PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SDN CIMENYAN I SUB TEMA KEBERAGAMAN BUDAYA BANGSAKU

TIARA LESTARI, 105060192 (2016) PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SDN CIMENYAN I SUB TEMA KEBERAGAMAN BUDAYA BANGSAKU. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
KOPER DEPAN.docx

Download (31kB)
[img] Text
LEMBAR PENGESAHAN.docx

Download (14kB)
[img] Text
MOTTO.docx

Download (14kB)
[img] Text
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI.docx

Download (14kB)
[img] Text
ABSTRAK INDONESIA.docx

Download (17kB)
[img] Text
ABSTRAK INGGRIS.docx

Download (17kB)
[img] Text
KATA PENGANTAR.docx

Download (43kB)
[img] Text
DAFTAR ISI.docx

Download (35kB)
[img] Text
BAB I.docx

Download (31kB)
[img] Text
BAB II.docx

Download (116kB)
[img] Text
BAB III.docx
Restricted to Repository staff only

Download (75kB)
[img] Text
BAB IV.docx
Restricted to Repository staff only

Download (260kB)
[img] Text
BAB V.docx
Restricted to Repository staff only

Download (25kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA.docx

Download (28kB)
[img] Text
RIWAYAT HIDUP.docx

Download (61kB)

Abstract

ABSTRAK Permasalahan yang muncul pada pembelajaran dalam Tema Indahnya Kebersamaan Subtema Keberagaman Budaya Bangsaku di kelas IV Sekolah dasar Negeri Sirnasari Kecamatan Cipongkor adalah kurangnya motivasi dan sikap kerjasama siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Untuk mengatasi masalah ini dilakukan penelitian melalui penggunaan model Problem Based learning. penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menggunakan empat komponen penelitian yaitu perencanaan (planning), tindakan (action), observasi (observing), dan refleksi (reflecting) dalam suatu sistem spiral yang saling terkait. Refleksi dilakukan disetiap akhir siklus yang kemudian dijadikan acuan untuk memperbaiki dan menyusun rencana pembelajaran pada siklus-siklus berikutnya. Penelitian ini dilakukan sebanyak dua siklus pada siswa Kelas VI SDN Sirnasari Kecamatan Cipongkor Kabupaten Bandung Barat sebanyak 36 siswa Topik yang diajarkan adalah tema indahnya kebersamaan subtema keberagaman budaya bangsaku. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes, observasi, wawancara, dan lembar kerja siswa. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana peningkatan kerjasama siswa Kelas VI SDN Sirnasari pada tema indahnya kebersamaan subtema keberagaman budaya bangsaku setelah menggunakan model Problem Based Learnig. Aktifitas atau ketuntasan siswa sebelum dilakukan tindakan pada siklus I dari 36 siswa hanya 16 siswa yang tuntas dan prosentasinya 44,4 % setelah dilakukan tindakan pada siklus II terjadi perubahan signifikan setelah mulai di terapkan model PBL terjadi perubahan yaitu dari 36 siswa 33 orang sudah mencapai ketuntasan yaitu 91,6% .oleh karena itu Penggunaan model Problem Based Learning ini dapat di jadikan metode alternatif yang mampu meningkatkan kerjasama siswa dalam pembelajaran di sekolah. Kata Kunci: Model Problem Based Learning, tema indahnya kebersamaan sub tema keberagaman budaya bangsaku, kerjasama Siswa. ABSTRACT The Problems the arose in the beauty in the theme of community learning subtheme cultural diversity my people. In class IV elementary school Sirnasari district Cipongkor is the lack of motivation and attitude of the students in the follwing cooperation teaching and learning activities to addres the issue of research conducted through the use of models.the research is the research action class by using the four components of the research . in the sepral system are interlinked. The refliction done at each and of the cycle that was then made refrence to fix and devised a plan of learning on the next cycle-cycle. The research was conducted by two cycles at grade IV elementary school Sirnasari subdistrct of west Bandung Regency as many as 36 students topics taught was the theme od a beautuful subtheme cultural diversity of community instruments used un the students problems in this research is how the increased cooperation of grade IV elementary school Sirnasari on the theme of comunity subtheme the beauty of cultural diversity my people after using the model of activty or completely students before to action on cycle of 36 students only 16 students who completely percentation and 44% after done action on. Cycle II began a significant change occured after the applied model of problem based learning changer from 36 students in 33 people already achieve mastery of 91,6%. Therefore the use of this model of problem based learning can be used an alternative method tha is capable of enhancing the stuents in leraning at school. Key word : Model of Problem Based Learning,a theme the Beauty togetherness subtheme of cultural diversity my students, cooperation. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakekatnya adalah suatu interaksi antara pendidik dengan anak didik. Pendidikan diselanggarakan dengan memberikan keteladanan, membangun kemauan dan mengembangkan kreatifitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Berkaiatan dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional maka pendidik mempunyai peranan penting dalam meningkatkan keberhasilan pendidikan. Standar pendidikan nasional No.19 tahun 2005 menjelaskan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, menyenangkan, menantang ,memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa kreatifitas dan kemandirian sesuai dengan bakat minta dan perkembangan fisik serta fsikologi peserta didik. Sejalan dengan arus globalisasi tantangan pendidikan pada jenjang sekolah dasar (SD) di masa depan disadari akan semakin berat. Hal ini merupakan konsekuensi kemajauan dalam berbagai aspek kehidupan. Perkembangan teknologi dan peningkatan tarap hidup dengan sendirinya berdampak terhadap dunia pendidikan yang ditunjukan dengan meningkatkan aspirasi atau tuntutan terhadap peningkatan mutu pendidikan. untuk menjawab tuntutan tersebut, pendidikan pada jenjang sekolah dasar (SD) mau tidak mau harus segera melakuakan inovasi dan perbaikan pembelajaran Kurikulum, pengajaran. Hal tersebut menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan. Sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa pembentukan Pemerintah Negara Indonesia yaitu antara lain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat (3) memerintahkan agar Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa: Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sedangkan tujuan pendidikan di sekolah dasar adalah peletak dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. ( Tim Depdiknas 2006, h.23 ). Sejalan dengan arahan Undang-undang tersebut telah pula ditetapkan visi pendidikan yaitu menciptakan insan Indonesia yang cerdas dan komprehensif, yaitu cerdas spiritual dan cerdas sosial/emosional dalam ranah sikap, cerdas intelektual dalam ranah pengetahuan, serta cerdas kinestetis dalam ranah keterampilan (Tim Depdiknas 2006, h. 23). Undang-Undang tentang sistem pendidikan nasional telah mengalami beberapa kali perubahan. Pendidikan nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Makna manusia yang berkualitas, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu, “Manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab”. Oleh karena itu, pendidikan nasional harus berfungsi secara optimal sebagai wahana utama dalam pembangunan bangsa dan karakter. Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat mewujudkan proses berkembangnya kualitas pribadi peserta didik sebagai generasi penerus bangsa di masa depan, yang diyakini akan menjadi faktor determinan bagi tumbuh kembangnya bangsa dan negara Indonesia sepanjang Zaman. Dari sekian banyak unsur sumber daya pendidikan, kurikulum merupakan salah satu unsur yang memberikan kontribusi yang signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta didik. Kurikulum sebagaimana yang telah ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (19) Undang-undang No. 20 Tahun 2003 adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Menurut Sugiyanto (2013, h. 67) Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan “langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP pada tahun 2006 yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu” . Kegiatan belajar mengajar di sekolah pada umumnya cenderung monoton dan tidak menarik, sehingga beberapa pelajaran ditakuti dan dianggap sulit oleh siswa. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah adalah kolerasi positif dengan perolehan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang selalu menempati urutan terendah. Selain itu, motivasi anak dalam belajar menjadi rendah dikarenakan model pembelajaran yang tidak menarik. Rendahnya hasil belajar siswa ini tidak terlepas dari proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru, oleh sebab itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil observasi awal yang dilakukan di SDN Sirnasari Kecamatan Cipongkor Kabupaten Bandung Barat pada subtema keberagaman budaya bangsaku peneliti memperoleh bahwa banyak peserta didik yang sulit menjelaskan kembali tentang materi-materi pada pembelajaran tematik. Sebanyak 8 siswa dari 36 siswa mendapat nilai dibawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). Pada umumnya hanya mampu menguasai konsep-konsep bahan ajar secara verbalisme, artinya siswa hanya hafal tetapi tidak memahami konsep-konsep. Berdasarkan permasalahan yang diperoleh dari hasil observasi di SDN Sirnasari, maka diperlukan adanya suatu tindakan yang dilakukan untuk menjawab semua permasalahan yang timbul pada pembelajaran tematik di kelas IV yaitu dengan melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Salah satunya adalah dengan menerapkan pendekatan dan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kondisi siswa dan materi ajar. Salah satu alternatif dalam menyelesaikan permasalahan pembelajaran tematik adalah dengan menerapkan model Problem Based Learning (PBL). Menurut Tim BPSDMPK-PMP (2014, h.26) Pembelajaran Berbasis Masalah (Poblemt Based Learning=PBL) adalah, “Pembelajaran bebasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah konstektual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world)”. Berdasarkan uraian di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa Problem Based Learning Pembelajaran berbasis masalah ini merupakan suatu metode pembelajaran yang menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar,” bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Dan juga model pembelajaran berbasis masalah ini dilakukan dengan adanya pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh peserta didik yang diharapkan dapat menambah keterampilan peserta didik dalam pencapaian materi pembelajaran.Dengan kata lain apabila dalam suatu pembelajaran di terapkan model pembelajaran berbasis masalah ini dapat meningkatkan dan merangsang aktifitas siswa dan nilai kerjasama anatara peserta didik akan lebih meningkat lagi. Hal inilah yang menjadi latar belakang penulis merencanakan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul “Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Kerjasama Siswa Kelas IV Pada Tema Indahnya Kebersamaan Subtema Keberagaman Budaya Bangsaku di SDN Sirnasari Kecamatan Cipongkor Kabupaten Bandung Barat”. B. Identifikasi Masalah Dari uraian yang dikemukakan dalam latar belakang masalah tersebut diatas, dapat di identifikasikan masalah-masalah sebagai berikut: 1. peserta didik cenderung pasif, 2. kurangnya sikap kerjasama peserta didik antara peserta didik dalam proses pembelajaran, 3. peserta didik cepat bosan dalam pembelajaran, 4. peserta didik kurang menyimak pembelajaran dan 5. peserta didik kurang cakap dalam proses pembelajaran. C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukan diatas maka permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah “Apakah penggunaan model pembelajaran Problem based learning dapat meningkatkan kerjasama siswa pada tema indahnya kebersamaan ?” Dari permasalahan pokok diatas selanjutnya diuraikan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana perencanaan penggunaan model pembelajaran Problem based learning akan meningkatkan kerjasama siswa pada tema indahnya kebersamaan ? 2. Bagaimana pelaksanaan penggunaan model pembelajaran Problem based learning untuk meningkatkan kerjasama siswa pada tema indahnya kebersamaan ? 3. Bagaimana hasil penggunaan model pembelajaran Problem based learning untuk meningkatkan kerjasama siswa pada tema indahnya kebersamaan ? D. Pembatasan Masalah Hasil dari analisa awal, maka didapat beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya masalah di atas, yaitu: 1. Kemampuan materi yang diterima siswa selama penelitian berlangsung adalah pembelajaran tematik pada tema Indahnya Kebersamaan, subtema Keberagaman Budaya Bangsaku. 2. Model pembelajaran Problem Based Learning adalah metode yang dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya. Melalui PBL, proses inquiry yang dirancang dan memberikan rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh peserta didik yang diharapkan dapat menambah keterampilan peserta didik dalam pencapaian materi pembelajaran.. 3. Penelitian ini di tujukan pada siswa kelas IV SD Negeri Sirnasari Kecamatan Cipongkor Kabupaten Bandung Barat. E. Tujuan Penelitian Tujuan umum yang hendak dicapai dalam penggunaan model pembelajaran Problem based learning untuk meningkatkan kerjasama siswa kelas IV pada tema indahnya kebersamaan, subtema keberagaman budaya bangsaku di SDN Sirnasari Kecamatan Cipongkor Kabupaten Bandung Barat 2014-2015. Adapun tujuan khusus untuk meningkatkan kerjasama siswa adalah : 1. Mengetahui perencanaan penggunaan model pembelajaran Problem based learning untuk meningkatkan kerjasama siswa pada tema indahnya kebersamaan. 2. Mengetahui pelaksanaan penggunaan model pembelajaran Problem based learning untuk meningkatkan kerjasama siswa pada tema indahnya kebersamaan. 3. Mengetahui hasil kerjasama siswa pada tema indahnya kebersamaan dengan menggunakan model pembelajaran Problem based learning. F. Manfaat Penelitian 1. Bagi guru a. Model Problem based learning dapat digunakan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan guru untuk melakukan pembelajaran tematik yang lebih inovatif dan kreatif. b. Sebagai bahan pertimbangan untuk memilih model dalam pembelajaran tematik. c. Dipergunakan untuk menyusun program peningkatan efektifitas pembelajaran tematik pada tahap berikutnya. 2. Bagi siswa a. Membantu siswa meningkatkan kerjasama dalam proses pembelajaran. b. Memberikan masukan pada siswa untuk meningkatkan kerjasama dalam kegiatan belajar, mengoptimalkan kemampuan berpikir kreatif dan menggali serta mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya untuk meraih keberhasilan belajar yang optimal. 3. Bagi sekolah (SDN Sirnasari) a. Diperoleh panduan inovatif model pembelajaran Problem based learning yang selanjutnya diharapkan dapat digunakan dalam prosespembelajaran. b. Diharapkan dapat menghasilkan mutu lulusan yang berkualitas sehingga lulusannya dapat diterima di sekolah lanjutan (SMP) yang diinginkan siswa. 4. Bagi Peneliti Lanjutan a. Menjalin silaturahmi dengan guru dan siswa. b. Mengetahui permasalahan yang dialami guru dan siswa dalam proses pembelajaran tematik c. Berguna bagi peneliti sebagai calon guru yang kelak akan terlibat langsung dalam proses pembelajaran. G. Definisi Operasional Menurut Sugiyono (2004, h. 31), definisi operasional adalah, penentuan construct sehingga menjadi variabel yang dapat diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan untuk meneliti dan mengoperasikan construct, sehingga memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan cara pengukuran construct yang lebih baik. Dari uraian di atas tentunya ada beberapa definisi untuk mempermudah memahami skripsi ini diantaranya: 1. Problaem Based Learning Barrow mendefinisikan pembelajaran berbasis masalah (Problem based Learning/PBL) sebagai “pembelajaran yang diperoleh melalui proses menuju pemahaman akan resolusi suatu masalah. Masalah tersebut dipertemukan pertama dalam proses pembelajaran”(Miftahul huda 2013,h. 271) . PBL merupakan salah satu bentuk peralihan dari paradigma pengajaran menuju paradigma pembelajaran (Barr dan Tagg.1995). jadi , fokusnya adalah pada pembelajaran siswa dan bukan pada pengajaran guru. Jadi lebih jelasnya menurut pendapat saya bahwa Problem Based Learning Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan salah satu inovasi metode, model, dan strategi pembelajaran yang menekankan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, dimana siswa berpartisipasi aktif dalam menemukan solusi pemecahan suatu masalah secara bersama-sama dengan siswa lain, sementara peran guru/dosen hanya sebagai fasilitator/pembimbing pembelajaran. Dengan demikian, siswa diharapkan akan memiliki kompetensi (kemampuan) memecahkan berbagai permasalahan nyata yang akan dihadapi dalam kehidupan mereka.PBL ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar. Untuk itu, PBL dapat diterapkan dalam kurikulum pendidikan kita dan dalam proses pembelajaran. 2. Kerjasama Pamudji (1985, h.12). “Kerjasama pada hakekatnya mengindikasikan adanya dua pihak atau lebih yang berinteraksi secara dinamis untuk mencapai suatu tujuan bersama”. Dalam pengertian itu terkandung tiga unsur pokok yang melekat pada suatu kerangka kerjasama, yaitu unsur dua pihak atau lebih, unsur interaksi dan unsur tujuan bersama. H.Kusnadi (2002, h.32).mengartikan “kerjasama sebagai dua orang atau lebih untuk melakukan aktivitas bersama yang dilakukan secara terpadu yang diarahkan kepada suatu targetatau tujuan tertentu”. Menurut pendapat saya bahwa kerjasama itu merupakan Kepedulian satu orang atau satu pihak dengan orang atau pihak lain yang tercermin dalam suatu kegiatan yang menguntungkan semua pihak dengan prinsip saling percaya, menghargai dan adanya norma yang mengatur. 3. Pembelajaran Tematik Trianto (2009, h. 78). Pembelajaran tematik “dimaknai sebagai pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu”. Dalam pembahasanya tema itu ditinjau dari berbagai mata pelajaran . sebagai contoh , tema “air” dapat ditinjau dari mata pelajaran fisika,biologi,kimia dan matematika.lebih luas lagi tema itu dapat ditinjau dari bidang studi lain seperti IPS, bahasa, dan seni. Pembelajaran tematik menyediakan keluasan dan kedalaman implementasi kurikulum, menawarkan kesempatan yang sangat banyak pada siswa untuk memunculkan dinamika dalam pendidikan. Sedangkan menurut pendapat saya bahwasanya model pembelajaran tematik ini katakanlah populer, lantaran materi dari tiap mata pelajaran dapat kita satukan, atau dengan kata lain, dapat dikait-kaitkan. Dengan begitu, proses penyampaian materi akan lebih mudah diserap karena materi yang diajarkan berikutnya, seolah sudah diajarkan sebelumnya dalam mata pelajaran lain yang dikaitkan dengan mata pelajaran berikutnya. Model pembelajaran tematik ini juga kiranya lebih relevan diterapkan, sebab model pembelajaran tematik ini juga dapat membantu membangkitkan minat belajar siswa. Karena dalam pengemasan mata pelajaran menggunakan model pembelajaran tematik ini, mata pelajaran yang disaling kait-kaitkan dikemas dalam bentuk penyampaian materi yang didalamnya terdapat unsur bermain, sehingga siswa sekolah dasar akan lebih menyukainya. Dari penjelasan diatas, maka teori dan kesimpulan dari “Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Kerjasama Siswa Pada Tema Indahnya Kebersamaan Subtema Keberagaman Budaya Bangsaku di Kelas IV SDN Sirnasari Kecamatan Cipongkor Kabupaten Bandung Barat” adalah suatu kegiatan belajar mengajar melalui penerapan model pembelajaran yang dirancang dan memberikan rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh peserta didik yang diharapkan dapat menambah keterampilan peserta didik dalam pencapaian materi pembelajaran. BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori 1. Hakekat Belajar a. Hakekat belajar menurut para ahli Slameto (2003, h. 2) mengatakan bahwa, “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Skinner mengatakan bahwa, “belajar adalah suatu prilaku. Pada saat orang belajar maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka respon nya menurun (Dimyati,2006, h. 9)”. Dalam belajar ditemukan adanya hal berikut : 1) Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons pembelajar. 2) Respons si pebelajar, dan. 3) Konsekuensi yang bersifat menguatkan respons tersebut.pemerkuat terjadi pada stimulus yang menguatkan konsekuensi tersebut. Sebagai ilustrasi, prilaku respons si pebelajar yang baik di beri hadiah. Sebaliknya, perilaku respons yang tidak baik diberi hadiah. Sebaliknya, prilaku respons yang tidak baik diberi teguran dan hukuman. Gagne mengatakan bahwa :”Belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang di capai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah (Agus suprijono, 2009, h. 2)”. Travers mengatakan bahwa, “belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku (Agus suprijono, 2009, h. 2)”. Piaget mengatakan bahwa, “pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang (Dimyati, 2006, h. 13 )”. Perkembangan intelektual melalui tahap – tahap berikut : a) Sensori motor (0;0-2;0 tahun ), b) Pra- oprasional (2;0-7;0 tahun ) c) Operasional konkret (7;0-11;0 tahun ) d) Operasi formal (11;0-ke atas). Pada tahap sensori motor anak mengenal lingkungan dengan kemampuan sensorik dan motorik. Anak mengenal lingkungan dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, Peradaban dan menggerak – gerakanya. Pada tahap sensori motor anak mengenal lingkungan dengan kemampuan sensorik dan motorik. Anak mengenal lingkungan dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan dan menggerak-gerakannya. Pada tahap pra-operasional, anak mengandalkan diri pada persepsi tentang realitas. Ia telah mampu menggunakan simbol, bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi, membuat gambar dan menggolong-golongkan. Pada tahap operasi konkret anak dapat mengembangkan pikiran logis. Ia dapat mengikuti penalaran logis, walau kadang-kadang memecahkan masalah secara “trial and error”. Pada tahap operasi formal anak dapat berfikir abstrak seperti pada orang dewasa. Pengetahuan dibangun dalam pikiran. Setiap individu membangun sendiri pengetahuannya. Pengetahuan yang dibangun terdiri dari tiga bentuk, yaitu pengetahuan fisik, pengetahuan logika-matematik dan pengetahuan sosial. Belajar pengetahuan meliputi tiga fase. Fase-fase itu adalah fase eksplorasi, pengenalan konsep dan aplikasi konsep. Dalam fase eksplorasi, peserta didik mempelajari gejala dengan bimbingan. Dalam fase pengenalan konsep, siswa mengenal konsep yang ada hubungannya dengan gejala. Dalam fase aplikasi konsep, peserta didik menggunakan konsep untuk meneliti gejala lain lebih lanjut. Menurut Piaget pembelajaran terdiri dari empat langkah (Dimyati, 2006, h.14) ialah sebagai berikut: 1). Langkah satu: Menentukan topik yang dapat dipelajari oleh anak sendiri. Penentuan topik tersebut dibimbing dengan beberapa pertanyaan, seperti berikut: (a) bahasan manakah yang cocok untuk eksperimentasi ? (b) Topik manakah yang cocok untuk pemecahan masalah dalam situasi kelompok ? Topik manakah yang dapat disajikan pada tingkat manipulasi secara fisik sebelum secara verbal ? 2) Langkah dua: Memilih atau mengembangkan aktivitas kelas dengan topik tersebut. Hal ini dibimbing dengan pertanyaan seperti: (a) Apakah aktivitas itu memberi kesempatan untuk melaksanakan metode eksperimen ? (b) Dapatkah kegiatan itu menimbulkan pertanyaan siswa ? (c) Dapatkah siswa membandingkan berbagai cara bernalar dalam mengikuti kegiatan di kelas ? (d) Apakah masalah tersebut merupakan masalah yang tidak dapat dipecahkan atas dasar pengisyaratan perseptual ? (e) Apakah aktivitas itu dapat menghasilkan aktivitas fisik dan kognitif ? (f) Dapatkah kegiatan siswa itu memperkaya konstruk yang sudah dipelajari ? 2) Langkah tiga: Mengetahui adanya kesempatan bagi guru untuk mengemukakan pertanyaan yang menunjang proses pemecahan masalah. Bimbingan pertanyaan berupa; (a). Pertanyaan lanjut yang memancing berfikir seperti “Bagaimana jika”? (b). Memperbandingkan materi apakah yang cocok untuk menimbulkan pertanyaan spontan ? 4) Langkah empat: Menilai pelaksanaan tiap kegiatan, memperhatikan keberhasilan dan melakukan revisi. Bimbingan pertanyaan seperti: (a) Segi kegiatan apakah yang menghasilkan minat dan keterlibatan siswa yang besar ? (b) Segi kegiatan manakah yang tak menarik dan apakah alternatifnya ? (c) Apakah aktivitas itu memberi peluang untuk mengembangkan siasat baru untuk penelitian atau meningkatkan siasat yang sudah dipelajari? (d) Apakah kegiatan itu dapat dijadikan modal untuk pembelajaran lebih lanjut ? b. Ciri-ciri Belajar Menurut Djamarah (2002, h. 12) “belajar adalah perubahan tingkah laku”. Ciri-ciri belajar tersebut adalah sebagai berikut : 1) Belajar adalah perubahan yang terjadi secara sadar. 2) Perubahan dalam belajar bersifat fungsional. 3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif. 4) Perubahan dalam belajar tidak bersifat sementara. 5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah. 6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Menurut aliran Humanis bahwa setiap orang menentukan sendiri tingkah lakunya. Orang bebas memilih sesuai dengan kebutuhannya. Tidak terikat pada lingkungan. Hal ini sesuai dengan Wasty Sumanto yang dikutip dari (Darsono 2000, h. 22) bahwa, tujuan pendidikan adalah membantu masing-masing individu untuk mengenal dirinya sendiri sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri masing-masing. Menurut pandangan dan teori Konstruktivisme belajar merupakan proses aktif dari si subyek belajar untuk merekonstruksi makna, sesuatu entah tes, kegiatan dialog, pengalaman fisik dan lain-lain (Sardiman, 2008 h.30). Sedangkan menurut paul suparno Belajar merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan dengan pengalaman atau bagian yang dipelajarinya dari pengertian yang dimiliki sehingga pengertiannya menjadi berkembang (sardiman, 2008 h. 42). Sehubungan dengan hal itu, ada beberapa ciri atau prinsip dalam belajar yang dijelaskan sebagai berikut: 1). Belajar mencari makna. Makna diciptakan siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. 2). Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus. 3). Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan pengembangan 4). Pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan tetapi perkembangan itu sendiri. 5). Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subyek belajar dengan dunia fisik dengan lingkungannya. 6). Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui si subyek belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang telah dipelajari. Berdasarkan ciri-ciri yang disebutkan di atas, maka proses mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan siswa merekonstruksi sendiri pengetahuannya dan menggunakan pengetahuan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu guru sangat dibutuhkan untuk membantu belajar siswa sebagai perwujudan perannya sebagai mediator dan fasilitator. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkunga yang di pelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar. Tindakan belajar tentang suatu hal tersebut tampak sebagai perilaku belajar yang tampak dari luar. Tabel 2.1 Ciri-Ciri Pendidikan, Belajar dan Perkembangan No Unsur-Unsur Pendidikan Belajar Perkembangan 1. Pelaku Guru sebagai pelaku mendidik dan siswa yang terdidik. Siswa yang bertindak belajar atau pebelajar. Siswa yang mengalami perubahan 2. Tujuan Membantu siswa untuk menjadi pribadi mandiri yang utuh. Memperoleh hasil belajar dan pengalaman hidup. Memperoleh perubahan mental. 3. Proses Proses interaksi sebagai faktor eksternal belajar. Internal pada diri pebelajar. Internal pada diri pebelajar. 4. Tempat Lembaga pendidikan sekolah dan luar sekolah. Sembarang tempat. Sembarang tempat. 5. Lama waktu Sepanjang hayat dan sesuai jenjang lembaga. Sepanjang hayat. Sepanjang hayat. 6. Syarat terjadi Guru memiliki kewibawaan pendidikan. Motivasi belajar kuat. Kemauan mengubah diri. 7. Ukuran Keberhasilan Terbentuk pribadi terpelajar. Dapat memecahkan masalah. Terjadinya perubahan positif. 8. Faedah Bagi masyarakat mencerdaskan kehidupan bangsa. Bagi pebelajar mempertinggi martabat pribadi. Bagi pebelajar memperbaiki kemajuan mental. 9. Hasil Pribadi sebagai pembangun yang produktif dan kreatif. Hasil belajar sebagai dampak pengajaran dan pengiring. Kemajuan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Sumber: Dimyati dan Mudjiono (2006, h. 8). c. Tujuan belajar Agus suprijono (2009, h. 5) mengatakan bahwa tujuan belajar adalah : Sebenarnya sangat banyak dan bervariasi. Tujuan belajar yang ekspelisit diusahakan untuk di capai dengan tindakan instruksional, lazim dinamakan instructional effect, yang biasa berbentuk pengetahuan dan keterampilan. Sementara, tujuan belajar sebagai hasil yang menyertai tujuan belajar instruksional lazim disebut nurtursnt effect. Bentuknya berupa, kemampuan berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis,menerima orang lain, dan sebagainya. Tujuan ini merupakan konsekuensi logis dari peserta didik ”menghidupi” (live in) suatu sistem lingkungan belajar tertentu. d. Hasil belajar Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,sikap-sikap,apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne, hasil belajar berupa: 1) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan. 2) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempersentasikan konsep dan lamabang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-analitis fakta – konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas. 3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah. 4) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. 5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. 2. Hakekat Pembelajaran a. Definisi Pembelajaran Berbagai definisi mengenai pembelajaran dikemukakan oleh para ahli. Salah satunya yaitu Dimyati dan Mudjiono (2006, h. 7) yang mengemukakan bahwa, “pembelajaran adalah suatu persiapan yang dipersiapkan oleh guru guna menarik dan memberi informasi kepada siswa, sehingga dengan persiapan yang dirancang oleh guru dapat membantu siswa dalam menghadapi tujuan”. Definisi pembelajaran menurut Oemar Hamalik (2005, h.57) adalah, “suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran”. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa, “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Dari definisi di atas, pembelajaran adalah sutu proses interaksi yang terjadi antara pendidik dan peserta didik dalam suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan belajar. Pembelajaran harus didukung dengan baik oleh semua unsur dalam pembelajaran yang meliputi pendidik, peserta didik, dan juga lingkungan belajar. 3. Pembelajaran tematik terpadu a. Istilah dan pengertian Trianto, (2009, h. 78) mengatakan bahwa : pembelajaran tematik dimaknai sebagai pembelajaran yang di rancang berdasarkan tema-tema tertentu. Dalam pembahasnya tema itu ditinjau dari berbagai mata pelajaran. Sebagai contoh, tema “air” dapat di tinjau dari mata pelajaran fisika, biologi , kimia dan matematika. Lebih luas lagi, tema itu dapat di itnjau dari bidang studi lain, seperti IPS, bahasa, dan seni. Pembelajaran teamtik menyediakan keluasan dan kedalaman implementasi kurikulum, menawarkan kesempatan yang sangat banyak pada siswa untuk memunculkan dinamika dalam pendidikan. Menurut Tim: BPSDMPK-PMP (2014, h.15) bahwa : pembelajaran tematik terpadu (PTP) atau integrated thematic instruction (ITI) dikembangkan pertama kali pada awal tahun 1970-an. Belakangan PTP diyakini sebagai salah satu model pembelajaran yang efektif ( highly effective teaching model) karena mampu mewadahi dan menyentuh secara terpadu dimensi emosi, fisik dan akademik peserta didik di dalam kelas atau dilingkungan sekolah. PTP pada awalnya dikembangkan untuk anak-anak berbakat dan bertalenta (gifeted and talented), anak-anak yang cerdas, program perluasan belajar, dan peserta didik yang belajar cepat. PTP ini pun sudah terbukti secara empirik berhasil memacu percepatan dan meningkatkan kapasitas memori peserta didik (enhance learning and increase long –term memory capabilities of learnes) untuk waktu yang panjang. Premis utama PTP adalah bahwa peserta didik memerlukan peluan – peluang tambahan (additional opportunities) untuk menggunakan talentanya, menyediakan waktu bersama yang lain untuk secara cepat mengkonseptualisasi dan mensintesis. Pada sisi lain, PTP relevan untuk mengakomodasi perbedaan – perbedaan kualitatif lingkungan belajar. PTP diharapkan mampu menginspirasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar. PPPTP memilki perbedaan kualitatif (qualitatively different) dengan model pembelajaran lain. PTP sifatnya memandu peserta didik mencapai kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher levels of thingking) atau keterampilan berpikir dengan mengoptimasi kecerdasan ganda (multiple thinking skills) sebuah proses inovatif bagi pengembangan dimensi sikap, keterampilan dan pengetahuan. Implementasi PTP menuntut kemampuan guru dalam mentransformasikan materi pembelajaran di kelas. Karena itu, guru harus memahami materi apa yang diajarkan dan bagaimana mengaplikasikanya dalam lingkungan belajar di kelas. Oleh karena PTP ini bersifat ramah otak, guru harus mampu mengidentifikasi elemen-elemen lingkungan yang mungkin relevan dan dapat dioptimasi ketika berinteraksi dengan peserta didik selama proses pembelajaran. Ada sepuluh elemen yang terkait dengan hal ini dan perlu ditingkatkan oleh guru. 1) Mereduksi tingkat kealpaan atau bernilai tambah berpikir reflektif. 2) Memperkaya sensori pengalaman di bidang sikap, keterampilan dan pengetahuan. 3) Menyajikan isi atau substransi pembelajaran yang bermakna. 4) Lingkungan yang memperkaya pembelajaran. 5) Bergerak memacu pembelajaran (movement to enhance learning). 6) Membuka pilihan-pilihan. 7) Optimasi waktu secara tepat. 8) Kolaborasi. 9) Umpan balik segera. 10) Ketuntasan atau aplikasi. b. Fungsi dan tujuan pembelajaran tematik terpadu 1) Fungsi pembelajaran tematik terpadu adalah : untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam memahami dan mendalami konsep materi yang tergabung dalam tema serta dapat menambah semangat belajar karena materi yang dipelajari merupakan materi yang nyata (konstektual) dan bermakna bagi peserta didik 2) Tujuan pembelajaran tematik terpadu adalah : (a) Mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu; (b) Mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi muatan pelajaran dalam tema yang sama . (c) Memilki pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan. (d) Mengembangkan kompetensi berbahasa lebih baik lagi dengan mengaitakan bebagai muatan pelajaran lain dengan pengalaman peribadi peserta didik. (e) Lebih bergairah belajar karena mereka dapat berkomunikasi dalam situasi nyata seperti bercerita, bertanya, menulis sekaligus mempelajari pelajaran yang lain . (f) Lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi yang di sajikan dalam konteks tema yang jelas. (g) Guru dapat menghemat waktu, karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3 pertemuan bahkan lebih dan atau pengayaan; dan (h) Budi pekerti dan moral peserta didik dapat ditumbuh kembangkan dengan mengangkat sejumlah nilai budi pekerti sesuai dengan situasi dan kondisi. c. Ciri-ciri pembelajaran tematik terpadu 1) Berpusat pada anak. 2) Memberikan pengalaman langsung pada anak. 3) Pemisahan antarmuatan pelajaran tidak begitu jelas (menyatu dalam satu pemahaman dalam kegiatan). 4) Menyajikan konsep dari berbagai pelajaran dalam satu proses pembelajaran (saling terkait antar muatan pelajaran yang satu dengan lainnya). 5) Bersifat luwes (keterpaduan berbagai muatan pelajaran) 6) Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak (melalui penilaian proses dan hasil belajarnya). d. Tahapan pembelajaran tematik terpadu Pembelajaran tematik terpadu melalui beberapa tahapan yaitu pertama guru harus mengacu pada tema sebagai pemersatu berbagai muatan pelajaran untuk satu tahun. Kedua guru melakukan analisis standar kompetensi lulusan, kompetensi inti, kompetensi dasar dan membuat indikator dengan tetap memperhatikan muatan materi dari standar isi. Ketiga membuat hubungan pemetaan antara kompetensi dasar dan indikator dengan tema. Ke empat membuat jaringan KD, indikator. Kelima menyusun silabus tematik dan ke enam membuat rencana pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu dengan menerapkan pendekatan saintifik. 4. Model Pembelajaran a. Pengertian model pembelajaran Agus Suprijono (2009, h. 45). Mengatakan bahwa : model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang di rancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasi pada tingkat operasinal di kelas. Model pembelajaran dapat di artikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum,mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas. Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas maupun tutorial. Menurut Arends “model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan di gunakan, termasuk di dalam nya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas (Agus suprijono 2009, h. 46)”. Model pembelajaran dapat di definiskan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Merujuk pemikiran joyce, fungsi model pembelajaran adalah “ each model guides us as we design instruction to help students achieve various objectives”. Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi,ide, keterampilan,cara berpikir, dan mengespresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merancanakan aktivitas belajar mengajar. 5. Model Pembelajaran Problem based learning (PBL) a. Konsep/ defnisi Barrow mendefinisikan pembelajaran berbasis-masalah (problem- based learning/PBL) sebagai, ”pembelajaran yang diperoleh melalui proses menuju pemahaman akan resolusi suatu masalah. Masalah tersebut dipertemukan pertama- tama dalam proses pembelajaran (miftahul, huda 2013, h. 271)”. Barr dan Tagg (1995, h.236). mengungkapkan bahwa, “PBL merupakan salah satu bentuk peralihan dari paradigma pengajaran menuju paradigma pembelajaran. Jadi, fokusnya adalah pada pembelajaran siswa dan bukan pada pengajaran guru”. Sementara itu Lloyd-jones, margeston, dan Bligh (1998, h. 494) menjelaskan fitur-fitur penting dalam BPL. Mereka menyatakan bahwa, ada tiga elemen dasar yang seharusnya muncul dalam pelaksanaan PBL : menginisiasi pemicu/masalah awal (iniating trigger), meneliti isu-isu yang diidentifikasi sebelumnya, dan memanfaatkan pengetahuan dalam memahami lebih jauh situasi masalah. PBL tidak hanya bisa diterapkan oleh guru dalam ruang kelas, akan tetapi juga oleh pihak sekolah untuk pengembangan kurikulum. Ini sesuai dengan definisi PBL yang disajikan oleh Maricopa Community Colleges, Centre For Learning and Instruction. Menurut mereka, PBL merupakan kurikulum sekaligus proses. Kurikulumnya meliputi masalah-masalah yang dipilih dan dirancang dengan cermat yang menuntut upaya kritis siswa untuk memperoleh pengetahuan, menyelesaikan masalah, belajar secara mandiri, dan memiliki skill partisipasi yang baik. Menurut Tim: BPSDMPK-PMP (2014, h.26) pembelajaran berbasis masalah atau (Problem Based Learning) sebagai berikut : 1) Pembelajaran bebasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah konstektual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world). 2) Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu metode pembelajaran yang menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar,” bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Model pembelajaran berbasis masalah dilakukan dengan adanya pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh peserta didik yang diharapkan dapat menambah keterampilan peserta didik dalam pencapaian materi pembelajaran. Berikut lima strategi dalam menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBL) : 1) Permasalahan sebagai kajian. 2) Permasalahan sebagai penjajakan pemahaman. 3) Permasalahan sebagai contoh. 4) Permasalahan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses. 5) Permasalahan sebagai stimulus aktivitas autentik. Tabel 2.2 Peran guru, peserta didik dan masalah dalam pembelajaran berbasis masalah Guru sebagai pelatih Peserta didik sebagai problem solver Masalah sebagai awal tantangan dan motivasi -Asking about thinking (bertana tentang pemikiran). -Memonitor pembelajaran. -Probbing (menantang peserta didik untuk berpikir) -Menjaga agar peserta didik terlibat. -Mengatur dinamika kelompok. -Menjaga berlangsung nya proses. - Peserta yang aktif. - Terlibat langsung dalam pembelajaran. - Membangun pembelajaran. - Menarik untuk dipecahkan. - Menyediakan kebutuhan yang ada hubunganya dengan pelajaran yang dipelajari. Sumber BPSDMPK-PMP (2014, h. 27) Menurut Tim : BPSDMPK-PMP (2014, h.27) Pendekatan PBL mengacu pada hal-hal sebagai berikut ini : 1) Kurikulum : PBL tidak seperti pada kurikulum tradisional karena memerlukan suatu strategi sasaran dimana proyek sebagai pusat. 2) Responsibility : PBL menekankan responsibility dan answerability para peserta didik ke diri dan kelompoknya. 3) Realisme : kegiatan peserta didik di fokuskan pada pekerjaan yang serupa dengan situasi yang sebenarnya. Aktivitas ini mengintegrsikan tugas otentik dan menghasilkan sikap profesional. 4) Aktive- learning : menumbuhkan isu yang berujung pada pertanyaan dan keinginan peserta didik untuk menemukan jawaban yang relevan sehingga dengan demikian telah terjadi proses pembelajaran yang mandiri. 5) Umpan balik : diskusi, presentasi, dan evaluasi terhadap para peserta didik menghasilkan umpan balik yang berharga. 6) Keterampilan umum : PBL dikembangkan tidak hanya pada keterampilan pokok dan pengetahuan saja, tetapi juga mempunyai pengaruh besar pada keterampilan yang mendasar seperti pemecahan masalah, kerja kelompok, dan self-management. 7) Driving questions : PBL difokuskan pada pertanyaan atau permasalahan yang memicu peserta didik untuk berbuat menyelesaikan permasalahan dengan konsep, prinsip dan ilmu pengetahuan yag sesuai. 8) Constructive investigations : sebagai titik pusat, proyek harus disesuaikan dengan pengetahuan yang sesuai. 9) Autonomy : proyek menjadikan aktivitas peserta didik sangat penting. b. Karaktersitik Model Problem Based Learning (PBL) Ciri yang paling utama dari model pembelajaran PBL yaitu dimunculkanya masalah pada awal pembelajarannya. Menurut Arends (Trianto,2007, h .71), berbagai pengembangan pengajaran berdasarkan masalah telah memeberikan model pengajaran itu memiliki karaktersitik sebagia berikut 1) Pengajuan pertanyaan atau masalah a) Autentik, yaitu masalah harus berakar pada kehidupan dunia nyat siswa dari pada berakar pada prinsip – prinsip disiplin ilmu tetentu. b) Jelas, yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya meyulitkan penyelesaian siswa. c) Mudah dipahami, yaitu masalah yang diberikan harusnya mudah dipahami siswa dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa. d) Luas dan sesuai tujuan pembelajaran. luas artinya masalah tersebut harus mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang, dan sumber yang tersedia. e) Bermanfaat, yaitu masalah tersebut bermanfaat bagi siswa sebagai pemecah masalah dan guru sebagai pembuat masalah. 2) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu. Masalah yang di ajukan hendaknya melibatkan berbagai disiplin ilmu. 3) Penyelidikan autentik (nyata) 4) Mengahsilkan produk dan memamerkanya 5) Kolaboratif Pada model pembelajaran ini, tugas – tugas belajar berupa masalah diselesaikan bersama- sama antar siswa. c. Kelebihan Model Problem Based Learning Menurut Sanjaya (2007, h. 220) Sebagai suatu model pembelajaran, Problem Based Learning ( PBL) Memiliki beberapa kelebihan, diantaranya : 1) Menantang kemampuan siswa serta memberikan keputusan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa. 2) Meningkatkan motivasi dan akatifitas pembelajaran siswa. 3) Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan siswa untuk memahami masalah dunia nyata. 4) Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajran yang mereka lakukan. Disamping itu, PBM dapat mendorong siswa untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya. 5) Mengembangkan pengetahuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru. 6) Memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengaflikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. 7) Mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir. 8) Memudahkan siswa dalam menguasai konsep – konsep yang di pelajari guna memecahkan masalah dunia nyata. d. Kelemahan Model Problem Based Learning Menurut Sanjaya (2007, h. 230) Disamping kelebihan di atas, PBL juga memiliki kelemahan diantaranya : 1) Masalah siswa tidak memilki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk di pecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba. 2) Untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai materi yang di perlukan untuk menyelesaikan masalah mengapa mereka harus berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka akan belajar apa yang ingin mereka pelajari. e. Fakta empirik keberhasilan pendekatan dalam proses dan hasil pembelajaran 1) Melalui PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta didik yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang di milkinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika peserta didik berhadapan dengan situasi dimana konsep diterapkan. 2) Dalam situasi PBL, peserta didik mengiintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. 3) PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok. f. Tahap – tahap Model PBL Tabel 2.3 tahapan – tahapan model PBL FASE – FASE PRILAKU GURU Fase 1 Orienstasi siswa kepada masalah. - Menjelaskan tujuan pembelajaran. menjelaskan logistik yang dibutuhkan. - Memotivasi siswa untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang di pilih. Fase 2 Mengorganisasikan siswa. Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Fase 3 membimbing penyelidikan individu dan kelompok Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Fase 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, model dan berbagai tugas dengan teman. Fase 5 Mengananalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah di pelajari / meminta kelompok presentasi hasil kerja. Sumber:BPSDMPK-PMP (2014, h. 28) g. Penilaian pembelajaran berbasis masalah Penilaian pembelajaran dengan PBL dilakukan dengan outhentic assesment. Penilaian dapat dilakukan dengan portofolio yang merupakan kumpulan yang sistematis pekerjaan-pekerjaan peserta didik yang dianalisis untuk melihat kemajuan belajar dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka pencapaian tujuan pembelajaran. penilaian dalam pendekatan PBL dilakukan dengan cara evaluasi diri ( self – assesment) dan peer-assessment. 1) Self- assesment. Penilaian yang dilakukan oleh peserta didik itu sendiri terhadap usaha-usahanya dan hasil pekerjaan nya dengan merujuk pada tujuan yang ingin di capai ( standard) oleh peserta didik itu sendiri dalam belajar. 2) Peer-assesment. Penilaian dimana pembelajar berdiskusi untuk memberikan penilaian terhadap upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah dilakukanya sendiri maupun oleh teman dalam kelompoknya. Penilain yang relevan dalam PBL antara lain berikut ini : 1) Penilaian kinerja peserta didik. 2) Penilaian portofolio peserta didik. 3) Penilaian potensi belajar. 4) Penialain usaha kelompok. 6. Pendekatan Saintifik a. Esensi Pendekatan Saintifik/ Pendekatan Ilmiah Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah, karena itu kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Pembelajaran saintifik diyakini sebagai titian emas peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan penalaran induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif (deductivereasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik kedalam relasi ide yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum. Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat di observasi, empiris dan terukurdengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Metode ilmiah pada umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau eksperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis. b. Langkah-Langkah Pendekatan dengan Pendekatan Ilmiah Menurut Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 lampiran IV, proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu: 1). Mengamati, 2). Menanya, 3). Mengumpulkan informasi/ eksperimen, 4). Mengasosiasikan/ mengolah informasi dan 5). Mengkomunikasikan. Kelima pembelajaran pokok tersebut dapat dirinci dalam berbagai kegiatan belajar sebagaimana tercantum dalam tabel berikut: Tabel 2.4 Keterkaitan antara langkah pembelajaran dengan kegiatan belajar dan maknanya Langkah Pembelajaran Kegiatan Belajar Kompetensi yang Dikembangkan Mengamati Membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat) Melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi. Menanya Mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimuali dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat. Mengumpulkan informasi/ eksperimen Melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/ kejadian, aktivitas dan wawancara dengan narasumber. Mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat. Mengasosiasikan/ mengolah informasi Mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/ eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi, pengolahan informasi yang di kumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan. Mengkomuniasikan Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar. Sumber: BPSDMPK dan PMP (2014, h. 19) B. Peta Tuntunan Pembelajaran Tematik Tema Indahnya Kebersamaan Subtema Keberagaman Budaya Bangsaku 1. Pemetaan Kompetensi Dasar (KD) dan Indikator Pembelajaran pada Pembelajaran 1 Pemetaan Kompetensi Dasar (KD) pada pembelajaran tematik tema indahnya kebersamaan subtema keberagaman budaya bangsaku adalah sebagai berikut : Gambar 2.1 Subtema 1 Keberagaman Budaya Bangsaku SBdP 1.1 Mengagumi ciri khas keindahan karya seni dan karya kreatif masing-masing daerah sebagai anugerah Tuhan 2.1 Menujukkan sikap berani mengekspresikan diri dalam berkarya seni Pemetaan Kompetensi Dasar PPKn 1.1 Menghargai kebhinneka-tunggalikaan dan keberagaman agama, suku bangsa, pakaian tradisional, bahasa, rumah adat, makanan khas, upacara adat, sosial, dan ekonomi di lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat sekitar 1.2 Menghargai kebersamaan dalam keberagaman sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa di lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat sekitar 2.1 Menunjukkan perilaku, disiplin, tanggung jawab, percaya diri, berani mengakui kesalahan, meminta maaf dan memberi maaf sebagaimana dicontohkan tokoh penting yang berperan dalam perjuangan menentang penjajah hingga kemerdekaan Republik Indonesia sebagai perwujudan nilai dan moral Pancasila 2.4 Menunjukkan perilaku bersatu sebagai wujud keyakinan bahwa tempat tinggal dan lingkungannya sebagai bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Berdasarkan pemetaan di atas dalam poses pembelajaran PPKn terdapat pembelajaran menghargai kebhinnekatunggalikaan dan menghargai kebersamaan dalam keberagaman suku bangsa sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Pada proses pembelajaran SBdP juga terdapat pembelajaran menunjukkan sikap berani mengekspresikan karya seni dengan menyanyikan lagu “Aku Anak Indonesia” sebagai metode yang tepat terhadap kompetensi dasar PPKn. 2. Kebutuhan Teori Berdasarkan Tuntutan Indikator Pemetaan indikator pada pembelajaran tematik tema indahnya kebersamaansubtema keberagaman budaya bangsaku adalah sebagai berikut : Gambar 2.2 Pemetaan Indikator a. Teori yang mendasari Kompetensi Dasar PPKn Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk karena terdiri atas berbagai suku bangsa, adat istiadat, bahasa daerah, serta agama yang berbeda-beda. Keanekaragaman tersebut terdapat di berbagai wilayah yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Setiap suku bangsa di Indonesia mempunyai kebiasaan hidup yang berbeda-beda. Kebiasaan hidup itu menjadi budaya serta ciri khas suku bangsa tertentu. Demi persatuan dan kesatuan, seharusnya kita menyadari dan menghargai keanekaragaman tersebut sehingga dapat menjadi satu bangsa yang tangguh. Dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”, kita jadikan keragaman suku bangsa dan budaya sebagai salah satu modal dasar dalam pembangunan (Sugiyanto, 2013, h. 5). Menurut teori “Nusantara” penduduk Indonesia tidak berasal dari luar. Teori ini didukung banyak ahli, seperti J.Crawfurd, K.Himly, Sutan Takdir Alisjahbana, dan Gorys Keraf (Nana Syaodih, 2005, h. 23). Menurut para ahli ini penduduk Indonesia (bangsa Melayu) sudah memiliki peradaban yang tinggi pada bada ke-19 SM. Taraf ini hanya hanya dapat dicapai setelah perkembangan budaya yang lama. Hal ini menunjukkan penduduk Indonesia tidak berasal dari mana-mana, tetapi berasal dan berkembang di Nusantara.. Diperkirakan ada 300 sampai 500 suku bangsa yang tinggal di Indonesia. Perbedaan jumlah ini dikarenakan perbedaan para ahli dalam mengelompokkan suku bangsa. b. Teori yang mendasari Kompetensi Dasar SBdP Secara umum praktik menyanyikan lagu-lagu wajib nasional bagi siswa tingkat SD masih sangat kurang maksimal dilaksanakan. Berdasarkan hal tersebut, pelatihan lagu-lagu wajib nasional sangat tepat diberikan pada guru dan selanjutnya agar bisa diterapkan pada siswa di sekolahnya masing-masing. Hal ini juga untuk mengantisipasi menurunnya semangat nasionalisme yang indikasinya dapat dilihat dari semakin berkurangnya kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan terkait dengan peringatan hari-hari nasional Bangsa Indonesia (Sugiyanto, 2013, h. 6). Salah satu foktor penting dalam program penerapan penguasaan lagu-lagu wajib di lingkungan Sekolah Dasar adalah peran seorang guru. Guru adalah sosok yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan proses belajar mengajar di tingkat Sekolah Dasar. Sukses dan tidaknya sebuah proses pembelajaran sangat tergantung pada bagaimana seorang guru melaksanakan peranannya dalam memanage sebuah pembelajaran. Terkait dengan peran tersebut, sebagaimana dikatakan Soekanto (Ni Wayan Ardini, 2010, h.2) peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peran. Terkait dengan aktivitas sebagaimana dimaksud di atas, dalam penerapan penguasaan lagu-lagu wajib seorang guru hendaknya memiliki kecakapan serta memiliki program yang jelas agar materi yang diajarkan dapat ditangkap dipahami oleh para siswa.Adapun aspek-aspek yang diajarkan diantaranya: teori dasar musik, teknik dasar menyanyi, sistem notasi lagu, teknik penyajian sebuah lagu (Ni Wayan Ardini, 2010, h. 4). C. Hasil Penelitian Terdahulu 1. Nasution Fanny Vidhayanti. (2012, h. VI) Penerapan model PBL untuk Meningkatkan Pembelajaran IPA Siswa Kelas III SD Mutiara Harapan Lawang. Berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada baagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Berdasarkan hasil observasi awal di SD Mutiara Harapan Lawang ditemukan bahwa pembelajaran IPA kelas III pada materi “Lingkungan” masih dilakukan guru secara konvensional. Hasil belajar siswa rata-rata masih tergolong rendah. Hal ini didapat dari hasil nilai ulangan siswa, bahwa masih terdapat 14 siswa (73,7%) belum mencapai KKM yang telah ditetapkan yaitu 70. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) Pembelajaran dengan menerapkan model PBL dikelas III (2) Peningkatan aktivitas siswa kelas III, (3) Peningkatan hasil belajar siswa kelas III SD Mutiara Harapan dalam pembelajaran IPA dengan menerapkan model PBL Penelitian ini dilakukan di SD Mutiara Harapan dengan subyek kelas III sebanyak 19 siswa yang terdiri dari 11 siswa perempuan dan 8 siswa laki-laki. Jenis penelitian yang digunakan adalah penilaian tindakan kelas yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart, meliputi 4 tahap yaitu : (1) Perencanaan (2) Tindakan (3) observasi (4) Refleksi. Sedangkan teknik pengumpulan data menggunakan observasi, dokumentasi dan tes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model PBL pada pembelajaran IPA siswa kelas III dilakukan dalam dua siklus, setiap indikatornya telah mengalami peningkatan dari Siklus I ke Siklus II. Hal ini terbukti dari peningkatan hasil belajar siswa dalam kegiatan belajar pada siklus I ke Siklus II. Hasil nilai ativitas belajar siswa yang berada pada kategori kurang dan cukup, pada siklus II hampir semua siswa berada pada kategori sangat baik dan baik. Selain meningkatkan aktivitas belajar juga meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terbukti dari rata-rata hasil belajar siswa sebelumnya yaitu 59 pada siklus I menjadi 83 pada siklus II. Dari kegiatan siklus I dan siklus II dapat disimpulkan bahwa penerapan model PBL dpat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Adapun saran untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, guru harus lebih merata dan mengelola kelas supaya seluruh siswa memperoleh perhatian yang sama. 2. Yuni Suswati (2012,h. 1) Penerapan Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatklan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SD Negeri018 Belutu Kecamatan Kandis. Hasil observasi awal ditemukan bahwa pembelajaran IPS materi pokok bahasan Energi danpenggunaannya selama ini guru masih menggunakan metode ceramah. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan penerapan pendekatan PBL pembelajaran IPSmateri pokok bahasan Energi dan penggunaannya kelas IV SDN 018 Kandis. (2)mendeskripsikan aktivitas siswa dan dalam penerapan pendekatan inkuiri dalampembelajaran IPA materi pokok Energi dan penggunaannya kelas IV SDN 018Kandis, (3) mendeskripsikan penerapan pendekatan PBL dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS materi pokok bahasan Energi dan penggunaannya kelas IV SDN 018 Kandis. Rancangan penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Langkah penelitian tindakan kelas ini meliputi 2 siklus. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN 018 Kandis sebanyak 25 siswa. Materi yangn dibahas adalah Energi dan penggunaannya. Instrumen yang digunakan adalah observasi dan tes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pendekatan PBL dapat meningkatkan aktivitas guru pada siklus I pertemuan I, 55 dan pertemuan II menjadi 65 dengan kategori kurang. Dan pada siklus II pertemuan I 85 dan pertemuan II 95 dengan katagori sangat baik sedangkan aktivitas siswa pada siklus I pertemuan I yaitu 60 dengan kategori kurang, pertemuan II 65 kategori cukup dan pada siklus II pertemuan I meningkatkan menjadi 85 dengan katagori baik, pertemuan II kategori baik sekali menjadi 90. Selain itu penerapan pendekatan PBL dapat meningkatkan hasil belajar siswa Peningkatan rata – rata hasil belajar dari skor dasar 62 meningkat ke siklus I menjadi 68,8 besar peningkatan 6,8 dan meningkat pada siklus II menjadi 74,4 besar peningkatan 5,6. Ketuntasan hasil belajar secara individu pada siklus I sebanyak 9 orang siswa yang tidak mencapai KKM. Kemudian meningkat pada siklus II menjadi 25 orang siswa semua mencapai nilai KKM.Persentase ketuntasan hasil belajar secara klasikal pada siklus I hanya 63,6 % kemudian meningkat menjadi 77,2 % pada siklus II. Berarti dengan menggunakan model pembelajaran PBL dapat meningkatkan hasil belaja

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 28 Jun 2016 09:33
Last Modified: 28 Jun 2016 09:33
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/5193

Actions (login required)

View Item View Item