ACHMAD OBY PERMADI, 105060037 (2016) PENERAPAN MODEL PROJECT BASED LEARNING UNTUK MENUMBUHKAN SIKAP KEPEDULIAN TERHADAP LINGKUNGAN DALAM MEMANFAATKAN BENDA YANG TIDAK TERPAKAI UNTUK MEMBUAT KERAJINAN. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.
Text
COVER.doc Download (123kB) |
|
Text
Lembar Pengesahan.rtf Download (64kB) |
|
Text
Surat Pernyataan Peneliti.doc Download (29kB) |
|
Text
ABSTRAK.doc Download (33kB) |
|
Text
Kata pengantar.docx Download (28kB) |
|
Text
Daptar isi.docx Download (35kB) |
|
Text
BAB I.docx Download (58kB) |
|
Text
BAB II.doc Download (400kB) |
|
Text
BAB III.doc Restricted to Repository staff only Download (591kB) |
|
Text
BAB IV.doc Restricted to Repository staff only Download (59MB) |
|
Text
BAB V .doc Restricted to Repository staff only Download (38kB) |
|
Text
Daftar Pustaka.docx Download (23kB) |
|
Text
Riwayat Hidup.doc Download (1MB) |
Abstract
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menumbuhkan sikap kepedulian terhadap lingkungan dalam memanfaatkan benda yang sudah tidak terpakai untuk membuat kerajinan pada tema benda-benda di lingkungan sekitar subtema wujud benda dan cirinya pembelajaran 5 di kelas V SD Negeri 3 cikande Kecamatan Saguling Kabupaten Bandung Barat dengan menggunakan model Project Based Learning. Hal tersebut didasari oleh kurangnya sikap kepedulian siswa terhadap lingkungan hal tersebut terbukti dari masih banyak sampah berserakan di sekitar lingkungan sekolah. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menggunakan sistem siklus yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus. Teknik evaluasi yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik tes dan non tes. Teknik tes untuk mengetahui prestasi belajar siswa, dan teknik non tes untuk mengetahui sikap peduli terhadap lingkungan siswa dan kinerja guru/peneliti. Sedangkan instrumen penelitian yang digunakan, yaitu lembar pengukur ketepatan RPP, lembar alat penilaian kinerja guru/peneliti, lembar alat penilaian sikap siswa dalam pembelajaran, lembar alat penilaian prestasi belajar siswa, lembar wawancara peneliti dengan siswa, lembar wawancara peneliti dengan observer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model Project Based Learning dapat menumbuhkan sikap peduli terhadap lingkungan dalam memanfaatkan benda yang tidak terpakai untuk membuat kerajinan. Hal tersebut dapat dilihat dari data awal respon siswa menunjukkan persentase 20%, setelah melakukan penelitian siklus I sampai siklus II respon siswa terhadap peduli dengan lingkungan meningkat menjadi 100%. Dengan demikian, penggunaan model Project Based Learning dapat menumbuhkan sikap peduli terhadap lingkungan. Hal ini disebabkan dalam model Project Based Learning, siswa membuat suatu karya kreatif/kerajinan yang berupa produk, dalam pembelajaran siswa belajar langsung dengan praktik kerja nyata. Kata kunci: Project Based Learning, sikap peduli terhadap lingkungan, dan hasil belajar siswa. THE APPLICATION OF MODELS PROJECT BASED LEARNING TO CULTIVATE ATTITUDE CONCERN FOR THE ENVIRONMENT IN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepedulian terhadap lingkungan saat ini hanya dimiliki oleh segelintir individu. Masih banyak diantara kita yang belum peduli dengan permasalahan lingkungan secara sungguh - sungguh. Cukup banyak ditemukan penanganan masalahan lingkungan masih sebatas retorika dan administratif sehingga belum terwujud dalam tindakan nyata yang memadai. Kalaupun ada aksi yang dilaksanakan, terkadang masih sebatas seremonial yang dilakukan dalam kegiatan dan acara tertentu. Bilamana kondisi kekurang pedulian seperti ini terus berlanjut, tidak ubahnya kita seperti memelihara bom waktu yang pada saatnya akan muncul dalam bentuk bencana lingkungan. Hal ini sekaligus juga bermakna bahwa sesungguhnya kita tengah bunuh diri pelan - pelan secara ekologis. Beragam bencana lingkungan telah kita alami, namun bencana demi bencana tersebut ternyata hanya mampu mengingatkan kita sesaat saja. Kita sering terlalu cepat melupakan bencana lingkungan yang baru dihadapi bahkan tak jarang bencana tersebut dianggap sebagai peristiwa rutin tahunan seperti bencana banjir dan tanah longsor. Upaya mencegah seakan tak pernah tersentuh oleh banyak individu. Perencanaan pencegahan lebih banyak terlupakan, kalaupun ada, terkesan dilakukan seadanya. Program yang disiapkan lebih terkonsentrasi pada penanggulangan dampak bencana, bukan tindakan preventif terhadap kemungkinan terjadinya bencana. Ironisnya, masalah pencegahan ini pada banyak daerah juga tak kunjung menjadi perhatian. Kita baru terhenyak takkala bencana itu melanda. Seharusnya, upaya pencegahan telah dilakukan sejak dini. Studi terhadap kemungkinan terjadinya bencana dan langkah-langkah pencegahan munculnya permasalahan lingkungan seharusnya telah dilakukan sebelum bencana tersebut benar - benar melanda kehidupan kita (Hamzah, 2010). Permasalahan lingkungan hidup dapat diselesaikan melalui pendidikan. Hal ini sesuai dengan ungkapan bijakasana dari Nelson Mandela. pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia. (Harian Wawasan, 19 Maret 2011). Dapat kita selaraskan bahwa pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Menurut Suparno (2004: 84), sikap kepedulian lingkungan ditunjukkan dengan adanya penghargaan terhadap alam. Hakikat penghargaan terhadap alam adalah kesadaran bahwa manusia menjadi bagian alam, sehingga mencintai alam juga mencintai kehidupan manusia. Mencintai lingkungan hidup dan alam haruslah diarahkan agar ada sikap untuk mencintai kehidupan. Jika semua orang mencintai lingkungan hidup dan alam, maka semua orang akan peduli untuk memelihara kelangsungan hidup lingkungan, tidak pernah merusak dan mengeksploitasi sehingga di kemudian hari tercipta lingkungan yang menguntungkan semua manusia yang termasuk bagian dari lingkungan tersebut. Menurut Sue ( 2003: 43) bahwa kepedulian lingkungan menyatakan sikap-sikap umum terhadap kualitas lingkungan yang diwujudkan dalam kesediaan diri untuk menyatakan aksi-aksi yang dapat meningkatkan dan memelihara kualitas lingkungan dalam setiap perilaku yang berhubungan dengan lingkungan. Oleh karena kepedulian dinyatakan dengan aksi-aksi, maka seseorang yang peduli lingkungan tidak hanya pandai membuat karya tulis tentang lingkungan, tetapi hasil karya tulis itu diwujudkan dalam tindakan yang nyata. Jika sesorang baru bisa menuangkan sikapnya dalam bentuk tulisan, hal ini belum bias dikatakan sebagai orang yang bersikap peduli terhadap lingkungan. Selanjutnya apabila tingkat kepedulian terhadap lingkungan tinggi maka kemungkinan besar akan mendorong untuk berperilaku yang mendukung lingkungan. Dengan demikian untuk menciptakan kepedulian lingkungan perlu adanya pengetahuan sebelumnya tentang lingkungan yang berasal dari belajar secara mandiri dengan membaca buku, dari media lain seperti televisi, internet dan bisa juga berasal dari proses belajar mengajar di kelas secara klasikal. Nenggala (2007: 173 ) berpendapat bahwa indikator seseorang yang peduli lingkungan adalah : 1. Selalu menjaga kelestarian lingkungan sekitar. 2. Tidak mengambil, menebang atau mencabut tumbuh-tumbuhan yang terdapat di sepanjang perjalanan. 3. Tidak mencoret-coret, menorehkan tulisan pada pohon, batu-batu, jalan atau dinding. 4. Selalu membuang sampah pada tempatnya. 5. Tidak membakar sampah di sekitar perumahan. 6. Melaksanakan kegiatan membersihkan lingkungan. 7. Menimbun barang-barang bekas. 8. Membersihkan sampah-sampah yang menyumbat saluran air. Lingkungan bersih dan sehat terjadi apabila lingkungan terawat dengan baik sehingga tidak menimbulkan banyak penyakit, udaranya segar, dan tidak ada sampah yang berserakan dimana – mana sehingga nyaman untuk ditinggali. Sejumlah kasus dan kerugian yang ditimbulkan oleh buruknya sanitasi lingkungan akibat pengelolaan sampah yang tidak profesional dan proporsional, upaya untuk menanggulangi kasus diatas yaitu melalui Rencana Pengembangan Lingkungan Bersih dengan menerapkan Konsep 3 R, yaitu Reduce, Reuse, dan Recycle. Konsep 3R ini memang tidak mudah diterapkan soalnya menyangkut pola pikir dan budaya, sehingga program ini perlu sosialisasi secara nyata dan disertai dengan perangkat kebijakan yang memungkinkan semua orang peduli sampah sejak dari sumbernya dan sejak dini. Terkait dengan sejumlah kasus dan kerugian yang ditimbulkan oleh buruknya sanitasi lingkungan akibat pengelolaan sampah yang tidak profesional dan proporsional, melalui penerapan Konsep 3 R di atas, diharapkan terwujud kesadaran tinggi dari warga sekolah, khususnya siswa, terhadap kepedulian lingkungan dan penanggulangan sampah secara bertahap dari langkah-langkah kecil mulai dari rumah hingga sekolah, dan seterusnya. Program 3R akan diwujudkan dengan cara mengubah benda yang tidak terpakai menjadi sebuah kerajinan. Kerajinan adalah hal yang berkaitan dengan buatan tangan atau kegiatan yang berkaitan dengan barang yang dihasilkan melalui keterampilan tangan (kerajinan tangan). Kerajinan yang dibuat biasanya terbuat dari berbagai bahan. Dari kerajinan ini menghasilkan hiasan atau benda seni maupun barang pakai. Biasanya istilah ini diterapkan untuk cara tradisional dalam membuat barang-barang. Sikap kepedulian terhadap lingkungan sangat penting diterapkan kepada peserta didik agar tercipta suasana belajar mengajar disekolah menjadi nyaman, apalagi pada kurikulum 2013 kompetensi sikap merupakan salah satu kompetensi yang harus dikembangkan, jadi menurut peneliti sikap peduli terhadap lingkungan sangat penting diterapkan pada peserta didik. Seiring dengan perubahan kurikulum, kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi yang dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006. Kurikulum 2013 pada proses pembelajaran mencakup: 1. Berorientasi pada karakter kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. 2. Menggunakan pendekatan saintifik, karakteristik kompetensi yang sesuai. Dalam hal ini untuk anak SD tematik terpadu. Pembelajaran pada kurikulum 2013, menggunakan buku guru sebagai panduan guru dalam kegiatan belajar mengajar, pada buku guru terdapat tema yang dikembangkan menjadi subtema dan satuan pembelajaran. Didalam satuan pembelajaran terdapat langkah – langkah pembelajaran yang harus dilakukan oleh guru selama proses pembelajaran, jadi guru dituntut untuk mengajar satu pembelajaran dalam satu hari. Berdasarkan pernyataan diatas bahwa pembelajaran tidak hanya menitik beratkan kepada aspek kognitif saja akan tetapi perlu juga menerapkan aspek sikap, karena aspek sikap dirasakan perlu sekali ditanamkan untuk mengubah tingkah laku atau kepribadian peserta didik. Persoalan yang muncul di sekolah adalah rendahnya sikap kepedulian terhadap lingkungan. Contohnya dilingkungan sekolah banyak sekali siswa yang kurang sadar akan sikap peduli terhadap lingkungan, sehabis jajan mereka membuang sampah sembarangan hal tersebut dapat mengakibatkan lingkungan sekolah menjadi kotor, dan mungkin bisa saja mengakibatkan banjir. Dampak negatif dari lingkungan sekolah yang kotor diantaranya : 1. Memudahkan terserang berbagai macam penyakit 2. Terciptanya suatu ketidaknyamanan dalam melaksanakan berbagai aktifitas di sekolah 3. Mengganggu konsentrasi dalam belajar dan bekerja 4. Rusaknya ekosistem alam Mengingat kebersihan itu sangat penting, untuk menanggulangi agar tidak terjadi suasana lingkungan yang tidak sehat adalah menanamkan sikap peduli terhadap kebersihan lingkungan di sekolah, yaitu dengan cara membuat kerajinan menggunakan benda – benda yang tidak terpakai disekitar lingkungan sekolah. Hal tersebut dapat terwujud dengan melaksanaan pembelajaran pada tema benda – benda dilingkungan sekitar subtema wujud benda dan cirinya di pembelajaran 5, materi pada pembelajaran 5 yaitu membuat kerajinan, jadi sangat cocok dengan permasalahan diatas. Setelah dianalisis dalam pembelajaran 5 model yang tepat untuk menunjang proses pembelajaran adalah dengan menggunakan model Project Based Learning. Karena model project based leaning adalah model pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar. Pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata. Pembelajaran berbasis proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam melakukan investigasi dan memahaminya. Langkah – langkah pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek dapat dijelaskan dengan diagram sebagai berikut: Gambar 1.1 Langkah langkah Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek Penjelasan langkah – langkah pembelajaran berbasis proyek sebagai berikut: 1. Penentuan pertanyaan mendasar Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi penugasan peserta didik dalam melakukan aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Guru berusaha agar topik yang diangkat relavan untuk para peserta didik. 2. Mendesain perencanaan proyek Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik. Dengan demikian peserta didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek. 3. Menyusun jadwal Guru dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (a) membuat timeline untuk menyelesaikan proyek, (b) membuat deadline penyelesaian proyek, (c) membawa peserta didik agar merencanakan cara yang baru, (d) membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan (e) meminta peserta didik untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara. 4. Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek Guru bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara memfasilitasi peserta didik pada setiap proses. Dengan kata lain guru berperan menjadi mentor bagi aktivitas peserta didik. Agar memudahkan proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yang penting. 5. Menguji hasil Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing – masing peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya. 6. Mengevaluasi pengalaman Pada akhir proses pembelajaran, mengajar dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama menyelesaikan proyek. Guru dan peserta didik mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pemelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran siswa diarahkan untuk membuat kerajinan dengan menggunakan benda yang tidak terpakai. Maka hal tersebut dapat menumbuhkan sikap peduli terhadap lingkungan dalam memanfaatkan benda yang tidak tepakai sehingga menjadi sebuah hasil kerajinan, melalui sebuah pembelajaran tematik terpadu. Pembelajaran tematik terpadu dikembangkan pertama kali pada awal tahun 1970-an. Belakangan pembelajaran tematik terpadu diyakini sebagai salah satu model pembelajaran yang efektif, karena mampu mewadahi dan menyentuh secara tepadu dimensi emosi, fisik, dan akademik peserta didik didalam kelas atau dilingkungan sekolah. Pembelajatan tematik terpadu pada awalnya dikembangkan untuk anak – anak berbakat dan bertalenta, anak – anak yang cerdas, program perluasan belajar, dan peserta didik belajar cepat. Pembelajaran tematik terpadu terbukti secara empirik berhasil memacu percepatan dan meningkatkan kapasitas memori peserta didik untuk waktu yang panjang. Fokus utama pembelajaran tematik terpadu adalah bahwa peserta didik memerlukan peluang – peluang tambahan untuk menggunakan talentanya, menyediakan waktu bersama yang lain untuk secara cepat mengkonseptualisasi dan mensintesis. Pada sisi lai pembelajaran tematik terpadu relevan untuk mengakomodasi perbedaan – perbedaan kualitatif lingkungan belajar. Pembelajaran tematik terpadu diharapkan mampu menginsfirasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar. Pemelajaran tematik terpadu berfungsi untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam memahami dan mendalami konsep materi yang tergabung dalam tema serta dapat menambah semangat belajar karena materi yang dipelajari merupakan materi yang nyata (kontekstual) dan bermakna bagi peserta didik. Berdasarkan uraian di atas sehubungan dengan penggunaan kurikulum 2013 yang menerapkan pembelajaran tematik terpadu, dan baru akan diterapkan, peneliti menerapkan focus penelitian ini bagaimana kurikulum 2013 diterapkan di SDN 3 Cikande Kecamatan Saguling Kabupaten Bandung Barat, dan apakah aspek sikap, pemahaman, dan keterampilan siswa sudah muncul dalam pembelajaran. Berdasarkan hasil survei di SD Negeri 3 Cikande Kecamatan Saguling Kabupaten Bandung Barat, teridentifikasi masalah kurangnya sikap kepedulian siswa terhadap lingkungan seperti: (1) siswa membuang sampah plastik bungkus permen sembarangan, (2) siswa acuh terhadap sampah yang berserakan dimana saja, (3) siswa membuang sedotan bekas minuman dimana saja, dan (4) siswa tidak pernah menegur temannya yang membuang sampah sembarangan. Peneliti tertarik mengambil penelitian yang berjudul “ Penerapan Model Project Based Learning untuk menumbuhkan Sikap Kepedulian Terhadap Lingkungan dalam memanfaatkan Benda yang Tidak Terpakai untuk Membuat Kerajian”. Penelitian Tindakan Kelas pada tema Benda – benda di Lingkungan Sekitar subtema Wujud Benda dan Cirinya pembelajaran 5 di kelas V SDN 3 Cikande Kecamatan Saguling Kabupaten Bandung Barat. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat diuraikan masalah secara umum apakah penggunaan model Project Based Learning dapat menumbuhkan sikap kepedulian terhadap lingkungan dalam memanfaatkan benda yang tidak terpakai untuk membuat kerajinan. Lebih khusus lagi permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perencanaan pembelajaran menggunakan model Project Based Learning sehingga sikap kepedulian tumbuh? 2. Bagaimana penerapan RPP dengan menggunakan model Project Based Learning berhasil sehingga menumbuhkan sikap kepedulian? 3. Bagaimana optimalisasi sikap kepedulian siswa setelah pembelajaran menggunakan model Project Based Learning? 4. Bagaimana bentuk perencanaan pembelajaran berbasis proyek untuk menumbuhkan sikap kepedulian terhadap lingkungan? 5. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek untuk menumbuhkan sikap kepedulian terhadap lingkungan? 6. Bagaimana penilaian pembelajaran berbasis proyek untuk menumbuhkan sikap kepedulian terhadap lingkungan? 7. Berapa besar sikap kepedulian tumbuh setelah menggunakan model Project Based Learning? 8. Berapa nilai rata – rata hasil pembelajaran setelah menggunakan model Project Based Learning? 9. Bagaimana respon siswa setelah menggunakan model Project Based Learning? C. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan model Project Based Learning dalam menumbuhkan sikap kepedulian tehadap lingkungan dalam memanfaatkan benda yang tidak terpakai untuk membuat kerajinan. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Untuk merencanakan pembelajaran menggunakan model Project Based Learning sehingga sikap kepedulian tumbuh. 2. Untuk menerapkan RPP dengan menggunakan model Project Based Learning berhasil sehingga menumbuhkan sikap kepedulian. 3. Untuk mengoptimalisasikan sikap kepedulian siswa setelah pembelajaran menggunakan model Project Based Learning. 4. Untuk membuat bentuk perencanaan pembelajaran berbasis proyek sehingga menumbuhkan sikap kepedulian terhadap lingkungan. 5. Untuk melaksanaan pembelajaran berbasis proyek sehingga menumbuhkan sikap kepedulian terhadap lingkungan. 6. Untuk melaksanakan penilaian pembelajaran berbasis proyek sehingga menumbuhkan sikap kepedulian terhadap lingkungan. 7. Untuk menumbuhkan sikap kepedulian siswa terhadap lingkungan setelah menggunakan model Project Based Learning. 8. Untuk meningkatkan nilai rata – rata hasil pembelajaran setelah menggunakan model Project Based Learning. 9. Untuk melihat respon siswa dalam pembelajaran setelah menggunakan model Project Based Learning? D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian merupakan dampak dari terciptanya tujuan penelitian. Dalam hal ini, manfaat penelitian dibagi ke dalam beberapa komponen yaitu: a. Manfaat bagi peneliti Dengan melaksanaan penelitian ini, saya sebagai peneliti memandang bahwa penelitian ini berguna untuk melihat keberhasilan pelaksanaan kurikulum 2013, sehingga siswa lebih termotivasi untuk belajar dan dengan demikian, secara otomatis membawa perubahan pada sikap kepedulian dan prestasi belajar siswa. b. Manfaat bagi siswa Pada proses pembelajaran, siswa seringkali merasa jenuh mengikuti belajar. Dengan penelitian ini siswa akan lebih tertarik untuk belajar, termotivasi dan belajar dirasakan lebih menyenangkan. karena model Project Based Learning dilaksanakan lebih interaktif dan banyak melibatkan siswa. Dengan demikian, siswa tidak akan merasa jenuh dan sikap kepeduliannya pun menjadi lebih baik. c. Manfaat bagi sekolah Penelitian ini, dapat membantu menyelesaikan permasalah pada pembelajaran di sekolah. Penerapan model Project Based Learning pada penelitian ini, dapat meningkatkan sikap dan prestasi belajar siswa. Dengan demikian hasil prestasi sekolah pun meningkat dan menjadi lebih baik. d. Manfaat bagi PGSD Bagi PGSD, penelitian ini merupakan suatu wadah dimana teori-teori pembelajaran diterapkan di sekolah atau lingkungan pembelajaran lain sehingga dapat diuji dan diketahui apakah teori pembelajaran dengan model Project Based Learning ini teruji dapat meningkatkan sikap kepedulian dan hasil belajar siswa atau tidak, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan. Subjek dalam penelitian itu adalah siswa kelas V SD Negeri 3 Cikande Kecamatan Saguling Kabupaten Bandung Barat. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah tindakan kelas. BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Pengertian Kurikulum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut, ada dua dimensi kurikulum, yang pertama adalah rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, sedangkan yang kedua adalah cara yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Kurikulum 2013 yang diberlakukan mulai tahun ajaran 2013/2014 memenuhi kedua dimensi tersebut. a. Karakteristik Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut: 1) Mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik; 2) Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar; 3) Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat; 4) Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan; 5) Kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar matapelajaran; 6) Kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements) kompetensi dasar, dimana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi inti; 7) Kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antarmatapelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal). b. Tujuan Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. c. Struktur Kurikulum Struktur Kurikulum menggambarkan konseptualisasi konten kurikulum dalam bentuk kompetensi inti, kompetensi dasar, mata pelajaran, posisi konten/mata pelajaran dalam kurikulum, distribusi konten/mata pelajaran dalam semester atau tahun, beban belajar untuk mata pelajaran dan beban belajar per minggu untuk setiap siswa. 1) Kompetensi Inti Kompetensi inti dirancang seiring dengan meningkatnya usia peserta didik pada kelas tertentu. Melalui kompetensi inti, integrasi vertikal berbagai kompetensi dasar pada kelas yang berbeda dapat dijaga. Rumusan kompetensi inti menggunakan notasi sebagai berikut: 1. Kompetensi Inti-1 (KI-1) untuk kompetensi inti sikap spiritual; 2. Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti sikap sosial; 3. Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk kompetensi inti pengetahuan; dan 4. Kompetensi Inti-4 (KI-4) untuk kompetensi inti keterampilan. Uraian tentang Kompetensi Inti untuk jenjang Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 2.1: Kompetensi Inti Kelas I, II, dan III Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah KOMPETENSI INTI KELAS I KOMPETENSI INTI KELAS II KOMPETENSI INTI KELAS III 1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya 1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya 1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya 2. Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, dan guru 2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, dan guru 2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru dan tetangganya 3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati [mendengar, melihat, membaca] dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di sekolah 3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati [mendengar, melihat, membaca] dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di sekolah 3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati [mendengar, melihat, membaca] dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di sekolah 4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia 4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia 4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia Tabel 2.2: Kompetensi Inti Kelas IV, V, dan VI Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah KOMPETENSI INTI KELAS I KOMPETENSI INTI KELAS II KOMPETENSI INTI KELAS III 1. Menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya 1. Menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya. 1. Menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya. 2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya 2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya serta cinta tanah air. 2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya serta cinta tanah air. 3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, di sekolah dan tempat bermain 3. Memahami pengetahuan faktual dan konseptual dengan cara mengamati, menanya dan mencoba berdasarkan rasa ingin tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, di sekolah dan tempat bermain 3. Memahami pengetahuan faktual dan konseptual dengan cara mengamati, menanya dan mencoba berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, di sekolah dan tempat bermain 4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia 4. Menyajikan pengetahuan faktual dan konseptual dalam bahasa yang jelas, sistematis, logis dan kritis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia 4. Menyajikan pengetahuan faktual dan konseptual dalam bahasa yang jelas, sistematis, logis dan kritis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia 2) Mata Pelajaran Berdasarkan kompetensi inti disusun matapelajaran dan alokasi waktu yang sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan. Susunan matapelajaran dan alokasi waktu untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah sebagaimana tabel berikut. Tabel 2.3: Mata pelajaran Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah Mata Pelajaran Alokasi Waktu Perminggu I II III IV V VI Kelompok A 1 Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 4 4 4 4 4 4 2 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 5 5 6 5 5 5 3 Bahasa Indonesia 8 9 10 7 7 7 4 Matematika 5 6 6 6 6 6 5 Ilmu Pengetahuan Alam - - - 3 3 3 6 Ilmu Pengetahuan Sosial - - - 3 3 3 Kelompok B 1 Seni Budaya dan Prakarya 4 4 4 4 4 4 2 Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan 4 4 4 4 4 4 JUMLAH ALOKASI WAKTU PERMINGGU 30 32 34 36 36 36 Keterangan: a) Matapelajaran Seni Budaya dan Prakarya dapat memuat Bahasa Daerah. b) Selain kegiatan intrakurikuler seperti yang tercantum di dalam struktur kurikulum diatas, terdapat pula kegiatan ekstrakurikuler Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah antara lain Pramuka (Wajib), Usaha Kesehatan Sekolah, dan Palang Merah Remaja. c) Kegiatan ekstra kurikuler seperti Pramuka (terutama), Unit Kesehatan Sekolah, Palang Merah Remaja, dan yang lainnya adalah dalam rangka mendukung pembentukan kompetensi sikap sosial peserta didik, terutamanya adalah sikap peduli. Disamping itu juga dapat dipergunakan sebagai wadah dalam penguatan pembelajaran berbasis pengamatan maupun dalam usaha memperkuat kompetensi keterampilannya dalam ranah konkrit. Dengan demikian kegiatan ekstra kurikuler ini dapat dirancang sebagai pendukung kegiatan kurikuler. d) Matapelajaran Kelompok A adalah kelompok matapelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat. Matapelajaran Kelompok B yang terdiri atas matapelajaran Seni Budaya dan Prakarya serta Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan adalah kelompok matapelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat dan dilengkapi dengan konten lokal yang dikembangkan oleh pemerintah daerah. e) Bahasa Daerah sebagai muatan lokal dapat diajarkan secara terintegrasi dengan matapelajaran Seni Budaya dan Prakarya atau diajarkan secara terpisah apabila daerah merasa perlu untuk memisahkannya. Satuan pendidikan dapat menambah jam pelajaran per minggu sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan tersebut. f) Sebagai pembelajaran tematik terpadu, angka jumlah jam pelajaran per minggu untuk tiap matapelajaran adalah relatif. Guru dapat menyesuaikannya sesuai kebutuhan peserta didik dalam pencapaian kompetensi yang diharapkan. g) Jumlah alokasi waktu jam pembelajaran setiap kelas merupakan jumlah minimal yang dapat ditambah sesuai dengan kebutuhan peserta didik. h) Khusus untuk matapelajaran Pendidikan Agama di Madrasah Ibtidaiyah dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan oleh Kementerian Agama. i) Pembelajaran Tematik-Terpadu 3) Beban Mengajar Beban belajar merupakan keseluruhan kegiatan yang harus diikuti peserta didik dalam satu minggu, satu semester, dan satu tahun pembelajaran. a) Beban belajar di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dinyatakan dalam jam pembelajaran per minggu. 1. Beban belajar satu minggu Kelas I adalah 30 jam pembelajaran. 2. Beban belajar satu minggu Kelas II adalah 32 jam pembelajaran. 3. Beban belajar satu minggu Kelas III adalah 34 jam pembelajaran. 4. Beban belajar satu minggu Kelas IV, V, dan VI adalah 36 jam pembelajaran. Durasi setiap satu jam pembelajaran adalah 35 menit. b) Beban belajar di Kelas I, II, III, IV, dan V dalam satu semester paling sedikit 18 minggu dan paling banyak 20 minggu. c) Beban belajar di kelas VI pada semester ganjil paling sedikit 18 minggu dan paling banyak 20 minggu. d) Beban belajar di kelas VI pada semester genap paling sedikit 14 minggu dan paling banyak 16 minggu. e) Beban belajar dalam satu tahun pelajaran paling sedikit 36 minggu dan paling banyak 40 minggu. 4) Kompetensi Dasar Kompetensi dasar dirumuskan untuk mencapai kompetensi inti. Rumusan kompetensi dasar dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu matapelajaran. Kompetensi dasar dibagi menjadi empat kelompok sesuai dengan pengelompokkan kompetensi inti sebagai berikut: 1. kelompok 1: kelompok kompetensi dasar sikap spiritual dalam rangka menjabarkan KI-1; 2. kelompok 2: kelompok kompetensi dasar sikap sosial dalam rangka menjabarkan KI-2; 3. kelompok 3: kelompok kompetensi dasar pengetahuan dalam rangka menjabarkan KI-3; dan 4. kelompok 4: kelompok kompetensi dasar keterampilan dalam rangka menjabarkan KI-4. 2. Teori Belajar Kontruktivisme a. Hakikat Pendekatan Kontruktivisme Pandangan kontruktivisme menurut Kukla (2000: 3) memberikan pandangan kontruktivismenya dengan menyatakan “all our concept are contructed”. Hal tersebut dapat diartikan bahwa semua konsep yang didapat oleh setiap organisme merupakan suatu hasil dari proses konstruksi. Kukla beranggapan konsep yang dibangun berhubungan dengan suatu realitas. Lebih lanjut Kukla menganggap bahwa realitas merupakan hasil dari kontruksi setiap organisme. Menurut Kukla pada dasarnya setiap individu membentuk realitas dalam perspektif mereka masing-masing. Oleh karena itu realitas yang terbangun merupakan hasil interpretasi dari masing-masing organisme. Menurut Bidell dan Fischer (2005: 10) “Cobtructivism characterizes the acquisition of knowledge as a product of the individual’s creative self-organizing activity in particular environments” artinya bahwa kontruktivisme memiliki karakteristik adanya perolehan pengetahuan sebagai produk dari kegiatan organisasi sendiri oleh individu dalam lingkungan tertentu. Kontruktivisme menurut Bruning merupakan perspektif psikologis dan filosofis yang memandang bahwa masing-masing individu membentuk atau membangun sebagian besar dari apa yang mereka pelajari dan pahami (Schunk. 2012: 320). Menurut Brooks dan Brooks (2006: 35) menyatakan bahwa “the contructivist approach stimulates learning only around concepts in which the students have a prekindled interest”. Pernyataan tersebut bisa dimaknai bahwa kontruktivis adalah suatu pendekatan dalam proses pembelajaran yang mengarahkan pada penemuan konsep yang lahir dari pandangan, dan gambaran serta inisiatif peserta didik. Richardson (1997: 3) menyatakan bahwa contructivism as the position that “individuals create their own understandings, based upon the interaction of what they already know and believe, and the phenomena or ideas with which they come in contact” menurutnya kontruktivisme merupakan sebuah keadaan di mana individu menciptakan pemahaman mereka sendiri berdasarkan pada apa yang mereka ketahui dan percayai, serta ide dan fenomena dimana mereka berhubungan. Pritchard menyatakan bahwa ada dua ide dalam teori kontruktivis (2010: 8-9) yakni kontruktivis radikal dan kontruktivis social. Kontruktivis radikal menyatakan ide bahwa pembelajar menciptakan pengetahuan mereka sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Pengetahuan dibangun dengan mengkognisi subjek. Dengan demikian fungsi kognisi adalah adptif dan memberikan kesempatan bagi pembelajar untuk memahami dan mengalami realitas (Von Glassersfeld, 1989: 162). Lebih lanjut Von Glassersfeld (2002: xix) menyatakan bahwa “Radical Contructivism …, is a theory of active knowing, rather than a tradisional theory of knowledge or epistemology …, as Piaget maintained fifty years ago, knowledge serves to organize experience, not to depict or represent an experience-indepent reality”. Hal ini dapat diartikan bahwa konstruktivis radikal merupakan sebuah teori mengenai “mencari tahu” secara aktif yang lebih dari sekedar teori pengetahuan tradisional yang dinyatakan oleh Piaget dimana pengetahuan ada untuk membentuk pengalaman bukan untuk merepresentasikan realitas pembelajaran secara independen. Sebaliknya kontruktivisme social menyatakan pandangan bahwa pengetahuan diciptakan oleh pembelajar dengan melalui interaksi social. Beck dan Kosnick (2006: 8) menyatakan bahwa “encourages all members of a learning community to present their ideas strongly, while remaining open to the ideas of others”. Pembelajaran hanya akan bisa terjadi ketika semua anggota komunitas tersebut menyatakan pendapat atau ide mereka dan memiliki keterbukaan terhadap ide dari orang lain. Menurut Chaille dan Britain (2003: 5) terdapat dua perebedaan pandangan terhadap bagaimana peserta didik belajar. Pertama, perspektif behavioural yang menganggap bahwa pengetahuan merupakan suatu proses pentransferan dari seseorang (pendidik) kepada peserta didik. Kedua adalah pandangan kontruktivis menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari kontruksi pengetahuan yang aktif dan dinamis. Oleh karena itu, untuk memahami proses pembelajaran sebagai salah satu aspek dalam teori pembangunan konsep peserta didik. Pandangan kontruktivisme didasarkan pada filsafat tertentu terkait dengan manusia dan pengetahuan. Artinya bahwa bagaimana manusia menjadi tahu dan memiliki pengetahuan menjadi kajian penting dalam kontruktivisme. Pengetahuan dalam pandangan konstruktivisme dibentuk dari pengalaman organisme melalui proses interaksi dengan lingkungan dan orang-orang disekelilingnyanya. Titik krusial lain dalam pandangan konstruktivisme adalah terkait dengan proses pembelajaran. Pandangan kontruktivisme dalam pembelajaran lebih menekankan proses daripada hasil pembelajaran. Artinya bahwa hasil belajar yang merupakan tujuan pembelajaran tetap dianggap penting, namun di sisi lain proses belajar yang melibatkan cara maupun strategi juga dianggap penting. Pandangan kontruktivisme menganggap bahwa belajar merupakan proses aktif untuk mengkonstruksi pengetahuan. Proses aktif tersebut sangat didukung oleh terciptanya interaksi antara peserta didik dan guru, dan interaksi antar peserta didik. Pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivisme menuntut agar seorang pendidik mampu menciptakan pembelajaran sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat terlibat secara aktif dengan materi pelajaran melalui interaksi social yang terjalin di dalam kelas. Aktivitas siswa dalam pembelajaran kontruktivisme dapat dilakukan dengan kegiatan mengamati fenomena-fenomena, mengumpulkan data-data, merumuskan dan menguji hipotesis-hipotesis, dan bekerjasama dengan orang lain (Schunk, 2012: 324). b. Pengusung Kontruktivisme dan Pandangannya Kontruktivisme sebagai mazhab pemikiran atau pandangan terhadap terbentuknya suatu pengetahuan baru pada saat ini menjadi paradigm baru yang dijadikan dasar dalam berbagai bidang kajian. Kontruktivisme memiliki karakter yang mampu menyatukan pandangan-pandangan dari bidang sosiologis, psikologis. Menurut Brown (2008: 13) kontruktivisme memiliki dua cabang kajian yaitu kognitif dan social. Kontruktivisme kognitif menekankan bahwa pentingnya pembelajar membangun representasi realitas mereka sendiri. Artinya pembelajar harus aktif dalam menemukan atau mengubah informasi kompleks agar mereka mampu menerima menguasai informasi tersebut sebagai pengetahuan baru. Pandangan ini didasarkan pada pandangan Piaget yang menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses perkembangan yang melibatkan perubahan, pemunculan diri, dan kontruksi, yang masing-masing dibangun di atas pengalaman-pengalaman pembelajaran sebelumnya. Adapun kontruktivisme sosial adalah menekankan pentingnya interaksi sosial dan pembelajaran kooperatif dalam membangun gambaran-gambaran kognitif dan emosional atau realitas. Pandangan ini didasarkan pandangan Vygotsky yang menyatakan bahwa pemikiran dan pembentukan makna diri anak-anak dibentuk secara sosial dan muncul dari interaksi sosial mereka dengan lingkungan mereka (Brown, 2008: 13). 1) Vygotsky Ide dasar yang menjadi kajian penting pemikiran Vygotsky adalah ide bahwa potensi untuk perkembangan kognitif dan pembelajaran berdasarkan transisi di antara Zona of Proximal Development (ZPD). ZPD adalah area teoritis mengenai pemahaman atau perkembangan kognitif yang dekat tapi berada diluar level pembalajar saat ini. Artinya bahwa jika pembelajar ingin membuat “kemajuan”, mereka harus dibantu untuk bisa berpindah dari zona ini dan kemudian masuk pada level yang lebih tinggi dan lebih baru. Dari level baru ini akan membentuk atau terdapat ZPD baru lagi. Dalam perkembangan kognitifnya individu atau pembelajar harus keluar dari ZPD untu menuju pada level berikutnya dan seterusnya. Pendapat Vygotsky tentang ZPD merupakan aturan yang penting yang menjadi pusat bagi keseluruhan teori belajar konstruktivis sosial. Artinya bahwa teori belajar konstruktivis sosial mendasarkan pada kemampuan individu dalam mengembangkan kognitifnya dengan cara keluar dari ZPD dan membangun ZPD baru. ZPD mendeskripsikan perbedaan mengenai apa yang seseorang bisa pelajari sendiri dan apa yang seseorang bisa pelajari dengan didukung oleh orang yang lebih berpengalaman. Menurut Vygotsky (dalam Oaklay, 2004: 43) terdapat empat tahapan pembentukan konsep pengetahuan yaitu meliputi (a) 1,2,3,4 pada tahap pertama anak-anak membentuk konsep dengan cara trial and error, kemudian tahap kedua menggunakan beberapa strategi namun tidak menggunakan atribut pokok yang pasti. 2) Piaget Prinsip-prinsip teori Piaget terkait dengan perkembangan kognitif meenurut (Oakley, 2004: 14) meliputi skema, asimilasi, akmodasi, ekuilibrasi. Skema merupakan representasi kognitif dari kegiatan-kegiatan (aktivitas) atau sesuau (benda). Ketika seorang organisme lahir, mereka telah memiliki skema atau naluri yang telah ada sebelumnya. Contohnya ketika bayi terlahir mereka telah meiliki skema untuk menyusui kepada ibunya. Menurut Piaget proses perkembangan pengembangan intelektual manusia terdiri dari empat tahap perkembangan yaitu – sensorimotor (lahir sampai dua tahun), praoperasional (dua sampai tujuh tahun), operasi konkret (tujuh sampai sebelas tahun) dan operasi formal (sebelas ke atas) dideskripsikan dan perkembangan anak diukur. Tahap-tahap ini membuat dampak yang besar pada praktik pendidikan selama 1950an dan 1960an. Akan tetapi, hal tersebut telah menjadi ketinggalan dan menjadi aspek yang kurang penting dalam karya Piaget. Hal ini dikarenakan bahwa perkembangan intelektual manusia dianggap tidak sesederhana dengan pandangan Piaget. Pandangan konstruktivisme yang diusung oleh Vygotsky dan Piaget didukung oleh pandangan Bruner (2006: 2) yang menyatakan bahwa belajar merupakan sebuah proses aktif di mana pembelajar mengkonstruksi ide atau konsep baru didasarkan pengetahuan sebelumnya dan yang sekarang. Pembelajar memilih dan mentransformasikan informasi, mengkonstruksi hipotesis dan membuat keputusan dengan referensi dan berdasarkan pada struktur kognitif internalnya. 3. Pendekatan Saintifik a. Esensi Pendekatan Saintifik/ Pendekatan Ilmiah Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah, karena itu Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Pendekatan saintifik diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi ide yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum. Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Metode ilmiah pada umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau ekperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis. b. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah Menurut Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 lampiran IV, proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu: a. mengamati; b. menanya; c. mengumpulkan informasi/eksperimen; d. mengasosiasikan/mengolah informasi; dan e. mengkomunikasikan. Kelima pembelajaran pokok tersebut dapat dirinci dalam berbagai kegiatan belajar sebagaimana tercantum dalam tabel berikut: Tabel 2.4: Keterkaitan antara Langkah Pembelajaran dengan Kegiatan Belajar dan Maknanya Langkah Pembelajaran Kegiatan Belajar Kompetensi yang Dikembangkan Mengamati Membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat) Melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi Menanya Mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik) Mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat Mengumpulkan informasi/ eksperimen - melakukan eksperimen - membaca sumber lain selain buku teks - mengamati objek/ kejadian/ - aktivitas - wawancara dengan narasumber Mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat. Mengasosiasikan/ mengolah informasi - mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen mau pun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. - Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan . Mengkomunikasikan Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya Mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar. 4. Model Project Based Learning Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) adalah model pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar. Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan model belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata. Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya. Melalui PjBL, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum. Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung peserta didik dapat melihat berbagai elemen utama sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah disiplin yang sedang dikajinya. PjBLmerupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik. Mengingat bahwa masing-masing peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda, maka Pembelajaran Berbasis Proyek memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif. Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik. Pembelajaran Berbasis Proyek memiliki karakteristik berikut ini. a) Peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja; b) Adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik; c) Peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan atau tantangan yang diajukan; d) Peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan; e) Proses evaluasi dijalankan secara kontinyu; f) Peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah dijalankan; g) Produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif; dan h) Situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan. Peran guru dalam Pembelajaran Berbasis Proyek sebaiknya sebagai fasilitator, pelatih, penasehat dan perantara untuk mendapatkan hasil yang optimal sesuai dengan daya imajinasi, kreasi dan inovasi dari siswa. Beberapa hambatan dalam implementasi metode Pembelajaran Berbasis Proyek antara lain berikut ini. a) Pembelajaran Berbasis Proyek memerlukan banyak waktu yang harus disediakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek. b) Banyak orang tua peserta didik yang merasa dirugikan, karena menambah biaya untuk memasuki sistem baru. c) Banyak guru merasa nyaman dengan kelas tradisional, dimana guru memegang peran utama di kelas. Ini merupakan suatu transisi yang sulit, terutama bagi guru yang kurang atau tidak menguasai teknologi. d) Banyaknya peralatan yang harus disediakan, sehingga kebutuhan listrik bertambah. 1) Kelebihan Model Project Based Learning a) Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar, mendorong kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk dihargai. b) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. c) Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks. d) Meningkatkan kolaborasi. e) Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi. f) Meningkatkan keterampilan peserta didikdalam mengelola sumber. g) Memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas. h) Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai dunia nyata. i) Melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan dunia nyata. j) Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik maupun pendidik menikmati proses pembelajaran. 2) Kelemahan Model Project Based Learning a) Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah. b) Membutuhkan biaya yang cukup banyak. c) Banyak guru yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, di mana guru memegang peran utama di kelas. d) Banyaknya peralatan yang harus disediakan. e) Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan. f) Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kerja kelompok. g) Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan peserta didik tidak bisa memahami topik secara keseluruhan Untuk mengatasi kelemahan dari pembelajaran berbasis proyek di atas seorang pendidik harus dapat mengatasi dengan cara memfasilitasi peserta didik dalam menghadapi masalah, membatasi waktu peserta didik dalam menyelesaikan proyek, meminimalis dan menyediakan peralatan yang sederhana yang terdapat di lingkungan sekitar, memilih lokasi penelitian yang mudah dijangkau sehingga tidak membutuhkan banyak waktu dan biaya, menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan sehingga instruktur dan peserta didik merasa nyaman dalam proses pembelajaran. Pembelajaran Berbasis Proyek ini juga menuntut siswa untuk mengembangkan keterampilan seperti kolaborasi dan refleksi. Menurut studi penelitian, Pembelajaran Berbasis Proyek membantu siswa untuk meningkatkan keterampilan sosial mereka, sering menyebabkan absensi berkurang dan lebih sedikit masalah disiplin di kelas. Siswa juga menjadi lebih percaya diri berbicara dengan kelompok orang, termasuk orang dewasa. Pelajaran berbasis proyek juga meningkatkan antusiasme untuk belajar. Ketika anak-anak bersemangat dan antusias tentang apa yang mereka pelajari, mereka sering mendapatkan lebih banyak terlibat dalam subjek dan kemudian memperluas minat mereka untuk mata pelajaran lainnya. 3) Langkah – langkah pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek Langkah – langkah pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek dapat dijelaskan dengan diagram sebagai berikut: Gambar 2.1 Langkah langkah Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek Penjelasan langkah – langkah pembelajaran berbasis proyek sebagai berikut: a) Penentuan pertanyaan mendasar Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi penugasan peserta didik dalam melakukan aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Guru berusaha agar topik yang diangkat relavan untuk para peserta didik. b) Mendesain perencanaan proyek Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik. Dengan demikian peserta didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek. c) Menyusun jadwal Guru dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (a) membuat timeline untuk menyelesaikan proyek, (b) membuat deadline penyelesaian proyek, (c) membawa peserta didik agar merencanakan cara yang baru, (d) membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan (e) meminta peserta didik untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara. d) Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek Guru bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara memfasilitasi peserta didik pada setiap proses. Dengan kata lain guru berperan menjadi mentor bagi aktivitas peserta didik. Agar memudahkan proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yang penting. e) Menguji hasil Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing – masing peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya. f) Mengevaluasi pengalaman Pada akhir proses pembelajaran, mengajar dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama menyelesaikan proyek. Guru dan peserta didik mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pemelajaran. 4) Penilaian pembelajaran berbasis proyek Penilaian pembelajaran dengan model Pembelajaran Berbasis Proyek harus diakukan secara menyeluruh terhadap sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa dalam melaksanakan pembelajaran berbasis proyek. Penilaian Pembelajaran Berbasis Proyek dapat menggunakan teknik penilaian yang dikembangkan oleh Pusat Penilaian Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu penilaian proyek atau penilaian produk. Penilaian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. a) Penilaian Proyek Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan menginformasikan peserta didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas. Pada penilaian proyek setidaknya ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan yaitu: 1. Kemampuan pengelolaan Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan. 2. Relevansi Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran. 3. Keaslian Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek peserta didik. b) Teknik Penilaian Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan, sampai hasil akhir proyek. Untuk itu, guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai, seperti penyusunan disain, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan laporan tertulis. Laporan tugas atau hasil penelitian juga dapat disajikan dalam bentuk poster. Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan alat/instrumen penilaian berupa daftar cek ataupun skala penilaian. Penilaian Proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan sampai dengan akhir proyek. Untuk itu perlu memperhatikan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai. Pelaksanaan penilaian dapat juga menggunakan rating scale dan checklist. 1. Penilaian Produk Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni (patung, lukisan, gambar), barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan logam. Pengembangan produk meliputi 3 (tiga) tahap dan setiap tahap perlu diadakan penilaian yaitu: a) Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan merencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan, dan mendesain produk. b) Tahap pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik. c) Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan. 2 Teknik Penilaian Produk Penilaian produk biasanya menggunakan cara holistik atau analitik. a) Cara holistik, yaitu berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya dilakukan pada tahap appraisal. b) Cara analitik, yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan terhadap semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses pengembangan. 5. Psikologi Perkembangan Anak SD Pada masa ini anak memasuki masa belajar didalam dan diluar sekolah. Anak belajar di sekolah, tetapi membuat latihan di rumah yang mendukung hasil belajar di sekolah. Banyak aspek perilaku di bentuk melalui penguatan verbal, keteladanan, dan identifikasi. Anak-anak pada masa ini juga mempunyai tugas-tugas perkembangan (menurut Robert J. Hagvighurst) , yakni: a. Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan; bermain sepak bola, loncat tali, berenang. b. Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis c. Belajar bergaul dengan teman-teman sebaya d. Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya e. Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis, berhitung f. Belajar mengembangkan konsep sehari-hari g. Membentuk hati nurani, nilai moral, dan nilai social h. Memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi i. Membentuk sikap terhadap kelompok social dan lembaga-lemabaga Dalam perkembangan ini anak masih perlu mengembangkan pengetahuan melalui belajar. Belajar secara sistematis disekolah juga belajar mengembangkan sikap, kebiasaan di rumah ataupun lingkungan sekitarnya. Anak juga perlu di beri pujian atau penghargaan dalam prestasinya, namun pengawasan dari guru dan orang tua juga perlu untuk memunculkan sikap dan kebiasaan yang baik. Perkembangan fisik, kognitif, psikologi anak masa sekolah 6-12 tahun a. Perkembangan Fisik Pertumbuhan fisik anak pada usia SD cenderung lebih lambat dan konsisten bila dibandingkan dengan masa usia dini. Rata-rata anak usia SD mengalami penambahan berat badan sekitar 2,5-3,5 kg, dan penambahan tinggi badan 5-7 cm per tahun ( F.A Hadis 1996: 2). Oleh Karena itu periode ini juga sering disebut periode tenang sebelum menjelang masa remaja. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa pada masa ini tidak terjadi proses pertumbuhan fisik yang berarti. Karena selama masa ini terjadi, terutama bertambahnya ukuran system rangka dan otot, serta ukuran beberapa organ tubuh. Pada saat yang sama kekuatan otot-otot secara berangsur-angsur bertambah dan gemuk bayi (babyfat) berkurang. Pertambahan kekuatan otot ini adalah karena faktor keturunan dan latihan (olah raga). Karena factor perbedaan jumlah sel-sel otot, maka pada umumnya untuk anak laki-laki lebih kuat dari pada anak perempuan. (Santrock, 1995: 6) b. Perkembangan Kognitif Seiring dengan masuknya anak kesekolah dasar, kemapuan kognitifnya urut mengalami perkembangan yang pesat. Karena dengan masuk sekolah, berarti dunia dan minat anak bertambah luas. Dengan meluasnya minat maka bertambah pula pengertian tentang manusia dan objek-objek yang sebelumnya kurang berarti bagi anak. Dalam keadaan normal, pikiran anak usia sekolah berkembang secara berangsur-angsur. Kalau pada masa sebelumnya daya fikir anak masih bersifat imajinatif dan egosentris maka pada masa ini daya pikir anak berkembang kearah berpikir kongkrit, rasional dan objektif. Daya ingatnya menjadi sangat kuat sehingga anak benar-benar berada dalam suatu stadium belajar. Menurut teori piaget, pemikiran anak masa sekolah dasar disebut juga pemikiran operasional kongkrit (concrete operational thought), artinya aktivitas mental yang difokuskan pada objek-objek peristiwa nyata atau kongkrit.dalam upaya memahami alam sekitarnya mereka tidak lagi terlalu mengandalkan informasi yang bersumber dari panca indera, karena anak mulai mempunyai kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan sesungguhnya (logikanya). c. Perkembangan Psikologi Perkembangan seorang anak seperti yang telah banyak terurai di atas, tidak hanya terbatas pada perkembangan fisik saja tetapi juga pada perkembangan psikologisnya : mental, sosial da
Item Type: | Thesis (Skripsi(S1)) |
---|---|
Subjects: | S1-Skripsi |
Divisions: | Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014 |
Depositing User: | Iyas - |
Date Deposited: | 28 Jun 2016 09:34 |
Last Modified: | 28 Jun 2016 09:34 |
URI: | http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/5321 |
Actions (login required)
View Item |