PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA TEMA INDAHNYA KEBERSAMAAN SUBTEMA KEBERSAMAAN DALAM KEBERAGAMAN

PIPIT PITRIANI, 105060310 (2016) PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA TEMA INDAHNYA KEBERSAMAAN SUBTEMA KEBERSAMAAN DALAM KEBERAGAMAN. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
COVER.docx

Download (149kB)
[img] Text
LEMBAR PENGESAHAN.docx

Download (14kB)
[img] Text
MOTO PERSEMBAHAN.docx

Download (19kB)
[img] Text
PERNYATAAN.docx

Download (12kB)
[img] Text
ABSTRAK.docx

Download (17kB)
[img] Text
KATA PENGANTAR.docx

Download (29kB)
[img] Text
BAB I.docx

Download (46kB)
[img] Text
BAB II.docx

Download (321kB)
[img] Text
BAB III.docx
Restricted to Repository staff only

Download (237kB)
[img] Text
BAB IV.docx
Restricted to Repository staff only

Download (324kB)
[img] Text
BAB V.docx
Restricted to Repository staff only

Download (18kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA.docx

Download (16kB)
[img] Text
RIWAYAT HIDUP.docx

Download (87kB)

Abstract

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan manusia dalam seluruh aspek kepribadian dan kehidupan. Pendidikan memiliki kekuatan yang dinamis dalam kehidupan manusia di masa depan. Pendidikan dapat mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki secara optimal, yaitu perkembangan potensi individu yang setinggi-tingginya dalam aspek fisik, intelektual, emosional, sosial dan spiritual, sesuai dengan tahap perkembangan serta karakteristik lingkungan fisik dan lingkungan sosial budaya. Dalam UU No 20 Tahun 2003 pasal 1 tentang Sisdiknas, dikatakan bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 67 Tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum./Madrasyah Ibtidaiyah dan Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 5/P Tahun 2013 memutuskan dan menetapkan peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah. Pasal 1 (1) Kerangka Dasar Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah merupakan landasan filosofis, sosiologis, psikopedagogis, dan yuridis yang berfungsi sebagai acuan pengembangan Struktur Kurikulum pada tingkat nasional dan pengembangan muatan lokal pada tingkat daerah serta pedoman pengembangan kurikulum pada Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. (2) Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah merupakan pengorganisasian kompetensi inti, matapelajaran, beban belajar, kompetensi dasar, dan muatan pembelajaran pada setiap Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. (3) Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 2 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Sekolah dasar adalah pengalaman pertama memberikan dasar pembentuk kepribadian individu. Untuk itu perlu membekali siswanya dengan kepribadian, kemampuan dan keterampilan dasar yang cukup, sebagai landasan untuk mempersiapkan pengalamannya pada jenjang yang lebih tinggi. Meningkatkan mutu pendidikan adalah menjadi tanggungjawab semua pihak yang terlibat dalam pendidikan terutama bagi guru Sekolah Dasar, yang merupakan ujung tombak dalam pendidikan dasar. Guru Sekolah Dasar adalah orang yang paling berperan dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat bersaing di jaman pesatnya perkembangan teknologi. Sebagai seorang guru tidak hanya dituntut menguasai pengetahuan atau materi yang akan di sampaikan pada pembelajaran di kelas saja, akan tetapi guru harus dapat menguasai pendekatan, model pembelajaran, dan metode pembelajaran yang harus sesuai dengan keadaan siswa dan lingkungannya, sehingga dapat mendukung siswa untuk berfikir kritis, logis, pedagogik, menggunakan cara yang efektif, efisien serta dapat menumbuhkan diantaranya sikap disiplin, ilmiah, rasa tanggung jawab, percaya diri dan disertai iman dan taqwa. Pendidikan pada dasarnya ada tiga macam, yaitu: pendidikan informal (dilakukan oleh keluarga), pendidikan nonformal (dilakukan oleh masyarakat) dan pendidikan formal (dilakukan oleh lembaga sekolah). Salah satu dari pendidikan formal yaitu sekolah dasar. Pada jenjang pendidikan sekolah dasar sangat penting, karena untuk mencapai suatu tujuan sebelum ke jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) yang akan ditempuh, maka sekolah dasarlah yang harus ditempuh supaya mendapatkan keterampilan dasar. Berkenaan dengan tujuan operasional pendidikan SD, dinyatakan di dalam kurikulum pendidikan dasar, yaitu memberi bekal kemampuan dasar membaca, menulis dan berhitung. Calistung merupakan pengetahuan dan ketrampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya, serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan di SLTP. Kemampuan membaca, menulis dan berhitung merupakan tujuan pertama dan utama karena sifatnya sangat menentukan baik-tidaknya kemampuan-kemampuan lain. Kemampuan ini diwujudkan dalam kemampuan dan keterampilan penggunaan bahasa yang meliputi membaca, menulis, berbicara, serta kemampuan berhitung yang meliputi kemampuan dan keterampilan menambah, mengurangi, mengalikan, membagi, mengukur sederhana dan memahami bentuk geografi. Semua kemampuan ini sangat berguna dan dapat diterapkan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari untuk memecahkan masalah. Pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema. Pengintegrasian tersebut dilakukan dalam dua hal, yaitu integrasi sikap, keterampilan dan pengetahuan dalam proses pembelajaran dan integrasi berbagai konsep dasar yang berkaitan. Tema merajut makna berbagai konsep dasar sehingga peserta didik tidak belajar konsep dasar secara parsial. Dengan demikian pembelajarannya memberikan makna yang utuh kepada siswa seperti tercermin pada berbagai tema yang tersedia. Dalam pembelajaran tematik integratif, tema yang dipilih berkenaan dengan alam dan kehidupan manusia. Dari sudut pandang psikologis, peserta didik belum mampu berpikir abstrak untuk memahami konten mata pelajaran yang terpisah kecuali kelas IV, V, dan VI sudah mulai mampu berpikir abstrak. Masalah sering ditemukan bahkan dialami oleh siswa. Masalah itu dapat muncul baik di lingkungan sekolah ataupun di lingkungan masyarakat. Berdasarkan pengalaman inilah siswa dituntut untuk mampu menghadapi permasalahan yang akan dihadapi. Oleh sebab itu, perlu dilakukan sebuah pembelajaran yang melatih daya ketangkasan siswa dalam mencari solusi untuk memecahkan masalah. Dengan adanya pembelajaran yang mengacu pada hasil belajar siswa adalah suatu permasalahan. Untuk menunjang hasil belajar, siswa dituntut untuk melakukan latihan. Salah satu upaya untuk meningkatkan hasil belajar adalah dengan memberikan sebuah permasalahan dan menyelesaikan permasalahannya dengan menggunakan sebuah metode. Metode merupakan sebuah alat atau strategi yang digunakan untuk menunjang sebuah proses pembelajaran. Metode sangat penting dalam sebuah proses pembelajaran, karena metode sangat membatu untuk meraih tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Metode merupakan sebuah strategi yang digunakan untuk membuat siswa lebih mudah mengerti dan memahami pembelajaran yang diberikan. Metode dalam pembelajaran sangat penting untuk mempelajari sesuatu dengan baik. Dalam pembelajaran siswa perlu mendengar, melihat, mengajukan pertanyaan, membahasnya dengan orang lain, mempraktikkan keterampilan, dan mengerjakan tugas yang menuntut pengetahuan. Jadi, seorang pendidik harus menggunakan sebuah metode untuk membuat siswa selalu ingat dan paham terhadap materi yang telah dipelajarinya. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk hasil belajar siswa kelas IV SD ialah Problem Based Learning (PBL). Metode ini memiliki keunggulan, diantaranya terletak pada perancangan “masalah”nya. Masalah yang diberikan haruslah dapat merangsang dan memicu pembelajaran peserta didik untuk menjalankan pembelajaran dengan baik. Metode ini dapat membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri. Menurut Baron (2003:1) mengemukakan, bahwa: Strategi pembelajaran dengan Problem Based Learning (PBL), mempunyai ciri-ciri diantaranya: (1) menggunakan permasalahan dalam dunia nyata, (2) pembelajaran dipusatkan pada penyelesaian masalah, (3) tujuan pembelajaran ditentukan oleh siswa, dan (4) guru berpean sebagai fasilitator. Strategi Problem Based Learning (PBL) digunakan untuk merangsang minat siswa untuk terlibat dalam proses pembelajaran. Setelah diterapkan strategi ini dapat melatih daya pikir siswa untuk mencari solusi, merangkai gagasan yang difikirkan, mengungkapkan pendapatnya. Adapun penelitian yang digunakan yaitu Penelitian Tindakan Kelas sebagaimana dikemukakan oleh Hopkins dalam buku melaksanakan PTK itu mudah karangan Masnur Muslich (2009): Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif, yang dilakukan oleh pelaku tindakan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakannya dalam melaksanakan tugas dan memperdalam pemahaman terhadap kondisi dalam praktik pembelajaran. Penelitian ini dilatar belakangi pula oleh temuan di lapangan bahwa proses pembelajaran tematik di Sekolah Dasar menunjukan adanya gejala-gejala tentang kurangnya minat siswa dalam mempelajari pelajaran tematik. Selain dari kurangnya minat siswa terhadap pembelajaran tematik, siswapun kurang memahami dari pembelajaran tematik yang akan dipelajarinya. Hal itu menunjukan bahwa guru tidak memberi informasi akhir yang harus dilakukan seorang guru sebagai pengetahuan awal dari materi selanjutnya. Ketidakpahaman tentang pembelajaran tematik pada Tema Indahnya Kebersamaan Subtema Kebersamaan dalam Keberagaman Pembelajaran 2 di Kelas IV Semester 1 SDN Cikancung 2 diketahui bahwa faktor penyebabnya adalah faktor dari siswa sendiri dan faktor dari guru kelas, diantaranya adalah siswa cenderung kurang aktif, hasil evaluasi menunjukan siswa mengalami kesulitan dalam memahami pada Tema Indahnya Kebersamaan Subtema Kebersamaan dalam Keberagaman Pembelajaran2 sehingga nilai evaluasinya rendah, nilai siswa yang tuntas 13,8% dan yang tidak tuntas 86,2% dengan rata-rata nilai yaitu 41. Strategi ini sangat baik digunakan dalam melatih kemampuan siswa, dan efektif untuk merangsang siswa dalam pembelajaran. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Penerapan Model Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Tema Indahnya Kebersamaan Subtema Kebersamaan Dalam Keberagaman” (Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas IV Semester 1 Sekolah Dasar Negeri Cikancung II). B. Identifikasi Masalah Setelah mengamati kegiatan pembelajaran berdasarkan hasil pengamatan pribadi maupun hasil pengamatan teman sejawat adanya ketidaktuntasan siswa dalam memahami materi, maka masalah yang ditemukan adalah : 1. Kurangnya minat belajar siswa di kelas 2. Metode yang digunakan guru kurang sesuai 3. Kurang aktifnya siswa dalam proses pembelajaran di kelas C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana perencanaan penerapan model Problem Based Learning untuk meningkatkan hasil belajar pada tema indahnya kebersamaan subtema kebersamaan dalam keberagaman? 2. Bagaimana pelaksanaan penerapan model Problem Based Learning untuk meningkatkan hasil belajar pada tema indahnya kebersamaan subtema kebersamaan dalam keberagaman? 3. Apakah penerapan model Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar pada tema indahnya kebersamaan subtema kebersamaan dalam keberagaman? D. Batasan Masalah Untuk memudahkan atau menyederhanakan masalah maka pokok permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada aspek-aspek tertentu, yaitu : 1. Kemampuan penulis yang diukur adalah kemampuan merencanakan dan melaksanakan pembelajaran dengan judul penerapan model Problem Based Learning untuk meningkatkan hasil belajar pada tema indahnya kebersamaan subtema kebersamaan dalam keberagaman. 2. Kemampuan siswa kelas IV SDN Cikancung 2 yang diukur adalah kemampuan dalam penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada tema indahnya kebersamaan dengan subtema kebersamaan dalam keberagaman di kelas IV SDN Cikancung II. 3. Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode Problem Based Learning (PBL) yang diterapkan pada tema indahnya kebersamaan dengan subtema kebersamaan dalam keberagaman di kelas IV SDN Cikancung 2. E. Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini, tujuan yang hendak dicapai, yaitu: 1. Untuk mengetahui perencanaan pembelajaran pada tema indahnya kebersamaan dengan subtema kebersamaan dalam keberagaman dengan menggunakan pendekatan Problem Based Learning (PBL); 2. Untuk mengetahui proses pelaksanaan penerapan model Problem Based Learning (PBL) dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN Cikancung 2 pada tema indahnya kebersamaan dengan subtema kebersamaan dalam keberagaman; 3. Untuk mengetahui penerapan model Problem Based Learning (PBL) dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN Cikancung 2 pada tema indahnya kebersamaan dengan subtema kebersamaan dalam keberagaman; F. Manfaat Penelitian Semoga penelitian yang dilakukan menjadi langkah awal dalam berkarya, memacu orang lain untuk melakukan penelitian yang lebih baik dan penelitian ini bermanfaat bagi orang-orang yang membutuhkan. Hasil dari penelitian ini semoga bermanfaat bagi: 1. Penulis Kegiatan penelitian ini semoga bermanfaat untuk menambah pengetahuan, wawasan, pengalaman, dan keterampilan bagi penulis, sehingga penulis dapat terus berkarya dan meningkatkan mutu penulis sebagai calon guru sekolah dasar (SD), khususnya pada tema indahnya kebersamaan subtema kebersamaan dalam keberagaman pembelajaran 2 di kelas IV semester 1 SDN Cikancung 2 dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). 2. Siswa Kegiatan penelitian ini semoga bermanfaat bagi siswa terutama pada tema indahnya kebersamaan subtema kebersamaan dalam keberagaman. Metode Problem Based Learning (PBL) dapat memotivasi siswa dalam proses pembelajaran, memacu siswa agar aktif, kreatif, dan menjadi sarana latihan untuk mengukur serta mengasah kemampuan diri dalam melaksanakan proses belajar dan menyelesaikan suatu permasalahan. 3. Guru Hasil penelitian ini dapat diajadikan alternatif dalam memilih metode pembelajaran yang menarik bagi siswa, bermanfaat bagi guru sebagai referensi dalam meningkatkan kreatifitas dan juga kompetensi guru dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar ke arah yang lebih baik, aktif, kreatif, dan inovatif. 4. Sekolah Dengan adanya metode penelitian ini, manfaat bagi sekolah adalah dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan model pembelajaran di sekolah dalam meningkatkan kemampuan pembelajaran, khususnya pada tema indahnya kebersamaan subtema kebersamaan dalam keberagaman. 5. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Menambah wawasan bagi Mahasiswa PGSD dalam menghadapi profesi guru nanti. G. Definisi Operasional Dalam penelitian ini, istilah-istilah yang terdapat dalam judul penelitian ini dapat didefinisikan sebagai berikut: 1. Penerapan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian penerapan adalah perbuatan menerapkan. Sedangkan menurut beberapa ahli berpendapat bahwa, penerapan adalah suatu perbuatan mempraktekkan suatu teori, metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu kepentingan yang diinginkan oleh suatu kelompok atau golongan yang telah terencana dan tersusun sebelumnya. 2. Problem Based Learning Problem Based Learning adalah suatu model pembelajaran yang didasarkan pada prinsip menggunakan masalah sebagai titik awal akuisisi dan integrasi pengetahuan baru. Model pembelajaran ini pada dasarnya mengacu kepada pembelajaran-pembelajaran mutakhir lainnya, seperti pembelajaran berdasarkan proyek, pembelajaran berdasarkan pengalaman, pembelajaran autentik dan pembelajaran bermakna. Menurut Suyanto (2008:21) Problem Based Learning merupakan suatu pendekatan pembelajarn atau metode mengajar yang fokus pada siswa dengan mengarahkan siswa menjadi pembelajar mandiri yang terlibat langsung secara aktif terlibat dalam pembelajaran berkelompok. Problem Based Learning membantu siswa untuk mengembangkan ketrampilan mereka dalam memberikan alasan dan berpikir ketika mereka mencari data atau informasi agar mendaptkan solusi untuk memecahkan masalah. 3. Meningkatkan Meningkatkan artinya menaikkan (derajat, taraf, dan sebagainya). Secara keseluruhan upaya meningkatkan dapat diartikan usaha untuk meningkatkan. (Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Depdikbud,1990:995) 4. Hasil Belajar Menurut Rasyid (2008) berpendapat bahwa jika di tinjau dari segi proses pengukurannya, kemampuan seseorang dapat dinyatakan dengan angka. Dengan demikian, hasil belajar siswa dapat diperoleh guru dengan terlebih dahulu memberikan seperangkat tes kepada siswa untuk menjawabnya. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22 dalam http:// www.sarjanaku.com/2014/03/pengertian-definisi-hasil-belajar.html). Sedangkan menurut Horwart Kingsleydalam bukunya Sudjana(dalam http://www.sarjanaku.com/2014/05/pengertian-definisi-hasil-belajar.html) membagi tiga macam hasil belajar mengajar : a. Keterampilan dan kebiasaan, b. Pengetahuan dan pengarahan, c. Sikap dan cita-cita Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari. BAB II KAJIAN TEORI A. Hakekat Belajar Istilah belajar sudah dikenal luas di berbagai kalangan walaupun sering disalahartikan atau diartikan secara common sense atau pendapat umum saja. Misalnya seorang ibu meminta anaknya “Kau belajar dulu sebelum tidur, Nak”, maksudnya mungkin membaca dulu buku pelajaran sebelum tidur. Atau seorang ayah menasehati anaknya yang baru terjatuh dari sepeda motor karena kelalaiannya, dengan mengatakan “Lain kali kamu harus belajar dari pengalaman”, yang dimaksudnya jangan mengulangi kesalahan serupa pada masa mendatang. Dalam kedua contoh ungkapan tersebut belajar diartikan sebagai proses mendapatkan pengetahuan dengan membaca dan menggunakan pengalaman sebagai pengetahuan yang memandu perilaku pada masa yang akan datang. Dengan kedua contoh tersebut, kita dapat menangkap makna konkret dan praktis dari belajar. Untuk memahami konsep belajar secara utuh perlu digali lebih dulu bagaimana pakar psikologi dan pakar pendidikan mengartikan konsep belajar. Pandangan kedua pakar tersebut sangat penting karena perilaku belajar merupakan ontologi atau bidang telaah dari kedua bidang keilmuan itu. Pakar psikologi melihat perilaku belajar sebagai proses psikologis individu dalam interaksinya dengan lingkungan secara alami, sedangkan pakar pendidikan melihat perilaku belajar sebagai proses psikologis yang ditandai dengan adanya interaksi individu dengan lingkungan belajar yang disengaja diciptakan. Pengertian belajar secara komprehensif diberikan oleh Bell-Gredler 1986 : 1 (dalam Udin S. Winataputra, dkk 2008:1.5) yang menyatakan bahwa: Belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skill, dan sikap (attitudes) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Rangkaian proses belajar itu dilakukan dalam bentuk keterlibatannya dalam pendidikan informal, keturutsertaannya dalam pendidikan formal atau pendidikan nonformal. Kemampuan belajar inilah yang membedakan manusia dari makhluk lainnya. Belajar sebagai proses manusiawi memiliki kedudukan dan peran penting, baik dalam kehidupan masyarakat tradisional maupun modern. Pentingnya proses belajar dapat dipahami dari tradisional (local wisdom), filsafat, temuan penelitian dan teori tentang belajar. Tradisional (local wisdom) adalah ungkapan verbal dalam bentuk frasa, peribahasa, kata mutiara, petatah-petitih atau puisi yang mengandung makna eksplisit atau implisit tentang pentingnya belajar dalam kehidupan manusia. Sebagai contoh : Iqro bismirobbika ladzi kholaq (Bacalah alam semesta ini dengan nama tuhanmu); Belajarlah sampai ke negeri China sekalipun (Belajarlah tentang apa saja, dari siapa saja dan dimana saja); Bend the willow when it is young (Didiklah anak selagi masih muda); Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian (Belajar lebih dahulu nanti akan dapat menikmati hasilnya). Berdasarkan uraian di atas mengenai pengertian belajar, maka dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku secara sadar yang menyangkut aspek-aspek, pengetahuan, sikap, pengertian, keterampilan, kebiasaan, yang dapat dilakukan dengan memberikan stimulus-stimulus maupun pengalaman-pengalaman selama proses belajar berlangsung. B. Pengertian Pembelajaran Menurut Gagne, Briggs, dan Wager (1992:3), mengemukakan bahwa pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Instruction is set of events that effect learners in such a way that learning is facilitated. Adapun menurut Miarso (2004:545) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah suatu usaha yang disengaja, bertujuan, dan terkendali agar orang lain belajar atau terjadi perubahan yang relatif menetap pada diri orang lain. Usaha ini dapat dilakukan oleh seseorang atau suatu tim yang memiliki suatu kemampuan atau kompetensi dalam merancang dan mengembangkan sumber belajar yang diperlukan. Pembelajaran tidak harus diberikan oleh seorang guru, karena kegiatan itu dapat dilakukan oleh perancang dan pengembang sumber belajar, seperti seorang teknologi pembelajaran atau suatu tim yang terdiri atas ahli media dan ahli materi suatu mata pelajaran. Dalam pembelajaran, faktor-faktor eksternal seperti lembar kerja siswa, media dan sumber-sumber belajar yang lain direncanakan sesuai dengan kondisi internal siswa. Perancang kegiatan pembelajaran berusaha agar proses belajar itu terjadi pada siswa yang belajar dalam mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Pendapat lain disampaikan oleh Kemp (1985:3) bahwa pembelajaran merupakan proses yang kompleks, yang terdiri atas fungsi dan bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain serta diselenggarakan secara logis untuk mencapai keberhasilan belajar. Keberhasilan dalam belajar adalah bila siswa dapat mencapai tujuan yang diinginkan dalam kegiatan belajarnya. Sedangkan menurut Smith dan Ragan (1993:2) Mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan aktivitas penyampaian informasi dalam membantu siswa mencapai tujuan, khususnya tujuan-tujuan belajar, tujuan siswa dalam belajar. Dalam kegiatan belajar ini, guru dapat membimbing, membantu dan mengarahkan siwa agar memiliki pengetahuan dan pemahaman berupa pengalaman belajar, atau suatu cara bagaimana mempersiapkan pengalaman belajar, atau suatu cara bagaimana mempersiapkan pengalaman belajar, atau suatu cara bagaimana mempersiapkan pengalaman belajar bagi siswa. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu upaya untuk menciptakan suatu kondisi bagi terciptanya suatu kegiatan belajar yang memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang memadai. Dalam proses pembelajaran, Reigeluth (1983:20) memperlihatkan tiga hal, yaitu kondisi pembelajaran yang mementingkan perhatian pada karakteristik pelajaran, siswa, tujuan, dan hambatannya, serta apa saja yang perlu diatasi oleh guru. Dalam karakteristik pembelajaran ini, perlu diperhatikan pula pengelolaan pelajaran dan pengelolaan kelas. Hal ini terjadi, seperti pada waktu guru sedang memberi pelajaran kemudian ada siswa yang bercakap-cakap dengan sesamanya dan tidak memperhatikan pelajaran, maka guru dapat menanyakan apa yang telah diajarkan kepada siswa yang bersangkutan, agar siswa mau memperhatikan kembali pelajaran yang disampaikan. C. Hasil Belajar Semua akibat yang dapat terjadi dan dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan suatu metode di bawah kondisi yang berbeda. Akibat ini dapat berupa akibat yang sengaja dirancang, karena itu ia merupakan akibat yang diinginkan dan bisa juga berupa akibat nyata sebagai hasil penggunaan metode pengajaran tertentu. Hasil belajar menurut Bloom, merupakan perubahan perilaku yang meliputi tiga ranah yaitu: ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif meliputi tujuan-tujuan belajar yang berhubungan dengan memanggil kembali pengetahuan dan pengembangan kemampuan intelektual dan keterampilan. Ranah afektif meliputi tujuan-tujuan belajar yang menjelaskan perubahan sikap, minat, nilai-nilai dan pengembangan apresiasi serta penyesuaian. Ranah psikomotorik mencakup perubahan perilaku yang menunjukkan bahwa siswa telah mempelajari keterampilan manipulatif fisik tertentu. Menurut Anderson dan Krathwohl (2001:28-29) menyebut ranah kognitif dari taksonomi Bloom merevisi menjadi dua dimensi, yaitu dimensi proses kognitif dan dimensi pengetahuan. Dimensi proses kognitif terdiri atas enam tingkatan: (1) ingatan, (2) pemahaman, (3) penerapan, (4) analisis, (5) evaluasi, dan (6) menciptakan. Sedangkan dimensi pengetahuan terdiri atas empat tingkatan, yaitu (1) pengetahuan faktual, (2) pengetahuan konseptual, (3) pengetahuan prosedural, dan (4) pengetahuan meta-kognitif. Beberapa indikator dan kemungkinan cara mengungkapkan ketiga katagori ranah menurut Bloom (dalam Prof. Dr. H. Abin Syamsuddin Makmun, M.A. 2005: 167-168) secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 2.1. Indikator dan kemungkinan hasil belajar menurut Bloom Jenis Hasil Belajar Indikator-indikator Cara Pengukuran A. Kognitif 1. Pengamatan/perseptual 2. Hafalan/ingatan 3. Pengertian/pemahaman 4. Aplikasi/penggunaan 5. Analisis 6. Sintesis 7. Evaluasi 1. Dapat menunjukkan/ membandingkan/ menghubungkan 2. Dapat menyebutkan/ menunjukkan lagi 3. Dapat menjelaskan/ mendefinisikan dengan kata-kata sendiri 4. Dapat memberikan contoh/ menggunakan dengan tepat /memecahkan masalah 5. Dapat menguraikan/ mengkasifikasikan. 6. Dapat menghubungkan/ menyimpulkan/ menggeneralisasikan 7. Dapat menginterpretasi-kan/memberikan kritik/memberikan pertimbangan/penilaian 1. Tugas/tes/ observasi 2. Pertanyaan/ soalan 3. Tes/tugas 4. Tugas/ persoalan/tes/tugas 5. Tugas/persoalan /tes 6. Tugas/ persoalan/tes 7. Tugas/ persoalan/tes B. Afektif 1. Penerimaan 2. Sambutan 3. Penghargaan/apresiasi 4. Internalisasi/ pendalaman 5. Karakterisasi/ penghayatan 1. Bersikap menerima/ menyetujui atau sebaliknya 2. Bersedia terlibat/partisi-pasi/memanfaatkan atau sebaliknya 3. Memandang penting/ bernilai/berfaedah/indah/harmonis/kagum atau sebaliknya 4. Mengakui/mempercayai/meyakinkan atau sebaliknya 5. Melembagakan/ membiasakan/ menjelmakan dalam pribadi dan perilakunya sehari-hari 1. Pertanyaan/ tes/skala sikap 2. Tugas/ observasi/tes 3. Skala penilaian/ tugas/ observasi 4. Skala sikap/tugas expresif/ proyektif 5. Observasi/ tugas expresif/ proyektif C. Psikomotorik 1. Keterampilan bergerak/bertindak 2. Keterampilan ekspresi verbal dan nonverbal 1. Koordinasi mata, tangan dan kaki 2. Gerak, mimik, ucapan 1. Tugas/ observasi/tes tindakan 2. Tugas/ observasites/ tindakan Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku individu yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Perubahan perilaku tersebut diperoleh setelah siswa menyelesaikan program pembelajarannya melalui interaksi dengan berbagai sumber belajar dan lingkungan belajar. D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Belajar Mengajar 1. Faktor Internal Faktor Internal adalah faktor-faktor yang beasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis. a. Faktor fisiologis Faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. b. Faktor psikologis Faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar. Beberapa factor psikologis yang utama memngaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motifasi , minat, sikap dan bakat. 2. Faktor Eksternal Selain karakteristik siswa, faktor-faktor eksternal juga dapat memengaruhi proses belajar siswa. Di dalam faktor-faktor eksternal yang memengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non-sosial. Sedangkan secara sistematik kiranya dapat kita gambarkan secara visual komponen-komponen yang terlihat dalam PBM itu menurut Prof. Dr. H. Abin Syamsuddin Makmun, M.A. 2005: 166) sebagai berikut: Gambar 2.1. komponen-komponen dalam Proses Belajar Mengajar Dari gambar di atas tampak bahwa secara sistematik keempat komponen utama dari PBM akan mempengaruhi performance dan outputnya: 1. The expected output, menunjukkan kepada tingkat kualifikasi ukuran baku (standar norms) akan menjadi daya penarik (insentif) dan motivasi (motivating factors); jadi akan merupakan stimulating factor (S) pula di samping termasuk ke dalam response (R) faktor, 2. Karakteristik siswa (raw input), menunjukkan kepada faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu mungkin akan memberikan fasilitas (facilitative) atau pembatas (limitation) sebagai faktor organismik (Ow) di samping pula mungkin menjadi motivating and stimulating faktors (misalnya: n –Ach), 3. Instrumental input (sarana), menunjukkan kepada kualifikasi serta kelengkapan sarana yang diperlukan untuk dapat berlangsungnya proses belajar mengajar. Jadi, jelas peranannya sebagai: facilitative factors, yang menurut Loree (dalam Prof. Dr. H. Abin Syamsuddin Makmun, M.A. 2005: 166) termasuk kedalam faktor, 4. Inveronmental input, menunjukkan situasi dan keadaan fisik (kampus, sekolah, iklim, letak sekolah, dan sebagainya), hubungan antarinsasi (human relationships) baik dengan teman (class mate; peers) maupun dengan guru dan orang-orang lainnya; hal-hal ini juga akan mungkin menjadi faktor-faktor penunjang atau penghambat. E. Pengertian Kurikulum 2013 1. Pengertian Kurikulum Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. 2. Pengertian Implementasi Kurikulum Pelaksanaan atau implementasi dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai pelaksanaan atau penerapan. Rancangan kurikulum dan implementasi kurikulum adalah sebuah sistem membentuk garis lurus dalam arti implementasi mencerminkan rancangan. Menurut Fullan (Miller and Seller, 1985:246) mengemukakan bahwa implementasi adalah suatu proses peletakan dalam praktik tentang suatu ide, program atau seperangkat aktivitas baru bagi orang lain dalam mencapai atau mengharapkan suatu perubahan. 3. Pengertian Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi. Di dalamnya dirumuskan secara terpadu kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus dikuasai peserta didik. Juga dirumuskan proses pembelajaran dan penilaian yang diperlukan peserta didik untuk mencapai kompetensi yang diinginkan itu. 4. Karakteristik Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut: a. mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik; b. sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar; c. mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat; d. memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan; e. kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar matapelajaran; f. kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements) kompetensi dasar, dimana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi inti; g. kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antarmatapelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal). 5. Tujuan Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. F. Pembelajaran Tematik Pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema. Pengintegrasian tersebut dilakukan dalam tiga hal, yaitu integrasi sikap, keterampilan, dan pengetahuan dalam proses pembelajaran dan integrasi berbagai konsep dasar yang berkaitan. Tema merajut makna berbagai konsep dasar sehingga peserta didik tidak belajar konsep dasar secara parsial. Dengan demikian pembelajarannya memberikan makna yang utuh kepada siswa seperti tercermin pada berbagai tema yang tersedia. Dalam pembelajaran tematik integratif, tema yang dipilih berkenaan dengan alam dan kehidupan manusia. Pembelajaran tematik merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran suatu proses untuk mengaitkan dan memadukan materi ajar dalam suatu mata pelajaran atau antar mata pelajaran dengan semua aspek perkembangan anak, serta kebutuhan dan tuntutan lingkungan sosial keluarga. Definisi lain tentang pendekatan tematik adalah pendekatan holistic, yang mengkombinasikan aspek epistemology, sosial, psikologi, dan pendekatan pedagogik untuk mendidik anak, yaitu menghubungkan antara otak dan raga, antara pribadi dan pribadi, antara individu dan komunitas, dan antara domain-domain pengetahuan. Kurikulum tematik adalah kurikulum yang menggabungkan sejumlah disiplin ilmu melalui pemaduan isi, ketrampilan, dan sikap. 1. Konsep Dasar Pembelajaran Tematik Pada pembelajaran di Sekolah Dasar untuk semua kelas pada kurikulum 2013, model pembelajaran tematik menjadi model pembelajaran utama yang harus dikembangkan guru untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013. Model pembelajaran tematik pertama kali dikembangkan pada awal tahun 1970-an diyakini para ahli pendidikan sebagai salah satu model pengajaran yang efektif. Kehandalannya didasari kenyataan bahwa Pembelajaran Tematik Terpadu mampu mewadahi dan menyentuh secara terpadu dimensi emosi, fisik, dan akademik siswa di Sekolah Dasar. Pembelajaran Tematik secara empirik menunjukkan keberhasilannya dalam memacu percepatan dan meningkatkan kapasitas memori peserta didik (enhance learning and increase long-term memory capabilities of learners) untuk waktu yang panjang. 2. Karakteristik Pembelajaran Tematik Sebagai suatu model pembelajaran di sekolah dasar, pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: a. Berpusat pada siswa Pembelajaran tematik berpusat pada siswa, hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar. b. Memberikan pengalaman langsung Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa. Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak. c. Pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa. d. Menyajikan konsep dari berbagai matapelajaran Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengam demikian, siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. e. Bersifat fleksibel Pembelajaran tematik bersifat fleksibel/luwes dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada. f. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan 3. Prinsip-Prinsip Pembelajaran tematik Beberapa prinsip yang berkenaan dengan pembelajaran tematik sebagai berikut : a. Pembelajaran tematik memiliki satu tema yang aktual, dekat dengan dunia siswa dan dalam kehidupan sehari-hari. Tema ini menjadi alat pemersatu materi yang beragam dari beberapa mata pelajaran. b. Pembelajaran tematik perlu memilih materi beberapa mata pelajaran yang mungkin saling terkait. Dengan demikian, materi-materi yang dipilih dapat mengungkapkan tema secara bermakna. Mungkin terjadi, ada materi pengayaan horisontal dalam bentuk contoh aplikasi yang tidak termuat dalam standar isi. Tetapi ingat, penyajian materi pengayaan seperti ini perlu dibatasi dengan mengacu pada tujuan pembelajaran. c. Pembelajaran tematik tidak boleh bertentangan dengan tujuan kurikulum yang berlaku tetapi sebaliknya pembelajaran tematik harus mendukung pencapaian tujuan utuh kegiatan pembelajaran yang termuat dalam kurikulum. d. Materi pembelajaran yang dapat dipadukan pada dalam satu tema selalu mempertimbangkan karakteristik siswa seperti minat, kemampuan, kebutuhan, dan pengetahuan awal. e. Materi pelajaran yang dipadukan tidak terlalu dipaksakan , artinya materi yang tidak mungkin dipadukan tidak usah dipadukan. 4. Rambu-Rambu Pembelajaran Tematik Adapun rambu-rambu pembelajaran tematik adalah sebagai berikut: a. Tidak semua mata pelajaran harus disatukan. b. Dimungkinkan terjadi penggabungan kompetensi dasar lintas semester. c. Kompetensi dasar yang tidak dapat dipadukan, tidak harus dipadukan. d. Kompetensi dasar yang tidak tercakup pada tema tertentu harus tetap diajarkan baik melalui tema lain maupun disajikan secara tersendiri. e. Kegiatan pembelajaran ditekankan pada kemampuan membaca, menulis, dan berhitung serta penanaman nilai-nilai moral. 5. Manfaat Pendekatan Tematik h. Suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan. i. Menggunakan kelompok untuk bekerjasama, berkolaborasi, belajar berkelompok, dan memecahkan konflik sehingga mendorong peserta didik untuk memecahkan masalah sosial dengan saling menghargai. j. Peserta didik secara cepat dan tepat waktu mampu memproses informasi. Proses itu tidak hanya menyentuh dimensi kuantitas, namun juga kualitas dalam mengeksplorasi konsep-konsep baru dan membantu peserta didik siap mengembangkan pengetahuan. k. Proses pembelajaran di kelas memungkinkan peserta didik berada dalam format ramah otak. l. Materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru dapat diaplikasikan langsung oleh peserta didik dalam konteks kehidupannya sehari-hari. 6. Tahap Pembelajaran Tematik Adapun tahap-tahap pembelajaran tematik adalah sebagai berikut: a. Tahap 1: Menentukan tema. Dalam pembelajaran tematik sangat dimungkinkan untuk melakukan kesepakatan bersama antara guru dengan peserta didik untuk menentukan tema yang diminati. b. Tahap 2: Mengintegrasikan tema dengan kurikulum yang berlaku. Pembelajaran tematik di Sekolah Dasar harus mengedepankan dimensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan tema yang dimuat dalam Kurikulum yang berlaku/Kurikulum 2013. c. Tahap 3: Mendesain rencana pembelajaran. Pada tahapan ini tercakup pengorganisasian sumber dan aktivitas ekstrakurikuler dalam rangka mendemonstrasikan kegiatan dalam tema yang dilakukan oleh guru. d. Tahap 4: Aktivitas kelompok dan diskusi. Dalam tahapan terakhir ini, guru dapat memberikan kesempatan dan peluang bagi siswa untuk ikut berpartisipasi. Dengan demikian, akan tercapai berbagi persepektif dari tema. Hal ini membangun guru dan peserta didik dalam mengeksplorasi subjek/tema. G. Model Pembelajaran Problem Based Learning 1. Pengertian Problem Based Learning (PBL) Menurut Suradijono, (2004) bahwa Problem Based Learning adalah metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan data dan mengintegrasikan pengetahuan baru. 2. Kelebihan dan kelemahan dalam penggunaan model Problem Basede Learning (PBL) Kelebihan: a. Mengajak siswa berfikir secara rasional. b. Menjadi lebih ingat dan meningkatkan pemahamannya atas materi pelajaran. c. Dapat merangsang siswa untuk berfikir dan menghubungkan kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat. d. Memotivasi siswa giat belajar e. Membangun kerja tim, kepemimpinan dan keterampilan siswa. Kelemahan: a. Waktu yang dibutuhkan untuk menerapkan metode Problem based Learning (PBL) cukup lama. b. Kemungkinan timbul penyimpangan dari pokok persoalan, karena permasalahan diberikan diawal pelajaran sehingga siswa belum paham dengan materi pelajaran. 3. Prinsip dasar Pembelajaran Problem Based learning (PBL) Menggunakan metode Problem Based learning (PBL) di dalam kelas, ada beberapa konsep mendasar yang perlu diperhatikan dan diupayakan oleh guru. Adapun prinsip-prinsip dasar tersebut adalah sebagai berikut : a. Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas b. Merumuskan masalah c. Menganalisis masalah d. Menata gagasan secara sistematis dan menganalisisnya dengan dalam e. Memformulasikan tujuan pembelajaran f. Mencari informasi tambahan dari sumber yang lain g. Mensintesa ( menggabungkan) dan menguji informasi baru serta membuat laporan hasil diskusi 4. Strategi pembelajaran dengan Problem Based Learning (PBL) Menurut Romizowsky (1981:214) mendefinisikan strategi pembelajaran adalah kegiatan yang digunakan seseorang dalam usaha untuk memilih metode pembelajaran. Dalam proses pembelajaran di sekolah, siswa tidak sekedar mendengarkan ceramah guru atau berperan serta dalam diskusi, tetapi siswa juga diminta menghabiskan waktunya di perpustakaan, di situs web atau terjun di tengah-tengah masyarakat. Melalui proses ini, sedikit demi sedikit siswa akan berkembang secara utuh, baik pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Artinya, setiap siswa memperoleh kebebasan dalam menyelesaikan program pembelajarannya. Strategi pembelajaran dengan Problem Based learning (PBL) menawarkan kebebasan siswa dalam proses pembelajaran. Ciri-ciri strategi Problem Based learning (PBL), menurut Baron (2003:1), adalah (1) menggunakan permasalahan dalam dunia nyata, (2) pembelajaran dipusatkan pada penyelesaian masalah, (3) tujuan pembelajaran ditentukan oleh siswa, dan (4) guru berperan sebagai fasilitator. Kemudian “masalah” yang digunakan menurutnya harus: relevan dengan tujuan pembelajaran, mutakhir, dan menarik. Berdasarkan informasi yang luas, terbentuk secara konsisten dengan masalah lain, dan termasuk dalam dimensi kemanusiaan. Keterlibatan siswa dalam strategi pembelajaran dengan PBL menurut Baron, meliputi kegiatan kelompok dan kegiatan perorangan. Dalam kelompok, siswa melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a. Membaca kasus b. Menentukan masalah mana yang paling relevan dengan tujuan pembelajaran c. Membuat rumusan masalah d. Membuat hipotesis e. Mengidentifikasi sumber informasi, diskusi, dan pembagian tugas f. Melaporkan, mendiskusikan penyelesaian masalah yang mungkin, melaporkan kemajuan yang dicapai setiap anggota kelompok, dan presentasi di kelas. Pengertian “masalah” dalam strategi pembelajaran dengan Problem Based learning (PBL) adalah kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi yang diharapkan, atau antara kenyataan yang terjadi dengan apa yang diharapkan. Salah satu kegiatan guru dalam strategi pembelajaran dengan Problem Based learning (PBL) adalah membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP dalam strategi pembelajaran dengan Problem Based learning (PBL) disarankan Mohamad Nur berisi: a. Tujuan b. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar c. Prosedur yang terdiri atas: 1) Mengorganisasikan siswa pada situasi masalah 2) Mengorganisasikan siswa untuk penyelidikan 3) Membantu penyelidikan individual dan kelompok, mengembangkan dan mempresentasikan karya dan pameran 4) Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah 5) Asesmen pembelajaran siswa Selanjutnya, untuk melaksanakan pembelajaran dengan strategi pembelajaran dengan Problem Based learning (PBL), ia memberikan lima tahap pembelajaran sebagai berikut: Tabel 2.2 Tahapan Pembelajaran dengan Strategi Problem Based learning Tahap Pembelajaran Perilaku Guru Tahap 1: Mengorganisasikan siswa kepada masalah Guru menginformasikan tujuan-tujuan pembelajaran, mendeskripsikan kebutuhan-kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa agar terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah yang mereka pilih sendiri Tahap 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar Guru membantu siswa untuk menentukan dan mengatur tugas-tugas belajar yang berhubungan dengan masalah itu Tahap 3: Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok Guru mendorong siswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, mencari penjelasan, dan solusi Tahap 4: Mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya serta pameran Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil karya yang sesuai seperti laporan, rekaman video, dan model, serta membantu mereka berbagi karya mereka Tahap 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Guru membantu siswa melakukan refleksi atas penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan (Diadaptasi dari Mohamad Nur, 2006, p. 62) Menurut Mohamad Nur (2006), mengatakan bahwa dalam proses pembelajaran dengan strategi pembelajaran dengan Problem Based learning (PBL) ditandai dengan karakteristik: (1) siswa menentukan isu-isu pembelajaran, (2) pertemuan-pertemuan pelajaran berlangsung open-ended atau berakhir dengan masih membuka peluang untuk berbagi ide tentang pemecahan masalah sehingga memungkinkan pembelajaran tidak berlangsung dalam satu kali pertemuan, (3) tutor adalah seorang fasilitator dan tidak seharusnya bertindak sebagai “pakar” yang merupakan satu-satunya sumber informasi, dan (4) tutorial berlangsung sesuai dengan tutorial Problem Based learning (PBL) yang berpusat pada siswa. Sedangkan karakteristik siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran dengan Problem Based learning (PBL) adalah: hadir dan aktif dalam semua pertemuan, memiliki pengetahuan tentang proses Problem Based learning (PBL), memiliki komitmen terhadap pembelajaran berpusat pada siswa atau pembelajaran yang diarahkaan oleh siswa, aktif berpartisipasi dalam diskusi dan berpikir kritis sambil memberi konstribusi pada lingkungan yang bersahabat dan tidak mengintimidasi, dan mempunyai kemampuan untuk melakukan evaluasi konstrutif terhadap diri sendiri, kelompok, dan tutor. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam strategi pembelajaran dengan Problem Based learning (PBL), yang lebih dipentingkan adalah dari segi proses dan bukan hanya sekedar hasil belajar yang diperoleh. Apabila proses belajar dapat berlangsung secara maksimal, maka kemungkinan besar hasil belajar yang diperoleh juga akan optimal. Adapun bentuk penerapannya, termasuk dalam bagian penyajian dari keseluruhan kegiatan pembelajaran yang terdiri atas kegiatan pendahuluan, penyajian, dan penutup, yang dapat digambarkan sebagai berikut. Gambar 2.2. prosedur strategi pembelajaran dengan Problem Based learning (Diadaptasi dari Mohamad Nur, 2006, p. 62) 5. Perbedaan Metode Konvensional dengan Problem based Learning (PBL) Metode konvensional atau ceramah yang memusatkan perhatian siswa sepenuhnya kepada guru sehingga yang aktif di sini hanya guru, sedangkan siswa hanya tunduk mendengarkan penjelasan yang dipaparkan oleh guru. Partisipasi siswa rendah karena siswa hanya diberi kebebasan untuk bertanya mengenai materi yang telah dijelaskan oleh guru sehingga metode konvensional masih kurang menggugah daya pemikiran siswa. Sedangkan, metode Problem Based learning (PBL) adalah metode pembelajaran yang berbasis kepada keaktifan para siswa. Perbedaan metode konvensional dengan metode Problem Based Learning (PBL) adalah sebagai berikut: Metode Konvensional a. Berfokus pada guru b. Guru menerangkan dan siswa mendengarkan c. Guru menjelaskan seluruh materi d. Guru hanya menyiapkan materi e. Siswa hanya menghafal materi dan kemudian lupa f. Siswa pasif (keaktifan rendah) g. Siswa membaca menjelang ujian Metode Problem Based Learning (PBL) a. Berfokus pada siswa b. Siswa menjelaskan c. Guru merangkum materi berdasarkan hasil diskusi/pemikiran siswa. d. Guru tidak hanya menyiapkan materi, tetapi juga harus menguasai metode penyampaian materi yang efektif e. Siswa membaca sesuai silabus sebelum proses pembelajaran dimulai f. Siswa aktif (keaktifan tinggi). g. Siswa dapat dengan mudah menangkap esensi dari proses pembelajaran. 6. Langkah-Langkah Proses Problem Based Learning (PBL) Proses problem based learning (PBL) akan dapat dijalankan bila pengajar siap dengan segala perangkat yang diperlukan. Pemelajar pun harus sudah memahami prosesnya, dan telah membentuk kelompok-kelompok kecil. Umumnya, setiap kelompok menjalankan proses yang dikenal dengan Proses 7 Langkah: Langkah 1: Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas. Memastikan setiap anggota memahami berbagai istilah dan konsep yang ada dalam masalah. Langkah 2: Merumuskan Masalah. Fenomena yang ada dalam masalah menuntut penjelasan hubungan-hubungan apa yang terjadi di antara fenomena itu. Langkah 3: Menganalisis masalah. Terjadi diskusi yang membahas informasi aktual, menjelaskan dan menganalisis bersama anggota kelompok. Langkah 4: Menata gagasan Anda dan secara sistematis menganalisisnya dengan dalam. Langkah 5: Menginformasikan tujuan pembelajaran. Kelompok dapat merumuskan tujuan pembelajaran karena kelompok sudah tahu pengetahuan mana yang masih kurang, dan mana yang masih belum jelas. Langkah 6 : Mencari tambahan dari sumber yang lain (di luar diskusi kelompok). Langkah 7 : Mensintesa (menggabungkan) dan menguji informasi baru, dan membuat laporan untuk dosen atau kelas. H. Materi Kebersamaan dalam Keberagaman Kamu akan mewawancarai masyarakat sekitar tentang pekerjaan dan kegiatan yang berkaitan dengan hasil karya seni dan budaya. Namun, sebelumnya kamu akan mendiskusikan teknik atau cara melakukan wawancara dan jenis pertanyaan yang baik. 1. Apa yang perlu diperhatikn ketika melakukan wawancara? 2. Apa contoh pertanyaan yang bisa kamu ajukan? Perhatikan saran-saran saat melakukan wawancara berikut: 1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri. 2. Minta kesediaan narasumber untuk diwawancarai dan jelaskan maksud wawancara. 3. Siapkan pertanyaan dan catatan mengenai hal-hal yang akan ditanyakan. 4. Kamu bisa menggunakan kata tanya: apa, di mana, kapan, siapa, mengapa dan bagaimana. 5. Hindari pertanyaan yang berbelit-belit. 6. Dengarkan penjelasan narasumber dan catat. 7. Ambil kesimpulan yang penting saja, tidak semua jawaban dicatat. 8. Beri kesan yang baik. 9. Mohon diri dengan mengucapkan terima kasih. Mari berlatih membuat pertanyaan, lanjutkanlah kata tanya di bawah ini sehingga menjadi kalimat tanya lengkap. Praktikan wawancara berpasang-pasangan dengan teman sekelas. Carilah informasi tentang pekerjaan dan kegiatan yang berkaitan dengan hasil karya seni dan budaya setempat. Kamu akan mewawancarai masyarakat sekitar sekolah. Lengkapi tabel di bawah ini untuk mencatat hasil wawancara. No. Pertanyaan Jawaban 1. Apa saja karya seni yang dihasilkan daerah kita? Silahkan bertukar lembar hasil wawancara dengan pasanganmu. Pertanyakan lebih lanjut hasil wawancara tersebut untuk menggali informasi. Berdasarkan hasil wawancara, jawablah pertanyaan berikut: 1. Apa saja informasi yang telah kamu dapatkan dari hasil wawancara itu? 2. Bagaimana perasaanmu ketika berbicara atau berinteraksi dengan orang yang berbeda-beda? 3. Apa pelajaran dan manfaat yang kamu peroleh dari kegiatan wawancara ini? I. Hasil Penelitian Terdahulu 1. Penelitian Skripsi Yuliana Septiana (2013) Yuliana Septiana adalah mahasiswa Universitas Pasundan, dengan judul skripsi “ Penggunaan Model Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa Dalam Pembelajaran IPS Pada Topik Masalah Sosial Di Kelas IV”. Dari 36 siswa masalah yang dihadapi adalah kurang aktifnya siswa dalam pembelajaran dan belum memahami tentang konsep benda dan sifatnya. Dari data awal siswa yang diperoleh masih banyak siswa yang mendapatkan nilai rendah. Untuk mengatasi masalah tersebut peneliti menggunakan model Problem Based learning (PBL) untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa dalam pembelajaran IPS. Berikut ini tabel kajian hasil penelitian dari Yuliana Septiana. Tabel 2.3 Kajian Hasil Penelitian Yuliana Septiana Tahap Jumlah Peserta Didik Tuntas Presentase Jumlah Peserta Didik Tidak Tuntas Presentase Siklus I 30siswa 74 % 6siswa 26 % Siklus II 32siswa 76% 4siswa 24% Siklus III 34siswa 93% 2siswa 7% Berdasarkan data di atas Yuliana Septiana dapat menarik kesimpulan bahwa dengan menggunakan model Problem Based learning (PBL) telah mampu meningkatkan pemahaman konsep siswa. Terbukti dengan meningkatnya hasil yang diperoleh siswa. Penggunaan model dalam pembelajaran IPS mampu meningkatkan pemahaman konsep siswa. Hal ini terbukti dari hasil pretest maupun postes secara individu dari awal siklus hingga akhir siklus ketiga yang dilakukan menunjukkan peningkatan sehingga rata-rata kelas dapat melampaui KKM. 2. Hasil Penelitian Septian Apendi (2012) Septian Apendi adalah mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Metode Problem Based Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial pada konsep Makhluk Hidup dan Lingkungannya” (Penelitian Tindakan Kelas di SDN Lebaksiuh kelas IV Semester II Tahun ajaran 2011/2012 Kecamatan Kadudampit Kabupaten Sukabumi). Masalah yang dihadapi peneliti adalah masalah guru di SD yang mengajar lebih banyak mengejar target nilai ujian yang melebihi KKM, namun tidak melihat masalah yang dihadapi oleh siswa, aktivitas guru lebih dominan daripada siswa akibatnya guru seringkali mengabaikan proses pengalaman belajar akan menambah nilai hasil belajar siswa. Dalam penerapan metode pembelajaran ini siswa tidak hanya menghapal informasi saja melainkan memahami prinsip yang melandasi pengetahuan dan tumbuh sikap keinginan bertanya. Dengan metode problem Based Learning diharapakan memberikan pengaruh yang baik bagi penulis dan siswa dalam proses pembelajaran tentang makhluk hidup dilingkungannya. Indikator sebagai keberhasilan tindakan perbaikan yang ditetapkan oleh peneliti secara eksplisit sehingga memudahkan verifikasi. Tabel 2.4 Kajian Hasil Penelitian Septian Apendi Tahap Jumlah Peserta Didik Tuntas Presentase Jumlah Peserta Didik Tidak Tuntas Presentase Siklus I 11siswa 19,44% 35siswa 80,56 % Siklus II 32siswa 72,34% 14siswa 27,66% Siklus III 40siswa 85,63% 6siswa 14,37% Berdasarkan data di atas dengan ketetapan KKM 70 dan presentase keberhasilan 75%. Septian Apendi menarik kesimpulan, bahwa denagn penerapan Model Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar dan pemahaman siswa dalam pembelajaran IPS. Pada siklus III siswa sudah mampu memahami materi makhluk hidup dilingkungannya. Siklus pun dihentikan dan dinyatakan berhasil. J. Kerangka Berpikir Pada kondisi awal guru menggunakan metode ceramah dan penugasan sehingga hasil belajar siswa rendah. Untuk hasil belajar siswa dalam pembelajaran tematik pada tema indahnya kebersamaan subtema kebersamaan dalam keberagaman pembelajaran 2 di kelas IV semester 1 SDN Cikancung II diperlukan adanya tindakan perbaikan yang dilakukan guru. Tindakan yang akan dilakukan oleh guru dalam pembelajaran adalah dengan menggunakan metode Problem Based Learning (PBL). Pada siklus pertama guru menggunakan metode Problem Based Learning (PBL) pada tema indahnya kebersamaan subtema kebersamaan dalam keberagaman pembelajaran 2 di kelas IV semester 1 SDN Cikancung II. Pada siklus kedua guru menggunakan metode Problem Based Learning (PBL) pada tema indahnya kebersamaan subtema kebersamaan dalam keberagaman pembelajaran 2 di kelas IV semester 1 SDN Cikancung II. Dari siklus pertama dan siklus kedua diharapkan hasil belajar siswa kelas IV SDN Cikancung II dapat meningkat secara afektip. Sebagaimana digambarkan sebagai berikut. Gambar 2.3. Kerangka berpikir www.vedcmalang.com554 × 410Telusuri pakai gambar K. Asumsi Menurut N, M. Suci, (2008) bahwa pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada peserta didik. Sehingga peneliti berasumsi bahwa dengan penerapan model Problem Based learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar dengan alasan sebagai berikut: “Bahwa dengan menerapkan model Problem Based learning (PBL), diharapkan peserta didik lebih fokus pada pembelajaran 2 khususnya pada subtema kebersamaan dalam keberagaman, sehingga kemampuan hasil belajar peserta didik lebih meningkat, juga lebih mudah diingat dan membuat prestasi pembelajaran meningkat serta proses pembelajarannya pun akan lebih efektif”. L. Hipotesis Menurut teori Finkle dan Torp (1995) menyatakan bahwa Problem Based Learning (PBL) merupakan pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang mengembangkan secara simultan strategi pemecahan masalah dan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan dengan menempatkan para peserta didik dalam peran aktif sebagai pemecah permasalahan sehari-hari yang tidak terstruktur dengan baik. Berdasarkan pada permasalahan dengan anggapan dasar yang telah diuraikan di atas, peneliti dapat mengemukakan hipotesis tindakan sebagai berikut: Dengan menerapkan metode Problem Based Learning, dapat meningkatkan hasil belajar pada tema indahnya kebersamaan subtema kebersamaan dalam keberagaman pada siswa kelas IV SDN Cikancung 2.

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 25 Jul 2016 15:07
Last Modified: 25 Jul 2016 15:07
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/6280

Actions (login required)

View Item View Item