PRINSIP DASAR ASEAN TENTANG NON-INTERFERENCE RELEVANSINYA DALAM MENYIKAPI PEMERINTAHAN JUNTA MILITER MYANMAR

Andin Budiman Pattikraton, 992030229 (2018) PRINSIP DASAR ASEAN TENTANG NON-INTERFERENCE RELEVANSINYA DALAM MENYIKAPI PEMERINTAHAN JUNTA MILITER MYANMAR. Skripsi(S1) thesis, PERPUSTAKAAN.

[img] Text
ABSTRAK.doc

Download (31kB)
[img] Text
Skripsi BAB I.doc

Download (235kB)
[img] Text
Skripsi BAB II.doc

Download (249kB)
[img] Text
Lembar Pengesahan.doc

Download (27kB)
[img] Text
Cover.doc

Download (32kB)
[img] Text
Daftar Pustaka.doc

Download (36kB)
[img] Text
ABSTRACT (Terjemahan Abstrak Bahasa Inggris).doc

Download (28kB)
[img] Text
ABSTRAK (Terjemahan Abstrak Bahasa Sunda).doc

Download (30kB)

Abstract

ABSTRAK Pada tahun 1962, telah terjadi kudeta di Myanmar yang dipimpin Jenderal Ne Win sebagai panglima tentara Birma. Kemudian tahun 1988 kembali terjadi kudeta di Myanmar. Pihak militer membentuk semacam State Law and Order Restoration Council (SLORC). Pemilu pada bulan Mei 1990 menghasilkan peta politik yang mengejutkan pihak militer. NLD untuk Demokrasi dengan Aung San Suu Kyi menang telak. Tetapi pihak militer tidak mau mengakui hasil pemilu itu, dan disusul dengan penahanan Aung San Suu Kyi sebagai pemenang pemilu dan tokoh demokrasi di Myanmar. Selama kekuasaan junta militer di Myanmar banyak terdapat pelanggaran HAM. SLORC sendiri berubah menjadi State Peace and Development Council (SPDC) sejak 15 November 1997. Sejak bergabungnya Myanmar bersama ASEAN pada tahun 1997 terbukti ASEAN terseret dalam kesulitan yang disebabkan oleh permasalahan domestik Myanmar sehingga ASEAN mendapatkan tekanan dari dunia internasional terutama negara-negara mitra ASEAN. ASEAN sulit mengambil kebijakan terhadap krisis di Myanmar karena terpaku oleh prinsip non-interference. Walau sebenarnya, ASEAN memiliki instrumentalitas yang dapat dipakai dalam penyelesaian masalah Myanmar, seperti TAC dan High Council, ARF, ASC-PoA dan VAP, perspektif AEC dan ASCC, dll. Hambatan terhadap implementasi instrumentalitas ASEAN tersebut terletak pada solidaritas anggota ASEAN yang rapuh dan kurangnya political will untuk reformat terhadap kekakuan prinsip “ASEAN Way“. Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka pemikiran, penulis menarik hipotesis: “Jika ASEAN mampu mengimplementasikan instrumentalitas penengah konflik ASEAN dengan baik dan menggunakan prinsip non-interference secara fleksibel maka ASEAN akan mampu membantu Myanmar keluar dari krisis dengan didasari oleh political will dengan enhance constructive engagement antara negara-negara ASEAN dengan tetap mengupayakan Confidence Building Measures dapat dijadikan manifestasi dalam upaya menuju komunitas keamanan ASEAN 2020“. Dari hasil uji hipotesis dengan menggunakan metode deskriptis analitis dan metode historis analitis, dikemukakan bahwa ASEAN mempunyai cara untuk penyelesaian kasus Myanmar. Hanya saja terjadi disfungsi atau tidak optimalnya dalam implementasi terhadap komponen ASEAN seperti TAC dan High Council, ARF, ASC-PoA dan VAP, perspektif AEC dan ASCC, dll. Dan diperlukannya political will terutama yang berkaitan dengan ASEAN Way. Berdasarkan pembahasan, ditarik kesimpulan bahwa dalam upaya ASEAN dalam menyikapi krisis di Myanmar secara bijak, diperlukannya implementasi instrumentalitas ASEAN secara nyata berdasarkan political will dengan tetap menghormati kedaulatan integritas Myanmar. Sehingga terciptanya enhance constructive engagement. Dan pergeseran nilai dari ASEAN Way kepada Flexible Engagement. Diharapkan dapat membantu rakyat Myanmar untuk keluar dari krisis. Kata Kunci: Prinsip non-interference, political will, kebijakan ASEAN.

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik > Hubungan Internasional 2018
Depositing User: Mr Iwan Ridwan Iwan
Date Deposited: 10 Aug 2018 03:47
Last Modified: 10 Aug 2018 03:47
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/34556

Actions (login required)

View Item View Item