PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN RASA INGIN TAHU SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU

Novian Sari Rahayu, 105060268 (2016) PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN RASA INGIN TAHU SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
COVER.docx

Download (27kB)
[img] Text
LMBR PNGSHAN, PRNYATAAN, MOTTO.docx

Download (21kB)
[img] Text
KP,ABSTRAK,DI.docx

Download (125kB)
[img] Text
BAB I.docx

Download (34kB)
[img] Text
BAB II.docx

Download (54kB)
[img] Text
BAB III.docx
Restricted to Repository staff only

Download (171kB)
[img] Text
BAB IV.docx
Restricted to Repository staff only

Download (125kB)
[img] Text
BAB V.docx
Restricted to Repository staff only

Download (17kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA.docx

Download (20kB)
[img] Text
RIWAYAT HIDUP.docx

Download (8MB)

Abstract

Abstract Guided inquiry learning model is a model of learning, learners are given the problem then the students find answers to the problems with the instructions given by the teacher. This study aims to find out that learning with guided inquiry learning model can develop curiosity and achievement of learners. The development of curiosity measured using an attitude scale which each item contains an indicator that can measure curiosity. The attitude scale was given to students at the end of the cycle I and cycle II. In addition to the attitude scale used, also used the observation sheet and evaluation sheet to measure the achievement of learners. The results of the research that has been conducted shows that learning with guided inquiry learning model can meningkatkankan curiosity and learning achievement of students with an average value of evidence-scale attitude of students in the cycle I with a guided inquiry learning model by 33.95 percentage 68% including categorize medium, while the average value of the attitude scale after the implementation of the cycle II with guided inquiry learning model by 39.8 percentage 80% including high categorize. Likewise with the achievement of learners with evidence of the value of pre-test average of 57.75, the average value of the cycle I of 67.5, while the average value of the cycle II of 77.25. From the results of this study concluded the application of guided inquiry learning model can increase the curiosity of learners and learners' learning achievement. Keywords: Guided Inquiry, Curiosity. ABSTRAK Model pembelajaran inkuiri terbimbing adalah model pembelajaran, peserta didik diberi permasalahan kemudian peserta didik menemukan jawaban dari permasalahan itu dengan petunjuk yang diberikan oleh guru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat mengembangkan rasa ingin tahu dan prestasi belajar peserta didik. Perkembangan rasa ingin tahu diukur dengan menggunakan skala sikap yang setiap item mengandung indikator yang dapat mengukur rasa ingin tahu. Skala sikap ini diberikan kepada peserta didik pada akhir siklus I dan siklus II. Selain digunakan skala sikap, juga digunakan lembar observasi dan lembar evaluasi untuk mengukur prestasi belajar peserta didik. Hasil penelitian yang telah dilaksanakan menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkankan rasa ingin tahu dan prestasi belajar peserta didik dengan bukti nilai rata-rata skala sikap peserta didik pada siklus I dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing sebesar 33,95 persentase 68% termasuk kategorikan sedang, sedangkan nilai rata-rata skala sikap setelah dilaksanakannya siklus II dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing sebesar 39,8 persentase 80% termasuk kategorikan tinggi. Begitupun dengan prestasi belajar peserta didik dengan bukti nilai rata-rata pre test sebesar 57,75, nilai rata-rata siklus I sebesar 67,5, sedangkan nilai rata-rata siklus II sebesar 77,25. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan rasa ingin tahu peserta didik dan prestasi belajar peserta didik. Kata Kunci: Inkuiri Terbimbing, Rasa Ingin Tahu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu tempat dimana peserta didik mendapatkan ilmu secara formal. Sekolah bukan hanya tempat menimba ilmu, tetapi juga sebagai tempat berkumpul, bermain dan berbagai keceriaan antara peserta didik yang satu dengan peserta didik yang lainnya sehingga terjadi interaksi di dalamnya. Sekolah juga merupakan tempat dimana kegiatan belajar mengajar berlangsung dan tempat terjadinya interaksi antara guru dan peserta didik. Oleh karena itu dalam kehidupan, manusia mempunyai hak untuk hidup, hak bersuara, kebebasan mengemukakan pendapat, dan hak yang lainnya selama kebebasan dan hak tersebut tidak bertentangan dengan norma sosial agama. Begitu juga dalam kegiatan belajar mengajar, seharusnya peserta didik dan guru secara seimbang dan bersama-sama berinteraksi secara aktif dan baik, dalam transfer ilmu pengetahuan baik dari guru ke peserta didik atau sebaliknya dari peserta didik ke guru dan dapat juga transfer ilmu antar peserta didik satu ke peserta didik yang lainnya. Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 Ayat (1) disebutkan bahwa Pendidikan adalah: Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengenalan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pada pasal 17 juga ditegaskan bahwa: 1) Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang menengah, 2) Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. Kurikulum 2013 atau Pendidikan Berbasis Karakter adalah kurikulum baru yang dicetuskan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum 2013 tersebut akan mulai diberlakukan mulai tahun pelajaran 2013/2014 secara bertahap. Implementasi kurikulum tersebut diatur dalam Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013. Kurikulum 2013 merupakan sebuah kurikulum yang mengutamakan pemahaman, skill, dan pendidikan berkarakter, peserta didik dituntut untuk paham atas materi, aktif dalam berdiskusi dan presentasi serta memiliki sopan santun disiplin yang tinggi. UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 Butir 1 dalam Kemendikbud (2013) menyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”. Undang-undang ini dirumuskan dengan berlandaskan pada dasar falsafah negara yaitu Pancasila. Oleh karena itu, Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Indonesia menjadi sumber utama dan penentu arah yang akan dicapai dalam kurikulum. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila harus tumbuh dalam diri peserta didik. Kurikulum 2013 dikembangkan dengan membawa amanah harus mampu menumbuhkan nilai-nilai Pancasila dalam jiwa peserta didik. E. Mulyana (2013, h. 131) mengemukakan bahwa: Keberhasilan implementasi kurikulum 2013 dalam pembentukan kompetensi dan karakter pada peserta didik dapat dilihat dari segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses, pembentukan komptensi dan karakter dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran, disamping menunjukkan kegairahan mengajar, yang tinggi, semangat belajar yang besar, dan rasa percaya diri yang besar pada diri sendiri. Sedangkan dari segi hasil, proses pembentukan kompetensi dan karakter dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan prilaku yang positif pada diri peserta didik seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%). Lebih lanjut pembentukan kompetensi dan karakter dikatakan berhasil dan berkualitas apabila masukan merata, menghasilkan output yang banyak dan bermutu tinggi, serta sesuai dengan kebutuhan, perkembangan masyarakat dan pembangunan. Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang mengunakan tema dalam mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Poerwadarminta, 1983 (dalam Mahasiswa Prodi Pendidikan Dasar Angkatan 2008/2009, 2010) mengatakan bahwa tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan. Pembelajaran Tematik Terpadu merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Dengan adanya pemaduan itu, peserta didik akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi peserta didik. Dengan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya: 1) Peserta didik mudah memusatkan perhatian pada susatu tema tertentu; 2) Peserta didik mampu mempelajari berbagai pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama; 3) Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan; 4) Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa; 5) Peserta didik mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas; 6) Peserta didik mampu lebih bergairah belajar karena dapat bekomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari mata pelajaran lain; 7) Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus... (Mahasiswa Prodi Pendidikan Dasar Angkatan 2008/2009, 2010). Untuk mencapai tujuan tersebut diatas, guru sebagai pengembang kurikulum dan ujung tombak pelaksanaan pendidikan di lapangan, dituntut memiliki kecakapan dasar professional kependidikan. Mengingat tugas guru yang dinyatakan dalam Undang-undang Negara Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sebagai berikut: 1. Pasal 1 ayat (1) Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. 2. Pasal 4 Kedudukan guru sebagai tenaga pofesional sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Upaya peningkatan mutu pendidikan dilaksanakan antara lain dengan mengusahakan penyempurnaan proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar meliputi seluruh aktivitas yang pada intinya menyangkut pemberian materi pelajaran agar peserta didik memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang bermanfaat. Peningkatan mutu dan kualitas proses belajar mengajar bukan hanya bertujuan agar peserta didik memperoleh prestasi atau hasil belajar yang lebih baik. Akan tetapi, peserta didik di tuntut agar memiliki sikap (attitude) meliputi sopan santun, adab dalam belajar, absensi, sosial, dan agama. Selain hasil yang memuaskan dan sikap yang baik yaitu agar pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa sehingga siswa lebih aktif dan terarah perhatiannya. Model pembelajaran merupakan pola pembelajaran yang harus dikuasai guru untuk mencapai tujuannya yaitu menyajikan bahan pelajaran kepada peserta didik di dalam kelas, agar pelajaran tersebut dapat diterima, dipahami dan digunakan oleh peserta didik dengan baik. Dalam memilih model pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan pengajaran, materi pelajaran dan bentuk pengajaran (individu dan kelompok). Pada dasarnya tidak ada model pembelajaran yang paling baik, sebab setiap model pembelajaran yang digunakan pasti memiliki kelemahan dan kelebihan. Oleh karena itu, guru harus lebih pintar dalam memilah dan memilih model yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Dalam kurikulum 2013 diterapkan pendekatan tematik terpadu (Integratif Thematic) dan pendekatan saintifik/ilmiah (scientific approach) dalam penerapan kedua pendekatan pembelajaran tersebut perlu dipadukan dengan model model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik kedua pendekatan tersebut, dianataranya adalah model pembelajaran berbasis masalah (Problem Base Learning), model pembelajaran berbasis proyek (Projrect Base Learning) dan model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) (Kemendikbud, 2013). Selain dipadukan dengan berbagai model pembelajaran tersebut, penerapan pendekatan tematik terpadu (Integratif Thematic) dan pendekatan saintifik/ilmiah (scientific approach), perlu dipadukan dengan penerapan berbagai metode pembelajaran, metode pembelajaran yang paling sesuai dengan pendekatan tersebut antara lain : metode pembelajaran Inkuiri/Inkuiri Sosial; metode Group Investigation, metode demonstrasi, metode praktikum (yang meliputi metode observasi atau metode eksperimen) (Kemendikbud, 2013). Menurut wawancara dan observasi baik dari guru kelas maupun peserta didik di SD Negeri Cigerenem, guru masih belum menguasai atau paham betul dengan kurikulum 2013 dan belum bisa mengembangkan kurikulum 2013 dengan metode yang sesuai, dampaknya peserta didik kurang aktif selama kegiatan belajar berlangsung. Peserta didik cenderung pasif, tidak berani mengungkapkan pendapat, malu bertanya, sehingga kurangnya interaksi baik antara guru dengan peserta didik maupun peserta didik dengan peserta didik. Pada saat peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok untuk menyelesaikan tugas, namun hanya beberapa peserta didik saja yang mengerjakan tugas tersebut, sementara yang lain tidak. Ini menandakan bahwa sikap kerjasama, toleransi, rasa keingintahuan dan tanggung jawab peserta didik dalam kelompok masih kurang. Peserta didik juga cenderung masih kurang teliti dan ceroboh dalam mengerjakan tugas dan sering mengumpulkan tugas tidak tepat pada waktunya. Sikap ini menunjukkan bahwa kecermatan bekerja dan disiplin peserta didik masih kurang. Disaat guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya jika ada materi yang tidak dimengerti, tidak ada satupun peserta didik yang bertanya. Hal ini membuktikan bahwa rasa ingin tahu peserta didik tidak ada. Dengan kata lain bahwa kompetensi, pendidikan karakter dan keterampilan proses peserta didik belum berkembang atau belum dimaksimalkan dengan sepenuhnya. Guru kurang membimbing peserta didik untuk memperoleh pengetahuan secara mandiri, peserta didik terbiasa menerima pengetahuan yang disampaikan guru, peserta didik tidak mampu menemukan konsep melalui pengalamannya sendiri. Pembelajaran tematik terpadu akan lebih baik apabila guru dapat menciptakan interaksi timbal balik antara kegiatan belajar mengajar, materi, model atau pendekatan, sarana dan sumber belajar serta kegiatan penilaian proses maupun hasil. Kesemua itu merupakan unsur yang membantu pencapaian proses pembelajaran. Oleh karena itu, maka diperlukan suatu model pembelajaran yang mampu memfasilitasi peserta didik untuk mendapatkan pengalaman belajar. Yaitu model yang dapat membangkitkan minat peserta didik, meningkatkan rasa ingin tahu peserta didik, mendorong peserta didik berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, aktif mengolah informasi dan terhindar dari cara belajar menghafal. Salah satu alternatif untuk pemecahan masalah tersebut adalah dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing. Model inkuiri adalah strategi belajar-mengajar yang yang dirancang untuk membimbing peserta didik terkait cara meneliti masalah dan pertanyaan berdasrkan fakta. Pembelajaran inkuiri juga merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia, atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis dan analitis, sehingga ia mampu merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri (Sitiatava Rizema Putra, 2013). Menurut Herdian dalam Sitiatava Rizema Putra (2013), pendekatan inkuiri terbimbing adalah pendekatan inkuiri saat guru membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberikan pertanyaan awal dan mengarahkan kepada suatu diskusi. Guru pun mempunyai peran aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas maka penulis ingin mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul “PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN RASA INGIN TAHU SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU”. B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah terdapat beberapa masalah dalam penelitian ini. Adapun masalah – masalah tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut : 1. Rasa ingin tahu peserta didik yang masih rendah dalam dalam kegiatan belajar mengajar 2. Tingkat kepercayaan diri peserta didik untuk bertanya yang masih rendah 3. Rendahnya aktivitas (keterlibatan) peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar. 4. Kurangnya perhatian peserta didik terhadap pembelajaran 5. Belum berkembangnya kompetensi, pendidikan karakter dan keterampilan proses pada peserta didik. C. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk meningkatkan rasa ingin tahu siswa pada pembelajaran Tematik Terpadu di Kelas IV SD N Cigerenem? 2. Apakah penerapan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dapat meningkatkan rasa ingin tahu siswa pada pembelajaran Tematik Terpadu di Kelas IV SD N Cigerenem? D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian secara umum adalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran Tematik terutama menumbuhkan pemahaman, keaktifan, minat dan pendidikan berkarakter peserta didik. Sedangkan tujuan penelitian secara khusus adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk meningkatkan rasa ingin tahu siswa pada pembelajaran Tematik Terpadu di Kelas IV SD N Cigerenem. 2. Untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dapat meningkatkan rasa ingin tahu siswa pada pembelajaran Tematik Terpadu di Kelas IV SD N Cigerenem. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini berguna untuk menambah wawasan keilmuan bagi guru atau kualitas guru dan dapat dijadikan sebagai bahan kajian para mahasiswa yang sedang mempelajari ilmu pendidikan khususnya penerapan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk meningkatkan rasa ingin tahu siswa pada pembelajaran Tematik Terpadu. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peserta didik, guru, sekolah dan peneliti lain. Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian tindakan kelas ini, yaitu sebagai berikut: a. Bagi Peserta didik 1) Penerapan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dapat meningkatkan rasa ingin tahu peserta didik pada pembelajaran Tematik. 2) Penerapan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing yang diarahkan dengan baik dapat mengembangan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan memecahkan masalah (mencari dan menemukan). b. Bagi guru 1) Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan dan melakukan pembelajaran dikelas. 2) Dapat mendorong guru untuk menciptakan proses belajar mengajar yang bisa menumbuhkan ketertarikan peserta didik dalam belajar. 3) Meningkatkan kemampuan guru dalam menggunakan dan memanfaatkan segala sumber daya kreatifitas peserta didik yang ada di lingkungan peserta didik dalam proses pembelajaran sehingga keterampilan proses peserta didik dapat dimaksimalkan. c. Bagi Sekolah 1) Hasil penelitian dapat dijadikan sumber masukan dalam mengevaluasi model pembelajaran yang tepat untuk peningkatan pemahaman belajar peserta didik. 2) Dapat dijadikan sebagai alternatif dalam menentukan strategi dalam memberikan pembelajaran melalui model pembelajaran Inkuiri Terbimbing d. Bagi Peneliti Lain 1) Sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian tentang meningkatkan karakter rasa ingin tahu siswa pada pembelajaran Tematik. 2) Sebagai bahan perbaikan dalam melakukan penelitian selanjutnya F. Definisi Operasional Untuk menghindari salah penafsiran tentang makna istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan makna beberapa definisi operasional sebagai berikut : 1. Pembelajaran Tematik Terpadu Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang mengunakan tema dalam mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Poerwadarminta dalam Mahasiswa Prodi Pendidikan Dasar Angkatan 2008/2009 (2010) mengatakan bahwa tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan. Pembelajaran Tematik Terpadu merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Dengan adanya pemaduan itu, peserta didik akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi peserta didik (Suaidin, 2013) 2. Rasa Ingin Tahu Rasa ingin tahu adalah suatu sikap atau tindakan yang dimiliki seseorang untuk mengetahui ataupun menyelidiki hal-hal baru yang dipelajarinya, dilihat ataupun didengar. Indikator dari rasa ingin tahu dalam proses pembelajaran di kelas yaitu bertanya dan membaca (Tia Wulandari, 2013). Rasa ingin tahu merupakan dorongan untuk tahu hal-hal baru, rasa ingin tahu adalah kekuatan pendorong utama di balik penelitian ilmiah dan disiplin ilmu lain dari studi manusia. Rasa ingin tahu adalah suatu emosi yang berkaitan dengan perilaku ingin tahu seperti eksplorasi, investigasi, dan belajar, terbukti dengan pengamatan pada spesies hewan manusia dan banyak. 3. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pengertian model pembelajaran inkuiri adalah sebagai suatu model pembelajaran yang terpusat pada siswa, yang mana siswa didorong untuk terlibat langsung dalam melakukan inkuiri, yaitu bertanya, merumuskan permasalahan, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan, berdiskusi dan berkomunikasi. Piaget dalam Sitiatava Rizema Putra (2013), mendefinisikan model inkuiri sebagai pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi siswa untuk melakukan eksperimen sendiri; dalam arti luas ingin melihat sesuatu yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, ingin menggunakan simbol-simbol dan mencari jawaban atas pertanyaan sendiri, serta membandingkan sesuatu yang ditemukan oleh diri sendiridengan yang ditemukan orang lain. Menurut Herdian dalam Sitiatava Rizema Putra (2013), pendekatan inkuiri terbimbing adalah pendekatan inkuiri saat guru membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberikan pertanyaan awal dan mengarahkan kepada suatu diskusi. Guru pun mempunyai peran aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Tentang Pembelajaran Tematik Terpadu 1. Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian Pembelajaran berasal dari kata ‘ajar’ yang berarti ilmu yang diberikan kepada seseorang supaya dimengerti (runtut). Sedangkan pembelajaran yaitu proses atau cara menjadikan orang belajar. Pembelajaran merupakan proses komunikasi yang bersifat timbal-balik, baik antara guru dan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, untuk mencapai tujuan tertentu. Maksud dari pembelajaran sebenarnya adalah mengajar, hal ini menunjukkan bahwa proses belajar siswa harus dijadikan pusat dari kegiatan. Menurut Omar Hamalik (Sitiatava Rizema Putra, 2013 h. 17) Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun dari unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Jadi pada intinya pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidikan dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidikan agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan belajar mengajar yang didalamnya terdapat interaksi positif antara guru dengan siswa dengan menggunakan segala potensi dan sumber yang ada untuk menciptakan kondisi belajar yang aktif dan menyenangkan. Pembelajaran adalah pengembangan pengetahuan, keterampilan, atau sikap baru pada saat seseorang individu berinteraksi dengan informasi dan lingkungan. 2. Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu Konsep pembelajaran tematik merupakan pengembangan dari pemikiran dua orang tokoh pendidikan yakni Jacob tahun 1989 dengan konsep pembelajaran interdilipliner dan Fogarty pada tahun 1991 dengan konsep pembelajaran terpadu. Menurut Majid (2013, h. 85) pemebelajaran tematik merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengkaitkan beberapa aspek baik dalam intramata pelajaran maupun antar-mata pelajaran. Dengan adanya pemaduan itu peserta didik akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran jadi bermakna bagi peserta didik. Menurut Majid (2013, h. 85) bermakna artinya bahwa pada pembelajaran tematik peserta didik akan dapat memahami konsep-konsep yang mereka pelajasi melalui pengalaman langsung dan nyata yang menghubungkan antar-konseop dalam intra maupun antar-mata pelajaran. Jika dibandingkan dengan pendekatan konvesional, pembelajaran tematik tampak lebih menekankan pada keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajran sehingga peserta didik aktif terlibat dalam proses pembelajran untuk pembuatan keputusan. Kata tema berasal dari kata Yunani tithenai yang berarti “menempatkan” atau “meletakkan” dan kemudian kata itu mengalami perkembangan sehingga tithenia berubah menjadi tema. Menurut arti katanya, tema berarti “sesuatu yang telah diuraikan” atau “sesuatu yang telah ditempatkan” (Gorys Keraf dalam Majid, 2013, h. 86). Suaidin dalam suaidinmath.wordpress.com (2013) mengatakan bahwa pembelajaran Tematik Terpadu merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Dengan adanya pemaduan itu, peserta didik akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi peserta didik. Makna pembelajaran Tematik Terpadu adalah pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada peserta didik. Dikatakan bermakna pada pembelajaran Tematik Terpadu artinya, peserta didik akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkan dengan konsep yang lain yang sudah mereka pahami. 3. Prinsip Pembelajaran Tematik Terpadu Majid (2014, h. 89) mengungkapkan beberapa prinsip yang berkenaan dengan pembelajaran tematik terpadu sebagai berikut : a. Pembelajaran tematik terpadu memiliki satu tema yang aktual, dekat dengan dunia siswa dan ada dalam kehidupan sehari-hari. Tema ini menjadi alat pemersatu materi yang beragam dari beberapa mata pelajaran. b. Pembelajaran tematik terpadu perlu memilih materi beberapa mata pelajaran yang mungkin saling berkaitan. Dengan demikian, mater-materi yang dipilih dapat mengungkapkan tema secara bermakna. Mungkin terjadi, ada materi pengayaan horizontal dalam bentuk contoh aplikasi yang tidak termuat dalam standar isi. Namun ingat, penyajian materi pengayaan seperti ini perlu dibatasi dengan mengacu pada tujuan pembelajaran. c. Pembelajaran tematik terpadu tidak boleh bertentangan dengan tujuan kurikulum yang berlaku tetapi sebaliknya pembelajaran tematik integratif harus mendukung pencapaian tujuan utuh kegiatan pembelajaran yang termuat dalam kurikulum. d. Materi pembelajaran yang dapat dipadukan dalam satu tema selalu mempertimbangkan karakteristik siswa seperti minat, kemampuan, kebutuhan, dan pengetahuan awal. e. Materi pelajaran yang dipadukan tidak terlalu dipaksakan. Artinya, materi yang tidak mungkin dipadukan tidak usah dipadukan. 4. Karakteristik Pembelajaran Tematik Terpadu Menurut Majid (2014, h. 89-90) Sebagai suatu model pembelajaran di sekolah dasar, pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut : a. Berpusat pada siswa Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered). Hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar, sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar. b. Memberikan pengalaman langsung Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experience). Dengan pengalaman langsungini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkret) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak. c. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas Dalam pembelajaran tematik, pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa. d. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran Pembelajaran tematik menyajian konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari e. Bersifat fleksibel Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) di mana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan di mana sekolah dan siswa berada. f. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan 5. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Tematik Terpadu Majid (2014, h. 92-93) mengatakan bahwa pembelajaran tematik terpadu memiliki kelebihan dibandingkan pendekatan konvensional, yaitu sebagai berikut: a. Pengalaman dan kegiatan belajar peserta didik akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak. b. Kegiatan yang dipilih dapat disesuaikan dengan minat dan kebutuhan peserta didik. c. Seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi peserta didik sehingga hasil belajar akan dapat bertahan lebih lama. d. Pembelajaran terpadu menumbuhkan kembangkan keterampilan berpikir dan sosial peserta didik. e. Pembelajaran terpadu menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis. Dengan permasalahan yang sering ditemui dalam kehidupan/lingkungan riil peserta didik. f. Jika pembelajaran terpadu dirancang bersama dapat meningkatkan kerja sama antar guru bidang kajian terkait, guru denga peserta didik, peserta didik/guru dengan narasumber sehingga belajar lebih menyengkan, belajar dalam situasi nyata, dan dalam konteks yang lebih bermakna. Selain itu, pembelajaran tematik memiliki kelebihan dan arti penting, yakni sebagai berikut : a. Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan anak didik. b. Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar-mengajar yang relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak didik. c. Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna. d. Mengembangkan keterampilan berpikir anak didik sesuai dengan persoalan yang dihadapi. e. Menumbuhkan keterampilan sosial melalui kerja sama. f. Memiliki sikap toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain. g. Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang dihadapi dalam lingkungan anak didik. Di samping kelebihan, pembelajaran terpadu memiliki keterbatasan terutama dalam pelaksanaannya, yaitu pada perancangan dan pelaksanaan evaluasi proses, dan tidak hanya evaluasi dampak pembelajaran langsung saja. Puskur, Balitbang Diknas dalam Majid (2013, h. 92) mengidentifikasi beberapa aspek keterbatasan pembelajaran terpadu, sebagai berikut : a. Aspek Guru Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi, keterampilan metodologis yang handal, rasa percaya diri yang tinggi, berani mengemas dan mengembangkan materi. Secara akademik, guru dituntut untuk terus menggali informasi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan dan banyak membaca buku agar penguasaan bahan ajar tidak berfokus pada bidang kajian tertentu saja. Tanpa kondisi ini, pembelajaran terpadu akan suli terwujud. b. Aspek peserta didik Pembelajaran terpadu menuntut kemampuan belajar peserta didik yang relatif “baik”, baik dalam kemampuan akademik maupun kreativitasnya. Hal ini terjadi karena model pembelajaran terpadu menekankan pada kemampuan analitis (mengurai), kemampuan asosiatif (menghubungkan-hubungkan), kemampuan eksplorasi dan elaboratif (menemukan dan menggali). Jika kondisi ini tidak dimiliki, penerapan model pembelajaran terpadu ini sangat sulit dilaksanakan. c. Aspek sarana dan sumber pembelajaran Pembelajaran terpadu memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi, mungkin juga fasilitas internet. Semuai ini akan menunjang, memperkaya, dan mempermudahn pengembangan wawasan. Jika sarana ini tidak dipenuhi, penerapan pembelajaran terpadu juga akan terhambat. d. Aspek kurikulum Kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman peserta didik (bukan pada pencapaian target penyampaian materi. Guru perlu diberikan kewenangan dalam mengembangkan materi, metode, penilaian keberhasilan pembelajaran peserta didik. e. Aspek penilaian Pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian yang menyeluruh (komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar peserta didik dari beberapa bidang kajian terkait yang dipadukan. Dalam kaitan ini, guru selain dituntut untuk menyediakan teknik dan prosedur pelaksanaan penilaian dan pengukuran yang komprehensif, juga dituntut untuk berkoordinasi dengan guru lain jika materi pelajaran berasal dari guru yang berbeda 6. Tujuan Pembelajaran Tematik Terpadu Suaidin dalam suaidinmath.wordpress.com (2013) mengatakan bahwa pembelajaran Tematik Terpadu dikembangkan selain untuk mencapai tujuan pembalajaran yang telah ditetapkan, diharapkan peserta didik juga dapat : a. Meningkatkan pemahaman konsep yang dipelajarinya secara lebih bermakna b. Mengembangkan keterampilan menemukan, mengolah, dan memanfaatkan nformasi c. Menumbuhkembangkan sikap positif, kebiasaan baik, dan nilai-nilai luhur yang diperlukan dalam kehidupan d. Menumbuh kembangkan keterampilan sosial seperti kerja sama, toleransi, komunikasi, serta menghargai pendapat orang lain e. Meningkatkan minat dalam belajar f. Memilih kegiatan yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya 7. Penilaian Pembelajaran Tematik Terpadu Objek dalam penilaian pembelajaran terpadu mencakup penilaian terhadap proses dan hasil belajar peserta didik. Suaidin dalam suaidinmath.wordpress.com (2013) mengatakan bahwa penilaian proses belajar adalah upaya pemberian nilai terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan peserta didik, sedangkan penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai dengan menggunakan kriteria tertentu. Hasil belajar tersebut pada hakikatnya merupakan pencapaian kompetensi-kompetensi yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi tersebut dapat dikenali melalui sejumlah hasil belajar dan indikatornya yang dapat diukur dan diamati. Penilaian proses dan hasil belajar itu saling berkaitan satu dengan lainnya, hasil belajar merupakan akibat dari suatu proses belajar. B. Kajian Tentang Rasa Ingin Tahu 1. Sikap Sikap adalah penerimaan, tanggapan, dan penilaian seseorang terhadap suatu obyek, situasi, konsep, orang lain maupun dirinya sendiri akibat hasil dari proses belajar maupun pengalaman di lapangan yang menyebabkan perasaan senang (positif/sangat positif) atau tidak senang (negatif/tidak negatif). Dalam arti sempit sikap adalah pandangan atau kecenderungan mental. Sikap (attitude) adalah kecenderungan relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu. Soekidjo Notoatmojo (dalam A. Wawan dan Dewi, 2011, h. 27) mengatakan bahwa sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Heri Purwanto (dalam A. Wawan dan Dewi, 2011, h. 27) juga mengemukakan bahwa sikap adalah pandangan-pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai sikap objek tadi. Dengan demikian, pada prinsipnya sikap merupakan gejala internal berupa kecenderungan siswa untuk bertindak dengan cara tertentu. Sikap siswa yang positif , terutama, kepada pelajaran yang guru sajikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar peserta didik tersebut. Untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya sikap negatif peserta didik, guru dituntut untuk terlebih dahulu menunjukan sikap positif terhadap dirinya sendiri dan materi ajar yang akan diajarkan. Menurut Azwar (dalam A. Wawan dan Dewi, 2011, h. 31-32) sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang yaitu: a. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial. b. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu. c. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak / bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu. Dan berkaitan dengan objek yang dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku Menurut Soekidjo Notoatmojo (dalam A. Wawan dan Dewi, 2011, h. 33-34), sikap meliputi lima tingkat kemampuan yaitu: a. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). b. Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut. c. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga, misalnya seorang mengajak ibu yang lain (tetangga, saudaranya, dsb) untuk menimbang anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak. d. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapatkan tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap (A. Wawan dan Dewi M., 2011, h. 35-37): a. Pengalaman Pribadi Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. c. Pengaruh Kebudayaan Tanpa didasari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhan. d. Media Massa Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyekstif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya. e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika kalau pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap. f. Faktor Emosional Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi. 2. Pengertian Rasa Ingin Tahu Rasa ingin tahu merupakan kodrat yang membuat manusia selalu bertanya-tanya “itu apa?”, “mengapa begitu?” Kemudian pertanyaan-pertanyaan tersebut berkembang menjadi pertanyaan-peertanyaan seperti “bagaimana itu bisa terjadi?”, “bagaimana menemukannya?”, dan seterusnya. Pertanyaan tersebut muncul sejak manusia mulai bisa berbicara dan dapat mengungkapkan isi hatinya. Makin jauh jalan pikiran manusia, makin banyak pertanyaan yang muncul, makin banyak usaha manusia untuk menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaannya. Manusia akan merasa puas ketika sudah menemukan jawaban dari semua pertanyaan-pertanyaan tersebut, namun jika belum terjawab maka mereka akan terus mencari jawaban atas pertanyaanya. Rasa ingin tahu pada diri peserta didik perlu dikembangkan tidak hanya pada hal-hal positif tetapi juga pada informasi mengenai hal-hal negatif dengan tujuan agar mereka tidak terjerumus pada hal -hal yang negatif setelah mereka mengetahui sebab dan akibatnya. Nasoetion (dalam Prasetyo, 2013, h. 11) berpendapat rasa ingin tahu adalah suatu dorongan atau hasrat untuk lebih mengerti suatu hal yang sebelumnya kurang atau tidak kita ketahui. Rasa ingin tahu biasanya berkembang apabila melihat keadaan diri sendiri atau keadaan sekeliling yang menarik. Dari pengertian ini, berarti untuk memiliki rasa ingin tahu yang besar, dimana seseorang harus tertarik pada suatu hal yang belum diketahui. Keterkaitan itu ditandai dengan adanya proses yang berpikir aktif, yakni digunakannya semua panca indera yang kita miliki secara maksimal. Sulistyowati (dalam Prasetyo, 2013, h. 11) berpendapat ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Indikator kelas; 1) menciptakan suasana kelas yang mengundang rasa ingin tahu, 2) ekplorasi lingkungan secara terprogam, 3) tersedia media komunikasi atau informasi (media cetak atau elektronik). Mustari (Prasetyo, 2013, h. 11-12) berpendapat bahwa kurioritas (rasa ingin tahu) adalah emosi yang dihubungkan dengan perilaku mengorek secara alamiah seperti eksplorasi, investigasi, dan belajar. Rasa ingin tahu terdapat pada pengalaman manusia dan binatang, Istilah itu juga dapat digunakan untuk menunjukkan perilaku itu sendiri yang disebabkan oleh emosi ingin tahu, karena emosi ini mewakili kehendak untuk mengetahui hal-hal baru, rasa ingin tahu bisa diibaratkan bensin” atau kendaraan ilmu dan disiplin lain dalam studi yang dilakukan oleh manusia. Dari pengertian di atas peneliti berpendapat bahwa rasa ingin tahu adalah sebuah sikap yang dimiliki oleh setiap individu terhadap sesuatu hal yang belum diketahui sebelumnya dan tertarik untuk dipelajari lebih dalam, agar nantinya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, orang lain atau masyarakat luas. 3. Pendidikan dan Sumber Rasa Ingin Tahu Mustari (dalam Prasetyo, 2013, h. 12) berpendapat bahwa untuk mengembangkan rasa ingin tahu pada anak, kebebasan si anak itu sendiri harus ada untuk melakukan dan melayani rasa ingin tahunya. Kita tidak bisa begitu saja menghardik mereka kita tidak tahu atau malas saat bertanya. Yang lebih baik adalah kita berikan kepada mereka cara-cara untuk mencari jawaban. Misalnya, apabila pertanyaan tentang Bahasa Inggris, berilah kepada anak itu kamus; apabila pertanyaan tentang pengetahuan, berilah mereka Ensiklopedia; dan begitu seterusnya. Hadi dan Permata (dalam Prasetyo, 2013, h. 13-14) berpendapat ada tiga sumber rasa ingin tahu yaitu : a. Kebutuhan Rasa ingin tahu, muncul dari kesadaran kita akan kondisi masyarakat yang terdapat di sekitar ataupun sesuatu yang kita alami sehari-hari. Rasa penasaran dan inginn tahu biasa kita alami jika ada suatu persoalan yang belum terselesaika, yang misalnya karena mayarakat tidakmampu menanganinya. Ketidakmampuan ini biasanya disebabkan karena pengetahuan dan sumber daya yang minim. Kondisi yang demikian dapat mendorong kita untuk mencari jawaban atau solusi persoalan tersebut. Disinilah rasa ingin tahu mulai beraksi. Orang akan mencari cara utnuk mengatasi persoalan tersebut. Cara mengatasi persoalan tersebut bisa dilakukan dengan membaca berbagai sumber yang berhubungan ataupun bertanya kepada orang yang berkapasitas. b. Keanehan Keanehan berasal dari kata dasar aneh. Kata ini memiliki makna sesuatu yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang umum dilihat maupun dirasakan karena berlawanan dengan kebiasaan atau aturan yang disepakati. Rasa ingin tahu, bisa muncul kalau orang tersebut memandang ada suatu hal yang dianggap salah secara umum, namun tetap berlangsung di masyarakat. Misalnya, ada suatu perilaku masyarakat yang bertentangan dengan nilai-nilai moral, hukum, ataupun agama. c. Kebutuhan Vs Keanehan Apa bedanya rasa ingin tahu karenakebutuhan dengan rasa ingin tahu karena keanehan? Kebutuhan, lebih berkaitan dengan ketidakmampuan masyarakat. Rasa ingin tahu siswa ini diawali dengan upaya mencari penjelasa, lalu berusaha member jalan keluar. Sedangkan rasa ingin tahu yang berasal dari keanehan berkaitan dengan cara kitamemaknai fenomena yang ada di masyarakat. Secara singkat, rasa ingin tahu dari kebutuhan, dapat menghasilkan penelitian berupa produk yang dapat dimanfaatkan, yang dapat disebut sebagai temuan. Sedangkan rasa ingin tahu dari keanehan, tujuannya adalah penggambaran dan penjelasan, yang kemudian disebut sebagai pemahaman. C. Kajian Tentang Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing 1. Model Pembelajaran Istilah “model” dapat dipahami sebagai suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan sesuatu kegiatan. Sedangkan model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan sesuatu kegiatan belajar dan mengajar (Winataputra dalam Sagala, 2010 h. 63). Ahli pembelajaran Joyce. Iet al. dalam Sagala (2010, h. 63) mendefinisikan model pembelajaran: “A model of teaching is aplan or pattern that we can use to design face to face teaching in classrooms or tutorial settings and to shape instructional materials-including books, films, tapes, and computer-mediated programs and curriculums (long term courses of study). Secara bebas dapat diartikan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, tape recorder, komputer, kurikulum, dan lain sebagainya. Jadi model pembelajaran adalah suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran untuk merancang bahan-bahan pembelajaran dan membimbing pembelajaran di kelas. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya guru bebas dalam memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien dalam mencapai tujuan pembelajarannya. Model pembelajaran merupakan suatu rancangan yang telah diprogram melalui media media peraga dalam membantu untuk memvisualisasikan pesan yang terkandung didalamnya untuk mencapai tujuan belajar sebagai pegangan dalam melaksanakan kegiataan pembelajaran. Model sangat penting peranannya dalam pembelajaran, karena melalui pemilihan model yang tepat dapat mengarahkan guru pada kualitas pembelajaran efektif. Model pembelajaran memiliki karakteristik yang berbeda yang dengannya tentu akan sangat efektif dan akan mendukung terjadinya proses belajar mengajar yang baik jika para peserta didik mampu beradaptasi dengan model pembelajaran tersebut. Kardi dan Nur dalam Sagala (2010, h. 67) menyebutkan ciri-ciri model pembelajaran yaitu sebagai berikut. a. Rasional teoritis logis disusun oleh para pengembang model pembelajaran b. Memiliki landasan pemikiran yang kuat mengenai tujuan pembelajaran yang akan dicapai c. Tingkahlaku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan baik dan berhasil d. Lingkungan belajar yang kondusif diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai 2. Pengertian Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Menurut Mulyasa dalam Muhammad Rizqa (2013, h. 13) inkuiri berasal dari bahas Inggris inquiry yang secara harfiah berarti penyelidikan. Model inkuiri merupakan model yang mempersiapkan peserta didik pada situasi untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mencari jawaban sendiri, serta menghubungkan serta membandingakan apa yang peserta didik temukan dengan penemuan lain. Model inkuiri merupakan model penyelidikan yang melibatkan proses mental dengan beberapa kegiatan yaitu (1) Mengajukan pernyataan-pertanyaan, (2) Merumuskan masalah yang ditemukan, (3) Merumuskan hipotesis, (4) Merancang dan melakukan eksperimen, (5) Mengumpulkan dan menganalisis data, (6) Menarik kesimpulan mengembangkan sikap ilmiah yaitu objektif, jujur, rasa ingin tahu, terbuka, berkemauan dan tanggung jawab. Menurut sebuah catatan dalam bintangkecildelapan.blogspot.com dalam Sitiatava, kata “inkuiri” berasal dari bahsa inggris, yaitu to inquire. Dalam Oxford Distionary, enquire atau enquiry bermakna ask somebody for information about something, reques for information about something ;investigation, atau act of asking questions or collecting information about something or somebody. Jadi, inkuiri diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan . Schmidt dalam sitiatava mengemukakan bahwa inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi atau eksperimen guna mencari jawaban maupun memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan menggunakan kemampuan berfikir kritis dan logis. Menurut Supriyadi (dalam Muhammad Rizqa, 2013, h. 13) model pembelajaran inkuiri terbimbing mempunyai beberapa ciri-ciri antara lain adanya ruang lingkup untuk melakukan suatu penyelidikan atau pengamatan diberikan kepada peserta didik, peserta didik melakukan restrukturisasi masalah-masalah, peserta didik melakukan identifikasi masalah yang berdasar penyelidikan atau pengamatan, dan peserta didik melakukan trial and error atau berspekulasi berbagai cara untuk memecahkan masalah dan kesulitan. Dalam pembelajaran inkuiri terbimbing guru tidak melepas peserta didik begitu saja akan tetapi guru harus memberikan pengarahan dan bimbingan kepada peserta didik. Sehingga diharapkan peserta didk yang berpikir lambat atau peserta didik yang mempunyai kecerdasan rendah mampu mengikuti peserta didik yang mempunyai kecerdasan tingkat tinggi. Oleh karena itu, diharapkan guru memiliki kemampuan untuk mengelola kelas yang bagus. Menurut Roestiyah (Muhammad Rizqa, 2013, h. 14) mengemukakan pembelajaran inkuiri terbimbing dapat membentuk dan mengembangkan “Self-Concept” pada diri peserta didik, sehingga peserta didik dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide yang lebih baik, membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru, mendorong peserta didik untuk berpikir, bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap obyektif, jujur dan terbuka, situasi proses belajar menjadi lebih aktif, dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu, memberi kebebasan peserta didik untuk belajar sendiri. Konsep, prinsip, hukum, dan teori yang akan dibahas, dikemas guru dalam bentuk permasalahan, disajikan kepada siswa untuk dipecahkan baik secara individu maupun secara kelompok. Dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis peserta didk akan melakukan diskusi dengan kelompoknya untuk membicarakan alat dan bahan yang akan digunakan. Sintaks pembelajaran inkuiri menurut Gulo (Muhammad Rizqa, 2013, h.15 ) adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Inkuiri Sintaks Aliran Kegiatan Kegiatan Guru Menentukan tujuan pengajaran Pengantar singkat tentang konten dan Prosedur Membentuk kelompok Klasifikasi tujuan Kerja individual Laporan pada kelompok Diskusi Kelompok Laporan Kelompok Diskusi kelas Rangkuman Tindakan Lajut Menentukan entry behavior, menjelaskan tujuan pengajaran Memberikan penjelasan singkat dan menyeluruh tentang konten dan prosedur kerja Mengorganisasi fasilitas dan kelompok Mengamati, membantu, mengarahkan Menganjurkan, memberi fasilitas, dan bimbingan Menganjurkan, memberi fasilitas, dan bimbingan Menganjurkan, memberi fasilitas, dan bimbingan Memberi bantuan Memantau, membantu mengelola kelas Sintesis, menyimpulkan Menentukan tindak lanjut berdasarkan hasil diskusi Sumber: Gulo dalam Muhammad Rizqa (2013, h.15 ) 3. Langkah-Langkah Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri, menurut sanjaya (Sitiatava Rizema Putra, 2013), adalah sebagai berikut : a. Orientasi Pada tahap ini, guru melakukan langkah untuk membina suasana untuk iklim pembelajaran yang kondusif. Hal-hal yang dilakuakn dalam tahap orientasi ini ialah sebagai berikut : 1) Menjelaskan topic, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa. 2) Menerangkan pokok-pokok kegiatan yang mesti dilakuakn oleh siswa untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan masalah sampai merumuskan kesimpulan. 3) Menjelaskan pentingnya topic dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa. b. Merumuskan Masalah Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa kepada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoaln yang disajiakn adalah persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu. Teka-teki dalam ru,usan masalh tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mancari jawaban itulah yang sangat penting dalam pemebelajaran inkuiri. Oleh karena itu, melaui proses tersebut, siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melaui proses berfikir. c. Merumuskan Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap siswa ialah mengajukan berbagai pertanyaan yang bisa mendorong siswa supaya dapat merumuskan jawaban sementara atau perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji. d. Mengumpulkan Data Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajuakan. Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam mengembangkan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, tetapi juga ketekunan dan kemapuan menggunakan potensi berfikir. e. Menguji Hipotesis Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemapuan berfikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, namun juga mesti didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan. f. Merumuskan Kesimpulan Merumuskan kesimpilan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian, hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat, sebiknya guru mampu menunjukkna kepada siswa tentang data-data yang relevan. 4. Kelemahan dan Kelebihan Model Inkuiri Terbimbing Di dalam pembelajaran inkuiri terbimbing terdapat kelemahan dan kelebihan. Menurut Suryosubroto dalam Muhammad Rizqa (2013, h. 15) menjabarkan beberapa kelebihan yang terdapat pada pembelajaran inkuiri terbimbing diantaranya : a. Membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa. b. Membangkitkan gairah pada siswa misalkan siswa merasakan jerih payah penyelidikannya, menemukan keberhasilan dan kadang-kadang kegagalan. c. Memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuan. d. Membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses penemuan. e. Siswa terlibat langsung dalam proses belajar mengajar sehingga termotivasi untuk belajar. f. Model ini berpusat pada peserta didik, misalkan memberi kesempatan kepada mereka dan guru berpartisipasi sebagai sesama dalam mengecek ide. Guru menjadi teman belajar, terutama dalam situasi penemuan yang jawabannya belum diketahui. Sedangkan kelemahan atau kekurangan inkuiri terbimbing menurut Suryosubroto dalam Muhammad Rizqa (2013, h. 16 ) adalah sebagai berikut. a. Dipersyaratkan keharusan ada persiapan mental untuk cara belajar ini. b. Pembelajaran ini kurang berhasil dalam kelas besar, misalnya sebagian waktu hilang karena membantu siswa menemukan teori-teori atau menemukan bagaimana ejaan dari bentuk kata-kata tertentu. c. Harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pembelajaran secara konvensional jika guru tidak menguasai pembelajaran inkuiri. D. Hasil Penelitian Terdahulu yang Sesuai dengan Penelitian Menurut hasil penelitian Natalina Mariani dkk tahun 2012 dalam jurnal.fmipa.unila.ac.id (2013), dengan judul yaitu sebagai berikut: Judul : PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING (GUIDED INQUIRY) UNTUK MENINGKATKAN SIKAP ILMIAH DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS XI IPA5 SMA NEGERI 5 PEKANBARU TAHUN AJARAN 2011/2012 Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan sikap ilmiah dan hasil belajar biologi siswa dengan penerapan model pembelajaran Inkuiri terbimbing pada kelas XI IPA 5 SMAN 5 Pekanbaru Tahun Ajaran 2011/2012. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober -November 2011. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA5 SMAN 5 Pekanbaru yang berjumlah 36 orang. Parameter yang diukur adalah sikap ilmiah siswa yang terdiri dari 7 indikator dan hasil belajar siswa yang terdiri dari daya serap dan ketuntasan belajar siswa secara individual,. Rata-rata sikap ilmiah pada siklus I yaitu 65.65%(cukup) meningkat pada siklus II dengan rata-rata sikap ilmiah yaitu 82.04% (baik). Daya serap siswa pada siklus I yaitu 75.81% (kurang) meningkat menjadi 81.83% (cukup). Ketuntasan belajar siswa dilihat dari nilai ulangan harian siswa pada siklus I yaitu 52.78% (tuntas) meningkat pada siklus II menjadi 75% (tuntas). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan penerapan model pembelajaran Inkuiri terbimbing dapat meningkatkan sikap ilmiah dan hasil belajar biologi siswa kelas XI. E. Kerangka Pemikiran Pendidikan adalah suatu kegiatan pembelajaran terencana. Pendidikan memiliki tujuan mengembangkan potensi yang ada dalam diri peserta didik. Sehingga memilki kemampuan, keterampilan serta menjadi manusia yang berakhlak mulia dan berguna bagi bangsa dan Negara. Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik, untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan tertentu. Tapi terkadang interaksi antara pendidik dan peserta didik menjadi tidak efektif, karena dipengaruhi oleh berbagai kendala sehingga tujuan pembelajaran belum tercapai. Dengan demikian, agar terjadinya proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pendidikan, diperlukan metode atau model pembelajaran yang efektif. Salah satunya menggunakan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing. Model pembelajaran Inkuiri Terbimbing merupakan salah satu model pembelajaran yang inovatif dalam proses pembelajarannya. Melalui pembelajaran Inkuiri Terbimbing itu dapat meningkatkan keaktifan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar, agar nantinya peserta didik dapat berkembang sesuai dengan potensi yang ada dalam diri peserta didik, serta dapat meningkatkan rasa ingin tahu dan prestasi belajar peserta didik. Pelaksanaan proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran yang lebih inovatif dan menarik dengan materi yang sama pada kelas yang sama diprediksi akan memberikan hasil yang memuaskan. Kelas yang sama di sini telah diasumsikan bahwa kelas tersebut kemampuan awalnya normal dan homogen, sehingga dengan dilakukan perbaikan pada tahap berikutnya diharapkan bisa mengasilkan hasil berupa prestasi yang memuaskan. Kemampuan awal peserta didik merupakan kemampuan atau pengetahuan yang dimiliki peserta didik sebelum mendapat kemampuan atau pengetahuan baru yang lebih tinggi. Penyajian materi pelajaran oleh guru yang sebelumnya dirancang dan dilaksanakan dengan baik tidak akan memberi manfaat jika tidak didukung oleh kemampuan awal peserta didik. Dengan begitu peneliti berharap penerapan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dapat memperoleh prestasi yang baik. Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran F. Asumsi dan Hipotesis Tindakan 1. Asumsi Asumsi adalah kondisi yang ditetapkan sehigga jangkauan penelitian jelas batasannya. Asumsi juga bisa dikatakan merupakan batasan sistem di mana kita akan melakukan suatu penelitian. Menurut Tejoyuwono Notohadiprawiro (1991, h. 7) berpendapat bahwa asumsi didefinisikan sebagai latar belakang intelektual suatu jalur pemikiran. Asumsi merupakan gagasan primitif, atau gagasan tanpa penumpu yang diperlukan untuk menumpu gagasan lain yang muncul kemudian. Asumsi adalah titik awal di mana kita akan memulai segala kegiatan atau proses penelitian/riset. Jadi, asumsi adalah suatu hal yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang harus dirumuskan secara jelas yang memiliki fungsi sebagai berikut : a. Untuk memperkuat permasalahan b. Membantu peneliti dalam memperjelas, menetapkan objek penelitian, wilayah pengambilan data, instrumen pengumpulan data Pada proses pembelajaran yang berlangsung di SD Negeri Cigerenem, guru masih belum menguasai atau paham betul dengan kurikulum 2013 dan belum bisa mengembangkan kurikulum 2013 dengan metode yang sesuai, dampaknya peserta didik kurang aktif selama kegiatan belajar berlangsung. Peserta didik cenderung pasif, tidak berani mengungkapkan pendapat, malu bertanya, sehingga kurangnya interaksi baik antara guru dengan peserta didik maupun peserta didik dengan peserta didik. Padahal dalam kegiatan pembelajaran peserta didik bisa lebih aktif, mengalami dan memaknai pembelajaran tersebut. Begitupun dengan guru, sebaiknya lebih kreatif dalam memilih dan memilah suatu metode yang sesuai dan cocok dengan latar belakang peserta didik. Dengan demikian penerapan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing ini diharapkan: a. Model pembelajaran Inkuiri Terbimbing yaitu pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar b. Model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dapat meningkatkan rasa ingin tahu peserta didik dalam kegiatan pembelajaran c. Model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dapat meningkatkan keterampilan memecahkan masalah peserta didik dalam dunia nyata c. Hipotesis Hipotesis berasal dari dua kata, yaitu “hypo” yang artinya “di bawah” dan “thesa” yang artinya “kebenaran”. Menurut Arikunto (dalam Muhammad Rizqa, 2013) berpendapat bahwa hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat sementara atau anggapan dasar lalu membuat teori sementara terhadap permasalahan penelitian, yang kebenarannya masih perlu di uji (di bawah kebenaran). Arikunto Suharsimi (2002, h.64) juga berpendapat bahwa hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah dugaan sementara yang dinyatakan secara spesifik dan perlu diuji kebenarannya, sebagai prediksi atas langkah-langkah pemecahan masalah yang telah ditetapkan. Dikatakan dugaan sementara karena fakta atau kenyataan di lapangan mungkin mendukung atau membenarkannya, atau sebaliknya tidak membenarkan. Spesifik, artinya dugaan terse

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 28 Jun 2016 09:34
Last Modified: 28 Jun 2016 09:34
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/5263

Actions (login required)

View Item View Item