PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR TENTANG TEMA INDAHNYA KEBERSAMAAN SUB TEMA KEBERAGAMAN BUDAYA BANGSAKU

ANNIS EKA APRILYANI, 105060181 (2016) PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR TENTANG TEMA INDAHNYA KEBERSAMAAN SUB TEMA KEBERAGAMAN BUDAYA BANGSAKU. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
01) COVER.docx

Download (36kB)
[img] Text
02) lembar pengesahan skripsi.docx

Download (13kB)
[img] Text
03) Moto dan Persembahan.docx

Download (13kB)
[img] Text
04) PERNYATAAN.docx

Download (16kB)
[img] Text
07) ABSTRAK.docx

Download (14kB)
[img] Text
05) KATA PENGANTAR.docx

Download (34kB)
[img] Text
06) ucapan terima kasih.docx

Download (21kB)
[img] Text
08) DAFTAR ISI seluruhnya.docx

Download (26kB)
[img] Text
bab I PBL.docx

Download (28kB)
[img] Text
BAB II PBL.docx

Download (49kB)
[img] Text
BAB III PBL.docx
Restricted to Repository staff only

Download (60kB)
[img] Text
BAB IV PBL.docx
Restricted to Repository staff only

Download (327kB)
[img] Text
BAB V PBL.docx
Restricted to Repository staff only

Download (17kB)
[img] Text
09) DAFTAR PUSTAKA.docx

Download (16kB)
[img] Text
10) RIWAYAT HIDUP.docx

Download (72kB)

Abstract

ABSTRAK Penelitian dengan judul “Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Tentang Tema Indahnya Kebersamaan Sub Tema Keberagaman Budaya Bangsaku” bertujuan untuk mengetahui peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa. . Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya hasil belajar serta kurang termotivasinyasiswa di kelas dalam kegiatan belajar. Hal tersebut disebabkan oleh kegiatan pembelajaran yang dilakukan hanya dengan menjadikan guru sebagai pusat pembelajaran, siswa hanya diperlakukan sebagai objek yang duduk rapih memperhatikan guru yang sedang menerangkan, sehingga pembelajaran cenderung membosankan bagi siswa. Kemampuan siswa yang kurang dalam memecahkan masalah pada kegiatan belajar menjadi penyebab lain juga rendahnya hasil belajar serta motivasi siswa. Upaya yang dilakukan guru untuk dapat meningkatkan hasil belajar dan motivasi siswa adalah dengan menggunakan media pembelajaran yang interaktif dan menarik serta guru mampu membimbing siswa menemukan jawaban dalam permasalahan-permasalahan yang terjadi dalamkegiatan belajar. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IVA SDPN Sabang Bandung dengan jumlah siswa yang diteliti sebanyak 35, yaitu 21 orang laki-laki, dan 14 orang perempuan. Instrumen yang digunakan diantaranya lembar observasi, tes, wawancara, pengamatan dan dokumentasi. Berdasarkan analisis data, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning yang dilakukan selama dua siklus menunjukkan peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa pada setiap siklusnya. Siswa juga menunjukkan sikap/respon positif terhadap proses pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning. Dengan demikian pembelajaran ini dapat dijadikan salah satu alternatif bagi guru untuk melakukan proses pembelajaran di kelas. Kata kunci: Problem Based Learning, motivasi, dan hasil belajar. BAB I PENDAHULUAN B. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan informasi yang sangat cepat dalam berbagai aspek kehidupan termasuk dalam bidang pendidikan, merupakan suatu upaya untuk menjembatani masa sekarang dengan masa yang akan datang dengan jalan memperkenalkan pembaharuan-pembaharuan yang cenderung mengejar efisiensi dan efektivitas. Berdasarkan perubahan zaman tersebut menuntut para guru harus bisa lebih kreatif dan berinovasi dalam melaksanakan pembelajaran di kelas, karena cenderung anak masih senang bermain, bila di bandingkan belajar. Pada usia sekolah dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual, atau kemampuan kognitif (seperti: membaca, menulis, dan menghitung). Dalam rangka mengembangkan kemampuan anak, maka sekolah seyogianya memberikan kesempatan kepada anak untuk mengemukakan pertanyaan, memberikan komentar atau pendapatnya tentang materi pembelajaran yang dibacanya atau dijelaskan guru, membuat karangan, dan menyusun laporan Dalam UU No 20 Tahun 2003 pasal 1 tentang Sisdiknas, dikatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhalak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Sebagai seorang guru tidak hanya dituntut menguasai pengetahuan atau materi yang akan di sampaikan pada pembelajaran di kelas saja, akan tetapi guru harus dapat menguasai pendekatan, model pembelajaran, dan metode pembelajaran yang harus di sesuai dengan keadaan siswa dan lingkungannya, sehingga dapat mendukung siswa untuk berfikir kritis, logis, pedagogik, menggunakan cara yang efektif, efisien serta dapat menumbuhkan diantaranya sikap disiplin, ilmiah, rasa tanggung jawab, percaya diri dan disertai iman dan taqwa. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan.Pembelajaran yang dilaksanakan selama ini yaitu menggunakan pendekatan tradisional, pembelajaran hanya berpusat pada guru dan berlangsung satu arah, contoh metodenya yaitu metode ceramah.Pada zaman yang sudah maju dan sudah memiliki teknologi yang canggih ini pembelajaran dengan menggunakan metode satu arah atau ceramah kurang cocok diterapkan pada anak, karena metode tersebut kurang memicu siswa untuk belajar secara aktif dan berfikir kritis dalam menerima materi pembelajaran. Jika guru tetap menggunakan metode pembelajaran ceramah, siswa dalam pembelajaran di kelas akan lebih cepat bosan dan jenuh, dalam menyimak materi dari guru. Perkembangan zaman menuntut bidang pendidikan untuk bisa ikut berkembang. Pembentukan karakter yang akan dibentuk pada siswa dalam proses belajar merupakan satu tujuan dari perkembangan kurikulum terutama kurikulum 2013. Di karena permasalahan tersebut maka guru dalam pembelajaran di kelas harus menggunakan beberapa metode dan model pembelajaran yang menarik, dan bisa membuat siswa menjadi aktif, diantaranya adalah dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang berbasis dengankan masalah. Siswa akan diberikan permasalahan dalam proses pembelajaran sehingga siswa mampu berpikir secara kritis. Penyampaian materi dengan timbulnya peran aktif dari siswa merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar. Maka dari itu pembelajaran yang dirasa dapat menumbuhkan motivasi siswa serta dapat pula meningkatkan hasil belajar siswa dengan peran aktif dari siswa tersebut. Dari permasalahan inilah peneliti termotivasi untuk mengambil judul ”Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Tentang Tema Indahnya Kebersamaan Sub Tema Keberagaman Budaya Bangsaku. (Penelitian Tindakan Kelas ini Pada Siswa Kelas IV SDPN Sabang Bandung)” C. Identifikasi Masalah Setelah mengamati kegiatan pembelajaran berdasarkan hasil pengamatan pribadi maupun hasil pengamatan teman sejawat adanya ketidaktuntasan siswa dalam memahami materi, maka masalah yang ditemukan adalah: 1. Kurangnya termotivasinya siswa selama mengikuti pembelajaran 2. Metode yang digunakan hanya berpusat kepada guru 3. Proses pembelajaran yang tidak menarik, sehingga siswa merasa jenuh. 4. Dalam proses pembelajaran siswa kurang aktif karena tidak banyak mendapat kesempatan berbicara. D. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dirumuskan masalah yang muncul dalam penelitian ini sebagai berikut secara umum: “apakah dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas IV SD”. Agar penelitian ini lebih terarah maka permasalahan tersebut dijabarkan kedalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana perencanaan pembelajaran melalui model pembelajaran Problem Based Learning untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa di kelas IV SDPN Sabang Bandung? 2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran melalui model pembelajaran Problem Based Learning untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa di kelas IV SDPN Sabang Bandung? 3. Apakah penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas IV SDPN Sabang Bandung? E. Pembatasan Masalah Untuk memudahkan atau menyederhanakan masalah maka pokok permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada aspek-aspek tertentu, yaitu: 1. Model pembelajaran Problem Based Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang menciptakan lingkungan belajar di kelas empat yang efektif, inovatif, siswa menjadi aktif, dan pembelajaran berjalan menyenangkan. 2. Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu ukuran tingkah laku yang dicapai melalui belajar. 3. Pembelajaran dikelas IV dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dilaksanakan agar tercapainya hasil pembelajaran yang lebih baik. 4. Pengelompokkan siswa dalam pembelajaran ini dilaksanakan agar mempermudah siswa dalam proses belajar. 5. Peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa dilihat melalui hasil tes aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang diberikan pada setiap siklus (penilaian proses dan hasil). 6. Penelitian ini ditujukan kepada siswa kelas IV SDPN Sabang Bandung. F. Tujuan Penelitian Sesuai dengan batasan masalah yang telah ditentukan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini secara umum untuk mendeskripsikan model pembelajaran Problem Based Learning dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas IV di Sekolah Dasar Percobaan Negeri Sabang Bandung. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini sesuai dengan masalah yang telah dikemukakan secara khusus yaitu: 1. Untuk mengetahui perencanaan pembelajaran di kelas IV SD melalui model pembelajaran Problem Based Learning untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa. 2. Untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran di kelas IV SD melalui model pembelajaran Problem Based Learning untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa. 3. Untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran kelas IV SD melalui model pembelajaran Problem Based Learning untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. 4. Guru dapat menggunakan hasil penelitian sebagai tolak ukur untuk evaluasi dan memperbaiki kekurangan agar kualitas pembelajaran menjadi lebih baik. G. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dengan pendidikan, terutama guru di kelas IV SD. 1. Menambah pengetahuan dalam mengelola perencanaan dan aktivitas siswa selama berlangsungnya pembelajaran di kelas. 2. Meningkatkan motivasi dan kemampuan siswa kelas IV SD. PTK ini juga bermanfaat untuk: a. Bagi siswa 1) Dapat meningkatkan motivasi anak dalam belajar dan berpikir kritis. 2) Dapat meningkatkan keaktifan pada pembelajaran di kelas. 3) Meningkatkan kreatifitas belajar siswa. 4) Meningkatkan hasil belajar siswa. b. Bagi Guru 1) Hasil penelitian ini dapat menjadi tolak ukur dan bahan pertimbangan guru melakukan pembenahan serta koreksi diri bagi pengembangan dalam pelaksanaan tugas profesinya. 2) Memberikan sumbangan pemikiran tentang pentingnya memilih dan menerapkan pola pendekatan dan strategi pembelajaran dalam proses pembelajran di kelas IV agar lebih menarik, aktif dan diminati siswa hingga akhirnya dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa. 3) Sebagai bahan masukan dalam memilih strategi pembelajaran di kelas IV yang sesuai dengan karakteristik siswa serta kondisi lingkungan belajar. c. Bagi SDPN Sabang 1) Memberikan gagasan baru dalam pembelajaran di kelas IV SD untuk meningkatkanpemahamandan motivasi belajar siswa. 2) Diharapkan menjadi input bagi sekolah dalam melaksanakan pembinaan dan pengembangan para guru dalam meningkatkan efektifitas dan kreatifitas pembelajaran di kelas. d. Bagi Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar 1) Menambah wawasan bagi Mahasiswa PGSD dalam menghadapi profesi guru nanti. H. Kerangka Pemikiran Model Problem Based Learning (PBL) diasumsikan dapat membuat proses pembelajaran lebih bermakna, dan siswa lebih memahami konsep pembelajaran. Menurut Nurhadi (2004: 109) “Pembelajaran Berbasis Masalah yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran”. Problem Based Learning (PBL) juga bisa disebut Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah suatu proses belajar dengan mengeluarkan kemampuan siswa dengan betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji dan mengembangkan kemampuan berpikir secara berkesinambungan yang berorientasi pada masalah dunia nyata. Penggunaan Model Problem Based Learning (PBL) diperkirakan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, khususnya siswa kelas IV. Penguasaan materi pembelajaran salah satunya dapat diukur dengan membentuk siswa menjadi kelompok dan diajak untuk bermain sambil belajar sehingga siswa tidak akan merasa bosan dalam kegiatan belajar pada mata pelajaran IPS. Pembelajaran seperti ini akan membuat siswa untuk aktif dalam memimpin, bekerjasama, dan berpendapat dalam kelompoknya sehingga timbul suasana belajar yang interaksinya tidak hanya dengan guru saja. Metode seperti ini akan berdampak pada meningkatnya hasil belajar. I. Asumsi Pengertian asumsi menurut arti kata (dalam http://arti-kata.com/22102/asumsi.html) adalah satu dugaan yang diterima sebagai dasar; dua landasan berpikir karena dianggap benar;meng·a·sum·si·kan, menduga; memperkirakan; memperhitungkan; meramalkan. Dalam penelitian ini peneliti berasumsi: 1. Model pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, sehingga siswa tidak merasa bosan dan sangat menikmati belajar karena disisipkannya pembelajaran yang tidak siswa sadari secara langsung. 2. Problem Based Learning Pembelajaran berbasis masalah merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada. J. Hipotesis Menurut FN. Kerlinger (dalam Ir. A. Tohardi, M.M., 2008:94) yang dimaksud dengan hipotesis adalah kesimpulan sementara tentang hubungan dua variabel atau lebih. Untuk itu pengertian dari hipotesis coba dijabarkan lebih lanjut menjadi: suatu pernyataan yang dirumuskan dalam bentuk yang harus dapat diuji dan menjelaskan bentuk hubungan yang ada antara dua atau lebih variabel. Pernyataan tersebut masih bersifat jawaban sementara dari suatu permasalahan penelitian. Menurut Trelease (1960) yang dikutip oleh Zainal Mustafa, EQ 1996 (dalam Ir. A. Tohardi, M.M. 2008:94) yang dimaksud dengan hipotesis adalah suatu keterangan sementara dari suatu fakta yang dapat diamati. Sedangkan menurut Good dan Scates 1954 yang juga dikutip oleh Zainal Mustafa, EQ 1996 (dalam Ir. A. Tohardi, M.M. 2008:94) mendefinisikan hipotesis sebagai sebuah tafsiran atau referensi yang dirumuskan serta diterima untuk sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta atau kondisi-kondisi yang diamati dan digunakan sebagai petunjuk untuk langkah penelitian selanjutnya. Sementara itu Manasse Malo dan kawan-kawan 2000 (dalam Ir. A. Tohardi, M.M. 2008:94) berkesimpulan bahwa: Hipotesis adalah suatu pernyataan yang dirumuskan dalam bentuk yang harus dapat diuji dan menjelaskan bentuk hubungan yang ada antara dua atau lebih variabel dan pernyataan tersebut masih merupakan jawaban sementara dari suatu permasalahan penelitian. Peneliti berasumsi bahwa berdasarkan kerangka teoritik diatas maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah sebagai berikut, “Penerapan Model Problem Based Learning dapat Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Tentang Tema Indahnya Kebersamaan Sub Tema Keberagaman Budaya Bangsaku. (Penelitian Tindakan Kelas ini Pada Siswa Kelas IV SDPN Sabang Bandung) K. Definisi Operasional 1. Problem Based Learning (pembelajaran berbasis masalah) menurut Tan, 2003 (dalam Rusman, 2012: 229) merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, meguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan. 2. Motivasi belajar menurut Suryabrata (dalam Raniyati, 2010: 15) adalah keadaan dalam keadaan pribadi orang yang mendorong individu tersebut untuk melakukan berbagai aktivitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan 3. Hasil belajar menurut Reigeluth sebagaimana dikutip Keller (dalam Rusmono, 2012: 7) adalah semua akibat yang dapat terjadi dan dapat dijadikan indikator tentang nilai dari penggunaan suatu metode di bawah kondisi yang berbeda. Hasil belajar merupakan kulminasi dari suatu proses yang telah dilakukan dalam belajar. . Kulminasi akan selalu diiringi dengan kegiatan tindak lanjut. Hasil belajar harus menunjukkan suatu perubahan tingkah laku atau perolehan perilaku yang baru dari siswa yang bersifat menetap, fungsional, positif, dan disadari.Bentuk perubahan tingkah laku harus menyeluruh secara komprehensif sehingga menunjukkan perubahan tingkah laku seperti contoh di atas. BAB II KAJIAN TEORI A. Hakikat Belajar dan Pembelajaran Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi (bahkan dalam kandungan) hingga liang lahat. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun menyangkut nilai dan sikap (afektif). Dalam The Guidance of Learning Activities W.H. Bruton, 1984. (dalam Eveline Siregar dan Hartini Nara. 2010: 4) mengemukakan bahwa “Belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada diri individu karena adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya”. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadi atau tidak terjadi proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang di pelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuhan, manusia atau hal yang lain yang dijadikan bahan belajar. Belajar merupakan perkayaan materi pengetahuan material dan atau perkayaan pola-pola sambutan (responses) perilaku baru (behaviour). Pendapat ini dikemukakan oleh para penganut paham Ilmu Jiwa Asosiasi yang lebih jauh lagi: paham empirisme, yang dipeloporo John Locke (Inggris) & Hebart (Swiss). Gagne (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2008: 10) mengemukakan bahwa “Belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar merupakan kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai.Selain itu belajar terdiri dari tiga komponen penting yaitu kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar”. Piaget (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2008: 11) berpendapat bahwa “Pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan.Lingkungan tersebut mengalami perubahan.Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang”. Dengan demikian, belajar selain suatu kegiatan yang kompleks juga berupa suatu perilaku yang menghasilkan respons lebih baik karena memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Belajar adalah sebuah proses yang kompleks yang didalamnya mengandung beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut adalah: 1. Bertambahnya jumlah pengetahuan. 2. Adanya kemampuan mengingat dan mereproduksi 3. Ada penerapan pengetahuan 4. Menyimpulkan makna 5. Menafsirkan dan mengaitkannya dengan realitas. 6. Adanya perubahan sebagai pribadi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa seseorang dikatakan telah belajar kalau sudah terdapat perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungannya, tidak karena pertumbuhan fisik atau kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan. Kecuali itu, perubahan tersebut haruslah bersifat relative permanen, tahan lama, dan menetap, tidak berlangsung sesaat saja. Dengan memahami kesimpulan diatas, setidaknya belajar memilki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Adnya kemampuan kemampuan baru atau perubahan. Perubahan tingkah laku tersebut bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), maupun nilai dan sikap (afektif). 2. Perubahan itu tidak berlangsung sesaat, melainkan menetap atau dapat disimpan. 3. Perubahan itu tidak terjadi begitu saja, melainkan harus dengan usaha. Perubahan terjadi akibat interaksi dengan lingkungan. 4. Perubahan tidak semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan fisik atau kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan. Menurut Winkel, 1991 (dalam Eveline Siregar dan Hartini Nara. 2010: 12) “Pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian ekstrim yang berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami siswa”. Sementara Gagne, 1985 (dalam Eveline Siregar dan Hartini Nara. 2010: 12). Mendefinisikan “pembelajaran sebagai pengaturan peristiwa secara seksama dengan maksud agar terjadi belajar dan membuatnya berhasil guna”. Salah satu pengertian pembelajaran seperti yang dikemukakan oleh Gagne (1977) akan lebih memperjelas makna yang terkandung dalam pembelajaran: Instruction as a set of external events design to support the several processes of learning, which are internal. Pengertian pembelajaran yang dikemukakan oleh Miarso, 1993 (dalam Evelin Siregar dan Hartini Nara. 2010: 12) menyatakan bahwa “pembelajaran adalah usaha pendidikan yang dilaksanakan secara sengaja, dengan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan, serta pelaksanaannya terkendali” Dari beberapa pengertian pembelajaran yang telah dikemukakakan, maka dapat disimpulkan beberapa ciri pembelajaran maka dapat disimpulkan beberapa ciri pembelajaran sebagai berikut: 1. Merupakan upaya sadar dan disengaja. 2. Pembelajaran harus membuat siswa belajar. 3. Tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan. 4. Pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses, maupun hasilnya. Dalam melaksanakan pembelajaran, agar dicapai hasil yang lebih optimal perlu diperhatikan beberapa prinsip pembelajaran. Prinsip pembelajaran dibangun atas dasar prinsip-prinsip yang ditarik dari teori psikologi terutama teori belajar dan hasil-hasil penelitian dalam kegiatan pembelajaran. Prinsip pembelajaran bila diterapkan dalam proses pengembangan pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran akan diperoleh hasil yang lebih optimal. Selain itu akan meningkatkan kualitas pembelajaran dengan cara memberikan dasar-dasar teori untuk membangun sistem intruksional yang lebih berkualitas tinggi. Beberapa prinsip pembelajaran dikemukakan oleh Atwi Suparman dengan mengadaptasi pemikiran Fillbeck, 1974 (dalam Eveline Siregar dan Hartini Nara. 2010: 14), sebagai berikut: a. Respons-respons baru (new responses) diulang sebagai akibat dan respons yang tejadi sebelumnya. b. Perilaku tidak hanya dikontrol oleh akibat dari respons, tetapi juga dibawah pengaruh kondisi atau tanda-tanda di lingkungan siswa. c. Perilaku yang ditimbulkan oleh tanda-tanda tertentu akan hilang atau berkurang frekuensinya bila tidak diperkuat dengan akibat yang menyenangka. d. Belajar yang berbentuk respons terhadap tanda-tanda yang terbatas akan ditransfer kepada situasi lain yang terbatas pula. e. Belajar menggenelarisasikan dan membedakan adalah dasar untuk belajar sesuatu yang kompleks sepeti yang berkenaan dengan pemecahan masalah. f. Situasi mental siswa untuk menghadapi pembelajaran akan mempengaruhi perhatian dan ketekunan siswa selama proses siswa belajar. g. Kegiatan belajar yang menjadi langkah-langkah kecil dan disertai umpan balik menyelesaikan tiap langkah, akan membatu siswa. h. Kebutuhan memecah materi yang kompleks menjadi kegiatan-kegiatan kecil dapat dikurangi dengan mewujudkannya dalam suatu model. i. Keterampilan tingkat tinggi (kompleks) dari keterampilan dasar yang lebih sederhana. j. Belajar akan lebih cepat, efisien dan menyenangkan bila siswa diberi informasi tentang kualitas penampilannya dan cara meningkatkannya. k. Perkembangan dan kecepatan belajar siswa sangat bervariasi, ada yang maju dengan cepat ada yang lebih lambat. l. Dengan persiapan, siswa dapat mengembangkan kemampuan mengorganisasi kegiatan belajarnya sendiri dan menimbulkan umpan balik bagi dirinya untuk membuat respons yang benar. Strategi pembelajaran menurut Seels dan Richey, 1994 (dalam Rusmono, 2012: 7) adalah perincian untuk memilih dan mengurutkan kejadian dan kegiatan pembelajaran. Lebih lanjut, dengan menguti Reigeulth, Miarso mengemukakan kerangka teori pembelajaran yang dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.1. Kerangka Teori Pembelajaran (diadaptasi dari Reigeluth oleh Miarso, 2004: 259) Kondisi Pembelajaran Metode pembelajaran Hasil Pembelajaran Sumber: Dr. Ir. Rusmono. 2012. Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning itu Perlu. B. Pengertian Motivasi Motivasi berasal dari bahasa latin “movere”, yang berarti menggerakan. Berdasarkan pengertian ini, makna motivasi menjadi berkembang. Wlodkowski, 1985 (dalam Eveline Siregar dan Hartini Nara. 2010: 49) menjelaskan “motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi arah serta bernafaskan behaviorisme”. Motivasi juga dapat dapat dijelaskan sebagai tujuan yang dicapai melalui perilaku tertentu (menurut Corpley, 1985. Dalam Eveline Siregar dan Hartini Nara. 2010: 49). Ames dan Ames, 1984. (dalam Eveline Siregar dan Hartini Nara. 2010: 50) menjelaskan motivasi dari pandangan kognitif menurut pandangan ini, motivasi didefinisikan sebagai perspektif yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri dan lingkungannya. Motivasi adalah usaha atau keinginan dari guru sekolah untuk menimbulkan dan meningkatkan semangat dalam belajar siswanya. Menurut Suryabrata (dalam Raniyati, 2010: 15) “Motivasi adalah keadaan dalam keadaan pribadi orang yang mendorong individu tersebut untuk melakukan berbagai aktivitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan”. Pentingnya peranan motivasi dalam proses pembelajaran perlu dipahami oleh pendidik agar dapat melakukan berbagai bentuk tindakan atau bantuan kepada siswa. Motivasi dirumuskan sebagai dorongan, baik diakibatkan faktor dari dalam maupun luar siswa, untuk mencapai tujuan tertentu guna memenuhi/memuaskan suatu kebutuhan. Dalam konteks pembelajaran maka kebutuhan tersebut berhubungan dengan kebutuhan untuk pelajaran. Peran motivasi dalam proses pembelajaran, motivasi belajar siswa dapat dianalogikan sebagai bahan bakar untuk menggerakkan mesin motivasi belajar yang memadai akan mendorong siswa berperilaku aktif untuk berprestasi dalam kelas, tetapi motivasi yang terlalu kuat justru dapat berpengaruh negatif terhadap kefektifan usaha belajar siswa. Menurut Suprijono (2009: 163) Fungsi motivasi dalam pembelajaran diantaranya: a. Mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan, tanpa motivasi tidak akan timbul suatu perbuatan misalnya belajar. b. Motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. c. Motivasi berfungsi sebagai penggerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan. Pada garis besarnya motivasi mengandung nilai-nilai dalam pembelajaran sebagai berikut: 1. Motivasi menentukan tingkat berhasil atau gagalnya kegiatan belajar siswa. 2. Pembelajaran yang bermotivasi pada hakikatnya adalah pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, dorongan, motif, minat yang ada pada diri siswa. 3. Pembelajaran yang bermotivasi menuntut kreatifitas dan imajinitas guru untuk berupaya secara sungguh-sungguh mencari cara-cara yang relevan dan serasi guna membangkitkan dan memeliharan motivasi belajar siswa. 4. Berhasil atau gagalnya dalam membangkitkan dan mendayagunakan motivasi dalam proses pembelajaran berkaitan dengan upaya pembinaan disiplin kelas. 5. Penggunaan asas motivasi merupakan sesuatu yang esensial dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, selain kajian teori belajar dan teori pembelajaran, ada hal lain yang juga penting untuk dikaji korelasinya dengan proses belajar dan pembelajaran yaitu berkenaan dengan motivasi. Secara umum, terdapat dua peranan penting motivasi dalam belajar. Pertama, motivasi merupakan daya penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelanhsungan belajar demi mencapai satu tujuan. Kedua, motivasi memegang peranan penting dalam memberikan gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar, sehingga siswa yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar. Ali Imron, 1996 (dalam Eveline Siregar dan Hartini Nara. 2010: 53) mengemukakan enam unsur atau faktor yang mempengaruhi motivasi dalam proses pembelajaran. Keenam faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1. Cita-cita/aspirasi pembelajar. 2. Kemampuan pembelajar 3. Kondisi pembelajar. 4. Kondisi lingkungan pembelajar. 5. Unsur-unsur dinamis belajar/pembelajaran. 6. Upaya guru dalam membelajarkan pembelajar. Dalam kenyataannya, motivasi dalam belajar kadangkala naik begitu pesat tetapi juga kadang turun secara drastis. Karena itu, perlu ada semacam upaya untuk memotivasi pembelajar. Ali Imron, 1996 (dalam Eveline Siregar dan Hartini Nara. 2010: 55) mengemukakan empat upaya yang dapat dilakukan oleh guru guna meningkaykan motivasi belajar pembelajar. Empat cara tersebut adalah sebagai berikut: 1. Mengoptimalkan penerapan prinsip-prinsip belajar. 2. Mengoptimalkan unsur-unsur dinamis pembelajaran. 3. Mengoptimalkan pemanfaatan upaya guru dalam membelajarankan pembelajar juga menjadi faktor yang mempengaruhi motivasi. Jika guru tidak bergairah dalam proses pembelajaran maka akan cenderung menjadikan siswa atau pembelajar tidak memiliki motivasi belajar, tetapi sebaliknya jika guru memiliki gairah dalam membelajarkan pembelajar maka motivasi pembelajar akan lebih baik. Hal-hal yang disajikan secara menarik oleh guru juga dapat enjadi sesuatu yang mempengaruhi tumbuhnya motivasi pembelajar atau pengalaman/kemampuan yang telah dimiliki. 4. Mengembangkan aspirasi dalam belajar. C. Psikologi Perkembangan Anak Psikologi perkembangan menurut J.P. Chaplin, 1979 dalam Dr. H. Syamsu Yusuf LN., M.Pd., 2009: 3, yaitu: .... That branch of psychology which studies processes of pra and post natal gowth and the maturation of behavior”. Maksudnya adalah “psikologi perkembangan merupakan cabang dari psikologi yang mempelajari proses perkembangan individu, baik sebelum maupun setelah kelahiran berikut kematangan perilaku. Psikologi perkembangan menurut Ross Vasta, dkk., 1992 (dalam Dr. H. Syamsu Yusuf LN., M.Pd., 2009: 3) mengemukakan bahwa Psikologi perkembangan merupakan cabang psikologi yang mempelajari perubahan tingkah laku dan kemampuan sepanjang proses perkembangan individu dari mulai masa konsepsi sampai mati. Kedua pendapat di atas menunjukkan bahwa psikologi perkembangan merupakan salah satu bidang psikologi yang memfokuskan kajian atau pembahasannya mengenai perubahan tingkah laku dan proses perkembangan dari masa konsepsi (pra-natal) sampai mati. Para peneliti perkembangan menguji atau meneliti apa perkembangan itu mengapa perkembangan itu terjadi. Ada dua tujuan penelitian perkembangan tersebut, yaitu: 1. Memberikan gambaran tentang tingkah laku anak yang meliputi pertanyaab-pertanyaan, seperti: kapan bayi mulai berjalan? Apa keterampilan sosial yang khas bagi anak usia empat tahun? Bagaimana anak usia kelas enam memecahkan konflik dengan teman-temannya? 2. Mengidentifikasi faktor penyebab dan proses yang melahirkan perubahan perilaku dari satu perkembangan ke perkembangan berikutnya. Faktor-faktor ini meliputi warisan genetika, karakteristik biologis dan struktur otak, lingkungan fisik dan sosial dalam kehidupan anak dan pengalaman-pengalaman anak. Para ahli psikologi perkembangan melakukan studi tentang perubahan tingkah laku itu dalam semua siklus kehidupan individu mulai masa konsepsi sampai mati, walaupun usaha-usahanya banyak difokuskan sampai pada periode remaja.Dalam tahun-tahun terakhir ini, penelitian tentang perkembangan telah diarahkan kepada isu-isu yang berhubungan dengan perkembangan masa dewasa sehingga melahirkan psikologi perkembangan sepanjang rentang kehidupan (life-span development psychology). Piaget (dalam Dr. H. Syamsu Yusuf LN., M.Pd., 2009: 4-5) berpendapat bahwa perkembangan manusia dapat digambarkan dalam konsep fungsi dan struktur. Fungsi merupakan mekanisme biologis bawaan yang sama bagi setiap orang atau kecenderungan-kecenderungan biologis untuk mengorganisasi pengetahuan ke dalam struktur kognisi, dan untuk beradaptasi kepada berbagai tantangan lingkungan. Tujuan dari fungsi-fungsi itu adalah menyusun struktur kognitif internal.Sementara Struktur merupakan interelasi (saling berkaitan) sistem pengetahuan yang mendasari dan membimbing tingkah laku intelegen. Struktur kognitif diistilahkan dengan konsep skema, yaitu seperangkat keterampilan, pola-pola kegiatan yang fleksibel dengannya anak memahami lingkungan. Skema merupakan aspek yang fundamental dalam teori Piaget, namun sangat sulit untuk dipahami secara komprehensif. Dia meyakini bahwa intelegensi bukan sesuatu yang dimiliki anak, tetapi yang dilakukannya. Anak memahami lingkungan hanya melalui perbuatan (melakukan sesuatu terhadap lingkungan). Intelegensi lebih merupakan proses daripada tempat penyimpanan informasi yang statis. Dalam hal ini piaget (dalam Dr. H. Syamsu Yusuf LN., M.Pd., 2009: 5) memberikan contoh tentang bagaimana berkembangnya pengetahuan anak tentang bola. Pengetahuan itu diperoleh melalui kegiatan-kegiatannya dalam memperlakukan bola tersebut, seperti memegang, menendang, dan melempar.Kegiatan-kegiatan ini merupakan contoh kegiatan skema. Dengan demikian, skema itu terdiri atas dua elemen, yaitu: a. Objek yang ada di lingkungan (seperti bola), b. Reaksi anak terhadap objek. Dalam membahas fungsi-fungsi, Piaget (dalam Dr. H. Syamsu Yusuf LN., M.Pd., 2009: 5-6) mengelompokkannya seperti berikut: a. Organisasi, yang merujuk kepada fakta bahwa semua struktur kognitif berinterelasi, dan berbagai pengetahuan baru harus diselaraskan ke dalam sistem yang ada. b. Adaptasi, yang merujuk kepada kecenderungan organisme untuk menyelaraskan dengan lingkungan. Adaptasi ini terdiri atas dua subproses, yaitu: 1) Asimilasi, yaitu kecenderungan organisme untuk memahami pengalaman baru berdasarkan pengetahuan yang telah ada, seperti: seorang abak kecil memanggil semua orang dewasa pria dengan sebutan “Daddy” (bapak); 2) Akomidasi, yaitu perubahan struktur kognitif karena pengalaman baru. Ini terjadi apabila informasi yang baru itu sangat berbeda atau terlalu kompleks yang kemudian diintegrasikan ke dalam struktur yang telah ada. Dapat juga diartikan sebagai “mengubah struktur kognitif yang ada untuk menyesuaikan atau menyelaraskan dengan pengalaman baru”. Seperti pada masa awal perkembangan, anak cenderung untuk mengisap setiap objek yang berada di dekatnya, namun pada akhirnya dia belajar bahwa tidak semua objek dapat diisap. Keadaan saling mempengaruhi antara asimilasi dan akomodasi melahirkan konsep kontruktivisme, yaitu bahwa anak secara aktif menciptakan (mengkreasikan) pengetahuan secara pasif dan lingkungannya. Menurut Piaget (dalam Dr. H. Syamsu Yusuf LN., M.Pd., 2009: 6) “perkembangan kognitif (intelegensi) itu meliputi empat tahap atau periode, yaitu seperti tampak pada tabel di bawah ini”. Tabel 2.1. Tahapan Perkembangan Kognitif Menurut Piaget (2009: 6) PERIODE USIA DESKRIPSI PERKEMBANGAN 1. Sensorimotor 2. Praoperasional 3. Operasi Konkret 4. Operasi Formal 0-2 tahun 2-6 tahun 6-11 tahun 11 tahun sampai dewasa Pengetahuan anak diperoleh melalui interaksi fisik baik dengan orang atau objek (benda). Skema-skemanya baru berbentuk refleks-refleks sederhana, seperti: menggenggam atau menghisap. Anak mulai menggunakan simbol-simbol untuk merepresentasi dunia (lingkungan) secara kognitif. Simbol-simbol itu seperti: kata-kata dan bilangan yang dapat menggantikan objek, peristiwa dan kegiatan (tingkah laku yang tampak). Anak sudah dapat membentuk operasi-operasi mental atas pengetahuan yang mereka miliki. Mereka dapat menambah, mengurangai, dan mengubah. Operasi ini memungkinkannya untuk dapat memecahkan masalah secara logis. Peiode ini merupakan operasi mental tingkat tinggi. Di sini anak (remaja) sudah dapat berhubungan dengan peristiwa-peristiwa hipotesis atau abstrak, tidak hanya dengan objek-objek konkret. Remaja sudah dapat berpikir abstrak dan memecahkan masalah melalui pengujian semua alternatif yang ada. Sumber: Syamsu Yusuf LN. 2009. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja D. Problem Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PMB) Dalam proses pembelajaran disekolah, siswa tidak sekedar mendengarkan ceramah guru atau berperan serta dalam diskusi, tetapi siswa juga diminta menghabiskan waktunya di perpustakaan, di situs web atau terjun ditengah-tengah masyarakat. Pada hakikatnya program pembelajaran tidak hanya bertujuan untuk memahami dan menguasai apa dan bagaimana sesuatu terjadi, tetapi juga memberi pemahaman dan penguasaan tentang “mengapa hal itu terjadi”. Pembelajaran yang hanya mengarah kepada pemahaman mengenai apa dan bagaimana tidak menciptakan daya kritis pada diri siswa dalam rangka memecahkan suatu masalah. Kelemahan yang sering terjadi selama ini salah satunya adalah banyak siswa yang ujiannya memperoleh nilai tinggi bahkan sempurna, tetapi ketika dalam kehidupan nyata mengahadap suatu masalah mereka tidak tahu bagaimana cara mengatasinya. Banyak orang yang sangat pandai menjelaskan suatu konsep, ciri-cirinya, proses kejadiannya, tetapi tidak dapat memberikan solusi ketika sesuatu tersebut mengalami masalah. Peubahan cara pandang terhadap siswa sebagai objek menjadi subjek dalam proses pembelajaran menjadi titik tolak banyak ditemukannya berbagai pendekatan pembelajaran yang inovatif. Guru dituntut dapat memilih model pembelajaran yang dapat memacu semangat setiap siswa untuk secara aktif ikut terlibat dalam pengalaman belajarnya. Salah satu alternative model pembelajaran yang memungkingkan dikembangkannya keterampilan berpikir siswa (penalaran, komunikasi, dan koneksi) dalam memecahkan masalah adala Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem Based Learning. Menurut Tan, 2003 (dalam Rusman, 2012: 229) mengemukakan bahwa: Problem Based Learning (pembelajaran berbasis masalah) merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, meguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan. Boud dan Faletti, 1997 (dalam Rusman, 2012: 230) mengemukakan bahwa “Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem Based Learning adalah inovasi yang paling signifikan dalam pendidikan” Strategi pembelajaran Problem Based Learning menawarkan kebebasan siswa dalam proses pembelajaran. Panen, 2001 (dalam Rusmono, 2012: 74) mengatakan “dalam strategi pembelajaran dengan PBL, siswa diharapkan untuk terlibat dalam proses penelitian yang mengharuskannya untuk mengidentifikasi permasalahan, mengumpulkan data, dan menggunakan data tersebut untuk memecahkan masalah”. Belajar berbasis masalah adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berlandaskan pada paradigma konstruktivisme, yang berorientasi pada proses belajar siswa (student-centered learning). PBL (Problem Based Learning) merupakan model pembelajaran yang sangat popular dalam dunia kedokteran sejak 1970-an. PBL berfokus pada penyajian suatu permasalahan (nyata atau simulasi) kepada siswa, kemudian siswa diminta mencari pemecahannya, melalui serangkaian penelitian dan investasi berdasarkan teori, konsep, prinsip yang dipelajarinya dari berbagai bidang ilmu (multiple perspective). Pembelajaran berbasis masalah memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda dengan model-model pembelajaran yang lain. Pembelajaran berbasis masalah dapat digunakan apabila pembelajaran berorientasi pemahaman siswa secara komperhensif, mengembangkan keterampilan berpikir siswa secara rasional, dan memecahkan masalah secara sistematis. Menurut Tan, 2000 (dalam Rusman, 2012: 232) berpendapat bahwa “Pembelajaran berbasis masalah merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada” Karakteristik pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut: a. Permasalahan menjadi starting point dalam pembelajaran. b. Permasalahan yang diangkat adalah pemasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur. c. Permasalahan memerlukan perspektif ganda (multi perspective). d. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar. e. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama. f. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM. g. Belajar adalah kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. h. Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan i. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sentesis dan integrasi dari sebuah proses belajar, dan j. PBM melibatkan evaluasi dan review pengetahuan siswa dan proses belajar. Dalam PBM guru terus berpikir tentang beberapa hal, yaitu: 1) bagaimana cara merancang dan menggunakan permasalahan yang ada di dunia nyata sehingga siswa dapat menguasai hasil belajar?; 2) bagaimana bisa menjadi pelatih siswa dalam proses pemecahan masalah, pengarahan diri, dan belajar dengan teman sebaya?; 3) dan bagaimana siswa memandang diri mereka sendiri sebagai pemecah masalah yang aktif?. Guru dalam PBM juga memusatkan perhatiannya pada: 1) memfasilitasi proses PBM; mengubah cara berpikir, mengembangkan keterampilan inquiry, menggunakan pembelajaran kooperatif; 2) melatih siswa tentang strategi pemecahan masalah; pemberian alasan yang mendalam, metakognisi, berpikir kritis, dan berpikir secara sistem; dan 3) menjadi perantara proses penguasaan informasi; meneliti lingkungan informasi, mengakses sumber informasi yang beragam, dan mengadakan koneksi. Pemecahan masalah yang efektif dalam setting dunia nyata melibatkan penggunaan proses kognitif, meliputi perencanaan penuh untuk berpikir (menggunakan waktu untuk berpikir dan merencanakan), berpikir secara menyeluruh (terbuka dengan berbagai gagasan dan menggunakan perspektif yang beragam), berpikir secara sistematik (diatur, menyeluruh, dan sistematik), berpikir analitik (pengklasifikasian, analisis logis, dan kesimpulan), berpikir analogis (mengaplikasikan persamaan, pola, berpikir paralel dan lateral), berpikir sistem (holistic dan berpikir menyeluruh) Berpikir digunakan dalam PBM ketika siswa merencanakan, membuat hipotesis, menggunakan perspektif yang beragam, dan bekerja melalui fakta dan gagasan secara sistematis. Menurut Michael Hicks, 1991. (dalam Rusman, 2012: 237) ada empat hal yang harus dipehatikan ketika membicarakan masalah, yaitu: 1) memahami masalah, 2) kita tidak tahu bagaimana cara memecahkan masalah tersebut,3) adanya keinginan memecahkan masalah, dan 4) adanya keyakinan mampu memecahkan masalah. Dalam PBM sebuah masalah yang dikemukakan kepada siswa harus dapat membangkitkan pemahaman siswa terhadap masalah, sebuah kesadaran akan adanya kesenjangan, pengetahuan, keinginan, memecahkan masalah, dan adanya persepsi bahwa mereka mampu memecahkan masalah tersebut. Johnshon & Johnshon seperti yang dikutip oleh Sanjaya, 2009 (dalam Sutirman, 2013: 41) “memberikan lima langkah dalam pembelajaran berbasis masalah, yaitu: mendefinisikan masalah, mendiagnosis masalah, merumuskan alternative pemecahan masalah, memilih dan menerapkan strategi pemecahan masalah, dan melakukan evaluasi”. Tujuan PBM adalah penguasaan isi belajar dari disiplin heuristik dan pengembangan keterampilan pemecahan masalah. PBM juga berhubungan dengan belajar tentang kehidupan yang lebih luas (lifewide learning), keterampilan memaknai informasi, kolaboratif, dan belajar tim, dan keterampilan berpikir reflektif dan evaluatif. Ciri-ciri strategi Problem Based Learning menurut Baron, 2003 (dalam Rusmono, 2012: 74) adalah: 1. Menggunakan permasalahan dalam dunia nyata. 2. Pembelajaran dipusatkan pada penyelesaian masalah. 3. Tujuan pembelajaran ditentukan oleh siswa. 4. Guru berperan sebagai fasilitator. Keterlibatan siswa dalam strategi pembelajaran dengan PBL, menurut Baron, meliputi kegiatan berkelompok dan kegiatan perorangan. Dalam kelompok, siswa melakukan kegiatan-kegiatan: (1) membaca kasus, (2) menentukan masalah mana yang paling relevan dengan tujuan pembelajaran, (3) membuat rumusan masalah , (4) membuat hipotesis, (5) mengidentifikasi sumber informasi, diskusi, dan pembagian tugas, (6) melaporkan, mendiskusikan penyelesaian masalah yang mungkin, mealporkan kemajuan yang dicapai setiap anggota kelompok, dan presentasi dikelas. Kinerja yang efektif dari tugas belajar kelompok menurut Barbara, Groh, dan Deborah, 2001 (dalam Rusmono, 2012: 75) “memerlukan pengembangan keahlian baru pada siswa dan guru. Sebuah kelompok menjadi fungsional, apabila seluruh anggotanya bekerja secara efektif untuk meningkatkan pembelajaran diri sendiri dan anggota kelompok yang lainnya”. Untuk mencapai kelompok menurut Barbara, 2001 (dalam Rusmono, 2012: 75) yang perlu dilakukan adalah: 1. Memulai kelompok. Kelompok dibentuk pada hari pertama dimulainya pelajaran dengan aktifitas menulis biografi kelompok, memberi tes singkat untuk perorangan untuk perorangan setelah itu tes kepada kelompok, mengisi instrument cara belajar yang baik untuk bahan diskusi kelompok, dan mengadakan kelompok untuk menunjukan perbedaan antara lingkungan belajar yang berpusat pada siswa dan yang berpusat pada guru. 2. Memonitor kelompok. Untuk kelas yang sedikit kelompoknya peran guru sebagai tutor, dan setiap tutor memandu sebuah kelompok siswa. Interaksi kelompok memungkinkan intervensi spontan dan informalyang sangat membantu dalam proses pengambilan keputusan. Untuk kelas yang banyak kelompok, para guru mengembangkan strateginya yang meliputi mengembangkan aktivitas kelompok yang teridentifikasi dengan baik, menggunakan masalah yang memungkinkan intervensi instruktur pada titik-titik penting untuk melibatkan kelas dalam diskusi dan atau klarifikasi, dan tutor berjalan disekitar kelas untuk membantu kelompok yang memiliki tanda-tanda tidak berfungsi, seperti pembicaraan yang tidak sesuai dengan tugas, setiap siswa tidak ambil bagian dalam diskusi atau sebaliknya mendominasi, dan lain-lain. 3. Peranan kelompok. Salah satu cara untuk meningkatkan partisipasi siswa adalah dengan meminta siswa untuk mengambil peranan dan tanggung jawab dalam kelompoknya. 4. Evaluasi Memberikan kesempatan siswa untuk memberikan umpan balik yang membangun secara verbal dan tertulis terhadap individu maupun kelompok merupakan salah satu strategi untuk memaksimalkan sikap positif kelompok dan memaksimalkan tanggung jawab individu. Untuk kegiatan perorangan, dalam proses pembelajaran dengan strategi pembelajaran PBL, siswa melakukan kegiatan membaca berbagai sumber, meneliti, dan menyampaikan temuan. Kegiatan dikelas adalah menerima umpan balik dari kelompok lain dibawah panduan guru. Untuk mengembangkan suatu masalah dalam strategi pembelajaran dengan PBL, dimulai dengan menjelaskan isi informasi yang akan dipelajari; menjelaskan kemungkinan terdapat sumber-sumber informasi yang penting; menuliskan pernyataan atau rumusan masalah berdasarkan kurikulum, relevan dengan pengalaman belajar, tidak terstruktur, cukup fleksibel, untuk dikembangkan; mengembangkan pernyataan masalah yang terfokus; daftar sumber yang akan digunakan; memastikan bahwa cakupan masalah sesuai dengan waktu yang direncanakan, dan merencanakan strategi evaluasinya. Selanjutnya untuk melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran PBL ada lima tahap sebagai berikut: Table 2.2. Tahapan Pembelajaran dengan Strategi PBL (diadaptasi dari Moh. Nur, 2006: 62) Tahap Pembelajaran Perilaku Guru Tahap 1: Mengorganisasi siswa kepada masalah Guru menginformasikan tujuan-tujuan pembelajaran, mendeskripsikan kebutuhan-kebutuhan logistik penting, dan memotiviasi siswa agar terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah yang mereka pilih sendiri. Tahap 2: Mengorganisasi siswa untuk belajar Guru membantu siswa menentukan dan mengatur tugas-tugas belajar yang berhubungan dengan masalah itu. Tahap 3: Tahap membantu penyelidikan mandiri dan kelompok Guru mendorong siswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, mencari penjelasan, dan solusi. Tahap 4: Mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya serta pameran Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil karya yang sesuai deperti laporan, rekaman video, dan model serta membantu mereka berbagi karya mereka. Tahap 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Guru membantu siswa melakukan refleksi atas penyelidikan dan proses yang mereka gunakan. Sumber: Dr. Ir. Rusmono. 2012. Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning Itu Perlu. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam strategi pembelajaran dengan PBL yang lebih dipentingkan adalah dari segi proses bukan hanya sekedar hasil yang diperoleh. Apabila proses belajar dapat berlangsung secara maksimal, maka kemungkinan besar hasil belajar yang diperoleh juga akan optimal. Prosedur penerapan strategi pembelajaran PBL terdiri atas kegiatan pendahuluan, penyajian, dan penutup yang dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.2. Prosedur Strategi Pembelajaran dengan PBL Sumber: Sumber: Dr. Ir. Rusmono. 2012. Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning Itu Perlu. Kelebihan pembelajaran Problem Based Learning diantaranya: 1. Pemecahan masalah (Problem Solving) merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran. 2. Dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa. 3. Dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa. 4. Dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan barunya untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata. 5. Dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. 6. Dapat memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau buku-buku saja. 7. Dianggap lebih menyenangkan dan disukai. 8. Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuannya mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru. 9. Dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. 10. Dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir. Adapun kekurangan dari pembelajaran Problem Based Learning diantaranya yakni: 1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari dapat dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba. 2. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui Problem Based Learning membutuhkan waktu untuk persiapan. 3. Tanpa pemahaman [engapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. Berdasarkan kelebihan-kelebihan yang diidentifikasikan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah sangat penting untuk dipahami dan diterapkan oleh para guru. E. Hasil Belajar Semua akibat yang dapat terjadi dan dapat dijadikan indikator tentang nilai dari penggunaan suatu metode di bawah kondisi yang berbeda menurut Reigeluth sebagaimana dikutip Keller (dalam Rusmono, 2012: 7) adalah merupakan hasil belajar. Hasil belajar merupakan kulminasi dari suatu proses yang telah dilakukan dalam belajar. Kulminasi akan selalu diiringi dengan kegiatan tindak lanjut. Hasil belajar harus menunjukkan suatu perubahan tingkah laku atau perolehan perilaku yang baru dari siswa yang bersifat menetap, fungsional, positif, dan disadari.Bentuk perubahan tingkah laku harus menyeluruh secara komprehensif sehingga menunjukkan perubahan tingkah laku seperti contoh di atas.Aspek perilaku keseluruhan dari tujuan pembelajaran menurut Benyamin Bloom 1956 (dalam Sri Anitah W, dkk. 2008: 2.19) yang dapat menunjukkan gambaran hasil belajar, mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Romizoswki 1982 (dalam Sri Anitah W, dkk. 2008: 2.19) menyebutkan dalam skema kemampuan yang dapat menunjukkan hasil belajar yaitu: 1. Keterampilan kognitif berkaitan dengan kemampuan membuat keputusan memecahkan masalah dan berpikir logis; 2. Keterampilan psikomotorik berkaitan dengan kemampuan tindakan fisik dan kegiatan perseptual; 3. Keterampilan reaktif berkaitan dengan sikap, kebijaksanaan, perasaan, dan self control; 4. Keterampilan interaktif berkaitan dengan kemampuan sosial dan kepemimpinan. Gagne 1979 (dalam Sri Anitah W, dkk. 2008: 2.19) menyebutkan ada lima tipe hasil belajar yang dapat dicapai oleh siswa, yaitu: 1. Motor skills; 2. Verbal information; 3. Intelectual skills; 4. Attitudes; 5. Cognitive strategies Seperti telah dikemukakan di atas bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku secara menyeluruh bukan hanya pada satu aspek saja tetapi terpadu secara utuh.Oleh karena itu, guru harus memperhatikan secara seksama supaya perilaku tersebut dapat dicapai sepenuhnya dan menyeluruh oleh siswa. Perwujudan hasil belajar akan selalu berkaitan dengan kegiatan evaluasi pembelajaran sehingga diperlukan adanya teknik dan prosedur evaluasi belajar yang dapat menilai secara efektif proses dan hasil belajar. Untuk melihat hasil belajar yag berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis dan ilmiah pada siswa Sekolah Dasar, dapat dikaji proses maupun hasil berdasarkan: 1. Kemampuan membaca, mengamati dan atau menyimak apa yang dijelaskan atau diinformasikan; 2. Kemampuan mengidentifikasi atau membuat sejumlah (sub-sub) pertanyaan berdasarkan substansi yang dibaca, diamati dan atau didengar; 3. Kemampuan mengorganisasi hasil-hasil identifikasi dan mengkaji dari sudut persamaan dan perbedaan; 4. Kemampuan melakukan kajian secara menyeluruh. Menurut Dimyati dan Mudjiono (dalam http://www.sarjanaku.com /2011/03/pengertian-definisi-hasil-belajar.html), “Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru.Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar” Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran. Menurut Oemar Hamalik (dalam http://www.sarjanaku.com/2011/03 /pengertian-definisi-hasil-belajar.html) “hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti”. Berdasarkan teori Taksonomi Bloom (dalam http://www.sarjanaku.com/2011 /03/pengertian-definisi-hasil-belajar.html) hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut: 1. Ranah Kognitif Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian. 2. Ranah Afektif Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai. 3. Ranah Psikomotor Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati). Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah. Beberapa indikator dan kemungkinan cara mengungkapkan ketiga katagori ranah menurut Bloom (dalam Prof. Dr. H. Abin Syamsuddin Makmun, M.A. 2005: 167-168) secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 2.3. Indikator dan kemungkinan hasil belajar menurut Bloom (2005: 168) Jenis Hasil Belajar Indikator-indikator Cara Pengukuran A. Kognitif 1. Pengamatan/perseptual 2. Hafalan/ingatan 3. Pengertian/pemahaman 4. Aplikasi/penggunaan 5. Analisis 6. Sintesis 7. Evaluasi 1. Dapat menunjukkan/membandungkan/ menghubungkan 2. Dapat menyebutkan/ menunjukkan lagi 3. Dapat menjelaskan/ mendefinisikan dengan kata-kata sendiri 4. Dapat memberikan contoh/menggunakan dengan tepat/memecahkan masalah 5. Dapat menguraikan/ mengkasifikasikan. 6. Dapat menghubungkan/ menyimpulkan/menggeneralisasikan 7. Dapat menginterpretasi-kan/memberikan kritik/memberikan pertimbangan/penilaian 1. Tugas/tes/observasi 2. Pertanyaan/soalan 3. Tes/tugas 4. Tugas/persoalan/tes/tugas 5. Tugas/persoalan/tes 6. Tugas/persoalan/tes 7. Tugas/persoalan/tes B. Afektif 1. Penerimaan 2. Sambutan 3. Penghargaan/apresiasi 4. Internalisasi/pendalaman 5. Karakterisasi/penghayatan 1. Bersikap menerima/ menyetujui atau sebaliknya 2. Bersedia terlibat/partisi-pasi/memanfaatkan atau sebaliknya 3. Memandang penting/ber-nilai/befaedah/indah/harmonis/kagum atau sebaliknya 4. Mengakui/mempercayai/meyakinkan atau sebaliknya 5. Melembagakan/membiasakan/menjelmakan dalam pribadi dan perilakunya sehari-hari 1. Pertanyaan/tes/skala sikap 2. Tugas/observasi/tes 3. Skala penilaian/tugas/observasi 4. Skala sikap/tugas expresif/proyektif 5. Observasi/tugas expresif/proyektif C. Psikomotorik 1. Keterampilan bergerak/bertindak 2. Keterampilan ekspresi verbal dan nonverbal 1. Koordinasi mata, tangan dan kaki 2. Gerak, mimik, ucapan 1. Tugas/observasi/tes tindakan 2. Tugas/observasites/tindakan Sumber: Prof. Dr. H. Abin Syamsuddin Makmun, M.A. 2005. Psikologi Kependidikan

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 12 Jul 2016 03:28
Last Modified: 12 Jul 2016 03:28
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/5507

Actions (login required)

View Item View Item