PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN SIKAP PERCAYA DIRI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS I SDN SEKELIMUS 1 BANDUNG PADA SUBTEMA GEMAR BEROLAHRAGA

MEILISA UTARI, 105060076 (2016) PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN SIKAP PERCAYA DIRI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS I SDN SEKELIMUS 1 BANDUNG PADA SUBTEMA GEMAR BEROLAHRAGA. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
Cover Skripsi.docx

Download (45kB)
[img] Text
Lembar Pengesahan Skripsi.docx

Download (11kB)
[img] Text
Motto.docx

Download (54kB)
[img] Text
LEMBAR PERNYATAAN SKRIPSI.docx

Download (12kB)
[img] Text
ABSTRAK.docx

Download (16kB)
[img] Text
Kata Pengantar.docx

Download (38kB)
[img] Text
Skripsi Bab I.docx

Download (29kB)
[img] Text
Skripsi Bab II.docx

Download (78kB)
[img] Text
Skripsi Bab III.docx
Restricted to Repository staff only

Download (100kB)
[img] Text
Skripsi Bab IV.docx
Restricted to Repository staff only

Download (488kB)
[img] Text
Skripsi Bab V.docx
Restricted to Repository staff only

Download (31kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA.docx

Download (24kB)

Abstract

ABSTRAK Penelitian tindakan kelas (PTK) ini dilaksanakan di SDN Sekelimus 1 Bandung dengan subjek penelitian siswa kelas I dengan jumlah siswa sebanyak 35 orang. Penelitian ini didasari oleh kurangnya sikap percaya diri dan hasil belajar siswa. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan sebelumnya, bahwa proses pembelajaran yang terjadi di kelas tidak melibatkan siswa sehingga sikap percaya diri dan hasil belajar siswa tidak sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu, adanya faktor lain yaitu guru mengajar masih menggunakan metode konvensional, guru juga kurang mengasah kemampuan siswa untuk berani bertanya, dan tampil di depan kelas, sehingga pembelajaran menjadi sangat membosankan dan siswa tidak termotivasi untuk belajar. Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan sikap percaya diri dan hasil belajar siswa melalui model Discovery Learning. Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 3 siklus atau tindakan, dan setiap tindakan terdiri dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi atau pengamatan, dan refleksi dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran sehingga diperoleh hasil yang optimal. Berdasarkan hasil pengamatan dan refleksi yang telah dilaksanakan, diperoleh data yang menunjukkan bahwa adanya peningkatan sikap percaya diri siswa yaitu, pada siklus I 70%, siklus II 80%, dan siklus III 89%. Sedangkan hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan, yaitu pada siklus I 60%, siklus II 80%, siklus III 91,4%. Selain itu, untuk penilaian RPP diperoleh data yang menunjukkan peningkatan pada setiap siklusnya yaitu, siklus I 75%, siklus II 85%, dan siklus III 95%. Untuk peningkatan pelaksanaan Pembelajaran juga mengalami peningkatan pada setiap siklusnya yaitu, siklus I 80%, siklus II 85%, dan siklus III 95%. Berdasarkan hasil tersebut, maka dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning pada subtema gemar berolahraga dapat meningkatkan sikap percaya diri dan hasil belajar siswa. Dan berdasarkan hasil persentase di atas, penelitian ini direkomendasikan sebagai salah satu bentuk inovasi pembelajaran sebagai salah satu cara mengatasi masalah-masalah pelaksanaan pembelajaran di Sekolah Dasar. Kata kunci: model pembelajaran discovery learning, sikap percaya diri, hasil belajar, subtema gemar berolahraga. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini masih tergolong rendah, terutama pendidikan pada jenjang Sekolah Dasar yang sampai saat ini masih jauh dari yang diharapkan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualifikasi guru, penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku, alat pelajaran, dan perbaikan sarana prasarana pendidikan lainnya, serta peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun, berbagai indikator mutu pendidikan tersebut belum mampu menunjukkan peningkatan yang memadai (Nurhadi, dkk.,2004). Lasmawan (2004) mengidentifikasi beberapa permasalahan pendidikan yaitu (1) pendidikan lebih menekankan perkembangan aspek kognitif dengan orientasi penguasaan ilmu pengetahuan yang sebanyak-banyaknya dan mengabaikan perkembangan aspek afeksi dan aspek konasi, (2) pendidikan kurang memberikan perkembangan keterampilan proses, kemampuan berpikir kritis, dan kreatif, (3) pendidikan kurang memberikan pengalaman yang nyata melalui pendekatan kurikulum dan pembelajaran terpadu. Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengenalan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Memasuki tahapan tahun ajaran 2013, seluruh sekolah diharapkan menggunakan kurikulum 2013. Dalam kurikulum 2013 ini, diharapkan siswa memiliki keseimbangan dalam mengembangkan aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak hanya memahami teori saja tetapi siswa juga dituntut untuk menghasilkan suatu produk, yaitu sikap dan keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap siswa. Kurikulum merupakan salah satu unsur yang memberikan kontribusi untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta didik. Kurikulum 2013 merupakan sebuah kurikulum yang mengutamakan pemahaman, skill, dan pendidikan berkarakter. Pada kurikulum 2013 ini, siswa dituntut untuk paham atas materi, aktif dalam berdiskusi dan presentasi serta memiliki sopan santun, disiplin yang tinggi (Kemendikbud: 2014) Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (19), kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pengembangan kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu. Kurikulum 2013 ini menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diterapkan sejak tahun 2006 lalu (Kemendikbud: 2014) Penulis mencoba menerapkan kurikulum 2013 dengan menggunakan model Discovery Learning dalam penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan sikap percaya diri dan hasil belajar siswa. Ini dikarenakan proses pembelajaran yang dilakukan masih menggunakan metode ceramah, hanya berpusat kepada guru dan siswa menjadi pasif dalam pembelajaran sehingga siswa menjadi malas dan menurunnya hasil belajar. Model Discovery Learning adalah proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri. Dalam hal ini, siswa sebagai peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dengan dilanjutkan mencari informasi sendiri kemudian mengorganisasi atau membentuk apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir. Sedangkan menurut Budiningsih (2005:43) model Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Dalam pembelajaran di kelas, siswa dituntut untuk memiliki sikap percaya diri agar siswa menjadi aktif dalam belajar, termotivasi untuk mencari tahu sendiri informasi, percaya pada kemampuan sendiri, berani membuat keputusan dan mengungkapkan pendapat. Sikap percaya diri adalah suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan dalam hidupnya (Thursan Hakim, 2004:6). Sikap percaya diri ini perlu ditanamkan dan dikembangkan pada diri siswa karena sikap percaya diri merupakan salah satu nilai pendidikan karakter yang harus diterapkan pada kurikulum 2013 sehingga siswa menjadi termotivasi dalam belajarnya dan berani mengungkapkan pendapatnya. Selain itu, dengan memiliki rasa percaya diri siswa tidak hanya menjadi aktif dalam belajar tetapi juga dapat meningkatkan hasil belajar mereka. Melalui observasi pada semester lalu saat melaksanakan Praktik Pengenalan Lapangan (PPL), kegiatan belajar mengajar di sekolah pada umumnya cenderung monoton. Hal ini dikarenakan kurangnya kreativitas guru dalam mengembangkan model pembelajaran yang bervariasi, sehingga siswa tidak termotivasi untuk belajar. Penggunaan media dalam pembelajaran di kelas sangat diperlukan karena media merupakan suatu perantara dalam penyampaian pesan yang bersifat nyata dimana siswa masih membutuhkan hal-hal yang bersifat konkrit. Media dalam mengajar memegang peranan penting sebagai alat bantu untuk menciptakan proses hasil belajar yang efektif. Salah satu kemampuan yang dimiliki guru adalah menguasai dan terampil menggunakan media dalam proses pembelajaran dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Untuk memahami konsep-konsep abstrak siswa memerlukan benda-benda yang nyata (konkrit) sebagai perantara dalam pembelajaran. Model mengajar sangat mempengaruhi aktivitas dan hasil belajar. Apabila guru mengajar dengan model yang baik, maka akan mempengaruhi hasil belajar siswa yang baik. Dan apabila guru mengajar dengan model yang kurang baik, maka akan mempengaruhi hasil belajar siswa yang tidak baik pula. Guru yang mengajar dengan model ceramah saja, akan menjadikan siswa bosan, pasif, tidak ada minat belajar. Oleh karena itu guru dituntut menggunakan model Discovery Learning disesuaikan dengan kondisi dan situasi belajar agar tercipta pembelajaran yang menyenangkan, siswa menjadi terlibat aktif dalam pembelajaran dan didapatkan hasil belajar yang maksimal. Rendahnya kualitas pendidikan juga tercermin dalam pembelajaran di kelas. Proses pembelajaran di kelas masih didominasi oleh guru. Guru masih menempatkan dirinya sebagai sumber utama pengetahuan. Hal ini dilakukan oleh guru karena mengejar target materi pelajaran yang ditetapkan oleh kurikulum. Guru hanya berfokus pada hasil belajar sebagai indikator ketuntasan belajar siswa. Siswa kurang diberikan kesempatan untuk menggali pengetahuan dan mengaitkan konsep yang dipelajari ke dalam situasi yang berbeda, sehingga konsep-konsep yang diajarkan menjadi kurang bermakna dan hanya bersifat hafalan saja. Dewasa ini, masih banyak tenaga pengajar yang menggunakan metode ceramah dimana siswa hanya datang, duduk, diam, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikan oleh gurunya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya sehingga proses kegiatan belajar mengajar terkesan kaku dan hanya berpusat pada guru. Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif. Selain itu, di dalam kegiatan belajar mengajar guru juga selalu menyuruh siswa untuk mengisi lembar kerja siswa (LKS) yang isinya hanya terdiri dari kumpulan soal-soal. Hal ini disebabkan karena dalam proses belajar siswa dituntut untuk mengingat materi yang sedang di pelajari dan yang telah dipelajari. Apabila siswa tidak mampu mengingat materi pelajaran yang telah diberikan guru, maka dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh siswa. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat diperoleh hasil belajar yang optimal. Oleh karena itu, perlunya diterapkan model Discovery Learning untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan membantu siswa mengembangkan sikap percaya diri dalam mengambil keputusan. Proses pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher center) perlu diubah menjadi proses pembelajaran yang lebih berfokus pada siswa (student center). Berdasarkan pemikiran dan penjelasan di atas, penulis merasa perlu mengangkat permasalahan ini untuk dijadikan bahan penelitian yang kemudian disusun dalam bentuk skripsi yang berjudul “Penerapan Model Discovery Learning Untuk Meningkatkan Sikap Percaya Diri dan Hasil Belajar Siswa Kelas 1 SDN Sekelimus 1 Bandung Pada Subtema Gemar Berolahraga”. B. Identifikasi Masalah Dari uraian latar belakang masalah tersebut, dapat diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut: 1. Seperti apa implementasi kurikulum 2013 pada pembelajaran di dalam kelas? 2. Kurangnya sikap percaya diri yang dimiliki oleh siswa. 3. Kurangnya kompetensi siswa baik dalam sikap, pengetahuan maupun keterampilan. C. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dapat dikaji rumusan masalah: a. Bagaimana perencanaan pembelajaran dengan model Discovery Learning disusun pada subtema gemar berolahraga agar sikap percaya diri dan hasil belajar siswa kelas I SDN Sekelimus 1 Bandung meningkat? b. Bagaimana proses pembelajaran dengan menggunakan model Discovery Learning pada subtema gemar berolahraga dilaksanakan agar sikap percaya diri dan hasil belajar siswa kelas I SDN Sekelimus 1 Bandung meningkat? c. Adakah peningkatan sikap percaya diri siswa kelas I SDN Sekelimus 1 Bandung pada subtema gemar berolahraga dengan diterapkannya model Discovery Learning? d. Adakah peningkatan hasil belajar siswa kelas I SDN Sekelimus 1 Bandung pada subtema gemar berolahraga dengan diterapkannya model Discovery Learning? D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk meningkatkan sikap percaya diri dan hasil belajar siswa kelas I SDN Sekelimus 1 Bandung pada subtema gemar berolahraga dengan menggunakan model Discovery Learning”. 2. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah: a. Ingin menyusun perencanaan pembelajaran dengan model Discovery Learning pada subtema gemar berolahraga agar sikap percaya diri dan hasil belajar siswa kelas I SDN Sekelimus 1 Bandung meningkat. b. Ingin melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan model Discovery Learning pada subtema gemar berolahraga agar sikap percaya diri dan hasil belajar siswa kelas I SDN Sekelimus 1 Bandung meningkat. c. Untuk meningkatkan sikap percaya diri siswa kelas I SDN Sekelimus 1 Bandung pada subtema gemar berolahraga dengan diterapkannya model Discovery Learning. d. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN Sekelimus 1 Bandung pada subtema gemar berolahraga dengan diterapkannya model Discovery Learning. E. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan sikap percaya diri dan hasil belajar siswa kelas I SDN Sekelimus 1 Bandung serta lebih memahami teori selama pembelajaran, sesuai dengan model yang digunakan. b. Manfaat Praktis 1. Bagi Siswa, antara lain: a. Meningkatkan sikap percaya diri siswa kelas I SDN Sekelimus 1 Bandung pada subtema gemar berolahraga. b. Meningkatkan hasil belajar siswa kelas I SDN Sekelimus 1 Bandung pada subtema gemar berolahraga. c. Meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas I SDN Sekelimus 1 Bandung pada subtema gemar berolahraga. d. Meningkatkan rasa tanggung jawab siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan guru pada subtema gemar berolahraga kelas I SDN Sekelimus 1 Bandung. 2. Bagi Guru, antara lain: a. Menambah wawasan guru dalam mengembangkan model pembelajaran. b. Meningkatkan pengalaman guru dalam merancang pembelajaran dengan menggunakan model Discovery Learning. 3. Bagi Sekolah, antara lain: a. Mendorong visi Sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan. b. Meningkatkan kualitas pendidikan. c. Melakukan perubahan untuk perbaikan kinerja secara professional terhadap para guru. 4. Manfaat Bagi Penulis, antara lain: a. Menambah pengalaman penulis dalam melaksanakan penelitian. b. Menambah wawasan dan pengetahuan dalam upaya meningkatkan keaktifan dan kemampuan belajar siswa dalam menemukan informasi dengan menggunakan model Discovery Learning. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Model Discovery Learning a. Pengertian Model Discovery Learning Discovery adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasi suatu konsep atau prinsip. Sedangkan Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri (Agus N. Cahyo (2013) dalam Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar, hlm.101). Menurut Budiningsih (2005:43) Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Sedangkan menurut Rohani (2004:39) menyatakan bahwa model Discovery adalah suatu model dimana dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan siswa-siswanya menemukan sendiri informasi yang secara tradisional biasa diberitahukan atau diceramahkan saja (http://the-arinugraha-centre.blogspot.com/2012/02/metode-discovery.html, diunduh tanggal 21 september 2014 pukul 21.30). Pengertian Discovery Learning menurut Jerome Bruner adalah metode belajar yang mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman. Dan yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif didalam belajar di kelas. Untuk itu, Bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya Discovery Learning, yaitu dimana murid mengorganisasikan bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Metode Discovery merupakan bagian dari suatu praktik pendidikan yang lebih besar, yang sering disebut pengajaran yang heuristic, atau sejenis pengajaran yang mencakup metode-metode yang direncanakan untuk memajukan cara belajar yang aktif, yang berorientasi pada proses, diarahkan sendiri, menekankan temuan dari siswa, dan reflektif. Dalam pembelajaran Discovery (penemuan), kegiatan atau pembelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Discovery Learning adalah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, diskusi, membaca sendiri, mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri. Dengan model Discovery Learning dapat mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. b. Karakteristik Model Discovery Learning Karakteristik model pembelajaran Discovery Learning yaitu: 1. Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasikan pengetahuan. 2. Berpusat pada siswa. 3. Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif. 4. Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada diri siswa. Selain itu, ada beberapa hal yang menjadi ciri utama dalam model pembelajaran Discovery menurut Sanjaya (2007:195), yaitu sebagai berikut: 1) Model Discovery menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan. 2) Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa dirahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari suatu yang dipertanyakan, sehingga dapat menumbuhkan sikap percaya diri. 3) Tujuan dari penggunaan model Discovery adalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis. Atau mengembangkan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Berdasarkan cirri-ciri tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode ini menekankan kepada aktivitas siswa dalam pembelajaran menggunakan metode Discovery. Selain itu, aktivitas siswa diarahkan untuk mencari sendiri dan menemukannya sehingga menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa. Tujuan dari metode ini yaitu untuk meningkatkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis. Atau mengembangkan intelektual sebagai bagian dari proses mental. c. Keunggulan Model Discovery Learning Model pembelajaran Discovery Learning memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan model pembelajaran Discovery Learning yaitu: 1. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan- keterampilan dan proses-proses kognitif. 2. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer. 3. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil. 4. Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya. 5. Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri. 6. Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri. 7. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu. Menurut Suryosubroto (2002:199), model Discovery Learning memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihan model Discovery Learning, yaitu: 1. Membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan ketrampilan dan proses kognitif siswa. 2. Pengetahuan diperoleh sifatnya sangat pribadi dan mungkin merupakan suatu pengetahuan yang sangat kukuh, dalam arti pendalaman dari pengertian retensi dan transfer. 3. Membangkitkan gairah belajar pada siswa. 4. Memberi kesempatan kepada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya sendiri. 5. Siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya sehingga ia lebih merasa terlibat dan termotivasi sendiri untuk belajar, paling sedikit pada suatu proyek penemuan khusus. 6. Membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses penemuan. 7. Memungkinkan siswa sanggup mengatasi kondisi yang mengecewakan. 8. Membantu perkembangan siswa untuk menemukan kebenaran akhir dan mutlak. Suherman, dkk (2001: 179) juga mengungkapkan keunggulan dan kekurangan. Adapun keunggulan model Discovery Learning, yaitu sebagai berikut: 1. Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir. 2. Siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat. 3. Menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat. 4. Siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks. 5. Metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri. d. Kelemahan Model Discovery Learning Kelemahan model pembelajaran Discovery Learning yaitu: 1. Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi. 2. Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya. 3. Pengajaran Discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian. 4. Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru. Selain itu, adapun kelemahan model Discovery Learning yang diungkapkan oleh Suryosubroto (2002:199) , yaitu: 1. Penemuan akan dimonopoli oleh siswa yang lebih pandai dan menimbulkan perasaan frustasi pada siswa yang kurang pandai. 2. Kurang sesuai untuk kelas dengan jumlah siswa yang banyak. 3. Memerlukan waktu yang relatif banyak. 4. Karena biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional, hasil pembelajaran dengan metode ini selalu mengecewakan. 5. Kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan keterampilan karena yang lebih diutamakan adalah pengertian. 6. Fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide, kemungkinan tidak ada. 7. Tidak memberi kesempatan untuk berpikir kreatif dan tidak semua pemecahan masalah menjamin penemuan yang penuh arti. Selain memiliki beberapa keuntungan, metode Discovery (penemuan) juga memiliki beberapa kekurangan, diantaranya: membutuhkan waktu belajar yang lebih lama dibandingkan dengan belajar menerima. Untuk mengurangi kelemahan tersebut, maka diperlukan bantuan guru. Bantuan guru dapat dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan dan dengan memberikan informasi secara singkat. Pertanyaan dan informasi tersebut dapat dimuat dalam lembar kerja siswa (LKS) yang telah dipersiapkan oleh guru sebelum pembelajaran dimulai. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model Discovery Learning ini memiliki keunggulan dan kelemahan. Adapun keunggulan model Discovery Learning ini, yaitu membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif, membangkitkan gairah belajar siswa, menimbulkan rasa senang pada diri siswa, meningkatkan rasa ingin tahu serta menumbuhkan rasa percaya diri pada dirinya. Sedangkan kelemahan model Discovery Learning yaitu tidak cocok untuk jumlah siswa yang banyak dan membutuhkan waktu yang lama. d. Langkah-langkah Model Discovery Learning Dalam mengaplikasikan model Discovery Learning di kelas, langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar, yaitu: a. Langkah Persiapan 1. Menentukan tujuan pembelajaran 2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya) 3. Memilih materi pelajaran 4. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi) 5. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa. 6. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik. 7. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa b. Pelaksanaan 1. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan) Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. 2. Problem Statement (pernyataan/ identifikasi masalah) Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah). 3. Data Collection (Pengumpulan Data) Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. 4. Data Processing (Pengolahan Data) Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. 5. Verification (Pembuktian) Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model Discovery Learning ini menuntut siswa aktif, berpikir kritis dan analis. Dalam penerapan model Discovery Learning, siswa sebagai pusat pengajaran, mengembangkan bakat dan kecakapan individu, serta dapat memberi waktu bagi siswa untuk mengasimilasi suatu konsep. 2. Sikap Percaya Diri a. Pengertian Sikap Percaya Diri Rasa percaya diri merupakan modal dasar seorang manusia dalam memenuhi berbagai kebutuhan sendiri. Rasa percaya diri tidak muncul begitu saja pada diri seseorang, tetapi ada proses tertentu di dalam pribadinya sehingga terjadilah pembentukan rasa percaya diri itu.Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Menurut Lauster (2012:4), percaya diri adalah suatu sikap atau keyakinan atas kemampuan diri sendiri, sehingga dalam tindakan-tindakannya tidak terlalu cemas, merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai keinginan dan tanggung jawab atas perbuatannya, sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, memiliki dorongan prestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri (www.bambang-rustanto.blogspot.com/201308/konsep-kepercayaan-diri.html diunduh pada tanggal 28 mei 2014, pukul 20.10) Sedangkan menurut Hakim (2005:6), percaya diri adalah suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap percaya diri adalah suatu sikap yang dimiliki oleh seseorang dengan keyakinan yang dimilikinya mampu untuk melakukan suatu pekerjaan. b. Karakteristik Sikap Percaya Diri Menurut Lauster (2012:13) terdapat beberapa karakteristik untuk menilai rasa percaya diri individu, antara lain sebagai beikut: 1. Percaya pada kemampuan sendiri, yaitu suatu keyakinan atas diri sendiri terhadap segala fenomena yang terjadi. 2. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, yaitu dapat bertindak dalam mengambil keputusan terhadap apa yang dilakukan secara mandiri tanpa adanya keterlibatan orang lain. 3. Memiliki konsep diri yang positif, yaitu adanya penilaian yang baik dari dalam diri sendiri, baik dari pandangan maupun tindakan yang dilakukan yang menimbulkan rasa positif terhadap diri sendiri. 4. Berani mengungkapkan pendapat, yaitu adanya suatu sikap untuk mampu mengutarakan sesuatu dalam diri yang ingin diungkapkan kepada orang lain tanpa adanya paksaan atau hal yang dapat menghambat pengungkapan perasaan. Dari pendapat di atas, adapun karakteristik sikap percaya diri yang harus dimiliki seseorang yaitu percaya pada kemampuan sendiri, bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki konsep diri yang positif, dan berani mengungkapkan pendapat. c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Percaya Diri Rasa percaya diri tidak terbentuk dengan sendirinya melainkan berkaitan dengan seluruh kepribadian seseorang secara keseluruhan. Menurut Hakim (2005:13) faktor yang mempengaruhi rasa percaya diri pada seseorang, yaitu: a. Lingkungan keluarga Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam hidup manusia. Lingkungan keluarga sangat mempengaruhi pembentukan awal rasa percaya diri seseorang. Rasa percaya diri bisa tumbuh dan berkembang dengan baik apabila seseorang itu yang berada di dalam lingkungan keluarga yang baik, namun sebaliknya, apabila lingkungan keluarga tidak memadai akan menjadikan individu tidak percaya pada kemampuan diri sendirinya. b. Pendidikan formal (sekolah) Sekolah merupakan lingkungan kedua yang paling berperan bagi anak setelah lingkungan keluarga. Sekolah dapat memberikan ruang pada anak untuk mengekspresikan rasa percaya dirinya terhadap teman seusianya. c. Pendidikan non formal Selain lingkungan keluarga dan pendidikan formal, pendidikan non formal juga dapat mempengaruhi rasa percaya diri seseorang. Lingkungan pendidikan non formal merupakan tempat individu menimba ilmu secara tidak langsung, belajar keterampilan-keterampilan sehingga mencapai rasa percaya diri individu. Contohnya, dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, les, dan kursus, siswa dapat mengekspresikan rasa percaya dirinya yakni dengan berbaur dengan siswa lain agar rasa percaya dirinya meningkat. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap percaya diri yang ada pada diri seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lingkungan keluarga, faktor lingkungan sekolah, dan faktor lingkungan bermasyarakat. 3. Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar merupakan tujuan akhir dilaksanakannya kegiatan pembelajaran di sekolah. Hasil belajar merupakan tingkat penguasaan yang telah dicapai oleh peserta didik dalam proses belajar yang telah diterima dalam pengalamannya, karena dalam kemampuan belajar terdapat berbagai indikator untuk menentukan dan mengetahui serta menilai tingkat keberhasilan peserta didik dalam setiap pembelajaran yang meliputi ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan yang positif yang kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir dari proses belajar adalah perolehan suatu hasil belajar siswa. Dimyati dan Mudjiono (2002:36) berpendapat bahwa hasil belajar adalah hasil yang ditunjukkan dari suatu interaksi tindak belajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru. Menurut Bloom (Rudi Susilana, 2006:102) mengemukakan tiga ranah hasil belajar yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Proses belajar dapat ditandai dengan perubahan tingkah laku secara keseluruhan baik yang menyangkut segi kognitif, afektif, dan psikomotor. Bloom dalam Suharsimi (2012:130) telah memilah ranah (domain) kemampuan belajar ke dalam tiga ranah utama, yaitu: a. Ranah Kognitif. Bloom dalam Suharsimi (2012: 131) membagi dan menyusun secara hirarkhis tingkat hasil belajar kognitif mulai dari yang paling rendah dan sederhana yaitu mengenal sampai yang paling tinggi dan kompleks yaitu evaluasi. Makin tinggi tingkat maka makin kompleks dan penguasaan sautu uingkat memasyarakatkan penguasaan tingkat sebelumnya. Enam tingkat itu adalah ingatan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3), analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6). b. Ranah Afektif. Taksonomi hasil belajar afektif dalam Suharsimi (2012: 134) membagi hasil belajar afektif menjadi pendapat atau pandangan dan sikap atau nilai. c. Ranah Psikomotor. Taksonomi hasil belajar afektif dalam Suharsimi (2012: 135) hasil belajar psikomotorik dapat diklasifikasikan dari gerak yang paling sederhana. Secara mendasar dibedakan menjadi keterampilan dan kemampuan. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil yang didapat setelah melaksanakan kegiatan belajar yang berupa aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil belajar yang didapat siswa berupa hasil tes yang telah dilaksanakannya setelah melaksanakan pengalaman belajar. Sudjana (2004: 22) berpendapat bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Sedangkan Warsito (dalam Depdiknas, 2006: 125) mengemukakan bahwa hasil dari kegiatan belajar ditandai dengan adanya perubahan perilaku ke arah positif yang relatif permanen pada diri orang yang belajar. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran karena akan memberikan sebuah informasi kepada guru tentang kemajuan peserta didik dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui proses kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya setelah mendapat informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan peserta didik lebih lanjut baik untuk individu maupun kelompok belajar. Untuk mengetahui hasil belajar seseorang dapat dilakukan dengan melakukan tes dan pengukuran. Tes dan pengukuran memerlukan alat sebagai pengumpul data yang disebut dengan instrumen penilaian hasil belajar. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku secara positif serta kemampuan yang dimiliki siswa dari suatu interaksi tindak belajar dan mengajar yang berupa hasil dari proses belajar dan ditandai dengan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Bloom (Rudi Susilana, 2006:102), mengemukakan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Adapun kedua faktor tersebut yakni: 1. Faktor Internal Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa, yang terdiri dari N. Ach (Need for Achievement) yaitu kebutuhan atau dorongan atau motif untuk berprestasi. Faktor internal terdiri dari: a) Faktor fisiologis atau jasmani individu, baik bersifat bawaan maupun yang diperoleh dengan melihat, mendengar, dan lain sebagainya. b) Faktor psikologis, baik yang bersifat bawaan maupun keturunan 2. Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor eksternal terdiri dari: a) Faktor sosial, seperti faktor lingkungan keluarga, faktor lingkungan sekolah, faktor lingkungan masyarakat dan faktor lingkungan kelompok b) Faktor budaya, seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan dan teknologi, kesenian, dan sebagainya. c) Faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim, dan sebagainya. d) Faktor spiritual atau lingkungan keagamaan. Sedangkan menurut Sunarto, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain: a) Faktor Internal Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Faktor internal yang dapat mempengaruhi hasil belajar seseorang, yaitu kecerdasan/intelegensi, bakat, minat, motivasi. b) Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar seseorang yang sifatnya berasal dari luar diri seseorang tersebut. Yang termasuk faktor-faktor eksternal yaitu keadaan lingkungan keluarga, keadaan lingkungan sekolah, dan keadaan lingkungan masyarakat. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal (faktor yang berasal dari dalam diri seseorang) dan faktor eksternal (faktor yang berasal dari luar diri seseorang). c. Upaya Guru Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Upaya yang dilakukan guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa, yaitu: 1. Menyiapkan fisik dan mental siswa 2. Meningkatkan konsentrasi siswa dalam belajar 3. Meningkatkan motivasi belajar siswa 4. Menggunakan strategi belajar mengajar yang baik 5. Membiasakan saling bertanya dalam hal yang kurang dimengerti 6. Melakukan tes lisan atau tes tertulis secara bertahap 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) a. Definisi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan rangkaian yang saling berhubungan dan saling menunjang antara berbagai unsur atau komponen yang ada di dalam pembelajaran. Keberhasilan dari suatu kegiatan sangat ditentukan oleh perencanaannya. Apabila perencanaan suatu kegiatan dirancang dengan baik, maka kegiatan akan lebih mudah dilaksanakan, terarah serta terkendali. Demikian pula halnya dalam proses belajar mengajar, agar pelaksanaan pembelajaran terlaksana dengan baik maka diperlukan perencanaan pembelajaran yang baik. Perencanaan pembelajaran berperan sebagai acuan bagi guru untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran agar lebih terarah, berjalan efektif dan efesien. Dengan perkataan lain, perencanaan pembelajaran berperan sebagai skenario proses pembelajaran. Oleh karena itu, perencanaan pembelajaran hendaknya fleksibel dan memberikan kemungkinan bagi guru untuk menyesuaikan diri dalam proses pembelajaran sesungguhnya. Perencanaan pembelajaran dimaksudkan agar dapat dicapai perbaikan pembelajaran. Adapun beberapa pendapat mengenai perencanaan pembelajaran, yaitu: Menurut Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. Rencana pelaksanaan pembelajaran dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai kompetensi dasar. Sedangkan menurut Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 Lampiran IV tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran (Kemdikbud, 2013: 37) tahapan pertama dalam pembelajaran menurut Standar Proses adalah perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan kegiatan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana pembelajaran yang dikembangkan secara rinci dari suatu materi pokok atau tema tertentu yang mengacu pada silabus. Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 dinyatakan bahwa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) paling sedikit memuat: (1) Tujuan pembelajaran, (2) Materi pembelajaran, (3) Metode pembelajaran, (4) Sumber belajar, (5) Penilaian. Hanafiah (2012:120) menjelaskan bahwa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar (KD) yang telah ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus. Setiap rencana pelaksanaan pembelajaran tersebut memuat tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih yang disusun untuk melaksanakan pembelajaran yang memuat tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian. b. Karakteristik Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Menurut pendapat Arifin (2011:13), secara umum karakteristik rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang baik adalah sebagai berikut: 1) Memuat aktivitas proses belajar mengajar yang akan dilaksanakan oleh guru yang akan menjadi pengalaman belajar bagi siswa. 2) Langkah-langkah pembelajaran disusun secara sistematis agar tujuan pembelajaran dapat dicapai. 3) Langkah-langkah pembelajaran disusun serinci mungkin, sehingga apabila digunakan oleh guru lain (misalnya, ketika guru mata pelajaran tidak hadir), mudah dipahami dan tidak menimbulkan penafsiran ganda. Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa RPP harus disusun selengkap mungkin dan sistematis sehingga mudah dipahami dan dilaksanakan oleh guru lain. Terutama ketika guru yang bersangkutan tidak hadir, guru mata pelajaran lain dapat menggantikan langsung, tanpa harus merasa kebingungan ketika hendak melaksanakannya. c. Langkah-langkah Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan implementasi dari silabus sebagai program pengajaran. Pada tahun ajaran 2014/2015 diterapkan kurikulum baru 2013. Pada tingkat Sekolah Dasar (SD), SMP, SMA dan sederajat, Kurikulum 2013 menggunakan metode pembelajaran tematik integratif dengan pendekatan scientific. Dalam metode ini, materi yang dipelajari dikaitkan dengan tema yang bersangkutan. Dimana mata pelajaran yang ada dalam setiap pembelajaran tidak begitu terlihat. Agar terlaksananya pembelajaran dengan menggunakan kurikulum 2013, para guru harus memperhatikan langkah-langkah penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang terbagi menjadi tiga langkah, yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Hal yang sangat mendasar dari RPP kurikulum 2013 adalah bahwa pendekatan pembelajaran yang hendak dikembangkan harus menggambarkan sebuah proses pembelajaran yang lebih mengedepankan peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya. Menurut Teguh Hariadi (2013:1), sebelum menyusun RPP ada beberapa hal yang perlu diketahui, yaitu: 1) RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai kompetensi Dasar. 2) Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis. 3) RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. 4) Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan. Teguh Hariadi (2013:2) mengatakan bahwa komponen rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) itu harus berisi: 1) Identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan 2) Identitas mata pelajaran atau tema/subtema 3) Kelas/semester 4) Materi pokok 5) Alokasi Waktu, ditentukan sesuai dengan untuk mencapai KD dan bahan belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia dalam silabus dan KD yang harus dicapai 6) Tujuan Pembelajaran, dirumuskan berdasarkan KD, dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan 7) Kompetensi dasar dan indikator pencapaian Kompetensi 8) Materi pembelajaran yang memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam butir-butir, sesuai dengan rumusan indikator ketercapaian kompetensi 9) Metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai KD yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan KD yang akan dicapai 10) Media, berupa alat bantu proses pembelajaran untuk menyampaikan materi pelajaran 11) Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar, atau sumber belajar lain yang relevan 12) Langkah-langkah pembelajaran, dilakukan melalui tahapan pendahuluan, inti, dan penutup 13) Penilaian hasil pembelajaran (sikap, pengetahuan dan keterampilan) Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan kurikulum 2013, dikemas dalam suatu tema dan subtema sehingga pembelajaran ini disebut pembelajaran tematik. Dalam pembuatan RPP harus memperhatikan komponen-komponen yang ada di dalamnya agar tercipta suatu RPP yang menarik yang sesuai dengan karakteristik peserta didik. Selain itu, dalam menyusun sebuah RPP, para guru hendaknya mengetahui beberapa hal yang harus diketahui dalam pembuatan RPP. d. Faktor Pendukung Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Menurut Kemendikbud (2013:5) sedikitnya ada dua faktor besar dalam keberhasilan kurikulum 2013, yaitu: 1) Faktor penentu, yaitu kesesuaian kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) dengan kurikulum dan buku teks. 2) Faktor pendukung yang terdiri dari tiga unsur, yakni: a. Ketersediaan buku sebagai bahan ajar dan sumber belajar yang mengintegrasikan standar pembentuk kurikulum. b. Penguatan peran pemerintah dalam pembinaan dan pengawasan. c. Penguatan manajemen dan budaya sekolah. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa guru merupakan faktor utama yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan peserta didiknya karena guru sebagai ujung tombak dalam penerapan kurikulum dan pelaksanaan pembelajarannya. Selain itu, sarana dan prasarana juga merupakan faktor pendukung rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) karena tanpa adanya sarana dan prasarana yang memadai, siswa dan guru tidak bisa melaksanakan pembelajaran karena sarana dan prasarana merupakan salah satu sumber dan bahan ajar yang sangat dibutuhkan oleh guru dan siswa dalam melaksanakan pembelajaran. e. Faktor Penghambat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Selain faktor pendukung, ada juga faktor penghambat dalam rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Hambatan tersebut dapat berasal dari guru, siswa, keluarga atau karena faktor fasilitas. Adapun faktor penghambat tercapainya pelaksanaan pembelajaran menurut Nawawi dalam Asep (2013:3), adalah: 1) Guru Guru sebagai seorang pendidik tentunya mempunyai banyak kekurangan. Kekurangan-kekurangan itu bisa menjadi penyebab terhambatnya kreativitas pada diri guru. Adapun hambatan-hambatan tersebut, yaitu: a. Tipe kepemimpinan guru b. Gaya guru yang monoton c. Kepribadian guru d. Pengetahuan guru e. Pemahaman guru tentang peserta didik 2) Peserta didik Peserta didik di dalam kelas dapat dianggap sebagai seorang individudalam suatu masyarakat kecil yaitu kelas dan sekolah. Kurangnya kesadaran peserta didik dalam memenuhi tugas dan haknya sebagai anggota suatu kelas atau suatu sekolah merupakan factor utama penyebab hambatan pengelolaan kelas. Oleh sebab itu, diperlukan kesadaran yang tinggi dari peserta didik akan hak serta kewajibannya dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. 3) Keluarga Tingkah laku peserta didikdi dalam kelas merupakan pencerminan keadaan keluarganya. Sikap otoriter orang tua akan tercermin dari tingkah laku peserta didik yang agresif dan apatis. Problem klasik yang dihadapi guru memang banyak berasal dari lingkungan keluarga. Kebiasaan yang kurang baik di lingkungan keluarga seperti tidak tertib, tidak patuh pada disiplin, kebebasan yang berlebihan atau terlampau terkekang merupakan latar belakang yang menyebabkan peserta didik melanggar peraturan di kelas. 4) Fasilitas Fasilitas yang ada merupakan factor penting upaya guru memaksimalkan programnya. Fasilitas yang kurang lengkap akan menjadi kendala yang berarti bagi seorang guru dalam beraktivitas. Kendala tersebut ialah: a. Jumlah peserta didik di dalam kelas sangat banyak b. Besar atau kecilnya suatu ruangan kelas yang tidak sebanding dengan jumlah siswa 5. Materi Pembelajaran pada Subtema Gemar Berolahraga Pada subtema gemar berolahraga terdiri dari enam pembelajaran. Sikap yang dikembangkan pada subtema gemar berolahraga ini yaitu tertib, percaya diri dan santun. Adapun pemetaan konsep Kompetensi Dasar pada subtema gemar berolahraga yaitu: Gambar 2.1 Pemetaan Kompetensi Dasar KI 1 dan KI 2 Gambar 2.2 Bagan Pemetaan Kompetensi Dasar KI 1 dan KI 2 Gambar 2.2 Pemetaan Kompetensi Dasar KI 3 dan KI 4 Ruang Lingkup Subtema Gemar Berolahraga Kegiatan Pembelajaran Kemampuan yang Dikembangkan Pembelajaran 1 1. Mengamati Jenis-jenis Olahraga 2. Mengenal Alat Olahraga 3. Menggambar Alat Olahraga Sikap: Tertib, Percaya Diri, Santun Pengetahuan: a. Mengetahui jenis-jenis olahraga b. Mengenal nama alat-alat olahraga Keterampilan: • Kreatif • Kemampuan menulis • Mengamati Pembelajaran 2 1. Mendiskusikan Pentingnya Sikap Tertib 2. Mengenal Pola Bilangan Melalui Gambar 3. Memeragakan Gerakan Senam Sikap: Tertib, percaya diri, dan Santun Pengetahuan: a. Mengenal pola b. Mengetahui nama-nama alat olahraga Keterampilan: • Menerima dan mengolah informasi • Melakukan gerak non-lokomotor • Berkomunikasi Pembelajaran 3 2. Menyimak Cerita Olahraga sambil Bermain 3. Membilang Sambil Mengenal Olahraga Kegemaran Sikap: Tertib, percaya diri, dan Santun Pengetahuan: a. Mengenal aturan dalam permainan Kuda Bisik b. Mengenal bilangan hingga angka 99 Keterampilan: • Mengolah informasi • Komunikasi • Berhitung Tabel 2.1 Ruang Lingkup Pembelajaran B. HASIL PENELITIAN TERDAHULU Hasil penelitian yang relevan terhadap hasil belajar yang menggunakan model Discovery Learning, yaitu: 1. Hasil penelitian dari Ina Azariya Yupita dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Discovery Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Di Sekolah Dasar” bahwa pembelajaran dengan menggunakan model Discovery dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terbukti dari hasil pengamatan yang diperoleh pada tiap siklusnya. Pada siklus I, hasil belajar siswa mencapai 63,89%. Pada siklus II, hasil belajar siswa menjadi 77,77%. Dan pada siklus III, hasil belajar siswa menjadi 94,44%. Maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Discovery yang dilaksanakan dalam pembelajaran IPS pada materi perkembangan teknologi dapat meningkatkan aktivitas guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa. 2. Hasil penelitian dari Iriany Dwijaya Putri dengan judul “Penggunaan Media Gambar dalam Penerapan Metode Discovery untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA” bahwa hasil belajar siswa diperoleh dari tes yang dilaksanakan pada akhir pertemuan siklus I yaitu 74% atau 34 siswa. Hasil belajar pada siklus II diperoleh dari tes yang dilaksanakan pada akhir pertemuan siklus II dengan ketuntasan klasikal 89% atau 41 siswa. Dengan dilaksanakannya penelitian tindakan kelas ini guru dapat menggunakan media gambar dalam penerapan model discovery learning untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa. C. KERANGKA BERFIKIR Setiap orang meiliki sikap percaya diri, akan tetapi tidak semua orang yang meiliki sikap percaya diri bisa tampil di depan banyak orang. Oleh karena itu, sikap percaya diri perlu ditanamkan pada diri siswa semenjak dini terutama pada siswa kelas I SD. Karena dengan memiliki sikap percaya diri, siswa bisa beradaptasi dengan teman sebayanya dan lingkungan sekitarnya. Pada kurikulum 2013, siswa dituntut untuk memiliki sikap percaya diri karena pada kurikulum ini tidak hanya pengetahuan saja yang diutamakan, akan tetapi sikap dan keterampilan juga perlu diterapkan dalam pembelajaran agar siswa memiliki nilai karakter yang baik dan bisa mengembangkan keterampilan yang ada dalam dirinya. Selain itu, pada kurikulum 2013, sikap percaya diri memiliki keterkaitan antara pembelajaran yang satu dengan pembelajaran yang lainnya. Dan dengan memiliki sikap percaya diri, siswa akan mudah melakukan apa yang sedang dan akan ia hadapi nanti. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada semester lalu, guru dalam pembelajaran di kelas masih menggunakan metode konvensional (berpusat pada guru) dimana siswa hanya datang, duduk, diam dan mencatat apa yang ia pelajari. Sehingga kurangnya perhatian peserta didik dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini yang menyebabkan siswa merasa bosan, malas, ragu-ragu, takut dan tidak Percaya diri dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas. Menurut Budiningsih (2005:43) Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas akan lebih efektif jika guru menerapkan model discovery learning dalam proses pembelajaran. Model discovery learning diperkirakan dapat meningkatkan sikap percaya diri dan hasil belajar siswa pada subtema “gemar berolahraga”. Dengan demikian, penulis beranggapan bahwa dengan menggunakan model discovery learning dalam pembelajaran dapat meningkatkan sikap percaya diri dan hasil belajar siswa. Karena pembelajaran dengan menggunakan model discovery learning memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri. Pembelajaran dengan model discovery learning ini dapat mengaktifkan siswa dalam berkelompok agar mereka saling mendorong dan membantu sehingga pembelajaran menjadi aktif dan menyenangkan. Hasil penelitian Iriany Dwijaya Putri menunjukkan bahwa dengan menggunakan model Discovery Learning hasil belajar siswa dapat meningkat menjadi 89% dan hasil penelitian dari Ina Azariya Yupita menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dengan menggunakan model Discovery Learning meningkat menjadi 94,44%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dengan model Discovery Learning dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar karena siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran di kelas, siswa juga dapat berkembang sesuai dengan potensi yang ada dalam diri siswa, serta dapat meningkatkan sikap percaya diri dan hasil belajar siswa. Dari hasil penelitian yang relevan di atas, diharapkan dengan penerapan model discovery learning dapat meningkatkan sikap percaya diri dan hasil belajar siswa kelas I SDN Sekelimus 1 Bandung pada subtema gemar berolahraga. Adapun bagan kerangka berfikirnya dalah sebagai berikut: Gambar 2.3 Kerangka Berpikir D. HIPOTESIS TINDAKAN Dari kerangka berpikir di atas, dapat disimpulkan bahwa hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan “Penerapan Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Sikap Percaya Diri dan Hasil Belajar Siswa Kelas 1 SDN Sekelimus 1 Bandung” penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut: 1. Jika Rencana Pelaksanaan Pembelajaran disusun sesuai dengan Permendikbud RI No.65 tahun 2013 dengan menerapkan model pembelajaran Discovery Learning pada subtema germar berolahraga, maka sikap percaya diri dan hasil belajar siswa meningkat. 2. Jika pembelajaran pada subtema gemar berolahraga di laksanakan sesuai dengan skenario model pembelajaran Discovery Learning, maka sikap percaya diri dan hasil belajar siswa kelas 1 SDN Sekelimus 1 Bandung meningkat. 3. Sikap percaya diri kelas 1 SDN Sekelimus 1 Bandung pada subtema gemar berolahraga diduga meningkat dengan diterapkannnya model Discovery Learning. 4. Hasil Belajar siswa kelas 1 SDN Sekelimus 1 Bandung pada subtema gemar berolahraga diduga meningkat dengan diterapkannya model Discovery Learning.

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 28 Jun 2016 09:31
Last Modified: 28 Jun 2016 09:31
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/5183

Actions (login required)

View Item View Item