PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENUMBUHKAN SIKAP RASA INGIN TAHU DALAM MENCARI INFORMASI TENTANG KEBERAGAMAN BUDAYA

SITI ILMA SETIAWAN, 105060011 (2016) PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENUMBUHKAN SIKAP RASA INGIN TAHU DALAM MENCARI INFORMASI TENTANG KEBERAGAMAN BUDAYA. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
COVER.doc

Download (122kB)
[img] Text
Lembar Pengesahan.rtf

Download (60kB)
[img] Text
Surat Pernyataan.doc

Download (30kB)
[img] Text
Abstrak.doc

Download (39kB)
[img] Text
KATA PENGANTAR.docx

Download (22kB)
[img] Text
Daptar isi.docx

Download (33kB)
[img] Text
BAB 1.docx

Download (36kB)
[img] Text
BAB 2.docx

Download (782kB)
[img] Text
BAB 3.docx
Restricted to Repository staff only

Download (67kB)
[img] Text
BAB 4.docx
Restricted to Repository staff only

Download (364kB)
[img] Text
BAB 5.docx
Restricted to Repository staff only

Download (28kB)
[img] Text
Daftar Pustaka Gabungan.docx

Download (23kB)
[img] Text
Riwayat Hidup.doc

Download (538kB)

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan rasa ingin tahu siswa melalui model Problem Based Learning dalam pembelajaran Tematik pada topik Kerberagaman Budaya. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan di kelas IV SDN Pelangi 2 kecamatan majalaya kabupaten bandung . Penelitian ini dilatar belakangi dengan keadaan siswa di kelas IV SDN Pelangi 2 yang tidak Aktif dan kritis didalam pembelajaran dikarenakan guru sering menggunakan model pembelajaran yang kurang bervariasi misalnya ceramah konvensional yang menyebabkan pembelajaran menjadi kurang menyenangkan, sedangkan dengan model-model pembelajaran yang lain khususnya model Problem Based Learning belum pernah dilaksanakan. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menggunakan sistem siklus yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, analisis dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus. Dalam tiap siklusnya dilaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning.Teknik evaluasi yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik tes dan non tes. Teknik tes untuk mengetahui hasil belajar siswa, dan teknik non tes untuk mengetahui rasa ingin tahu siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan rasa ingin tahu siswa. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai presentase peningkatan kemampuan rasa ingin tahu siswa dari siklus I sampai siklus II, yaitu pada siklus I muncul sikap rasa ingin tahu 67 % dengan kategori cukup, siklus II 86 % dengan kategori baik. Kesimpulan yang diperolah dari penelitian ini adalah, bahwa penggunaan model pembelajaran problem based learning sangat menunjang terhadap peningkatan kemampuan rasa ingin tahu siswa pada topik keberagaman budaya kelas IV Sekolah Dasar. Dengan demikian, penggunaan model problem based learning dapat dijadikan salah satu model pembelajaran untuk diterapkan pada pembelajaran tematik. Kata kunci: Problem Based Learning, Rasa Ingin Tahu THE APPLICATION OF THE MODEL TO FOSTER SELF DISCOVERY LEARNING CURIOSITY IN FINDING INFORMATION ABOUT CULTURAL DIVERSITY (The Research class actionon The theme beautiful together, Subthemes Cultural Diversity characteristic learning I In class IV SDN Rainbow 2 Grade Majalaya Districts of Bandung Regency By : Siti Ilma Setiawan 105060011 This study aims to improve the ability of the student’s curiosity through problem based learning model in thematic learning on the topic of cultural diversity. Action research conducted in the fourth grade Majalaya SDN Rainbow 2 districts of Bandung regency. The background is not active and critical in learning because teachers often use a less varied learning models such as conventional lectures which cause learning to be less fun, while learning models with other models, espisicially the problem based learning has never been implemented. This study uses Classroom Action Research (CAR) using a system consisting reflection of a cycle of planning, implementation, observation, analysis, and reflection. This study was conducted in two cycle. In each cycle of learning activities carried out by applying the model of problem based learning. Teknik evalution used in this study was a test and non-test techniques. Engineering test to determine student learning outcomes, and the non-test techniques to determine the student’s curiosity. The result showed that the use of Problem Based Learning model can improve the ability of the student’s curiosity. This can be seen from the value of the percentage increase in the ability of the student’s curiosity from the first cycle to the second cycle, the first ciycle appears that the attitude of curiosity 67% with enough categories, the second cycle of 86% with both categories. The conclusions obtained from this study is that the used of problem based learning model strongly support the upgrading of the curiosity of students on the topic of cultural diversity Elementery School fourth grade. Thus, the use of problem based learning models can be used as one of the learning model to be applied to thematic learning. Keyword: Problem Based Learning, Curiosity In Finding BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku minang adalah suatu suku yang mendiami provinsi Sumatera Barat. Suku minang sering disebut sebagai orang padang atau urang awak. Selain bahasa padang, orang minang juga menggunakan bahasa melayu. Alat musik tradisional minang adalah talempong. Talempong dimainkan dengan cara dipukul. Alat musik khas minang lainnya yang dimainkan dengan cara ditiup adalah saluang. Masyarakat minang juga memiliki banyak jenis tarian, diantaranya adalah tari pasambahan dan tari piring. Tari pasambahan biasanya ditampilkan dalam pesta adat. Rumah adat minang disebut rumah gadang yang terbuiat dari bahan kayu. Rendang merupakan salah satu makanan tradisional suku minang yang terkenal, bahkan telah dikenal di negara lain. Makanan khas masyarakat suku minang lainnya yang juga digemari adalah sate padang dan dendeng balado. Orang minang juga gemar berdagang dan memantau ke daerah lain. Legenda yang terkenal adalah cerita “Si Malin Kundang”. Sikap rasa ingin tahu adalah sifat naluriah yang dimiliki manusia sejak lahir rasa ingin tahu merupakan salah satu mekanisme pertahanan hidup manusia, dari rasa ini manusia memiliki kencenderungan untuk mengetahui hal yang belum diketahui sebelumnya. Nasoetion (Hadi dan Permata, 2010: 3) berpendapat rasa ingin tahu adalah suatu dorongan atau hasrat untuk lebih mengerti suatu hal yang sebelumnya kurang atau tidak kita ketahui. Rasa ingin tahu biasanya berkembang apabila melihat keadaan diri sendiri atau keadaan sekeliling yang menarik. Dari pengertian ini, berarti untuk memiliki rasa ingin tahu yang besar, syaratnya seseorang harus tertarik pada suatu hal yang belum diketahui. Keterkaitan itu ditandai dengan adanya proses yang berpikir akti, yakni digunakannya semua panca indera yang kita miliki secara maksimal. Pengaktifan bisa diawali dengan pengamatanmelalui mata atau mendengar informasi dari orang lain. Saat mendapatkan data dari berbagai sumber, maka kaitkan data tersebut satu sama lain sehingga menimbulkan suatu fenomena , yakni sembarang objek yang memiliki karakteristik yang dapat diamati. Rasa ingin tahu, ingin mengerti yang merupakan kodrat manusia membuat manusia selalu bertanya-tanya “ini apa?”. Kemudian menyusul pertanyaan-pertanyaan “mengapa begini?”, “mengapa begitu?”, dan selanjutnya pertanyaan kita berkembang menjadi pertanyaan-pertanyaan seperti “bagaimana hal itu bisa terjadi?”, “bagaimana memecahkannya?”, dan seterusnya. pertanyaan ini muncul sejak manusia mulai bisa berbicara dan dapat mengungkapkan isi hatinya. Makin jauh jalan pikirannya, makin banyak pertanyaan yang muncul, makin banyak usahanya untuk mengerti. Jika jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut mencapai alasan atau dasar, sebab atau keterangan yang sedalam-dalamnya, maka puaslah dia dan tidak akan bertanya lagi. Akan tetapi, jika jawaban dari pertanyaan itu belum mencapai dasar, maka manusia akan mencari lagi jawaban yang dapat memuaskannya. Manusia harus memiliki hasrat ingin tahu. Rasa ingin tahu membuat manusia dapat memecahkan setiap permasalahan dan pemikiran yang ada di dalam fikirannya. Apabila rasa ingin tahu ini dapat dimanfaatkan dengan baik maka akan membawa manusia semakin mengerti dirinya sendiri. Lewat rasa ingin tahu membuat manusia mengetahui kebenaran. Segala sesuatu yang tampak nyata dalam hidup tidak sepenuhnya selalu benar. Apabila seseorang yang pikirannya dipenuhi dengan rasa ingin tahu maka dia tidak akan menerima mentah-mentah omongan seseorang, mereka akan selalu menggunakan pikirannya untuk mencari kebenaran dari omongan tersebut. Seorang yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi akan mencari informasi detail tentang segala sesuatu yang mereka pertanyakan. Lewat rasa ingin tahu kita, kita akan berusaha untuk memecahkan setiap pertanyaan dibenak kita. Hal ini akan membuat kita merasakan pengalaman baru, pengalaman yang dimaksud berupa informasi. Informasi adalah pengetahuan yang didapatkan dari pembelajaran, pengalaman, atau instruksi. Pengetahuan yang diterima mengenai fakta atau keadaan tertentu, atau lebih tepatnya, informasi merupakan jawaban atas pertanyaan. Menurut Abdul Kadir (2002: 31); McFadden dkk (1999) mendefinisikan informasi sebagai data yang telah diproses sedemikian rupa sehingga meningkatkan pengetahuan seseorang yang menggunakan data tersebut. Mencari informasi adalah kegiatan dalam menentukan dan mengidentifikasikan pesan untuk memuaskan kebutuhan informasi yang dirasakan. Menurut Luki Wijayanti (dalam Rosita, 2006: 17) mengatakan perilaku pencarian informasi merupakan aktivitas pemakai untuk mencari, mengumpulkan, dan memakai informasi yang mereka butuhkan. Ciri – ciri anak yang mempunyai rasa ingin tahu dalam mencari informasi dalam belajar yaitu: 1. Motivasi anak sangat tinggi 2. Bersungguh – sungguh dalam belajar 3. Memiliki antusias yang tinggi dalam belajar 4. Anak aktif dalam belajar 5. Prestasi belajar anak baik Pendekatan dalam strategi pembelajaran dapat menggunakan model dan metode yang diciptakan oleh para ahli, tujuanya adalah untuk memudahkan guru dalam proses pembelajaran dan tentunya agar pembelajaran berlangsung secara efektif dan efisien. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran, seperti dikemukakan oleh E. Rohimah dalam Adi Maulana (2002: 9). Dahlan dalam N.Nurlaela (2001: 1) menyatakan bahwa yaitu suatu model mengajar dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam penyusunan kurikulum, mengatur materi pelajaran dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas. Model pembelajaran merupakan rencana dalam mengajar yang direkayasa sedemikian rupa untuk mencapai tujuan tertentu dalam pengajaran. Rencana pengajaran ini meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pengajaran. Seiring dengan perubahan kurikulum, kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi yang dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006. Kurikulum 2013 pada proses pembelajaran mencakup: 1. Berorientasi pada karakter kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. 2. Menggunakan pendekatan saintifik, karakteristik kompetensi yang sesuai. Dalam hal ini untuk anak SD tematik terpadu. Pembelajaran pada kurikulum 2013, menggunakan buku guru sebagai panduan guru dalam kegiatan belajar mengajar, pada buku guru terdapat tema yang dikembangkan menjadi subtema dan satuan pembelajaran. Didalam satuan pembelajaran terdapat langkah – langkah pembelajaran yang harus dilakukan oleh guru selama proses pembelajaran, jadi guru dituntut untuk mengajar satu pembelajaran dalam satu hari. Berdasarkan pernyataan diatas bahwa pembelajaran tidak hanya menitik beratkan kepada aspek kognitif saja akan tetapi perlu juga menerapkan aspek sikap, karena aspek sikap dirasakan perlu sekali ditanamkan untuk mengubah tingkah laku atau kepribadian peserta didik. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Strategi pembelajaran seorang guru harus mampu menciptakan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan inovatif dengan menggunakan pendekatan, model, metode, dan strategi yang sesuai dengan karakteristik siswa. Berdasarkan pernyataan diatas bahwa pembelajaran tidak hanya menitik beratkan kepada aspek kognitif saja akan tetapi perlu juga menerapkan aspek sikap, karena aspek sikap dirasakan perlu sekali ditanamkan untuk mengubah tingkah laku atau kepribadian peserta didik. Karakteristik sekolah SDN Pelangi 2 yang terletak di daerah pelosok yang beralamat Kampung Sadang Desa Padaulun Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung. Keadaan sekolah tersebut terbilang kurang baik dari bangunan sekolah dan juga fasilitas sekolah. Peniliti memilih SDN Pelangi 2 Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung sebagai tempat penelitian Persoalan yang muncul disekolah adalah rendahnya sikap rasa ingin tahu siswa pada pembelajaran tematik terpadu dalam memahami budaya suku minang. Jumlah siswa kelas IV SDN Pelangi 2 berjumlah 32 orang terdiri dari 18 orang siswa laki-laki dan 14 orang siswa perempuan. Prestasi belajar siswa ketika pembelajaran di kelas IV pada pembelajaran tematik terpadu tentang memahami budaya suku minang belum mencapai KKM. KKM yang telah guru wali kelas IV SDN Pelangi 2 tetapkan adalah 70.00. Dari hasil observasi peneliti didapat nilai siswa kelas IV SDN Pelangi 2 pada pembelajaran tematik terpadu. Kendala dalam pengajaran tematik terpadu selain keterbatasan kemampuan siswa, juga disebabkan oleh kurangnya pemahaman guru mengenai korelasi mata pelajaran , sering berubahnya kurikulum, serta kurangnya alokasi waktu untuk pembelajaran tematik terpadu. Berdasarkan hasil observasi pada awal pembelajaran, diperoleh informasi bahwa pembelajaran tematik terpadu di kelas IV SDN Pelangi 2 Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung menunjukan kurangnya pasrtisipasi siswa dalam belajar, diantaranya siswa mengalami kesulitan ketika diminta menemukan berbagai budaya Indonesia, kurangnya pemahaman siswa dalam memahami budaya Indonesia dan tidak bisa mengidentifikasi berbagai keberagaman budaya dengan benar. Oleh sebab itu jika tidak menanamkan aspek sikap rasa ingin tahu pada peserta didik, misalnya didalam sebuah proses pembelajaran peserta didik terlihat lesu, tidak bersemangat dalam belajar. Dampak negatif dari tidak adanya rasa ingin tahu pada siswa diantaranya : 1. Motivasi anak rendah 2. Anak tidak bersungguh – sungguh dalam belajar 3. Anak tidak berkonsentrasi dalam belajar 4. Anak kurang aktif dalam belajar 5. Prestasi belajar anak rendah Mengingat sikap rasa ingin tahu itu sangat penting untuk meningkatkan prestasi anak, oleh karena itu marilah kita menciptakan suatu sikap rasa ingin tahu untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Hasil survei yang dilakukan di SD Negeri Pelangi 2 Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung teridentifikasi masalah kurangnya sikap rasa ingin tahu siswa dalam pembelajaran terbukti dari: (1) motivasi siswa rendah dalam belajar, (2) siswa tidak bersungguh-sungguh dalam belajar, (3) siswa tidak berkonsentrasi dalam belajar, (4) siswa kurang aktif dalam belajar, (5) prestasi belajar siswa sangat rendah. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan Penelitian Tindakan Kelas Pada Kurikulum 2013 Tema Indahnya Kebersamaan Sub Tema Keberagaman Budaya Bangsaku Pembelajaran 1 Di Kelas 4 SDN Pelangi 2 Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung dengan judul " Penerapan Model Problem Based learning Untuk Meningkatkan Sikap Rasa Ingin Tahu Siswa Dalam Memahami Budaya Suku Minang ” sebagai salah satu pembelajaran bermakna dalam membentuk sikap rasa ingin tahu siswa. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat diuraikan masalah secara umum apakah penggunaan model pembelajaran Problem Based learning dapat menumbuhkan sikap rasa ingin tahu dalam memahami budaya suku minang Lebih khusus lagi masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perencanaan pembelajaran menggunakan model pembelajaran Problem Based learning sehingga sikap rasa ingin tahu siswa tumbuh ? 2. Bagaimana penerapan RPP dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based learning berhasil sehingga menumbuhkan sikap rasa ingin tahu? 3. Bagaimana sikap rasa ingin tahu siswa dalam mencari informasi tentang keberagaman budaya setelah menggunakan model pembelajaran Problem Based learning? C. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui penerpaan model pembelajaran Problem Based learning dalam menumbuhkan sikap rasa ingin tahu dalam memahami budaya suku minang. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Untuk merencanakan pembelajaran menggunakan model pembelajaran Problem Based learning sehingga sikap rasa ingin tahu tumbuh? 2. Untuk menerapkan RPP dnegan menggunakan model pembelajaran Problem Based learning berhasil sehingga menumbuhkan sikap rasa ingin tahu? 3. Untuk meningkatkan sikap rasa ingin tahu siswa dalam mencari informasi tentang keberagaman budaya siswa setelah menggunakan model pembelajaran Problem Based learning? D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian merupakan dampak dari terciptanya tujuan penelitian. Dalam hal ini, manfaat penelitian dibagi ke dalam beberapa komponen yaitu: a. Manfaat bagi peneliti Dengan melaksanakan penelitian ini, saya sebagai peneliti memandang bahwa penelitian ini berguna untuk melihat keberhasilan pelaksaanaan kurikulum 2013, sehingga siswa lebih termotivasi untuk belajar dan dengan demikian, secara otomatis membawa perubahan pada sikap rasa ingin tahu dan prestasi belajar siswa. b. Manfaat bagi siswa Pada proses pembelajaran, siswa seringkali merasa jenuh mengikuti belajar. Dengan penelitian ini siswa akan lebih tertarik untuk belajar, termotivasi dan belajar dirasakan lebih menyenangkan. Karena model pembelajaran Problem Based learning dilaksanakan lebih interaktif dan banyak melibatkan siswa. Dengan demikian, siswa tidak akan merasa jenuh dan sikap rasa ingin tahunya pun menjadi lebih baik. c. Manfaat bagi sekolah Penelitian ini, dapat membantu menyelesaikan permasalahan pada pembelajaran di sekolah. Penerapan model pembelajaran Problem Based learning pada penelitian ini, dapat meningkatkan sikap dan prestasi belajar siswa. Dengan demikian hasil prestasi sekolah pun meningkat dan menjadi lebih baik. d. Manfaat bagi PGSD Bagi PGSD, penelitian ini merupakan suatu wadah teori-teori pembelajaran diterapkan di sekolah atau lingkungan pembelajaran lain sehingga dapat diuji dan diketahui apakah teori pembelajaran dnegan model Problem Based learning ini teruji dapat meningkatkan sikap rasa ingin tahu dan hasil belajar siswa atau tidaak, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan. Subjek dalam penelitian itu adalah siswa kelas IV SD Negeri Pelangi 2 Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. E. Definisi Operasional Untuk menghindari kesimpangsiuran pemahaman terhadap istilah yang digunakan dalam judul” penerapan model Problem Based learning untuk menumbuhkan sikap rasa ingin tahu dalam memahami budaya suku minang di kelas IV SDN Pelangi 2 Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung” Penelitian ini maka penulis mendeskripsikan istilah-istilah tersebut sebagai berikut: 1. Penerapan model Problem Based learning merupakan salah satu model pembelajaran yang bersifat menemukan, artinya penerapan Problem Based learning bersifat afektif , diantaranya berfikir secara logis untuk cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mencoba menemukan sendiri dengan benar. Model Problem Based learning(PBL) atau pembelajaran berbasis masalah adalah, metode mengajar dengan fokus pemecahan masalah yang nyata, proses dimana peserta didik melaksanakan kerja kelompok, umpan balik, diskusi, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan dan laporan akhir. Dengan demikian peserta didik didorong untuk lebih aktif terlibat dalam materi pelajarandan mengembangkan keterampilan berpikir kritis (Arends, 2008). 2. Nasoetion (Hadi dan Permata, 2010: 3) berpendapat rasa ingin tahu adalah suatu dorongan atau hasrat untuk lebih mengerti suatu hal yang sebelumnya kurang atau tidak kita ketahui. Rasa ingin tahu biasanya berkembang apabila melihat keadaan Berdasarkan definisi diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran tematik Indahnya kebersamaan dengan menggunakan model Problem Based learning merupakan suatu proses komunikatif-interaktif antara guru dan siswa dengan menggunakan media pembelajaran peta budaya yang menggambarkan berbagai keberagaman budaya Indonesia, tujuannya untuk menumbuhkan sikap rasa ingin tahu siswa dan mencari informasi dalam memahami budaya suku minang dengan menggunakan model Problem Based learning. Dengan demikian, terdapat dua unsur yang merupakan satu kesatuan dalam suatu rangkaian sebagai berikut: Penerapan model Problem Based learning, menumbuhkan sikap rasa ingin tahu siswa, dalam memahami budaya suku minang. Problem Based Learning atau Pembelajaran Berbasis Masalah menggunakan kecerdasan diri individu yang berada dalam sebuah kelompok atau lingkungan untuk memecahkan masalah yang bermakna, relevan dan kontekstual.Penerapan PBL dalam pembelajaran menuntut kesiapan baik dari pihak guru yang harus berperan sebagai fasilitatir sekligus sebagai pembimbing. Guru di tuntut dapat memahami secara utuh dari setiap bagian dan konsep PBL dan menjadi penengah yang mampu merangsang kemampuan berpikir siswa. Siswa harus siap untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Siswa menyiapkan diri untuk mengoptimalkan kemampuan berfikir.Masalah yang dibahas harus relevan dengan tuntutan kehidupan pada masa sekarang dan masa yang akan datang. BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Kajian Teori 1. Pengertian Kurikulum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut, ada dua dimensi kurikulum, yang pertama adalah rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, sedangkan yang kedua adalah cara yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Kurikulum 2013 yang diberlakukan mulai tahun ajaran 2013/2014 memenuhi kedua dimensi tersebut. a. Karakteristik Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut: 1) Mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik; 2) Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar; 3) Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat; 4) Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan; 5) Kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar matapelajaran; 6) Kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements) kompetensi dasar, dimana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi inti; 7) Kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antarmatapelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal). b. Tujuan Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. c. Struktur Kurikulum 2013 Struktur Kurikulum menggambarkan konseptualisasi konten kurikulum dalam bentuk kompetensi inti, kompetensi dasar, mata pelajaran, posisi konten/mata pelajaran dalam kurikulum, distribusi konten/mata pelajaran dalam semester atau tahun, beban belajar untuk mata pelajaran dan beban belajar per minggu untuk setiap siswa. 1) Kompetensi Inti Kompetensi inti dirancang seiring dengan meningkatnya usia peserta didik pada kelas tertentu. Melalui kompetensi inti, integrasi vertikal berbagai kompetensi dasar pada kelas yang berbeda dapat dijaga. Rumusan kompetensi inti menggunakan notasi sebagai berikut: 1. Kompetensi Inti-1 (KI-1) untuk kompetensi inti sikap spiritual; 2. Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti sikap sosial; 3. Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk kompetensi inti pengetahuan; dan 4. Kompetensi Inti-4 (KI-4) untuk kompetensi inti keterampilan. Uraian tentang Kompetensi Inti untuk jenjang Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 2.1: Kompetensi Inti Kelas I, II, dan III Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah KOMPETENSI INTI KELAS I KOMPETENSI INTI KELAS II KOMPETENSI INTI KELAS III 1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya 1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya 1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya 2. Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, dan guru 2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, dan guru 2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru dan tetangganya 3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati [mendengar, melihat, membaca] dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di sekolah 3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati [mendengar, melihat, membaca] dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di sekolah 3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati [mendengar, melihat, membaca] dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di sekolah 4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia 4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia 4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia Tabel 2.2: Kompetensi Inti Kelas IV, V, dan VI Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah KOMPETENSI INTI KELAS I KOMPETENSI INTI KELAS II KOMPETENSI INTI KELAS III 1. Menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya 1. Menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya. 1. Menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya. 2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya 2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya serta cinta tanah air. 2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya serta cinta tanah air. 3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, di sekolah dan tempat bermain 3. Memahami pengetahuan faktual dan konseptual dengan cara mengamati, menanya dan mencoba berdasarkan rasa ingin tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, di sekolah dan tempat bermain 3. Memahami pengetahuan faktual dan konseptual dengan cara mengamati, menanya dan mencoba berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, di sekolah dan tempat bermain 4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia 4. Menyajikan pengetahuan faktual dan konseptual dalam bahasa yang jelas, sistematis, logis dan kritis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia 4. Menyajikan pengetahuan faktual dan konseptual dalam bahasa yang jelas, sistematis, logis dan kritis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia 2) Mata Pelajaran Berdasarkan kompetensi inti disusun matapelajaran dan alokasi waktu yang sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan. Susunan matapelajaran dan alokasi waktu untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah sebagaimana tabel berikut. Tabel 2.3: Mata pelajaran Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah Mata Pelajaran Alokasi Waktu Perminggu I II III IV V VI Kelompok A 1 Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 4 4 4 4 4 4 2 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 5 5 6 5 5 5 3 Bahasa Indonesia 8 9 10 7 7 7 4 Matematika 5 6 6 6 6 6 5 Ilmu Pengetahuan Alam - - - 3 3 3 6 Ilmu Pengetahuan Sosial - - - 3 3 3 Kelompok B 1 Seni Budaya dan Prakarya 4 4 4 4 4 4 2 Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan 4 4 4 4 4 4 JUMLAH ALOKASI WAKTU PERMINGGU 30 32 34 36 36 36 Keterangan: a) Matapelajaran Seni Budaya dan Prakarya dapat memuat Bahasa Daerah. b) Selain kegiatan intrakurikuler seperti yang tercantum di dalam struktur kurikulum diatas, terdapat pula kegiatan ekstrakurikuler Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah antara lain Pramuka (Wajib), Usaha Kesehatan Sekolah, dan Palang Merah Remaja. c) Kegiatan ekstra kurikuler seperti Pramuka (terutama), Unit Kesehatan Sekolah, Palang Merah Remaja, dan yang lainnya adalah dalam rangka mendukung pembentukan kompetensi sikap sosial peserta didik, terutamanya adalah sikap peduli. Disamping itu juga dapat dipergunakan sebagai wadah dalam penguatan pembelajaran berbasis pengamatan maupun dalam usaha memperkuat kompetensi keterampilannya dalam ranah konkrit. Dengan demikian kegiatan ekstra kurikuler ini dapat dirancang sebagai pendukung kegiatan kurikuler. d) Matapelajaran Kelompok A adalah kelompok matapelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat. Matapelajaran Kelompok B yang terdiri atas matapelajaran Seni Budaya dan Prakarya serta Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan adalah kelompok matapelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat dan dilengkapi dengan konten lokal yang dikembangkan oleh pemerintah daerah. e) Bahasa Daerah sebagai muatan lokal dapat diajarkan secara terintegrasi dengan matapelajaran Seni Budaya dan Prakarya atau diajarkan secara terpisah apabila daerah merasa perlu untuk memisahkannya. Satuan pendidikan dapat menambah jam pelajaran per minggu sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan tersebut. f) Sebagai pembelajaran tematik terpadu, angka jumlah jam pelajaran per minggu untuk tiap matapelajaran adalah relatif. Guru dapat menyesuaikannya sesuai kebutuhan peserta didik dalam pencapaian kompetensi yang diharapkan. g) Jumlah alokasi waktu jam pembelajaran setiap kelas merupakan jumlah minimal yang dapat ditambah sesuai dengan kebutuhan peserta didik. h) Khusus untuk matapelajaran Pendidikan Agama di Madrasah Ibtidaiyah dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan oleh Kementerian Agama. i) Pembelajaran Tematik-Terpadu 3) Beban Mengajar Beban belajar merupakan keseluruhan kegiatan yang harus diikuti peserta didik dalam satu minggu, satu semester, dan satu tahun pembelajaran. a) Beban belajar di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dinyatakan dalam jam pembelajaran per minggu. 1. Beban belajar satu minggu Kelas I adalah 30 jam pembelajaran. 2. Beban belajar satu minggu Kelas II adalah 32 jam pembelajaran. 3. Beban belajar satu minggu Kelas III adalah 34 jam pembelajaran. 4. Beban belajar satu minggu Kelas IV, V, dan VI adalah 36 jam pembelajaran. Durasi setiap satu jam pembelajaran adalah 35 menit. b) Beban belajar di Kelas I, II, III, IV, dan V dalam satu semester paling sedikit 18 minggu dan paling banyak 20 minggu. c) Beban belajar di kelas VI pada semester ganjil paling sedikit 18 minggu dan paling banyak 20 minggu. d) Beban belajar di kelas VI pada semester genap paling sedikit 14 minggu dan paling banyak 16 minggu. e) Beban belajar dalam satu tahun pelajaran paling sedikit 36 minggu dan paling banyak 40 minggu. 4) Kompetensi Dasar Kompetensi dasar dirumuskan untuk mencapai kompetensi inti. Rumusan kompetensi dasar dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu matapelajaran. Kompetensi dasar dibagi menjadi empat kelompok sesuai dengan pengelompokkan kompetensi inti sebagai berikut: 1. kelompok 1: kelompok kompetensi dasar sikap spiritual dalam rangka menjabarkan KI-1; 2. kelompok 2: kelompok kompetensi dasar sikap sosial dalam rangka menjabarkan KI-2; 3. kelompok 3: kelompok kompetensi dasar pengetahuan dalam rangka menjabarkan KI-3; dan 4. kelompok 4: kelompok kompetensi dasar keterampilan dalam rangka menjabarkan KI-4. 2. Pendekatan Saintifik a. Esensi Pendekatan Saintifik/ Pendekatan Ilmiah Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah, karena itu Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Pendekatan saintifik diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi ide yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum. Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Metode ilmiah pada umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau ekperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis. b. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah Menurut Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 lampiran IV, proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu: a. mengamati; b. menanya; c. mengumpulkan informasi/eksperimen; d. mengasosiasikan/mengolah informasi; dan e. mengkomunikasikan. Kelima pembelajaran pokok tersebut dapat dirinci dalam berbagai kegiatan belajar sebagaimana tercantum dalam tabel berikut: Tabel 2.4: Keterkaitan antara Langkah Pembelajaran dengan Kegiatan Belajar dan Maknanya Langkah Pembelajaran Kegiatan Belajar Kompetensi yang Dikembangkan Mengamati Membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat) Melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi Menanya Mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik) Mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat Mengumpulkan informasi/ eksperimen - melakukan eksperimen - membaca sumber lain selain buku teks - mengamati objek/ kejadian/ - aktivitas - wawancara dengan narasumber Mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat. Mengasosiasikan/ mengolah informasi - mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen mau pun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. - Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan . Mengkomunikasikan Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya Mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar. 3. Pengertian Pembelajaran Belajar adalah suatu tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadi atau tidak terjadi proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada dilingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda – benda, hewan, tumbuhan, manusia atau hal yang lain yang dijadikan bahan belajar. Menurut Hamalik dalam Taopik (2005: 7), pembelajaran adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik. Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan sengaja. Tujuan pembelajaran dalam bukunya sugandi, dkk (2000: 25), adalah membantu siswa pada siswa agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku yang dimaksud meliputi pengetahuan, keterampilan, dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku siswa. Tujuan pembelajaran menggambarkan kemampuan atau tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai oleh siswa setelah mereka mengikuti suatu proses pembelajaran. Menurut Gagne, Briggs, dan wagner dalam Udin S. Winataputra (2008) pengertian pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Dalam suatu pembelajaran perlu adanya suatu model pembelajaran dalam mengacu gaya pembelajaran yang sesuai. Menurut Dr. Nanang Hanafiah, dalam konsep strategi pembelajaran (2009: 41) Model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan dalam rangka mensiasati perilaku peserta didik secara adaptif maufun generative. Model pembelajaran sangat erat kaitannya dengan gaya belajar, peserta didik (lerning style) dan gaya mengajar guru (teaching style) yang keduanya disingkat menjadi SOLAT (Style of Learning and Teaching). B. Model Pembelajaran Problem Based Learning Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat menolong siswa untuk meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan pada pada era globalisasi saat ini. Problem based learning merupakan pembelajaran berdasarkan masalah, telah dikenal sejak zaman Jonh Dewey. Dewey mendeskripsikan pandangan tentang pendidikan dengan sekolah sebagai cermin masyarakat yang lebih besar dan kelas akan menjadi laboratorium untuk penyelidikan dan penuntasan masalah kehidupan nyata (Arends, 2008:46). 1. Macam-macam (Problem Based Learning) Problem based learning dengan pengharapan peserta didik belajar dilingkungan kecil atau kelompok kecil akan membantu perkembangan masyarakat belajar. Bekerja dalam kelompok juga membantu mengembangkan karakteristik esensial yang dibutuhkan untuk sukses setelah siswa tamat belajar seperti dalam berkomunikasi secara verbal, berkomunikasi secara tertulis dan keterampilan membangun team kerja. Dari berbagai model pembelajaran yang mulai dikembangkan itu memiliki masing-masing karakteristik. Para pengembang pembelajaran problem based learning(Krajcik, Blumenfeld, Marx, Soloway, Slavin Maden, Dolan, Wasik, Cognition dan Teknology Group at Vanderbit) telah mendeskripsikan karakteristik sebagai berikut (Arends, 2009:42) a) Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran problem based learning mengorganisasi pembelajaran dengan diseputar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi peserta didik. Pengajuan situasi kehidupan nyata autentik untuk menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu. b) Berfokus pada interdisipliner. Meskipun problem based learning dipusatkan pada subjek tertentu atau mata pelajaran tertentu, akan tetapi masalah yang dipilihkan benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran c) Investigasi autentik Problem based learning mengharuskan siswa untuk melakukan investigasi autentik atau peyelidikan autentik untuk menemukan solusi riil. Mereka harus menganalisis, mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksprimen (bila memungkinkan) membuat inferensi dan menarik kesimpulan. d) Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya Problem based learning menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk tersebut dapat berupa transkrip debat, debat bohong-bohongan, dan dapat juga dalam bentuk laporan, model fisik, video, maupun program computer. Karya nyata itu kemudian di demonstrasikan kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif segar terhadap laporan tradisional atau makalah. e) Kolaborasi Problem based learning dicirikan oleh siswa yang bekerjasama satu sama lain, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok-kelompok kecil. Bekerjasama memberikan motivasi untuk keterlibatan secara berkelanjutan dalam tugas-tugas kompleks dan meningkatkan kesempatan untuk melakukan penyelidikan dan dialog bersama dan untuk mengembangkan berbagai keterampilan sosial dan keterampilan berpikir. Jadi problem based learning tidak dirancang untuk membantu guru menyampaikan informasi dengan jumlah besar kepada peserta didik, akan tetapi problem based learning dirancang terutama untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah dan keterampilan intelektualnya, mempelajari peran-peran orang dewasa dengan mengalaminya melalui berbagai situasi riil atau situasi yang disimulasikan, dan menjadi peserta didik yang mandiri dan otonom. Illustrasi karakteristik yang dijalani pada proses pembelajaran dapat dilihat pada gambar berikut ini: a) Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, 60mengembangkan kemandirian dan kepercayaan diri, hal ini diungkapkan Arends dalam Trianto (2007:68) b) Menurut Glazer (2001), mengemukakan Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu strategi pengajaran dimana siswa secara aktif dihadapkan pada masalah kompleks dalam situasi yang nyata. Dari beberapa uraian mengenai pengertian Problem Based Learning (PBL) dapat disimpulkan bahwa PBL merupakan model pembelajaran yang menghadapkan siswa pada masalah dunia nyata (real world) untuk memulai pembelajaran dan merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. (Amir, 2009:21) mengungkapkan bahwa problem based learning(PBL) adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut siswa mendapatkan pengetahuan yang penting membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam PBL pembelajarannya lebih mengutamakan proses belajar, di mana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa, mencapai keterampilan mengarahkan diri. Guru dalam model ini berperan sebagai penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog, membantu menemukan masalah, dan pemberi fasilitas pembelajaran. Selain itu, guru memberikan dukungan yang dapat meningkatkan pertumbuhan inkuiri dan intelektual siswa. Model ini hanya dapat terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan membimbing pertukaran gagasan. Gambar: 2.1 Hasil Pelaksanaan PBL Keterampilan berpikir yang dibangun pada pelaksanaan problem based learning tentu berimplikasi dari apa yang menjadi karakternya. Tingkat berpikir. Dari beberapa penjelasan mengenai karakteristik proses PBL dapat disimpulkan bahwa tiga unsur yang esensial dalam proses PBL yaitu adanya suatu permasalahan, pembelajaran berpusat pada siswa, dan belajar dalam kelompok kecil. 2. Tahap-Tahap dalam Problem Based Learning (PBL) Pelaksanaan model Problem Based Learning (PBL) terdiri dari 5 tahap proses, yaitu : Tahap pertama, adalah proses orientasi peserta didik pada masalah. Pada tahap ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah, dan mengajukan masalah. Tahap kedua, mengorganisasi peserta didik. Pada tahap ini guru membagi peserta didik kedalam kelompok, membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah. Tahap ketiga, membimbing penyelidikan individu maupun kelompok.Pada tahap ini guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan, melaksanakan eksperimen dan penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Tahap keempat, mengembangkan dan menyajikan hasil. Pada tahap ini guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan laporan, dokumentasi, atau model, dan membantu mereka berbagi tugas dengan sesama temannya. Tahap kelima, menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah. Pada tahap ini guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses dan hasil penyelidikan yang mereka lakukan. Kelima tahap yang dilakukan dalam pelaksanaan model PBL ini selengkapnya dapat dilihat pada: Tabel 2.5 Tahap-Tahap Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Tahapan belajar Kegiatan Guru Tahap 1 Orientasi peserta didik pada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah. Tahap 2 Mengorganisasi peserta didik Guru membagi siswa ke dalam kelompok,membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah. Tahap 3 Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan, melaksanakan eksperimen dan penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Tahap 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan laporan, dokumentasi, atau model, dan membantu mereka berbagi tugas dengan sesama temannya. Tahap 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses dan hasil penyelidikan yang mereka lakukan 3. Langkah-langkah Operasional Model Problem Based Learning Langkah-langkah dalam mengaplikasikan model Problem Based learning di kelas adalah sebagai berikut: a. Langkah Persiapan b. Menentukan tujuan pembelajaran c. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya) d. Memilih materi pelajaran. e. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi) f. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh- contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa g. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik. h. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa 4. Kelebihan Model Problem Based Learning (PBL) Menurut Sanjaya(2007: 219) Kelebihan Sebagai suatu model pembelajaran, Problem Based Learning (PBL) memiliki beberapa kelebihan, diantaranya : 1. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa. 2. Meningkatakan motivasi dan aktivitas pembelajaran siswa. 3. Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan siswa untuk memahami masalah dunia nyata. 4. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping itu, PBL dapat mendorong siswa untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya 5. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru. 6. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. 7. Mengembangkan minat siswa untuk secaraterus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir. 8. Memudahkan siswa dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari , guna memecahkan mkasalah dunia nyata. 5. Kelemahan Model Problem Based Learning (PBL) Kelemahan model Problem Based Learning memiliki beberap kelemahan, diantaranya : 1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencobanya. 2. Untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai materi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah mengapa mereka harus berusaha untuk memecahkan masalah yang sedangdipelajari, maka mereka akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.(Sanjaya, 2007: 219). C. Sikap rasa ingin tahu Nasoetion (Hadi dan Permata, 2010 h.3) berpendapat rasa ingin tahu adalah suatu dorongan atau hasrat untuk lebih mengerti suatu hal yang sebelumnya kurangatau tidak kita ketahui. Rasa ingin tahu biasanya berkembang apabila melihat keadaan diri sendiri atau keadaan sekeliling yang menarik. dari pengertian ini, berarti untuk memiliki rasa ingin tahu yang besar, syaratnya seseorang harus tertarik pada suatu hal yang belum diketahui. Keterkaitan itu ditandai dengan adanya proses yang berpikir akti, yakni digunakannya semua panca indera yang kita miliki secara maksimal. Pengaktifan bisa diawali dengan pengamatan melalui mata atau mendengar informasi dari orang lain. Saat mendapatkan data dari berbagai sumber, maka kaitkan data tersebut satu sama lain sehingga menimbulkan suatu fenomena , yakni sembarang objek yang memiliki karakteristik yang dapat diamati. http://www.google.co.id/search?q=pengertian+rasa+ingin+tahu+menurut+para+ahli&start=20&cad=h Rasa ingin tahu adalah suatu emosi yang berkaitan dengan perilaku ingin tahu seperti eksplorasi, investigasi, dan belajar, terbukti dengan pengamatan pada spesies hewan manusia dan banyak. Istilah ini juga dapat digunakan untuk menunjukkan perilaku itu sendiri disebabkan oleh emosi rasa ingin tahu. Seperti emosi “Rasa ingin tahu” merupakan dorongan untuk tahu hal-hal baru, rasa ingin tahu adalah kekuatan pendorong utama di balik penelitian ilmiah dan disiplin ilmu lain dari studi manusia. Rasa ingin tahu pada setiap orang amatlah penting. Semua orang pemikir besar, para jenius, adalah orang-orang dengan karakter penuh rasa ingin tahu. Sebut saja Thomas Alva Edison, Albert Einstein, Leonardo Da Vinci, adalah orang-orang besar yang hidup dengan rasa ingin tahu. Pertama: Rasa ingin tahu membuat pikiran siswa menjadi aktif. Tidak ada hal yang lebih bermanfaat sebagai modal belajar selain pikiran yang aktif. Siswa yang pikirannya aktif akan belajar dengan baik, sebagaimana yang dijelaskan teori kontruktivisme, di mana siswa dalam belajar harus secara aktif membangun pengetahuannya. Kedua: Rasa ingin tahu membuat siswa anda menjadi para pengamat yang aktif. Salah satu cara belajar adalah yang terbaik adalah dengan mengamati. Banyak ilmu pengetahuan yang berkembang karena berawal dari sebuah pengamatan, bahkan pengamatan yang sederhana sekalipun. Rasa ingin tahu membuat siswa lebih peka dalam mengamati berbagai fenomena atau kejadian di sekitarnya. Ini berarti, dengan demikian siswa akan belajar lebih banyak. Ketiga: Rasa ingin tahu akan membuka dunia-dunia baru yang memantang dan menarik siswa untuk mempelajarinya lebih dalam. Jika ada banyak hal yang membuat munculnya rasa ingin tahu pada diri siswa, maka jendela dunia-dunia baru yang menantang akan terbuka buat mereka. Banyak hal yang menarik untuk dipelajari di dunia ini, tetapi seringkali karena rasa ingin tahu yang rendah yang siswa miliki, membuat mereka melewatkan dunia-dunia yang menarik itu dengan entengnya. Keempat: Rasa ingin tahu membawa kejutan-kejutan kepuasan dalam diri siswa, dan meniadakan rasa bosan untuk belajar. Jika jiwa siswa dipenuhi dengan rasa ingin tahu akan sesuatu, maka mereka akan dengan segala keinginan dan kesukarelaan akan mempelajarinya. Setelah memuaskan rasa ingin tahunya, mereka akan merasakan betapa menyenangkannya hal tersebut. Kejutan-kejutan kepuasan ini akan meniadakan perasaan bosan belajar. Itulah beberapa hal yang membuat rasa ingin tahu dalam diri siswa perlu dibangun dan dikembangkan. Sikap rasa ingin tahu adalah sifat naluriah yang dimiliki manusia sejak lahir rasa ingin tahu merupakan salah satu mekanisme pertahanan hidup manusia, dari rasa ini manusia memiliki kencenderungan untuk mengetahui hal yang belum diketahui sebelumnya. Nasoetion (Hadi dan Permata, 2010: 3) berpendapat rasa ingin tahu adalah suatu dorongan atau hasrat untuk lebih mengerti suatu hal yang sebelumnya kurang atau tidak kita ketahui. Rasa ingin tahu biasanya berkembang apabila melihat keadaan diri sendiri atau keadaan sekeliling yang menarik. Dari pengertian ini, berarti untuk memiliki rasa ingin tahu yang besar, syaratnya seseorang harus tertarik pada suatu hal yang belum diketahui. Keterkaitan itu ditandai dengan adanya proses yang berpikir akti, yakni digunakannya semua panca indera yang kita miliki secara maksimal. Pengaktifan bisa diawali dengan pengamatanmelalui mata atau mendengar informasi dari orang lain. Saat mendapatkan data dari berbagai sumber, maka kaitkan data tersebut satu sama lain sehingga menimbulkan suatu fenomena , yakni sembarang objek yang memiliki karakteristik yang dapat diamati. Rasa ingin tahu, ingin mengerti yang merupakan kodrat manusia membuat manusia selalu bertanya-tanya “ini apa?”. Kemudian menyusul pertanyaan-pertanyaan “mengapa begini?”, “mengapa begitu?”, dan selanjutnya pertanyaan kita berkembang menjadi pertanyaan-pertanyaan seperti “bagaimana hal itu bisa terjadi?”, “bagaimana memecahkannya?”, dan seterusnya. pertanyaan ini muncul sejak manusia mulai bisa berbicara dan dapat mengungkapkan isi hatinya. Makin jauh jalan pikirannya, makin banyak pertanyaan yang muncul, makin banyak usahanya untuk mengerti. Jika jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut mencapai alasan atau dasar, sebab atau keterangan yang sedalam-dalamnya, maka puaslah dia dan tidak akan bertanya lagi. Akan tetapi, jika jawaban dari pertanyaan itu belum mencapai dasar, maka manusia akan mencari lagi jawaban yang dapat memuaskannya. Manusia harus memiliki hasrat ingin tahu. Rasa ingin tahu membuat manusia dapat memecahkan setiap permasalahan dan pemikiran yang ada di dalam fikirannya. Apabila rasa ingin tahu ini dapat dimanfaatkan dengan baik maka akan membawa manusia semakin mengerti dirinya sendiri. Lewat rasa ingin tahu membuat manusia mengetahui kebenaran. Segala sesuatu yang tampak nyata dalam hidup tidak sepenuhnya selalu benar. Apabila seseorang yang pikirannya dipenuhi dengan rasa ingin tahu maka dia tidak akan menerima mentah-mentah omongan seseorang, mereka akan selalu menggunakan pikirannya untuk mencari kebenaran dari omongan tersebut. Seorang yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi akan mencari informasi detail tentang segala sesuatu yang mereka pertanyakan. Lewat rasa ingin tahu kita, kita akan berusaha untuk memecahkan setiap pertanyaan dibenak kitaD. D. Pembelajaran Tematik Terpadu Menurut Abdul Majid ( 2014, h.122) mengemukakan pembelajaran tematik merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam intra mata peklajaran maupun antar mata pelajaran. Dengan adanya pemanduan itu peserta didik akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran jadi bermakna bagi peserta didik. Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak. Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Selain itu, dengan penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar akan sangat membantu siswa, karena sesuai dengan tahap perkembangannya siswa yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik). Beberapa ciri khas dari pembelajaran tematik antara lain: (1) Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar; (2) Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa; (3) Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama; (4) Membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa; (5) Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya; dan (6) Mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain. Dengan pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan tema ini, akan diperoleh beberapa manfaat yaitu: (1) Dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan indikator serta isi mata pelajaran akan terjadi penghematan, karena tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan, (2) Siswa mampu melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab isi/materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat, bukan tujuan akhir, (3) Pembelajaran menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian mengenai proses dan materi yang tidak terpecah-pecah. (4) Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat. 1. Karakteristik Pembelajaran Tematik a. Pembelajaran tematik berpusat pada siswa ( student centered ). Hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Peran guru lebih banyak sebagai fasilitator yaitu memberika kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar. b. Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yangnyata (konkrit) sebagai dasar untuk mamahami hal-hal yang lebih abstrak. c. Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Bahkan dalam pewlaksanaan di keles-kelas awal madrasah ibtidaiyah (MI), focus pembelajaran diarahkan kepada pambahsan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa. d. Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa dapat memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. e. Pembelajaran tematik bersikap luwes (fleksibel), sebab guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada. f. Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Dengan demikian, siswa diberikan kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. 2. Landasan Pembelajaran Tematik Pembelajaran pada hakekatnya menempati posisi / kedudukan yang sangat strategis dalam keseluruhan kegiatan pendidikan, dalam arti akan sangat menjadi penentu terhadap keberhasilan pendidikan. Dengan posisi yang pentingitu, msks proses pembelajaran tidak bias dilakukan secara sembarangan, dibutuhkan berbagai landasan atau dasar yang kokoh dan kuat. Landasan-landasan tersebut pada hakekatnya adalah factor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan oleh para guru pada waktu merencanakan, melaksanakan, dan menilai proses dan hasil pembelajaran. Landasan-landasan yang perlu mendapatkan perhatian guru dalam pembelajaran tematik meliputi landasan filosofis, landasan psikologis, dan landasan praktis. a. Landasan filosofis Landasan filosofis dimaksudkan pentingnya aspek filsafat dalam pelaksanaan pembelajaran tematik, bahkan landasan filsafat ini menjadi landasan utama yang melandasi aspek-aspek lainnya. Perumusan tujuan / kompetensi dan isi / materi pembelajaran tematik pada dasarnya bergantung pada pertimbangan-pertimbangan filosofis.secara filosofis, kemunculan pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat sebagai berikut : 1. Aliran progresivisme beranggapan bahwa pembelajaran pada umumnya perlu sekali ditekankan pada : a. Pembentukan kreatifitas b. Pemberian sejumlah kegiatan c. Suasana yang alamiah(natural) d. Memperhatiakn pengalaman siswa Dengan kata lain proses pembelajaran itu bersifat mekanistis(Ellis 1993). Aliran ini juga memandang bahwa dalam proses belajar, siswa sering dihadapkan pada persoalan-persoalan yang harus mendapatkan pemecahan atau bersifat “problem solving”. 2. Aliran kontruktivisme melihat pengalaman langsung siswa (directexperiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Bagi kontruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada siswa, tetapi harus diinterprestasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Siswa harus mengkontruksi pengetahuan sendiri. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Pengetahuan tidak lepas dari subyek yang sedang belajar, penegtahuan lebih dianggap sebagai proses pembentukan (kontruksi) yang terus menerus, terus berkembang dan berubah. 3. Aliran humanisme melihat siswa dari segi: a. Keunikan / kekhasanya b. Potensinya c. Motivasi yang dimilikinya 3. Prinsip-prinsip pembelajaran tematik Terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pembelajaran tematik diantaranya : 1. dalam proses penggalian tema-tema perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : a. Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat digunakan untuk memadukan mata pelajaran. b. Tema harus bermakna, maksudnya tema yang dipilih intuk dikaji harus memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya. c. Tema harus disesuaikan dengan perkembangan siswa. d. Tema yang dikembangkan harus mampu menunjukan sebgian minat siswa. e. Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa yang terjadi didalam rentang waktu belajar. f. Tema yang

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 28 Jun 2016 09:35
Last Modified: 28 Jun 2016 09:35
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/5322

Actions (login required)

View Item View Item