PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLES NON EXAMPLES PADA PEMBELAJARAN IPS UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

SARTINAH, 105060203 (2016) PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLES NON EXAMPLES PADA PEMBELAJARAN IPS UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
caver.docx

Download (45kB)
[img] Text
LEMBAR PENGESAHAN.docx

Download (14kB)
[img] Text
PERNYATAAN.docx

Download (13kB)
[img] Text
ABSTRAK.docx

Download (13kB)
[img] Text
KATA PENGANTAR.docx

Download (13kB)
[img] Text
UCAPAN TERIMAKASIH.docx

Download (15kB)
[img] Text
DAFTAR ISI.docx

Download (23kB)
[img] Text
BAB I.docx

Download (29kB)
[img] Text
BAB II.docx

Download (52kB)
[img] Text
bab III.docx

Download (50kB)
[img] Text
BAB IV.docx
Restricted to Repository staff only

Download (173kB)
[img] Text
BAB V.docx
Restricted to Repository staff only

Download (21kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA.docx

Download (14kB)
[img] Text
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.docx

Download (51kB)

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV pada materi perkembangan teknologi produksi melalui penggunaan model pembelajaran examples non examples pada pembelajaran IPS di kelas IV SDN Kertamukti I Kabupaten Karawang. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) jenis kolaborasi. Penelitian bekerjasama dengan guru kelas. Peneliti sebagai guru yang melaksanakan kegiatan pembelajaran sedangkan guru kelas IV sebagai observer. PTK ini terdiri dari dua siklus, setiap siklus dilakukan sesuai dengan tahapan PTK. Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah jika 80% siswa mencapai nilai hasil belajar di atas KKM yang ditentukan yaitu 70. Observasi penyusunan RPP, observasi implementasi RPP dan observasi aktivitas siswa mencapai persentase 80%. Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran examples non examples pada pembelajaran IPS dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil observasi rencana pelaksanaan RPP siklus I sebesar 72% meningkat sebesar 18% menjadi 90% pada siklus II. Hasil observasi implementasi RPP siklus I sebesar 73% meningkat sebesar 92%. Peningkatan hasil aktivitas psikomotor dan afektif siswa siklus I sebesar 70% meningkat sebesar 5% menjadi 75% pada siklus II. Berdasarkan analisis data tersebut, dapat disimlukan bahwa penggunaan model pembelajaran examples non examples pada pembelajaran IPS dapat meningkatkan hasil belajar siswa di kelas IV SDN Kertamukti I Kabupaten Karawang. Kata Kunci : Model Examples Non Examples, Hasil Belajar, Pembelajaran IPS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007. Menurut Permediknas ini bahwa perencanaan proses pembelajaran meliputi penyusunan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara (Menurut UU No. 20 tahun 2003). Macdonald dan Tanner, (1980). Kurikulum adalah perangkat pendidikan yang merupakan jawaban terhadap kebutuhan dan tantangan masyarakat. Secara etimologis, kurikulum merupakan tejemahan dari kata curriculum dalam bahasa Inggris, yang berarti rencana pelajaran. Curriculum berasal dari bahasa latin currere yang berarti berlari cepat, maju dengan cepat, menjalani dan berusaha untuk. Banyak defenisi kurikulum yang pernah dikemukakan para ahli. Defenisi-defenisi tersebut bersifat operasioanl dan sangat membantu proses pengembangan kurikulum tetapi pengertian yang diajukan tidak pernah lengkap. Menurut Olivia (1997:60). Secara semantik, kurikulum senantiasa terkait dengan kegiatan pendidikan. Kurikulum sebagai jembatan untuk mendapatkan ijasah. Secara konseptual, kurikulum adalah perangkat pendidikan yang merupakan jawaban terhadap kebutuhan dan tantangan masyarakat Pengertian kurikulum ini sangat fundamental dan menggambarkan posisi sesungguhnya kurikulum dalam suatu proses pendidikan. Yang dimaksud dengan kurikulum menurut UU No. 20 Tahun 2003 adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Kurikulum adalah dasar tujuan pengajaran, pengalaman-pengalaman belajar, alat-alat pelajaran dan cara-cara penilaian yang direncanakan dan digunakan dalam pendidikan. Kurikulum dipandang sebagai program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan tertentu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991) Pendidikan diartikan sebagai proses pembelajaran bagi individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek-obyek tertentu dan spesifik. Pengetahuan tersebut diperoleh secara formal yang berakibat individu mempunyai pola pikir dan perilaku sesuai dengan pendidikan yang telah diperolehnya. Meningkatkan mutu pendidikan adalah menjadi tangungjawab semua pihak yang terlibat dalam pendidikan terutama bagi guru SD, yang merupakan ujung tombak bagi pendidikan dasar. Guru SD adalah orang yang berperan dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat bersaing di zaman pesatnya perkembangan teknologi. Guru SD dalam setiap pembelajarannya selalu menggunakan pendekatan, strategi, dan metode pembelajaran yang dapat memudahkan siswa dalam memahami materi yang diajarkannya. Namun masih sering terdengar dan juga ditemukan fakta bawha monotonnya guru SD dalam menjalankan proses pembelajaran tanpa diiringi dengan kreatifitas dalam penggunaan metode dan strategi mengajar. Menjadi guru SD yang kreatif dan mempunyai metode, strategi, dan pengetahuan yang luas menjadi senjata terbaik baik dalam memajukan pendidikan di Indonesia, karena salah satu tujuan pendidikan di Indonesia adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia untuk menjadi manusia yang seutuhnya, yaitu pribadi yang integratiif, produktif, kreatif dan memiliki sikap sikap kepemimpinan dan berwawasan keilmuan sebagai warga Negara yang bertanggung jawab. Di sekolah dasar pencapaian tujuan tersebut dilakukan dalam proses belajar mengajar sejumlah mata pelajaran di kelas. Salah satu mata pelajaran yang berperan dalam memberikan wawasan, keterampilan, dan sikap adalah mata pelajaran IPS. Menurut Gunawan (2011:93) berpendapat bahwa hakikat ilmu pengetahuan sosial (IPS) adalah sebuah program pendidikan yang mengintegrasikan secara interdisiplin konsep-konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora untuk tujuan pendidikan kewarganegaraan. Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah bahwa standar kompetensi IPS adalah ilmu yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Dengan kompetensi tersebut maka peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Berkaitan dengan hal itu, pengajaran IPS di sekolah dasar harus memungkinkan siswa untuk memahami dan menemukan suatu konsepnya sendiri, memotivasi siswa untuk belajar secara aktif serta meningkatkan hasil belajar siswa yang cukup signifikan. Untuk mencapai target tersebut maka perlu adanya penerapan metode yang efektif yang tidak mengharuskan siswa untuk menghafal fakta-fakta dalam IPS tetapi dengan adanya suatu strategi yang mendorong siswa untuk belajar menemukan konsep secara mandiri dengan adanya bimbingan dari pendidik. Berdasarkan hasil pengamatan penulis di lapangan yaitu permasalahan yang terjadi di kelas IV SDN Kertamukti 1 kecamatan cilebar kabupaten Karawang diantaranya para siswa kurang termotivasi dengan pelajaran, hal ini dikarenakan pelajaran IPS adalah pelajaran hapalan yang menjemukan, kemampuan dalam menguasai materi pelajaran sangat lemah, hal ini terlihat dari hasil belajar siswa yang kurang memuaskan, kurangnya kreativitas siswa dalam proses pembelajaran, sehingga kegiatan belajar mengajar sangat pasif, serta siswa masih beranggapan, guru sebagai satu-satunya sumber belajar, tampak pada saat pembelajaran siswa hanya menerima yang diberikan oleh guru untuk dihapalkan. Peneliti melakukan pengamatan dan observasi awal di SDN Kertamukti I Kecamatan Cilebar kabupaten Karawang dengan hasil bahwa ada beberapa permasalahan yang ada di kelas IV dalam pembelajaran IPS mengenai perkembangan teknologi produksi, yaitu: (1) Siswa kurang kondusif dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dikarnakan guru tidak bisa menguasai kelas dan terkesan membiarkan (2) Guru kurang memperhatikan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk melaksanakan pembelajaran di kelasnya sehingga tidak adanya peningkatan suasana pembelajaran yang aktif. (3) Guru dapat menguasai materi IPS dengan baik tetapi pengajaran dari guru hanya berpusat pada guru (teacher centered) dan berlangsung satu arah yaitu dengan metode ceramah sehingga pengaruh siswa dalam kegiatan belajar mengajar cenderung pasif dan tidak ada penggalian kemampuan siswa atas apa yang sudah diperolehnya setelah pembelajaran selesai. (4) Penggunaan media yang jarang dipakai dalam menunjang pembahasan materi sehingga siswa dalam belajarnya acuh tak acuh dalam mendalami suatu materi. (5) Sikap siswa yang selama kegiatan belajar berlangsung kurang antusias dalam mencari tahu dan mengetahui pendalaman suatu materi sehingga hasil belajarnya pun dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). (6) Penerapan model-model pembelajaran ataupun pendekatan pembelajaran yang efektif jarang diterapkan oleh guru sehingga berpengaruh pada hasil prestasi belajar siswa secara keseluruhan. Berdasarkan pokok pendahuluan di atas merujuk pada permasalahan yang dihadapi peneliti tepatnya di SDN Kertamukti I kelas IV dari hasil perolehan nilai ulangan harian untuk mata pelajaran IPS pada materi perkembangan teknologi produksi hanya 4 siswa dari 19 siswa yang mencapai nilai sebesar 70 ke atas, ini berarti menunjukan tingkat penguasaan siswa terhadap materi tentang perkembangan teknologi produksi baru mencapai 25%. Hal ini menunjukkan bahwa proses belajar mengajar belum berhasil dan masih dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang seharusnya KKM pada pembelajaran ini 70. Dengan demikian maka upaya untuk mengatasinya diantaranya diperlukan keterampilan guru dalam memilih dan menggunakan model, metode, dan pendekatan pembelajaran yang cocok yang sebagaimana mampu membangkitkan proses belajar siswa dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Menurut kenyataan permasalahan di atas, maka peneliti ingin merancang suatu model pembelajaran yang dapat merangsang pikiran siswa dalam belajar IPS untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa yaitu dengan menggunakan model examples non examples. Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas penulis berinisiatif untuk melakukan penelitian tindakan kelas (PTK), dimana tujuan dari PTK itu sendiri adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan proses pembelajaran dikelas secara berkesinambungan. Adapun model pembelajaran yang diuji cobakan penulis dalam penelitian kelas IV SDN Kertamukti I adalah model examples non examples. Dengan menggunakan model examples non examples dapat membantu anak didik memahami dengan jelas jalannya suatu proses atau kerja suatu benda, memudahkan berbagai jenis penjelasan, kesalahan-kesalahan yang terdiri dari hasil ceramah dapat diperbaiki melalui pengalaman dan contoh konkret, dengan menghadirkan objek sebenarnya. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mencoba mengimplementasikan pembelajaran IPS dalam sebuah penelitian tindakan kelas dengan judul “ Penggunaan Model Pembelajaran Examples Non Examples Pada Pembelajaran IPS untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa” Tentang perkembangan teknologi produksi dikelas IV Sekolah Dasar Negeri Kertamukti I Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang tahun ajaran 2013/2014. B. Identifikasi Masalah Setelah mengamati kegiatan pembelajaran berdasarkan hasil pengamatan pribadi ada ketidak tuntasan siswa dalam memahami materi, maka masalah yang ditemukan di kelas IV SDN Kertamukti I Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang adalah : 1. Dalam proses pembelajaran IPS di kelas IV SDN Kertamukti Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang guru hanya menerapkan metode ceramah dan penugasan sehingga kurang melibatkan siswa secara aktif. 2. Siswa di kelas IV SDN Kertamukti I Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang kurang tertarik dan kurang termotivasi dalam mengikuti pelajaran yang dapat menyebabkan rendahnya hasil belajar IPS. 3. Guru jarang menggunakan media yang menarik sehingga siswa di kelas IV SDN Kertamukti I Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang merasa bosan. 4. Rendahnya hasil belajar siswa kelas IV SDN Kertamukti I Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang pada pelajaran IPS sehingga nilai siswa dibawah KKM. C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian 1. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan permasalahan “Apakah dengan menggunakan model pembelajaran examples non examples pada pembelajaran IPS dapat meningkatkan hasil belajar siswa tentang perkembangan teknologi produksi dikelas IV sekolah dasar?” 2. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan malah di atas, maka pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Seperti apakah rencana pelaksanaan pembelajaran IPS dengan menggunakan model examples non examples yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPS mengenai perkembangan teknologi produksi di kelas IV SDN Kertamukti I? b. Seperti apakah proses belajar siswa dengan menggunakan model examples non examples dalam pembelajaran IPS mengenai perkembangan teknologi produksi di kelas IV SDN Kertamukti I? c. Apakah hasil belajar siswa meningkat dalam pembelajaran IPS dengan menggunakan model pembelajaran examples non examples di kelas IV SDN Kertamukti I? D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan dari penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui apakah dengan penggunaan model examples non examples dapat meningkatkan kemampuan pengetahuan siswa mengenai perkembangan teknologi produksi pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) siswa kelas IV SDN Kertamukti I Karawang. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui rencana pelaksanaan pembelajaran IPS mengenai perkembangan teknologi produksi dengan penggunaan model examples non examples pada siswa kelas IV SDN Kertamukti I Karawang. b. Mengetahui proses belajar siswa dengan penggunaan model examples non examples pada pembelajaran IPS pada siswa kelas IV SDN Kertamukti I Karawang. c. Mengetahui hasil belajar siswa dengan penggunaan model examples non examples pada pembelajaran IPS pada siswa kelas IV SDN Kertamukti I Karawang. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan oleh peneliti adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih terhadap pembelajaran IPS khususnya pada perkembangan teknologi produksi dan yang paling utama mampu meningkatkan perkembangan pengajaran melalui penerapan model pembelajaran examples non examples. Dengan manfaat teoritis tersebut, diharapkan mata pelajaran IPS pada umumnya akan memperoleh pengembangan bahan ajar secara nyata yang telah dirancang akan dapat tercapai. 2. Manfaat Praktis a. Manfaat bagi siswa: 1) Membantu siswa untuk memahami konsep pembelajaran yang abstrak menjadi konkrit. 2) Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS tentang materi perkembangan teknologi produksi di kelas IV SD. 3) Meningkatkan kreativitas dan keaktifan siswa dalam pembelajaran IPS di kelas IV SD. b. Manfaat bagi guru: 1) Dapat menambah pengetahuan guru dalam penggunaan model pembelajaran yang tepat dan efektif dalam pembelajaran IPS di kelas IV SD. 2) Dapat memperbaiki kinerja guru dalam mengajar terutama pada pembelajaran IPS di kelas IV SD. 3) Dapat dijadikan salah satu alternatif metode pembelajaran efektif yang dapat digunakan guru dalam pembelajaran IPS di kelas IV SD. c. Manfaat bagi sekolah: 1) Dapat dijadikan metode atau acuan pembelajaran selanjutnya dalam pembelajaran IPS di kelas IV SD. 2) Membantu mengembangkan model pembelajaran yang bervariasi. 3) Dapat memberikan ide positif dan memecahkan permasalahan pembelajaran yang timbul, sehingga dapat meningkatkan kualitas lulusan di sekolah tersebut. BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Menurut Dr. Dimyati dan Drs. Mudjiono (2006:7) belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar yang dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tindakan terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada dilingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia, atau hal-hal yang dijadikan bahan pelajaran. Menurut Gagne (dalam Dr. Dimyati dan Drs. Mudjiono, 2006:10) belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari (1) stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan (2) proses kognitif yang dilakukan oleh pembelajaran. Dengan demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa inti dari kegiatan pendidikan suatu proses belajar, karena dengan belajar tujuan pendidikan akan tercapai. Oleh karena itu, kegiatan belajar sangat penting karena berhasil tidaknya seseorang untuk menempuh pendidikan sangat ditentukan oleh baik tidaknya kegiatan belajarnya. Melalui proses belajar seseorang dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya maupun yang ada pada lingkungannya guna meningkatkan taraf hidupnya. Pengertian Belajar menurut Bell-Gredler (dalam Udin S. Winataputra, dkk, 2008 :1.5) yang menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitudes. Kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitudes) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melaui rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Rangkaian proses belajar itu dilakukan dalam bentuk keterlibatannya dalam pendidikan formal dan/atau pendidikan nonformal. Kemampuan belajar inilah yang membedakan manusia dari makhluk lainnya. Menurut Udin S. Winataputra, dkk (2008:1.4) istilah belajar sudah dikenal luas diberbagai kalangan walaupun sering disalah artikan atau diartikan secara common sense atau pendapat umum saja. Misalnya seorang ibu meminta anaknya ”Kau belajar dulu sebelum tidur, nak”, maksudnya mungkin membaca buku dulu sebelum tidur. Atau seorang ayah menasihati anaknya yang baru terjatuh dari sepeda motor karena kelalaiannya, dengan mengatakan “Lain kali kamu harus belajar dari pengalaman”, yang maksudnya jangan mengalami kesalahan yang serupa pada masa mendatang. Dalam contoh ungkapan tersebut belajar diartikan sebagai proses mendapatkan pengetahuan dengan membaca dan menggunakan pengalaman sebagai pengetahuan yang memadu perilaku pada masa yang akan datang. Dengan kedua contoh tersebut, kita dapat menangkap makna konkret dan praktis dari belajar. Menurut Fontana (dalam Udin S. Winataputra, dkk, 2008:1.8) belajar sering diartikan sebagai penambahan, perluasan, dan pendalaman pengetahuan, nilai dan sikap, serta keterampilan. Jadi belajar dapat diartikan asuatu proses perubahan yang relatif tetap dalam perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman. Menurut Piaget (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006:13) berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang. Perkembangan intelektual melalui tahap-tahap sebagai berikut. (1) sensorimotor (0;0-2;0 tahun), (2) pra-oprasional (2;0-7;0 tahun), (3) operasional konkret (7;0-11;0 tahun), dan (4) operasional formal (11;0-ke atas). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang mengakibatkan bertambahnya pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang diperoleh dari interaksi individu dengan lingkungannya. Udin S. Winataputra, dkk (2008:1.18) pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menginisiasi, mempasititasi, dan meningkatkan intesitas dan kualitas belajar pada diri peserta didik. Oleh karena pembelajaran merupakan upaya sistematis dan sistemik untuk menisiasi, memfasilitasi, dan meningkatkan proses belajar maka kegiatan pembelajaran berkaitan erat dengan jenis hakikat, dan jenis belajar serta hasil belajar tersebut. Pembelajaran harus menghasilkan belajar, tapi tidak semua proses belajar terjadi karena pembelajaran. Proses belajar terjadi juga dalam konteks interaksi sosial kultural dalam lingkungan masyarakat. Menurut Gagne, Briggs, dan Wager (dalam Udin S. Winataputra, dkk 2008:1.19) Istilah pembelajaran merupakan istilah baru yang digunakan untuk menunjukan kegiatan guru dan siswa. Sebelumnya, kita menggunakan istilah “proses belajar-mengajar” dan “pengajaran”. Istilah pembelajaran merupakan terjemahan dari “intruction”. Menurut Rogers (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006:16) mengemukakan pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan. Prinsip pendidikan. Prinsip pendidikan dan pembelajaran tersebut sebagai berikut: 1. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya. 2. Siswa akan mempelajari tentang hal-hal yang bermakna dari dirinya. 3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru, sebagai bagian dari bermakna bagi siswa. 4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses-proses belajar, keterbukaan belajar mengalami sesuatu, bekerja sama dengan melakukan pengubahan diri terus-menerus. 5. Belajar yang optimal akan terjadi, bila siswa berpartisipasi secara bertanggung jawab dalam proses belajar. 6. Belajar mengalami (experiential learning) dapat terjadi, bila siswa mengevaluasi dirinya sendiri. Belajar mengalami dapat memberi peluang untuk belajar kreatif, self avaluation dan kritik dir. Hal ini berarti bahwa evaluasi dari instruktur bersifat sekunder. 7. Belajar mengalami menuntut keterlibatan siswa secara penuh dan sungguh-sungguh. Menurut Trianto (2010:17) pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan”. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Pembelajaran dalam makna kompleks adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangkai mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut Trianto (2009:17) pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Makna yang lebih kompleks, pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut Winkel (dalam Slameto, 2007:50) mengatakan bahwa pembelajaran merupakan seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar peserta didik, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian eksternal yang berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian internal yang berlangsung di dalam diri peserta didik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pengaturan peristiwa pembelajaran dilakukan secara saksama dengan maksud agar terjadi belajar yang berhasil guna. Pembelajaran perlu dirancang, ditetapkan tujuannya sebelum dilaksanakan, dan dikendalikan pelaksanaannya. Menurut Soemosasmito (dalam Trianto, 2009:20) suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila memenuhi persyaratan utama keefektifan pengajaran, yaitu: a) Persentase waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap KBM; b) Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi diantara siswa; c) Ketetapan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa (orientasi keberhasilan belajar) diutamakan; dan d) Mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif, mengembangkan struktur kelas yang mendukung butir (2), tanpa mengabaikan butir (4). Pada makna ini jelas terlihat bahwa pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, dimana diatara keduanya terjadi komunikasi (trasfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya. a. Hakikat pembelajaran Hakikat diartikan sebagai kebenaran dan kenyataan yang sebenarnya. Dalam pembelajaran, kenyataan yang benar meliputi hal-hal berikut. 1. Hakikat pembelajaran diantaranya: a) Pembelajaran terjadi apabila subjek didik secara aktif berinteraksi dengan pendidik dan lingkungan belajar yang diatur oleh pendidik. b) Proses pembelajaran yang efektif memerlukan strategi, metode dan media pembelajaran yang tepat. c) Program pembelajaran dirancang secara matang dan dilaksanakan sesuai dengan rancangan yang dibuat. d) Pembelajaran harus memperhatikan aspek proses dan hasil belajar e) Materi pembelajaran dan sistem penyampaiyannya selalu berkembang. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan pembelajaran dalam dunia pendidikan dewasa ini terus berkembang seiring dengan tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemahaman istilah “pembelajaran” tidak terbatas pada kegiatan guru mengajar atau membelajarkan siswa di kelas, tetapi telah digunakan untuk kegiatan pembelajaran yang spesifik, misalnya pembelajaran berbasis kompetensi, pembelajaran kontestual, pembelajaran terpadu, pembelajaran tematik, pembelajaran konvensional, pembelajaran kooperatif, dan sebagainya. B. Hasil Belajar Menurut Gagne dan Briggs (1979:51) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan siswa (learner’sperformance). Dalam dunia pendidikan, terdapat bermacam-macam tipe hasil belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli antara lain Gagne (1979:51) mengemukakan hasil belajar, yaitu intellectual skill, cognitive strategy, verbal information, motor skill, dan attitude. Teori Gagne menganggap belajar sebagai suatu proses yang memungkinkan seseorang mengubah tingkah lakunya cukup tepat dan perubahan tersebut bersifat relatif sehingga perubahan yang serupa tidak perlu terjadi berulang kali setiap menghadapi situasi baru. Model belajar Gagne meliputi: (1) Mengaktifkan motivasi, (2) Memberi tahu pembelajaran tentang tujuan-tujuan belajar, (3) Mengarahkan perhatian, (4) Merangsang ingatan, (5) Menyediakan bimbingan belajar, (6) Membantu trasfer belajar, dan (7) Memperhatikan dan memberi umpan balik. Hasil belajar sangat erat kaitannya dengan belajar atau proses belajar. Hasil belajar pada sasarannya dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan dibedakan menjadi empat macam, yaitu pengetahuan tentang fakta-fakta, pengetahuan tentang prosedur, pengetahuan konsep, dan keterampilan untuk berinteraksi. Menurut Slameto (2003 :2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakuakan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam interaksi dengan lingkungannya sehingga terjadi suatu perubahan yang menyangkut berbagai aspek kepribadian baik fisik maupun fisikis. Seperti : perubahan didalam pengertian, pemecahan suatu masalah/berfikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap. Menurut Dimyati dan Mudjiyono (2006:200), Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan dengan pada saat belum belajar. Tingkat perkembangan menttal tersebut terwujud dalam jenis-jenis ranah kognitif, efektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pembelajaran. Menurut Anwar (2005 :8-9) mengemukakan bahwa hasil belajar dapat diukur melalui tes yang sering dikenal dengan tes hasil belajar. Tes hasil belajar bila dilihat dari tujuannya yaitu mengungkap keberhasilan seseorang dalam belajar. Testing pada hakikatnya menggali informasi yang dapat digunakan seebagai dasar pengambilan keputusan. Tes hasil belajar berupa tes yang disusun secara terencana untuk mengungkapkan performasi maksimal subjek dalam menguasai bahan-bahan atau materi yang telah diajarkan. Dalam kegiatan pendidikan format tes hasil belajar dapat berbentuk ulangan harian, dan tes formatif. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka waktu yang lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya, karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berfikir serta akan menghasilkan prilaku kerja yang lebih baik. Dalam KBM anatara guru dan siswa terjadi interaksi untuk mendapatkan hasil belajar yang baik. Siswa mempeloreh hasil belajar saat diadakan evaluasi berupa tes untu kerja diskusi dan pengamatan secara kelompok yang yang diberi skor oleh guru untuk mengetahui hasil belajar. Hasil belajar diambil saat proses pembelajaran, ketika siswa melakukan kegiatan dengan siswa lainnya yang diberikan oleh guru. Hasil belajar diperoleh pada kegiatan akhir yang diisi dengan pemberian evaluasi terhadap siswa dan dilakukan didalam kelas. Pengambilan hasil belajar digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan belajar dan menunjukan kompetensi siswa melalui pengadaan tes bagi siswa. C. Pendidikan IPS di Sekolah Dasar 1. Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial Hakikat IPS adalah telaah tentang manusia dan dunianya. Manusia sebagai mahluk sosial selalu hidup bersama dengan sesamanya. Gunawan, (2011:93) berpendapat bahwa hakikat ilmu pengetahuan sosial (IPS) adalah sebuah program pendidikan yang mengintegrasikan secara interdisiplin konsep-konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora untuk tujuan pendidikan kewarganegaraan. IPS mempelajari aspek-aspek politik, ekonomi budaya dan lingkungan dari masyarakat dimasa lampau, sekarang, dan masa yang akan datang, serta dalam mengkaji melalui pengajaran sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, politik-pemerintahan, dan aspek psikologi sosial yang disederhanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran untuk membantu mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibutuhkan warga negara dimasyarakat yang demokratis. 2. Pengertian IPS Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan istilah lain dari “Social studies“ yang berasal dari bahasa Inggris yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Ilmu pengetahuan sosial. IPS dapat diartikan dengan “penelaahan atau kajian tentang masyarakat”. Dalam mengkaji masyarakat, guru dapat melakukan kajian dari berbagai perspektif sosial, seperti kajian melalui pengajaran sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, politik-pemerintahan, dan aspek psikologi sosial yang disederhanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Bila dilihat dari pengertiannya, IPS berbeda dengan ilmu sosial. IPS berusaha mengintegrasikan bahan/materi dari cabang-cabang ilmu tersebut dengan menampilkan permasalahan sehari-hari masyarakat sekeliling. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial (sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya). Geografi, sejarah, dan antropologi merupakan disiplin ilmu yang memiliki keterpaduan yang tinggi. Pembelajaran geografi memberikan kebulatan wawasan yang berkenaan dengan wilayah-wilayah, sedangkan sejarah memberikan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dari berbagai periode. Antropologi meliputi studi-studi komparatif yang berkenaan dengan nilai-nilai, kepercayaan, struktur sosial, aktivitas-aktivitas ekonomi, organisasi politik, ekspresi-ekspresi dan spiritual, teknologi, dan benda-benda budaya dari budaya-budaya terpilih. Ilmu politik dan ekonomi tergolong ke dalam ilmu-ilmu tentang kebijakan pada aktivitas-aktivitas yang berkenaan dengan pembuatan keputusan. Sosiologi dan psikologi sosial merupakan ilmu-ilmu tentang perilaku seperti konsep peran, kelompok, institusi, proses interaksi dan kontrol sosial. Sedangkan ilmu sosial (social science) ialah ilmu yang mempelajari aspek-aspek kehidupan manusia yang dikaji secara terlepas sehingga melahirkan suatu bidang ilmu. Pengertian tentang studi sosial yaitu menurut Sumaatmaja (dalam Gunawan, 2011:19) menyatakan bahwa Studi sosial bukan merupakan bidang keilmuan atau disiplin akademis melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan masalah sosial. Moeljono Cokrodikardjo mengemukakan tentang pengertian IPS adalah sebagai berikut: “Bahwa IPS adalah perwujudan dari suatu pendekatan interdisipliner dari ilmu sosial. Ia merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial yakni sosiologi, antropologi, budaya, psikologi, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik dan ekologi manusia, yang diformulasikan untuk tujuan instruksional dengan materi dan tujuan yang disederhanakan agar mudah dipelajari”. Berdasarkan uraian di atas tampaklah bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial itu merupakan keseluruhan aspek tentang alam dan manusia yang merupakan kesatuan dari cabang imu-ilmu sosial. 3. Tujuan IPS Tujuan utama ilmu pengetahuan sosial ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental, positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program pembelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik. Awan Mutakin, (1998). (dalam Sumber: Direktorat Tenaga Pendidik Dirjen PMPTK Depdiknas. 2008. Strategi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Ilmu Pengathuan Sosial. Jakarta), mengatakan tujuan pendidikan dari ilmu pengetahuan sosial adalah sebagai berikut : a. Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat. b. Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial. c. Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat. d. Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat. e. Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat. Pengembangan keterampilan pembuatan keputusan. f. Memotivasi seseorang untuk bertindak berdasarkan moral. g. Fasilitator di dalam suatu lingkungan yang terbuka dan tidak bersifat menghakimi. h. Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya “to prepare students to be well-functioning citizens in a democratic society’ dan mengembangkan kemampuan siswa mengunakan penalaran dalam mengambil keputusan pada setiap persoalan yang dihadapinya. i. Menekankan perasaan, emosi, dan derajat penerimaan atau penolakan siswa terhadap materi Pembelajaran IPS yang diberikan. Tujuan pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan lingkungannya, serta berbagai bekal siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Depdikbud (2006) mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya. b. Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inquiri, memecahkan masalah dan keterampilan dalam kehidupan sosial. c. Memiliki komitmen dan nilai-nilai sosial serta kemanusiaan. d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, kerjasama dan berkompetensi dalam masyarakat yang majemuk ditingkat lokal, nasional, dan global. Berdasarkan uraian di atas tampaklah bahwa IPS bertujuan untuk mengembangkan sikap belajar yang baik. Artinya dengan belajar IPS anak memiliki kemampuan menyelidiki (inquiri) untuk menemukan ide-ide, konsep-konsep baru, sehingga mereka mampu melakukan prespektif dimasa yang akan datang. 4. Karakteristik IPS Karakteristik mata pembelajaran IPS berbeda dengan disiplin ilmu lain yang bersifat monolitik. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Karateristik mata pelajaran IPS antara lain sebagai berikut: 1. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan, sosiologi, bahkan juga bidang humaniora, pendidikan dan agama. 2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS berasal dari struktur keilmuan geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi, yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu. 3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS juga menyangkut berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner. 4. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat menyangkut peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, struktur, proses dan masalah sosial serta upaya-upaya perjuangan hidup agar survive seperti pemenuhan kebutuhan, kekuasaan, keadilan dan jaminan keamanan. 5. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS menggunakan tiga dimensi dalam mengkaji dan memahami fenomena sosial serta kehidupan manusia secara keseluruhan. Rumusan Ilmu Pengetahuan Sosial berdasarkan realitas dan fenomena sosial melalui pendekatan interdisipliner karena Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari berbagai disiplin ilmu sosial. 5. Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar 1. Tujuan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar IPS sebagai pelajaran ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk pendidikan tingkat SD juga tingkat menengah. Menyederhanakan mengandung arti : a) Menemukan tingkat kesukaran ilmu-ilmu sosial yang biasanya dipelajari di universitas menjadi pelajaran yang sesuai dengan kematangan berpikir para siswa sekolah dasar dan lanjutan. b) Mempertautkan dan memadukan bahan berasal dari berbagai cabang ilmu-ilmu pelajaran yang mudah dicerna. Numan Somantri (2001) Pembelajaran IPS yang disusun berdasarkan atas taksonomi tujuan pendidikan, maka kita akan berbicara mengenai tujuan pendidikan yang berorientasi pada perubahan tingkah laku para siswa, yaitu : Pengetahuan dan pemahaman, sikap hidup belajar, nilai sosial dan sikap, serta keterampilan. Keterampilan sosial merupakan pengembangan dari keterampilan akademis dan sikap serta nilai yang baik. Nilai dan sikap yang baik adalah semua sikap dan nilai yang patut dimiliki para siswa. Salah satu ahli mengkategorikan keterampilan sosial IPS sebagai keterampilan-keterampilan untuk : (1) membuat rencana dengan orang lain, (2) partisipasi dalam usaha meneliti sesuatu, (3) partisipasi produktif dalam diskusi kelompok, (4) menjawab secara sopan pertanyaan orang lain, (5) memimpin diskusi kelompok, (6) bertindak secara bertanggung jawab dan warga negara yang cinta damai, (7) menolong orang lain. Jack Fraenkel (1992). IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting dalam kurikulum sekolah dasar, pendidikan IPS memiliki tujuan jelas yaitu meningkatkan sumber daya manusia seutuhnya yang memiliki keterampilan sosial serta mampu menghadapi tantangan yang dialami dikehidupannya, mampu menghadapi tantangan yang dialami dalam kehidupannya, serta mampu menghargai dan memecahkan masalah-masalah dalam konflik sosial sebagai makhluk sosial dan mahluk Tuhan Yang Maha Esa. 6. Materi Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar Secara garis besar materi pembelajaran (Instructional materials) terdiri dari pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang telah ditentukan. Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran IPS yang terdapat pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) maka ditetapkan beberapa materi pokok, yaitu : Tabel 2.1 Materi Pokok Materi Pokok a) Diri sendiri b) Kegiatan sehari-hari c) Keluarga d) Trasportasi e) Lingkungan f) Alat komunikasi g) Tempat umum h) Hewan dan tumbuhan i) Budi pekerti j) Hiburan k) Kegemaran l) Rekreasi m) Kebersihan n) Permainan o) kesehatan p) Kerajinan tangan q) pengalaman r) Kesenian D. Model Pembelajaran Examples Non Examples 1. Pengertian Model Pembelajaran Agus Suprijono (2009:46) mengemukakan, bahwa: model pembelajaran merupakan pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas maupun tutorial. Model pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan dikelas pada kegiatan pembelajaran. Menurut Afrisanti Lusia (2008:83) model pembelajaran examples non examples adalah model mengajar dengan menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat dari kasus-kasus atau gambar yang relevan. Model pembelajaran examples non examples merupakan model pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media pembelajaran. Penggunaan media gambar ini dirancang dan disusun agar anak dapat menganalisis gambar tersebut menjadi sebuah diskripsi singkat mengenai apa yang ada didalam gambar. Penggunaan model examples non examples ini lebih menekankan pada konteks analisis siswa. Model pembelajaran examples non examples menggunakan gambar dapat melalui OHP, proyektor, ataupun yang paling sederhana adalah poster. Gambar yang kita gunakan haruslah jelas dan kelihatan dari jarak jauh, sehingga anak yang berada dibelakang dapat jugamelihat dengan jelas. Examples non examples adalah taktik yang dapat digunakan untuk mengajarkan definisi konsep taktik ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa secara cepat dengan menggunakan dua hal yang terdiri dari examples dan non examples dari suatu definisi yang ada, dan meminta siswa untuk mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang ada. Examples memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh akan suatu materi yang sedang dibahas, sedangkan non examples memberikan gambaran akan sesuatu yang bukanlah contoh dari suatu materi yang sedang dibahas. Berdasarkan penjelasan mengenai pengertian model pembelajaran examples non examples, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran examples non examples adalah model pembelajaran dengan menggunakan media gambar untuk dianalisis oleh siswa dan menghasilkan diskripsi singkat dari suatu materi pelajaran menekankan kemampuan siswanya untuk menganalisis sebuah konsep dengan contoh dan non contoh yaitu dari contoh materi yang dibahas bukan contoh dari materi yang dibahas. 2. Karakteristik Model Examples Non Examples Model pembelajaran examples non examples ini telah menekankan pada konteks analisis siswa. Biasanya model ini lebih dominan digunakan di kelas tinggi, namun dapat juga digunakan di kelas rendah dengan menekankan aspek psikologis dan tingkat perkembangan siswa kelas rendah seperti: (a) kemampuan berbahasa tulis dan lisan; (b) kemampuan analisis ringan, dan (c) kemampuan berinteraksi dengan siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil, saling membantu belajar satu sama lainnya dengan beranggotakan 4-6 siswa atau lebih. 3. Keuntungan dan Kelemahan Model Pembelajaran Examples non Examples a. Keuntungan Model Pembelajaran Examples non Examples (Depdiknas, 2007:219) mengemukakan keuntungan model pembelajaran, sebagai berikut: 1) Siswa berangkat dari satu definisi yang selanjutnya digunakan untuk memperluas pemahaman konsepnya dengan lebih mendalam dan lebih komplek. 2) Siswa terlibat dalam satu proses discovery (penemuan), yang mendorong mereka untuk membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari exaples non examples. 3) Siswa diberi sesuatu yang berlawanan untuk mengeksplorasi karakteristik dari suatu konsep dengan mempertimbangkan bagian non examples yang dimungkinkan masih terdapat beberapa bagian yang merupakan suatu karakter dari konsep yang telah dipaparkan pada bagian examples. Menurut peneliti, keutungan model examples non examples adalah: a) Siswa dapat memahami materi dengan lebih jelas dengan menampilkan contoh-contoh yang lebih konkrit sengan visualisasi gambar. b) Siswa akan lebih berfikir kritis terhadap suatu pokok permasalahan yang dihadapi. c) Siswa terlibat langsung dalam kegiatan untuk menemukan suatu konsep secara langsung dari hasil analisis siswa. d) Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya didepan kelas. b. Kelemahan Model Examples non Examples 1) Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar. 2) Memakan waktu yang lama. 4. Langkah – langkah Penerapan Pembelajaran Examples non Examples Menurut Komalasari (2010:61) langkah-langkah penerapan pembelajaran example non example adalah sebagai berikut : a. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran. b. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP. c. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan / menganalisa gambar. d. Melalui diskusi kelompok 2-4 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas. e. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya. f. Mulai dari komentar / hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai. g. Kesimpulan E. Hasil Penelitian yang Relevan 1. Hasil Penelitian Marlay Albertina tahun 2011 Marlay Albertina, adalah jurusan mahasiswi PGSD di salah satu perguruan tinggi di malang, ia melakukan penelitian yang berjudul penerapan model example non example untuk meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas IV SDN Madyopuro 5 kota malang. Masalah yang dihadapi peneliti adalah bahwa siswa kelas IV di SDN Madyopuro memiliki hasil belajar yang rendah, dengan demikian peneliti berharap dengan menggunakan model pembelajaran example non example ini para siswa akan meningkat hasil belajarnya. Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN Madyopuro 5 Kota Malang, yang berjumlah 46 anak, dengan rincian laki-laki 23 dan perempuan 23 anak. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data adalah lembar observasi, LKS, pedoman wawancara, soal tes. Analisis data dilakukan dengan mengelompokkan data menjadi dua, yaitu data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari instrumen observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan untuk data kuantitatif diperoleh dari istrumen tes. Hasil penelitian menunjukan bahwa meningkat hasil belajar pada siswa kelas IV SDN Madyapuro 5 Kota Malang, mengalami peningkatan secara signifikan. Hal ini dapat diketahui dari hasil pra tindakan sebesar 62,66%, siklus 1 sebesar 72,82%, siklus 2 sebesar 81,73% siswa dengan menggunakan model pembelajaran example non example. Secara umum dapat disimpulkan bahwa peningkatan hasil belajar siswa kelas IV dapat ditingkatkan melalui model example non example. Disarankan kepada guru untuk menggunakan model example non example dalam pembelajaran IPS di kelas IV SD maupun di kelas lain. Penerapan model example non example merupakan salah satu solusi dalam meningkatkan hasil belajar siswa SD sehingga dapat mempengaruhi peningkatan hasil belajar siswa secara keseluruhan. 2. Hasil penelitian Hopipah Munawaroh 2012 Hopipah Munawaroh adalah satu mahasiswi UPI jurusan PGSD yang melakukan penelitian dengan judul skripsinya adalah: “Peningkatan Pemahaman Konsep Siswa tentang Peninggalan sejarah Indonesia Melalui Model Cooperatif Learning tipe Examples Non Examples”. Masalah yang dihadapi peneliti adalah mengenai pembelajaran IPS yang dirasakan masih banyak menggunakan metode ceramah. Hal ini menyebabkan siswa menjadi kurang termotivasi dalam belajar dan siswa tidak paham terhadap materi yang diajarkan sehingga hasil belajar pun menjadi tidak optimal, siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru dan kurang melibatkan peran serta siswa, sehingga siswa cenderung jenuh dan tidak dapat berkonsentrasi dalam belajar, demikian pula yang terjadi di SDN Parakan 1. SDN Parakan 1 adalah sekolah yang berada di kecamatan Semarang Kabupaten Garut. Berdasarkan informasi dari guru IPS kelas IV SDN Parakan 1 pada bulan Januari dilaporkan bahwa siswa Kelas SD dalampembelajaran IPS khususnya pada materi Peninggalan Sejarah Indonesia menunjukan sikap kurang bergairah, kurang aktif, kelas kurang berpusat pada siswa, dan kadang-kadang ada yang bermain sendiri di dalam kelas. Dampak buruknya adalah nilai mata pelajaran IPS siswa kelas IV banyak yang tidak mencapai nilai 65 yang merupakan nilai KKM pada mata pelajaran IPS di SD Parakan 1. Keadaan siswa yang demikian menunjukan bahwa mereka kurang mengerti dan memahami pelajaran IPS. Berdasarkan informasi tersebut terdapat beberapa kemungkinan penyebab buruknya nilai siswa dalam pelajaran IPS. Salah satu kemungkinan penyebab rendahnya nilai siswa dalam pembelajaran IPS. Salah satu kemungkinan penyebab rendahnya nilai siswa dalam pembelajaran IPS disebabkan guru tidak bisa menciptakan suasana kelas yang aktif, efektif dan menyenangkan dalam pembelajaran. Pada pembelajaran mata pelajaran IPS biasanya guru mengajarkan secara konvensional, dengan metode klasik seperti ceramah. Peneliti akhirnya mempunyai satu solusi yakni dengan menggunakan model pembelajaran example non example. Peneliti akhirnya melakukan penelitian dengan melaksanakan model tersebut, dan ternyata dengan melakukan tiga kali siklus pembelajaran, maka pemahaman kosep para siswa SDN Parakan 1 akhirnya meningkat. Hal ini dapat diketahui dari nilai sebelum melaksanakan model example non example sebesar 60,36%, siklus 1 sebesar 69,82 %, siklus 2 sebesar 75,73% siswa dengan menggunakan model example non example dapat menjadi salah satu solusi dalam meningkatkan pemahaman belajar siswa. F. Kerangka Berpikir Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penggunaan Model Pembelajaran Examples Non Examples Pada Pembelajaran IPS Dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Proses pembelajaran IPS memerlukan model pembelajaran examples non examples yang penggunaannya diintegrasikan dengan indikator, tujuan, dan materi pelajaran yang dimaksudkan untuk mengoptimalkan pencapaian suatu tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Fungsi model pembelajaran dalam pembelajaran IPS dimaksudkan untuk menjalankan proses pembelajaran IPS dengan teknik yang telah ditentukan sehingga siswa yang diajar lebih mudah memahami materi pelajaran yang diajarkan. G. Asumsi Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan di atas, maka asumsi penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penggunaan model pembelajaran examples non examples pada pembelajaran IPS untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi perkembangan teknologi produksi. Hal ini didasarkan pada pase tingkat pemahaman siswa yang masih berpikir semi konkrit sedangkan materi pembelajaran perkembangan teknologi produksi memerlukan pemahaman semi konkrit sehingga model pembelajaran examples non examples dapat memudahkan pemahaman siswa dalam pembelajaran. Senada dengan hal tersebut, Piaget (dalam Muchtar, 1997: 20) menjelaskan pada saat seseorang anak sampai 7-12 tahun, mereka mengembangkan konsep dengan benda-benda konkrit untuk menyelidiki hubungan dan model-model media abstrak (tahap operasional konkrit). 2. Penggunaan model pembelajaran examples non examples dapat meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar siswa dalam mempelajari perkembangan teknologi produksi. Dijaman yang serba canggih/modern ini anak-anak akan lebih menyukai pembelajaran yang menarik seperti halnya penggunaan model pembelajaran yang menggunakan media gambar dalam pembelajarannya. Sehingga hal tersebut akan disukai anak-anak yang menyebabkan anak tersebut termotivasi dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. 3. Penggunaan model pembelajaran examples non examples yang mengedepankan media gambar mampu merangsang pemahaman siswa serta menghubungkannya dalam kehidupan nyata. K. Hipotesis Tindakan Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir di atas maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas “ Penggunaan Model Pembelajaran Examples Non Examples Pada Pembelajaran IPS Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Tentang Perkembangan Teknologi Produksi kelas IV Sekolah Dasar Negeri Kertamukti I , Kecamatan Cilebar, Kabupaten Karawang dapat meningkat sesuai dengan yang diharapkan. BAB III METODE PENELITIAN A. Setting Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di SD Negeri Kertamukti I, Kecamatan Cilebar, Kabupaten Karawang. Sekolah itu terdiri dari 8 ruangan kelas, 1 ruang guru dan kepala sekolah, satu kamar mandi siswa dan guru, satu perpustakaan, dan kurikulum yang diberilakukan adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Pemilihan sekolah tempat ditetapkannya kegiatan penelitian ini memiliki pertimbangan sebagai berikut: a. Lokasi sekolah merupakan lokasi yang dekat dengan rumah, wali kelas (obsever) merupakan kerabat dekat sehingga memudahkan saya untuk mendapatkan banyak informasi tentang sekolahan tersebut. b. Terdapat banyak masalah yang dirasakan oleh wali kelas pada pembelajaran IPS sebelumnya sehingga menggugah peneliti untuk menyelesaikan masalah tersebut. c. Terdapat masalah pada kondisi sekolah yang berdampak pada perkembangan kognitif anak yang rendah. 2. Waktu Penelitian Penelitian tindakan kelas (PTK ) ini dilaksanakan pada semester II awal bulan Mei sampai dengan awal Juni tahun pelajaran 2013-2014. Berdasarkan jadwal mata pelajaran IPS dikelas IV SDN Kertamukti I yaitu hari rabu dan jum’at. Seperti yang tercantum pada tabel dibawah ini: Tabel 3.1 Jadwal Penelitian No Kegiatan 2014 April Mei Juni September 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1. Observasi 2. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Penelitian 3. Pelaksanaan Siklus I 4. Pelaksanaan Siklus II 5. Pengolahan Data dan Pembuatan Laporan 6. Sidang Sripsi Guru kelas IV SDN Kertamukti I bertindak sebagai observer, yang membantu peneliti selama proses penelitian tindakan kelas dengan menerapkan model pembelajaran examples non examples pada materi perkembangan teknologi produksi. B. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek dari penelitian tindakan kelas ini adalah kelas IV dengan jumlah siswa sebanyak 19 orang terdiri dari 11 orang siswa perempuan dan 8 orang siswa laki-laki kelas IV yang dijadikan subjek penelitian ini karena rata-rata nilai uji kompetensi dan hasil belajar siswa dikelas ini masih banyak yg tidak mencapai KKM dan keaktifan siswa masih kurang sehingga memerlukan perbaikan situasi pembelajaran yang lebih efektif. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui penyebab dari siswa yang mendapatkan nilai yang kurang dalam materi Perkembangan Teknologi Komunikasi kelas IV SDN Kertamukti I Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang. 2. Objek Penelitian a. Karakteristik Sekolah Letak SDN Kertamukti I terletak di daerah pedesaan yang beralamat dijalan cilebar Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang. Keadaan sekolah tersebut terbilang cukup baik dari bangunan sekolah dan juga fasilitas sekolah. Peniliti memilih SDN Kertamukti I Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang sebagai tempat penelitian karena lokasi rumah peneliti tidak jauh jaraknya dari sekolah sehingga memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data, peluang waktu yang luas dengan subjek penelitian yang sangat sesuai dengan profesi peneliti. b. Karakteristik Siswa Hampir rata-rata siswa yang bersekolah di SDN Kertamukti I Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang merupakan anak-anak di daerah tersebut. Namun kurangnya guru terhadap model pembelajaran, sehingga siswa menjadi pasif ketika belajar dan menurunkan motivasi dan prestasi belajar siswa. C. Metode Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan penelitian tindakan kelas (PTK). Menurut Igak Wardani dkk,(2007:1.15) penelitian tindakan kelas (PTK) adalah peneltian yang dilakukan oleh guru dikelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sehingga hasil belajar siswa meningkat. Karakteristik PTK yaitu.(1) An inquiry of practice from within (penelitian berawal dari kerisauan guru akan kinerjanya), (2) Self-reflective inquiry (metode utama adalah refleksi diri, bersifat agak longgar, tetapi tetap mengikuti kaidah-kaidah penelitian), (3) fokus penelitian berupa kegiatan pembelajaran, (4) tujuannya memperbaiki pembelajaran. Pendapat yang diungkapkan oleh Kemmis dan Mc.Taggart (1988) PTK adalah studi yang dilakukan untuk memperbaiki diri sendiri, pengalaman kerja sendiri, yang dilaksanakan secara sistematis, terencana dan dengan sikap mawas diri. Penelitian tindakan kelas menurut Kemmis dan Mc. Taggart ini terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Lebih lanjut dikemukakan oleh Supardi (2008:3) penelitian tindakan kelas merupakan suatu pecermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas bersama. Secara umum tujuan dari penelitian tindakan kelas adalah untuk memecahkan permasalahan yang timbul dikelas, yang fokus utamanya adalah tindakan-tindakan yang akan dilakukan sebagai alternatif pemecahan masalah, kemudian diuji cobakan dan di evaluasi untuk mengetahui apakah tindakan tersebut mampu memecahkan masalah yang ada ataukah tidak ada peningkatan sama sekali. Pendapat Borg (Arikunto, dkk., 2007:107) bahwa penelitian tindakan kelas tujuan utamanya ialah pengembangan keterampilan proses pembelajaran yang dihadapi oleh guru dikelasnya, bukan bertujuan untuk pencapaian pengetahuan umum dalam bidang pendidikan. Memahami metode dalam penelitian tindakan kelas dan melaksanakannya dengan baik diharapkan dapat meningkatkan kualitas guru sebagai agent of change dalam dunia pendidikan, sehingga dengan kualitas guru yang memadai akan meminimalis permasalahan yang ada di sekolah secara umum dan kelas secara khusus. Manfaat yang diperoleh dengan dilakukannya penelitian tidakan kelas, terutama dalam komponen pendidikan dan atau proses pembelajaran di kelas antara lain meliputi: “1) inovasi pembelajaran; 2) pengembangan kurikulum ditingkat sekolah dan tingkat kelas; dan 3) peningkatan profesionalisme guru” (Arikunto, dkk., 2007:108). Selain itu penelitian tindakan kelas juga dilakukan dengan tujuan untuk: 1. Mencoba mengatasi kesulitan yang dialami oleh studi tindakan (action research) dengan menjaga pekerjaan tetap konsisten terhadap dasar teori tersebut. 2. Mengembangkan penelitian yang tidak terjangkau oleh penelitian standar, yaitu, kehidupan nyata didalam kelas sebagai dunia mikro pendidikan yang dicoba diungkapkan menggunakan metodologi tertentu dengan melihatnya sebagai upaya mengkonstruksi pengetahuan (Hermawan et al., 2007:64). Pelaksanaan penelitian ini sekurang-kurangnya dilakukan dalam dua siklus, hal ini sesuai dengan pendapat dari Supardi (2008: 23) penelitian tindakan kelas dilakukan sekurang-kurangnya dalam dua siklus tindakan yang berurutan. Informasi dari siklus yang terdahulu sangat menentukan bentuk siklus berikutnya. Maka dari siklus yang kedua, ketiga, dan seterusnya tidak dapat dirancang sebelum siklus pertama terjadi. Hasil refleksi harus digunakan sebagai bahan masukan untuk perencanaan siklus berikutnya. D. Desain Penelitian Penelitian tindakan kelas ini mengadaptasi model penelitian menurut Kemmis dan Taggart yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Lebih lanjut dijelaskan : Desain Kemmis ini menggunakan model yang dikenal sistem spiralrefleksi diri yang dimulai dari rencana, tindakan, pengamatan, refleksi, dan perencanaan kembali merupakan dasar untuk suatu ancang-ancang pemecahan permasalahan (Hermawan, et al., 2007 :127) Gambar 3.2 Model PTK Menurut Kemmis dan Mc. Taggart Sumber : Hani Hujaimah (2012:45) Secara mendetail kemmis dan Taggart melaksanakan tahap-tahap tindakan kelas yang dilakukan. Tahap-tahapnya sebagai berikut: 1. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah dimaksudkan sebagai kegiatan penjagaan yang dimanfaatkan untuk mengumpulkan informasi tentang situasi-situasi yang relevan dengan tema penelitian. Peneliti melakukan pengamatan terlebih dahulu untuk mengenali dan mengetahui situasi sebenarnya. Berdasarkan hasil identifikasi masalah dapat dilakukan pemfokusan masalah yang selanjutnya dirumuskan menjadi masalah penelitian. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka dapat ditetapkan tujuan penelitian. 2. Tahap Perencanaan Penyusunan perencanaan berdasarkan pada hasil pengajaran identifikasi masalah. Secara rinci perencanaan mencakup tindakan yang akan dilakuakan untuk memperbaiki, meningkatkan atau merubah prilaku atau sikap yang diinginkan sebagai solusi dari permasalahan-permasalahan. Perencanaan ini bersifat fleksible dalam arti dapat berubah sesuai dengan kondisi yang ada. Kegiatan perencanaan dalam penelitian dengan menggunakan model pembelajaran examples non examples adalah menyusun perangkat pembelajaran sebagai berikut: a. Silabus dan RPP, termasuk didalamnya Bahan Ajar, LKS, dan Media Pembelajaran. b. Instrumen Penilaian, meliputi: Lembar Observasi RPP, Lembar Observasi Penerapan Model Pembelajaran Examples Non Examples,dan Lembar Observasi Aktivitas Psikomotor dan Afektif Siswa. c. Instrumen Penelitian, meliputi: Lembar Angket, Pedoman Wawancara, dan Pedoman Observasi awal. 3. Tindakan (Action) Tahap pelaksanaan merupakan implementasi atau tahapan isi rancangan. Selama melaksanakan tindakan, guru sebagai pelaksana tindakan harus mengacu pada program yang telah dipersiapkan dan disepakati. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap tindakan mengacu kepada perencanaan yang telah disusun sebelumnya, yaitu melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah dibuat dengan menerapkan model pembelajaran examples non examples pada pembelajaran IPS untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi perkembangan teknologi. 4. Tahap Pengamatan (Obsever) Tahap pengamatan berjalan bersamaan dengan saat pelaksanaan tindakan. Kegiatan pengamatan dilakukan oleh pengamat atau obsever. Adapun kegiatan observasi dalam penelitian ini yaitu: a. Mengobservasi RPP yang menerapkan model pembelajaran examples non examples pada pembelajaran IPS materi perkembangan teknologi produksi di kelas IV SDN Kertamukti I Karawang. b. Mengobservasi penerapan model pembelajaran examples non examples pada pelajaran IPS materi perkembangan teknologi produksi di kelas IV SDN Kertamukti I Karawnag. c. Mengobservasi aktivitas siswa selama penerapan model pembelajaran examples non examples pada pembelajaran IPS materi perkembangan teknologi produksi di kelas IV SDN Kertamukti I Karawang. 5. Refleksi (Reflect) Pada dasarnya kegiatan refleksi merupakan kegiatan analisis, sintesis, interpretasi terhadap semua informasi yang diperoleh saat kegitan tindakan. Pada kegiatan ini, peneliti mengkaji, melihat, dan mempertimbangkan hasil-hasil atau dampak tindakan. Gambar 3.3 Alur Penelitian E. Prosedur Pengumpulan Data Suryadi (2010:84) menjelaskan bahwa pengumpulan data adalah metode yang digunakan peneliti dalam merekam data (informasi) yang dibutuhkan. Sedangkan menurut Nazir (2009:174), ”Pengumpulan data adalahprosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan”. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengumpulan data adalah metode atau prosedur sistematis yang digunakan peneliti untuk memperoleh data atau informasi yang diperlukan dalam penelitian. Data yang dikumpulkan

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 28 Jun 2016 09:29
Last Modified: 28 Jun 2016 09:29
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/5035

Actions (login required)

View Item View Item