PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN SIKAP RASA INGIN TAHU DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KELAS IV SDN NANGKALEAH MELALUI SUBTEMA KEBERAGAMAN BUDAYA BANGSAKU

Nia Kusuma Dewi, 105060016 (2016) PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN SIKAP RASA INGIN TAHU DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KELAS IV SDN NANGKALEAH MELALUI SUBTEMA KEBERAGAMAN BUDAYA BANGSAKU. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
Cover.docx

Download (47kB)
[img] Text
lembar pengesahan.docx

Download (12kB)
[img] Text
MOTTO DAN PERSEMBAHAN.docx

Download (13kB)
[img] Text
lembar pernyataan.docx

Download (12kB)
[img] Text
Abstrak.docx

Download (27kB)
[img] Text
kata pengantar dan ucapan terimakasih.docx

Download (21kB)
[img] Text
Daftar isi, tabel, grafik, gambar.docx

Download (34kB)
[img] Text
BAB I.docx

Download (34kB)
[img] Text
BAB II.docx

Download (196kB)
[img] Text
BAB III.docx

Download (130kB)
[img] Text
BAB IV.docx
Restricted to Repository staff only

Download (550kB)
[img] Text
BAB V.docx
Restricted to Repository staff only

Download (30kB)
[img] Text
Daftar Pustaka.docx

Download (22kB)

Abstract

ABSTRACK The research was conducted in the Nangkaleah Elementary School of Ciemas on Sukabumi district with fourth grade students subjects there are 16 of students. This study is based on a lack of curiosity and learning outcomes. Based on preliminary observations made previously that the learning process that occurs in the classroom does not involve students so much curiosity and student learning outcomes are not as expected. In addition, to other factors namely the lack of professional ability of teachers, such as lack of attention to the needs of students and the use of media, monotonous teacher teaching factors, and the lack of teachers in honing students to dare to ask, so that learning is very boring and not motivated to learn. Research aims to improve and enhance curiosity and student learning outcomes through Discovery Learning models. The flow used in this study consisted of 3 cycles or actions, each action includes planning, implementation, observation, and reflection, with the aim of improving the quality of learning in order to obtain optimal results. Based on the observations and reflections are implemented, the data obtained showed an increase in curiosity as a whole is 41% in the first cycle, the second cycle of 56.82%, and 88.72% in the third cycle. As for the test results of the study also increased 37.5% in the first cycle, the second cycle of 81.25%, and 93.75% in the third cycle. In addition to assessment of RPP, data obtained showed an increase in each cycle is the first cycle to 80%, 86% the second cycle, third cycle of 95%. To increase the implementation of learning are also increased from each cycle is the first cycle to 80%, 88% the second cycle, and 96% on third cycle. Based on these results, the learning model using Discovery Learning on the sub-theme of cultural diversity can improve people curiosity and student learning outcomes. And based on the results of this study the percentages recommended as a form of learning innovation as a way of overcoming the problems of implementation of learning in elementary school. Key words: learning models of discovery learning, curiosity, learning outcomes, the sub-theme of cultural diversity. ABSTRAK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pendidikan merupakan hal yang tidak bisa dihilangkan dari kehidupan manusia selama manusia masih ada. Pendidikan merupakan proses terus menerus , tidak berhenti. Pendidikan juga mempunyai peranan yang sangat penting demi kelangsungan hidup dan perkembangan bangsa itu sendiri. Dengan semakin berkembangnya perbedaan manusia, maka masalah dunia pendidikan semakin kompleks. Hal ini sebagaimana tercantum dalam UU. RI No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai berikut. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan. Dalam proses pendidikan di sekolah, guru memegang tugas ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar, guru bertugas menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif, dan mandiri. Guru merupakan komponen yang berpengaruh dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Guru adalah faktor penentu bagi keberhasilan pendidikan di sekolah, karena guru merupakan sosok sentral serta sumber dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan atau kompetensi profesional dari seorang guru sangat menentukan mutu pendidikan. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia (Kemdikbud, 2013). Perubahan kurikulum memiliki tujuan meningkatkan rasa ingin tahu dan keaktifan siswa. Pengembangan kurikulum 2013 diorientasi terjadinya peningkatan dan keseimbangan antara kompetensi sikap (attitude), keterampilan (skill) dan pengetahuan (knowledge). Hal ini sejalan dengan amanat UU No. 20 Tahun 2003 sebagaimana tersurat dalam penjelasan pasal 35 sebagai berikut: Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. Hal ini sejalan pula dengan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu. Kondisi pembelajaran pada saat ini diharapkan agar peserta didik mampu merumuskan masalah, bukan hanya menyelesaikan masalah dengan menjawab saja. Tetapi pada kenyataannya dilapangan para peserta didik tidak diarahkan menuju siswa aktif, peserta didik ketika di dalam kelas hanya sebagai penonton saja. Melalui pendekatan kurikulum 2013 proses pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah yang harus menyentuh 3 ranah yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam penerapan kurikulum 2013 siswa menggali informasi yang diawali dengan mengamati dan bertanya, lalu siswa mendalami informasi untuk menjawab pertanyaan. Pada proses ini guru merangsang sikap rasa ingin tahu siswa ketika proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan sikap rasa ingin tahu siswa terhadap materi yang diberikan oleh guru sangat rendah sekali, sikap rasa keingintahuan siswa memerlukan pembuktian sesuai perkembangan pemikiran siswa. Pembuktian itu bisa dilakukan dengan cara memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya kepada orang-orang yang ada di sekitar mereka, memberikan bacaan tentang beragam jenis bacaan untuk mengeksplorasi dunia-dunia baru bagi mereka., tetapi pada kenyataannya proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah siswa hanya mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru dan proses pembelajaran yang disampaikan oleh guru yang monoton sehingga pembelajaran tidak berjalan secara kondusif dan siswa menjadi pasif. Apabila rasa ingin tahu siswa sudah ada dalam diri siswa, maka hasil belajar siswa pun akan meningkat karena siswa yang pikirannya aktif akan belajar dengan baik. Masalah tersebut terjadi pada sekolah yang penulis akan coba teliti, hal tersebut dibuktikan dengan kenyataan di lapangan bahwa ketika telah selesai belajar para peserta didik sudah tidak memperdulikan lagi materi yang telah dipelajari di sekolah. Bahkan tidak sedikit diantara mereka akan langsung lupa dengan materi yang telah diberikan oleh guru. Melihat fenomena tersebut penulis mencoba mengatasi masalah dengan menggunakan salah satu model yang sesuai dengan kurikulum 2013 yaitu dengan mengguakan model Discovery Learning. Berkenaan dengan pengertian tentang model Discovery Learning tersebut diatas, Suryosubroto (2002:12) mengemukakan bahwa “Discovery Learning adalah proses mental dimana siswa mengasimilasi sesuatu konsep atau sesuatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya”. Pada model Discovery Learning peserta didik lebih ditekankan pada menemukan masalah, mengolah data, membuktikan, dan menarik kesimpulan mengenai materi secara sendiri. Sehingga dalam proses pembelajarannya siswa diarahkan menemukan sendiri sesuatu hal yang baru. Untuk membantu siswa menemukan rumus yang diharapkan, maka digunakan alat peraga yang dibuat dan didesain oleh guru itu sendiri. Jadi melalui model ini diharapkan sikap rasa ingin tahu siswa terasah dan meningkat dengan baik sehingga proses pembelajaran akan lebih aktif dan hasil belajar siswa pun menjadi lebih baik. Untuk mengoptimalkan hasil serta keberhasilan dari model Discovery Learning, guru diharapkan dapat memahami model pembelajaran tersebut secara optimal. Sehingga dengan pemahaman yang optimal guru dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif guna meningkatkan sikap rasa ingin tahu dan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran. Rasa ingin tahu adalah sifat naluriah yang dimiliki manusia sejak lahir. Rasa ingin tahu juga merupakan salah satu mekanisme pertahanan hidup manusia. Dari rasa ingin tahu ini manusia memiliki kencenderungan untuk mengetahui hal yang belum diketahui sebelumnya. Berkenaan dengan konsep tentang rasa ingin tahu Nasoetion dalam Olvin (2013:11) berpendapat bahwa “rasa ingin tahu adalah suatu dorongan atau hasrat untuk lebih mengerti suatu hal yang sebelumnya kurang atau tidak diketahui”. Hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses pembelajaran yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru setiap selesai memberikan materi pelajaran pada satu pokok bahasan. Hasil belajar merupakan indikator yang paling mudah untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam berbagai mata pelajaran. Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang diungkapkan oleh Sudjana dalam Juanah (2013:17) yang mengemukakan bahwa “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah mereka menerima pengalaman belajarnya”. Dengan menggunakan model Discovery Learning penulis berharap terjadinya peningkatan pada diri siswa terhadap sikap rasa ingin tahunya, karena sikap rasa ingin tahu ini sangat penting ditanamkan pada diri siswa, sikap rasa ingin tahu sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, apabila sikap rasa ingin tahu siswa meningkat maka hasil belajar siswa pun akan meningkat. Memang pada dasarnya penerapan pemakaian kurikulum 2013 masih bertahap, namun pemerintah berharap kurikulum 2013 sudah bisa diterapkan diseluruh jenjang pendidikan pada tahun 2014 dan pada tahun ajaran 2015/2016 dapat diterapkan diseluruh sekolah. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 81A tahun 2013 tentang implementasi kurikulum pasal 1 yang menjelaskan bahwa: Implementasi kurikulum pada Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), dan Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK) dilakukan secara bertahap mulai tahun pelajaran 2013/2014. Hingga saat ini masih banyak sekolah yang belum menggunakan kurikulum 2013 termasuk sekolah yang akan penulis teliti, dan pemerintah akan mengadakan penataran kepada guru-guru bahkan ada sebagian guru yang sudah mengikuti penataran kurikulum 2013 tersebut yang nantinya pada tahun ajaran baru diterapkan disekolahnya masing-masing. Penggunaan kurikulum 2013 ini sangat tepat sekali diberikan kepada anak Sekolah Dasar karena pada kurikulm 2013 ini sangat menitikberatkan pada sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Sehingga peserta didik sudah diasah sejak dini dan itu akan membawa dampak positif bagi mereka hingga mereka dewasa kelak. Berdasarkan latar belakang yang telah diutarakan diatas, maka dalam kesempatan ini penulis merasa tertarik untuk melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas sambil menerapkan kurikulum 2013 di SDN Nangkaleah, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi, dengan judul “Penerapan Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Sikap Rasa Ingin Tahu dan Hasil Belajar Siswa pada Kelas IV SDN Nangkaleah Melalui Subtema Keberagaman Budaya Bangsaku” B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan yang muncul, diantaranya: 1. Masih kurangnya guru dalam penggunaan model pembelajaran yang bervariatif 2. Guru yang masih monoton dalam pelaksanaan pembelajaran 3. Rendahnya rasa ingin tahu yang dimiliki oleh siswa 4. Rendahnya hasil belajar yang diperoleh siswa C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahan secara umum adalah sebagai berikut: “Apakah Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning dapat Meningkatkan Sikap Rasa Ingin Tahu dan Hasil Belajar Siswa Pada Subtema Keberagaman Budaya Bangsaku di Kelas IV SDN Nangkaleah?” Rumusan masalah umum tersebut dapat dijabarkan secara khusus yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana perencanaan pembelajaran pada subtema keberagaman budaya bangsaku disusun dengan menggunakan model Discovery Learning agar sikap rasa ingin tahu dan hasil belajar siswa di kelas IV SDN Nangkaleah meningkat 2. Bagaimana proses pembelajaran pada subtema keberagaman budaya bangsaku di kelas IV SDN Nangkaleah dilaksanakan dengan menggunakan model Discovery Learning dilakukan agar sikap rasa ingin tahu dan hasil belajar siswa meningkat 3. Adakah peningkatan sikap rasa ingin tahu siswa kelas IV SDN Nangkaleah setelah diterapkan model pembelajaran Discovery Learning pada subtema keberagaman budaya bangsaku 4. Apakah hasil belajar siswa kelas IV SDN Nangkaleah meningkat melalui model pembelajaran Discovery Learning pada subtema keberagaman budaya bangsaku D. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas , maka batasan-batasan masalah yang ditemukan adalah sebagai berikut: a. Model pembelajaran yang digunakan pada penelitian ini adalah model pembelajaran Discovery Learning b. Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SDN Nangkaleah c. Materi yang dijadikan sebagai bahan penelitian yaitu tentang subtema keberagaman budaya bangsaku E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dalam penelitian ini adalah ingin meningkatkan sikap rasa ingin tahu dan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran Discovery Learning agar pada subtema keberagaman budaya bangsaku di kelas IV SDN Nangkaleah. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: a. Untuk menyusun perencanaan pembelajaran dengan menggunakan model Discovery Learning pada subtema keberagaman budaya bangsaku agar sikap rasa ingin tahu dan hasil belajar siswa di kelas IV SDN Nangkaleah meningkat b. Untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan model Discovery Learning dilakukan agar sikap rasa ingin tahu dan hasil belajar siswa meningkat pada subtema keberagaman budaya bangsaku di kelas IV SDN Nangkaleah c. Untuk meningkatkan sikap rasa ingin tahu siswa pada subtema keberagaman budaya bangsaku melalui model pembelajaran Discovery Learning di kelas IV SDN Nangkaleah d. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada subtema keberagaman budaya bangsaku melalui model pembelajaran Discovery Learning di kelas IV SDN Nangkaleah F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan wawasan keilmuan bagi pendidik sekolah dasar dalam pada subtema keberagaman budaya bangsaku dengan menerapkan model pembelajaran Discovery Learning untuk meningkatkan sikap rasa ingin tahu dan hasil belajar peserta didik. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru 1) Dapat membuat perencanaan pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat 2) Dapat memahami pembelajaran dengan menggunakan kurikulum 2013 3) Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan pembelajaran di sekolah agar sikap rasa ingin tahu dan hasil belajar siswa meningkat 4) Agar guru lebih termotivasi untuk berpikir kreatif dan bervariasi dalam merancang suatu pembelajaran baik dalam penggunaan media dan model dalam proses belajar mengajar. 5) Selain itu model pembelajaran yang telah diterapkan oleh peneliti dapat dijadikan sebagai suatu alternatif untuk membantu proses pembelajaran menjadi lebih baik dan dijadikan sebagai bahan pertimbangan para guru agar dapat menerapkan model pembelajaran Discovery Learning sebagai usaha memperbaiki dan menyempurnakan proses pembelajaran. b. Bagi Siswa 1) Meningkatkan sikap rasa ingin tahu peserta didik melalui model Discovery Learning pada subtema keberagaman budaya bangsaku di kelas IV SDN Nangkaleah 2) Meningkatkan hasil belajar peserta didik melalui model Discovery Learning pada subtema keberagaman budaya bangsaku di kelas IV SDN Nangkaleah 3) Selain itu juga membantu peserta didik dalam melatih sikap berkarakter untuk saling berinteraksi dengan teman sekelasnya. c. Bagi Sekolah Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam memberikan solusi belajar mengajar bagi sekolah itu sendiri maupun sekolah lain pada umumnya. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah informasi tentang model pembelajaran Discovery Learning pada subtema keberagaman budaya bangsaku di kelas IV SDN Nangkaleah. d. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan penambah semangat dan memberikan wawasan dalam penyusunan karya tulis ilmiah bagi peneliti selanjutnya. Selain itu juga dapat dijadikan sebagai referensi-referensi dalam membantu mencari solusi masalah-masalah terhadap proses pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian. BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. KAJIAN TEORI 1. Model Pembelajaran Discovery Learning a. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Model pembelajaran digunakan sebagai pedoman guru dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran yang mengarahkan ke dalam desain pembelajaran selain itu untuk membantu peserta didik sehingga tujuan pembelajaran yang telah dirancang oleh guru tercapai. Model pembelajaran menurut Joice dan Weil dalam Sobry (2014:57) digunakan untuk menunjukkan sosok untuh konseptual dari aktivitas belajar mengajar yang secara keilmuan dapat diterima dan secara operasional dapat dilakukan. Secara khusus, model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan . Toeti Soekamto dan Udin Saripudin Winataputra dalam Sobry (2014: 57) mengartikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu yang berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Hasan dalam Isjoni (2011:50), menyebutkan bahwa dalam memilih model pembelajaran yang tepat, perlu diperhatikan dalam relevansinya dengan pencapaian tujuan pengajaran. Dalam prakteknya semua model pembelajaran bisa dikatakan baik jika memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut : Pertama, semakin kecil upaya yang dilakukan guru dan semakin besar aktivitas belajar peserta didik, maka hal itu semakin baik. Kedua, semakin sedikit waktu yang diperlukan guru untuk mengaktifkan siswa belajar juga semakin baik. Ketiga, sesuai dengan belajar siswa yang dilakukan. Keempat, dapat dilaksanakan dengan baik oleh guru. Kelima, tidak ada satupun metode yag paling sesuai untuk segala tujuan, jenis materi, dan proses belajar yang ada. Dari beberapa pendapat tersebut, maka model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam pengorganisasian pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Model pembelajaran menggambarkan keseluruhan urutan alur atau langkah-langkah kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran ditunjukkan secara jelas kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan oleh guru atau peserta didik, dan bagaimana urutan kegiatan-kegiatan pembelajaran. Adanya model pembelajaran sangat membantu terhadap berlangsungnya proses belajar mengajar, selain itu untuk memudahkan guru dalam menyampaikan pesan materi pembelajaran. b. Pengertian Discovery Learning Discovery terjadi apabila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip. Dalam pembelajaran Discovery (penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip. Discovery Learning sebetulnya bukan hal yang baru, melainkan sebagai sebuah strategi belajar yang mempunyai prinsip yang sama dengan inquiry dan problem solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru, sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian. Sedangkan pada Problem Solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah. Akan tetapi prinsip belajar yang nampak jelas dalam Discovery Learning adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi siswa sebagai peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorganisasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir. Discovery learning lebih dikenal dengan metode penemuan terbimbing, para siswa diberi bimbingan singkat untuk menemukan jawabannya. Harus diusahakan agar jawaban atau hasil akhir itu tetap ditemukan sendiri oleh siswa. Kata penemuan sebagai metode mengajar merupakan penemuan yang dilakukan oleh siswa. Siswa menemukan sendiri sesuatu yang baru, ini tidak berarti yang ditemukannya benar-benar baru, sebab sudah diketahui oleh orang lain. Discovery Learning merupakan komponen dari praktek pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif. Menurut Sund dalam Javid (2012:8) Discovery Learning adalah proses mental dimana siswa mengasimilasi sesuatu konsep atau sesuatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya. Dalam teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi. Dalam Discovery Learning siswa belajar melalui aktif dengan konsep dan prinsip-prinsip, sedangkan tugas guru adalah untuk mendorong siswa supaya mempunyai pengalaman-pengalaman tersebut untuk menemukan prinsip-prinsip bagi diri mereka sendiri. Sehingga Discovery Learning yaitu ‘ siswa didorong untuk belajar dengan diri mereka sendiri’ Jerome Bruner dalam Baharudin (2007:129). Menurut pendapat Rohani (2004:24) Discovery Learning adalah suatu pandangan bahwa peserta didik sebagai subyek di samping sebagai obyek pembelajaran. Mereka memiliki kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Proses pembelajaran harus dipandang sebagai suatu stimulus atau rangsangan yang dapat menantang peserta didik untuk merasa terlibat atau berpartisipasi dalam aktivitas pembelajaran. Peranan guru hanyalah sebagai fasilitator dan pembimbing atau pemimpin pengajaran yang demokratis, sehingga diharapkan peserta didik lebih banyak melakukan kegiatan sendiri atau dalam bentuk kelompok memecahkan masalah atas bimbingan guru. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Discovery Leraning merupakan pembelajaran yang memberikan pengalaman langsung melalui praktek atau percobaan, siswa akan menemukan sendiri informasi yang sedang diajarkan dan dapat menarik suatu kesimpulan dari informai tersebut. Sehingga pemahaman yang diperoleh akan bertahan lama karena siswa sendiri yang menemukan informasi tersebut. Selain itu dalam Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi seperti ini ingin mengubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented. c. Karakteristik Model Pembelajaran Discovery Learning Discovery ialah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Dengan teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan intruksi. Dengan demikian pembelajaran discovery ialah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri. Discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorang, memanipulasi objek sebelum sampai pada generalisasi. Discovery yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya, diarahkan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip. Dalam proses pembelajaran dengan metode ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa. Menurut Bell dalam Maryoto (2013:6), ciri utama belajar menemukan yaitu: 1) Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; 2) Berpusat pada siswa; 3) Kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa karakteristik Discovery Learning adalah dalam proses pembelajaran berpusat kepada siswa, dan guru hanya sebagai fasilitator baik ketika pembelajaran di dalam kelas maupun diluar kelas. Selain itu pengetahuan peserta didik dilatih dan dibangun untuk dapat memecahkan masalah sendiri dan menggambungkan pengetahuan pengetahuan yang sebelumnya sudah diketahui dengan pengetahuan yang baru diketahui oleh peserta didik. Dalam Discovery Leraning tugas guru hanya mengarahkan peserta didiknya dengan tujuan agar mengalami proses mentalnya sendiri. d. Keunggulan Discovery Learning Pembelajaran discovery (penemuan) adalah cara mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery (penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam belajar Discovery siswa dikondisikan pada lingkungan belajar yang direfleksikan dalam pembentukan kode-kode generic (general) serta pembentukan sistem-sistem. Dengan penerapan pendekatan Discovery Learning dalam belajar memiliki keuntungan-keuntungan. Beberapa keunggulan metode penemuan juga diungkapkan oleh Suherman, dkk (2001: 179) sebagai berikut: 1) Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir; 2) Siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat; 3) Menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat; 4) Siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks; 5) Metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa keunggulan dari Discovery Learning adalah melatih pikiran peserta didik, karena pada Discovery Learning peserta didik lebih banyak belajar menemukan sendiri, peserta didik akan lebih memahami pelajaran yang diberikan guru karena pada saat pembelajaran peserta didik sendiri yang mengalami dan menemukan sendiri pengetahuan barunya. Sesuatu yang diperoleh cara tersebut akan bertahan lama diingat oleh peserta didik. e. Kelemahan Discovery learning Pembelajaran Discovery Learning mengatur sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri oleh peserta didik itu sendiri. Dalam pelaksanaan pembelajaran Discovery Learning tidaklah mudah, guru harus benar-benar merancang pembelajaran sebelum melaksanakannya di dalam kelas, selain itu ketika melaksanakan proses belajar mengajar tidak semua peserta didik mampu melakukan penemuan dan itu akan menghambat proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Selain mempunyai kelebihan, pembelajaran penemuan juga mempunyai beberapa kelemahan, di antaranya dapat menghasilkan kesalahan dan membuang-buang waktu, dan tidak semua siswa dapat melakukan penemuan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Suryosubroto (2010:20) kelemahan metode Discovery Learning adalah sebagai berikut: 1) Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini. Misalnya siswa yang lamban mungkin bingung dalam usanya mengembangkan pikirannya jika berhadapan dengan hal-hal yang abstrak, atau menemukan saling ketergantungan antara pengertian dalam suatu subyek, atau dalam usahanya menyusun suatu hasil penemuan dalam bentuk tertulis. Siswa yang lebih pandai mungkin akan memonopoli penemuan dan akan menimbulkan frustasi pada siswa yang lain 2) Metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar. Misalnya sebagian besar waktu dapat hilang karena membantu seorang siswa menemukan teori-teori, atau menemukan bagaimana ejaan dari bentuk kata-kata tertentu 3) Harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional 4) Mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang sebagai terlalu mementingkan memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan ketrampilan. Sedangkan sikap dan ketrampilan diperlukan untuk memperoleh pengertian atau sebagai perkembangan emosional sosial secara keseluruhan 5) Dalam beberapa ilmu, fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide, mungkin tidak ada 6) Strategi ini mungkin tidak akan memberi kesempatan untuk berpikir kreatif, kalau pengertian-pengertian yang akan ditemukan telah diseleksi terlebih dahulu oleh guru, demikian pula proses-proses di bawah pembinaannya. Tidak semua pemecahan masalah menjamin penemuan yang penuh arti. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran Discovery Learning terlalu menyulitkan bagi peserta didik, menghabiskan waktu apabila proses pembelajarannya dilaksanakan pada kelas yang mempunyai jumlah anggota banyak. Mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang terlalu memetingkan pengetahuan peserta didik saja, sedangkan antara pengetahuan, sikap, dan keterampilan diperlukan secara seimbang untuk memperoleh pengertian atau sebagai perkembangan emosional sosial. Untuk melaksanakan pembelajaran Discovery Learning menyulitkan juga bagi guru, karena guru harus menyamakan persepsi peserta didik tentang materi yang akan disampaikannya dan belum tentu semua peserta didik memiliki pikiran sama yang diingankan oleh gurunya. f. Prosedur Aplikasi Discovery Learning Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila peserta didik tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya tetapi peserta didik mengorganisasi sendiri pelajaran tersebut. Model pembelajaran ini menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar secara aktif. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir tetapi peserta didik dituntut untuk melakukan serangkaian kegiatan mulai dari mengumpulkan informasi sampai dengan membuat kesimpulan dari materi yang disajikan. Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut: 1) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan) Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini Bruner memberikan stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi. Dengan demikian seorang Guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada siswa agar tujuan mengaktifkan siswa untuk mengeksplorasi dapat tercapai. 2) Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah) Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244), sedangkan menurut permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan (statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan. Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah. 3) Data Collection (Pengumpulan Data) Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis. Dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki. 4) Data Processing (Pengolahan Data) Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22). Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis 5) Verification (Pembuktian) Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak. 6) Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi) Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pen gaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu. Kesimpulan dari pendapat tersebut adalah dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif. Pembelajaran Discovery Learning merubah kegiatan belajar mengajar teacher oriented menjadi student oriented. Dari berbagai tahapan Discovery Learning pemebrian rangsangan, identifikasi masalah, pengumpulan data, pengolahan data, pembuktian dan menarik kesimpulan diharapkan peserta didik dapat menemukan sendiri hasil akhir dari pembelajarannya. Tentunya dari setiap langkah tersebut peserta didik terus didampingi dan diberikan arahan oleh guru. 2. Sikap Rasa Ingin Tahu a. Definisi Rasa Ingin Tahu Rasa ingin tahu pada setiap orang sangat penting. Rasa ingin tahu membuat manusia dapat memecahkan setiap permasalahan dan pemikiran yang ada di dalam fikirannya. Apabila rasa ingin tahu ini dapat dimanfaatkan dengan baik maka akan membawa manusia semakin mengerti dirinya sendiri. Lewat rasa ingin tahu membuat manusia mengetahui kebenaran. Segala sesuatu yang tampak nyata dalam hidup tidak sepenuhnya selalu benar. Seorang yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi akan mencari informasi detail tentang segala sesuatu yang mereka pertanyakan. Lewat rasa ingin tahu kita, kita akan berusaha untuk memecahkan setiap pertanyaan dibenak kita. Hal ini akan membuat kita merasakan pengalaman baru. Kita sebagai manusia akan terus belajar lebih banyak saat rasa ingin tahu menyelimuti kita. Kita akan menembus batas-batas pemikiran kita. Semakin banyak yang kita pelajari, semakin banyak pula yang akan kita tahu. Dengan rasa ingin tahu yang kita miliki kita akan melihat berbagai hal Menurut pendapat Nasoetion dalam Olvin (2013:11) berpendapat rasa ingin tahu adalah suatu dorongan atau hasrat untuk lebih mengerti suatu hal yang sebelumnya kurang atau tidak kita ketahui. Rasa ingin tahu biasanya berkembang apabila melihat keadaan diri sendiri atau keadaan sekeliling yang menarik. Menurut pendapat Sulistyowati dalam Olvin (2013 : 11) berpendapat ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Menurut Mustari dalam Olvin (2013 : 11) berpendapat bahwa kurioritas (rasa ingin tahu) adalah emosi yang dihubungkan dengan perilaku mengorek secara alamiah seperti eksplorasi, investigasi, dan belajar. Rasa ingin tahu membuat bekerjanya kedua jenis otak, yaitu otak kiri dan otak kanan. Yang satu adalah kemampuan untuk memahami dan mengantisipasi informasi, sedang yang lain adalah menguatkannya dan mengencangkan memori jangka panjang untuk informasi baru yang mengejutkan. Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa rasa ingin tahu adalah sebuah sikap yang dimiliki oleh setiap individu untuk mempelajari sesuatu hal yang belum mereka ketahui untuk dipelajari lebih dalam, agar nantinya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, orang lain atau lingkungan sekitar. b. Karakteristik Rasa Ingin Tahu Rasa ingin tahu sebagian besar merupakan naluri alami yang ada pada diri manusia, manusia menemukan berbagai cara untuk melindungi diri terhadap pengaruh lingkungan yang merugikan. Tetapi adanya akal budi itu juga menimbulkan rasa ingin tahu yang selalu berkembang. Dengan kata lain, rasa ingin tahu itu tidak pernah dapat dipuaskan. Akal budi manusia tidak pernah puas dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Rasa ingin tahu mendorong manusia untuk melakukan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mencari jawaban atas berbagai persoalan yang muncul di dalam pikirannya. Seperti yang terlihat setiap individu memilki rasa ingin tahu dan tidak ada seorangpun yang tidak memiliki rasa ingin tahu sama sekali, seorang anak akan terlihat rasa keingintahuannya di saat ia mulai bertanya hal-hal yang ia lihat, dengar, amati dan sebagainya. Jika rasa ingin tahu anak tinggi maka ia akan lebih aktif bertanya, anak yang rasa ingin tahunya sedang maka ia hanya akan bertanya tentang hal tertentu yang menarik baginya sedangkan anak yang rasa ingin tahunya rendah ia hanya akan bertanya di saat keadaan memaksanya untuk bertanya karena ia lebih banyak diam atau tidak begitu aktif. Rasa ingin tahu anak berkaitan dengan respon anak terhadap objek (benda, orang, situasi) yang baru aneh dan asing, disisi lain rasa ingin tahu anak juga dapat di lihat dari ke inginan anak mengeksplorasi, menyelidiki sesuatu objek, orang, benda dan situasi. Maw and maw dalam Riani (2012:1) mengemukakan ciri-ciri keingintahuan anak yaitu : 1) Merespon secara positif terhadap unsur,-unsur yang baru, aneh, tidak layak,atau misterius di lingkungan mereka dengan cara mendekati, memeriksanya, memperhatikannya 2) Memperlihatkan kebutuhan atau ke inginan yang tinggi untuk mengetahui tentang dirinya sendiri ataupun lingkungannya. 3) Mengamati lingkungan untuk mencari pengalaman baru 4) Penuh perhatian memeriksa dan menyelidiki rangsangan yang ada. Di sisi lain Curtis dalam Riani (2012:2) mengatakan rasa ingin tahu terlihat dalam hal : 1) Mereaksi dengan cara positif terhadap sesuatu yang baru,asing,aspek yang tidak pantas dari lingkungan dan mengobservasikan secara hati-hati,mendekatinya,melakukan manipulasi,mencari informasi tentang sesuatu 2) Tahan dalam menilai dan mengekplorasi stimulus untuk lebih mengetahui stimulasi tersebut. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa karakteristik rasa ingin tahu adalah tingginya rasa penasaran peserta didik baik ketika belajar di dalam kelas maupun belajar diluar kelas, selain itu peserta didik selalu merasa penasaran terhadap hal-hal yang baru dia ketahui, dia akan terus bertanya sampai dia mendapatkan jawaban dari gurunya tersebut. Peserta didik yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi ketika seorang guru memberikan stimulus maka dia akan merespon dengan cepat. Rasa ingin tahu merupakan sikap yang penting dimiliki oleh setiap peserta didik, memang pada dasarnya setiap orang memiliki rasa ingin tahu, hanya saja sikap rasa ingin tahu yang tinggi atau rendahnya tergantung dari diri mereka sendiri, anak yang memiliki rasa ingin tahu yang rendah akan muncul ketika keadaan yang mendesak mereka. c. Faktor Pendorong Rasa Ingin Tahu Setiap individu sebenarnya memiliki rasa ingin tahu, dengan berbagai macam bentuknya. Namun untuk lebih mengoptimalkan dan mengembangkan, maka diperlukan peran lingkungan untuk merangsang dan lebih mengembangkan rasa ingin tahu yang sudah ada. Lingkungan (dalam hal ini orang tua dan guru di sekolah) berperan penting untuk mengembangkan dan mengoptimalkan potensi-potensi rasa ingin tahu pada anak. Namun sebaliknya tanpa disadari orang tua dan guru juga dapat berperan sebagai penghambat dalam rasa ingin tahu anak. Munandar (2004:94) memaparkan bahwa dari berbagai penelitian diperoleh hasil bahwa sikap orang tua yang memupuk rasa ingin tahu anak antara lain: 1) Menghargai pendapat anak dan mendorongnya untuk mengungkapkannya. 2) Memberi waktu kepada anak untuk berpikir, merenung, dan berkhayal. 3) Membiarkan anak mengambil keputusan sendiri. 4) Mendorong kemelitan anak untuk menjajaki dan mempertanyakan banyak hal. 5) Meyakinkan anak bahwa orang tua menghargai apa yang ingin dicoba dilakukan dan apa yang dihasilkan. 6) Menunjang dan mendorong kegiatan anak 7) Menikmati keberadaannya bersama anak. 8) Memberi pujian yang sungguh-sungguh kepada anak. 9) Mendorong kemandirian anak dalam bekerja 10) Melatih hubungan kerja sama yang baik dengan anak. Menurut Munandar (2004:103) sikap orang tua secara langsung mempengaruhi rasa ingin tahu anak mereka. Beberapa faktor yang menentukan tersebut antara lain: 1) Kebebasan Orang tua yang memberikan kebebasan kepada anak, tidak otoriter, tidak selalu mau mengawasi anak, tidak terlalu membatasi kegiatan anak, dan tidak terlalu cemas mengenai anak mereka cenderung mempunyai anak yang kreatif. 2) Respek Orang tua yang menghormati anak sebagai individu, percaya akan kemampuan mereka, dan menghargai keunikan anak biasanya memiliki anak yang kreatif. Anak-anak ini secara alamiah mengembangkan kepercayaan diri untuk berani melakukan sesuatu yang orisinal. 3) Prestasi, Bukan Angka. Orang tua anak kreatif mendorong anak untuk berusaha dan menghasilkan karya yang baik namun tidak terlalu menekankan untuk mencapai angka atau peringkat tertinggi. Torrance dalam Suhadi (2010:20) mengemukakan tentang lima bentuk interaksi guru dan siswa di kelas yang dianggap mampu mengembangkan rasa ingin tahu siswa, yaitu: 1) Menghormati pertanyaan yang tidak biasa; 2) Menghormati gagasan yang tidak biasa serta imajinatif dari siswa; 3) Memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar atas prakarsa sendiri; 4) Memberi penghargaan kepada siswa; dan 5) Meluangkan waktu bagi siswa untuk belajar dan bersibuk diri tanpa suasana penilaian. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa rasa ingin tahu anak akan berkembang jika orang tua dan guru selalu bersikap otoritatif (demokratik), yaitu mau mendengarkan omongan anak, menghargai pendapat anak, mendorong anak untuk berani mengungkapkan pendapatnya. Jangan memotong pembicaraan anak ketika ia ingin mengungkapkan pikirannya. Jangan memaksakan pada anak bahwa pendapat orangtua/guru paling benar, atau melecehkan pendapat anak. Selain itu orang tua dan guru harus mendorong kemandirian anak dalam melakukan sesuatu, menghargai usaha-usaha yang telah dilakukannya, memberikan pujian untuk hasil yang telah dicapainya walau sekecil apapun. Cara-cara ini merupakan salah satu unsur penting pengembangan rasa ingin tahu anak. d. Faktor Penghambat Rasa Ingin Tahu Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita dapati perlakuan dan tindakan anak dengan berbagai polah dan tingkah laku. Sehingga ekspresi rasa ingin tahu anak kerap menimbulkan efek kurang berkenan bagi orang tua. Misalnya orang tua melarang anak merobek-robek kertas karena takut rumah jadi kotor, atau berteriak saat anak main pasir karena takut anak terkena kuman. Padahal tiap anak memiliki ekspresi rasa ignin tahu yang berbeda, ada yang terlihat suka mencoret-coret, berceloteh, melakukan eksperimen, dan sebagainya. Penyikapan orang tua seperti itu berarti merupakan salah satu contoh dari sekian banyak faktor yang menghambat rasa ingin tahu dan kreativitas seorang anak. Amabile dalam Munandar (2004:223) mengemukakan empat cara yang dapat mematikan rasa ingin tahu, yaitu: 1) Evaluasi 2) Hadiah; 3) Persaingan/kompetisi antara anak; dan 4) Lingkungan yang membatasi. Hal senada juga diungkapkan oleh Tegano, D.W dalam Suhadi (2010:15) bahwa yang mematikan rasa ingin tahu diantaranya: 1) Menjadikan anak-anak bekerja mengharapkan penghargaan; 2) Membuat situasi kompetisi; 3) Memfokuskan siswa pada penilaian; 4) Terlalu banyak pengawasan; dan 5) Menciptakan pilihan situasi yang terbatas. Adapun sikap orang tua yang tidak menunjang pengembangan kreativitas anak menurut Munandar (2004:95) adalah: 1) Mengatakan kepada anak bahwa ia dihukum jika berbuat salah. 2) Tidak membolehkan anak menjadi marah terhadap orang tua 3) Tidak membolehkan anak mempertanyakan keputusan orang tua. 4) Tidak membolehkan anak bermain dengan anak dari keluarga yang mempunyai pandangan dan nilai yang berbeda dari keluarga anak. 5) Anak tidak boleh berisik. 6) Orang tua ketat mengawasi kegiatan anak. 7) Orang tua memberi saran-saran spesifik tentang penyelesaian tugas. 8) Orang tua kritis terhadap anak dan menolak gagasan anak. 9) Orang tua tidak sabar dengan anak. 10) Orang tua dan anak adu kekuasaan. 11) Orang tua menekan dan memaksa anak untuk menyelesaikan tugas. Selain faktor orang tua dan guru, yang tak kalah penting adalah faktor lingkungan. Adapun bentuk-bentuk peran lingkungan dalam membentuk rasa ingin tahu individu menurut Mayang Sari dalam Suhadi (2010:10) adalah: 1) Menghargai pendapat anak dan mendorong untuk mengungkapkannya; 2) Memberikan waktu kepada anak untuk berfikir, merenung dan berhayal; 3) Memperbolehkan anak mengambil keputusan sendiri. Dengan anak mengambil keputusannya sendiri, maka anak akan bertanggung jawab untuk mengambil keputusannya sendiri; 4) Mendorong keingintahuan anak untuk mengetahui banyak hal. Orang tua atau guru menfasilitasi keingintahuan anak dengan memberikan informasi yang layak. Bisa dilakukan dengan memberikan buku-buku untuk dibacakan pada anak, atau dengan mengajak anak untuk mengunjungi objek yang ingin diketahuinya; 5) Meyakinkan anak bahwa orang tua atau guru menghargai apa yang ingin dicoba lakukan anak dan hasil akhirnya. Ini bisa dilakukan dengan memberikan anak kesempatan untuk melakukan eksperimennya dari setiap pengetahuannya; 6) Menunjang dan mendorong kegiatan kreatif anak. Artinya orang tua atau guru memberikan fasilitas yang mendukung, membimbing, anak dalam eksperimentasinya, atau mengasuh bakat anak dengan dengan berbagai kegiatan positif, misalnya lomba, kursus, atau pelatihan; 7) Menikmati keberadaanya bersama anak. Orang tua atau guru senang bersama anak. dan mampu menjalin komunikasi secara terbuka, hangat dan empatis terhadap anak; 8) Memberi pujian yang sungguh-sungguh dan tepat sasaran pada anak. Pujian harus diberikan ketika anak berhasil melakukan proses kreatifnya. Pujian hendaknya diberikan tidak berdasarkan hasil tetapi lebih pada proses. Maksudnya orang tua atau guru harus memuji kerja keras, ketekunan, dan semangat anak dalam proses kreatifnya, walaupun hasilnya belum begitu memuaskan. Mendorong kemandirian anak dalam bekerja, orang tua atau guru hendaknya jangan terlalu ikut campur dan terlalu mengarahkan anak. Biarkan anak mengembangkan dan menerapkan ide-idenya tersebut. Anak didorong untuk menemukan solusi pada setiap permasalahan yang dihadapinya. Hal ini akan membuat anak menjadi lebih bertanggung jawab, mandiri terhadap kehidupannya; 9) Menjalin hubungan kerja sama yang baik dengan anak, artinya orang tua atau guru mau membantu anak ketika anak mengalami sebuah kesulitan. Dalam hal ini bukan berarti membantu secara penuh terhadap setiap permasalahan yang dihadapi anak, namun disini orang tua atau guru hanya boleh mengarahkan dan tetap mendukung setiap keputusan yang diambil oleh anak. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa masa anak adalah masa-masa penting dalam mengembangkan potensi rasa ingin tahu yang mulai tumbuh dan berkembang, maka dibutuhkan lingkungan yang kondusif, serta dorongan dari guru dan keluarga. Seharusnya guru dapat berperan sebagai orang yang dapat mendorong pengembangan rasa ingin tahu dan kreativitas anak-anak di sekolah. Untuk mengembangkan rasa ingin tahu anak, orang tua dan guru harus merangsang anak supaya tertarik mengamati dan mempertanyakan tentang berbagai benda atau kejadian di sekelilingnya, yang mereka dengar, lihat, rasakan atau mereka pikirkan dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua dan guru harus menjawab dengan cara menyediakan sarana yang semakin merangsang anak berpikir lebih dalam, misalnya dengan memberikan gambar-gambar, buku-buku, dan sebagainya. Orang tua dan guru janganlah menolak, melarang atau menghentikan rasa ingin tahu anak, asalkan tidak membahayakan dirinya atau orang lain. e. Upaya Guru Meningkatkan Rasa Ingin Tahu Siswa Seorang anak yang mempunyai keingintahuan yang tinggi cenderung memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan anak biasa. Dari rasa ingin tahu muncullah ide yang membuat anak menemukan bakatnya, menjadi lebih cerdas dan bahkan dapat masuk digolongan anak yang jenius. Maka dari itu sangat penting untuk meningkatkan rasa ingin tahu pada anak. Menurut Suhadi (2010:3) ada beberapa hal yang mungkin dapat dilakukan oleh guru untuk membangun dan mengembangkan rasa ingin tahu siswa, misalnya: 1) Ajari siswa untuk selalu membuka pemikiran mereka terhadap hal-hal baru, ataupun hal-hal yang sudah pernah mereka pelajari 2) Ajari siswa untuk tidak selalu menerima suatu hal sebagai sesuatu kebenaran yang bersifat final. 3) Ajari siswa untuk selalu dan banyak bertanya. 4) Ajari anak untuk jangan pernah sekalipun memberikan label terhadap sesuatu hal sebagai sesuatu yang membosankan atau tidak menarik 5) Ajari anak untuk melihat dan menyadari bahwa belajar itu sesuatu yang menyenangkan. 6) Biasakan siswa untuk membaca beragam jenis bacaan untuk mengeksplorasi dunia-dunia baru bagi mereka. Menurut Suhadi (2010:5) berikut adalah cara meningkatkan rasa ingin tahu pada anak: 1) Belajar Bersama, Biasakan Seorang anak untuk mendapatkan pendidikan belajar bersama sejak dini. Belajar bersama dapat membantu perkembangan otak balita. Disamping dapat membantu menciptakan anak yang cerdas, belajar bersama juga dapat menumbuhkan rasa percaya diri. 2) Belajar dengan Membaca dan Mendengarkan Cerita, Seorang Anak mempunyai daya rekam yang sangat tinggi. Belajar membaca dan mendengar cerita dapat menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang akan dilontarkan seorang anak. 3) Belajar Lewat Benda, Pembelajaran lewat benda atau mainan seperti puzzle dapat mendidik Anak mengasah indra dan dapat juga untuk mengeluarkan rasa gembira ataupun emosi. Rasa Emosi maupun gembira dapat membantu mempercepat rasa ingin tahu seorang anak 4) Belajar Memahami, Setiap Orang tua harus memperlihatkan Aktivitas harian yang ringan kepada seorang anak, Seperti membuka botol, membuka kulkas ataupun memakai pakaian. Dengan Seorang anak melihat cara kerja orang tua maka tentunya seorang anak akan mencoba meniru akibat rasa ingin tahunya berhasil Anda pancing. 3. Hasil Belajar a. Definisi Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik setelah ia menerima pengalaman pembelajaran. Sejumlah pengalaman yang diperoleh peserta didik mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran karena akan memberikan sebuah informasi kepada guru tentang kemajuan peserta didik dalam upaya mencapai Pada panduan pelaksanaan Kurikulum 2013, Pemendikbud 81A, menjelaskan bahwa yang menjadi sasaran penilain ialah proses dan hasil belajar siswa. Penilain proses meliputi aktivitas mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Yang termasuk aktivitas dalam mengamati adalah menyimak, membaca, dan melihat. Aktivitas menanya meliputi kegaitan mengajukan pertanyaan tentang informasi yang belum siswa pahami dari yang diamatinya. Karena itu pembelajaran dianjurkan dimulai dari siswa mencari tahu dengan cara bertanya dengan benar. Pada langkah ini siswa merumuskan pertanyaan untuk merumuskan yang ingin dipelajarinya. Karenanya pertanyaan selain menggali rasa ingin tahunya, juga dapat menggali ruang pikiran untuk mengembangkan dugaan sementara atau hipotesis. Untuk menjawab pertanyaan yang telah diajukannya siswa mencoba menghimpun informasi dengan cara membaca sumber belajar yang ada dalam kelas, mengamati objek, mengamati kejadian, melakukan percobaan, mengadakan wawancara dari narasumber, menonton film, melakukan kunjungan ke perpustakaan, mengeksplorasi dari internet, atau menggali sumber lain seperti diskusi dengan teman dalam kelompok. Kegiatan dilanjut dengan mengolah informasi yang sudah siswa himpun. Pengolahan informasi seperti menganalisis, mengelompokkan data yang sejenis, membadingkan perbedaan, membandingkan kosep yang bertentangan sehingga siswa dapat menambah keluasan dan kedalaman informasi. Melalui pengolahan informasi siswa menentukan solusi atas masalah yang telah mereka rumuskan dalam kegiatan awal pembelajaran. berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai pada yang bertentangan. Dari hasil analisis siswa mencoba merumuskan kesimpulan. Dalam proses ini sebenarnya siswa mengembangkan pengalaman menalar atau mengasosiasi. Pada proses mengolah informasi siswa perlu mendapatkan dorongan untuk bersikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, serta menerapkan keterampilan berpikir, menerapkan prosedur dan menafsirkan data sehingga dapat memperoleh menyimpulkan . Kegiatan inti berikutnya adalah menyampaikan hasil pengamatan atau mengkomunikasikan kesimpulan. Pada tahap ini siswa belajar ujntuk mengomunikasikan materi yang mereka pelajari baik secara lisan, tertulis, atau menggunakan media. Data hasil penilain meliputi data perkembangan belajar siswa dalam proses pelaksanaan belajar sehari-hari hasil pengamatan guru, penilaian diri, dan penilaian teman, hasil ulangan harian lisan maupun tulisan, nilai hasil karya, dan nilai tugas yang terhimpun menjadi nilai portofolio. Penilaian otentik merupakan ciri khas kuriulum 2013. Pelaksananya mengukur masukan (input), proses, dan keluaran (output) pembelajaran (Permendikbud 81a 2013). Melaksanakan penilaian autentik, seperti yang dijelaskan dalam paduan penilaian proses dan hasil belajar dari Direktorat PSMA menyatakan bahwa dalam melaksanakan penilaian autentik guru hendaknya memperhatikan enam kriteria berikut: 1. Dilakukan secara menyeleuruh untuk menilai masukan, proses, dan keluaran pembelajaran. 2. Terpadu dengan pembelajaran. 3. Menilai kesiapan, proses, dan haslil blajar peserta didik secara utuh. 4. Meliputi ranah sikap , keterampilan, dan pengetahuan. 5. Relevan dengan pendekatan ilmiah dalam pembelajaran. 6. Tidak hanya mengukur yang siswa ketahui, tetapi mengukur yang peserta didik lakukan. Menururt Dimyati dan Mudjiono (2002: 250-251) memberikan pengertian tentang hasil belajar, bahwa: Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran. Sedangkan menurut Nana Sudjana dalam Juanah (2013:17) menungkapkan bahwa “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah mereka menerima pengalaman belajarnya”. Kemampuan yang dimaksud adalah tingkat penguasaan yang dimiliki siswa setelah melakukan pengalaman belajarnya melalui proses kegiatan belajar mengajar. Proses itu adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pengajaran yang terdiri dari empat unsur utama yaitu tujuan, bahan, metode atau pendekatan dan alat serta penilaian. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses pembelajaran yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru setiap selesai memberikan materi pelajaran pada satu pokok bahasan. Selain itu hasil belajar merupakan tingkat penguasaan yang telah dicapai oleh siswa dalam proses belajar yang telah diterima dalam pengalamannya, karena dalam hasil belajar terdapat berbagai indikator untuk emnentukan dan mengetahui serta menilai tingkat keberhasilan siswa dalam setiap pembelajaran yang meliputi ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. b. Komponen Hasil Belajar Guru harus memahami kurikulum yang berlaku dan mempelajari segala sesuatu yang menunjang terlaksananya kurikulum serta KBM tersebut. Dalam hal ini, ada dua kegiatan utama yaitu guru bertindak mengajar dan siswa bertindak belajar. Kedua bagian tersebut berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Pada akhirnya implementasi pembelajaran itu akan menghasilkan suatu hasil belajar. Hasil ini akan memberikan dampak bagi guru dan siswa. Perlu kita ketahui bahwa dalam mengimplementasikan kurikulum 2013 perlu diperhatikan prinsip-prinsip, pendekatan-pendekatan, dan karakteristik-karakteristik penilaian yang diamanahkan oleh Kurikulum 2013. Adapun menurut Syaifullah (2013:4) komponen yang harus diperhatikan oleh guru pada saat melaksanakan penilaian untuk implementasi Kurikulum 2013 adalah: 1) Sahih Penilaian yang dilakukan haruslah sahih, maksudnya penilaian didasarkan pada data yang memang mencerminkan kemampuan yang ingin diukur. 2) Objektif Penilaian yang objektif adalah penilaian yang didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas dan tidak boleh dipengaruhi oleh subjektivitas penilai (guru). 3) Adil Penilaian yang adil maksudnya adalah suatu penilaian yang tidak menguntungkan atau merugikan siswa hanya karena mereka (bisa jadi) berkebutuhan khusus serta memiliki perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender. 4) Terpadu Penilaian dikatakan memenuhi prinsip terpadu apabila guru yang merupakan salah satu komponen tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran. 5) Terbuka Penilaian harus memenuhi prinsip keterbukaan di mana kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan yang digunakan dapat diketahui oleh semua pihak yang berkepentingan. 6) Menyeluruh dan berkesinambungan Penilaian harus dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan oleh guru dan mesti mencakup segala aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai. Dengan demikian akan dapat memantau perkembangan kemampuan siswa. 7) Sistematis Penilaian yang dilakukan oleh guru harus terencana dan dilakukan secara bertahap dengan mengikuti langkah-langkah yang baku. 8) Beracuan kriteria Penilaian dikatakan beracuan kriteria apabila penilaian yang dilakukan didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan. 9) Akuntabel Penilaian yang akuntabel adalah penilaian yang proses dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya. 10) Edukatif Penilaian disebut memenuhi prinsip edukatif apabila penilaian tersebut dilakukan untuk kepentingan dan kemajuan pendidikan siswa. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa komponen hasil belajar pada kurikulum 2013 harus mencermirkan 3 ranah yang ada pada penilaian yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan, tentunya mengacu pada criteria penilaian berdasarkan kompetensi yang telah ditetapkan, selain itu harus mengarah pada prinsip edukatif karena hal tersebut demi kemajuan pendidikan peserta didik itu sendiri. Bagi guru sebagai dampak pembelajaran hasil yang dapat diukur sebagai data hasil belajar siswa dan berupa masukan bagi pengembangan pembelajaran selanjutnya. Sedangkan bagi siswa sebagai dampak pengiring berupa terapan pengetahuan dan atau kemampuan di bidang lain sebagai suatu transfer belajar yang akan membantu perkembangan mereka mencapai kebutuhan dan kemandirian. Menurut pendapat dari Cepi Riyana (2011:5) komponen-komponen hasil belajar, yaitu: 1) Tujuan 2) Materi/Bahan ajar 3) Metode dan media 4) Evaluasi 5) Anak didik/siswa 6) Pendidik/guru Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagai sebuah sistem, masing-masing komponen tersebut membentuk sebuah integritas atau satu kesatuan yang utuh baik antara tujuan, materi, metode dan media, evalusi, peserta didik, dan pendidik. Masing-masing komponen saling berhubungan antara satu sama lain dan anta komponen itu saling mempengaruhi. c. Karakteristik Hasil Belajar Dari proses pembelajaran yang terpenting adalah interaksi yang terjadi antara guru dan peserta didik itu harus adil, yakni adanya komunikasi yang timbal balik diantara keduanya, baik secara langsung ataupun tidak langsung atau melalui media. Peserta didik jangan selalu dianggap sebagai subjek belajar yang tidak tahu apa-apa. Ia memiliki latar belakang, minat, dan kebutuhan serta kemampuan yang berbeda. Peranan guru tidak hanya terbatas sebagai pengajar (penyampai ilmu pengetahuan), tetapi juga sebagai pembimbing, pengembang, dan pengelola kegiatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi kegiatan belajar siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkannya. Sementara Bloom mengungkapkan tiga tujuan pengajaran yang merupakan kemampuan seseorang yang harus dicapai dan merupakan hasil belajar yaitu : kognitif, afektif dan psikomotorik (Sudjana, 2012:22). Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu : 1) Faktor dari dalam diri siswa, meliputi kemampuan yang dimilikinya, motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis. 2) Faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan, terutama kualitas pengajaran. Hasil belajar yang dicapai siswa menurut Sudjana (2012:56), melalui proses belajar mengajar yang optimal ditunjukkan dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1) Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan mo

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 28 Jun 2016 09:29
Last Modified: 28 Jun 2016 09:29
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/4984

Actions (login required)

View Item View Item