PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA TEMA INDAHNYA KEBERSAMAAN DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK

AI HENDRAYANI, 105060059 (2016) PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA TEMA INDAHNYA KEBERSAMAAN DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
COVER SKRIPSI.docx

Download (39kB)
[img] Text
LEMBAR PERNYATAAN.docx

Download (14kB)
[img] Text
ABSTRAK BENER.docx

Download (19kB)
[img] Text
ABSTRAK B.INGGRIS.docx

Download (14kB)
[img] Text
KATA PENGANTAR.docx

Download (110kB)
[img] Text
LEMBAR UCAPAN TERIMAKASIH.docx

Download (19kB)
[img] Text
LEMBAR DAFTAR ISI.docx

Download (21kB)
[img] Text
BAB I.docx

Download (40kB)
[img] Text
BAB II.docx

Download (1MB)
[img] Text
BAB III.docx
Restricted to Repository staff only

Download (50kB)
[img] Text
BAB IV.docx
Restricted to Repository staff only

Download (524kB)
[img] Text
BAB V.docx
Restricted to Repository staff only

Download (24kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA.docx

Download (23kB)
[img] Text
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.docx

Download (373kB)

Abstract

ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pembelajaran model Discovery Learning dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada tema Indahnya Kebersamaan dalam pembelajaran tematik di kelas IV SDN Cipagalo 01 Kecamatan Bojongsoang Kabupaten Bandung Tahun Pelajaran 2014/2015. Penelitian ini dilatarbelakangi karena rendahnya motivasi siswa dalam belajar dan belum tercapainya ketuntasan terhadap hasil belajar karena guru masih menggunakan model pembelajaran yang konvensional dan berpusat pada guru.Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model Kemmis dan Mc Taggart dengan langkah perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Penelitian ini menggunakan dua siklus, setiap siklus terdiri dari satu tindakan.Teknik analisis data yang digunakan menggunakan deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah terjadinya peningkatan hasil belajar dan motivasi belajar siswa pada pembelajaran satu tema Indahnya Kebersamaan dengan menggunakan model Discovery Learning. Dilihat dari hasil siklus I siswa yang memenuhi KKM untuk motivasi belajar ada 25 orang atau (73%) sedangkan untuk hasil belajar siswa yang sudah mencapai KKM ada 11 orang atau (30%) hal tersebut terjadi karena kurangnya penguasaan materi oleh guru saat pembelajaran dan tidak memperhatikan RPP sedangkan pada siklus II terjadi peningkatan pada motivasi belajar sebanyak 29 siswa atau (87%) dan pada hasil belajar terjadi peningkatan yaitu 34 siswa atau (92%) yang sudah mencapai KKM dan itu tidak terlepas dari peningkatan kinerja guru dalam mengajar juga dalam pembuatan RPP. Berdasarkan hasil penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Kata Kunci: Model Discovery Learning, Motivasi dan Hasil Belajar Siswa ABSTRACT The purpose of this study was to determine whether the learning model of the Discovery Learning can improve motivation and learning outcomes of students on the theme of beauty Mutual learning in the classroom thematic IV SDN Cipagalo Bandung District 01 Sub Bojongsoang academic year 2014/2015. This research is motivated because of low student motivation in learning and have not achieved mastery of the learning outcomes because teachers are still using conventional learning model and is centered on this guru.Penelitian action research using a model of Kemmis and Mc Taggart by step planning, action, observation and reflection. This study uses two cycles, each cycle consisting of an analysis of the data used tindakan.Teknik using descriptive quantitative and qualitative. The results obtained in this study is the increase of learning outcomes and students' motivation in learning the beauty of togetherness theme by using models of Discovery Learning. Judging from the results of the first cycle of students who meet the KKM's motivation to learn there are 25 people or (73%) while for the learning outcomes of students who have reached the KKM there are 11 people or (30%) that it was due to lack of mastery of the material by the teacher during the learning and not RPP attention while in the second cycle there was an increase in students' motivation to learn as much as 29 or (87%) and the learning outcomes of students increased to 34 or (92%) who have reached the KKM and it can not be separated from the improvement of teacher performance in teaching and also in the manufacture of RPP. Based on the above results it can be concluded that learning by using learning model Discovery Learning can increase students' motivation. Keywords: Model Discovery Learning, Motivation and Student Results BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan pokok yang sangat mutlak diperlukan oleh seluruh lapisan masyarakat. Manusia lahir membawa tiga potensi kejiwaan yaitu cipta, rasa dan karsa, potensi inilah yang terus dikembangkan dalam eksistensi kehidupannya sehingga manusia tergolong sebagai makhluk pendidikan. Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, bangsa Indonesia dituntut untuk mampu beradaptasi dengan meningkatkan kualitas dan sumber daya manusianya. Hal ini sangat penting untuk kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Pendidikan merupakan hak setiap warga negara, maka didalamnya mengandung makna bahwa pemberian layanan pendidikan kepada individu, masyarakat, dan warga negara adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan keluarga. Oleh karena itu, manajemen sistem pembangunan pendidikan harus dirancang dan dilaksanakan secara terpadu dan diarahkan pada peningkatan akses pelayanan yang seluas-luasnya bagi warga masyarakat. Pemerintahan memiliki tugas dalam memberikan pelayanan pembangunan pendidikan bagi warganya sebagai hak yang harus dipenuhi dalam pelayanan pemerintahan. Pembangunan pendidikan merupakan salah satu bagian yang sangat vital dan fundamental untuk mendukung upaya-upaya peningkatan pendidikan khususnya di sekolah dasar. Dalam hal ini pemerintahan diwakili oleh Departemen Pendidikan Nasional memberikan tugas tersebut kepada pihak sekolah untuk mewujudkan hal tersebut. Berdasarkan definisi ini, dapat dipahami bahwa pendidikan nasional berfungsi sebagai proses untuk membentuk kecakapan hidup dan karakter bagi warga negaranya dalam rangka mewujudkan peradaban bangsa Indonesia yang bermartabat. Oleh karena itu seluruh komponen bangsa baik orang tua, masyarakat maupun pemerintah bertanggung jawab untuk mencerdaskan bangsa melalui pendidikan. Dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 3 dirumuskan bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Sesuai dengan tujuan pendidikan No. 20 Tahun 2003. Pendidikan karakter bangsa secara operasional dirumuskan 18 nilai karakter diantaranya adalah 1) Religius, 2) Jujur, 3) Toleransi, 4) Disiplin, 5) Kerja keras, 6) Kreatif, 7) Mandiri, 8) Demokratis, 9) Rasa ingin tahu, 10) Semangat kebangsaan, 11) Cinta tanah air, 12) Menghargai prestasi, 13) Bersahabat/komunikatif, 14) Cinta damai, 15) Gemar membaca, 16) Peduli lingkungan, 17) Peduli sosial dan 18) Tanggung jawab. Sekolah merupakan salah satu sistem pendidikan yang berfungsi untuk membantu meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dari pendidikan yang diterima anak bangsa di bangku sekolah, akan mampu mengubah pola pikir dan daya kreativitas untuk menciptakan negara dengan taraf kesejahteraan yang baik dan perekonomian yang meningkat. Sekolah ada merupakan bagian dari rancangan yang dibuat oleh pemeritah di bidang pendidikan dengan landasan operasionalnya adalah kurikulum. Dari kurikulum inilah tujuan dari pendidikan bangsa diharapkan dapat tersusun dengan sistematis untuk mencapai tujuan bangsa dan negara Indonesia. Kurikulum merupakan sejumlah mata pelajaran yang harus diselesaikan oleh siswa serta rencana pembelajaran yang dibuat oleh guru dan sejumlah pengalaman belajar yang harus dilakukan oleh siswa. Dalam penyelenggaraan pendidikan perlu adanya komponen-komponen pendidikan agar tercapainya tujuan pendidikan, diantaranya adalah tenaga pendidik, peserta didik, lingkungan, alat-alat pendidikan, kurikulum dan fasilitas yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang tujuan, isi dan bahan pelajaran yang dikembangkan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik serta kebutuhan lapangan kerja. Kurikulum yang digunakan saat ini di Indonesia adalah kurikulum KTSP. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah tersebut memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Kurikulum mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi tantangan-tantangan di masa depan melalui pengetahuan, keterampilan, sikap dan keahlian untuk beradaptasi serta bisa bertahan hidup dalam lingkungan yang senantiasa berubah. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh dalam berbagai kesempatan menegaskan peurbahan dan pengembangan kurikulum 2013 merupakan persoalan yang penting dan genting. Alasan perubahan kurikulum, kurikulum pendidikan harus disesuaikan dengan tuntutan zaman. Karena zaman berubah, maka kurikulum harus lebih berbasis pada penguatan penalaran, bukan lagi hafalan semata. Dalam kurikulum 2013, pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam seluruh pembelajaran pada setiap bidang studi yang terdapat dalam kurikulum. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap bidang studi perlu dikembangkan dan dihubungkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Target kurikulum 2013 adalah dapat menghasilkan peserta didik yang berakhlak mulia (afektif), berketrampilan (psikomotorik) dan perpengetahuan (kognitif) yang berkesinambungan. Materi pembelajaran akan diarahkan pada target pencapaian kompetensi yang tepat guna dengan materi pembelajaran yang essensial dan sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Proses pembelajaran diharapkan mengarah pada active student center dan kontekstual dengan dipandu buku teks yang berisi materi dan proses pembelajaran (tutorial). Guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator pembelajaran. Dalam mengimplementasikan kurikulum, yang jauh lebih penting adalah guru sebagai ujung tombak bahkan bisa menjadi ujung tombok serta garda terdepan dalam pelaksanakan kurikulum. Oleh karena itu betapa pentingnya kesiapan guru dalam mengimplementasikan kurikulum itu selain kompetensi, komitmen dan tanggung jawabnya serta kesejahteraannya yang harus terjaga. Kompetensi guru bukan saja menguasai apa yang harus dibelajarkan (content) tapi bagaimana membelajarkan siswa yang menantang, menyenangkan, memotivasi, menginspirasi dan memberi ruang kepada siswa untuk melakukan keterampilan proses yaitu mengobservasi, bertanya, mencari tahu, merefleksi. Sebagai tenaga profesional, guru merupakan pintu gerbang inovasi sekaligus gerbang menuju kepembangunan yang terintegrasi. Dengan kemampuan manusia yang cakap, berpengetahuan, terampil, cerdas, kreatif dan bertanggungjawab pembangunan akan terintegrasi dengan baik. Oleh karena itu, setiap guru perlu memahami kurikulum sekolah dengan sebaik-baiknya agar dalam proses pembelajaran akan tercapai tujuan yang diinginkanya itu pembelajaran yang menyenangkan, memotivasi, menginspirasi dan memberi ruang pada siswa untuk mengembangkan keterampilan yang dimilikinya. Untuk mencapai pembelajaran seperti itu maka guru dituntut untuk menggunakan model dan metode yang sesuai dengan pembelajaran yang akan diajarkan tentunya sesuai dengan karakteristik siswa, perkembangan anak sehingga tujuan pembelajaran yang ingin dicapai akan terlaksana dengan sebaik mungkin. Dari hasil pengamatan di lapangan guru belum menerapkan model dan metode yang inovatif saat proses pembelajaran dikarenakan guru masih membawa sikap pembelajaran sebelumnya dan mengacu pada KTSP karena sebagian guru belum mengerti betul dengan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan kurikulum 2013. Saat pembelajaran guru hanya menggunakan metode ceramah saja dan terlihat siswa pasif dan tidak ada partisipasi dalam proses belajar. Dalam proses pembelajaran siswa tidak ada yang aktif sehingga rasa ingin tahu siswa dalam proses pembelajaran tidak terlihat dan tidak adanya motivasi siswa untuk mencari tahu sendiri sehingga pemahaman siswa menjadi kurang. Hal ini terlihat dari hasil ulangan siswa dari jumlah siswa 38 orang hanya 15 orang yang sudah mencapai keberhasilan sedangkan 23 orang siswa memperoleh nilai kurang atau dibawah KKM. Sehingga pembelajaran yang sudah dipelajari belum tercapai criteria ketuntasannya yaitu 75. Dari hasil observasi tersebut maka terlihat kurangnya guru dalam menerapkan model, metode dan media pembelajaran yang baik. Guru hanya menggunakan metode ceramah saja selanjutnya siswa menghapal dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru sehingga proses belajar menjadi kurang aktif sehingga siswa menjadi pasif dan tidak mempunyai motivasi belajar untuk menemukan hal yang baru. Oleh karena itu, maka penerapan model pembelajaran Discovery Lerningakan melibatkan keaktifan belajar siswa dan siswa mencari tahu sendiri tentang pengetahuan yang akan diabutuhkan sehingga siswa dapat berpikir secara kritis dan logis. Dan model ini sesuai dengan model pembelajaran yang diterapkan dengan menggunakan kurikulum 2013 dimana guru hanya sebagai fasilitator dan siswa akan lebih berperan aktif dalam mencari tahu dan menemukan pengetahuan serta keterampilannya. Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan di atas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul “Penggunaan Model Discovery Learning Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Pada Tema Indahnya Kebersamaan Dalam Pembelajaran Tematik” Pada Subtema Keberagaman Budaya Bangsaku di Kelas IV SDN Cipagalo 01 Kecamatan Bojongsoang Kabupaten Bandung. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka permasalahan yang ada dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Pendidik belum menerapkan model-model pembelajaran yang sesuai dan inovatif dalam proses pembelajaran di SDN Cipagalo 01 2. Kegiatan belajar mengajar yang dilakukan kurang menarik karena terlalu banyak ceramah dan cenderung membosankan sehingga tidak ada motivasi dari siswa untuk belajar lebih baik lagi, untuk itu maka diterapkan penggunaan model Discovery Learning untuk lebih meningkatkan lagi motivasi belajar siswa. 3. Interaksi yang terjadi dalam proses pembelajaran berlangsung hanya satu arah dan dengan metode ceramah sehingga siswa tidak aktif pada proses pembelajaran. 4. Kurang kreatif pendidik dalam penggunaan media yang ada pada saat pembelajaran berlangsung 5. Partisipasi siswa pada kegiatan pembelajaran kurang aktif, tidak ada motivasi untuk mencaritahu informasi lebih lanjut lagi dan hasil pembelajaran kurang memuaskan. 6. Rendahnya hasil belajar siwa di SDN Cipagalo 01 C. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, maka peneliti merumuskan suatu batasan masalah agar ruang lingkup masalah yang akan diteliti tidak meluas dan tidak terjadi kerancuan dalam penelitian. Adapun batasan masalah tersebut adalah tentang penggunaan model Discovery Learning untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dalam tema indahnya kebersamaan pada pembelajaran tematik di kelas IV SDN Cipagalo 01. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan paparan latar belakang diatas, maka secara umum rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah penerapan model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan motivasi belajar pada siswa kelas IV SDN Cipagalo 01 Kecamatan Bojongsoang Kabupaten Bandung?” Rumusan masalah umum diatas dapat dijabarkan secara khusus dalam pertanyaan penelitian yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana rencana pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model Discovery Learning pada tema indahnya kebersamaan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran tematik pada kelas IV SDN Cipagalo 01 Kecamatan Bojongsoang Kabupaten Bandung? 2. Bagaimana motivasi belajar siswa kelas IV SDN Cipagalo 01 terhadap pembelajaran tematik pada tema indahnya kebersamaan dengan menggunakan model Discovery Learning? 3. Adakah peningkatan hasil belajar siswa setelah diterapkan model Discovery Learning pada pembelajaran tematik di kelas IV SDN Cipagalo 01 Kecamatan Bojongsoang Kabupaten Bandung. D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Secara umum tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui sejauh mana penerapan model pembelajaran Discovery Learning dalam meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar siswa pada tema indahnya kebersamaan. 2. Tujuan khusus Adapun tujuan khusus yang akan dicapai pada penelitian tindakan kelas ini adalah: a. Untuk mengetahui rencana pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model Discovery Learning pada tema indahnya kebersamaan di kelas IV SDN Ciapagalo 01 Kecamatan Bojongsoang Kabupaten Bandung. b. Untuk meningkatkan motivasi belajar siswa kelas IV SDN Cipagalo 01 terhadap pembelajaran tematik pada tema indahnya kebersamaan dengan menggunakan model Discovery Learning. c. Untuk mengetahui hasil belajar siswa kelas IV SDN Cipagalo 01 Kecamatan Bojongsoang Kabupaten Bandung terhadap pembelajaran tematik pada tema indahnya kebersamaan setelah menggunakan model pembelajaran Discovery Learning. E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini terdiri dari dua manfaat yaitu terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat praktis. 1. Manfaat Teoritis Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan.Terutama dalam meningkatkan pembelajaran bermakna, aktif, kreatif dan menyenangkan untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa sekolah dasar dengan menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa yang ada di sekolah dasar. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pengajaran disekolah yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pendidikan nasional, sehingga tujuan nasional pendidikan yang telah dicanangkan akan dapat dicapai. Penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi semua pihak yang terkait dalam pendidikan terutama pendidik dan siswa kelas IV Sekolah Dasar yang langsung terlibat dalam proses pembelajaran dikelas. Manfaat yang dimaksud adalah: a. Bagi Siswa 1) dapat membantu meningkatkan motivasibelajarsiswa terhadap pembelajaran tematik pada temaindahnyakebersamaan. 2) dapat membantu meningkatkan hasil belajar siswa 3) meningkatkan pola pikir secara kritis dan logis dalam pembelajaran 4) dapat mengeksplor pengetahuan pada aspek kognitif, afektif dan psikomotor b. Bagi Guru 1) dapat memberikan gambaran mengenai model pembelajaran kreatif dan menyenangkan yang dapat diterapkan kepada siswa dalam proses pembelajaran di dalam kelas dan dapat memberikan wawasan baru dalam upaya meningkatkan kretifitas dalam mengajar. Serta dapat dijadikan acuan dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model yang sesuai. 2) Dapat meningkatkan wawasan baru dalam meningkatkan kreatifitas dalam proses pembelajaran c. Bagi Sekolah Dasar Memberikan referensi yang bermanfaat bagi perkembangan proses pembelajaran terutama pendidikan di sekolah dasar d. Bagi peneliti Untuk menambah pengetahuan tetang fakta-fakta yang terjadi di dunia pendidikan serta sebagai bekal dalam dunia pendidikan terutama sekolah dasar. Dan bagi peneliti selanjutnya merupakan alat untuk mengembangkan diri sebagai guru yang professional. F. Definisi Operasional 1. Pembelajaran Tematik Terpadu Menurut Prabowo (2002: 2) pembelajaran terpadu diartikan sebagai berikut: Pembelajaran terpadu adalah suatu proses pembelajaran dengan melibatkan atau mengkaitkan berbagai bidang studi. Pembelajaran terpadu juga merupakan pendekatan belajar pengajar yang melibatkan beberapa bidang studi. Pembelajaran terpadu, merupakan pendekatan belajar mengajar yang memperhatikan dan menyesuaikan dengan tingkat perkembangan anak didik. Menurut (Sisdiknas, 2003: 2)pembelajaran tematik diartikan sebagai berikut: Pembelajaran tematik merupakan suatu strategi pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman bermakna kepada peserta didik. Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum dan aspek belajar-mengajar Berdasarkan pemaparan para ahli di atas, dapat di atasi bahwa pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang dirancang dengan tema dan mata pelajaran yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Sehingga siswa lebih aktif dengan menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistik dan bermakna. 2. Model Pembelajaran Discovery Learning Menurut (Rohani, 2004: 24) pengertian metode Discovery Learning adalah: Metode yang berangkat dari suatu pandangan bahwa peserta didik sebagai subyek di samping sebagai obyek pembelajaran. Mereka memiliki kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Proses pembelajaran harus dipandang sebagai suatu stimulus atau rangsangan yang dapat menantang peserta didik untuk merasa terlibat atau berpartisipasi dalam aktivitas pembelajaran. Peranan guru hanyalah sebagai fasilitator dan pembimbing atau pemimpin pengajaran yang demokratis, sehingga diharapkan peserta didik lebih banyak melakukan kegiatan sendiri atau dalam bentuk kelompok memecahkan masalah atas bimbingan guru. Menurut Sund (dalam Suryosubroto, 2002: 193) menjelaskan Discovery adalah: Proses mental siswa mengasimiliasi sesuatu konsep atau sesuatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya. Menurut (Suryosubroto, 2002: 192) pengertian dari Discovery Learning adalah: Sebagai suatu prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, manipulasi objek dan lain-lain, sebelum sampai kepada generalisasi. Metode Discovery merupakan komponen dari praktik pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam model Discovery Learning lebih pada menekankan pengalaman siswa langsung saat pembelajaran. Jadi siswa mencari tahu dan menemikan langsung sendiri konsep belajarnya. 3. Motivasi Belajar Sardiman (2007: 75) mendefinisikan motivasi sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Motivasi adalah perubahan dalam diri atau pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Motivasi dapat ditinjau dari dua sifat, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah keinginan bertindak yang disebabkan pendorong dari dalam individu, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang keberadaannya karena pengaruh dari luar individu. Tingkah laku yang terjadi dipengaruhi oleh lingkungan. Motivasi belajar adalah proses yang memberi semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku. Dari berbagai pengertian di atas dapat diambil pengertian bahwa motivasi belajar adalah suatu dorongan atau daya penggerak dari dalam diri individu yang memberikan arah dan semangat pada kegiatan belajar, sehingga dapat mencapai tujuan yang dikehendaki. Jadi peran motivasi bagi siswa dalam belajar sangat penting. Dengan adanya motivasi akan meningkatkan, memperkuat dan mengarahkan proses belajarnya, sehingga akan diperoleh keefektifan dalam belajar. 4. Hasil Belajar Menurut (Sudjana, 2004: 22) Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Menurut Indra (http://indramunawar.blogspot.com) pengertian hasil belajar adalah: Hasil belajar dapat disintesiskan sebagai suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang dilakukan berulang-ulang, serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan prilaku kerja yang lebih baik. Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan hasil belajar merupakan perubahan perilkau sesuai tujuan khusus melalui pengalaman yang didapat siswa melalui ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. BAB II KAJIAN TEORI A. Model Pembelajaran Model dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Menurut Komaruddin (Sagala, 2008: 175) model dapat dipahami sebagai suatu tipe atau desain. Model juga dapat dipahami sebagai suatu deskripsi atau analogi yang digunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat langsung diamati. Dalam keseharian istilah ‘model’ dimaksudkan terhadap pola atau bentuk yang akan menjadi acuan. Dalam konteks pendidikan agaknya tidak jauh juga maknanya, yakni sebagai kerangka konseptual berkenaan dengan rancangan yang berisi langkah teknis dalam kesatuan strategis yang harus dilakukan dalam mendorong terjadinya situasi pendidikan, dalam wujud perilaku belajar dan mengajar dengan kecenderungan berbeda antara satu dengan lainnya atau dengan yang biasanya. Dengan demikian sebuah model dalam konteks pembelajaran, tidaklah dapat diterima sebagai sebuah model jika tidak memperliahatkan ciri khususnya sebagai sesuatu yang berbeda dari yang lainnya. Model pembelajaran merupakan preskripsi strategi mengajar yang disiapkan untuk mencapai tujuan khusus pengajaran. Model-model pembelajaran tersebut ditujukan kepada guru agar dapat memilih alternatif pengajaran. Alternatif pengajaran ini bertujuan untuk meningkatkan efektifitas kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran kerangka konseptual yang melukiskan arah atau dasar filosofi pembelajaran. Model pembelajaran menurut Soekamto (Trianto, 2007:5) adalah suatu kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. 1. Ciri-ciri Model Pembelajaran yang Baik a. Memiliki prosedur yang sistematik. Sebuah model pembelajaran bukan sekedar gabungan berbagai fakta yang disusun secara sembarangan. Model pembelajaran merupakan sebuah prosedur yang sistematik untuk memodifikasi perilaku siswa, yang didasarkan pada pemikiran-pemikiran tertentu. b. Hasil belajar ditetapkan secara khusus Tiap model pembelajaran menentukan tujuan-tujuan hasil belajar yang secara khusus telah disusun secara rinci. Bentuk tujuan hasil belajar ini adalah unjuk kerja yang dapat diamati. c. Penetapan lingkungan secara khusus Guru memiliki hak untuk menetapkan keadaan lingkungan secara spesifik dalam model pembelajaran yang digunakannya. d. Ukuran keberhasilan Model harus menetapkan kriteria keberhasilan suatu unjuk kerja yang diharapkan dari siswa. Model pembelajaran selalu menggambarkan dan menjelaskan hasil-hasil belajar dalam bentuk perilaku dan kognitif yang seharusnya ditunjukkan oleh siswa setelah menempuh dan menyelesaikan proses pembelajaran. e. Interaksi dengan lingkungan Semua model pembelajaran menentukan cara yang dapat membuat siswa melakukan interaksi dan bereaksi dengan lingkungan sekitarnya. Interaksi dengan lingkungan merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran bagi siswa. 2. Fungsi Model Pembelajaran Model-model pembelajaran mempunyai beberapa fungsi diantaranya adalah: a. Pedoman Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman yang dapat menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh guru. Dengan memiliki rencana pengajaran yang bersifat menyeluruh, guru diharapkan dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. b. Pengembangan kurikulum Model pembelajaran dapat membantu dalam pengembangan kurikulum, karena pada dasarnya tiap mata pelajaran yang ada selalu memiliki materi yang berkesinambungan. Dalam hal inilah model pembelajaran dibutuhkan sebagai cara agar siswa terbantu dalam menerima pelajaran. c. Menetapkan bahan-bahan pengajaran Model pembelajaran menetapkan secara rinci bentuk-bentuk bahan pengajaran yang berbeda. Bahan pengajaran ini akan digunakan guru dalam membantu perubahan kearah yang lebih baik. Baik bagi perkembangan kognitif, maupun perkembangan kepribadian siswa. d. Membantu perbaikan dalam mengajar Model pembelajaran dapat membantu proses pembelajaran dan meningkatkan keefektifan kegiatan pembelajaran. Dari beberapa pengertian tersebut, maka model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang mendeskripsikan dan melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasi pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman perencanaan bagi para guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. B. Model Pembelajaran Discovery Learning 1. Pengertian Discovery Learning Discovery Learning adalah salah satu model dalam pengajaran teori kognitif dengan mengutamakan peran guru dalam menciptakan situasi belajar yang melibatkan siswa belajar secara aktif dan mandiri. Model pembelajaran discovery (penemuan) adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery (penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip. Menurut Rohani (2004: 24) pengertian dari Discovery Learning adalah: Metode discovery learning adalah metode yang berangkat dari suatu pandangan bahwa peserta didik sebagai subyek di samping sebagai obyek pembelajaran. Merekamemiliki kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal sesuai dengankemampuan yang mereka miliki. Proses pembelajaran harus dipandang sebagai suatustimulus atau rangsangan yang dapat menantang peserta didik untuk merasa terlibat atau berpartisipasi dalam aktivitas pembelajaran. Peranan guru hanyalah sebagaifasilitator dan pembimbing atau pemimpin pengajaran yang demokratis, sehinggadiharapkan peserta didik lebih banyak melakukan kegiatan sendiri atau dalam bentukkelompok memecahkan masalah atas bimbingan guru. Kata penemuan sebagai metode mengajar merupakan penemuan yang dilakukan oleh siswa. Siswa menemukan sendiri sesuatu yang baru, ini tidak berarti yang ditemukannya benar-benar baru, sebab sudah diketahui oleh orang lain. Metode penemuan merupakan komponen dari suatu bagian praktik pendidikan yang sering kali diterjemahkan sebagai mengajar heuristik, yakni suatu jenis mengajar yang meliputi metode-metode yang dirancang untuk meningkatkan rentangan keaktifan siswa yang lebih besar, berorientasi kepada proses, mengarahkan pada diri sendiri, mencari sendiri, dan refleksi yang sering muncul sebagai kegiatan belajar. Metode penemuan adalah poses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud adalah mengamati, mencerna, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur dan membuat kesimpulan. Adapun menurut Sund (dalam Suryosubroto, 2002: 193) mengemukakan tentang pengertian Discovery learning yaitu: Metode discovery adalah proses mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya, dimana siswa mengasimilasi sesuatu konsep atau sesuatu prinsip. Metode discovery diartikan sebagai suatu prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, manipulasi obyek dan lain-lain, sebelum sampai kepada generalisasi. Model discovery learning diartikan sebagai suatu prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, manipulasi obyek dan lain-lain, sebelum sampai kepada generalisasi. Model discovery learning merupakan komponen dari praktek pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, beroreientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif. Berdasarkan uraian di atas, secara garis besar dapat dikatakan bahwa model discovery learning Merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif, Dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa, Pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain, Denga nmenggunakan strategi penemuan, anak belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkannya sendiri, dengan metode penemuan ini juga, anak belaja rberfikir analisis dan mencoba memecahkan problem yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan bermasyarakat. 2. Tujuan Penerapan Model Discovery Learning Metode mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiatan belajar mengajar. Kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki anak didik akan ditentukan oleh relevasian penggunaan suatu metode yang sesuai dengan tujuan. Itu berarti tujuan pembelajaran akan dapat dicapai dengan penggunaan metode yang tepat, sesuai dengan standar keberhasilan yang terpat di dalam suatu tujuan. Metode penemuan sebagai metode belajar mengajar digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dengan tujuan sebagai berikut: a. Meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam memperoleh dan memproses perolehan belajar b. Mengarahkan para siswa sebagai pelajar seumur hidup c. Mengurangi ketergantungan kepada guru sebagai satu-satunya sumber informasi yang diperlukan oleh para siswa d. Melatih para siswa mengeksplorasi atau memanfaatkan lingkungan sebagai sumber informasi yang tidak pernah tuntas digali. Penggunaan metode discovery learning ini guru berusaha untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar. Sehingga metode discovery learning memiliki tujuan sebagai berikut: a. Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta panguasaan ketrampilan dalam proses kognitif atau pengenalan siswa b. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi / atau individual sehingga dapat kokoh atau mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut c. Dapat meningkatkan kegairahan belajar para siswa 3. Kelebihan dan Kelemahan Penggunaan Model Discovery Learning Syarat utama penggunaan discovery learning ada pada potensi yang dimiliki oleh siswa itu sendiri. Potensi itu meliputi: kemandirian siswa dalam data, keaktifan dalam memecahkan masalah, kepercayaan pada diri sendiri. Kelebihan metode penemuan, yaitu: siswa dapat mengerti konsep dasa rlebih baik, membantu dalam menggunakan ingatan, pengetahuan mudah ditransfer pada situasi proses belajar yang baru, mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisatif sendiri, memberi kepuasan instrinsik, serta pembelajaran lebih baik. a. Kelebihan Penggunaan Model Discovery Learning diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan ketrampilan dan proses kognitif siswa 2) Pengetahuan diperoleh sifatnya sangat pribadi dan mungkin merupakan suatu pengetahuan yang sangat kukuh, dalam arti pendalaman dari pengertian retensi dan transfer 3) Membangkitkan gairah pada siswa 4) Memberi kesempatan kepada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya sendiri 5) Siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya sehingga ia lebih merasa terlibat dan bermotivasi sendiri untuk belajar, paling sedikit pada suatu proyek penemuan khusus 6) Membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-proses penemuan 7) Memungkinkan siswa sanggup mengatasi kondisi yang mengecewakan 8) Membantu perkembangan siswa untuk menemukan kebenaran akhir dan mutlak. b. Kelemahan Penggunaan Model Discovery Learning Kelemahan penggunaan model Discovery Learning diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Penemuan akan dimonopoli oleh siswa yang lebih pandai dan menimbulkan perasaan frustasi pada siswa yang kurang pandai 2) Kurang sesuai untuk kelas dengan jumlah siswa yang banyak. 3) Memerlukan waktu yang relatif banyak 4) Karena biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional, hasil pembelajaran dengan metode ini selalu mengecewakan 5) Kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan ketrampilan karena yang lebih diutakan adalah pengertian 6) Fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide, kemungkinan tidak ada 7) Tidak memberi kesempatan untuk berpikir kreatif dan tidak semua pemecahan masalah menjamin penemuan yang penuh arti. 4. Langkah-langkah Penggunaan Model Discovery Learning Menurut Gilstrap (dalam Suryosubroto, 2002: 193) langkah-langkah dalam penerapan model Discovery Learning dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut: a. Mengamati/menilai kebutuhan dan minat siswa untuk digunakan sebagai dasar dalam menentukan tujuan yang nyata b. Seleksi pendahuluan atas dasar kebutuhan dan minat siswa, prinsip-prinsip, generalisasi, pengertian dalam hubungannya dengan apa yang akan dipelajari c. Mengatur susunan kelas sedemikian rupa sehingga memudahkan terlibatnya arus bebas pikiran siswa d. Berkomunikasi dengan siswa untuk membantu menjelaskan peranan penemuan e. Menyiapkan suatu situasi yang mengandung masalah untuk dipecahkan f. Mengecek pengertian siswa tentang masalah untuk merangsang minat belajarnya g. Menyediakan berbagai alat peraga untuk kepentingan pelaksanaan pembelajaran h. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan dan bekerja dengan data i. Mempersilahkan siswa mengumpulkan dan mengatur data sesuai dengan kecepatannya sendiri j. Memberi kesempatan kepada siswa melanjutkan pengalaman belajarnya, walaupun sebagian atas tanggung jawabnya sendiri k. Memberi jawaban dengan cepat dan tepat sesuai dengan data dan informasi bila ditanya dan diperlukan siswa dalam kelangsungan kegiatannya l. Memimpin analisisnya sendiri melalui percakapan dan eksplorasinya sendiri dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi proses m. Mengajarkan ketrampilan untuk belajar dengan penemuan yang diidentifikasi oleh kebutuhan siswa n. Merangsang interaksi siswa dengan siswa, misalnya merundingkan strategi penemuan, mendiskusikan hipotesis dan data yang terkumpul o. Mengajukan pertanyaan tingkat tinggi maupun pertanyaan tingkat yang sederhana p. Bersikap membantu jawaban siswa, ide siswa, pandangan dan tafsiran yang berbeda. Bukan menilai secara kritis tetapi membantu menarik kesimpulan yang benar q. Membesarkan siswa untuk memperkuat pernyataannya dengan alasan dan fakta r. Memuji siswa yang giat dalam proses penemuan, misalnya siswa yang bertanya kepada temannya atau guru tentang berbagai tingkat kesukaran dan siswa siswa yang mengidentifikasi hasil dari penyelidikannya sendiri s. Membantu siswa menulis atau merumuskan prinsip, aturan ide, generalisasi atau pengertian yang menjadi pusat dari masalah semula dan yang telah ditemukan melalui strategi penemuan t. Mengecek apakah siswa menggunakan apa yang telah ditemukannya, misalnya teori atau teknik, dalam situasi berikutnya, yaitu situasi dimana siswa bebas menentukan pendekatannya. C. Pembelajaran Tematik 1. Pengertian Tematik Terpadu Pembelajaran tematik terpadu merupakan suatu pendekatan pembelajaran secara sengaja meningkatkan beberapa aspek baik dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Dengan adanya panduan itu, peserta didik akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi peserta didik. Berikut menurut Sisdiknas (2003: 2) tentang pembelajaran tematik yaitu: Pembelajaran tematik merupakan suatu strategi pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman bermakna kepada peserta didik. Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum dan aspek belajar-mengajar. Jadi pembelajaran ini diawali dari suatu pokok bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan dengan pokok–pokok bahasan lain, konsep tertentu dikaitkan dengan konsep lain, yang dilakukan secara spontan atau direncanakan, baik dalam dua bidang studi atau lebih, dan dengan beragam pengalaman belajar anak sehingga proses pembelajaran menjadi lebih bermakna. Menurut Prabowo (2002: 2), pembelajaran terpadu adalah suatu proses pembelajaran dengan melibatkan atau mengkaitkan berbagai bidang studi. Pembelajaran terpadu juga merupakan pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi. Pembelajaran terpadu, merupakan pendekatan belajar mengajar yang memperhatikan dan menyesuaikan dengan tingkat perkembangan anak didik. Pada dasarnya pembelajaran tematik merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa baik individu maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan otentik. Melalui pembelajaran terpadu siswa dapat pengalaman langsung dalam proses belajarnya, hal ini dapat menambah daya kemampuan siswa semakin kuat tentang hal-hal yang dipelajarinya. 2. Landasan Pembelajaran Tematik Dalam setiap pelaksanaan pembelajaran tematik di Sekolah Dasar seorang guru harus mempertimbangkan banyak faktor. Selain karena pembelajaran itu pada dasarnya merupakan implementasi dari kurikulum yang berlaku, juga selalu membutuhkan landasan-landasan yang kuat dan didasarkan atas hasil-hasil pemikiran yang mendalam. Pembelajaran tematik memilki posisi dan potensi yang sangat strategis dalam keberhasilan proses pendidikan di sd. Dengan posisi seperti itu, maka dalam pembelajaran tematik dibutuhkan berbagai landasan yang kokoh dan kuat serta harus diperhatikan oleh para guru pada waktu merencanakan, melaksanakan, dan menilai proses dan hasilnya. Landasan-landasan pembelajaran tematik di sd meliputi landasan filosofis, landasan psikologis dan landasan yuridis. Menurut Rusman (2013: 255) Secara filosofis, kemunculan pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat berikut: (1) progresivisme, (2) kontstruktivisme dan (3) humanisme. Aliran progresivisme memandang proses pembelajararn perlu ditekankan pada pembentukan kreativitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural) dan memperhatikan pengalaman siswa. Dalam proses belajar, siswa dihadapkan pada permasalahan. Untuk memecahkan masalah tersebut, siswa harus memilih dan menyusun ulang pengetahuan dan pengalaman belajar yang telah dimilikinya. Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Dalam hal ini, isi atau materi pembelajaran perlu dihubungkan dengan pengalaman siswa secara langsung. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada siswa, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus- menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya. Aliran humanisme melihat siswa dari segi keunikan/kekhasannya, potensinya dan motivasi yang dimilikinya. Siswa selain memiliki kesamaan juga memiliki kekhasan implikasi dari hal tersebut dalam kegiatan pembelajaran yaitu: (a) laynan pembelajaran selain bersifat klasikal, juga bersifat individual, (b) pengakuan adanya siswa yang lambat (slow learner) dan siswa yang cepat, (c) penyikapan terhadap hal-hal yang unik dari diri siswa, baik yang menyangkut faktor personal/individual maupun yang menyangkut faktor lingkungan sosial/kemasyarakatan. Landasan psikologis terutama berkaitan dengan psikologi perkembangan peserta didik dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya seseuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan konstribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya. Melalui pembelajaran tematik diharapkan adanya perubahan perilaku siswa menuju kedewasaan, baik fisik, mental/intelektual, moral maupun sosial. Landasan yuridis berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di sd. Dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9). Dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya). Selain ketiga landasan di atas, dalam pelaksanaan pembelajaran tematik perlu juga dipertimbangkan landasan sosial–budaya dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS). Pembelajaran selalu mengandung nilai yang harus sesuai dengan nilai yang berlaku dalam masyarakat. Di samping itu, keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi juga oleh lingkungan. Kehidupan masyarakat, dalam segala karakteristik dan kekayaan budayanya, harus menjadi dasar dan acuan untuk mencapai keberhasilan pembelajaran tematik. Landasan IPTEK diperlukan dalam pengembangan pembelajaran tematik sebagai upaya menyelaraskan materi pembelajaran dengan perkembangan dan kemajuan yang terjadi dalam kemajuan dunia IPTEK, baik secara langsung maupun tidak langsung. 3. Tujuan Pembelajaran Tematik Terpadu Pembelajaran Tematik Terpadu dikembangkan selain untuk mencapai tujuan pembalajaran yang telah ditetapkan, diharapkan siswa juga dapat : a. Meningkatkan pemahaman konsep yang dipelajarinya secara lebih bermakna b. Mengembangkan keterampilan menemukan, mengolah, dan memanfaatkan informasi c. Menumbuh kembangkan sikap positif, kebiasaan baik, dan nilai-nilai luhur yang diperlukan dalam kehidupan d. Menumbuh kembangkan keterampilan sosial seperti kerja sama, toleransi, komunikasi, serta menghargai pendapat orang lain e. Meningkatkan minat dalam belajar f. Memilih kegiatan yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya 4. Karakteristik Pembelajaran Tematik Terpadu Pembelajaran Tematik Terpadu memiliki beberapa macam karakteristik diantaranya adalah: a. Berpusat pada peserta didik b. Memberi pengalaman langsung pada peserta didik c. Pemisahan antar mata pelajaran tidak begitu jelas d. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran e. Bersifat luwes. f. Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik g. Holistik artinya suatu peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran Tematik Terpadu diamati dan dikaji dari beberapa mata pelajaran sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak. h. Bermakna, artinya pengkajian suatu fenomenadari berbagai macam aspek memungkinkan terbentuknya semacam jalinan skemata yang dimiliki peserta didik. i. Otentik, artinya informasi dan pengetahuan yang diperoleh bersifat otentik j. Aktif artinya peserta didik perlu terlibat langsung dalam proses pembelajaran mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga proses penilaian. 5. Kelebihan dan kekurangan atau keterbatasan Pembelajaran Tematik/Terpadu a. Kelebihan Pembelajaran Terpadu diantaranya adalah: 1) Pengalaman dan kegiatan belajar anak relevan dengan tingkat perkembangannya 2) Kegiatan yang dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan anak 3) Kegiatan belajar bermakna bagi anak, sehingga hasilnya dapat bertahan lama 4) Keterampilan belajar mengajar bersifat pragmatis sesuai dengan lingkungan anak 5) Keterampilan sosial anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu. Keterampilan sosial ini antara lain adalah kerja sama, komunikasi, dan mau mendengarkan pendapat orang lain. 6) Keterampilan berpikir anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu b. Keterbatasan Pembelajaran Terpadu: Menurut Prabowo (2000: 4) keterbatasan pembelajaran terpadu yang menonjol antara lain: 1) Menuntut diadakannya evaluasi tidak hanya pada produk, tetapi juga pada proses. 2) Evaluasi pembelajaran terpadu tidak hanya berorientasi pada dampak instruksional dari proses pembelajaran, tetapi juga pada proses dampak pengiring dari proses pembelajaran tersebut. 3) Menuntut adanya teknik evaluasi yang banyak ragamnya, sehingga tugas guru menjadi lebih banyak. 6. Strategi Pembelajaran Tematik Terpadu Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran Tematik Terpadu bergantung pada kesesuaian rencana yang dibuat dengan kondisi dan potensi peserta didik (minat, bakat, kebutuhan, dan kemampuan). Diantaranya adalah sebagai berikut: a. Tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat digunakan memadukan banyak banyak indikator b. Tema harus bermakna artinya bahwa tema yang dipilih untuk dikaji harus memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya c. Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis anak. d. Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan penstiwa-peristiwa otentik yang terjadi dalam rentang waktu belajar e. Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar. D. Motivasi Belajar 1. Hakikat Motivasi Menurut Mc.Donald, dalam Sardiman A.M (2009: 73), mengatakan motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Duncan seorang ahli administrasi, dalam bukunya,”Organization Behavior”,mengemukakan bahwa didalam konsep manajemen, motivasi berarti setiap usaha yang disadari untuk memperngaruhi perilaku seseorang agar meningkatkan kemampuannya secara maksimal untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Abdul Rahman Shaleh (2009: 182) Motivasi didefinisikan dengan segala sesuatu yang menjadi pendorong tingkah laku yang menuntut atau mendorong seseorang untuk memenuhi kebutuhan. Menurut Hamzah B.Uno (2007: 3) Motivasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan beberapa pendapat disimpulkan bahwa motivasi adalah pendorong bagi perbuatan seseorang atau merupakan motif mengapa seseorang melakukan sesuatu. Motivasi juga menyangkut mengapa seseorang berbuat demikian dan apa tujuanya sehingga berbuat demikian. 2. Karakteristik Umum Motivasi Menurut Elida Prayitno, (1989: 26-28) ada lima karakteristik motivasi yang di kemukakan oleh Thornburgh, yaitu sebagai berikut ini, yaitu: (1) tingkah laku yang bermotivasi adalah di gerakan, (2) tingkah laku yang bermotivasi yang memberi arah, (3) motivasi menimbulkan intensitas bertindak, (4) motivasi itu selektif, (5) dan motivasi merupakan kunci untuk pemuasan kebutuhan. Kelima karakteristik itu diharapkan menjadi pedoman bagi guru dalam mengatur suasana belajar yang meningkatkan motivasi siswa. Proses pembelajaran yang membuat siswa merasa senang dan aktif, ini berarti juga bahwa siswa termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi adalah keseluruhan daya penggerak atau pendorong untuk melakukan perbuatan menjadi sebuah tujuan yang efektif dan efisien. 3. Tujuan dan Fungsi Motivasi Motivasi mendorong timbulnya kelakuan dan mempengaruhi serta mengubah kelakukan (Oemar Hamalik, 2010: 161) Sedangkan fungsi motivasi menurut Sardiman A.M, (2009:85) ada tiga yaitu : 1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. 2. Menentukan arah perbuatan, yaitu ke arah tujuan yang hendak dicapai. 3. Menyeleksi perbuatan, yaitu menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan. Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa makin jelas tujuan yang diharapkan atau yang akan dicapai, makin jelas pula bagaimana tindakan motivasi itu dilakukan. Tindakan motivasi akan lebih berhasil jika tujuannya jelas dan didasari oleh perbuatan yang dimotivasi serta sesuai dengan kebutuhan orang yang dimotivasi. Oleh karena itu, setiap orang yang akan memberikan motivasi harus mengenal dan memahami benar-benar latar belakang kehidupan, kebutuhan dan kepribadian orang yang akan dimotivasi. 4. Tipe-tipe Motivasi Dikatakan dalam Oemar Hamalik, (2010: 162) ada dua tipe motivasi yaitu (1) motivasi intrinsik, dan (2) motivasi ekstrinsik. a. Motivasi intrinsik Motivasi intrinsik adalah motivasi yang mencakup di dalam situasi belajar dan menemui kebutuhan dan tujuan-tujuan murid. Motivasi ini sering juga disebut motivasi murni. Motivasi yang sebenarnya sering timbul dalam diri siswa sendiri, misalnya keinginan untuk mendapat keterampilan tertentu, memperoleh informasi dan pengertian, mengembangkan sikap untuk berhasil, menyenangi kehidupan, menyadari sumbangannya terhadap usaha kelompok, keinginan diterima oleh orang lain, dan lain-lain. Jadi, motivasi itu tumbuh tanpa pengaruh dari luar. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang hidup dalam diri siswa dan berguna dalam situasi belajar yang fungsional. b. Motivasi Ekstrinsik Motivasi Ekstrinsik adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi belajar, seperti angka, kredit, ijazah,tingkatan hadiah, medali perten-tangan, dan persaingan yang bersifat negatif ialah hukuman. Motivasi ekstrinsik ini tetap diperlukan di sekolah. Sebab, pengajaran di sekolah tidak semuanya menarik minat siswa atau sesuai dengan kebutuhan siswa. Lagi pula sering sekali siswa belum memahami untuk apa ia belajar hal-hal yang diberikan oleh sekolah. Karena itu motivasi terhadap pelajaran itu perlu dibangkitkan oleh guru sehingga para siswa mau dan ingin belajar. 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi Aspek-aspek yang mempengaruhi motivasi atau menentukan intensitas dari motivasi dikenal sebagai dimensi motivasi (Singgih D.Gunarsa, 2008: 52). Sedangkan menurut Hamzah B. Uno, (2007: 22) mengatakan bahwa motivasi adalah dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang untuk mengadakan perubahan tingkah laku, yang mempuyai indikator sebagai berikut, faktor intrinsik yaitu: (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil, (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan, (4) adanya penghargaan dalam belajar, (5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, (6) adanya lingkungan belajar yang kondusif. Dalam aktifitas belajar, seorang individu membutuhkan suatu dorongan atau motivasi sehingga sesuatu yang diinginkan dapat tercapai, menurut Purwanto (2002: 102) ada beberapa faktor yang mempengaruhi belajar antara lain: a. Faktor individual Seperti kematangan atau pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi b. Faktor sosial seperti keluaga atau keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat dalam belajar, dan motivasi sosial Dalam pendapat lain, menurut Slameto (2003: 71) faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar adalah sebagai berikut: a. Faktor Intern diantaranya adalah: 1) Faktor Jasmaniah yaitu faktor kesehatan dan faktor kecacatan tubuh 2) Faktor Psikologis yaitu intelegensi, minat dan motivasi, perhatian dan bakat, kematangan dan kesiapan. 3) Faktor kelelahan yaitu faktor jasmani dan faktor rohani b. Faktor Ekstern diantaranya adalah: 1) Faktor keluarga yaitu cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah, keadaan gedung dan metode belajar 2) Faktor sekolah yaitu metode mengajar dan kurikulum, relasi guru dan siswa, disiplin sekolah, alat pengajaran dan waktu sekolah. 3) Faktor masyarakat yaitu: kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media dan teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat. E. Hasil Belajar Setelah mengetahui pengertian belajar dan faktor yang mempengaruhinya, maka akan dikemukakan apa itu hasil belajar. Nana Sudjana (2005: 5) menyatakan bahwa hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku dan sebagai umpan balik dalam upaya memperbaiki proses belajar mengajar. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut Indra (http://indramunawar.blogspot.com) hasil belajar dapat disintesiskan sebagai suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang dilakukan berulang-ulang, serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan prilaku kerja yang lebih baik. Pada prinsipnya belajar meliputi semua ranah psikologis yang berubah sebagai akibat dari pengalaman proses belajar. namun, perubahan seluruh tingkah laku seluruh ranah khususnya ranah rasa siswa, menjadi sangat sulit karena perubahan hasil belajar itu ada yang bersifat tidak dapat diraba. Maka yang dapat dilakukan oleh guru dalam hal ini adalah mengambil indikator yaitu gambaran perubahan tingkah laku yang dianggap penting. Perubahan diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa baik yang berdimensi cipta, rasa, ataupun karsa. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah penilaian hasil yang sudah dicapai oleh setiap siswa dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor yang diperoleh sebagai akibat usaha kegiatan belajar dan dinilai dalam periode tertentu. Di antara ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran (Nana Sudjana, 2005: 23). Dalam pembatasan hasil pembelajaran yang akan diukur, peneliti mengambil ranah kognitif pada jenjang pengetahuan(C1), pemahaman (C2) dan aplikasi (C3). Sejalan dengan pendapat Benyamin S. Bloom dalam Hamzah B. Uno bahwa: Benyamin S. Bloom (Hamzah B. Uno, 2008: 35-38)”memilah taksonomi pembelajaran yang merupakan ranah hasil pembelajaran dalam tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif adalah ranah yang membahas tujuan pembelajaran berkenaan dengan proses mental yang berawal dari tingkat pengetahuan hafalan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan yang terakhir adalah evaluasi.” Menurut Nana Sudjana (2002:50) “Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk tipe hasil belajar tingkat rendah, namun hasil belajar ini penting sebagai prasyarat untuk menguasai dan mempelajari tipe hasil belajar yang lebih tinggi”. Pemahaman disini diartikan kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan, atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya. Tingkat pemahaman dibagi ke dalam tiga kategori. Ada tiga macam pemahaman yang berlaku umum, pertama pemahaman terjemahan, yakni kesanggupan memahami makna yang terkandung di dalalmnya. Misal, memahami makna inggris ke dalam bahasa Indonesia, mengartikan lambang Negara, mengartikan Bhineka Tunggal Ika, dll. Kedua, pemahaman penafsiran, misalnya memahami grafik, menghubungkan dua konsep yang berbeda, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok. Ketiga pemahaman ekstrapolasi, yakni kesanggupan melihat dibalik tertulis, tersirat dan tersurat, mermalkan sesuatu, atau memperluas wawasan. Penerapan diartikan kemampuan seseorang dalam menggunakan pengetahuan dalam memecahkan berbagai permasalahan yang timbul dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, menggunakan rumus tertentu, menerapkan suatu dalil atau hukum tertentu untuk memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi. Aplikasi atau penerapan ini merupakan proses berpikir setingkat lebih tinggi nketimbang pemahaman. Tipe hasil belajar selanjutnya adalah analisis. Analisis adalah kesanggupan memecah, mengurai suatu integritas (kesatuan yang utuh) menjadi unsur-unsur atau bagian-again yang mempunyai arti atau mempunyai tingkatan/hirarki. Analisis merupakan tipe belajar yang kompleks, yang memanfaatkan unsur tipe hasil belajar sebelumnya, yakni pengetahuan, pemahaman, aplikasi. Bila kemampuan analisis telah dimiliki seseorang, maka seseorang dapat mengkreasikan sesuatu yang baru. Sintesis diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang menyeluruh. Dengan sintesis dan analisis maka berpikir kreatif untuk menemukan sesuatu yang baru (inovatif) akan lebih mudah. Evaluasi diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam membuat perkiraan atau keputusan yang tepat berdasarkan kriteria atau pengetahuan yang dimiliki. Tipe hasil belajar ini dikategorikan paling tinggi, dan terkandung semua tipe hasil belajar yang telah dijelaskan sebelumnya. Hasil belajar ini dikategorikan paling tinggi karena dalam proses ini diperlukan kemampuan yang mendahuluinya, seperti pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis. Seseorang akan membandingkan kriteria dengan sesuatu yang nampak/aktual/terjadi sehingga untuk kemudian mendorong seseorang untuk menentukan putusan tau pilihan tentang nilai sesuatu tersebut. Penilaian yang dilakukan oleh peneliti adalah penilaian autentik yaitu penelitian ini mengkaji penilaian pengetahuan dari setiap pemahaman konsep yang dimiliki oleh setiap siswa, penilaian sikap dari respon sikap yang ditunjukkan selama pembelajaran berlangsung, dan penilaian keterampilan akan diperoleh dari penilaian kinerja selama kegiatan kelompok berlangsung. Dalam rangka melaksanakan penilaian autentik yang baik, guru harus memahami secara jelas tujuan yang ingin dicapai. Untuk itu, guru harus bertanya pada diri sendiri, khususnya berkaitan dengan: (1) Sikap, pengetahuan dan keterampilan apa yang akan dinilai; (2) fokus penilaian akan dilakukan, misalnya: berkaitan dengan sikap pengetahuan dan keterampilan; dan (3) tingkat pengetahuan apa yang akan dinilai, seperti penalaran, memori atau proses Selanjutnya ranah afektif, dimana ranah ini berkaitan dengan sikap atau nilai, interest, apresiasi (penghargaan), dan penyesuaian perasaan sosial. Tipe hasil belajar afektif ini akan tampak pada tingkah laku siswa seperti atensi/perhatian terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, dll. Nana Sudjana menglasifikasikan hasil belajar pada ranah afektif menjadi enam tingkatan dari yang paling sederhana hingga paling kompleks, yaitu: a. Receiving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan(stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, dan gejala. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar. Receiving atau attenting sering diberi pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu obyek. b. Responding atau jawaban. Yakni reaksi yang diberikan seseorang terhadap stimulus yang datang dari luar. Dalam hal ini termasuk ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya. c. Valuing (penilaian). Yakni berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulas tadi. Dalam evaluasi ini terasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang atau pengetahuan untuk menerima nilai, dan kesepakatan teradap nilai tersebut. d. Organisasi, yakni pengembangan nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk menentukan hubungan satu nilai dengan nilai lain dan kemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang termasuk dalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi dari pada sistem nilai. e. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai yakni keterampilan dari semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya Ranah psikomotor mencakup tujuan yang berkaiatan dengan keterampilan (skill) yang bersifat manual atau motorik. Menurut Anitah (2005: 58) ”Hasil belajar psikomotori ini merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif”. Hasil belajar kognitif dan afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila siswa telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan afektifnya. Sebagaimana kedua domain yang lain, domain ini juga mempunyai beberapa tingkatan. Urutan dari yang paling sederhana ke yang paling kompleks adalah : persepsi, kesiapan melakukan suatu kegiatam, mekanisme, respon terimbing, kemahiran, adaptasi, dan originasi (Hamzah B.Uno, 2008: 38). Nana Sudjana (2002: 54-55) membedakan tingkat keterampilan menjadi enam tingkatan, yaitu: a. Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar). b. Keterampilan pada ge

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 12 Jul 2016 03:28
Last Modified: 12 Jul 2016 03:28
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/5386

Actions (login required)

View Item View Item