kemampuan seseorang untuk mengetahui hal-hal yang dipelajari dan kemampuan menerapkannya untuk menyelesaikan suatu masalah (higher-orderules – problem solving). 2. Menurut (Joyce & Weil 2011 : 202) mengatakan bahwa model latihan penelitian atau inquiri berawal dari sebuah kepercayaan dalam upaya pengembangan para pembelajar yang mandiri, metodenya mensyaratkan partisipasi aktif siswa dalam penelitian ilmiah. I. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka atau paradigma penelitian dan asumsi sebagai mana telah dikemukakan diatas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah: “penggunaan model inquiri dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran ilmu pengetahuan alam materi hubungan antara ciri-ciri khusus yang dimiliki hewan dan lingkungan hidupnya. J. Definisi Operasional Untuk menghindari terjadinya salah pengertian terhadap istilah-istilah yang terdapat dalam variable penelitian ini, maka istilah-istilah tersebut kemudian didefinisikan sebagai berikut : 1. Model pembelajaran inkuiri adalah sebuah strategi yang langsung terpusat pada peserta didik yang mana melibatkan siswa dalam masalah penelitian yang benar-benar orisinil dengan cara menghadapkan mereka pada bidang investigasi, membantu mereka mengidentifikasi masalah konseptual atau metodologis dalam bidang tersebut dan mengajak mereka untuk merancang cara-cara memecahkan masalah. 2. Snelbeker (Dalam Rusmono 2012 : 8) mengatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan atau kemampuan baru yang diperoleh siswa setelah melakukan perbuatan belajar adalah merupakan hasil belajar, karna belajar pada dasarnya adalah bagaimana perilaku seseorang berubah sebagai akibat dari pengalaman. Hasil belajar, menurut Bloom, merupakan perubahan perilaku yang meliputi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif meliputi tujuan-tujuan belajar yang berhubungan dengan memanggil kembali pengetahuan dan pengembangan kemampuan intelektual dan keterampilan. Ranah afektif meliputi tujuan-tujuan belajar yang menjelaskan perubahan sikap, minat, nilai-nilai, dan pengembangan apresiasi serta penyesuaian. Ranah psikomotorik mencakup perubahan perilaku yang menunjukan bahwa siswa telah mempelajari keterampilan manipulative fisik tertentu. 3. IPA adalah Ilmu alam (bahasa Inggris: natural science; atau ilmu pengetahuan alam) adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada rumpun ilmu dimana obyeknya adalah benda-benda alam dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku kapan pun dimana pun. BAB II KAJIAN TEORI A. Model Pembelajaran Scientific Inquiry (Penelitian Ilmiah) 1. Orientasi Model Hakikat pendekatan pembelajarn Biological Sciences Curriculum Study (BSCS) adalah mengajarkan siswa untuk memproses informasi dengan menggunakan teknik-teknik yang pernah digunakan oleh para peneliti biologi misalnya dengan mengidentifikasi masalah-masalah dan menggunakan metode tertentu untuk memecahkan masalah tersebut. BSCS menekankan isi dan proses. Penekanan pertama isi, berkaitan dengan perilaku manusia dalam ekologi bumi. Sedangkan, penekanan kedua proses berhubungan dengan penelitian sains/ilmiah. Untuk membantu siswa memahami tujuan/sifat sains, strategi-strategi yang dikembangkan oleh panitia BSCS telah memperkenalkan metode-metode biologi pada siswa. Selain itu, pada saat yang sama, mereka juga memperkenalkan ide-ide dan fakta-fakta. BSCS menggunakan beberapa teknik untuk mengajarkan sains sebagai penelitian. Pertama, menggunakan banyak pernyataan yang mengungkapkan sifat/tujuan sains yang belum pasti. Kedua, dalam meletakkan pernyataan kesimpulan, BSCS menggunakan apa yang disebut dengan narasi penelitian, bahwa guru harus menggambarkan latar belakang gagasan-gagasan penting tentang biologi dan mengikutsertakan metode penelitian dalam bidang biologi itu sendiri. Ketiga, kajian laboratiorium disusun untuk mengajak siswa melakukan penelitian masalah-masalah, lebih dari sekedar mengilustrasikan teks/tulisan. Keempat, program-program laboratorium didesain dalam bentuk kelompok-kelompok yang melibatkan siswa dalam penelitian tentang suatu masalah biologi yang benar-benar nyata. Ajakan-ajakan Penelitian Setiap ajakan penelitian merupakan studi kasus yang menggambarkan konsep dan metode disiplin tertentu. Setiap ajakan “mangajukan contoh per contoh dari proses itu sendiri dan melibatkan partisipasi siswa dalam proses tersebut” Schwab (Dalam Joyce & Weil 2011 : 189) Dalam setiap kasus dideskripsikan suatu studi sains dalam kehidupan nyata. Namun demikian, situasi-situasi yang berwujud kelengahan, kehampaan, atau keanehan dibiarkan tidak diinvestigasi. Artinya, melalui situasi ini, siswa diajak untuk menigis: “Kelengahan ini munkgin merupakan bagian rencana eksperimentasi, atau cara untuk mengontrol satu faktor dalam suatu percoabaan” atau ia mungkin berupa kesimpulan untuk dapat digambarkan dari data yang tersedia. Jika tidak, ia mungkin merupakan hipotesis untuk dapat dipertimbangkan dari data yang tersedia. Dengan kata lain format undangan tersebut harus memastikan bahwa siswa dapat melihat penelitian biologi terapan dan dilibatkan di dalamnya. Seperangkat undangan ini diurutkan berdasarkan tingkat-tingkatan kerumitan untuk membimbing siswa secara berangsur-angsur pada konsep-konsep yang lebih rumit. Kita dapat melihat pengurutan ini dalam kelompok pertama ajakan untuk penelitian, yang fokus pada topik-topik yang berhubungan dengan metodologi - peran dan sifat pengetahuan umum, data, uji coba, kontrol, hipotesis, dan masalah-masalah dalam penelitian sains. 2. Model Pengajaran Model pengajaran scientific inquiry dirancang untuk melibatkan siswa dalam masalah penelitian yang benar-benar orisinil dengan cara menghadapkan siswa pada bidang investigasi, membantu siswa mengidentifikasi masalah konseptual atau metodologis dalam bidang tersebut, dan mengajak siswa untuk dapat merancang cara untuk mengatasi masalah tersebut. Dengan demikian, siswa dapat mengetahui bagaimana suatu pengetahuan dibuat dan dibangun dalam komunitas para ilmuan. Pada waktu yang sama, siswa juga akan menghargai pengetahuan sebagai hasil dari proses penelitian yang melelahkan dan mungkin juga akan belajar keterbatasan-keterbatasan dan keungulan-keunggulan pengetahuan masa kini. Model pengajaran ini terdiri atas: a) Syntax (Struktur Pengajaran) Struktur dalam model pengajaran penelitian ilmiah ini memiliki banyak bentuk. Pada dasarnya, hal ini meliputi elemen-elemen atau tahapan-tahapan seperti berikut ini, meskipun unsur-unsur atau tahapan-tahapan tersebut bisa saja dijalankan dalam suatu rangkaian pengajaran yang cukup lama. Joyce & Weil (2011 : 195) mengemukakan pembelajaran model scientific inquiry memiliki empat tahapan pokok, yaitu: 1) Siswa Disajikan Bidang Penelitian. Menyajikan suatu bidang penelitian kepada siswa, yang meliputi metodologi-metodologi yang digunakan dalam penelitian tersebut. 2) Siswa Mendesain Masalah. Masalah mulai disusun sehingga siswa dapat mengidentifikasi masalah yang terdapat dalam penelitian tersebut. Pada tahap ini, bisa saja siswa akan mengalami beberapa kesulitan yang harus mereka atasi, seperti interpretasi data, generalisasi data, kontrol ujicoba, atau pembuatan kesimpulan. 3) Siswa Mengidentifikasi Masalah Dalam Penelitian. Siswa diminta untuk berspekulasi tentang masalah tersebut; sehingga mereka dapat mengidentifikasi kesulitan dalam proses penelitian. 4) Siswa Memperkirakan Cara-Cara Untuk Memperjelas Kesulitan Dalam Penelitian. Siswa diminta untuk berspekulasi tentang cara untuk mengatasi kesulitan tersebut, dengan merancang kembali ujicoba, mengolah data dengan cara yang berbeda, mengeneralisasikan data, mengembangkan konstruk, dan sebagainya. Untuk lebih lebih jelas tentang struktur pengajaran pada model penelitian ilmiah dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini. Tabel 2.1 Struktur Model Penelitian (Berbasis Ilmu Biologi) Tahap Pertama Tahap Kedua Siswa disajikan suatu bidang penelitian Siswa menyusun masalah Tahap Ketiga Tahap Keempat Siswa mengidentifikasi masalah dalam penelitian Siswa berspekulasi untuk memperjelas masalah Joyce & Weil (2011 : 195) b) Social System (Sistem Sosial) Dalam model pembelajaran ini, iklim yang kooperatif sangat dianjurkan. Oleh karena siswa benar-benar dimasukan ke dalam komunitas peneliti yang menggunakan teknik ilmiah. Siswa perlu menghipotesis secara cermat, menantang bukti, mengkritisi rancangan penelitian, dan sebagainya. Selain menerima ketatnya penelitian, siswa juga harus mengakui sifat pengetahuan mereka itu tentatif dan terus berkembang sebagai suatu disiplin dengan tetap berpegang teguh pada pendekatan mereka terhadap disiplin-disiplin ilmiah yang telah berkembang dengan baik. c) Principles of Reaction ( Peran atau Tugas Guru) Tugas guru adalah membimbing, melatih, dan mendidik siswa dengan menekankan pada proses penelitian dan membujuk siswa untuk bercermin pada proses tersebut. Guru harus berhati-hati, karena mengidentifikasi fakta bukanlah persoalan utama yang patut ditekankan dalam penelitian. Lebih jauh, yang terpenting dalam hal ini adalah bagaimana guru dapat mendorong siswa menghadapi persoalan penelitian yang rumit dengan baik dan cermat. Guru harus mengarahkan siswa untuk membuat hipotesis, penafsiran data, interpretasi data, mengembangkan konstuk, yang juga merupakan bagian dari cara-cara mereka mengidentifikasi realitas yang terus berkembang. d) Support System (Sistem Pendukung) Model ini memerlukan ketrampilan instruktur yang fleksibel dan terampil dalam proses penelitian, yang dapat menyediakan bidang-bidang penelitian yang orisinil, masalah-masalah pengiringnya dan sumber-sumber data yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian. Selain itu, sistem dukungan yang lain dapat berupa perangkat-perangkat yang memadai untuk melancarkan penerapan beberapa tugas tersebut di atas. 3. Application (Penerapan) Ada banyak model-model pengajaran yang berorientasi pada penelitian. Semuanya kebanyakan dibangun berdasarkan konsep-konsep dan metode-metode disiplin tertentu. Konsepsi psikologi sosial yang dijalankan oleh para pembuat kurikulum dalam strategi pengajaran yang membimbing siswa untuk mempraktekan psikologi sosial. Siswa membandingkan analisisnya tentang contoh-contoh sehingga mereka dapat mengecek penelitian dan dugaan satu sama lain hingga tuntas, serta mulai bersiap diri. Pada akhirnya, guru mulai merancang kembali serangkaian aktivitas pengajaran yangk memperkenalkan pad siswa eksperimentasi-eksperimentasi para pakar psikososial yang telah menghasilkan teori-teori menarik tentang perilaku yang bersahabat dan tidak bersahabat serta kerja sama dan kompetensi. Pendekatan ini fokus pada bagaimana guru mampu membimbing siswa dalam mengkaji interaksi manusia, menyediakan kerangka rujukan akademik dan teknik untuk menguraikan dan melakukan penelitian, dan melibatkan merek dalam penelitian terhadap perilaku mereka sendiri dan sesama. Apalagi, para instruktur yang benar-benar ahli dalam disiplin ilmu tertentu mampu membangun sendiri materi yang berorientasi penelitian. 4. Instructional And Nurturant Effects (Dampak Instruksional Dan Pengiring) Model pembelajarn ini dirancang untuk mengajarkan proses penelitian pada bidang biologi. Model scientific inquiry telah dikembangkan untuk pengguna dengan siswa pada semua rentang usia, mulai dari masa prasekolah hingga universitas (Metz, Dalam Joyce & Weil 2011 : 198). Tujuan utamanya adalah untuk mengajarkan esensi dari proses ilmiah kepada siswa dan sekaligus mengajarkan konsep-konsep dan informasi-informasi penting tentang berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang telah dikembangkan. Selain itu, banyak pengamat yang telah melakukan penelitian tentang model ini. Penelitian itu kebanyak berfokus pada semua kurikulum yang telah diimplementasikan untuk satu atau lebih, dengan menggukan model-model yang sesuai dengan materi-materi instruksional. Dari hasil penelitian itu, ada dua jenis penemuan yang penting untuk kita perhatikan, yaitu: (1) Guru yang akan menggunakan model-model ini perlu terlibat dalam upaya mengkaji substansi akademik dan model-model ini perlu terlibat dalam upaya mengkaji substansi akademik dan model pengajaran. Selain itu, mereka juga harus berusaha menerapkan pengajaran yang berbasis penelitian. (2) Dimanapun model-model tersebut diterapkan, asalkan model-model ini diimplementasikan dengan baik dan dengan perhatian yang cukup pada kajian materi akademik dan proses pengajaran, hasilnya cukup mengesankan. Bredderman, (Dalam Joyce & Weil 2011 : 199). Melalui model ini, siswa telah belajar tentang proses ilmiah, menguasai konsep pokok, mempunyai informasi dasar tentang ilmu pengetahuan dan mengembangkan pandangan yang positif tentang sains. Secara ringkas dapat digambarkan Instructional and Nurturant Effets dari model pembelajaran scientific inquiry, sebagai berikut: INSTRUKSIONAL Pengetahuan ilmiah (saintifik) Proses penelitian Komitmen terhadap penelitian ilmiah Pemikiran terbuka : kemampuan menyeimbangkan alternatif-alternatif Jiwa dan sklill kooperatif PENGIRING Gambar 2.1. Instructional and Nurturant Effects of Scientific Inquiry Joyce & Weil (2011 : 198) B. Model Pembelajaran Inquiry Training (Latihan Penelitian) Model inquiry training dikembangkan oleh Richard Suchman (Dalam Joyce & Weil 2011 : 200) untuk mengajarkan siswa proses dalam meneliti dan mencari penjelasan tentang fenomena yang jarang terjadi. Model Suchman ini melibatkan siswa dalam versi-versi kecil tentang jenis-jenis prosedur yang digunakan oleh para sarjana untuk mengolah pengetahuan dan menghasilkan prinsip-prinsip. Didasarkan pada konsep metode ilmiah, ia mencoba untuk mengajarkan kepada siswa beberapa keterampilan dan bahasa penelitian ilmiah. Suchman mengembangkan modelnya dengan menganalisis metode-metode yang telah digunakan oleh para peneliti kreatif, khususnya penelitian di bidang fisika. Saat dia mengidentifikasi unsur-unsur proses penelitian mereka, ia membentuknya menjadi suatu model pembelajaran yang kemudian kita kenal dengan model inquiry training. Dalam model inquiry training terdapat tiga prinsip, yaitu: (1) pengetahuan bersifat tentatif, (2) manusia memiliki sifat ingin tahu yang alamiah, dan (3) manusia mengembangkan individualitas secara mandiri. Prinsip pertama menghendaki proses penelitian secara berkelanjutan, prinsip kedua mengindikasikan pentingkan siswa melakukan eksplorasi, dan yang ketiga (kemandirian) akan bermuara pada pengenalan jati diri dan sikap ilmiah. 1. Orientasi Model Pengajaran a) Tujuan-tujuan dan Asumsi Model penelitian ini berawal dari sebuah kepercayaan dalam upaya pengembangan para pembelajar yang mandiri; metodenya mensyaratkan artisipasi aktif siswa dalam penelitian ilmiah. Siswa sebenarnya memiliki rasa ingin tahu dan hasrat yang besar untuk tumbuh berkembang; dan latihan penelitian memanfaatkan eksplorasi kegairahan alami mereka, menberikan mereka arahan-arahan khusus sehingga mereka dapat mengeksplorasi bidang-bidang baru secara efektif. Tujuan umum latihan penelitian adalah membantu siswa mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan yang mempuni untuk meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang terpendam dari rasa keingintahuan mereka. b) Overview Strategi Pengajaran Mengikuti keyakinan Suchman bahwa individu-individu memiliki motivasi alamiah untuk melakukan penelitian, model latihan penelitian ini dibangun berdasarkan pertentangan-pertentangan intelektual. Siswa dihadapkan pada situasi yang membingungkan dan diminta untuk menelitinya. Segal hal yang misterius, tak terduga, dan tak dikenal merupakan salah satu karakteristik dari peristiwa yang membingungkan tersebut. Oleh karena itu tujuan inti dari pembelajaran ini dalah memberikan siswa pengalaman dalam membangun pengetahuan baru, pertentangan-pertentangan yang dimunculkan seharusnya didasarkan pada gagasan-gagasan yang dapat diteliti. 2. Model Pengajaran a) Syntax (Struktur Pengajaran) Joyce & Weil (2011 : 206) mengemukakan pembelajaran model inquiry trainingmemiliki lima tahapan, yaitu: 1) Mengonfrontasikan Siswa Dengan Situasi Yang Membingungkan: Tahap ini mengharuskan guru untuk menyajikan situasi permasalahan dan menjelaskan prosedur-prosedur penelitian pada siswa (objek-objek dan prosedur pertanyaan Ya/Tidak). Rumusan tentang perbedaan-perbedaan, seperti masalah strip dengan logam, juga mengharuskan guru untuk memiliki pengetahuan atau pemikiran yang memadai meskipun strateginya dapat didasarkan pada masalah-masalah sederhana. Untuk mendapatkan peristiwa yang unik, guru harus mengerti sifat atau ciri-cirinya. Sifat umum suatu peristiwa unik dan membingungkan dapat dijadikan sumber masalah dalam penelitian adalah bahwa peristiwa tersebut harus bertentangan dengan perasaan/gagasan/pengertian/pengalaman kebanyakan siswa tentantg suatu realitas. Dalam hal ini, tidak setiap situasi membingungkan dapat dijadikan peristiwa yang berbeda. Idealnya, aktivitas pembelajaran dengan model ini seharusnya tidak berkembang melampaui format “20 pertanyaan”. 2) Pengumpulan Data - Verifikasi: Siswa mengajukan serangkaian pertanyaan apa saja yang dimungkinkan guru dapat menjawab dengan kata ya atau tidak. Verifikasi merupakan proses dimana siswa mengumpulkan informasi tentang suatu peristiwa yang mereka lihat atau alami. 3) Pengumpulan Data - Eksperimentasi: Siswa mulai melaksanakan serangkaian ujicoba pada situasi permasalahan. Siswa memperkenalkan elemen-elemen baru ke dalam situasi permasalahan untuk mengetahui mungkinkah terjadi hal lain ketika data penelitian mereka ujicoba dengan cara yang berbeda. Walaupun verifikasi dan eksperimentasi digambarkan sebagai tahap yang terpisah dari model ini, pemikiran siswa dan jenis pertanyaan yang mereka utarakan biasanya bergantian dan bergiliran antara dua tahap pengumpulan tersebut. Eksperimentasi memiliki dua fungsi: eksplorasi dan pengujian langsung(direct testing). Eksplorasi - mengubah sesuatu untuk melihat apa yang akan terjadi – tidak semestinya dibimbing oleh sebuah teori dan hipotesis, tapi bagaimana eksperimentasi tersebut dilaksanakan untuk menawarkan gagasan-gagasan baru pada suatu teori. Sedangkan direct testing terjadi ketika siswa menguji coba suatu teori atau hipotesis. Proses konversi hipotesis ke dalam ujicoba tidak mudah dan membutuhkan banyak praktik. Untuk meneliti suatu teori, kita perlu mengajukan banyak pertanyaan verifikasi dan ekperimentasi. Oleh karena itu salah satu tugas sebagai guru adalah berusaha mengendalikan siswa kapan pun mereka berasumsi bahwa sebuah variabel tidak dapat dibuktikan meskipun kita tahu sebenarnya variabel tersebut bisa dibuktikan. Tugas berikutnya dari seorang guru adalah memperluas peneltian siswa dengan cara mengembangkan jenis informasi yang mereka peroleh. Selama verifikasi, mereka mungkin mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang objek, sifat/ karakteristik, kondisi dan kejadian. Pertanyaan tentang objek dimaksudkan untuk menentukan sifat atau identitas objek. (Apakah pisau terbuat dari besi baja? Apakah yang mencair selalu air?) Pertanyaan tentang peristiwa berusaha untuk memverifikasi terjadinya atau sifat suatu tindakan. (Apakah pisau bisa bengkok dalam beberapa detik?). Pertanyaan tentang kondisi berhubungan dengan situasi objek atau sistem pada waktu tertentu. (Saat pisau itu bengkok, apakah ia memiliki temperatur yang lebih panas dari pada temperatur di ruangan ini? Apakah warna akan berubah ketika cairan ditambal?) Pertanyaan tentang sifat/karakteristik bertujuan untuk memverfikasi perilaku objek di bawah kondisi-kondisi tertentu sebagai cara memperoleh informasi baru untuk membantu membangun suatu teori. (Apakah tembaga selalu bengkok ketika ia dipanaskan?) Oleh karena siswa cenderung tidak memverifikasi seluruh aspek dari suatu masalah, guru bisa tahu jelas informasi apa yang dibutuhkan dan mulai mengubah pola pertanyaan. 4) Siswa Mengelola Informasi Yang Mereka Dapatkan Selama Pengumpulan Data Dan Mencoba Menjelaskan Ketidak Sesuaian Dan Perbedaan: Guru meminta siswa mengolah data dan merumuskan suatu penjelasan. Beberapa siswa mungkin memiliki kesulitan dalam membuat lompatan intelektual (the intellectual leap) antara memahami informasi yang telah mereka kumpulkan dengan membangun penjelasan yang jelas mengenai informasi itu. Mereka mungkin memberikan penjelasan yang tidak sesuai, meninggalkan rincian-rincian yang sebenarnya esensial. Terkadang beberapa teori atau penjelasan bisa didasarkan pada data yang sama. Dalam beberapa kasus, kondisi ini acap kali berguna untuk meminta siswa mengutarakan penjelasan mereka sehingga jangkauan hipotesis-hipotesis yang mungkin ada bisa menjadi lebih jelas. Begitu pula dengan mengelompokan teori-teori tersebut, siswa dapat lebih mudah memberikan penjelasan yang seluruhnya bisa situasi permasalahan. 5) Menganalisis Proses Penelitian Untuk Memperoleh Prosedur Yang Lebih Efektif: Siswa diminta untuk menganalisis pola dari penelitian yang dilakukan. Mereka menentukan pertanyaan yang lebih efektif, cara bertanya yang produktif dan informasi yang mereka dibutuhkan dan tidak mereka peroleh. Tahap ini penting seandainya kita ingin membuat proses penelitian sebagai suatu kesadaran dan mulai mencoba untuk mengembangkannya secara sistematis. Untuk lebih lebih jelas tentang struktur pengajaran pada model latihan penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1 di bawah ini. Tabel. 2.2 Struktur Pengajaran (Syntax) Model Latihan Penelitian Tahap satu: Menghadapkan pada masalah Tahap dua: Pengumpulan data – verifikasi - Menjelaskan prosedur-prosedur penelitian - Menjelaskan perbedaan-perbedaan - Memverfikasi hakikat objek dan kondisinya. - Memverifikasi peristiwa dari keadaan permasalahan Tahap tiga: Pengumpulan data – Eksperimentasi Tahap empat: Mengolah, memformulasi suatu penjelasan - Memisahkan variabel yang relevan. - Menghipotesiskan (serta menguji) hubungan kausal. - Memformulasikan aturan dan penjelasan Tahap lima: Analisis proses penelitian - Menganalisis strategi penelitian dan mengembangkan yang paling efektif Joyce & Weil (2011 : 207) Prinsip-prinsip yang dikembangkan dalam model inquiry training adalah pengajuan pertanyaan yang jelas dan lugas, menyediakan kesempatan kepada siswa untuk memperbaiki pertanyaan, menunjukkan butir-butir yang kurang sahih, menyediakan bimbingan tentang teori yang digunakan, menyediakan suasana kebebasan intelektual, menyediakan dorongan dan dukungan atas interaksi, hasil eksplorasi, formulasi, dan generalisasi siswa. Penerapan pembelajaran model ini memerlukan materi yang mampu membangkitkan proses intelektual dan yang menantang siswa untuk melakukan penelitian. b) Social System (Sistem Sosial) Suchman ingin menciptakan social system yang bersifat kooperatif dan ketat. Meskipun model pembelajaran inquiry training dapat disusun dengan baik, dengan social system yang dikontrol penuh oleh guru, lingkungan intelektual haruslah tetap terbuka bagi semua gagasan yang relevan; guru dan siswa berpartisipasi secara sederajat di mana akan ada banyak gagasan yang nanti bisa saling didiskusikan bersama. Selain itu, guru harus mendorong siswa untuk mengambil inisiatif untuk mulai mengawali, memprakarsai, dan menjalankan penelitian sebisa mungkin. Saat siswa belajar prinsip-prinsip penelitian, struktur pengajaran dapat diperluas hingga pada penggunaan materi-materi sumber, dialog, dengan siswa lain, eksperimentasi, dan diskusi dengan guru. Setelah satu periode praktik dalam sesi latihan penelitian yang dikontrol oleh guru, siswa dapat praktik dalam sesi latihan penelitian yang dikontrol oleh mereka sendiri. Suatu peristiwa yang merangsang keingintahuan mulai bisa dirancang dalam kelas, dan siswa menelitinya sendiri atau dalam bentuk kelompok, bergiliran antara sesi penelitian yang berjalan terus menerus dengan sesi pengumpulan data berdasarkan materi-materi sumber. Dengan cara ini, siswa dapat bergerak mundur dan maju antara sesi penelitian dengan kajian yang dilakukannya secara mandiri. Penggunaan model latihan penelitian dengan kajian yang dilakukannya secara mandiri. Penggunaan model latihan penelitian seperti ini khususnya cocok pada suasana kelas yang terbuka, dimana peran guru adalah mengendalikan dan memantau pengajaran saja. Dalam tahap-tahap awal penelitian, peran guru adalah memilih (atau membangun) situasi permasalahan, menengahi penelitian menurut prosedur-prosedur peneltian, merespons penjajakan penelitian siswa dengan informasi yang penting, membantu para peneliti pemula untuk fokus dalam penelitian mereka, dan memfasilitasi diskusi atara siswa tentang permasalahan tersebut. c) Principles of Reaction (Peran atau Tugas Guru) Tugas penting dari seorang guru berada selama tahap kedua hingga ketiga. Selama tahap kedua, tugas guru adalah membantu siswa untuk meneliti, bukan melakukan penelitian untuk mereka. Jika guru ditanyai pertanyaan yang tidak bisa dijawab dengan kata ya atau tidak, dia harus meminta siswa untuk menusun kembali pertanyaan mereka agar mereka bisa melanjutkan upayanya untuk mengumpulkan data dan menghubungkannya dengan situasi permasalahan. Jika perlu , guru bisa menjaga pergerakan penelitan dengan membuat informasi baru yang tersedia pada kelompok dan memfokuskan diri pada peristiwa-peristiwa permasalahan tertentu atau dengan mengajukan pertanyaan. Selama tahap terakhir, tugas guru adalah menjaga penelitian untuk tetap diarahkan pada proses penyelidikan itu sendiri. Secara ringkas principles of reaction dari model pembelajaran inquiry training sebagai berikut: 1) Membuat pertanyaan yang diutarakan kepada siswa sehingga mereka dapat menjawabnya dengan ya atau tidak, dan hal-hal yang tidak memerlukan bantuan guru. 2) Menanyakan kepada siswa untuk mengatakan dengan cara lain pertanyaan-pertanyaan yang kurang valid. 3) Keluarkan poin-poin yang tidak valid-contohnya. 4) Mencoba untuk menyediakan suasana berpikir yang bebas dengan tidak menilai teori siswa. 5) Mendorong siswa untuk membuat pernyataan yang baik tentang teori dan meberikan dukungan untuk membuat perumusan 6) Memotivasi interaksi antara siswa dengan siswa. d) Support System (Sistem Pendukung) Model ini memerlukan dukungan yang optimal, yakni: (1) seperangkat bahan/materi yang mengonfrontasi, (2) seorang guru yang memahami proses intelektual dan strategi penelitian, (3) materi-materi sumber yang menopang suatu permasalahan. 3. Application (Penerapan) Walaupun latihan penelitian pada awalnya dikembangkan untuk ilmu alam, prosedur-prosedurnya dapat pula digunakan dalam semua bidang; semua topik yang dapat dirumuskan menjadi situasi yang membingungkan (puzzling situation) dapat menjadi calon data untuk latihan penelitian ini. dalam kesusastraan, misteri pembunuhan dan cerita-cerita atau plot-plot fiksi sains dapat menjadi situasi yang benar-benar membingungkan. Artikel-artikel koran tentang situasi-situasi yang aneh atau mustahil dapat digunakan untuk membangun peristiwa-peristiwa yang merangsang. Ilmu sosial juga menekan bergaman kemungkinan untuk latihan penelitian ini. Penciptaan situasi yang membingungkan merupakan tugas yang sangat penting karena ia mentransformasi isi kurikulum ke dalam masalah-masalah untuk dieksplorasi. Namun, jika suatu materi pelajaran ternyata tidak menyediakan suatu peristiwa yang cocok untuk dijadikan situasi permasalahan, kami menyarankan agar guru membuat pernyataan permasalahan (problem statement) bagi siswa dan lembar fakta/bukti bagi diri mereka sendiri. Pernyataan masalah ini harus menggambarkan adanya suatu kejadian yang berbeda, yang lain, atau yang tidak biasa, sekaligus menyediakan informasi yang dapat didiskusikan dengan dan oleh siswa. Sedangkan lembar fakta/bukti memberikan informasi lebih lanjut pada guru tentang masalah tersebut, dan guru menggambarkannya untuk merespons pertanyaan siswa. a) Penyesuaian Tingkat Umur. Latihan pelatihan dapat diterapkan pada siswa di seluruh tingkatan umur, tetapi setiap kelompok umur mensyaratkan adanya penyesuaian. Bagi siswa yang masih sangat muda, hal yang paling baik adalah menjaga isi kesederhanaan masalah – boleh jadi dengan lebih menekankan pada penemuan dari pada prinsip sebab-akibat. Kami menyarankan agar guru memperkenalkan dan menekankan setiap elemen penelitian secara terpisah. Pertama kali, para guru dapat mengemukakan seluruh pertanyaan Ya atau Tidak. Kemudian, guru dapat meminta siswa untuk mengubah pertanyaan teori mereka menjadi eksperimentasi. b) Penyesuaian lingkungan pembelajaran. Seperti model-model lain, khususnya model pengajaran memproses informasi, latihan penelitian dapat dilakukan dalam setting yang diajarkan oleh guru atau dapat dimasukkan de dalam lingkungan-lingkungan yang diajarkan secara mandiri dan berpusat pada pembelajaran. Kejadian-kejadian aneh/luar biasa dapat dikembangkan melalui media cetak, film atau audio dan kartu tugas yang nantinya dapat mengarahkan siswa untuk memberikan tanggapan mereka, berdasarkan model yang telah dikembangkan. 4. Instructional And Nurturant Effects (Dampak Instruksional Dan Pengiring) Model ini menawarkan strategi penelitian, nilai-nilai dan sikap yang penting pada ranah penelitian, yang meliputi: a) Ketrampilan mengelola (mengobservasi, mengumpulan, dan mengorganisir data; mengidentifikasi dan mengontrol variable-variable; merumuskan dan menguji hipotesis dan penjelasan; menarik kesimpulan. b) Pembelajaran aktif dan mandiri c) Pengungkapan Verbal d) Toleransi pada ambiguitas; ketekunan e) Pemikiran logis f) Sikap bahwa semua pengetahuan bersifat tentatif. Hasil pembelajaran utama dari latihan penelitian adalah proses-proses yang melibatkan – aktivitas observasi, mengumpulkan data dan mengolah data, mengidentifikasi dan mengontrol variabel, membuat dan menguji hipotesis, merumuskan penjelasan dan menggambarkan kesimpulan. Format dari model ini menawarkan pembelajaran aktif dan otonom, utamanya saat siswa merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan menguji gagasan-gagasan. Model ini meningkatkan keberanian siswa dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, tetapi diharapkan jenis resiko ini menjadi sifat kedua siswa. Mereka juga akan menjadi lebih terampil dalam ekspresi verbal seperti dalam mendengarkan pendapat orang lain dan mengigat apa yang telah diutarakan. Secara ringkas dapat digambarkan Instructional and Nurturant Effets dari model pembelajaran inquiry training, sebagai berikut. INSTRUKSIONAL Proses- proses ilmiah Strategi-strategi penelitian kreatif Spirit kreativitas Kemandirian dan otonaomi dalam pembelajaran Toleran pada ambiguitas Sifat pengetahuan yang tentatif PENGIRING Gambar 2.2 Instructional and Nurturant Effects of Inquiry Training Joyce & Weil (2011 : 214) C. Pembelajaran Dan Hasil Belajar 1. Pembelajaran Menurut Gagne, Briggs, dan Wager (Dalam Rusmono 2012 : 6), pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Instruction is set of events that effect learners in such a way that learning is facilitated. Miraso (Dalam Rusmono 2012 : 6) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah suatu usaha yang disengaja, bertujuan, dan terkendali agar orang lain belajar atau terjadi perubahan yang relatif menetap pada diri orang lain. Usaha ini dapat dilakukan oleh seseorang atau suatu tim yang memiliki suatu kemampuan atau kompetensi dalam merancang dan atau mengembangkan sumber belajar yang diperlukan. Pembelajaran tidak harus diberikan oleh seorang guru, karna kegiatan ini dapat dilakukan oleh perancang dan pengembang sumber belajar, seperti seorang teknologi pembelajaran atau suatu tim ytang terdiri atas ahli media dan ahli materi suatu mata pelajaran. Dalam pembelajaran, faktor-faktor eksternal seperti lember kerja siswa media dan sumber-sumber belajar yang lain direncanakan sesuai dengan kondisi internal siswa. Perancang kegiatan pembelajaran berusaha agar proses belajar itu terjadi pada siswa yang belajar dalam mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Pendapat lain disampaikan oleh Kemp (Dalam Rusmono 2012 : 6) bahwa pembelajaran merupakan proses yang kompleks yang terdiri atas fungsi dan bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain serta diselenggarakan secara logis untuk mencapai keberhasilan belajar. Keberhasilan dalam belajar adalah bila siswa mencapai tujuan yang diinginkan dalam kegiatan belajarnnya, sedangkan Smith dan Ragan (Dalam Rusmono 2012 : 6) mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan aktivitas penyampaian informasi dalam membantu siswa dalam mencapai tujuan, khususnya tujuan-tujuan belajar, tujuan siswa dalam belajar. Dalam kegiatan belajar ini, guru dapat membimbing, membentu dan mengarahkan siswa agar memiliki pengetahuan dan pemahaman berupa pengalaman belajar, atau suatu cara bagai mana mempersiapkan pengalaman belajar bagi siswa. Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa pembelajaran merupakan suatu upaya untuk menciptakan suatu kondisi bagi terciptanya suatu kegiatan belajar yang memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang memadai. Sedangkan strategi pembelajaran menurut Seels dan Richey (Dalam Rusmono 2012 : 7) adalah perincian untuk memilih dan mengurutkan kejadian dan kegiatan dalam pembelajaran. Lebih lanjut, dengan mengutip Reigeluth, Miraso mengemukakan kerangka teori pembelajaran yang dapat digambarkan sebagai berikut. Gambar 2.3. Kerangka teori pembelajaran (Diadaptasi dari Reigeluth oleh miarso dalam Rusmono 2012 : 7) Dalam proses pembelajaran, Reigeluth (Dalam Rusmono 2012 : 7) memperlihatkan tiha hal, yaitu kondisi [embelajaran yang mementingkan perhatian pada karaakteristik pelajaran, siswa, tujuan, dan hambatannya, serta apa saja yang perlu di atasi oleh guru. Dalam karakteristik pembelajaran ini, perlu diperhatikan pula pengelolaan pelajaran dan pengelolaan kelas. Hal ini terjadi, seperti pada waktu guru memberi pelajaran kemudian siswa ada yang bercakap-cakap dengan sesamanya dan tidak memperhatikan pelajaran, maka guru dapat menanyakan apa yang telah diajarkan kepada siswa yang bersangkutan, agar siswa mau memperhatikan kembali pelajaran yang disampaikan. 2. Hasil Belajar Semua akibat yang dapat terjadi dan dapat dijadikan sebagai indicator tentang nilai dari penggunaan suatu metode di bawah kondisi yang berbeda menurut Reigeluth sebagai mana yang dikutip Keller dalam Rusmono adalah merupakan hasil belajar. Akibat ini dapat berupa akibat yang sengaja dirancang, karna itu ia merupakan akibat yang diinginkan dan bisa juga berupa akibat nyata sebagai hasil penggunaan metode pengajaran tertentu. Snelbeker (Dalam Rusmono 2012 : 8) mengatakan bahwa perubahan atau kemampuan baru yang diperoleh siswa setelah melakukan perbuatan belajar adalah merupakan hasil belajar, karna belajar pada dasarnya adalah bagaimana perilaku seseorang berubah sebagai akibat dari pengalaman. Hasil belajar menurut Bloom (Dalam Rusmono 2012 : 8), merupakan perilaku yang meliputi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif meliputi tujuan-tujuan belajar yang berhubungan dengan memanggil kembali pengetahuan dan pengembangan kemampuan intelektual dan keterampilan. Ranah afektif meliputi tujuan-tujuan belajar yang menjelaskan perubahan sikap, minat, nilai-nilai, dan pengembangan apresiasi serta penesuaian. Ranah psikomotorik mencakup perubahan perilaku yang menunjukan bahwa siswa telah mempelajarai keterampilan manifulatif fisik tertentu. Anderson dan Krathwohl (Dalam Rusmono 2012 : 8) menyebut ranah kognitif dari taksonomi Bloom merevisi menjadi dua dimensi, yaitu: a. Dimensi proses kognitif Terdiri atas enam tingkatan yaitu 1) Ingatan 2) Pemahaman 3) Penerapan 4) Analisis 5) Evaluasi 6) Menciptakan b. Dimensi pengetahuan Sedangkan dimensi pengetahuan terdiri atas empat tingkatan yaitu: 1) Pengetahuan factual 2) Pengetahuan konseptual 3) pengetahuan procedural 4) pengetahuan meta-kognitif. Dari hasil revisi terlihat bahwa Anderson dan Krathwohl membagi taksonominya menjadi dua dimensi (proses kognitif dan pengetahuan) yang sebelumnya menurut Bloom hanya satu dimensi kogniotif saja selain itu, pada dimensi proses kognitif ada perbedaannya dengan Bloom, yaitu dimensi pertama (ingatan sebelumnya pengetahuan), dimensi kelima (evaluasi sebelumnya sintesis), dan dimensi keenam (menciptakan sebelumnya evaluasi), sedangkan pada dimensi pengetahuan (sebelumnya ada pada tingkat pertama kawasan kognitif), Anderson dan Krathwolh membaginya menjadi empat tingkatan, yaitu pengetahuan factual, konseptual, procedural, dan meta kognitif. Pengetahuan factual menurutnya, terdiri atas elemen-elemen mendasar yang digunakan pakar dalam mengkomunikasikan disiplin ilmunya, memahaminya, dan mengorganisasikannya secara sistematis. Dua subtype pengetahuan factual adalah pengetahuan terminology dan pengetahuan mengenai rincian-rincian spesifik. Sedangkan pengetahuan konseptual adalah pengetahuan tentang kategori-kategori dan klasifikasi-klasifikasi serta hubungan diantara keduanya, yaitu bentuk-bentuk pengetahuan yang terorganisir dan lebih kompleks. Tiga subtype pengetahuan konseptual adalah pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori-kategori, pengetahuan mengenai prinsip-prinsip generalisasi, dan pengetahuan tentang teori, model, dan struktur. Pengetahuan procedural adalah pengetahuan bagai mana melakukan sesuatu, mungkin menyelesaikan latihan-latihan yang rutin untuk menyelesaikan masalah. Tiga subtype pengetahuan procedural adalah pengetahuan mengenai keterampilan khusus, algoritma-algoritma, pengetahuan mengenai metode dan teknik khusus subjek, dan pengetahuan mengenai criteria akan menggunakan prosedur yang sesuai. Pengetahuan meta-kognitif adalah pengetahuan mengenai pengertian umum dan kesadaran akan pengetahuan mengenai pengertian seseorang, misalnya bagaimana membuat siswa lebih menyadari dan bertanggung jawab akan pengetahuannya sendiri. Tiga subtype pemgetahuan meta-kognitif adalah pengetahuan strategis, pengetahuan kondisional,dan kontekstual, dan pengetahuan diri. Contoh pengetahuan diri, seperti pengetahuan dimana seseorang dianggap cakap dalam beberapa bidang pekerjaaan, tetapi tidak cakap di bidang pekerjaan lainnya. Dari uraian diatas, dapat simpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku individu yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Perubahan perilaku tersebut diperoleh setelah siswa menyelesikan program pembelajarannya melalui interaksi dengan berbagai sumber belajar dan lingkungan belajar. D. Pengembangan Materi Bahan Ajar Proses pendidikan dilaksanakan untuk menghantarkan peserta didik kepada posisi yang manusiawi. Untuk menuju posisi itu, peserta didik memerlukan bahan ajar yang sesuai dalam bentuk mata pelajaran apa pun yang telah ditentukan dalam kurikulum. Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials), secara garis besar, terdiri dari pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dipelajari oleh peserta didik falam rangka mencapai standar kompetensi yang telah di tentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai (diknas : 2006 dalam Toharudin Uus dkk : 2011) Bahan ajar yang digunakan pun haruslah sesuai dengan kebutuhan peserta didik dalam proses pembelajarannya karna hal ini sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan peserta didik mencapai kopetensi yang diharapkan. 1. Keluasan Dan Kedalaman Materi Dalam menentukan keluasan dan kedalaman materi pembelajaran harus memperhatikan jenis materinya baik itu kognitif, afektif, atau psikomotornya ini disebabkan karna untuk menjembatani peserta didik untuk memadukan pengalaman dan pengetahuan yang diterimanya. Dalam menentukan materi ajar sebikanya seorang guru melakukan analisis pembelajaran secara mendalam terlebih dahulu untuk menyesuaikan dengan kondisi peserta didik. Analisis materi pembelajaran adalah kegiatan pemilihan materi esensial dari keseluruhan materi suatu pelajaran yang merupakan materi pelajaran minimal yang harus dimiliki dan dikuasai peserta didik dalam proses pembelajarannya. Menurut Sudrajat dalam Toharudin Uus dkk (2011 : 182) materi pembelajaran yang esensial terdiri dari konsep-konsep, kunci keilmuan, tema-tema utamadan nilai-nilai dasar yang memiliki karakteristik sebagai berikut. a. Konsep tersebut memiliki tingkat generalisasi yang tinggi sehingga mampu memberikan pondasi yang luas. b. Dapat member dan meningkatkan kemampuan peserta didik untuk mengadaptasi perubahan dan perkembangan ilmu dan teknologi dalam era globalisasi. c. Konsep-konsep yang ada di dalam pokok-pokok bahasan dapat dimanfaatkan atau digunakan bagi pemecahan masalah dalam berbagai disiplin ilmu. d. Memungkinkan diterapkan atau diaplikasikan secara luas diberbagai bidang keilmuan dan teknologi. e. Layak, bermakna, dan bermanfaat untuk diketahui dan di kuasai oleh peserta didik sebagai landasan untuk tumbuh dan berkembang. f. Mampu membangun dan membentuk pola pikir peserta didik. g. Dapat digunakan dalam proses memecahkan atau mencari jalan pemecahan masalah (problem solving). h. Mampu mengembangkan kreativitas dan kecakapan inovasi peserta didik. Setelah menganalisis materi pelajaran seorang guru baru bisa menyusun bahan ajar yanga akan diajarkan kepada peserta didik, dalam penyusunan bahan ajar ini juga ada prinsip-prinsip yang harus diperhatikan yaitu relevansi atau keterkaitan, konsistensi atau ketetapan, kecukupan atau membantu peserta didik menguasai kompetensi dasar. Dengan demikian materi ajarpun siap untuk diberikan kepada peserta didik. Dalam penelitian ini peneliti menyusun bahan ajar mengenai ciri-ciri makhluk hidup dan lingkungan hidupnya yaitu diantaranya: a. Ciri-ciri khusus hewan 1) Kelelawar Kelelawar banyak dijumpai di gua yang sangat gelap. Untuk dapat terbang dengan arah yang benar, kelelawar menggunakan sistem sonar. Kelelawar mengeluarkan bunyi dengan frekuensi yang tinggi (bunyi ultrasonik) sebanyak mungkin. Kemudian, ia mendengarkan bunyi pantul tersebut dengan indra pendengarannya. Dengan cara itu, kelelawar dapat mengetahui letak suatu benda dengan tepat, sehingga kelelawar mampu terbang dalam keadaan gelap tanpa menabrak benda-benda di sekitarnya. Kemampuan kelelawar mengetahui lingkungan sekitarnya dengan menggunakan sistem sonar dikenal dengan istilah ekolokasi. Ciri khusus lain dari kelelawar adalah kemampuan terbangnya. Hewan mamalia ini dapat terbang karena memiliki selaput kulit yang tipis terdapat di antara tulang lengannya. Ciri lain yang dimiliki hewan ini, yaitu posisi tidur pada siang hari dengan cara menggantung dan posisi badan yang terbalik. Gambar 2.1 Ciri-ciri hewan kelelawar Buku sekolah elektronik (BSE) 2) Cicak Cicak termasuk hewan melata. Cicak dapat merayap di dinding tanpa terpeleset. Hal ini karena cicak memiliki ciri khusus berupa telapak kaki dengan sistem perekat. Sistem perekat ini dibangun oleh telapak kaki yang beralur pararel. Dengan alur yang dimiliki, memungkinkan cicak dapat menempelkan kakinya di dinding dan berjalan tanpa terpeleset. Ciri lain dari cicak adalah kemampuan memutuskan ekornya. Hal ini dilakukan cicak untuk melindungi diri dari musuhnya. Cicak akan

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 25 Jul 2016 15:08
Last Modified: 25 Jul 2016 15:08
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/6284

Actions (login required)

View Item View Item