Oscar Brahmantya Aulia Akbar, 105060194 (2016) PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN RASA INGIN TAHU PADA PEMBELAJARAN TEMATIK. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.
Text
COVER.docx Download (39kB) |
|
Text
LEMBAR PENGESAHAN.docx Download (12kB) |
|
Text
MOTTO DAN PERSEMBAHAN.docx Download (30kB) |
|
Text
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI.docx Download (12kB) |
|
Text
ABSTRAK.docx Download (14kB) |
|
Text
KATA PENGANTAR.docx Download (40kB) |
|
Text
UCAPAN TERIMAKASIH.docx Download (16kB) |
|
Text
Daftar Isi.docx Download (26kB) |
|
Text
BAB I.docx Download (38kB) |
|
Text
BAB II.docx Download (3MB) |
|
Text
BAB III.docx Restricted to Repository staff only Download (70kB) |
|
Text
BAB IV.docx Restricted to Repository staff only Download (137kB) |
|
Text
BAB V.docx Restricted to Repository staff only Download (17kB) |
|
Text
DAFTAR PUSTAKA.docx Download (10kB) |
|
Text
Biodata Penulis.docx Download (82kB) |
Abstract
ABSTRAK Oleh OSCAR BRAHMANTYA AULIA AKBAR Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul “Penggunaan Model Pembelajaran Discovery Learning untuk Meningkatkan Rasa Ingin Tahu Pada Pembelajaran Tematik” bertujuan untuk mengetahui peningkatan respon dan sikap rasa ingin tahu siswa dengan menggunakan model Discovery Learning pada pembelajaran tematik dengan tema indahnya keberagaman budaya bangsa. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya sikap rasa ingin tahu siswa di kelas IV SD Negeri Asmi Bandung. Hal tersebut disebabkan karena tidak adanya aktifitas siswa sehingga proses pembelajaran siswa hanya mendengar, mencatat, dan menghafal sehingga pembelajaran menjadi kurang menyenangkan dan akan membuat siswa merasa bosan dan ngantuk serta dengan masalah itu rasa ingin tahu siswa sulit ditumbuhkan. Selain itu pun kurangnya pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru yang menjadi hal utama dalam interaksi antara guru dan siswa. Sama halnya dengan kurangnya fasilitas seperti media pembelajaran yang digunakan oleh guru dan sering ditemukan di sekolah pada umumnya. Hal ini menjadi gambaran bagi guru bahwa dalam proses pembelajaran pun perlu membuat suasana yang menyenangkan, aktif dan kreatif, dengan hal itu sikap rasa ingin tahu siswa akan tumbuh dengan sendirinya tanpa ada pemaksaan dan pembelajaran akan lebih bermakna serta mudah diterima oleh siswa. Upaya yang dilakukan guru dalam meningkatkan rasa ingin tahu terhadap pembelajaran adalah dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning dan proses pembelajaran yang menarik dan tidak membosankan. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV E SD Negeri Asmi Bandung dengan jumlah 28 siswa. Dengan 11 siswa laki-laki dan 17 siswa perempuan. Instrument yang digunaka diantaranya adalah Lembar Observasi aktivitas guru maupun aktivitas siswa, lembar penilaian RPP, dan lembar angket. Berdasarkan analisis data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model Discovery Learning yang dilakukan selama dua siklus ini menunjukkan adanya peningkatan sikap pada setiap siklusnya. Pada siklus I dari hasil data angket memperoleh nilai rata-rata 1,93 dengan presentase 48,4% dari 28 siswa. Pada siklus II memperoleh nilai rata-rata 3,7 dengan presentase 94,2%. Dalam hal ini siswa juga menunjukkan sikap positif dalam embelajaran. Dengan demikian pembelajaran ini dapat dijadikan salah satu acuan dan alternativ bagi guru untuk melakukan proses pembelajaran di kelas. Kata Kunci: Sikap Rasa Ingin Tahu Siswa, Model Discovery Learning, Pembelajaran Tematik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Menurut pendapat Sayidiman Suryohadiprojo, kompas, 21 Juli 2003 berpendapat bahwa “Pendidikan adalah investasi utama suatu bangsa. Inti permasalahan pendidikan di Indonesia adalah rendahnya kesadaran pemimpin bangsa terhadap pendidikan dan rendahnya dana yang dialokasikan untuk pendidikan”. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”. Pemerintah telah melakukan berbagai penataan dalam sistem standarnisasi pendidikan, seperti yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP); dan PP Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam kedua peraturan tersebut dikemukakan bahwa: “Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Dalam Standar Nasional Pendidikan (NSP) meliputi delapan standar, yang salah satunya adalah Standar Proses. Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan Dari sekian banyak unsur sumber daya pendidikan, kurikulum merupakan salah satu unsur yang bisa memberikan kontribusi yang signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta didik. Jadi tidak dapat disangkal lagi bahwa kurikulum, yang dikembangkan dengan berbasis pada kompetensi sangat diperlukan sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta didik kedalam hal yang lebih baik. Dalam pasal 1 butir 19 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, definisi kurikulum dijelaskan sebagai berikut “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Pemerintah Indonesia menggunakan istilah kurikulum pada tahun 1968-an. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, kurikulum yang diterapkan sudah mengalami beberapa pergantian yang dikelompokkan berdasarkan tiga kelompok kurikulum, yakni rencana pelajaran, kurikulum berbasis tujuan, dan kurikulum berorientasi kompetensi. Yaitu pada tahun 1947-1968 (Kurikulum Rencana Pelajaran), 1975-1994 (Kurikulum Berorientasi Pencapaian Tujuan), tahun 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi), Pada tahun 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), dan yang terakhir adalah Kurikulum 2013. Komitmen pemerintah untuk memperbaiki sistem kurikulum pendidikan di Indonesia mulai menunjukkan titik terang. Melalui kementrian pendidikan dan kebudayaan (Kemdikbud), pemerintah melakukan perombakan kurikulum ditiga jenjang sekolah sekaligus, mulai dari tingkat dasar, menengah hingga tingkat atas. Uji publik kurikulum ini pun juga sudah dilakukan. Salah satu alasan kemdikbud mengubah kurikulum adalah menyesuaikan pendidikan dasar dan menengah dengan pendidikan Udang-Undang Pendidikan Tinggi (UU PT). Tidak hanya itu, kegagalan sekolah dalam menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) juga dianggap menjadi alasan hadirnya kurikulum baru ini. Pada kurikulum 2013, siswa tidak lagi menjadi objek dari pendidikan, tetapi justru menjadi subyek dengan ikut mengembangkan tema dan materi yang ada. dan dengan adanya perubahan ini, tentunya berbagai standar dalam komponen pendidikan akan mengalami perubahan. Mulai dari standar isi, standar proses maupun standar kompetensi lulusan. Perubahan lainnya yaitu terdapat pada skala nilai. Ketentuan itu diatur dalam peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan RI Nomor 18A tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum, khususnya pada lampiran IV tentang Pedoman Umum Pembelajaran yang menetapkan KKM pada kurikulum 2013 adalah 2,66 dengan predikat B (Baik). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 67 Tahun 2013 menegaskan bahwa Kurikulum 2013 untuk sekolah dasar didesain dengan menggunakan pembelajaran tematik integratif. Sutirjo dan Sri Istuti Mamik (2004: 6) menyatakan bahwa: Pembelajaran tematik merupakan satu usaha untuk mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, nilai, atau sikap pembelajaran, serta pemikiran yang kreatif dengan menggunakan tema. Dari pernyataan tersebut dapat ditegaskan bahwa pembelajaran tematik dilakukan dengan maksud sebagai upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan, terutama untuk mengimbangi padatnya materi kurikulum Penerapan kurikulum 2013 yang menyajikan model pembelajaran tematik integratif, siswa diarahkan untuk memiliki kompetensi sikap, keterampilan, pengetahuan jauh lebih baik, menjadi sosok yang tidak asal menerima atau belajar untuk hafal. Tetapi siswa diharapkan lebih kreatif, inovatif dan lebih produktif Pembelajaran tematik di sekolah dasar (SD) merupakan suatu hal yang relatif baru, sehingga dalam implementasinya belum sebagaimana yang diharapkan. Masih banyak guru yang merasa sulit dalam melaksanakan pembelajaran tematik ini. Hal ini terjadi antara lain karena guru belum mendapat pelatihan secara intensif tentang pembelajaran tematik ini. Disamping itu juga guru masih sulit meninggalkan kebiasan kegiatan pembelajaran yang penyajiannya berdasarkan mata pelajaran/bidang studi. Kenyataan dilapangan menunjukkan keberhasilan pendidikan masih kurang. Salah satu faktornya adalah kurang bervariasinya model-model pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru, atau kurang sesuainya pendekatan yang diterapkan guru dalam proses belajar mengajar. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di SD Negeri Asmi Bandung, peneliti melihat kurangnya rasa ingin tahu siswa terhadap pembelajaran. Hal ini terlihat dari sikap siswa yang kurang respek terhadap proses pembelajaran, banyaknya siswa yang masih ngobrol ketika guru memulai pembelajaran, rasa mengantuk pada saat proses belajar mengajar, masih banyak siswa yang tidak berani mengajukan pertanyaan maupun menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru, dalam pembelajaran masih mengandalkan instruksi dari guru untuk mempelajari sebuah materi, kurang aktifnya siswa dalam mengikuti pembelajaran, serta siswa yang kurang memiliki sikap kreatif dalam mengemukakan gagasan maupun menciptakan suatu karya. Dengan rendahnya rasa ingin tahu pada siswa tentunya mempengaruhi rendahnya pencapaian hasil proses pembelajaran yang masih di bawah KKM. Peneliti berasumsi bahwa penyebab kurangnya rasa ingin tahu siswa terhadap pembelajaran yang terlihat dari berbagai aspek yaitu karena adanya stigma pada diri siswa bahwa pembelajaran tematik ini merupakan pembelajaran yang terdiri dari berbagai mata pelajaran sehingga terlalu banyak materi pelajaran yang harus mereka fahami, masih belum efektif dan efesiennya pembelajaran tematik, pembelajaran yang berlangsung masih menggunakan model yang monoton sehingga siswa cepat bosan dan mudah melupakan materi yang diberikan guru, masih menggunakan model pembelajaran yang lama sehingga kurang menumbuh kembangkan kemandirian siswa untuk mencari tahu materi pelajaran, metode ceramah masih sering digunakan guru dalam proses pembelajaran yang dinilai kurang efektif karena hanya melibatkan guru sebagai sumber informasi atau sering disebut dengan pembelajaran berpusat pada guru (Teacher Centered), sesuai dengan perkembangan kurikulum siswa juga harus ikut dilibatkan dalam proses pembelajaran (Student Centered). Oleh karena itu metode ceramah tersebut kurang menekankan pada keaktifan siswa saat mengikuti pelajaran, kurangnya siswa dalam mengajukan pertanyaan, siswa jarang diajak untuk mengamati suatu fenomena atau permasalahan dalam rangka proses memahami suatu kajian pembelajaran, sehingga itu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya rasa ingin tahu siswa pada saat pembelajaran. Masalah yang dialami guru tersebut bisa saja murid tersebut tidak akan paham, atau karena anak merasa sudah tahu maka ia juga menjadi enggan untuk mengikuti atau sekedar untuk bertanya. Ataupun siswa yang kurang tertarik pada pengetahuan akan cenderung merasa tidak ingin tahu atau paham, dan mereka berfikir pengetahuan itu tidak penting. Karakter rasa ingin tahu ini sangat penting untuk dimiliki siswa karena dengan memiliki karakter rasa ingin tahu siswa akan lebih semangat untuk terus mencari tahu dan mengkaji permasalahan-permasalahan tersebut. Permasalahan tersebut dapat berdampak pada menurunnya rasa ingin tahu siswa, maka peneliti berusaha merubah metode pembelajaran yang diterapkan guru sebelumnya yang biasanya bersifat monoton, hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, terutama pada pembelajaran tematik. Peneliti berusaha untuk melakukan perubahan dengan menggunakan model yang lebih inovatif untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan Berangkat dari pemasalahan kurangnya rasa ingin tahu siswa kelas IV SD Negeri Asmi Bandung terhadap pembelajaran tematik, maka peneliti mencari alternativ pemecahan masalah yaitu dengan menggunakan pendekatan yang dapat meningkatkan rasa ingi tahu peserta didik. Salah satu model yang dianggap dapat mengatasi masalah tersebut yaitu model pembelajaran Discovery Learning. Discovery Learning adalah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri. (online). http.//ilmuanmuda.wordpres.com Melalui pembelajaran Discovery Learning, siswa dapat terlibat dalam penyelidikan suatu hubungan, mengumpulkan data, dan menggunakannya untuk menemukan hukum atau prinsip yang berlaku pada kejadian tersebut. Pelaksanaannya pembelajaran Discovery Learning lebih banyak diterapkan, karena dengan petunjuk guru siswa akan bekerja lebih terarah dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Diharapkan dengan model Discovery Learning ini dapat menjadikan pengetahuan dan pembelajaran bermakna serta relevan bagi siswa, memberi kesempatan siswa untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri, gurupun hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur. Pembelajaran dengan Discovery Learning ini mengacu pada keingintahuan siswa, memotivasi mereka untuk melanjutkan pekerjaan hingga mereka menemukan jawabannya. Siswa juga belajar memecahkan masalah secara mandiri dan keterampilan berfikir kritis karena mereka harus menganalisis dan menangani informasi. Dan dengan itu siswa dapat meningkatkan sikap rasa ingin tahu mereka terhadap pembelajaran tematik yang diberikan guru. Adapun tahap pembelajaran dari model Discovery Learning adalah perumusan masalah, hipotesis, pengumpulan fakta dan menguji hipotesis, generalisasi, dan aplikasi kesimpulan dalam situasi baru. Atas dasar latar belakang tersebut di atas, maka penulis memandang penting dan perlu untuk mengadakan penelitian dengan judul ” PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN RASA INGIN TAHU PADA PEMBELAJARAN TEMATIK” (Penelitian Tindakan Kelas Pembelajaran Tematik Pada Tema Indahnya Kebersamaan Subtema Keberagaman Budaya Bangsaku Di Kelas IV SD Negeri Asmi Bandung)” B. Identifikasi Masalah Atas dasar latar belakang masalah sebagaimana telah diutarakan di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Sebagian besar siswa belum memahami materi yang diberikan guru. Hal tersebut dikarenakan siswa tidak diberikan kesempatan untuk mencari tahu dengan sendirinya atas materi pembelajaran. 2. Sebagian besar siswa bersifat pasif dan menerima apa saja yang diberikan guru. Hal tersebut dikarenakan pembelajaran yang diberikan masih bersifat searah. 3. Pembelajaran yang kurang interaktif. Hal tersebut dikarenakan tidak digunakannya model pembelajaran oleh guru, sehingga guru masih mendominasi kegiatan pembelajaran. C. Rumusan Masalah Dan Pertanyaan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah yang telah disampaikan penulis di atas, maka diperoleh rumusan masalah dan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Rumusan Masalah Atas dasar latar belakang dan identifikasi masalah sebagaimana telah diutarakan di atas, maka masalah utama dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Apakah penerapan model Discovery Learning dapat meningkatkan rasa ingin tahu pada peserta didik dalam pembelajaran Tematik?”. Permasalahan tersebut merupakan permasalahan pokok yang kemudian akan dijadikan kajian utama dalam penelitian tindakan kelas ini. 2. Pertanyaan Penelitian Mengingat rumusan masalah utama sebagaimana telah diutarakan di atas masih terlalu luas sehingga belum secara spesifik menunjukkan batas-batas mana yang harus diteliti, maka rumusan masalah utama tersebut kemudian dirinci dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: a. Bagaimana sikap rasa ingin tahu siswa sebelum siswa meng-ikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning? b. Bagaimana respon siswa selama siswa mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning? c. Bagaimana aktivitas belajar siswa selama siswa meng-ikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning? d. Bagaimana aktivitas guru selama guru melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning? e. Bagaimana sikap rasa ingin tahu siswa setelah siswa mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning? D. Pembatasan Masalah Memperhatikan hasil diidentifikasi masalah, rumusan masalah dan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang telah diutarakan, diperoleh gambaran dimensi permasalahan yang begitu luas. Namun, menyadari adanya keterbatasan waktu dan kemampuan, maka dalam penelitian ini penulis memandang perlu memberi batasan masalah secara jelas sebagai berikut. 1. Dari beberapa tema dan subtema yang ada pada pembelajaran tematik, dalam penelitian ini hanya mengkaji atau menelaah pembelajaran pada tema 1 Indahnya Kebersamaan dan Sub Tema 1 Keberagaman Budaya Bangsaku. 2. Penelitian ini menggunakan model pembelajaran Discovery Learning. 3. Rasa ingin tahu siswa yang menjadi fokus pada penelitian ini. Dan kegiatan yang diamati dapat dilihat pada lembar pengamatan siswa. 4. Obyek dalam penelitian ini hanya akan meneliti pada siswa SD kelas IV di SD Negeri Asmi Kecamatan Regol Kabupaten Bandung. E. Tujuan Penelitian Sejalan dengan rumusan masalah yang telah dibuat, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Tujuan Umum Secara umum Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk meningkatkan rasa ingin tahu pada diri siswa di kelas IV SD pada pembelajaran tematik dengan tema Indahnya Kebersamaan melalui penggunaan model pembelajaran Discovery Learning. 2. Tujuan Khusus Berdasarkan permasalahan diatas maka PTK yang dicapai yaitu : a. Untuk mengetahui apakah dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan rasa ingin tahu pada diri siswa. b. Untuk mengetahui respon siswa selama mengikuti pembelajaran di kelas dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning di kelas IV SD. c. Untuk mengetahui peningkatan aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning. d. Untuk mengetahui aktivitas guru selama proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning. e. Untuk mengetahui gambaran peningkatan rasa ingin tahu pada diri siswa setelah menggunakan model pembelajaran Discovery learning. F. Manfaat Penelitian Berdasarkan masalah penelitian dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan, maka hasil penelitian ini diharapkan memililki manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan wawasan keilmuan tentang penerapan Model pembelajaran Discovery Learning untuk meningkatkan rasa ingin tahu siswa terhadap pembelajaran tematik di kelas IV SD Negeri Asmi Bandung. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan bagi pengembangan keilmuan oleh guru-guru sekolah dasar dalam proses pembelajaran. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti 1) Menambah wawasan serta pengalaman bagaimana cara meningkatkan rasa ingin tahu siswa, mencari data-data referensi serta memunculkan motivasi untuk lebih semangat khususnya dalam kegiatan penelitian. 2) Menambah pengetahuan dan keterampilan lebih dari sebelumnya tentang model pembelajaran Discovery Learning dan bagaimana penerapannya dalam kegiatan pembelajaran. b. Bagi Siswa 1) Meningkatkan rasa ingin tahu siswa pada pembelajaran Tematik, dan diharapkan semua itu dapat diperoleh siswa secara penuh dengan diterapkannya model pembelajaran Discovery Learning. 2) Untuk meningkatkan minat belajar siswa dalam mengikuti seluruh pembelajaran sebagai dasar untuk penugasan. 3) Meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. c. Bagi Guru 1) Dapat digunakan sebagai alternatif dalam pembelajaran Tematik pada siswa kelas IV sekolah dasar. Serta dapat memperoleh wawasan dan pengalaman dalam melakukan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran Tematik yang lebih kreatif dan efektif, 2) Meningkatkan professional guru dalam pembelajaran, dan para guru diharapkan dapat menggunakan model pembelajaran Discovery Learning. 3) Memperbaiki proses belajar mengajar dan hasil pembelajaran siswa. 4) Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. d. Bagi Sekolah 1) Dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah dan untuk mengatasi permasalahan pembelajaran yang sering dialami oleh peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar. 2) Sebagai bahan acuan bagi guru lain yang belum melaksanakan penelitian tindakan kelas. 3) Sebagai bahan refleksi guru yang merupakan pilar utama dalam rangka mencerdaskan bangsa. 4) Sebagai sumber inspirasi bagi sekolah dalam upaya perbaikan kualitas pada pembelajaran tematik. 5) Mendorong sekolah agar berupaya menyediakan sarana dan prasarana. G. Paradigma Atau Kerangka Pemikiran Dalam pembelajaran tematik memiliki beberapa tujuan yang penting. Salah satunya adalah bertujuan untuk lebih bergairah dalam belajar, karena mereka dapat berkomunikasi dalam situasi yang nyata seperti bertanya, bercerita, menulis sekaligus mempelajari mata pelajaran lainnya dalam satu tema. Dengan kata lain bahwa siswa tidak hanya sekedar hafal mengenai konsep yang diajarkan guru, tetapi siswa lebih dapat mencari tahu dengan sendirinya untuk dapat memecahkan suatu permasalahan dalam konsep pembelajaran tersebut. Menurut pendapat Richard (Djamarah, 2006:20), “Discovery Learning adalah suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental dimana siswa dibimbing untuk berusaha mensintesis, menemukan, menyimpulkan prinsip dasar dari materi yang dipelajari. Model pembelajaran Discovery Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang sangat inovatif dalam proses pembelajaran. Melalui model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan rasa ingin tahu siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan di dalam kelas maupun di luar kelas. Siswa dapat berkembang sesuai dengan potensi yang ada dalam diri siswa, serta dapat meningkatkan rasa ingin tahu siswa. Karena model pembelajaran ini menuntut untuk siswa yang menemukan permasalahan dengan sendirinya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menumbuhkan rasa ingin tahu pada siswa terhadap pembelajaran tematik di kelas memerlukan dukungan dari semua komponen yang ada. Oleh karena itu diterapkannya model pembelajaran Discovery Learning sebagai salah satu cara dalam meningkatkan rasa ingin tahu pada siswa. Secara sistematis, kerangka pemikiran ini dapat digambarkan pada skema berikut: Bagan 1.1. Kerangka Berfikir Atau Paradigma Penelitian H. Asumsi Berdasarkan kerangka atau paradigma penelitian sebagaimana diutarakan di atas, maka beberapa asumsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan teman (Slavin, 1995: 227) 2. Dressel berpendapat bahwa Pengalaman pembelajaran yang direncanakan tidak hanya membekali siswa dengan padangan terpadu mengenai pengetahuan umum (melalui pembelajaran model, system, dan struktur kebudayaan), tetapi juga memotivasi dan mengembangkan kekuatan siswa untuk memahami hubungan baru dan menciptakan model, sitem dan struktur baru (Trianto, 2013: 148) 3. Pikiran kreatif dan imajinatif secara otomatis akan semakin menaikkan tensi rasa ingin tahu peserta didik yang lebih tinggi. Terlebih lagi kebebasan berfikir yang memadai akan mendorong dipenuhinya rasa ingin tahu tersebut (Suyadi, 2012: 105) I. Hipotesis Hipotesis merupakan suatu jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Suharsimi Arikunto, 2006: 71). Berdasarkan kerangka atau paradigma penelitian dan asumsi sebagaimana telah dikemukakan di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah: “Penerapan model Discovery Learning dapat meningkatkan rasa ingin tahu pada peserta didik dalam pembelajaran Tematik”. J. Definisi Operasional Untuk menghindari terjadinya salah pengertian terhadap istilah-istilah yang terdapat dalam variabel penelitian ini, maka istilah-istilah tersebut kemudian didefinisikan sebagai berikut: 1. Dalam konteks implementasi kurikulum, dapat dipahami bahwa pembelajaran tematik adalah salah satu model pembelajaran terpadu (integrated learning) pada jenjang taman kanak-kanak (TK/RA) atau sekolah dasar (SD/MI) untuk kelas awal (kelas 1, 2 dan 3) yang didasarkan pada tema-tema tertentu yang kontekstual dengan dunia anak (Trianto, 2013: V). 2. Discovery Learning adalah suatu proses, suatu jalan/cara dalam mendekati permasalahan bukannya suatu produk atau item pengetahuan tertentu. demikian di dalam pandangan Bruner, belajar dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan, dimana seorang siswa dihadapkan dengan suatu masalah atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahan (Markaban, 2006: 9). 3. Rasa Ingin Tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Rasa ingin tahu merupakan perasaan alami atau naluri alami yang dimiliki oleh setiap manusia maupun hewan dimana mereka memiliki perasaan penasaran di dalam dirinya terhadap berbagai hal yang mendorong untuk melakukan pengamatan dan penyelidikan dengan mengamati lingkungan sekitar untuk mencari jawaban yang ada dalam pikiran mereka dan rasa penasaran tersebut. Adapun yang menjadi cirri dari adanya rasa ingin tahu tersebut adalah: aktif, kreatif, perhatian, terbuka, banyak bertanya, tidak cepat dan membosankan. BAB II KAJIAN TEORI A. Model Pembelajaran 1. Pengertian Model Pembelajaran Menurut pendapat Adi (2005: 45) model pembelajaran merupakan konseptual yang menggambarkan prosedur dalam mengorganisasikan pengalaman pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran. Mulyani (2000: 70) berpendapat bahwa: Model mengajar merupakan suatu pola atau rencana yang dipakai guru dalam mengorganisasikan materi pelajaran, maupun kegiatan siswa dan dapat dijadikan petunjuk bagaimana guru mengajar di depan kelas (seperti alur yang diikutinya). Penggunaan model mengajar tertentu akan menghasilkan pencapaian tujuan-tujuan yang telah diprogramkan maupun yang semula tidak diprogramkan. Model pembelajaran dapat dikatakan sebagai suatu deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan kurikulum, kursus-kursus, desain unit-unit pelajaran dan pembelajaran, perlengkapan belajar, buku-buku pelajaran, buku-buku kerja program multimedia, dan bantuan melalui program komputer (Samantowa, 2006: 48). 2. Ciri Model Pembelajaran Model pembelajaran meliliki empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi ataupun prosedur tertentu lainnya, menurut pendapat Jamil (2012: 143) ciri tersebut antara lain: (1) rasional teoretik yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya; (2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai); (3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; (4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. 3. Unsur Penting Model Pembelajaran Jamil (2012: 144) berpendapat bahwa sesuatu dapat dijadikan model pembelajaran, jika mengandung unsur-unsur penting yang diantaranya adalah memiliki nama, merupakan landasan filosofis pelaksanaan pembelajaran, melandaskan pada teori belajar dan teori pembelajaran, mempunyai tujuan atau maksud tertentu, memiliki pola langkah kegiatan belajar-mengajar (sintaks) yang jelas, dan mengandung komponen-komponen seperti guru dal lain sebagainya. Dengan demikian, model pembelajaran merupakan suatu rancangan yang di dalamnya menggambarkan sebuah prosespembelajaran yang dapat dilaksanakan oleh guru dalam mentransfer pengetahuan maupun nilai-nilai kepada siswa. B. Model Pembelajaran Discovery Learning 1. Pengertian Model Pembelajaran Discovery Learning Pembelajaran dengan penemuan (Discovery Learning) merupakan suatu komponen penting dalam pendekatan konstruktivis yang telah memiliki sejarah panjang dalam dunia pendidikan. Ide pembelajaran penemuan (Discovery Learning) muncul dari keinginan untuk memberi rasa senang kepada anak/siswa dalam “menemukan” sesuatu oleh mereka sendiri, dengan mengikuti jejak para ilmuan (Nur, 2005: 23). Wicolx (Nur, 2000: 68) mengatakan bahwa dalam pembelajaran penemuan, siswa didorong untuk belajar aktif melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Belajar dengan menemukan (discovery) menurut (Warsita: 2008: 99) berpendapat bahwa: Dengan Teori kognitif bruner bertitik tolak pada teori kognitif yang menyatakan belajar adalah perubahan persepsi atau pemahaman, tidak selalu berupa perubahan tingkah laku yang dapat diamati. Asumsi dasar teori kognitif adalah setiap orang memiliki pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik apabila materi pelajaran yang baru berkesinambungan secara klop dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki sebelumnya. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan (free discovery learning). Melalui pembelajaran penemuan, diharapkan siswa terlibat dalam penyelidikan suatu hubungan, mengumpulkan data, dan menggunakannya untuk menemukan hukum atau prinsip yang berlaku pada kejadian tersebut. Pembelajaran penemuan disusun dengan asumsi bahwa observasi yang teliti dan dilakukan dengan hati-hati serta mencari bentuk atau pola dari temuannya (dengan cara induktif) akan mengarahkan siswa kepada penemuan hukum-hukum atau prinsip-prinsip. 2. Tujuan Penggunaan Model Pembelajaran Discovery Learning Menurut Ariyani (2011: 14) berpendapat bahwa: Pendekatan penemuan sebagai pendekatan belajar-mengajar yang memberikan peluang diperhatikannya proses dan hasil kegiatan belajar siswa yang digunakan dalam kegiatan belajar-mengajar dengan tujuan: 1) Meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam memperoleh dan memproses perolehan belajar, 2) Mengarahkan para siswa sebagai pelajar seumur hidup, 3) Mengurangi ketergantungan kepada guru sebagai satu-satunya sumber informasi yang diperlukan oleh siswa, 4) Melatih para siswa mengekplorasi atau memanfaatkan lingkungannya sebagai sumber informasi yang tidak akan pernah tuntas digali, 5) Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri, 6) Untuk menimbulkan keinginan siswa sehingga termotivasi dalam bekerja sampai mereka menemukan sendiri, 7) Melatih ketrampilan memecahkan masalah secara mandiri dan menganalisis serta memanipulasi informasi, 8) Untuk memberikan kepuasan intrinsik bagi siswa, 9) Untuk mengembangkan kemampuan siswa secara utuh dan optimal. 3. Tahap Pembelajaran Discovery Learning Menurut Sujana (Djuanda, 2009: 114-115) ada delapan tahapan yang harus ditempuh dalam model Discovery Learning. Secara terperinci pelaksanaan pembelajaran dari kedelapan tahapan tersebut dapat dillihat dari tabel berikut: Tabel 2.1 Tahapan Pembelajaran Discovery Learning No. Tahap Kegiatan Guru dan Siswa 1. Tahap 1 (observasi untuk menemukan masalah) Guru menyajikan peristiwa-peristiwa atau fenomena-fenomena yang memungkinkan siswa menemukan masalah. 2. Tahap 2 (merumuskan masalah) Siswa dibimbing untuk merumuskan masalah berdasarkan peristiwa atau fenomena yang disajikan. 3. Tahap 3 (mengajukan hipotesis) Siswa dibimbing untuk merumuskan hipotesis terhadap masalah yang telah dirumuskan 4. Tahap 4 (merencanakan pemecahan masalah melalui percobaan atau cara lain) Siswa dibimbing untuk merencanakan percobaan guna memecahkan masalah serta untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. 5. Tahap 5 (melaksanakan) Siswa melakukan percobaan dengan bantuan guru. 6. Tahap 6 (melaksanakan pengamatan dan pengumpulan data) Siswa dibantu guru melakukan pengamatan terhadap hal-hal yang terjadi selama percobaan. 7. Tahap 7 (analisis data) Siswa menganalisis data hasil percobaan untuk menemukan konsep dengan bantuan guru. 8. Tahap 8 (menarik kesimpulan atas percobaan yang terlah dilakukan atau penemuan) Siswa menarik kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh serta menemukan sendiri konsep menemukan yang ia tanamkan. Menurut Sujana (Djuanda, 2009: 114-115) 4. Kelebihan Model Pembelajaran Discovery Learning Keuntungan yang didapatkan siswa dengan belajar menggunakan pendekatan penemuan terbimbing (Carin & Sund, 1989:95-96) sebagai berikut: (1) Mengembangkan potensi intelektual. Menurut Brunner, through guided discovery, a student slowly learner how to organize and carry out the investigations. Melalui penemuan terbimbing, siswa yang lambat belajar akan mengetahui bagaimana menyusun dan melakukan penyelidikan. Lebih lanjut dikatakan, one ot the greates payoffs of the guided discovery approach is that it aids better memory retention. Salah satu keuntungan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan penemuan terbimbing adalah materi yang dipelajari lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukannya, (2) Mengubah siswa dari memiliki motivasi dari luar (extrinsic motivation) menjadi motivasi dalam diri sendiri (intrinsic motivation). Penemuan terbimbing membantu siswa untuk lebih mandiri, dapat mengarahkan diri sendiri, dan bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri, (3) Siswa akan memotivasi diri sendiri jika belajar dengan penemuan terbimbing, Siswa akan belajar bagaimana belajar (learning how to learn). Anak-anak dapat dilibatkan secara aktif dengan mendengarkan, berbicara, membaca, melihat dan berfikir. Jika otak anak selalu dalam keadaan aktif, pada saat itulah seorang anak sedang belajar. Piaget juga menegaskan, there is no learning without action. Melalui latihan untuk menyelesaikan masalah, seorang siswa akan belajar bagaimana belajar (learning how to learn), (4) Mempertahankan memori. Otak manusia seperti computer, permasalahan terbesar dalam otak manusia bukan pada penyimpanan data, melainkan bagaimana mendapatkan kembali data yang telah tersimpan di dalamnya. Para ahli berpendapat bahwa cara paling mudah untuk mendapatkan data adalah pengaturan (organization). Dengan pengaturan, manusia lebih mudah mendapatkan informasi apa yang dicari dan bagaimana mencarinya. 5. Kelemahan Model Pembelajaran Discovery Learning Menurut Kementrian pendidikan dan kebudayaan dalan model pembelajaran penemuan (Discovery Learning) terdapat beberapa kelemahan yang diantaranya adalah: (1) Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi, (2) Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya, (3) Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama, (4) Pengajaran Discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian, (5) Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa, (6) Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru. 6. Sistem Penilaian Model Pembelajaran Discovery Learning Menurut Kementrian pendidikan dan kebudayaan dalan model pembelajaran penemuan (Discovery learning) berpendapat bahwa dalam Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes maupun non tes. Penilaian yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa. Jika bentuk penialainnya berupa penilaian kognitif, maka dalam model pembelajaran Discovery Learning dapat menggunakan tes tertulis. Jika bentuk penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa maka pelaksanaan penilaian dapat dilakukan dengan pengamatan. C. Sikap Rasa Ingin Tahu 1. Pengertian Rasa Ingin Tahu Nasoetion (Hadi dan Permata, 2010:3) berpendapat: Rasa ingin tahu adalah suatu dorongan atau hasrat untuk lebih mengerti suatu hal yang sebelumnya kurang atau tidak kita ketahui. Rasa ingin tahu biasanya berkembang apabila melihat keadaan diri sendiri atau keadaan sekeliling yang menarik. Dari pengertian ini, berarti untuk memiliki rasa ingin tahu yang besar, syaratnya seseorang harus tertarik pada suatu hal yang belum diketahui. Keterkaitan itu ditandai dengan adanya proses yang berpikir aktif, yakni digunakannya semua panca indera yang kita miliki secara maksimal. Pengaktifan bisa diawali dengan pengamatan melalui mata atau mendengar informasi dari orang lain. Saat mendapatkan data dari berbagai sumber, maka kaitkan data tersebut satu sama lain sehingga menimbulkan suatu fenomena , yakni sembarang objek yang memiliki karakteristik yang dapat diamati. Sulistyowati (2012 : 74) berpendapat bahwa: Ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Indikator kelas; 1) menciptakan suasana kelas yang mengundang rasa ingin tahu, 2) ekplorasi lingkungan secara terprogam, 3) tersedia media komunikasi atau informasi (media cetak atau elektronik). Mustari (2011 : 103) berpendapat bahwa: Kurioritas (rasa ingin tahu) adalah emosi yang dihubungkan dengan perilaku mengorek secara alamiah seperti eksplorasi, investigasi, dan belajar. Rasa ingin tahu terdapat pada pengalaman manusia dan binatang, Istilah itu juga dapat digunakan untuk menunjukkan perilaku itu sendiri yang disebabkan oleh emosi ingin tahu, karena emosi ini mewakili kehendak untuk mengetahui hal-hal baru, rasa ingin tahu bisa diibaratkan bensin” atau kendaraan ilmu dan disiplin lain dalam studi yang dilakukan oleh manusia. Dari pengertian di atas peneliti berpendapat bahwa rasa ingin tahu adalah sebuh sikap yang dimiliki oleh setiap manusia, yang berawal dari ketidaktahuan mereka dan dapat dipelajari lebih mendalam sehingga dapat bermanfaat bagi dirinya, keluarganya dan lingkungannya. 2. Pendidikan Rasa Ingin Tahu Mustari (2011: 109) berpendapat bahwa untuk mengembangkan rasa ingin tahu pada anak, kebebasan si anak itu sendiri harus ada untuk melakukan dan melayani rasa ingin tahunya. Kita tidak bisa begitu saja menghardik mereka kita tidak tahu atau malas saat bertanya. Yang lebih baik adalah kita berikan kepada mereka cara-cara untuk mencari jawaban. Misalnya, apabila pertanyaan tentang Bahasa Inggris, berilah kepada anak itu kamus; apabila pertanyaan tentang pengetahuan, berilah mereka Ensiklopedia; dan begitu seterusnya. 3. Sumber Rasa Ingin Tahu Hadi dan Permata (2010 : 6-8) berpendapat ada tiga sumber rasa ingin tahu yaitu : (1) Kebutuhan, Rasa ingin tahu, muncul dari kesadaran kita akan kondisi masyarakat yang terdapat di sekitar ataupun sesuatu yang kita alami sehari-hari. Rasa penasaran dan ingin tahu biasa kita alami jika ada suatu persoalan yang belum terselesaikan, yang misalnya karena mayarakat tidak mampu menanganinya. Ketidakmampuan ini biasanya disebabkan karena pengetahuan dan sumber daya yang minim. Kondisi yang demikian dapat mendorong kita untuk mencari jawaban atau solusi persoalan tersebut. Disinilah rasa ingin tahu mulai beraksi. Orang akan mencari cara utnuk mengatasi persoalan tersebut. Cara mengatasi persoalan tersebut bisa dilakukan dengan membaca berbagai sumber yang berhubungan ataupun bertanya kepada orang yang berkapasitas, (2) Keanehan, yang berasal dari kata dasar aneh. Kata ini memiliki makna sesuatu yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang umum dilihat maupun dirasakan karena berlawanan dengan kebiasaan atau aturan yang disepakati. Rasa ingin tahu, bisa muncul kalau orang tersebut memandang ada suatu hal yang dianggap salah secara umum, namun tetap berlangsung di masyarakat. Misalnya, ada suatu perilaku masyarakat yang bertentangan dengan nilai-nilai moral, hukum, ataupun agama, (3) Kebutuhan Vs Keanehan, Apa bedanya rasa ingin tahu karena kebutuhan dengan rasa ingin tahu karena keanehan? Kebutuhan, lebih berkaitan dengan ketidakmampuan masyarakat. Rasa ingin tahu siswa ini diawali dengan upaya mencari penjelasan, lalu berusaha memberi jalan keluar. Sedangkan rasa ingin tahu yang berasal dari keanehan berkaitan dengan cara kita memaknai fenomena yang ada di masyarakat. Secara singkat, rasa ingin tahu dari kebutuhan, dapat menghasilkan penelitian berupa produk yang dapat dimanfaatkan, yang dapat disebut sebagai temuan. Sedangkan rasa ingin tahu dari keanehan, tujuannya adalah penggambaran dan penjelasan, yang kemudian disebut sebagai pemahaman. 4. Cara Menumbuhkan Rasa Ingin Tahu Menurut Imas Kurinasih (2014: 152) mengemukakan bahwa untuk menumbuhkan rasa ingin tahu siswa sebenarnya tidak terlalu sulit untuk membuat setiap orang merasa ingin tahu sesuatu, karena pada dasarnya setiap orang memiliki rasa itu, sama halnya juga murid-murid yang sedang menghadapi sebuah materi pelajaran. Kendatipun demikian, sebuah bahan ajar harus mampu membuat rasa ingin tahu tersebut selalu ada. Banyak cara yang dapat dilakukan seperti beberapa contoh berikut ini: 1. Menghadirkan pertanyaan-pertanyaan yang menggelitik atau memancing daya imajinasi. Barangkali kita selama ini berfikir bahwa fungsi dari pertanyaan adalah untuk menguji pengetahuan seseorang, namun pertanyaan juga bisa memancing rasa ingin tahu bagi orang-orang yang merasa dirinya sudah tahu dan orang-orang yang tidak paham. Orang yang merasa sudah tahu atau seorang murid mudah bilang orang “sok tahu”, tentu dia merasa bahwa dirinya sudah tahu ketika seorang guru hendak menyampaikan sebuah informasi, sehingga dia akan merasa malas untuk menyimak guru yang sedang menyampaikan informasi tersebut. Dampak hal ini bisa saja sang murid tidak akan paham, atau karena anak merasa sudah tahu maka dia juga menjadi enggan untuk mengikuti atau sekedar bertanya, maka untuk menumbuhkan rasa ingin tahu itu bahan ajar bisa menggunakan pertanyaan. Dan ketika seseorang sudah disodorkan pertanyaan dan kemudian dia tidak bisa menjawabnya, maka secara otomatis dia jadi ingin tahu tentang informasi tersebut. 2. Menunjukkan bahwa pengetahuan itu menarik dan penting. Mereka yang kurang tertarik pada pengetahuan akan cenderung merasa tidak ingin tahu atau paham, dan mereka berfikir pengetahuan itu tidak penting dan tentu saja akan mengabaikannya. Maka dari itu, cara untuk menumbuhkan rasa ingin tahu pada murid-murid adalah dengan cara menunjukkan pada mereka bahwa pengetahuan itu menarik dan sangatlah penting untuk diketahui. Dan ketika mereka merasa tertarik pada pengetahuan dan menganggap pengetahuan itu penting, maka dengan sendirinya timbul rasa ingin tahu pada dirinya. D. Hakikat Belajar Dan Pembelajaran 1. Pengertian Belajar Dan Pembelajaran Istilah belajar dan pembelajaran berasal dari bahasa inggris learning dan instruction. Belajar sering diberi batasan yang berbeda-beda tergantung sudut pandangnya. Hilgard (1984: 4) mengatakan bahwa: “Belajar merupakan suatu proses perubahan kegiatan dan reaksi terhadap lingkungan. Perubahan tersebut tidak dapat disebut belajar apabila disebabkan oleh pertumbuhan atau keadaan, sementara seseorang seperti kelelahan atau di bawah pengaruh obat-obatan”. Winkel (2007: 59) menyatakan bahwa “belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap”. Dengan halnya dengan Budiningsih (2005: 58), menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan, yang mana siswa aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Skinner berpendapat bahwa belajar adalah suatu perilaku pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya akan menurun. Menurut Gagne belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Sanjaya (2008: 102) mengemukakan bahwa: Pembelajaran adalah terjemahan dari instruction, yang diasumsikan dapat memermudah siswa mempelajari segala sesuatu melalui berbagai macam media, seperti bahan cetak, program televise, gambar, audio, dan lain sebagainya. Sehingga semua itu mendorong terjadinya perubahan peranan guru dalam mengelola proses belajar mengajar, dari guru sebagai sumber belajar menjadi guru sebagai fasilitator dalam belajar mengajar. Dengan demikian, belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu secara sadar untuk memperoleh perubahan tingkah laku tertentu, baik yang dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati secara langsung sebagai pengalaman (latihan) dalam interaksinya dengan lingkungan. Dapat dikatakan juga bahwa belajar sebagai suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan dalam pengetahuan dan pemahaman, keterampilan serta nilai-nilai dan sikap. 2. Proses Pembelajaran Menurut Jamil Suprihartiningrum (2012: 81) Secara umum proses pembelajaran merupakan proses interaksi komunikasi aktif antara siswa dengan guru dalam kegiatan pendidikan. Agar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik, guru perlu mempersiapkan skenario pembelajaran dengan cermat dan jelas. Berikut beberapa hal pokok dalam proses pembelajaran. a. Interaksi Pembelajaran Interaksi pembelajaran merupakan proses yang saling memengaruhi. Guru akan memengaruhi siswa dan begitupun sebaliknya siswa akan memengaruhi guru. Perilaku guru akan berbeda jika menghadapi kelas yang aktif dengan yang pasif, yang disiplin dan yang kurang disiplin. Interaksi pembelajaran disekolah perlu dipersiapkan secara benar dan terencana. Interaksi pembelajaran tidak harus dilakukan di dalam kelas, dapat juga dilaksanakan dilaboratorium, lapangan olahraga, pentas kesenian, kebun dan lain sebagainya. Peranan guru dalam interaksi pembelajaran ditentukan oleh strategi ataupun metode-metode pembelajaran yang digunakan. b. Proses pembelajaran dalam perspektif siswa Bila ditinjau dari sudut siswa, pembelajaran merupakan belajar. Belajar merupakan serangkaian upaya untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan dan sikap serta nilai siswa. Baik itu kemampuan intelektual, social, afektif, maupun psikomotorik. 3. Prinsip-Prinsip Belajar Nanang Hanafiah (2009: 18) menyatakan bahwa belajar sebagai kegiata sistematis dan kontinu memiliki prinsip-prinsip dasar yaitu: 1) Belajar berlangsung seumur hidup, yang merupakan proses perubahan perilaku peserta didik sepanjang hayat, 2) Proses belajar adalah kompleks tetapi terorganisir, dalam proses belajar banyak aspek yang mempengaruhinya, 3) belajar berlangsung dari yang sederhana menuju yang kompleks, 4) belajar dari mulai yang factual menuju konseptual, 5) belajar mulai dari yang konkret menuju abstrak, 6) belajar merupakan bagian dari perkembangan, 7) keberhasilan belajar dipengaruhi oleh factor bawaan (heredity), lingkungan (environment), kematangan, serta usaha keras peserta didik, 8) belajar mencakup semua aspek kehidupan yang penuh makna, 9) kegiatan belajar berlangsung pada setiap tempat dan waktu, 10) belajar berlangsung dengan guru ataupun tanpa guru, 11) belajar yang berencana dan disengaja menuntut motivasi yang tinggi, 12) dalam belajar dapat terjadi hambatan-hambatan lingkungan, 13) kegiatan belajar tertentu diperlukan adanya bimbingan dari orang lain. 4. Tujuan Belajar Belajar pada hakekatnya merupakan proses kegiatan secara berkelanjutan dalam rangka perubahan perilaku peserta didik secara konstruktif. Hal ini sejalan dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 yang menyatakan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, dan akhlak mulia, serta ketermpilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa, dan negara. 5. Faktor yang memengaruhi proses pembelajaran Jamil Suprihartiningrum (2012: 85) berpendapat bahwa Ada beberapa faktor yang memengaruhi proses pembelajaran, diantaranya adalah: (1) Karakteristik siswa sangat penting diketahui oleh pendidik dan pengembang pembelajaran karena sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran, (2) Pendidik, pada hakikatnya pendidik adalah seorang yang karena kemampuannya atau kelebihannya diberikan pada orang lain melalui proses yang disebut pendidikan, (3) Tenaga nonpendidik, pimpinan bertugas mengelola dan mengendalikan lembaga pendidikan. Semakin besar lembaga pendidikan, pengelolanya (pimpinannya) akan berjenjang dan semakin kompleks, (4) Lingkungan yang merupakan situasi dan kondisi tempat lembaga pendidikan itu berada. Situasi akan berpengaruh terhadap proses pembelajaran yang meliputi keadaan masyarakat. Meskipun demikian, seiring dengan kemajuan tekhnologi, lingkungan dapat diciptakan sesuai dengan yang dikehendaki. E. Pendekatan Proses Menurut pendapat Syaiful Sagala (2003: 74) pendekatan proses adalah suatu pendekatan pengajaran memberi kesempatan kepada siswa untuk ikut menghayati proses penemuan atau penyusunan suatu konsep sebagai suatu keterampilan proses. Pendekatan proses ini, siswa tidak hanya belajar dari guru, tetapi juga dari sesama temannya, dan dari manusia-manusia sumber di luar sekolah. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan oleh siswa dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan proses adalah: 1)mengamati gejala yang timbul, 2) mengklasifikasikan sifat-sifat yang sama dan serupa, 3)mengukur besaran-besaran yang bersangkutan, 4) mencari hubungan antar konsep-konsep yang ada, 5)menganal adanya suatu masalah dan merumuskan masalah, 6) memperkirakan penyebab suatu gejala dan merumuskan hipotesa, 7) meramalkan gejala yang mungkin akan terjadi, 8) berlatih menggunakan alat-alat ukur, 9) melakukan percobaan, 10) mengumpulkan, menganalisa dan menafsirkan data, 11) berkomunikasi, 12) mengenal adanya variabel dan mengendalikan suatu variable. Penilaian tidak hanya dilakukan secara tertulis, melainkan juga secara lisan dan penilaian akan perbuatan. Pendekatan proses ini menggambarkan bahwa kegiatan belajar yang berlangsung disekolah bersifat formal, prosesnya disengaja dan direncanakan dengan bimbingan guru dan pendidik lainnya agar siswa mencapai tujuan dan menguasai bahan belajar yang diberikan guru sesuai dengan kurikulum untuk dipelajari. F. Hakikat dan Bahan Ajar Pembelajaran Tematik 1. Pembelajaran Tematik Terdapat beberapa komponen untuk memahami pembelajaran tematik yang diantaranya adalah: a. Pemahaman dasar pembelajaran tematik Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi terbaru “tematik” diartikan sebagai “berkenaan dengan tema”; dan “tema” sendiri berarti “pokok pikiran; dasar cerita (yang dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang, mengubah sajak, dan sebagainya)”. Menurut Mamat (Depag RI, 2005: 3) mengungkapkan bahwa: Pembelajaran tematik dimaknai sebagai pola pembelajaran yang mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, kreativitas, nilai dan sikap pembelajaran dengan menggunakan tema. Dengan demikian, pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang melibatkan beberapa pelajaran (bahkan lintas rumpun mata pelajaran) yang diikat dalam tema tertentu. Pembelajaran ini melibatkan beberapa kompetensi dasar, hasil belajar, dan indikator dari suatu mata pelajaran, atau bahkan beberapa mata pelajaran. Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum dan aspek-aspek mengajar. Sedangkan menurut Trianto (2009: 84) menyatakan bahwa: Pembelajaran tematik/terpadu merupakan suatu model pembelajaran yang memadukan beberapa materi pembelajaran dari berbagai standar kompetensi dasar dari satu atau beberapa mata pelajaran. Penrapan pembelajaran ini dapat dilakukan melaui tiga pendekatan yakni penentuan berdasarkan keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar, tema dan masalah yang dihadapi. Menurut Rusman (2012: 254) mengatakan bahwa: Pembelajaran tematik merupakan salah satu model dalam pembelajaran terpadu (integrated instruction) yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok, aktif menggali, dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistic, bermakna, dan autentik. Pembelajaran terpadu berorientasi pada praktik pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan siswa. b. Tujuan Pembelajaran Tematik Pembelajaran tematik dikembangkan selain untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan juga memiliki sejumlah tujuan lain diantaranya: Menurut Sukayati (Andi, 2013: 140), terdapat beberapa tujuan pembelajaran terpadu yang diantaranya adalah: 1) Meningkatkan pemahaman konsep yang dipelajarinya secara lebih bermakna, 2) Mengembangkan keterampilan menemukan, mengolah, dan memanfaatkan informasi, 3) Menumbuhkembangkan sikap positif, kebiasaan baik, dan nilai-nilai luhur yang diperlukan dalam kehidupan, 4) Menumbuhkembangkan keterampilan sosial seperti kerja sama, toleransi, serta menghargai pendapat orang lain, 5) Meningkatkan gairah dalam belajar, 6) Memilih kegiatan yang sesuai dengan minat dan kebutuhan para siswa. Menurut Departemen Agama (Andi, 2013: 140), tujuan pembelajaran tematik menurut adalah: 1) Agar siswa mudah memusatkan perhatian pada satu tema tertentu, karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas, 2) Agar siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antara aspek dalam tema sama, 3) Agar pemahaman siswa terhadap materi lebih mendalam, 4) Agar kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik, karena mengaitkan berbagi aspek atau topic dengan pengalaman pribadi dalam situasi nyata, yang diikat dalam tema tertentu, 5) Agar guru dapat menghemat waktu, karena mata pelajaran yang disajikan secara sistematik dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan; waktu dapat digunakan untuk pendalaman. c. Keuntungan Pembelajaran Tematik Trianto (Andi Prastowo, 2013: 147) berpendapat bahwa secara umum manfaat pembelajaran tematik dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu: 1) Keuntungan model pembelajaran tematik bagi guru adalah: a) Tersedia waktu lebih banyak untuk pembelajaran, melainkan dapat dilanjutkan sepanjang hari, sehingga mencakup berbagai mata pelajaran. Dengan kata lain guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3 kali pertemuan, b) Hubungan antar mata pelajaran dan topic dapat diajarkan secara logis dan alami, c) Dapat ditunjukkan bahwa belajar merupakan kegiatan yang kontinu, tidak terbatas pada buku paket, jam pelajaran, atau bahkan empat dinding kelas. Akibatnya guru bias membantu siswa memperluas kesempatan belajar ke berbagai aspek kehidupan, d) Guru bebas membantu siswa dalam melihat masalah dan situasi suatu topik dari berbagai sudut pandang, e)Pengembangan masyarakat belajar terfasilitasi. Penekanan pada kompetensi bisa dikurangi dan diganti dengan kerja sama kolaborasi. 2) Keuntungan pembelajaran tematik bagi siswa adalah: a) dapat lebih memfokuskan diri pada proses belajar daripada hasil belajar, b) menghilangkan batas semu antar bagian kurikulum dan menyediakan pendekatan proses belajar yang integrativ, c) Menyediakan kurikulum yang berpusat pada siswa (yang dikaitkan dengan minat, kebutuhan, dan kecerdasan) mereka didorong untuk membuat keputusan sendiri dan bertanggung jawab pada keberhasilan belajar, d) merangsang penemuan dan penyelidikan mandiri di dalam dan luar kelas, e) membantu siswa membangun hubungan antara konsep dan ide, sehingga meningkatkan apresiasi dan pemahaman, f) siswa mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topic tertentu, g)siswa dapat mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi mata pelajaran dalam tema yang sama, h) pemahaman terhadap materi lebih mendalam dan berkesan, i) kompetensi yang dibahas bisa dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain dan pengalaman pribadi siswa, j) siswa lebih merasakan manfaat dan makna belajar, karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas, k) siswa lebih bergairah belajar, karena ia bisa berkomunikasi dalam situasi yang nyata. d. Keterbatasan Pembelajaran Tematik Selain keunggulan yang dimiliki, pembelajaran tematik juga mempunyai sejumlah keterbatasan, terutama dalam pelaksanaannya, yaitu pada perencanaan dan pelaksanaan evaluasi yang lebih banyak menuntut guru untuk melakukan evaluasi proses. Trianto (Andi Prastowo, 2013: 147) menyatakan: 1) Keterbatasan Pada Aspek Guru, Untuk menciptakan pembelajaran tematik guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi, keterampilan metodologis yang andal, rasa percaya diri yang tinggi, dan berani mengemas serta mengembangkan materi. Secara akademik, guru dituntut untuk terus menggali informasi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan dan banyak membaca buku agar penguasaan bahan ajar tidak berfokus pada bidang kajian tertentu saja. Tanpa kondisi ini, maka pembelajaran tematik akan mengalami kesulitan untuk diwujudkan. 2) Keterbatasan Pada Aspek Siswa, Pembelajaran tematik menuntut kemampuan belajar siswa secara relativ “baik”, baik dalam kemampuan akademik maupun kreativitas. Hal ini terjadi karena model pembelajaran tematik menekankan adanya kemampuan analisis (mengurai), asosiatif (menghubung-hubungkan), eksploratif (menemukan), dan elaborativ (menghubungkan). Jika kondisi ini tidak ada, maka penerapan pembelajaran tematik juga sangat sulit terlaksana. 3) Keterbatasan Pada Aspek Sarana Dan Sumber Pembelajaran, Pembelajaran tematik membutuhkan bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi, mungkin juga fasilitas internet. Semua ini akan menunjang, memperkaya, dan mempermudah pengembangan wawasan. Jika saran ini tidak dipenuhi, maka penerapan pembelajaran tematik akan terhambat. 4) Keterbatasan Pada Aspek Kurikulum, Kurikulum harus luwes dan berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman siswa (bukan pada pencapaian materi). Guru perlu diberi kewenangan dalam mengembangkan materi, metode, dan penilaian keberhasilan pembelajaran siswa. 5) Keterbatasan Pada Aspek Penilaian, Pembelajaran tematik memerlukan cara penilaian yang menyeluruh (komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar siswa dari beberapa bidang kajian yang dipadukan. Dalam kaitan ini, selain dituntut untuk menyediakan teknik dan prosedur pelaksanaan penilaian dan pengukuran yang komprehensif, guru juga dituntut untuk berkoordinasi dengan guru lain jika materi pelajaran berasal dari guru yang berbeda. 6) Keterbatasan Pada Aspek suasana Pembelajaran, Pembelajaran tematik cenderung mengutamakan salah satu bidang kajian dan tenggelamnya bidang kajian lainnya. Dengan kata lain, pada saat mengerjakan sebuah tema, guru berkecenderungan menekankan atau mengutamakan substansi gabungan tersebut sesuai dengan pemahaman, selera, dan latar belakang pendidikan guru tersebut. 2. Bahan Ajar Tematik Salah satu komponen penting dalam pembelajaran tematik adalah bahan ajar. Untuk menyiapkan bahan ajar tematik yang baik, maka kita perlu memahami secara baik apa yang disebut bahan ajar tematik. a. Pengertian Bahan Ajar Tematik Menurut Depdiknas ( 2008: 6) berpendapat bahwa: Secara spesifik, pengertian bahan ajar tematik itu sendiri perlu digali dari pengertian dasarnya. Konsep “bahan ajar” dalam kajian ilmiah memiliki banyak pengertian. Misalnya, menurut National Center for Vocational Education Research Ltd., bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Bahan ajar yang dimaksud ini bias berupa bahan tertulis maupun tidak tertulis. Tian (Andi Prastowo, 2013: 298) menyatakan bahwa “Dalam website Dikmenjur dikemukakan bahwa bahan ajar merupakan seperangkat materi atau substansi pembelajaran (teaching material) yang disusun secara sistematis dan menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa dalam kegiatan pembelajaran”. Dari penjelasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa bahan ajar pada dasarnya merupakan segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa dan digunakan dalam proses pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Contohnya yaitu buku pelajaran, modul, handout, LKS, model atau maket, bahan ajar audio, bahan ajar interaktif, dan sebagainya (Andi Prastowo, 2013: 298) Dapat kita tarik sebuah pengertian bahwa bahan ajar tematik merupakan segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, mendorong keterlibatan siswa secara aktif dan menyenangkan, yakni tidak semata-mata mendorong siswa untuk mengetahui (learning to know), tetapi juga melakukan (learning to do), menjadi (learning to be), dan hidup bersama (learning to live together), serta holistik dan autentik, dengan tujuan sekaligus perencanaan dan penelaahan implemantasi pembelajaran. b. Fungsi Bahan Ajar Dalam Pembelajaran Tematik Andi Prastowo (2013: 299) berpendapat bahwa bahan ajar memiliki sejumlah fungsi dalam proses pembelajaran tematik. Ada dua klasifikasi utama pembagian fungsi bahan ajar. Diantaranya: 1) Menurut Pihak yang Memanfaatkan Bahan Ajar Berdasarkan pihak-pihak yang menggunakan, fungsi bahan ajar dibedakan menjadi dua yaitu: a) Fungsi bahan ajar bagi guru adalah menghemat waktu guru dalam mengajar, mengubah peran guru dari seorang pengajar menjadi fasilitator, meningkatkan proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan interaktif, pedoman bagi guru yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran dan merupakan substansi kompetensi yang semestinya diajarkan kepada siswa, alat evaluasi pencapaian atau penguasaan hasil pembelajaran. b) Fungsi bahan ajar bagi siswa yaitu siswa dapat belajar tanpa harus ada guru atau teman siswa yang lain, Siswa dapat belajar kapan saja dan dimana saja ia kehendaki, siswa dapat belajar sesuai dengan kecepatannya masing-masing, siswa dapat belajar berdasarkan urutan yang dipilihnya sendiri, membantu potensi siswa untuk menjadi pelajar yang mandiri, pedoman bagi siswa yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran dan merupakan substansi kompetensi yang seharusnya dipelajari atau dikuasainya 2) Menurut Strategi Pembelajaran yang Digunakan Berdasarkan strategi pembelajaran yang digunakan, fungsi bahan ajar dapat dibedakan menjadi riga, yaitu: a) Fungsi bahan ajar dalam pembelajaran klasikal yang sebagai satu-satunya sumber informasi dan pengawas, serta pengendali proses pembelajaran, sebagai bahan pendukung proses pembelajaran yang diselenggarakan, b) Fungsi bahan ajar dalam pembelajaran individual adalah media utama dalam proses pembelajaran, alat yang digunakan untuk menyusun dan mengawasi proses siswa memperoleh informasi, penunjang media pembelajaran individual lainnya, c) Fungsi bahan ajar dalam pembelajaran kelompok yaitu bersifat sebagai bahan yang terintegrasi dengan proses belajar kelompok, dengan cara memberikan informasi tentang latar belakang materi, informasi tentang peran orang-orang yang terlibat dalam belajar kelompok, serta petunjuk tentang proses pembelajaran kelompoknya sendiri, sebagai bahan pendukung bahan belajar utama yang jika dirancang sedemikian rupa dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. c. Manfaat Dikembangkannya Bahan Ajar
Item Type: | Thesis (Skripsi(S1)) |
---|---|
Subjects: | S1-Skripsi |
Divisions: | Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014 |
Depositing User: | Iyas - |
Date Deposited: | 25 Jul 2016 14:44 |
Last Modified: | 25 Jul 2016 14:44 |
URI: | http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/5970 |
Actions (login required)
View Item |