PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN SIKAP KERJA SAMA SISWA DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK

AGHNIA RAHMAWATI, 105060144 (2016) PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN SIKAP KERJA SAMA SISWA DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
COVER.docx

Download (71kB)
[img] Text
BAGIAN AWAL.docx

Download (736kB)
[img] Text
ABSTRACT.docx

Download (20kB)
[img] Text
KATA PENGANTAR.docx

Download (66kB)
[img] Text
BAB I.docx

Download (42kB)
[img] Text
BAB II.docx

Download (442kB)
[img] Text
BAB III.docx
Restricted to Repository staff only

Download (169kB)
[img] Text
BAB IV.docx
Restricted to Repository staff only

Download (334kB)
[img] Text
BAB V.docx
Restricted to Repository staff only

Download (25kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA.docx

Download (21kB)
[img] Text
RIWAYAT HIDUP.docx

Download (35kB)

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini dilatar belakangi oleh beberapa permasalahan diantaranya: (1) Sebagian besar siswa belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang diharapkan; (2) Pembelajaran tidak interaktif; (3) Kurangnya kerja sama antar siswa: (4) Guru masih mendominasi kegiatan pembelajaran sementara siswa pasif. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui pemahaman konsep dan sikap kerja sama siswa sebelum mengikuti proses pembelajaran dengan model PBL: (2) untuk mengetahui respon siswa dalam menggunakan model PBL: (3) untuk mengetahui aktivitas belajar siswa dengan menggunakan model PBL: (4) untuk mengetahui aktivitas guru selama menggunakan model PBL. (5) untuk mengetahui pemahaman konsep dan sikap kerja sama siswa setelah pembelajaran dengan menggunakan model PBL. Model PBL adalah pembelajaran yang dilakukan dengan adanya pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh peserta didik. Metode penelitian yang digunakan ialah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek penelitannya adalah siswa kelas IV SDN 1 padasuka sebanyak 27 siswa. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan peningkatan pemahaman konsep dan sikap kerja sama siswa pada setiap siklusnya. Hasil penelitian pada siklus I rata-rata pemahaman konsep siswa yaitu sebesar 2,63 (63% skor siswa mencapai KKM) sedangkan nilai rata-rata sikap kerja sama 2,88 (cukup), pada siklus II diperoleh rata-rata pemahaman konsep siswa yaitu sebesar 2,99 (81,48% skor siswa mencapai KKM) sedangkan nilai rata-rata sikap kerja sama 3,20 (baik). Berdasarkan analisis data hasil penelitian yang diperoleh di lapangan maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based Learning pada pembelajaran tematik meningkatkan pemahaman konsep dan sikap kerja sama siswa di kelas IV SDN 1 Padasuka Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. Dengan demikian pendekatan PBL dapat dijadikan sebagai alat bantu untuk meningkatkan pemahaman konsep dan sikap kerja sama siswa pada pembelajaran tematik di kelas IV sekolah dasar. Kata Kunci : Problem Based Learning (PBL), Pemahaman Konsep dan Sikap Kerja Sama, Pembelajaran Tematik.. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah Dasar merupakan jenjang pendidikan yang paling penting keberadaannya karena proses dimulainya seseorang dalam menempuh dunia pendidikan diawali dari jenjang sekolah dasar, dengan demikian sekolah dasar merupakan jenjang pendidikan yang membekali atau memberikan dasar-dasar serta menyiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan pada jenjang berikutnya. Pendidikan pada hakikatnya adalah proses interaksi antara pendidik dengan peserta didik yang bertujuan untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia baik secara fisik maupun psikis. Pendidikan sebagai usaha sadar diarahkan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar dapat diwujudkan dalam bentuk kemampuan, keterampilan, sikap dan kepribadian yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Secara jelas tujuan Pendidikan Nasional yang bersumber dari sistem nilai Pancasila dirumuskan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3, yang merumuskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sejalan dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut, ada dua dimensi kurikulum, yang pertama adalah rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, sedangkan yang kedua adalah cara yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Kurikulum 2013 yang diberlakukan mulai tahun ajaran 2013/2014 memenuhi kedua dimensi tersebut. Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang mengutamakan pemahaman skill, dan pendidikan berkarakter, siswa dituntut untuk paham atas materi, aktif dalam berdiskusi dan presentasi serta memiliki sopan santun yang tinggi. http://id.wikipedia.org/wiki/ Kurikulum_2013. Pada pembelajaran di SD/MI dan sederajat, Kurikulum 2013 menyarankan keutamaan penggunaan model pembelajaran dengan pendekatan tematik terpadu atau pembelajaran tematik integratif dari kelas I sampai kelas VI. Pembelajaran tematik integratif merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema. Pengintegrasian tersebut dilakukan dalam dua hal, yaitu integrasi sikap, keterampilan dan pengetahuan dalam proses pembelajaran dan integrasi berbagai konsep dasar yang berkaitan, dengan demikian pembelajarannya memberikan makna yang utuh kepada peserta didik dalam pembelajaran tematik integratif, tema yang dipilih berkenaan dengan alam dan kehidupan manusia. http://www.m-edukasi.web.id/2013/05/pembelajaran-tematik-integratif.html. Berdasarkan tujuan dan harapan dari UU RI tentang Sistem Pendidikan Nasional, SDN 1 Padasuka memiliki cita–cita yang sama dalam meningkatkan pendidikan di Indonesia. Cita-cita tersebut dituangkan dalam bentuk visi dan misi SDN 1 Padasuka. Visi SDN 1 Padasuka yaitu: menyiapkan peserta didik yang unggul, cerdas, terampil, beriman, bertaqwa dan berbudaya, sedangkan misinya yaitu: 1) menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar secara aktif, kreatif, dan menyenangkan; 2) menumbuhkan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan mengusung nilai-nilai berkarakter bangsa dengan 9 (Sembilan) nilai terkait dengan pendidikan anti korupsi; 3) meningkatkan sikap jujur, disiplin, dan tanggungjawab dalam menyelesaikan tugas dan kewajiban sehingga meraih prestasi; 4) menyiapkan peserta didik memiliki komitmen terwujudnya kebersihan dan perdamaian dalam kehidupan sehari-hari di sekolah; 5) mempersiapkan peserta didik untuk menjadi insan yang beriman, bermoral, dan berakhlak mulia; 6) mempersiapkan siswa untuk memahami ilmu pengetahuan dan tekhnologi dasar; 7) mempersiapkan siswa untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Atas dasar UU RI serta visi dan misi yang dimiliki SDN 1 Padasuka, untuk mewujudkan harapan dan cita-cita tersebut tentunya pembelajaran harus dengan sungguh-sungguh dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada. Peran guru sangat menentukan keberhasilan pendidikan karena efektivitas dan efesiensi belajar pembelajaran siswa sangat bergantung kepada peran guru. Peran dan tanggung jawab menuntut guru untuk melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya. Semua guru tentu mengharapkan hasil belajar yang maksimal, namun kadang-kadang harapan itu jauh dari kenyataan, seperti hasil observasi penelitian yang dilakukan peneliti dengan melakukan tanya jawab dengan siswa dan guru kelas IV di SDN 1 Padasuka, bahwa masih banyak siswa yang sulit menjelaskan kembali tentang materi-materi pada pembelajaran tematik dan kurangnya sikap kerja sama antar siswa. Secara garis besar masalah ditujukan pada cara guru mengajar didominasi sepenuhnya dengan menggunakan metode konvensional yang menekankan pada penguasaan sejumlah informasi/ konsep belaka, pendidik belum menemukan strategi dan model pembelajaran yang efektif untuk memecahkan permasalahan tematik, sehingga siswa hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki, siswa kurang mampu menentukan masalah dan merumuskan masalah pada beberapa materi dan tugas yang diberikan, karena dalam mengajar guru selalu menuntut siswa untuk belajar dan jarang memberikan pelajaran tentang bagaimana siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah, tapi jarang mengajarkan bagaimana siswa seharusnya memecahkan masalah tersebut, selain itu masih banyak siswa yang cenderung menempatkan sikap kerja sama ke dalam hal negatif seperti mencontek. Guru harus mengarahkan sikap kerja sama antar siswa ke dalam hal yang positif mengingat sikap kerja sama antar siswa merupakan salah satu modal tercapainya suatu tujuan belajar, dengan adanya usaha bersama antar siswa maka beberapa tujuan belajar yang dilakukan secara bersama akan lebih mudah dalam pencapaiannya. Akibat dari permasalahan di atas menimbulkan rendahnya pemahaman siswa, hal tersebut dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang sebagian besar belum mencapai nilai KKM 2,67 yaitu dari 27 siswa hanya 4 siswa yang mencapai nilai KKM dan sebanyak 22 siswa belum mencapai nilai KKM. Banyaknya siswa yang belum mencapai nilai KKM 2,67, menunjukkan salah satu bukti nyata dari rendahnya pemahaman siswa kelas IV SDN 1 Padasuka terhadap tema indahnya kebersamaan, subtema kebersamaan dalam keberagaman, pembelajaran 4 dengan menggunakan kurikulum 2013 yang mana pada pembelajarannya tidak lagi terpisah antar disiplin ilmu namun memadukan beberapa disiplin ilmu yaitu Bahasa Indonesia, dan Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn). Materi dari setiap disiplin ilmu yang dipadukan yaitu; pada Bahasa Indonesia materi memilih dan memilah kosakata baku, dan pada PPKn materi persatuan dan kesatuan. Berdasarkan permasalahan yang diperoleh dari hasil observasi di SDN 1 Padasuka, maka diperlukan adanya suatu tindakan yang dilakukan untuk menjawab semua permasalahan yang timbul pada pembelajaran tematik tema indahnya kebersamaan, subtema kebersamaan dalam keberagaman, pembelajaran 4 di kelas IV yaitu dengan melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Salah satunya dengan menerapkan strategi dan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kondisi siswa dan materi ajar. Salah satu alternatif dalam menyelesaikan permasalah pembelajaran tematik adalah dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning). Model pembelajaran berdasarkan masalah dilandasi oleh teori belajar kontruktivis. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata. Pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Model pembelajaran ini dimulai dengan menyajikan permasalahan nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerjasama diantara siswa-siswa. Dalam model pembelajaran ini guru memandu siswa menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan, guru memberi contoh mengenai penggunaan keterampilan dan strategi yang dibutuhkan supaya tugas-tugas tersebut dapat diselesaikan. Guru menciptakan suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi pada upaya penyelidikan oleh siswa. Atas dasar latar belakang masalah sebagaimana telah diutarakan di atas, maka peneliti memandang penting dan perlu untuk melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Sikap Kerja Sama Siswa dalam Pembelajaran Tematik (Penelitian Tindakan Kelas pada Tema Indahnya Kebersamaan, Subtema Kebersamaan dan Keberagaman, Pembelajaran 4 di Kelas IV Semester 1 SDN 1 Padasuka)”. Penelitian dengan menggunakan model yang sama juga pernah dilakukan oleh mahasiswa PGSD FKIP UNPAS BANDUNG tiap tahunnya dengan kurikulum KTSP, dimana pembelajaran antar disiplin ilmu masih terpisah satu sama lainnya. Hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa setelah menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning, menunjukkan peningkatan pada hasil belajarnya. Peningkatan itu dapat terlihat pada peningkatan hasil belajar dan aktivitas siswa yang menjadi subjek penelitian, baik secara kognitif maupun psikomotor dan afektifnya. Berdasarkan keberhasilan yang diraih oleh peneliti sebelumnya, dengan menggunakan atau menerapkan kurikulum 2013 peneliti pada kesempataan ini juga mengharapkan keberhasilan yang sama dalam penelitian tindakan kelas kali ini. B. Identifikasi Masalah Atas dasar latar belakang masalah sebagaimana telah diutarakan di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Sebagian besar siswa belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang diharapkan. Hal tersebut dikarenakan siswa tidak diberikan kesempatan untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. 2. Pembelajaran tidak interaktif. Hal tersebut dikarenakan siswa tidak mengembangkan kemampuannya untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru. 3. Kurangnya kerja sama antar siswa. Hal tersebut dikarenakan siswa tidak diberi tanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan dalam kelompok. 4. Guru masih mendominasi kegiatan pembelajaran sementara siswa pasif. Hal tersebut dikarenakan guru masih menggunakan metode konvensional yaitu hanya memberikan ceramah dan penugasan kepada siswa. C. Rumusan dan Pertanyaan Penelitian 1. Rumusan Masalah Atas dasar latar belakang dan identifikasi masalah sebagaimana telah diutarakan di atas, maka masalah utama dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Apakah penggunaan model pembelajaran problem based learning dapat meningkatkan pemahaman konsep dan sikap kerja sama siswa dalam pembelajaran tematik pada tema indahnya kebersamaan, subtema kebersamaan dan keberagaman, pembelajaran 4 di kelas IV semester 1 SDN 1 Padasuka ?”. 2. Pertanyaan Penelitian Mengingat rumusan masalah utama sebagaimana telah diutarakan di atas masih terlalu luas sehingga belum secara spesifik menunjukkan batas-batas mana yang harus diteliti, maka rumusan masalah utama tersebut kemudian dirinci dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut. a. Bagaimana pemahaman konsep dan sikap kerja sama siswa sebelum mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL)? b. Bagaimana respon siswa selama mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL)? c. Bagaimana aktivitas belajar siswa selama pembelajaran dengan menggunakan Problem Based Learning (PBL)? d. Bagimana aktivitas guru selama pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL)? e. Bagaimana pemahaman konsep dan sikap kerja sama siswa setelah pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL)? D. Pembatasan Masalah Memperhatikan hasil diidentifikasi masalah, rumusan masalah dan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang telah diutarakan, diperoleh gambaran dimensi permasalahan yang begitu luas. Namun, menyadari adanya keterbatasan waktu dan kemampuan, maka dalam penelitian ini penulis memandang perlu memberi batasan masalah secara jelas sebagai berikut. 1. Materi yang diterima siswa selama penelitian berlangsung adalah pembelajaran tematik pada tema indahnya kebersamaan, subtema kebersamaan dan keberagaman, pembelajaran 4. 2. Fokus masalah dalam penelitian ini rendahnya pemahaman konsep dan sikap kerja sama siswa dalam pembelajaran tematik pada tema indahnya kebersamaan, subtema kebersamaan dan keberagaman, pembelajaran 4. 3. Pengukuran hasil belajar dilakukan untuk kategori aktif dalam proses pembelajaran dan mampu menyelesaikan masalah secara berkelompok dengan hasil yang maksimal. 4. Obyek dalam penelitian ini hanya akan meneliti pada siswa SD kelas IV di SDN 1 Padasuka Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman konsep dan sikap kerja sama siswa melalui penerapan model pembelajaran problem based learning dalam pembelajaran tematik pada tema indahnya kebersamaan, subtema kebersamaan dan keberagaman, pembelajaran 4 pada siswa kelas IV semester 1 di SDN 1 Padasuka. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pemahaman konsep dan sikap kerja sama siswa sebelum mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL). 2. Untuk mengetahui respon siswa selama mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL). 3. Untuk mengetahui aktivitas belajar siswa selama pembelajaran dengan menggunakan Problem Based Learning (PBL). 4. Untuk mengetahui aktivitas guru selama pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL). 5. Untuk mengetahui pemahaman konsep dan sikap kerja sama siswa setelah pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL). F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya: 1. Manfaat Teoritis Menambah refensi pustaka mengenai model pembelajaran problem based learning dalam pembelajaran tematik pada tema indahnya kebersamaan subtema kebersamaan dan keberagaman pembelajaran 4 di kelas IV semester 1. 2. Manfaat Praktis Hasil dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini akan memberikan manfaat yang antara lain: a. Bagi Guru Guru dapat memperoleh gambaran mengenai pembelajaran tematik pada tema indahnya kebersamaan, subtema kebersamaan dan keberagaman, pembelajaran 4 dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning untuk meningkatkan pemahaman konsep dan sikap kerja sama siswa kelas IV semester 1 di SDN 1 Padasuka sehingga dapat dijadikan alternatif pembelajaran tematik di kelas. b. Bagi Siswa Hasil penelitian ini dapat melatih siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran tematik serta diharapkan untuk meningkatkan pemahaman konsep dan sikap kerja sama siswa khususnya pembelajaran tematik pada tema indahnya kebersamaan, subtema kebersamaan dan keberagaman, pembelajaran 4. c. Bagi Sekolah Adanya penelitian tindakan kelas ini, sekolah diharapkan akan menjadi satuan pendidikan yang terbiasa melakukan penelitian, sehingga akan bermanfaat bagi perbaikan pembelajaran tematik. G. Kerangka Pemikiran atau Paradigma Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang berhasil diidentifikasi, masalah yang akan diteliti oleh peneliti adalah bagaimana meningkatkan pemahaman konsep dan sikap kerja sama siswa dalam pembelajaran tematik tema indahnya kebersamaan subtema kebersamaan dalam keberagaman pembelajaran 4 dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)?. Penelitian tindakan kelas ini, peneliti memilih “model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)” sebagai solusi untuk meningkatkan pemahaman konsep dan sikap kerja sama siswa terhadap pembelajaran tematik tema indahnya kebersamaan subtema kebersamaan dalam keberagaman pembelajaran 4. Pemilihan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ini dilandasi oleh teori belajar konstruktivis. Pembelajaran berdasarkan masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Menurut Arends (dalam Trianto, 2013, h. 92) mengemukakan bahwa, “Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian, dan percaya diri”. Model pembelajaran berdasarkan masalah berorientasi kepada siswa (student centrered approach), dikatakan demikian karena siswa memegang peranan yang sangat dominan dalam proses pembelajaran. Masalah yang terdapat dalam PBL adalah masalah yang bersifat terbuka. Artinya jawaban dari masalah tersebut belum pasti. Setiap siswa bahkan guru dapat mengembangkan kemungkinan jawaban, dengan demikian PBL dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk bereksplorasi mengumpulkan data dan menganalisis data secara lengkap untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Tujuan yang ingin dicapai PBL adalah kemampuan siswa untuk berpikir kritis, analitis, sistematis, dan logis untuk menemukan alternatif pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara empiris dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah. Instrument yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini, peneliti menggunakan bentuk instrument tes (pretes dan postes), lembar skala sikap, observasi dan angket. Berdasarkan instrument tersebut, kemudian dilakukan pengolahan data untuk menentukan data awal dari siswa dan keadaan kelas yang menjadi objek penelitian. Pengolahan data dilakukan dengan menganalisis hasil pretes, postes, skala sikap dan lembar observasi. Data awal tersebut dijadikan acuan untuk menentukan indikator keberhasilan yang harus dicapai dalam penelitian dan merancang langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan. Didukung oleh hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Elis Eliah menyebutkan bahwa setelah menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning pada konsep bagian tumbuhan dan fungsinya, menunjukkan peningkatan pada hasil belajarnya, maka akhir dari penelitian yang akan dilakukan peneliti di kelas IV semester 1 SDN 1 Padasuka, peneliti mengharapkan terjadinya peningkatan pemahaman konsep dan sikap kerja sama siswa dalam pembelajaran tematik tema indahnya kebersamaan subtema kebersamaan dalam keberagaman pembelajaran 4 yang dilihat dengan membandingkan hasil pretes dengan hasil postes yang dilakukan oleh siswa. Bagan 1.1 Kerangka penelitian H. Asumsi Berdasarkan kerangka atau paradigma penelitian sebagaimana diutarakan di atas, maka beberapa asumsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bruner (dalam Trianto, 2013, h. 91), bahwa “berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna”. Pada pembelajaran PBL peserta didik berusaha memecahkan masalah secara mandiri sehingga akan memberikan pengalaman yang konkrit dengan pengalaman tersebut akan memberikan makna tersendiri bagi peserta didik dengan begitu peserta didik mampu memahami konsep bukan hanya sekedar menghafal konsep. 2. Menurut Patria (2007, h. 21) mengatakan bahwa: “Pemahaman konsep adalah kemampuan siswa yang berupa penguasaan sejumlah materi pelajaran, dimana siswa tidak sekedar mengetahui atau mengingat sejumlah konsep yang dipelajari, tetapi mampu mengungkapan kembali dalam bentuk lain yang mudah dimengerti, memberikan interprestasi data dan mampu mengaplikasikan konsep yang sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya”. Dalam penggunaan PBL, pentingnya pemahaman konsep dalam proses belajar mengajar sangat mempengaruhi sikap, keputusan dan cara-cara memecahkan masalah. Apabila siswa memahami konsep otomatis hasil belajar siswa meningkat, kemudian lebih trampil dalam merespon, lebih antusias, lebih banyak mengajukan pertanyaan, berani mengungkapkan gagasan, mampu memecahkan masalah, juga dapat mengkomunikasikan hasil pengamatannya terhadap orang lain. 3. H. Kusnadi mengartikan kerjasama sebagai “dua orang atau lebih untuk melakukan aktivitas bersama yang dilakukan secara terpadu yang diarahkan kepada suatu target atau tujuan tertentu”. Pada model PBL, pembelajaran dimulai dengan menyajikan permasalahan nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerja sama di antara siswa-siswa. I. Hipotesis Berdasarkan kerangka atau paradigma penelitian dan asumsi sebagaimana telah dikemukakan di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah: “Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan pemahaman konsep dan sikap kerja sama siswa dalam pembelajaran tematik pada tema indahnya kebersamaan, subtema kebersamaan dalam keberagaman, pembelajaran 4 di kelas IV semester 1 SDN 1 Padasuka”. J. Definisi Operasional Untuk menghindari terjadinya salah pengertian terhadap istilah-istilah yang terdapat dalam variabel penelitian ini, maka istilah-istilah tersebut kemudian didefinisikan sebagai berikut: 1. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. (Soekamto, dkk dalam Trianto, 2013, h. 22) 2. Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian, dan percaya diri. (Arends dalam Trianto, 2013, h. 92) 3. Pemahaman konsep adalah kemampuan siswa yang berupa penguasaan sejumlah materi pelajaran, dimana siswa tidak sekedar mengetahui atau mengingat sejumlah konsep yang dipelajari, tetapi mampu mengungkapan kembali dalam bentuk lain yang mudah dimengerti. (Patria, 2007, h. 21) 4. Kerjasama adalah dua orang atau lebih untuk melakukan aktivitas bersama yang dilakukan secara terpadu yang diarahkan kepada suatu target atau tujuan tertentu. (H. Kusnadi, 2011) 5. Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan. (Poerwadarminta dalam Heriawan, 2012, h. 29) BAB II KAJIAN TEORI A. Belajar dan Pembelajaran Secara sederhana Anthony Robbins (2013, h. 15), mendefinisikan belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara pengetahuan yang sudah dipahami dan pengetahuan yang baru. Jadi dalam makna belajar, bukan berangkat dari sesuatu yang benar-benar belum diketahuai, tetapi merupakan keterkaitan dari dua pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan baru. Menurut pandangan konstruktivisme “Belajar” bukanlah semata-mata mentransfer pengetahuan yang ada di luar dirinya, tetapi belajar lebih pada bagaimana otak memproses dan menginterpretasikan pengalaman yang baru dengan pengalaman yang sudah dimilikinya dalam format yang baru. Sistem pembelajaran dalam pandangan konstruktivis menurut Hudojo (2013, h.19) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) siswa terlibat aktif dalam belajarnya. Siswa belajar materi (pengetahuan) secara bermakna dengan bekerja dan berpikir, dan 2) informasi baru harus dikaitkan dengan informasi sebelumnya sehingga menyatu dengan skemata yang dimiliki siswa. Gagne (dalam Wahyudin, 2010, h. 17) menjabarkan mengenai hierarki belajar, bahwa: Terdapat delapan tahap dalam proses belajar yang tiap tahap dibahas sehubungan dengan kondisi-kondisi belajar yang dimulai dari belajar sederhana menuju ke yang lebih kompleks, delapan tahap belajar yaitu: 1) belajar sinyal, 2) belajar stimulus respon, 3) mempertalikan, 4) asosiasi verba, 5) belajar diskriminasi multiple, 6) belajar konsep, 7)belajar prinsip, dan 8) pemecahan masalah. Definisi belajar secara lengkap dikemukakan oleh Slavin (dalam Trianto, 2013, h.16), yang mendefinisikan belajar sebagai: Learning is usually defined as a change in an individual caused by experience. Changes caused by development (such as growing taller) are not instances of learning. Neither are characteristics of individuals that are present at birth (such as reflexes and respons to hunger or pain). However, humans do so much learning from the day of their birth (and some say earlier) that learning and development are inseparably linked. Selanjutnya Slavin juga mengatakan: Learning takes place in many ways. Sometimes it is intentional, as when students acquire information presented in aclassroom or when they look something up in the encyclopedia. Sometimes it is unintentional, as in the case of the child’s reaction to the needle. All sorts of learning are going on all the time. Uraian di atas menjelaskan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang meliputi pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor), dimana perubahan-perubahan tersebut diperoleh dari pengalaman-pengalaman individu dalam melakukan kegiatan yang bersifat relatif permanen. Perubahan tingkah laku sebagai tujuan dari belajar merupakan hasil yang dicapai setelah pembelajaran. Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Manusia banyak belajar sejak lahir dan bahkan ada yang berpendapat sebelum lahir. Bahwa antara belajar dan perkembangan sangat erat kaitannya. Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran secara simple dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup, dalam makna yang tebih kompleks pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Makna ini jelas terlihat bahwa pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan siswa, dimana arah keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut Soemosasmito (dalam Trianto, 2013, h. 20) bahwa: Suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila memenuhi persyaratan utama keefektifan pengajaran, yaitu: 1) presentasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap KBM; 2) rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi diantara siswa; 3) ketetapan antara kandungan materi ajar dengan kemampuan siswa (orientasi keberhasilan belajar) diutamakan; dan 4) mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif. Proses belajar terjadi melalui banyak cara baik disengaja maupun tidak disengaja dan berlangsung sepanjang waktu dan menuju pada suatu perubahan pada diri pembelajar. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan perilaku tetap berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan yang baru diperoleh individu. Berdasarkan uraian di atas belajar dapat disimpulkan sebagai proses perubahan perilaku tetap dari belum tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang terampil, dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru, serta bermanfaat bagi lingkungan maupun individu itu sendiri. B. Model Pembelajaran Secara kaffah model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk mempresentasikan sesuatu hal. Menurut Meyer, W.J. (dalam Trianto, 2013, h. 21), Model adalah sesuatu yang nyata yang dikonversi untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif. Menurut Soekamto, dkk (dalam Trianto, 2013, h. 22), mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar-mengajar. Menurut Arends (dalam Trianto, 2013, h. 22) menyatakan, “The term teaching model referse to a particular approach to instruction that includes its goals, syntax, environment, and management system”, Istilah model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya. Menurut Gunter, Joyce & Weil (dalam Heriawan, 2012, h. 1) model pem-belajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode atau prosedur. Menurut Kardi dan Nur (dalam Trianto, 2013, h. 23) bahwa: Model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut ialah: 1) rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya; 2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai); 3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan 4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai. Adapun Joyce dan Weil (Huzaimah, 2012, h. 10) mengemukakan bahwa: Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, dan lain-lain yang mengarahkan kita ke dalam merancang pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Arends (Huzaimah, 2012 h. 11) menyatakan bahwa "The term teaching model refers to a particular approach to instruction that includes its goals, syntax, environment, and management system”, yang artinya bahwa: model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan sebuah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran sehingga aktivitas pembelajaran benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang tertata secara sistematis. Pemilihan model pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran dan karakteristik setiap kompetensi dasar yang disajikan. Tidak semua model pembelajarn cocok untuk setiap kompetensi dasar. Guru perlu memilih dan menentukan model pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa, serta antara siswa dengan siswa. C. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Istilah Pembelajaran Berdasarkan Masalah (PBM) diadopsi dari istilah Inggris Problem Based Learning (PBL). Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah konstektual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Kelas yang menerapkan pembelajaran yang berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world). Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu metode pembelajaran yang menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara kelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. 1. Pengertian Problem Based Learning Model pembelajaran ini telah dikenal sejak zaman John Dewey. Menurut John Dewey (dalam Trianto, 2013, h. 91), belajar berdasarkan masalah adalah “interaksi antara stimulus dengan respons, merupakan hubungan antara dua arah belajar dengan lingkungan”. Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik. Ratumanan (dalam Heriawan,dkk, 2012, h. 7) mengemukakan bahwa, “Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya, pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks”. Prof. Howard Barrows dan Kelson (dalam Amir, 2010, h. 21) merumuskan: Problem Based Learning (PBL) adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Dan kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut mahasiswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam karier dan kehidupan sehari-hari. Arends (dalam Trianto, 2013, h. 92) mengemukakan bahwa, “Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian, dan percaya diri”. Model pembelajaran Problem Based Learning dilakukan dengan adanya pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh peserta didik yang diharapkan dapat menambah keterampilan peserta didik dalam pencapaian materi pembelajaran. Terdapat strategi dalam menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning: a) Permasalahan sebagai kajian, b) Permasalahan sebagai penjajakan pemahaman, c) Permasalahan sebagai contoh, d) Permasalahan sebagai bagian yang terpisahkan dari proses, dan e) Permasalahan sebagai stimulus aktivitas autentik. Model pembelajaran Problem Based Learning mengacu pada hal-hal sebagai berikut: a) Kurikulum: PBL tidak seperti pada kurikulum tradisional karena memerlukan suatu strategi sasaran di mana proyek sebagai pusat; b) Responsibility: PBL menekankan responsibility dan answerability peserta didik ke diri dan kelompoknya; c) Realisme: kegiatan peserta didik difokuskan pada pekerjaan yang serupa dengan situasi yang sebenarnya. Aktivitas ini mengintegrasikan tugas otentik dan menghasilkan sikap profesional; d) Active-learning: menumbuhkan isu yang berujung pada pertanyaan keinginan peserta didik untuk menemukan jawaban yang relevan sehingga dengan demikian telah terjadi proses pembelajaran yang mandiri; e) Umpan Balik: diskusi, presentasi, dan evaluasi terhadap para peserta didik menghasilakan umpan balik yang berharga. Ini mendorong ke pembelajaran berdasarkan pengalaman; f) Keterampilan Umum: PBL dikembangkan tidak hanya pada keterampilan pokok dan pengetahuan saja, tetapi juga mempunyai pengaruh besar keterampilan yang mendasar seperti pemecahan masalah, kerja kelompok dan self-management; g) Driving Questions: PBL difokuskan pada pertanyaan atau pennasalahan yang memicu peserta didik untuk menyelesaikan pennasalahan dengan konsep, prinsip, dan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan pengetahuan para peserta didik; dan h) Autonomy: proyek menjadikan aktivitas peserta didik sangat penting. Pembelajaran Problem Based Learning akan membuat pembelajaran lebih bermakna. Peserta didik yang belajar memecahkan suatu masalah, maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika peserta didik berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan. Peserta didik juga mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. Pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, meumbuhkan inisiatif peserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok. 2. Ciri-ciri Pembelajaran Problem Based Learning Pembelajaran berbasis masalah memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya: a) pengajuan pertanyaan atau masalah. Bukannya mengorganisasikan di sekitar prinsip-prinsip atau keterampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran disekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa, mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu; b) berfokus pada keterkaitan antardisiplin. Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, dan ilmu-ilmu sosial), masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran; c) penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah meng-haruskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpul dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen, membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan; d) menghasilkan produk dan memamerkannya. Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk tersebut dapat berupa transkrip debat seperti pada pelajaran “Roots and Wings”. Produk itu dapat juga berupa laporan, model fisik, video, maupun program komputer. Karya nyata yang akan dijelaskan kemudian, direncanakan oleh siswa untuk mendemonstrasikan kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif segar terhadap laporan tradisional atau makalah; dan e) kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama atau dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir. 3. Tahap-tahap Problem Based Learning Pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari lima langkah utama, dimulai dari guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima langkah tersebut dijelaskan berdasarkan langkah-langkah pada tabel berikut. Tabel 2.1 Tahap-tahap Model Pembelajaran Problem Based Learning Fase-fase Perilaku Guru Tahap 1 Orientasi Siswa pada Masalah. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah. Tahap 2 Mengorganisasi Siswa untuk Belajar. Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Tahap 3 Membimbing Penyelidikan Individual Maupun Kelompok Membimbing penyelidikan siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Tahap 4 Mengembangkan dan Menyajikan Hasil Karya. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, laporan dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Tahap 5 Menganalisis dan Mengevaluasi Proses Pemecahan Masalah. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan. 4. Tujuan Problem Based Learning Pada uraian di atas disebutkan, bahwa ciri-ciri utama pemelajaran berdasarkan masalah adalah meliputi suatu pengajuan pertanyaan atau masalah, memusatkan keterkaitan antardisiplin. penyelidikan autentik, kerja sama, dan menghasilkan karya dan peragaan. Pemelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Berdasarkan karakter tersebut, pemelajaran berdasarkan masalah memiliki tujuan: a. Membantu Siswa Mengembangkan Keterampilan Berpikir dan Keterampilan Pemecahan Masalah. PBL memberikan dorongan kepada siswa untuk tidak hanya sekedar berpikir sesuai yang bersifat konkret, tetapi lebih dari itu berpikir terhadap ide-ide yang abstrak dan kompleks, dengan kata lain PBL melatih kepada siswa untuk memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi. b. Belajar Peranan Orang Dewasa yang Autentik. Menurut Resnick (dalam Trianto, 2013, h. 95), bahwa “model pembelajaran berdasarkan masalah amat penting untuk menjembatani gap antara pembelajaran di sekolah formal dengan aktivitas mental yang lebih praktis yang dijumpai di luar sekolah”. Berdasarkan pendapat tersebut, maka PBL memiliki implikasi: 1) mendorong kerja sama dalam menyelesaikan tugas; 2) memiliki elemen-elemen belajar magang, hal ini mendorong pengamatan dan dialog dengan orang lain, sehingga secara bertahap siswa dapat memahami peran orang yang diamati atau yang diajak dialog; 3) melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri, sehingga memungkinkan mereka menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan mem-bangun pemahaman terhadap fenomena tersebut secara mandiri. c. Menjadi Pemelajar yang Mandiri PBL berusaha membantu siswa menjadi pemelajar yang mandiri dan otonom, dengan bimbingan guru yang berulang-ulang mendorong dan mengarahkan mereka untuk mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri, siswa belajar untuk menyelesaikan tugas-tugas itu secara mandiri dalam hidupnya kelak. Sedangkan menurut Ibrahim (dalam Heriawan, 2012, h. 9), “Tujuan pembelajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran dengan orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri”. 5. Peran Guru dan Peserta Didik dalam Model Pembelajaran Problem Based Learning Peran guru, siswa dan masalah dalam pembelajaran Problem Based Learning dapat digambarkan pada tabel sebagai berikut. Tabel 2.2 Peran Guru, Peserta Didik dan Masalah dalam Pembelajaran PBL Guru sebagai Pelatih Peserta Didik sebagai Problem Solver Masalah sebagai Awal Tantangan dan Motivasi • Asking about thinking (bertanya tentang pemikiran). • Memonitor pembelajaran. • Probbing (menantang peserta didik untuk berpikir). • Menjaga agar peserta didik terlibat. • Mengatur dinamika kelompok. • Menjaga berlangsungnya proses. • Peserta didik aktif. • Terlibat langsung dalam pembelajaran. • Membangun pembelajaran • Menarik untuk dipecahkan. • Menyediakan kebutuhan yang ada hubungannya deng pelajaran yang dipelajari. 6. Keunggulan dan Kelemahan Problem Based Learning Adapun keunggulan dan kelemahan dalam pembelajaran berbasis masalah, diantaranya: a. Keunggulan Kelebihan model pembelajaran Problem Based Learning adalah: 1) pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pembelajaran, 2) pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa, 3) pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa, 4) pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata, 5) pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan, 6) melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja, 7) memecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa, 8) memecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru, 9) memecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata, dan 10) pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir. b. Kelemahan Kelebihan model pembelajaran Problem Based Learning adalah: 1) manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba, 2) keberhasilan pembelajaran berbasis masalah membutuhkan cukup waktu untuk persiapan, 3) tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang ingin mereka pelajari. Model Pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa konsep bagian tumbuhan dan fungsinya. Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Elis Eliah Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar UNPAS tahun 2013 yang berjudul “Pendekatan Preblem Based Learning untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Konsep Bagian Tumbuhan dan Fungsinya”, menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir kritis pada siswa. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan pada proses pembelajaran melalui Pendekatan Probleem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar siswa. Pengetahuan awal siswa (prior knowledge) melalui pendekatan Probleem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada konsep struktur tumbuhan dan fungsinya dan indikator-indikatornya dapat dipahami siswa dari hasil pengetahuan awal yang dimilikinya hingga pembelajaran selesai. Siswa mengkonstruksi pengetahuannya dengan cara membaca, mengamati atau melihat benda, meneliti dengan menyentuhnya secara langsung sendiri dan mendorong siswa menjadi kritis, aktif, kreatif, dan peka terhadap lingkungan. Sehingga siswa lebih memahami konsep, apabila siswa memahami konsep otomatis hasil belajar siswa meningkat, kemudian lebih trampil dalam merespon, lebih antusias, lebih banyak mengajukan pertanyaan, berani mengungkapkan gagasan, mampu memecahkan masalah, juga dapat mengkomunikasikan hasil pengamatannya terhadap orang lain. Penggunaan pendekatan Probleem Based Learning (PBL) pada konsep struktur tumbuhan dan fungsinya, selain dapat menungkatkan keterampilan berpikir kritis siswa juga memberikan imbas positif terhadap hasil belajar siswa. Hal ini dapat ditunjukkan oleh meningkatnya nilai rata-rata yang diperoleh siswa pada setiap siklus. Perolehan nilai rata-rata siklus I sebesar 66,06. Pada siklus II perolehan nilai rata-rata 69,39 dan pada siklus III perolehan rata-rata siswa sebesar 80,61. 7. Penilaian Pembelajaran Problem Based Learning Penilaian pembelajaran Problem Based Learning dilakukan dengan authentic assesment. Penilaian dapat dilakukan dengan potofolio yang merupakan kumpulan yang sistematis pekerjaan-pekerjaan peserta didik yang dianalisis untuk melihat kemajuan belajar dalam kurun waktu tertentu dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian dalam pendekatan PBL dilakukan dengan evaluasi diri (self-assessment) dan peer-assessment. Self-assessment merupakan penilaian yang dilakukan oleh peserta didik sendiri terhadap usaha-usahanya dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin dicapai (standard) oleh peserta didik itu sendiri dalam belajar, sedangkan Peer-assessment merupakan penilaian dimana pembelajar berdiskusi untuk memberikan penilaian terhadap upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah dilakukannya sendiri maupun oleh teman dalam kelompoknya. Penilaian yang relevan dalam PBL antara lain: a) penilaian kinerja peserta didik, pada penilaian kinerja ini, peserta didik diminta untuk unjuk kerja atau mendemonstrasikan kemampuan melakukan tugas-tugas tertentu, seperti menulis karangan, melakukan suatu eksperimen, menginterprestasi jawaban pada suatu masalah, memainkan suatu lagu atau melukis suatu gambar; b) penilaian portofolio peserta didik, penilaian portofolio adalah penilaian berkelanjutan yang didasarkan kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam suatu periode tertentu. Informasi perkembangan peserta dapat berupa hasil karya terbaik peserta didik selama proses belajar, pekerjaan hasil tes, piagam penghargaan, atau bentuk informasi lain yang terkait kompetensi tertentu dalam suatu mata pelajaran; c) penilaian potensi belajar, penilaian yang diarahkan untuk mengukur potensi belajar peserta didik; yaitu mengukur kemampuan yang dapat ditingkatkan dengan bantuan guru atau teman-temannya yang yang lebih maju. PBL yang memberi tugas-tugas pemecahan masalah memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan dan mengenali potensi kesiapan belajarnya; dan d) penilaian kelompok, menilai usaha kelompok seperti yang dilakukan pada pembelajaran kooperatif dapat dilakukan pada PBL. Penilaian usaha kelompok mengurangi kompetisi merugikan yang sering terjadi, misalnya membandingkan peserta didik dengan temannya. Penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan model pembelajaran Problem Based Learning adalah menilai pekerjaan dihasilkan oleh peserta didik sebagai hasil pekerjaan mereka dan mendiskusikan hasil pekerjaan secara bersama-sama. Penilaian proses dapat digunakan untuk menilai pekerjaan peserta didik tersebut, penilaian ini antara lain: 1) assesmen kerja, 2) assesmen autentik, 3) portofolio. Penilaian proses bertujuan agar guru dapat melihat bagaimana peserta didik merencanakan pemecahan masalah, melihat bagaimana peserta didik menunjukkan pengetahuan dan keterampilannya. Penilaian kinerja memungkinkan peserta didik menunjukkan apa yang dapat mereka lakukan dalam situasi yang sebenarnya. Sebagian masalah dalam kehidupan nyata bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan zaman konteks atau lingkungannya, maka disamping pengembangan kurikulum juga perlu dikembangkan model pembelajaran yang sesuai tujuan kurikulum yang memungkinkan peserta didik dapat secara aktif mengembangkan kerangka berpikir dalam memecahkan masalah serta kemampuannya untuk bagaimana belajar (learning how to learn). Kemampuan atau kecakapan tesebut diharapkan peserta didik akan mudah beradaptasi. Dasar pemikiran pengembangan strategi pembelajaran tersebut sesuai dengan pandangan kontruktivis yang menekankan kebutuhan peserta didik untuk menyelidiki lingkungannya dan membangun pengetahuan secara pribadi pengetahuan bermakna. Tahap evaluasi pada proses belajar mengajar terdiri atas tiga hal, yaitu: 1) bagaimana peserta didik dan evaluator menilai produk (hasil akhir), proses; 2) bagaimana mereka menerapkan tahapan PBM untuk bekerja melalui masalah; 3) bagaimana peserta didik akan menyampaikan pengetahuan hasil pemecahan masalah atau sebagai benuk pertanggung jawaban meraka belajar menyampaikan hasil-hasil penilaian atau respon-respon mereka dalam berbagai bentuk yang beragam, misalnya secara lisan atau verbal, laporan tertulis, atau sebagai suatu bentuk penyajian formal lainnya. Sebagian dari evaluasi memfokuskan pemecahan masalah oleh peserta didik maupun dengan cara melakukan proses belajar kolaborasi (bekerja bersama pihak lain). D. Pemahaman Konsep Ernawati (2003, h. 8) mengemukakan bahwa, yang dimaksud pemahaman adalah “kemampuan menangkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan dalam bentuk lain yang dapat dipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu mengklasifikasikannya”. Menurut Virlianti (2002, h. 6) mengemukakan bahwa, “pemahaman adalah konsepsi yang bisa dicerna atau dipahami oleh siswa sehingga mereka mengerti apa yang dimaksudkan, mampu menemukan cara untuk mengungkapkan konsepsi tersebut, serta dapat mengeksplorasi kemungkinan yang terkait”. Sejalan dengan pendapat diatas, pemahaman menurut Hamalik (2003, h. 48) “adalah kemampuan melihat hubungan hubungan antara berbagai faktor atau unsur dalam situasi yang problematis”. Berdasarkan pengertian pemahaman diatas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman adalah suatu cara yang sistematis dalam memahami dan menge-mukakan tentang sesuatu yang diperolehnya. Pemahaman konsep sangat penting, karena dengan penguasaan konsep akan memudahkan siswa dalam mempelajari matematika. Pada setiap pembelajaran diusahakan lebih ditekankan pada penguasaan konsep agar siswa memiliki bekal dasar yang baik untuk mencapai kemampuan dasar yang lain seperti penalaran, komunikasi, koneksi dan pemecahan masalah. Penguasan konsep merupakan tingkatan hasil belajar siswa sehingga dapat mendefinisikan atau menjelaskan sebagian atau mendefinisikan bahan pelajaran dengan menggunakan kalimat sendiri. Dengan kemampuan siswa menjelaskan atau mendefinisikan, maka siswa tersebut telah memahami konsep atau prinsip dari suatu pelajaran meskipun penjelasan yang diberikan mempunyai susunan kalimat yang tidak sama dengan konsep yang diberikan tetapi maksudnya sama. Menurut Patria (2007, h. 21) mengatakan, “pemahaman konsep adalah kemampuan siswa yang berupa penguasaan sejumlah materi pelajaran, dimana siswa tidak sekedar mengetahui atau mengingat sejumlah konsep yang dipelajari, tetapi mampu mengungkapan kembali dalam bentuk lain yang mudah dimengerti, memberikan interprestasi data dan mampu mengaplikasikan konsep yang sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya”. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan definisi pemahaman konsep adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengemukakan kembali ilmu yang diperolehnya baik dalam bentuk ucapan maupun tulisan kepada orang sehingga orang lain tersebut benar-benar mengerti apa yang disampaikan. http://mediaharja.blogspot.com/2011/11/pemahaman-kon-sep.html. Penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa, karena model pembelajaran Problem Based Learning menciptakan masalah yang menantang untuk semua siswa dengan konteks pekerjaan. Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Evi Nurul Khuswatun Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar UPI tahun 2013 yang berjudul “Pendekatan Preblem Based Learning untuk Mening-katkan Pemahaman Konsep Siswa pada Materi Bilangan Pecahan”. Pendekatan PBL terbukti dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa kelas IV-B SDN Inpres Cikahuripan Lembang Kabupaten Bandung Barat pada materi bilangan pecahan dan operasi hitung campuran. Selain itu, aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran pun menunjukkan peningkatan. Hasil angket menunjukkan bahwa siswa memiliki tanggapan yang baik terhadap pembelajaran dan menurut jurnal siswa, mereka mengungkapkan pembelajaran dengan pendekatan PBL cukup berkesan. E. Sikap Kerja Sama Masri (dalam Elmubarok, 2009, h. 45), mengartikan sikap sebagai “ke-sediaan yang diarahkan untuk menilai atau menanggapi sesuatu”. Berkman dan Gilson (dalam Elmubarok, 2009, h. 45), mendefinisikan sikap adalah “evaluasi individu yang berupa kecenderungan (inclination) terhadap berbagai elemen di luar dirinya”. Secord dan Bacman (dalam Elmubarok, 2009, h. 46) membagi sikap men-jadi tiga komponen yang dijelaskan sebagai berikut: 1) komponen kognitif, adalah komponen yang terdiri dari pengetahuan. Pengetahuan inilah yang akan membentuk keyakinan dan pendapat tertentu tentang objek sikap; 2) komponen afektif, adalah komponen yang berhubungan dengan perasaan senang atau tidak senang, sehingga bersifat evaluative. Komponen ini erat hubungannya dengan sistem nilai yang dianut pemilik sikap; 3) komponen konatif, adalah komponen sikap yang berupa kesiapan seseorang untuk berperilaku yang berhubungan dengan objek sikap. Salah satu sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan bersama ialah kerja sa-ma, termasuk dalam belajar bersama. Belajar bersama hanya mungkin berkem-bang apabila para siswa tidak diarahkan kepada sikap egoisme dalam proses belajar. Di dalam pengembangan intelegensi intelektual tidak begitu memerlukan belajar bersama, namun di dalam kerja sama, termasuk belajar bersama, diperlukan penyesuaian emosional yang dikembangkan oleh intelegensi emosional. Kerja sama merupakan salah satu modal tercapainya suatu tujuan. Dengan adanya usaha bersama antara siswa atau kelompok yang bermaksud mencapai satu atau beberapa tujuan yang dilakukan secara bersama akan lebih mudah dalam pencapaiannya. Sikap kerja sama benar-benar merupakan hal yang sangat penting dimiliki dalam kehidupan manusia termasuk siswa di sekolah. Sebagai generasi penerus bangsa sikap kerja sama harus tertanam dengan kuat dalam diri mereka sebagai landasan dalam menjaga kesatuan Bangsa dan Negara. H. Kusnadi mengartikan kerjasama sebagai “dua orang atau lebih untuk melakukan aktivitas bersama yang dilakukan secara terpadu yang diarahkan kepada suatu target atau tujuan tertentu”. Menurut Bowo dan Andy menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan kerjasama harus tercapai keuntungan bersama (2007, h. 50-51), Pelaksanaan kerjasama hanya dapat tercapai apabila diperoleh manfaat bersama bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya (win-win), apabila satu pihak dirugikan dalam proses kerjasama, maka kerjasama tidak lagi terpenuhi, perlu komunikasi yang baik antara semua pihak dan pemahaman sama terhadap tujuan bersama. Sedangkan menurut Moh. Jafar Hafsah menyebut kerja sama ini dengan istilah “kemitraan”, yang artinya adalah “suatu strategi bisnis yang dilakukan dua orang atau lebih untuk melakukan aktivitas bersama yang dilakukan secara terpadu yang diarahkan kepada suatu target atau tujuan tertentu”. Dari pengertian kerjasama di atas, maka ada beberapa aspek yang terkandung dalam kerja sama, yaitu: 1) dua orang atau lebih, artinya kerjasama akan ada kalau ada minimal dua orang/pihak yang melakukan kesepakatan. Oleh karena itu, sukses tidaknya kerjasama tersebut ditentukan oleh peran dari kedua orang atau kedua pihak yang bekerja sama tersebut, 2) aktivitas, menunjukkan bahwa kerjasama tersebut terjadi karena adanya aktivitas yang dikehendaki bersama, sebagai alat untuk mencapai tujuan dan ini membutuhkan strategi, 3) tujuan/target, merupakan aspek yang menjadi sasaran dari kerjasama usaha tersebut, biasanya adalah keuntungan baik secara finansial maupun non finansial yang dirasakan atau diterima oleh kedua pihak, dan 4) jangka waktu tertentu, menunjukkan bahwa kerjasama tersebut dibatasi oleh waktu, artinya ada kesepakan kedua pihak kapan kerjasama itu berakhir. Dalam hal ini, tentu saja setelah tujuan atau target yang dikehendaki telah tercapai. Kerja sama pada intinya menunjukkan adanya antara dua orang atau lebih yang saling menguntungkan. F. Pembelajaran Tematik Pembelajaran tematik integratif merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema. Pengintegrasian tersebut dilakukan dalam dua hal, yaitu integrasi sikap, keterampilan dan pengetahuan dalam proses pembelajaran dan integrasi berbagai konsep dasar yang berkaitan. Tema merajut makna berbagai konsep dasar sehingga siswa tidak belajar konsep dasar secara parsial, dengan demikian pembelajarannya memberikan makna yang utuh kepada siswa seperti tercermin pada berbagai tema yang tersedia. Pembelajaran tematik integratif, tema yang dipilih berkenaan dengan alam dan kehidupan manusia. 1. Pengertian Pembelajaran Tematik Kata ini berasal dari kata Yunani tithenai yang berarti “menempatkan” atau “meletakkan” dan kemudian kata itu mengalami perkembangan sehigga kata tithenai berubah menjadi tema. Menurut arti katanya tema berarti ”sesuatu yang telah diuraikan” atau “sesuatu yang telah ditempatkan” (Gorys Keraf, 200, h. 107). Pengertian secara luas, bahwa tema merupakan alat atau wadah untuk mengenalkan berbagai konsep kepada anak didik secara utuh. Tema diberikan dengan maksud menyatukan isi kurikulum dalam satu kesatuan yang utuh, memperkaya perbendaharaan bahasa anak didik dan membuat pembelajaran lebih bermakna. Pembelajaran tematik merupakan suatu strategi pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Keterpaduan pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum, dan aspek belajar mengajar. http://zusrini. blogspot.com/2013/11/pembelajaran-tematik.html Sedangkan menurut Poerwadarminta (dalam Heriawan, 2012, h. 29), Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan, dengan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, diantaranya: a) siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu; b) siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama; c) pemahaman terhadap materi pembelajaran lebih mendalam dan berkesan; d) kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa; e) siswa lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas; f) siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari mata pelajaran lain; dan g) guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan. Waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan atau pengayaan. Jadi, pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema sebagai pemersatu materi dalam beberapa mata pelajaran sekaligus dalam satu kali pertemuan. Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh psikologi Gesalt, termasuk Piaget yang menekankan bahwa pembelajaran harus bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak. Beberapa ciri khas dari pembelajaran tematik antara lain: a) pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan d

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 25 Jul 2016 15:57
Last Modified: 25 Jul 2016 15:57
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/6475

Actions (login required)

View Item View Item