KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN KUPU-KUPU DI DARATAN SITU CANGKUANG KECAMATAN LELES, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT BAB III METODE PENELITIAN

Ade Maesaroh Riya Putri, 105040097 (2016) KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN KUPU-KUPU DI DARATAN SITU CANGKUANG KECAMATAN LELES, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT BAB III METODE PENELITIAN. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
1. COVER SKRIPSI.docx

Download (44kB)
[img] Text
2. LEMBAR PENGESAHAN SIDANG 1.docx

Download (15kB)
[img] Text
3. LEMBAR PERSEMBAHAN.docx

Download (11kB)
[img] Text
4. PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI.docx

Download (13kB)
[img] Text
5. ABSTRAK.docx

Download (17kB)
[img] Text
6. KATA PENGANTARfix.docx

Download (21kB)
[img] Text
7. DAFTAR ISI.docx

Download (23kB)
[img] Text
8. DAFTAR GAMBARfix.docx

Download (13kB)
[img] Text
9. DAFTAR TABELfix.docx

Download (14kB)
[img] Text
10. DAFTAR GRAFIKFIX.docx

Download (12kB)
[img] Text
11. DAFTAR LAMPIRAN.docx

Download (12kB)
[img] Text
12. DAFTAR PUSTAKA.docx

Download (19kB)
[img] Text
13. sekat lampiran,,.docx

Download (17kB)
[img] Text
14. LAMPIRAN 1.docx

Download (19kB)
[img] Text
15. LAMPIRAN 2.docx

Download (30kB)
[img] Text
16. LAMPIRAN 3.docx

Download (342kB)
[img] Text
17. LAMPIRAN 4..docx

Download (1MB)
[img] Text
18. LAMPIRAN 5.docx

Download (4MB)
[img] Text
19. LAMPIRAN 6..docx

Download (146kB)
[img] Text
20. LAMPIRAN 7.docx

Download (30kB)
[img] Text
21. SEKAT LAMPIRAN 8.docx

Download (14kB)
[img] Text
22. RIWAYAT HIDUP.docx

Download (88kB)
[img] Text
BAB I.docx

Download (27kB)
[img] Text
BAB II.docx

Download (674kB)
[img] Text
BAB III.docx

Download (1MB)
[img] Text
BAB IV.docx
Restricted to Repository staff only

Download (291kB)
[img] Text
BAB V.docx
Restricted to Repository staff only

Download (17kB)

Abstract

Penelitian ini berjudul “Keanekaragaman dan Kelimpahan Kupu-kupu di Daratan Situ Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat”. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai keanekaragaman dan kelimpahan kupu-kupu di kawasan daratan situ Cangkuang, kecamatan Leles, kabupaten Garut Jawa Barat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, parameter yang diukur meliputi suhu udara, intensitas cahaya dan kelembaban udara, keanekaragaman kupu-kupu dan kelimpahan kupu-kupu. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh spesies kupu-kupu dan larva yang tercuplik dengan sampel kupu-kupu dan larva. Hasil penelitian ini terdiri dari tujuh famili yaitu Pieridae, Nymphalidae, Lycaenidae, Papilionidae, Lymantriidae, Danaidae dan Hesperidae. Kupu-kupu dan larva yang tercuplik diantaranya ada sembilan genus yaitu Catocrhysops, Eurema, Junonia, Graphium, Leptosia, Hypolimnas, Melanitis, Euploea dan Eritonia.. 13 spesies yang ditemukan diantaranya yaitu Catocrhysops strabo, Eurema blanda, Junonia almana, Junonia atlites, Graphium agamemnon, Leptosia nina, Hypolimnas bolina, Melanitis leda, Euploea Eunice, Euploea mulciber dan Eritonia thrax. Untuk indeks keanekaragaman kupu-kupu dewasa di stasiun I sebesar 1,16. Stasiun II sebesar 0,61. Stasiun III memiliki nilai sebesar 1,08. Nilai rata-rata indeks keanekaragaman dari semua stasiun masuk dalam kategori rendah yaitu sebesar 0,95 (H’). untuk indeks keanekaragaman larva kupu-kupu memiliki nilai keanekaragaman sebesar 1,22 (H’) masuk dalam kategori sedang. Untuk kelimpahan spesies yang memiliki kelimpahan paling tinggi adalah spesies Eurema blanda dan yang terendah adalah spesies Graphium agamemnon. Kata Kunci : Kupu-kupu (Lepidoptera), keanekaragaman, kelimpahan, situ Cangkuang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan keanekaragaman flora dan fauna yang begitu banyak jenisnya. Salah satu kekayaan fauna yang dimiliki Indonesia adalah kupu-kupu. Kupu-kupu merupakan kekayaan fauna jenis tertinggi baik di terestrial ataupun perairan. Kupu-kupu mempunyai daya tarik yang tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian. Kupu-kupu (ordo Lepidoptera) adalah kelompok serangga holometabola sejati dengan siklus hidup medium stasium telur, larva (ulat), pupa (kepompong), dan imago (dewasa). Kupu-kupu dapat ditemukan dengan mudah bila kita memasuki hutan, di jalan setapak, di pinggiran hutan, dan sepanjang aliran sungai (Tweedie & Longmans.1953) dalam (Sri Estalita Rahayu &Adi Basukriadi:41 . 2012). Kupu-kupu memiliki peran sangat penting dalam suatu ekosistem. Serangga tersebut memiliki peran sangat penting sebagai pollinator yang mendorong terjadinya penyerbukan pada tumbuhan (Boonvanno. 2000) dalam (Roni Koneri & Saroyo:357. 2012). Ordo Lepidoptera memiliki peran sangat penting, dapat membantu penyerbukan tanaman berbunga sehingga proses perbanyakan tumbuhan secara alamiah dapat berlangsung dan dapat mempertahankan keseimbangan alam (Borror al. 1992; Peggie. 2010) dalam (Sri Estalita Rahayu &Adi Basukriadi:41 .2012). Selain itu, Kupu-kupu juga bisa dijadikan sebagai bioindikator terhadap perubahan kualitas lingkungan. Hal ini disebabkan karena kupu-kupu sangat sensitif terhadap perubahan ekosistem. Keanekaragaman kupu-kupu dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Adapun faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi keanekaragaman dan kelimpahan kupu-kupu diantaranya suhu, kelembaban udara dan intensitas cahaya. Durasi berbagai variasi suhu jangka pendek mempunyai nilai ekologik yang penting. Data yang ada diketahui bahwa suhu 20o C yang mempengaruhi populasi selama 24 jam sangat berbeda akibatnya dengan berbagai pengaruh suhu 30o siang hari dan 10o malam hari (Sambas Wirakusumah, 2003 : 82). Kelembaban merupakan jumlah uap air yang terdapat di udara dan cenderung dapat mempengaruhi efek temperatur terhadap organisme (Michael, 1984 : 264). Intensitas cahaya mempengaruhi kecepatan gerak dan arah gerak hewan-hewan tertentu. Sebagai contoh gerakan larva lalat menjadi makin cepat jika intensitas makin kuat, dan menjadi lambat jika intensitas cahaya menjadi lemah. Berbagai pembangunan fisik belakangan ini banyak dilakukan secara besar-besaran, itu semua merupakan penyebab menurunnya keanekaragaman dan kelimpahan kupu-kupu. Pembangunan fisik yang memanfaatkan ruang terbuka hijau, dapat mengganggu habitat dari kupu-kupu yang ada di situ Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Situ adalah suatu tampungan air atau reservoir diatas permukaan bumi yang terbentuk oleh alam. Situ dapat juga dibentuk melalui rekayasa. Situ dapat berperan sebagai sumber air. Air di dalam situ berasal dari air tanah, aliran air permukaan dari curah hujan, atau dialirkan sengaja dari sungai. Keberadaan situ-situ di dalam suatu wilayah adalah sangat penting dalam menciptakan keseimbangan hidrologi dan pengaturan air permukaan. Situ juga dapat digunakan sebagai sumber air untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga atau domestik, irigasi, pengisian air tanah, perikanan, mencegah intrusi air laut, energi alternatif, dan pariwisata. Untuk memaksimalkan potensi manfaat situ adalah penting untuk diketahui jumlah air yang akan digunakan dan alokasinya, besarnya debit air yang mengalir ke situ dan volume tampungan situ. Perhitungan debit yang diperlukan untuk mengisi situ harus mempertimbangkan secara seksama semua sumber air yang memberikan kontribusi pada situ sebagai suatu reservoir. Situ Cangkuang memiliki dua sumber air yaitu air aliran permukaan dari daerah tangkapan airnya dan curah hujan yang jatuh langsung diatasnya, serta debit air yang dapat dialirkan dari bendungan Cipapar yang terletak di Sungai Cipapar. Situ Cangkuang merupakan danau yang terletak di Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Luasnya 8,3 Ha, terletak pada ketinggian 400 m diatas permukaan laut dan berdasarkan letak geografisnya, Situ Cangkuang terletak diantara 07°05’45,0” LS dan 107°55’15,0” BT (Sulawesty dkk, 2008). Penelitian mengenai kelimpahan dan keanekaragaman kupu-kupu di situ Cangkuang ini belum dilakukan, sehingga belum ada data mengenai jumlah kupu-kupu tersebut. Sebagai faktor pendukung kestabilan ekosistem di situ Cangkuang, maka peneliti bermaksud ingin mengidentifikasi kupu-kupu yang ditemukan, serta data yang diperoleh dapat dijadikan sarana informasi bagi pengembangan konservasi. Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan peneliti terdorong dan perlu melakukan penelitian dengan judul “Keanekaragaman dan Kelimpahan Kupu-kupu (ordo Lepidoptera) di Situ Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa barat. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang, permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Keanekaragaman Kupu-kupu di Situ Cangkuang belum diketahui maka peneliti ingin mengetahui adanya keanekaragaman Kupu-kupu di Situ Cangkuang, kecamatan Leles, kabupaten Garut, Jawa Barat. 2. Kelimpahan Kupu-kupu di Situ Cangkuang belum diketahui maka peneliti ingin mengetahui adanya kelimpahan Kupu-kupu di Situ Cangkuang, kecamatan Leles, kabupaten Garut, Jawa Barat. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dari masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah keanekaragaman dan kelimpahan kupu-kupu di Situ Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat?”. D. BatasanMasalah Untuk menghindari melebarnya topik dalam penelitian ini, maka penulis membatasi permasalahan yang akan diteliti, yaitu sebagai berikut : 1. Penelitian dilakukan di daratan Situ Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. 2. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan pencuplikan sampling kuadrat secara random yaitu dengan menggunakan metode pencuplikan sweeping net, beating, pitfall trap dan standar walk dengan desain penelitian menggunakan belt transek sepanjang 100 meter di setiap stasiun. 3. Parameter yang diteliti yaitu keanekaragaman dan kelimpahan kupu-kupu di daratan situ Cangkuang, Garut. 4. Faktor klimatik yang diukur seperti suhu udara, kelembaban udara dan intensitas cahaya hanya sebagai faktor penunjang atau pendukung dalam penelitian keanekaragaman dan kelimpahan kupu-kupu di daratan situ Cangkuang, Garut. 5. Objek penelitian adalah kupu-kupu yang berada di daratan situ Cangkuang, Garut. 6. Pengambilan sampel dilakukan di 3 stasiun. E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi terkait dengan Keanekaragaman dan Kelimpahan Kupu-kupu di Daratan situ Cangkuang Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat. F. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini antara lain: 1. Bagi penulis, data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan ini dapat dijadikan sebagai informasi, penambah wawasan, dan mendapatkan gambaran tentang kelimpahan dan keanekaragaman kupu-kupu di daratan situ Cangkuang Garut. 2. Bagi para peneliti yang mempunyai kepentingan yang sama dapat dijadikan bahan kajian atau referensi untuk penelitian selanjutnya. 3. Bagi Dinas Pariwisata Garut sebagai pengelola Objek Wisata dapat dijadikan bahan penambah wawasan dan sebagai bahan referensi dalam upaya pengembangan pariwisata di Garut. G. Definisi Operasional Untuk mempermudah pembahasan, terlebih dahulu akan diuraikan definisi operasional dalam penelitian, yaitu sebagai berikut: 1. Keanekaragaman adalah indeks keanekaragaman kupu-kupu yang diukur berdasarkan jumlah individu kupu-kupu dibagi jumlah total semua kupu-kupu yang ada di daratan situ Cangkuang. 2. Kelimpahan spesies diartikan indeks kelimpahan kupu-kupu yang mengukur total jumlah individu – individu dari satu spesies dibagi dengan jumlah dari kuadran yang tercuplik di daratan situ Cangkuang, Garut. 3. Faktor lingkungan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi keanekaragaman dan kelimpahan kupu-kupu diantaranya adalah suhu, kelembaban udara, dan intensitas cahaya. BAB II KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN KUPU-KUPU A. Keanekaragaman Keanekaragaman diartikan sebagai jumlah total spesies dalam suatu area tertentu atau dapat dijelaskan juga sebagai jumlah spesies yang terdapat dalam suatu area antar jumlah total individu dari spesies yang ada dalam suatu komunitas (Michael, 1984. 57). Selain itu, keanekaragaman spesies merupakan suatu karakteristik ekologi yang dapat diukur dan khas untuk organisasi ekologi pada tingkat komunitas (Suhara, 2012. h. 20). Keanekaragaman spesies suatu komunitas terdiri dari berbagai macam organisme berbeda yang menyusun suatu komunitas. (Campbell, edisi 8. h. 385). Dapat disimpulkan keanekaragaman adalah jumlah total organisme yang bermacam-macam yang menempati suatu lokasi tertentu. Ada dua komponen utama dari keanekaragaman spesies yaitu kekayaan spesies (species richness) dan kelimpahan relatif (relative abundance). Jadi, keanekaragaman spesies mempunyai kaitan erat dengan kelimpahan spesies yang ada dalam area tersebut. Keanekaragaman dalam komposisi spesies berkaitan erat pula dengan stabilitas komunitas (McArthur, 1995 dalam Suhara, 2012. h. 20). Stabilitas dalam konteks ini mengacu pada kecenderungan komunitas untuk mencapai dan mempertahankan komposisi spesies pada keadaan konstan. Komunitas merupakan bagian dari ekosistem. Ekosistem sangat dipengaruhi oleh faktor abiotik maupun faktor biotik, sehingga untuk menjaga keseimbangan jumlah spesies dalam suatu komunitas sangatlah bergantung pada mekanisme kontrol internal maupun eksternal setiap spesies. Selain itu, suatu komunitas dengan keanekaragaman spesies yang tinggi mempunyai jalinan lintasan trofik yang lebih kompleks, sehingga dapat melakukan mekanisme kontrol populasi yang tergantung pada kerapatan (Suhara, 2012. h. 20). Keanekaragaman suatu spesies dinyatakan dalam indeks keanekaragaman. Indeks keanekaragaman jenis adalah nisbah- nisbah antara jumlah suatu spesies dan jumlah individu- individu dalam suatu komunitas. Untuk menganalisis keanekaragaman dapat menggunakan Indeks Shannon Wiener (H’) diartikan sebagai suatu gambaran secara sistematik yang melukiskan struktur komunitas dan memudahkan proses analisa informasi mengenai macam dan jumlah organismenya. Adapun tingkat keanekaragaman menurut (Michael,1984, h.172) yaitu : H’> 3,0 = tingkat keanekaragaman tinggi H’ 1,0-3,0 = tingkat keanekaragaman sedang H’ < 1,0 = tingkat keanekaragaman rendah. B. Kelimpahan Kelimpahan adalah banyaknya individu yang menempati wilayah tertentu atau jumlah individu suatu spesies per satuan luas atau per satuan volume (Michael, 1984, h. 57). Kelimpahan adalah proporsi yang direpresentasikan oleh masing-masing spesies dari seluruh individu dalam suatu komunitas (Cambpell,edisi 8, h. 385). Selain itu, kelimpahan juga merupakan jumlah total spesies pada suatu wilayah atau ekosistem yang didalamnya terdapat suatu mahkluk hidup yang satu dengan lainnya. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kelimpahan suatu spesies adalah banyaknya individu dari suatu spesies yang menempati area atau wilayah tertentu. Kelimpahan suatu spesies dalam area tertentu juga dipengaruhi oleh faktor fisik dan kimia lingkungan. Selain faktor abiotik, faktor biotik juga dapat mempengaruhi, diantaranya predator, makanan, dan ruang. Kelimpahan jenis serangga sangat ditentukan oleh aktivitas reproduksinya serta didukung oleh faktor lingkungan yang cocok dan tercukupi kebutuhan sumber makanannya (Gopal dkk.1979) dalam (Anggara F, 2012, h. 34). C. Ekologi Kata ekologi mulai digunakan sekitar pertengahan abad ke-19. Henry Thoreau menggunakan kata ekologi pada suratnya tahun 1858 namun tidak menjelaskan pengertian dari kata tersebut. Menurut Ernst Haeckel ekologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara organisme (makhluk hidup) dengan lingkungan sekitarnya (Krebs, 1978, h. 3). Kata ekologi berasal dari bahas Yunani, yaitu “Oikos” yang berarti rumah, oleh sebab itu ekologi dianggap sebagai ilmu yang mempelajari tentang hubungan suatu organisme dengan habitat hidupnya (Begon, Harper, & Townsend. 1986, h. 1). Dapat ditarik kesimpulan bahwa ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara organisme atau makhluk hidup yang meliputi manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme dengan lingkungan tempat hidupnya. Masalah yang paling mendasar dalam ekologi adalah menentukan kelimpahan suatu organisme, karena suatu organisme hidup dalam suatu matriks dan waktu yang bisa disebut sebagai suatu kesatuan. D. Ekosistem Tansley (1935) adalah yang pertama kali mengemukakan tentang ekosistem. Dia mengemukakan bahwa hubungan timbal balik antara komponen biotik (tumbuhan, hewan, manusia dan mikroba) dengan komponen abiotik (cahaya, udara, air, tanah, dsb) di alam, sebenarnya merupakan hubungan antara komponen yang membentuk suatu sistem. Ini berarti baik dalam struktur maupun fungsi komponen-komponen tadi merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. Sebagai konsekuensinya apabila salah satu komponen terganggu, maka komponen-komponen lainnya secara cepat atau lambat akan terpengaruh pula. Sistem alami ini oleh Transley disebut sistem ekologi yang kemudian di singkat menjadi lebih terkenal dengan istilah ekosistem (Mulyadi, 2010, h. 1). Ekosistem dibagi menjadi dua, yaitu ekosistem air (akuatik) dan ekosistem darat (terestial). Ekosistem darat yang umumnya diakui paling beranekaragam serta tingkat evolusinya telah menonjolkan perkembangan dari kategori-kategori taksonomi yang lebih tinggi dari dua kerajaan yaitu tumbuhan dan binatang. Oleh karena itu, organisme yang paling kompleks dan khusus seperti tumbuhan biji, serangga-serangga, dan vertebrata-vertebrata berdarah panas lebih dominan tumbuh dan hidup di darat. (Odum, 1993, h. 446). E. Situ Cangkuang Salah satu jenis ekosistem air tawar yang terdapat di Indonesia adalah Situ Cangkuang. Situ Cangkuang terletak di kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Situ Cangkuang memiliki luasnya 8,3 Ha, terletak pada ketinggian 400 m diatas permukaan laut dan berdasarkan letak geografisnya, Situ Cangkuang terletak diantara 07°05’45,0” LS dan 107°55’15,0”BT (Sulawesty dkk, 2008, h. 54). Di tengah- tengah kawasan situ Cangkuang terdapat sebuah pulau kecil yang memiliki luass sekitar 16,5 hektar. Pulau kecil ini aslinya dikelilingi oleh danau akan tetapi saat ini sebagian danau telah beralih fungsi menjadi kawasan persawahan dan perkebunan warga kampung pulo. Selain itu, situ Cangkuang ini juga dijadikan sebagai tempat pariwisata oleh masyarakat. Penduduk setempat melayani para pendatang ini dengan cara berjualan di pulau situ Cangkuang. Adanya alih fungsi danau serta aktivitas penduduk tersebut dapat mempengaruhi keberadaan flora dan fauna yang menjadikan wilayah situ Cangkuang sebagai habitatnya. Salah satu fauna yang hidup di daratan situ Cangkuang ini adalah kupu-kupu (Lepidoptera). Gambar 2.1. Situ Cangkuang. Sumber: Dokumentasi pribadi F. Ordo Lepidoptera Lepidoptera berasal dari Lepidos = sisik, pteron = sayap yang memiliki arti “sayap bersisik” (Elzinga:441 .1931). Lepidoptera mempunyai 2 pasang sayap, sayap belakang sedikit lebih kecil dari sayap depan, sayap dari lepidoptera ditutupi dengan bulu-bulu/sisik. Lepidoptera terbagi menjadi dua yaitu ngengat yang mempunyai sayap kusam dan kupu-kupu yang mempunyai sayap indah dan menarik (Lilies, 1991, h. 145). Kupu-kupu dapat membedakan kelompoknya, jantan dan betina dengan cara melihat warna dan pola sayap. Pewarnaan sayap pada kupu-kupu jantan lebih kuat dan mempunyai banyak corak. Ordo Lepidoptera adalah ordo yang terbesar, dengan lebih dari 170.000 spesies yang ada di dunia ini. Jumlah tersebut merupakan 10% dari jumlah keseluruhan spesies (Peggie & Amir, 2006, h. 14). Dari jumlah tersebut kupu-kupu mempunyai jumlah lebih sedikit dibandingkan ngengat. Tetapi, kupu-kupu lebih banyak dikenal oleh umum karena kupu-kupu mempunyai sifat yang aktif di siang hari dan memiliki warna yang indah dan mempunyai corak khas. Lepidoptera hidup di hampir semua daerah yang mempunyai iklim tropis seperti Indonesia, beberapa spesies dapat bertahan hidup di batas vegetasi kutub. Indonesia merupakan daerah tropis, struktur ekologi, geografi dan geologinya yang sangat kompleks itu mempengaruhi pada keanekaragaan kupu-kupu di Indonesia yang tinggi. Di Indonesia saat ini memiliki sekitar 2500 spesies kupu-kupu, beberapa diantaranya sudah mulai punah dan beberapa lagi dilindungi. Indonesia menjadi Negara kedua pemilik kupu-kupu terbanyak di dunia dengan presentase 50% nya yaitu kupu-kupu yang hanya ada ditempat itu (endemic) (Suhara. 2009). 1. Klasifikasi Lepidoptera Berdasarkan dasar kerangka sayapan dan sifat penggandengan sayapnya, ordo Lepidoptera dibagi menjadi 2 subordo yaitu Yugatae dan Frenatae (Borror, 1996, h. 730). Yang termasuk kedalam subordo Yugatae yaitu Familia Eriocraniidae, Micropterygidae dan Hepialidae dan yang termasuk ke dalam subordo Frenatae antara lain Familia Cossidae, Plutellidae, Pyralidae, Zygaenidae, Psychidae, Geometridae, Bombycidae, Saturniidae, Sphingidae, Papilionidae, Danaidae, Nymphalidae, Pieridae, Hesperidae (Hadi,et.al., 2009). a. Sub Ordo Yugatae Subordo Yugatae memiliki ciri-ciri dimana kedua sayap dan sayap belakang dihubungkan oleh yugum. Bentuk yugum seperti kait (tajuk) berada pada bagian dasar dari sayap depan dan menjorok ke bagian bawah sayap belakang (Hidayat, 2004, h. 91). Dengan adanya yugum sayap depan dan sayap belakang berlekatan satu sama lainnya sehingga pada waktu terbang bergerak bersamaan. b. Sub Ordo Frenatae Subordo Frenatae mempunyai organ khusus yang disebut frenulum. Frenatae merupakan sekumpulan rambut kasar yang menjulur ke depan, terdapat pada pangkal sayap belakang di bagian depannya. Sayap pada anggota subordo frenatae memiliki bentuk sayap depan lebih besar dibandingkan sayap belakang dan pola penulangan sayapnya berbeda (Hidayat, 2004, h. 92). Beberapa familia yang termasuk kedalam subordo Frenatae anatara lain: 1) Familia Papilionidae Familia Papilionidae tersebar di dunia sekitar 700 spesies, sekitar 120 spesiesnya terdapat di Indonesia (Noerdjito, 2011, h. 54). Anggota dari familia papilonidae ini biasanya mempunyai warna menarik dengan kombinasi hitam dan putih. Ada beberapa spesies yang tidak mempunyai “ekor” namun ada beberapa spesies yang mempunyai “ekor” yang merupakan perpanjangan sudut sayap belakang (Peggie & Amier, 2006, h. 18). Anggota dari Papilionidae hanya dijumpai pada tanaman inang tertentu saja. Telur dari papilionidae biasanya tersusun seperti piramid. Larva dari familia Papilionidae mempunyai tubuh yang halus dan memiliki kelenjar yang dapat mengeluarkan bau yang tidak enak bila larva terganggu, kelenjar ini terdapat pada bagian atas protoraks (Borror, 1996, h. 789). Kupu-kupu dari familia ini (Polimorfi) mempunyai bentuk morfologi yang macam-macam (Hidayat, 2004, h. 94). Pupa atau kepompong dari Papilionidae biasanya ditopang oleh benang sutera, dengan posisi kepala tengadah dan ujung belakang dari kepompong menempel pada substrat bantalan sutera. Warna pupa umumnya berwarna hijau kekuningan atau coklat. Masa pupasi dari Papilionidae beragam tergantung jenisnya berkisar 10-15 hari (Suhara. 2009). Banyak spesies yang mempunyai sifat “sexual dimorphic” yaitu pola sayap jantan dan betinanya berbeda. Pada beberapa spesies, kupu-kupu betina bersifat “polymorphic” yaitu terdapat beberapa pola sayap. Dimana kupu-kupu jantan dan kupu-kupu betina tampak serupa, dan kupu-kupu betina biasanya berukuran lebih besar dan mempunyai sayap yang lebih membulat (Peggie&Amier, 2006, h. 18). Gambar 2.2. Graphium agamemnon (Papilionidae) Sumber: Dokumentasi Pribadi 2) Familia Nymphalidae Kupu-kupu yang termasuk ke dalam familia Nymphalidae adalah salah satu kelompok yang cukup besar jumlahnya (Borror, 1996, h. 794). Nymphalidae sangat bervariasi, mempunyai warna yang beragam seperti coklat, orange, kuning dan hitam. Ukuran dari kupu-kupu ini juga beragam, mulai dari yang kecil sampai besar (Peggie & Amier, 2006, h. 19). Nymphalidae mempunyai ciri-ciri yang penting yaitu pasangan tungkai depan pada kupu-kupu jantan dan kupu-kupu betina (kecuali pada kupu-kupu betina Libytheinae) mengecil sehingga tungkai dari kupu-kupu familia ini tidak berfungsi untuk berjalan. Pada kupu-kupu jantan, pasangan tungkai bagian depan biasanya ditutupi oleh kumpulan sisik yang padat menyerupai sikat, sehingga kupu-kupu dari familia Nymphalidae ini dikenal sebagai kupu-kupu berkaki sikat (Peggie & Amier, 2006, h. 19). Gambar 2.3. Hypolimnas bolina (Nymphalidae) Sumber: Dokumentasi Pribadi 3) Familia Lycaenidae Kupu-kupu dari famili Lycaenidae merupakan kupu-kupu yang kecil, halus dan mempunyai warna yang seringkali terang. Tubuh dari Lycaenidae berbentuk ramping, sungut-sungut biasanya dilingkari warna putih dan di sekitar matanya terdapat sebuah garis sisik-sisik (Borror, 1996, h. 791). Banyak spesies yang mempunyai ekor sebagai hasil perpanjangan dari sayap belakangnya. Beberapa anggota dari famili ini bersimbiosis mutualistik dengan semut, semut dimanfaatkan oleh ulat untuk melindunginya dari serangan parasit, dan ulat mendapatkan cairan manis yang keluar dari kelenjar pada ruas ketujuh abdomen ulat (Peggie& Amir, 2006, h. 19). Gambar 2.4. Catochrysops strabo (Lycanidae) Sumber: Dokumentasi Pribadi 4) Familia Pieridae Pieridae merupakan kupu-kupu yang mempunyai ukuran sedang sampai dengan kecil. Kupu-kupu yang termasuk kedalam familia Pieridae memiliki ciri-ciri antara lain radius pada sayap depannya bercabang menjadi tiga atau empat, tungkai-tungkai depannya berkembang dengan bagus dan kuku-kuku tarsus terbelah menjadi dua (Borror, 1996, h. 790). Kupu-kupu ini mempunyai banyak jenis yang menunjukan variasi sesuai dengan musim. Beberapa jenis kupu-kupu yang termasuk kedalam familia Piridae memiliki kebiasaan bermigrasi. Biasanya kupu-kupu betina berwarna lebih gelap dan dapat dengan mudah dibedakan dengan kupu-kupu jantan (Peggie& Amir, 2006, h. 18). Gambar 2.5Eurema blanda (Pieridae) Sumber: Dokumentasi Pribadi 2. Morfologi Bagian tubuh kupu-kupu terbagi menjadi 3 bagian, yaitu caput, thoraks, dan abdomen. Tubuh kupu-kupu seperti serangga jenis lainnya, ditopang oleh kerangka luar “eksoskeleton” yaitu tempat melekatnya otot dan organ melekat pada sisi bagian dalam. Kepala dan dada dilengkapi dengan otot-otot yang berfungsi sebagai alat gerak dari bagian-bagian mulut dan sayap kupu-kupu. Sebagian besar rangka luar dari Lepidoptera berupa lapisan kitin (Suhara. 2009). Ketiga bagian tubuh kupu-kupu yang berbeda-beda dan mempunyai fungsinya masing-masing, yaitu: a. Caput (kepala) Kupu-kupu mempunyai kepala yang gerakannya terbatas, yang terdiri dari enam ruas. Kepala kupu-kupu gerakannya terbatas, terdiri atas enam ruas. Tiga ruas pertama berhubungan dengan 3 komponen sensori yaitu mata majemuk, mata tunggal dan sungut (antena). Dan tiga ruas lainnya berhubungan dengan bagian mulut kupu-kupu. Rahang bawah dari kupu-kupu beradaptasi menjadi alat penghisap, berbentuk belahan tabung bersatu yang disebut proboscis. Proboscis ini digunakan untuk menghisap nektar bunga dan apabila tidak sedang digunakan proboscis ini digulung (Suhara. 2009). b. Thoraks (dada) Thoraks kupu-kupu merupakan tempat melekatnya kepala, kaki dan sayap yang dihubungkan oleh selaput tipis, selaput tipis ini merupakan leher sehingga kepala dari kupu-kupu ini dapat digerakkan. Thoraks kupu-kupu dilengkapi dengan ruas-ruas yang kuat, ruas-ruas tersebut berisi otot. Thoraks kupu-kupu terbagi menjadi tiga bagian protoraks, mesotoraks, dan metatoraks. Pada protoraks menempel kaki depan dari kupu-kupu, sedangkan kaki tengah dan sayap depan kupu-kupu melekat pada mesotoraks. Kaki belakang dan pasangan sayap belakang melekat pada metatoraks (Suhara. 2009). c. Abdomen (perut) Abdomen dari Lepidoptera merupakan bagian tubuh yang paling lunak dibandingkan kepala dan thoraks. Kupu-kupu memiliki abdomen yang terdiri dari sepuluh ruas, ruas terakhir dari abdomen mengalami modifikasi menjadi alat kelamin kupu-kupu. Di dalam abdomen kupu-kupu ini terdapat alat pencernaan jantung, organ ekskresi dan sistem otot yang kompleks (Suhara. 2009). 3. Siklus Hidup Kupu-kupu Kupu-kupu merupakan serangga yang mempunyai siklus hidup yang sempurna dan tiap tingkatan siklusnya megalami bentuk yang berbeda. Siklus hidup dari kupu-kupu dimulai dari telur kemudian berubah menjadi larva (ulat) selanjutnya larva membentuk menjadi kepompong dan akhirnya muncul menjadi kupu-kupu (imago). Umur dari kupu-kupu berkisar antara tiga sampai dengan empat minggu. Larva yang baru menetas mempunyai ukuran sangat kecil. Pada saat stadia larva, hidupnya secara berkelompok dan sebagian besar kegiatan dari larva tersebut adalah makan. Dan mayoritas makanannya adalah dedaunan. Stadia larva adalah fase dimana larva intensif makan karena sebagian besar pertumbuhan tubuh kupu-kupu terjadi pada fase ini. Pada fase ini juga, larva mengalami pergantian kulit. Kulit lama larva dilepaskan dan diganti dengan kulit baru sesuai dengan ukuran tubuhnya (Kunte, 2006) dalam (Andrianti, 2011). Pupa adalah masa tidak makan dan masa reorganisasi serta transformasi organ-organ calon imago (Braby, 2000) dalam (Andrianti, 2011). Pada tahapan pupa sangat berbeda dengan tahapan dewasa yang memungkinkan mengalami perkembangan yang khusus. Larva lebih terspesialisasi dalam hal kegiatan mengumpulkan makanan dan setelah menjadi dewasa berkembang lebih jauh dalam bereproduksi dan melakukan penyebaran (Hadi, 2009). Kupu-kupu dewasa membutuhkan waktu untuk menyempurnakan warna dan pengeringan sayap sebelum siap untuk terbang mencari makanan dan menemukan pasangan, waktu yang dibutuhkan untuk proses itu semua sekitar tiga sampai empat jam (Suhara. 2009). Kupu-kupu dewasa memakan nektar bunga untuk keberlangsungan hidupnya (Hadi, 2009). . Gambar.2.7. siklus hidup kupu-kupu Sumber: http//wathri8fitrada.files.wordpress.com/2011/03/siklus.jpg 4. Peran dan Keberadaan Kupu-kupu Kupu-kupu memiliki arti penting yaitu dapat memberikan informasi yang baik sebagai bioindikator lingkungan, serta perubahan yang mungkin terjadi di alam. Kupu-kupu juga memiliki peran penting dalam mempertahankan keseimbangan alam dengan bertindak sebagai polinator (penyerbuk) pada proses pembuahan bunga dengan hewan penyerbuk lainnya (Anonim, 2010) dalam (Andrianti, 2011). Pada bidang pertanian, larva dari kupu-kupu dapat dianggap menjadi hama dan musuh bagi manusia. Selain itu kupu-kupu juga mempunyai nilai estetika yang sangat tinggi karena sayap dari kupu-kupu mempunyai warna yang sangat artistik (Suhara, 2009). Dari hal tersebut kupu-kupu bisa dimanfaatkan menjadi produk ekonomi wisata kreatif yang dapat mendidik, seperti museum zoologi di Kebun Raya Bogor. Kupu-kupu termasuk kedalam golongan hewan yang sangat rentan punah, karena hidup kupu-kupu yang bergantung dengan tanaman dan lingkungan tertentu. Kepunahan jenis kupu-kupu tertentu dapat mengindikasikan adanya sesuatu yang hilang atau rusak dalam ekosistem tersebut. G. Hasil Penelitian Terdahulu Untuk mendukung penelitian kupu-kupu (Lepidoptera) di Situ Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut Jawa Barat, maka disajikan beberapa hasil penelitian terdahulu yaitu sebagai berikut: Hasil penelitian di kawasan Sungai Sarah tentang kelimpahan dan keanekaragaman kupu-kupu (Lepidoptera), dapat di simpulkan bahwaterdapat kelimpahan dan keanekeragaman kupu-kupu (Lepidoptera) di kawasan Sungai Sarah mengalami peningkatan dibanding tahun 2007 dan 2009 seiring terjadinya suksesi tumbuhan pada kawasan tersebut, pasca terjadinya tsunami Aceh tahun 2004. Komposisi jenis kupu-kupu yang ditemukan terdiri dari Nymphalidae 50,00%, Pieridae 23,33%, Papilionidae 16,67%, Lycaenidae 8,33% dan hesperidae 1,67%. Danau crysippus dan Appias lyncida mempunyai nilai kelimpahan dan frekuensi relatif tertinggi diantara 60 jenis kupu-kupu yang didapatkan. H. Kerangka Berpikir Danau merupakan salah satu contoh ekosistem air tawar. Danau sebagai bagian dari ekosistem yang menampung, menyimpan, mendistribusikan air, dan sebagai habitat tempat kelangsungan hidup flora dan fauna. Salah satu contoh dari ekosistem perairan yang meliputi danau adalah Situ Cangkuang, yang terletak di Kecamatan Leles, Kabupaten Garut Jawa Barat. Sebagai habitat dari flora dan fauna, Situ Cangkuang memiliki banyak keanekargaman dan kelimpahan berbagai jenis organisme yang salah satunya adalah kupu-kupu (Lepidoptera). Kupu-kupu (Lepidoptera) ini sangat berperan penting dalam keseimbangan ekosistem, oleh karena itu keanekaragaman dan kelimpahannya perlu dilestarikan. Situ cangkuang yang oleh masyarakat setempat dimanfaatkan sebagian besar untuk ladang, berkebun dan pariwisata dapat mempengaruhi banyak atau sedikitnya keanekaragaman dan kelimpahan dari kupu-kupu (Lepidoptera) ini.

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > Biologi 2014
Depositing User: E. Nurhayati Djaroni
Date Deposited: 22 Jun 2016 04:44
Last Modified: 08 Sep 2016 15:29
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/4102

Actions (login required)

View Item View Item