PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DAN HASIL BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN IPA MATERI BUMI DAN PERISTIWA ALAM

EROS ROSIDAH, 105060211 (2016) PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DAN HASIL BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN IPA MATERI BUMI DAN PERISTIWA ALAM. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
Cover dan pernyataan.docx

Download (30kB)
[img] Text
Abstrak Kata pengantar dan Daftar Isi.doc

Download (97kB)
[img] Text
Ucapan Terima Kasih.docx

Download (15kB)
[img] Text
BAB I & II & III.doc

Download (595kB)
[img] Text
BAB IV.docx
Restricted to Repository staff only

Download (82kB)
[img] Text
BAB V.docx
Restricted to Repository staff only

Download (19kB)
[img] Text
Daftar Pustaka.doc

Download (32kB)
[img] Text
Riwayat Hidup.docx

Download (31kB)

Abstract

ABSTRAK Rendahnya tingkat pemahaman dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA kelas V di SDN Leuwiliang Sumedang dikarenakan adanya beberapa faktor. Salah satu faktor tersebut yaitu guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran masih menggunakan model pembelajaran konvensional, hal tersebut membuat siswa menjadi sulit memahami materi yang diajarkan sehingga hasil belajar siswa masih banyak yang belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal yang telah ditentukan yaitu 60. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat diupayakan dengan pemilihan model pembelajaran yang tepat. Berdasarkan asumsi diatas maka penulispun melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe numbered heads together. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together terhadap peningkatan pemahaman dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA materi bumi dan peristiwa alam di kelas V SDN Leuwiliang Sumedang. Penelitian itu dilakukan dengan dua siklus setiap siklusnya meliputi tahapan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Data diperoleh dari subyek penelitian yaitu semua siswa kelas V yang berjumlah 30 orang yang terdiri 16 orang siswa laki-laki dan 14 orang siswa perempuan. Hasil dari penelitian pada pembelajaran IPA materi bumi dan peristiwa alam menunjukan adanya peningkatan pemahaman dan hasil belajar pada siswa. Nilai rata-rata pre-test siswa pada siklus I yaitu 54,75 pada siklus ke II 62,63. Sedangkan nilai rata-rata post-test pada siklus ke I yaitu 70,14 pada siklus ke II 75,53. Persentase ketuntasan siswa pada pre-test siklus I yaitu 46,42% pada siklus II 62,96%. Sedangkan Persentase ketuntasan siswa pada post-test siklus I yaitu 71,42% pada siklus II 80%. Berdasarkan analisis data tersebut dapat disimpukan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa kelas V pada mata pelajaran IPA materi bumi dan peristiwa alam di SDN Leuwiliang Kecamatan Cimanggung Kabupaten Sumedang. Selain dapat meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together juga dapat meningkatkan kemampuan kerjasama dalam diri siswa serta dapat membuat siswa lebih berani dalam mengemukakan pendapat kepada orang lain. Kata kunci: Kooperatif, Numbered Heads Together, Pemahaman, Hasil Belajar, IPA, Bumi dan Peristiwa Alam. KATA PENGANTAR BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terpercaya untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengenalan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan negara. (UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003). Tujuan pendidikan dapat tercapai melalui jalur pendidikan yang dilaksanakan. Jalur pendidikan dapat dilaksanakan tiga jalur yaitu pendidikan formal, informal, dan nonformal. Seperti yang tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 pasal 13 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal yang saling melengkapi dan memperkaya. Jalur pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Jalur nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Sedangkan jalur pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Saat ini sistem pendidikan Indonesia terus mengalami perubahan demi mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang tepat yaitu dengan menciptakan berbagai inovasi dalam bidang pendidikan seperti pergantian kurikulum, perubahan kegiatan belajar mengajar, penggunaan metode dan model serta media pembelajaran. Ibrahim (1988 : 51) menyatakan bahwa : Inovasi pendidikan yaitu suatu ide, barang, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) baik berupa hasil invensi atau Discovery, yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau memecahkan masalah pendidikan. Oleh karena itu inovasi pendidikan dinilai penting dalam kegiatan pembelajaran karena akan membawa pengaruh besar terhadap perkembangan pendidikan khususnya dalam pembelajaran di sekolah. Di sekolah kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan utama dalam proses pendidikan, ada beberapa faktor pendukung keberhasilan dalam pembelajaran diantaranya kurikulum yang sesuai, tenaga pendidik yang profesional, sarana pendidikan yang lengkap, suasana belajar yang tenang, nyaman, menyenangkan dan penggunaan metode serta model pembelajaran yang tepat. Saat ini meskipun sudah banyak muncul metode dan model pembelajaran tetapi masih banyak tenaga pengajar dalam proses pembelajaran cenderung asal menyampaikan materi dan kurang memperhatikan kemampuan siswa atau dengan kata lain kegiatan pembelajaran yang dilakukan bukan pembelajaran bermakna. Kebanyakan guru menggunakan metode ceramah dimana siswa hanya duduk, mendengarkan, melihat, dan mencatat tanpa melibatkan siswa secara langsung. Kegiatan pembelajaran seperti itu kurang tepat khususnya pada pembelajaran IPA karena, belajar sains tidak sekedar belajar informasi sains tentang fakta, konsep, prinsip, hukum dalam wujud pengetahuan deklaratif, akan tetapi belajar sains juga belajar tentang cara memperoleh informasi sains, cara sains dan teknologi bekerja dalam bentuk pengetahuan prosedural, termasuk kebiasaan bekerja ilmiah dengan metode ilmiah dan sikap ilmiah (Tim Depdiknas, 2002). Sehingga pada pembelajaran IPA perlu diciptakan kondisi pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk terlibat aktif dan menimbulkan rasa ingin tahu pada siswa, serta terjadi suatu proses interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa, maupun siswa dengan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Dengan demikian siswa akan lebih mudah memahami materi. Hal tersebut sesuai dengan standar Pendidikan Nasional No. 19 Tahun 2005 yang menjabarkan bahwa : proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa kreatifitas dan kemandirian sesuai dengan bakat minat dan perkembangan fisik serta fsikologi peserta didik. SDN Leuwiliang adalah salah satu sekolah dasar yang terletak di Cimanggung, Kabupaten Sumedang. Dalam mencapai tujuan pembelajaran pada mata pelajaran IPA masih banyak mengalami kesulitan. Dari data hasil observasi awal di lapangan diperoleh data sebagai berikut dengan KKM 60 dan jumlah seluruh siswa 30 orang, terdapat 19 orang siswa masih mendapatkan nilai di bawah KKM 60, dan 11 orang siswa mendapat nilai di atas KKM 60. Jika dipersentasikan siswa yang lulus hanya 36,7% sedangkan yang tidak lulus 63,3%. Agar tujuan pembelajaran tercapai, siswa memahami materi dan mendapatkan nilai yang memuaskan diperlukan suatu upaya diantaranya adalah dengan memilih strategi atau cara dalam menyampaikan materi pelajaran. Dilihat dari tujuannya, menurut PERMENDIKNAS No. 22 tahun 2006 bahwa mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : 1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat 4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan 5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam 6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan 7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS. Menurut tujuan tersebut, IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang memegang peranan penting bagi siswa. Oleh karena itu, pengetahuan tentang Ilmu Pengetahuan Alam harus dimengerti dan dipahami oleh siswa, supaya materi pembelajaran yang disampaikan dapat dipahami oleh siswa maka guru harus menyajikan pembelajaran yang menyenangkan supaya siswa tidak merasa bosan dalam mengikuti pembelajaran. Model pembelajaran merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi proses pembelajaran. Model pembelajaran merupakan gambaran proses pembelajaran dari awal sampai akhir. Penggunaan model pembelajaran sangat diperlukan untuk membantu siswa dalam memahami pesan dan informasi yang diberikan oleh guru. Dengan menggunakan model pembelajaran siswa dapat ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran, sehingga pembelajaran akan lebih menyenangkan. Untuk melaksanakan proses pembelajaran yang aktif, guru harus menentukan model pembelajaran yang tepat. Pertimbangan pokok dalam menentukan model pembelajaran terletak pada keefektifan proses pembelajaran. Tentu saja, orientasinya pada peseta didik belajar secara optimal. Model pembelajaran ini ditujukan untuk mempermudah proses belajar dan memungkinkan setiap siswa untuk lebih mudah memahami materi yang dipelajari. Berdasarkan data dan fakta tersebut penulis mencoba menerapkan salah satu model pembelajaran terhadap materi bumi dan alam semesta, yaitu model pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together. Penulis memilih model pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together dikarenakan model tersebut pernah diterapkan dibeberapa mata pelajaran dan hasilnya cukup memuaskan, sehinga penulis ingin menerapkan model tersebut dalam pembelajaran IPA agar meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa. Menurut Slavin (dalam http//ipotes.wordpress.com) Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Tujuan utama dalam penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together adalah agar peserta didik dapat memperoleh dan memahami pengetahuan melalui proses diskusi bersama teman. Siswa yang lebih paham terhadap materi pembelajaran akan menjadi narasumber untuk teman yang kurang paham dengan cara ini materi yang disampaikan akan lebih mudah dipahami oleh siswa. Menurut Ibrahim (2000) ada beberapa manfaat pada model pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together yaitu : 1) rasa percaya diri menjadi lebih tinggi, 2) memperbaiki kehadiran, 3) penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar, 4) perilaku mengganggu menjadi lebih kecil, 5) konflik antar pribadi menjadi berkurang, 6) pemahaman yang lebih mendalam, 7) meningkatkan kebaikan budi pekerti, kepekaan dan toleransi, 8) hasil belajar lebih tinggi. Dari latar belakang tersebut maka penulis akan melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Kooperatif tipe Numbered Heads Together untuk Meningkatkan Pemahaman dan Hasil Belajar dalam Pembelajaran IPA Materi Bumi dan Peristiwa Alam”. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, ditemukan permasalahan yang dihadapi oleh siswa kelas V SDN Leuwiliang dalam pembelajaran IPA, diantaranya : 1. Masih terdapat banyak siswa yang belum tuntas atau belum memenuhi standar KKM. 2. Dari hasil angket yang dibagikan penulis, banyak siswa berpendapat bahwa mata pelajaran IPA sulit dipahami. 3. Dalam kegiatan pembelajaran di kelas guru menyampaikan materi dengan metode ceramah sehingga siswa akan sulit memahami materi karena siswa hanya mendengarkan. 4. Dalam kegiatan pembelajaran di kelas guru tidak menggunakan media atau alat peraga yang menunjang. 5. Dalam kegiatan pembelajaran siswa tidak terlibat aktif. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan di atas, penulis merumuskan masalah secara umum yaitu : bagaimana peningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa melalui penerapan Model Kooperatif Tipe Numbered Heads Together pada pembelajaran IPA Materi Bumi dan Peristiwa Alam. Masalah tersebut diuraikan dalam rumusan yang lebih khusus yaitu : 1. Bagaimana perencanaan dalam merancang kegiatan pembelajaran IPA pada materi bumi dan peristiwa alam, melalui penerapan model Kooperatif tipe Numbered Heads Together pada siswa kelas V SDN Leuwiliang Kecamatan Cimanggung Kabupaten Sumedang? 2. Bagaimana pelaksanaan kegiatan pembelajaran IPA pada materi bumi dan peristiwa alam, melalui penerapan model Kooperatif tipe Numbered Heads Together pada siswa kelas V SDN Leuwiliang Kecamatan Cimanggung Kabupaten Sumedang? 3. Seberapa besar peningkatan pemahaman dan hasil belajar siswa pada pelajaran IPA dengan diterapkannya pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together pada siswa Kelas V SDN Leuwiliang Kecamatan Cimanggung Kabupaten Sumedang? D. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together terhadap peningkatan pemahaman dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA materi bumi dan peristiwa alam di kelas V SDN Leuwiliang Sumedang. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui perencanaan dalam merancang kegiatan pembelajaran IPA pada materi bumi dan peristiwa alam, melalui penerapan model Kooperatif tipe Numbered Heads Together pada siswa kelas V SDN Leuwiliang Kecamatan Cimanggung Kabupaten Sumedang. 2. Untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan pembelajaran IPA pada materi bumi dan peristiwa alam, melalui penerapan model Kooperatif tipe Numbered Heads Together pada siswa kelas V SDN Leuwiliang Kecamatan Cimanggung Kabupaten Sumedang. 3. Untuk mengetahui peningkatan pemahaman dan hasil belajar siswa pada pelajaran IPA materi bumi dan peristiwa alam setelah diterapkannya model Kooperatif tipe Numbered Heads Together pada siswa Kelas V SDN Leuwiliang Kecamatan Cimanggung Kabupaten Sumedang. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi siswa a. Meningkatkan pemahaman dan hasil belajar IPA dengan menerapkan model kooperatif tipe Numbered Heads Together. b. Mengembangkan keterampilan sosial dalam diri siswa. 2. Bagi guru a. Dapat memperluas wawasan pengetahuan mengenai model pembelajaran yang dapat diterapkan di dalam kelas. b. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penggunaan model pembelajaran di kelas 3. Bagi peneliti a. Dapat dijadikan sebagai pengetahuan, pengalaman, dan bekal informasi saat kelak terjun ke lapangan. F. Definisi Operasional Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut : a. Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama, yaitu kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri sebagi berikut : 1. Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif 2. Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah 3. Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula 4. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan. b. Numbered Heads Together Numbered Heads Together merupakan Model pembelajaran dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa. Langkah-langkah pembelajaran Numbered Heads Together : a. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor. b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakan. c. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerti mengerjakan dan mengetahui jawaban. d. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka. e. Teman yang lain memberikan tangapan, kemudian guru menunjuk nomor yang lain f. Kesimpulan c. Pemahaman Pemahaman didefinisikan proses berpikir dan belajar. Dikatakan demikian karena untuk menuju ke arah pemahaman perlu diikuti dengan belajar dan berpikir. Pemahaman merupakan proses, perbuatan dan cara memahami. Dalam Taksonomi Bloom, pemahaman adalah kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi dari pengetahuan. Namun, tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak dipertanyakan sebab untuk dapat memahami, perlu terlebih dahulu mengetahui atau mengenal. d. Hasil Belajar Hasil belajar yang sering disebut dengan istilah “scholastic achivement” atau “academic achievement” adalah seluruh kecakapan dan hasil yang dicapai melalui proses belajar mengajar di sekolah. BAB II KAJIAN TEORI DAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretik a. Karakteristik dan Perkembangan Peserta Didik Guru tidak hanya dituntut memahami perkembangan peserta didiknya. Mereka pun harus mengetahui apa yang diperlukan oleh peserta didiknya untuk sukses dalam menempuh proses belajar di sekolah. Karena itu, guru harus mampu memahamkan kepada peserta didiknya mengenai nilai-nilai baik dan buruk selama berada di sekolah, di rumah dan di masyarakat. Karakteristik siswa di sekolah dasar berbeda-beda tergantung dari individual siswa itu sendiri. Perbedaan individual itu dalam banyak segi dan bidang diantaranya, perbedaan dalam intelegensi, kemampuan dalam kognitif dan bahasa, perkembangan kepribadian dan perkembangan fisik anak. Dengan memahami perkembangan peserta didik, guru tahu apa yang baik dan apa yang tidak baik dari mereka. Dilihat dari sisi perilaku interaktif dengan teman-temannya, adakalanya seorang peserta didik yang sepertinya kurang baik justru merupakan individu paling cerdas di kelas. Dengan mempelajari karakteristik ini, guru dapat lebih memahami perilaku siswa dan tindakan yang perlu di ambil dikelas. Dalam Karakteristik Anak Sekolah Dasar (2012), karakteristik siswa adalah merupakan semua watak yang nyata dan timbul dalam suatu tindakan siswa dalam kehidupan setiap saat. Kurniawan (2007) menyatakan adapun bentuk dan karakter siswa SD khususnya adalah dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Senang bermain Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan terlebih untuk kelas rendah. Guru SD diupayakan merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya. Guru hendaknya mengembangkan model pengajaran yang serius tapi santai. Penyusunan jadwal pelajaran hendaknya diselang saling antara mata pelajaran serius seperti IPA, matematika, dengan pelajaran yang mengandung unsur permainan seperti pendidikan jasmani, atau seni budaya dan keterampilan 2. Senang bergerak Orang dewasa dapat duduk berjam-jam, sedangkan anak SD dapat duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Menyuruh anak untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang lama, dirasakan anak sebagai siksaan. 3. Anak senang bekerja dalam kelompok. Dari pergaulanya dengan kelompok sebaya, anak belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti: belajar memenuhi aturan-aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada diterimanya dilingkungan, belajar menerimanya tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif), mempelajarai olahraga dan membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok, serta belajar keadilan dan demokrasi. Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok. Guru dapat meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil dengan anggota 3-4 orang untuk mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas secara kelompok. 4. Senang merasakan atau melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung. Ditunjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap operasional konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan konsep-konsep lama. Berdasarkan pengalaman ini, siswa membentuk konsep-konsep tentang angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi badan, jenis kelamin, moral, dan sebagainya. Bagi anak SD, penjelasan guru tentang materi pelajaran akan lebih dipahami jika anak melaksanakan sendiri, sama halnya dengan memberi contoh bagi orang dewasa. Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh anak akan lebih memahami tentang solat jika langsung dengan prakteknya. Selain memperhatikan karakteristik para siswa SD, pendidik perlu juga memperhatikan kebutuhan siswa. Dalam tahap-tahap perkembangan individu murid, dan satu aspek yang paling menonjol ialah adanya bermacam ragam kebutuhan yang meminta kepuasan. Beberapa ahli telah mengadakan analisis tentang jenis-jenis kebutuhan murid, antara lain: 1. Prescott, mengadakan klasifikasi kebutuhan sebagai berikut. a) Kebutuhan-kebutuhan fisiologis seperti melakukan kegiatan, dan beristirahat. b) Kebutuhan-kebutuhan sosial atau status seperti menerima, diterima, dan menyukai orang lain. c) Kebutuhan-kebutuhan ego atau integratif seperti kontak dengan kenyataan, harmonisasi dengan kenyataan dan meningkatkan kematangan diri sendiri. 2. Maslow, menyatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan psikologis akan timbul setelah kebutuhan-kebutuhan fisiologis terpenuhi. Ia mengadakan klasifikasi kebutuhan dasar sebagai berikut. a) Kebutuhan-kebutuhan akan keselamatan (safety needs). b) Kebutuhan-kebutuhan memiliki dan mencintai (belongingness and love needs). c) Kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan (esteem needs). d) Kebutuhan-kebutuhan untuk menonjolkan diri (self actualizing needs). Pemaknaan kebutuhan siswa SD dapat diidentifikasi dari tugas-tugas perkembangannya. Tugas-tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang muncul pada saat atau suatu periode tertentu dari kehidupan individu. Oleh karena itu, peserta didik memerlukan pengembangan sesuai dengan keterampilan sikap, perilaku, pengetahuan, dan nilai-nilai pribadi dari lingkungan sekitar. Dalam makna luas perkembangan peserta didik mencakup 5 ranah, seperti berikut ini : 1. Perkembangan fisik, dimana lajunya relatif sesuai dengan faktor genetis, menu makanan pelatihan yang diperoleh kebiasaan hidup dan kondisi lingkungan. Penampakan fisik bisa berubah misalnya anak yang banyak melakukan aktivitas fisik kondisi ototnya lebih kekar dibandingkan dengan anak yang tidak melakukan aktivitas sejenis 2. Perkembangan sosial, dimana anak dapat berkembang sesuai dengan bentuk masyarakat. Misalnya anak atau peserta didik akan menjadi lebih berorientasi ekonomis, dinamis, memiliki disiplin, bertakwa, dan memiliki dayasuai. Hal ini dibutuhkan untuk bisa hidup dan bekerja dengan orang lain termasuk dalam urusan yang kolektif. Misalnya keterampilan sosial untuk berkomunikasi, bekerja sama, negosiasi, keterampilan kepemimpinan, keterampilan khusus untuk pembagian kerja. 3. Perkembangan mental, dimana peserta didik tumbuh semakin bermental stabil arif, dewasa, dan bijaksana. Sebagai bagian dari masyarakat, peserta didik menjadi lebih pintar dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kerenanya mereka harus memiliki keterampilan mental dalam menganalisis, menulis, sikap mental terbuka untuk gagasan-gagasan baru. 4. Perkembangan budaya atau spiritual, dimana peserta didik harus menumbuhkan toleransi terhadap orang-orang dengan keyakinan yang berbeda. 5. Perkembangan intelektual, khususnya pergeseran dari kemampuan penalaran kongkrit ke abstrak mengolah data menjadi infomasi, memecahkan masalah yang rumit, serta membuat solusi atas dasar informasi yang mirip sama atau bertentangan Dengan demikian pemahaman terhadap karakteristik peserta didik dan tugas-tugas perkembangan anak SD dapat dijadikan titik awal untuk menentukan tujuan pendidikan di SD, dan untuk menentukan waktu yang tepat dalam memberikan pendidikan sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak itu sendiri. Guru dituntut untuk dapat mengemas perencanaan dan pengalaman belajar yang akan diberikan kepada siswa dengan baik, menyampaikan hal-hal yang ada di lingkungan sekitar kehidupan siswa sehari-hari, sehingga materi pelajaran yang dipelajari tidak abstrak dan lebih bermakna pada siswa. b. Pembelajaran Cooperative Learning tipe Numbered Heads Together (NHT) 1) Pembelajaran Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan peserta didik yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar peserta didik dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Gagne mendefinisikan istilah pembelajaran sebagai " a set of events embedded in purposeful activities that facilitate learning". Pembelajaran adalah serangkaian aktivitas yang sengaja diciptakan dengan maksud untuk memudahkan terjadinya proses belajar. Menurut Patricia L. Smith dan Tillman J. Ragan (Pribadi: 2011) pembelajaran adalah pengembangan dan penyampaian informasi dan kegiatan yang diciptakan untuk memfasilitasi pencapaian tujuan yang spesifik. Yusuf Hadi Miarso (Pribadi: 2011) memaknai istilah pembelajaran sebagai aktivitas atau kegiatan yang berfokus pada kondisi dan kepentingan pembelajar. lstilah pembelajaran digunakan untuk menggantikan istilah "pengajaran yang lebih bersifat sebagai aktivitas yang berfokus pada guru (teacher centered). Oleh karenanya, kegiatan pengajaran perlu dibedakan dari kegiatan pembelajaran. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20 “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Pembelajaran dapat dipandang dari dua sudut, pertama pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem, pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisir antara lain tujuan pembelajaran, materi pembelajaran/alat peraga, pengorganinasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran (remedial dan pengayaan). Kedua, pembelajaran dipandang sebagai suatu proses, maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar. Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga sering kali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: 1) Pendekatan pembelajaran Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, didalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu. 2) Strategi pembelajaran Menurut Kemp (Sanjaya, 2008) menyatakan bahwa strategi pembelajaran adalah kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Menurut J.R David (Sanjaya, 2008) disebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandnung makna perencanaan. Artinya bahwa strategi pembelajaran pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. 3) Metode pembelajaran Metode pembelajaran adalah seperangkat komponen yang telah dikombinasikan secara optimal untuk kualitas pembelajaran. Situasi pembelajaran meliputi, hasil dan kondisi pembelajaran. 4) Teknik pembelajaran Teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik 5) Taktik pembelajaran Taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. 6) Model pembelajaran Apabila anatara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Belajar dan pembelajaran merupakan dua kegiatan yang tidak dapat dipisihkan satu sama lain. Banyak para ahli berpendapat mengenai pengertian belajar antara lain: Menurut Robert M. Gagne (Pribadi: 2011) belajar dapat diartikan sebagai proses alami yang dapat membawa perubahan pada pengetahuan, tindakan, dan perilaku seseorang. Sedangkan menurut Robert Heinich dkk (Pribadi: 2011) belajar merupakan proses pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang terjadi ketika seseorang melakukan interaksi secara intensif dengan sumber belajar. 2) Pembelajaran Cooperative Learning Pembelajaran koopertif (cooperative learning) merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Depdiknas, 2003:3) . Menurut Lie, A. (2008: 29) bahwa model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Bern dan Erickson (2001:5) mengemukakan bahwa cooperative learning (pembelajaran kooperatif) merupakan strategi pembelajaran yang mengorganisir pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar kecil dimana siswa bekerjasama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif 2. Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah 3. Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula 4. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan. Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional yang menerapkan sistem kompetisi, dimana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatf adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994: 50). Menurut Ditnaga Dikti, ada empat langkah pembelajaran pada model kooperatif yaitu : 1. Orientasi Kegatan awal yaitu orientasi untuk memahami dan menyepakati bersama tentang apa yang akan dipelajar serta bagaimana strategi pembelajarannya. Guru mengkomunikasikan tujuan, materi, waktu, langkah-langkah, hasil akhir yang diharapkan seta penilaiannya. 2. Kerja kelompok Pada tahap ini para siswa melakukan kerja kelompok sebagai inti kegiatan pembelajaran. Kerja kelompok dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti berdiskusi, melakukan eksplorasi, observasi, percobaan. Agar kegiatan kelompok terarah perlu diberikan panduan sebagai pedoman kegiatan. Dalam kegiatan kelompok guru hanya sebagai fasilitator dengan cara melakukan kegiatan memantau terhadap kegiatan siswa. 3. Tes atau kuis Pada ahkir kegiatan diharapkan semua siswa mampu memahami materi yang telah dikaji bersama. Kemudian guru memberikan soal tes atau kuis kepada semua, untuk mengetahui pemahaman mereka. 4. Penghargaan kelompok Langkah ini dimaksudkan untuk memberikan penghargaan kepada kelompok yang berhasil memperoleh kenaikan skor dalam tes individu. Diakhir tatap muka guru memberikan kesimpulan terhadap materi yang telah dibahas, sehingga terdapat kesamaan pemahaman pada semua siswa. Dalam pengelolaan kelas model kooperatif, ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu pengelompokan, semangat kooperatif, dan penataan ruang kelas. 1. Pengelompokan Pakar pendidikan Jhon Dewey mengatakan bahwa sekolah seharusnya menjadi miniatur masyarakat. Oleh karena itu sekolah atau ruang kelas sejauh mungkin perlu mencerminkan keanekaragaman dalam masyarakat. Pengelompokan secara heterogen sangat tepat diterapkan karena dengan pengelompokan heterogen siswa dengan kemampuan berbeda dapat menjadi satu dan siswa yang lebih pandai dapat membatu siswa yang kurang pandai. Pembagian kelompok secara heterogen merupakan ciri yang menonjol dalam metode koopearitf. Dalam pengelompokan koopeatif jumlah anggota setiap kelompok bervariasi mulai dari 2 sampai dengan 5. 2. Semangat gotong royong Agar kelompok bisa bekerja secara efektif dalam proses pembelajaran kooperatif, masing-masing anggota kelompok perlu mempunyai semangat gotong royong. 3. Penataan ruang kelas Penataan ruang kelas sangat dipengaruhi oleh falsafat dan metode pembelajaran yang dipakai di kelas. keputusan guru dalam penataan ruangan kelas harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi ruang kelas dan sekolah. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan adalah : a. Ukuran ruangan kelas b. Jumlah siswa c. Tingkat kedewasaan siswa d. Toleransi guru dan kelas sebelah terhadap kegaduhan e. Toleransi masing-masing siswa terhadap kegaduhan f. Pengalaman guru dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif g. Pengalaman siswa dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif 3) Numbered Heads Together Teknik belajar Numbered Heads Together memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide dan memperlihatkan jawaban yang paling tepat. Dengan teknik ini dapat mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Langkah pembelajaran Numbered Heads Together sebagai berikut : a. Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor. b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya. c. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar untuk soal yang diberikan, setiap siswa wajib mengetahui jawaban. d. Guru memanggil salah satu nomor. Siswa yang nomornya dipanggil melaporkan hasil diskusinya. c. Pemahaman Menurut Purwanto (1994:44) pemahaman adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Sementara menurut Suharsimi (2009: 118) pemahaman (comprehension) adalah bagaimana seorang mempertahankan, membedakan, menduga (estimates), menerangkan, memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh, menuliskan kembali, dan memperkirakan. Dari pendapat para ahli maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pemahaman merupakan hasil dari kegiatan belajar siswa yang lebih berorientasi pada kemampuan berfikir siswa terhadap suatu objek atau peristiwa. Pada tingkat pemahaman, siswa dituntut memiliki kemampuan menjelaskan pengetahuan atau informasi yang telah diketahui dengan menggunakan kata-kata sendiri. Pada tingkat ini siswa juga harus dapat membedakan konsep-konsep yang sedang dipelajari, memberi contoh yang berhubungan dengan materi pelajaran, maupun membuat suatu kesimpulan terhadap materi yang sedang dipelajari. Pemahaman siswa terhadap isi dari materi pelajaran sangat penting. Ketika siswa tidak memahami apa yang sedang dipelajarinya, tidak mungkin siswa dapat menguasai materi pelajaran yang disampaikan guru. Pemahaman siswa terhadap suatu materi pelajaran dapat dimiliki jika siswa mengetahui dengan pasti materi yang sedang dipelajarinya. Apabila siswa telah mengetahui materi yang sedang dipelajari, maka akan muncul keinginan atau minat untuk mempelajari lebih lanjut. Menurut Skemp dalam Wahyudi (2001), pemahaman (understanding) pada pembelajaran dapat dibedakan menjadi dua. Pemahaman yang pertama disebut pemahaman instruksional (instructional understanding). Pada tingkatan ini dapat dikatakan bahwa siswa baru berada di tahap tahu atau hafal tetapi dia belum atau tidak tahu mengapa hal itu bisa dan dapat terjadi. Lebih lanjut, siswa pada tahapan ini juga belum atau tidak bisa menerapkan hal tersebut pada keadaan baru yang berkaitan. Selanjutnya, pemahaman yang kedua disebut pemahaman relasional (relational understanding). Pada tahapan tingkatan ini siswa tidak hanya sekedar tahu dan hafal tentang suatu hal, tetapi dia juga tahu bagaimana dan mengapa hal itu dapat terjadi. Lebih lanjut, dia dapat menggunakannya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terkait pada situasi lain. Selanjutnya Buxton dalam Wahyudi (2001) juga menanggapi pendapat Skemp tersebut dan mengembangkan dua pemahaman dari Skemp menjadi empat pemahaman. Pemahaman pertama disebut pemahaman meniru (rote learning). Pada tingkatan ini siswa dapat mengerjakan suatu soal tetapi tidak tahu mengapa. Pemahaman kedua disebut pemahaman observasi (observational understanding). Pada tingkatan ini siswa menjadi lebih mengerti setelah melihat adanya suatu pola (pattern) atau kecenderungan. Pemahaman ketiga yang disebutnya sebagai tingkatan pemahaman pencerahan (insightful understanding). Pemahaman keempat adalah tingkatan pemahaman relasional, pada tingkatan pemahaman ini, siswa tidak hanya tahu tentang penyelesaian suatu masalah, melainkan dia juga dapat menerapkannya pada situasi lain, baik yang relevan maupun yang lebih kompleks. d. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran.Dick dan Reiser (Ekawarna: 2013) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai hasil kegiatan pembelajaran yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan intelektual, keterampilan motorik dan sikap. Hamalik (Ekawarna: 2013) mengemukakan hasil belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Hasil belajar biasanya dinyatakan dalam bentuk angka, huruf atau kata-kata. Dalam Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, dan psikomotor. 1. Ranah Kognitif Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif memiliki enam jenjang atau aspek, yaitu: 1. Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge) 2. Pemahaman (comprehension) 3. Penerapan (application) 4. Analisis (analysis) 5. Sintesis (syntesis) 6. Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation) Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berpikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi. 2. Ranah Afektif Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: a. Receiving or attending (menerima atau memperhatikan) b. Responding (menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif” c. Valuing (menilai atau menghargai) d. Organization (mengatur atau mengorganisasikan) e. Characterization by evalue or calue complex (karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai) 3. Ranah Psikomotor Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Ranah psikomotor adalah berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar keterampilan (psikomotor) dapat diukur melalui: (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya e. Pembelajaran IPA di SD Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang mengandung konsep alam secara luas, yang berhubungan erat dengan kehidupan manusia. IPA merupakan mata pelajaran pokok di Sekolah Dasar, karena IPA perlu dipelajari peserta didik sejak dini, akan tetapi banyak para siswa yang merasa bahwa pelajaran IPA (sains) itu sendiri sulit untuk dipelajari. Pembelajaran IPA sejak dini akan menciptakan manusia yang berkualitas dan mampu memahami gejala-gejala alam yang dialami peserta didik sehari-hari. Ada tiga alasan perlunya memahami sains antara lain, pertama bahwa kita membutuhkan lebih banyak ilmuan yang baik, kedua untuk mendapatkan penghasilan, ketiga karena tiap kurikulum menuntut mempelajari sains. Mendefinisikan sains secara sederhana, singkat dan yang dapat diterima secara universal sangat sulit dibandingkan dengan mendefinisikan ilmu-ilmu yang lain. Ilmu alam (natural science) atau ilmu pengetahuan alam adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada rumpun ilmu dimana obyeknya adalah benda-benda alam dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku kapan pun dan dimana pun. Sains (science) diambil dari kata latin scientia yang artinya harfiah adalah pengetahuan. Darmodjo, Kaligis, dan Sukardjo (2005: 2) mengatakan bahwa: “IPA adalah ilmu yang mempelajari alam dengan segala isinya, atau secara sederhana merupakan suatu kumpulan pengetahuan umum yang tersusun secara sistematis tentang gejala alam.” Konsep IPA yang diajarkan di Sekolah Dasar masih bersifat dasar, harus disesuaikan karakteristik anak SD yang unik. Usia anak Sekolah Dasar masih berfikir operasional konkrit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Piaget dalam Sunarto & Hartono (2002: 24) bahwa perkembangan anak usia 6-12 tahun hanya mampu berfikir dengan logika jika untuk memecahkan persoalan-persoalan yang sifatnya konkret atau nyata saja. Dalam memahami suatu konsep, anak sangat terikat pada proses mengalami sendiri, artinya anak mudah memahami konsep, jika anak melakukan sesuatu, terutama materi IPA SD yang masih secara nyata erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu mempelajari dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat, sehingga membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Selain itu peserta didik menjadi lebih mengerti, memahami konsep-konsep IPA yang diajarkan oleh guru, salah satunya adalah konsep bumi dan peristiwa alam. Mata pelajaran IPA bertujuan agar siswa memperoleh kemampuan sebagai berikut: 1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaanNya; 2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. 4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan; 5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam; 6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan; 7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. f. Pelapukan Tanah Dilihat dari proses terjadinya pelapukan dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu: a. Pelapukan fisika Padang gurun memiliki suhu yang tidak stabil. Suhunya selalu berubah-ubah dengan sangat tajam. Kondisi ini dapat dirasakan pada perubahan suhu siang dan malam hari. Pada siang hari suhu di tempat itu sangatlah panas. Sedangkan pada malam hari suhunya berubah menjadi sangat dingin. Perubahan suhu yang tajam dan terus-menerus berpengaruh pada bebatuan yang ada disekitarnya. Batuan yang terkena terpaan suhu seperti itu lama kelamaan akan hancur. Batuan yang hancur akan berubah menjadi serpihan-serpihan kecil. Dari serpihan-serpihan tersebut akan membentuk pasir di gurun pasir. Peristiwa tersebut termasuk pelapukan fisika yang terjadi di bumi. Pelapukan fisika adalah pelapukan yang terjadi karena adanya perubahan suhu yang terjadi. Suhu berubah dari panas ke dingin dan dari dingin ke panas. Selain pengaruh suhu, air juga dapat berpengaruh dan menyebabkan pelapukan. Batuan di pinggir pantai dapar hancur karena hantaman ombak laut. Ombak yang terus-menerus menghancurkan batu karang menyebabkan batuan hancur. Air laut yang meresap melalui pori-pori batu karang merubah susunan pori-pori tersebut. Pori-pori akan semakin besar dan lama-kelamaan dapat hancur. Kenaikan suhu dapat menyebabkan air dalam batuan memuai. Jika air dalam batu memuai menyebabkan batuan terkikis hancur menjadi batuan pasir. b. Pelapukan kimia Asap-asap yang berasal dari cerobong pabrik mengandung bahan-bahan pencemar udara. Salah satu gas yang dihasilkan oleh asap pabrik adalah belerang dioksida. Belerang dioksida atau SO2 dapat menyebabkan hujan asam. Hujan asam yang jatuh ke bumi ada yang terserap batuan. Hujan asam mengandung bahan-bahan kimia. Bahan kimia dapat menghancurkan batuan. Batuan dapat terkikis dan lama-lama hancur. Contoh yang lain adalah peristiwa perkaratan besi. Air dan gas oksigen dapat menyebabkan besi berkarat. Peristiwa yang terjadi pada batuan dan besi berkarat termasuk pelapukan kimia. Pelapukan kimia adalah pelapukan yang disebabkan oleh oksigen dan uap air yang membentuk senyawa dengan zat-zat yang lainnya. c. Pelapukan biologi Pelapukan biologi adalah pelapukan yang disebabkan oleh aktivitas makhluk hidup. Salah satu contohnya adalah aktivitas akar tanaman. Akar tanaman yang semakin panjang dan besar dapat menyebabkan pot ataupun tembok rusak. Akar tanaman dapat masuk melalui pori-pori pot, batuan, atau tembok. Semakin banyak akar yang masuk melalui pori-pori menyebabkan kerusakan semakin besar. Contoh lainnya adalah lumut kerak. Lumut kerak dapat menghancurkan permukaan batuan. Batuan yang ditempeli lumut kerak lama-kelamaan dapat hancur dan menjadi tanah. Jenis-jenis Tanah Berdasarkan tempat terbentuknya dan jenis batuan, tanah dibedakan menjadi beberapa macam, yang termasuk macam-macam tanah, yaitu tanah humus, liat, pasir, dan kapur. a. Tanah humus Tanah humus berada pada permukaan bumi. Tanah ini termasuk tanah yang paling subur dari sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang telah mati. Dengan berjalannya waktu tumbuhan dan hewan yang telah mati berubah menjadi seperti tanah. Tanah ini memiliki ciri-ciri fisik yaitu berwarna gelap, dan banyak terdapat permukaan tanah di hutan. Selain itu banyak mengandung zat hara yang dibutuhkan tumbuhan. Struktur tanahnya renggang dan banyak terdapat udara. b. Tanah liat Tanah liat juga dapat ditemukan di permukaan bumi. Bentuknya khusus, lebih lengket dan elastis. Jika dalam keadaan basah mudah dibentuk menjadi barang-barang tertentu, misalnya gerabah. Tanah liat dapat dibuat menjadi bahan-bahan kebutuhan bangunan seperti batu bata, genteng, dan keramik. c. Tanah pasir Tanah pasir mengandung sedikit bahan-bahan organik. Meskipun tanah jenis ini baik untuk tanaman seperti bunga dan sayuran. Meskipun sedikit mengandung bahan organik, tanah pasir mudah dilewati aliran air. Kita dapat menjumpai tanah jenis ini di daerah pegunungan. d. Tanah kapur Batuan kapur yang mengalami pelapukan akan mengkikis dan berubah menjadi tanah kapur. Tanah kapur bagus untuk penanaman pohon jati dan mahoni. Pohon jati banyak dipakai untuk membuat kusen pintu, jendela, kursi, meja, almari, dan sebagainya. Lapisan Tanah Permukaan bumi terdiri atas banyak lapisan tanah. Lapisan tanah terdiri dari lapisan humus, tanah bagian atas, tanah bagian bawah, dan batuan. a. Lapisan humus Humus adalah lapisan tanah yang banyak mengandung zat makanan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Lapisan ini berasal dari sisa-sisa makhluk hidup seperti tanaman dan hewan yang membusuk. Karena subur, maka lapisan ini bagus untuk tempat tanaman tumbuh berkembang. b. Lapisan tanah atas Lapisan tanah atas bermanfaat sebagai penyokong akar-akar tanaman yang pendek. Lapisan ini terbentuk dari batuan-batuan yang mengalami pelapukan. Lapisan tanah atas dapat dijadikan habitat hewan-hewan tertentu seperti semut dan cacing. c. Lapisan tanah bawah Lapisan ini bermanfaat sebagai penyokong akar tanaman yang panjang. Lapisan tanah bawah mengandung bahan organik yang relatif sedikit. d. Lapisan batuan Lapisan batuan merupakan lapisan tanah yang paling bawah. Lapisan ini juga dikenal sebagai lepisan induk. B. Temuan Hasil Penelitian yang Relevan Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Hasmi mengenai penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) pada mata pelajaran IPA untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN Oloboju Kecamatan Sigi Biromaru. Penelitian yang telah dilakukan oleh Hasmi bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA melalui penerapan metode kooperatif tipe NHT. Dari hasil penelitian yang dilakukan Hasmi diperoleh data sebagai berikut : Pada siklus I diperoleh ketuntasan klasikal 55 % dan daya serap klasikal 66,32 %. Pada siklus II ketuntasan klasikal 85 % dan daya serap klasikal 80,25 %, maka dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Hasmi disimpulkan bahwa dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Selain hasil penelitian Hasmi ada juga penelitian lain yang relevan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Juli mengenai penerapan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan tugas menulis jurnal belajar untuk meningkatkan motivasi, keterampilan metakognitif dan hasil belajar IPA siswa kelas VIII C SMP Negeri 1 Blitar. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa model kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan motivasi, keterampilan dan hasil belajar siswa. C. Kerangka Pemikiran Berdasarkan hasil observasi di lapangan, dalam pembelajaran IPA ditemukan berbagai permasalahan diantaranya kesulitan siswa dalam memahami materi, rendahnya hasil belajar siswa serta penggunaan model pembelajaran yang masih kurang. Untuk mengatasi masalah tersebut maka penulis menerapkan model pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together, dengan penerapan model ini diharapkan dapat memecahkan masalah tersebut. Adapun kelebihan dari penggunaan model pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together yaitu dapat mempermudah para siswa untuk menerima materi pelajaran. Dari model ini siswa memperoleh pengalaman yang lebih bermakna dalam pembelajaran, serta para siswa dapat meningkatkan prestasi belajarnya. Pada model pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together aktifitas belajar lebih banyak terpusat pada para siswa, sedangkan para guru atau pengajar hanya mengarahkan (membimbing) para siswa agar dapat memperoleh pengetahuan dengan sendirinya. Dengan kata lain guru atau pengajar hanya fasilitator interaksi antar siswa dengan guru maupun sebaliknya, agar siswa bisa berpikir lebih optimal. Dari permasalahan diatas dapat dibuat kerangka pemikiran berikut ini : BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode merupakan cara yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian. Dalam penelitian ini penulis menetapkan metode penelitian tindakan kelas (PTK). Kunandar (2008), mengemukakan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru atau bersama-sama dengan orang lain (kolaborasi) yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu proses pembelajaran dikelas. Menurut Ebbut (1985), PTK adalah kajian sistematis dari upaya perbaikan pelaksanaan praktek pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut. Merujuk dari pendapat para ahli di atas, penelitian tindakan kelas sangat tepat diterapkan, karena dengan melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) guru dapat memperbaiki kekurangan serta dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di dalam kelas. Dalam penelitian ini terdapat empat tahap tindakan, yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (action), observasi dan evaluasi tindakan (observation and evaluation) dan refleksi tindakan (reflecting). Hubungan keempat komponen tersebut dipandang sebagai satu siklus. Menurut Kasihani dan Suyanto (dalam Ekawarma 2003) prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam PTK adalah sebagai berikut : a. PTK tidak boleh mengganggu tugas utama dari guru yaitu mengajar. Jadi bila seorang guru sedang melakukan PTK, maka ia sebenarnya sedang berusaha mengembangkan perannya sebagai guru yang profesional, karena salah satu ciri guru yang profesional adalah dapat mengajar dengan efektif sambil melakukan penelitian b. Pada saat kegiatan pengumpulan data dalam PTK, tidak disarankan menggunakan waktu yang terlalu lama. Agar hal tersebut terlaksana maka peneliti harus sudah merasa pasti dalam memilih teknik yang tepat, termasuk pengumpulan data awal sebelum kegiatan PTK dimulai. c. Metodologi yang digunakan dalam PTK harus tepat dan terpercaya. Bila metodologinya tepat akan memberikan peluang bagi guru untuk memformulasikan hipotesis tindakan dan mengembangkan strategi yang dapat diterapkan di kelasnya. d. Masalah yang diangkat dalam PTK harus merupakan masalah yang memang ada, faktual, menarik, dan layak untuk di teliti. PTK sebaiknya dimulai dari hal-hal yang paling sederhana e. PTK berorientasi pada perbaikan pendidikan dengan jalan melakukan perubahan-perubahan yang dilakukan dalam tindakan-tindakan. f. PTK merupakan proses sistematik yang memerlukan kemampuan dan keterampilan intelektual. g. PTK menuntut guru membuat catatan-catatan pribadi tentang semua kemajuan atau perubahan siswa, permasalahan-permasalahan yang dialami, dan refleksi tentang proses belajar siswa, serta proses pelaksanaan tindakan-tindakan dalam penelitian. h. Dalam PTK guru dapat melihat dan menilai diri sendiri terhadap apa yang telah dilakukan didalam kelasnya. Dengan menilai unjuk kerjanya, kemudian direfleksi dan diperbaiki, guru akan lebih terampil dalam melaksanakan profesinya. B. Desain Penelitian Model penelitian yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah model penelitian tindakan kelas menurut Kemmis dan Taggart. Desain penelitian ini terdiri dari dua siklus setiap siklus terdapat empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Menurut Kemmis dan Mc Tanggart (dalam Rafi’uddin, 1997) penelitian tindakan dapat dipandang sebagai satu siklus spiral dari penyusunan perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi yang selanjutnya akan diikuti dengan siklus spiral berikutnya. Untuk lebih jelas mengenai pembelajaran dari setiap siklus pada desain penelitian model Action Research Kemmis & Taggart dapat dilihat pada bagan siklus berikut ini : Model Action Research Kemmis & Taggart a. Refleksi awal Refleksi awal dimanfaatkan untuk mengumpulkan informasi tentang situasi-situasi yang relevan dengan tema penelitian. Penulis dengan tim melakukan pengamatan pendahuluan untuk mengetahui situasi yang sebenarnya. Berdasarkan hasil refleksi awal dapat dilakukan pemfokusan masalah yang selanjutnya dirumuskan menjadi masalah penelitian. b. Penyusunan perencanaan Penyusunan perencanaan didasarkan pada hasil penjabaran refleksi awal. Secara rinci perencanaan mencakup tindakan yang akan dilakukan untuk memperbaiki, meningkatkan atau merubah prilaku dan sikap yang diinginkan sebagai solusi dari permasalahan-permasalahan. Perencanaan dapat berubah sesuai dengan kondisi yang ada. c. Pelaksanaan tindakan Pelaksanaan tindakan menyangkut apa yang dilakukan peneliti sebagi upaya perbaikan, peningkatan atau perubahan yang dilaksanakan berpedoman pada rencana tindakan. d. Observasi Kegiatan observasi dalam PTK dapat disejajarkan dengan kegiatan pengumpulan data dalam penelitian formal. Dalam kegiatan ini peneliti mengamati hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan atau dikenakan terhadap siswa. e. Refleksi Pada dasarnya kegiatan refleksi merupakan kegiatan analisis, sintesis, interfretasi terhadap semua informasi yang diperoleh saat kegiatan tindakan. Dalam kegiatan ini peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil-hasil atau dampak dari tindakan. Refleksi merupakan bagian yang sangat penting dalam PTK yaitu untuk memahami terhadap proses dan hasil yang terjadi, yaitu berupa perubahan sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan. Dalam penelitian ini, prosedur penelitian tindakan kelas dilaksanakan dengan beberapa siklus. Setiap siklus dilaksanakan dengan tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Siklus pertama adalah langkah awal penelitian. Hasil dari siklus pertama yaitu berupa kelebihan dan kekurangan dapat dijadikan acuan untuk siklus berikutnya sehingga tujuan penelitian tercapai dan diperoleh kesimpulan. Adapun penjabaran langkah-langkah penelitian sebagai berikut : a. Perencanaan 1) Terlebih dahulu melakukan analisi masalah di dalam kelas. Setelah melakukan analisis masalah dan diketahui masalah, maka selanjutnya menentukan materi pembelajaran. 2) Membuat instrumen penilaian 3) Ujicoba instrumen penelitian 4) Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) 5) Menetukan media, alat serta sumber pembelajaran yang dapat menunjang dalam pembelajaran. b. Tahap Pelaksanaan 1) Diawal pembelajaran siswa diberikan soal pre- test terlebih dahulu, untuk mengetahui pemahaman awal siswa mengenai materi yang akan dipelajarai 2) Setelah semua siswa selesai mengerjakan soal pre- test, kemudian kegiatan pembelajaran dimulai. Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe numbered heads together. Dalam kegiatan pembelajaran siswa dibentuk menjadi 6 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 orang dengan kemampuan beragam. Setelah kelompok terbentuk kemudian setiap anggota kelompok diberi identitas nomor. 3) Setelah kelompok terbentuk selanjutnya guru menjelaskan materi pembelajaran. 4) Sebelum melanjutkan diskusi kelompok guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai hal-hal yang belum dipahami. 5) Guru membagikan LKK kepada setiap kelompok, kemudian setiap kelompok melakukan percobaan sesuai LKK. 6) Semua siswa melakukan diskusi dengan anggota kelompok masing-masing untuk menjawab semua pertanyaan yang ada dalam LKK. 7) Setelah semua kelompok selesai mengerjakan LKK, kemudian guru menunjuk salah satu kelompok dan menyebutkan satu nomor. Siswa dengan nomor yang telah disebut diminta untuk menjawab pertanyaan. Kelompok lain yang belum disebut diminta untuk menanggapi jawaban temannya. 8) Setelah kegiatan pembelajaran pada siklus I selesai, guru memberikan soal post-test untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari. Soal post- test masih sama dengan soal pre- test hal itu bertujuan agar guru dapat dengan mudah melihat perkembangan pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan. c. Tahap Observasi Kegiatan observasi, dilakukan oleh observer yaitu guru kelas. Observer atau guru kelas mengamati kegiatan guru dan siswa di dalam kelas kemudian mencatat segala kekurangan dan kelebihan kegiatan pembelajaran dalam lembar observasi yang telah disiapkan. Hal tersebut dilakukan agar segala kekurangan dan kelebihan dapat dijadikan acuan terhadap kegiatan pembelajaran berikutnya, sehingga pada kegiatan pembelajaran berikutnya dapat lebih baik. d. Tahap Refleksi Pada tahap refleksi guru dan observer membahas hasil dari kegiatan pembelajaran. Hal yang dibahas dalam tahap refleksi adalah segala kelebihan dan kekurangan dalam kegiatan pembelajaran. Pada tahap ini juga guru dan observer berdiskusi untuk menetukan tindakan yang dapat dilakukan pada siklus berikutnya agar permasalahan-permasalahan yang muncul tidak terulang. Hasil refleksi dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam merencanakan tindakan yang akan dilaksanakan selanjutnya. C. Subjek dan Objek Penelitian a. Tempat penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di Kelas V SDN Leuwiliang Cimanggung, Kabupaten Sumedang. Secara geografis letak sekolah ini berada di daerah perbukitan dengan akses jalan yang sedikit sulit, selain itu lokasi sekolah berada disekitar permukiman warga dan dibelakang sekolah masih terdapat kebun yang dipenuhi oleh tanaman rindang. b. Kondisi peserta didik Siswa kelas V SDN Leuwiliang Sumedang berjumlah 30 orang siswa, yang terdiri dari 16 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan. Untuk lebih jelas mengenai subjek dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut. TABEL SUBJEK PENELITIAN No Nama Siswa Jenis Kelamin 1. Rani P 2. Erwin L 3. Suryadi L 4. Dede Mulyadi L 5. Heri Surya L 6. Abdul Rahmat L 7. Dedeh Yeni P 8. Wulan Dari P 9. Aulia Febrianti P 10. Sinta Febrianti P 11. Yeti Sulastri P 12. Gugum Gumelar L 13. Siti Rahayu P 14. Fitriani Gumelar P 15. Elsa Aulia Fadilah P 16. Ai Siti Aminah P 17. Iran Agung Ismail L 18. M Fajar Sodik L 19. Sandi Setiawan L 20. Rian Akbar L 21. Hendi L 22. Ade Nendi L 23. Kiekeu Mulyani P 24. Tofan Kurnia L 25. Muhamad Gilang R L 26. Ai Rahayu P 27. Nuraisyah P 28. Deni Muharwi L 29. Pipit Fitriani P 30. Taufik Hidayat L c. Kondisi guru No Nama NIP Jenis Kemalin Pendidikan Jabatan 1. Yana Suryana, S.Pd 196503101986101002 Lk S1 Kepala Sekolah 2. Suryana 196303041986101003 Lk D2 Guru PAI 3. Ujang Sulaeman, S.Pd 197907262008011005 Lk S1 Guru 4. Siti Murtika, S.Pd - Pr S1 Guru 5. Yane Agriati - Pr D2 Guru 6. Wahidi, S.Pd.SD - Lk S1 Guru 7. Dede Lesmanawati - Pr D2 Guru 8. Deni Ali Karya - Lk SMA Guru Penjas 9. Irma Sri Maryam - Pr SMA Guru 10. Dede Suryani - Pr SMA Guru 11. Ipah Saripah - Pr SMA Guru 12. Agus Mulyana - Lk SMA Guru d. Kondisi lingkungan belajar Perkakas Baik Sedang Rusak Jumlah Bangku - - - - Meja murid 90 30 27 147 Kursi murid 170 10 30 210 Lemari - 3 4 7 Meja guru 4 - 2 6 Kursi guru 4 1 1 6 Papan tulis 12 - - 12 Kursi tulis - - - - Rak buku 2 1 3 6 D. Oprasionalisasi Variabel Oprasionalisasi variabel merupakan pembatasan dari istilah-istilah yang digunakan dalam judul penelitian yang dapat memudahkan peneliti dalam memfokuskan pembahasan pada masalah yang dituju. Dalam penelitian ini varisbel yang diteliti ada dua kategori yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran yang dipakai oleh peneliti yaitu model kooperatif tipe Numberd Heads Together, dan variabel terikat adalah meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA materi bumi dan peristiwa alam. Dari uraian di atas maka variabel-variabel penelitian yang menjadi titik incar dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel input dalam penelitian ini yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas siswa serta guru. 2. Variabel proses dalam penelitian ini yaitu penerapam model kooperatif tipe NH T dalam pembelajaran materi bumi dan peristiwa alam. 3. Variabel output merupakan variabel yang dihasilkan dari variabel proses berhubungan dengan hasil yang diharapkan yakni peningkatan pemahaman dan hasil belajar siswa setelah diterapkannya pembelajaran kooperatif tipe NHT. E. Rencana Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian Untuk melakukan pengukuran diperlukan instrumen penelitian yang sesuai dengan masalah penelitian, agar hasil yang diperoleh dapat menyelesaikan permasalahan di dalam kelas. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Tes Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Suharsimi Arikunto, 2010: 193). Untuk mengukur peningkatan hasil belajar siswa setiap siklusnya maka siswa diberi tes. Tes yang diberikan kepada siswa berbetuk soal pilihan ganda yang terdiri dari tes di awal dan tes di akhir. Tes diawal pembelajaran (pre- test) bertujuan untuk mengetahui pemahaman awal siswa terhadapa materi yang akan diperoleh dan tes diakhir pembelajaran (post- test) yang bertujuan untuk mengetahui pemahaman siswa setelah melakukan pembelajaran dengan model p

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 28 Jun 2016 09:29
Last Modified: 28 Jun 2016 09:29
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/5089

Actions (login required)

View Item View Item