PENERAPAN PENDEKATAN DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA TEMA SELALU BERHEMAT ENERGI SUBTEMA MACAM-MACAM SUMBER ENERGI

FITRI RAHAYU LISTIYANI, 105060028 (2016) PENERAPAN PENDEKATAN DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA TEMA SELALU BERHEMAT ENERGI SUBTEMA MACAM-MACAM SUMBER ENERGI. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
COVER.doc

Download (1MB)
[img] Text
kata pengantar.docx

Download (44kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA.docx

Download (30kB)
[img] Text
BAB I-V (2).docx

Download (297kB)

Abstract

ABSTRACT Fitri Rahayu Listiyani.(2014) Skripsi "Penerapan Pendekatan Discovery Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Tema Selalu Berhemat Energi Subtema Macam-Macam Sumber Energi di Kelas IV SDN Bojongsalam". Skripsi S1 Study Program - PGSD Faculty of Education, State University of Pasundan. Advisor Dr. Cartono, M.Pd., M.T. and Supervisor II Drs. Yusuf Ibrahim, M.P., M.Pd. This study aims to improve science learning outcomes by methods of Discovery Learning in Elementary School fourth grade students Bojongsalam. This study is an classroom action research consists of four stages: (1) planning, (2) action, (3) observation and (4) reflection. Subjects were fourth grade students of SD Negeri Bojongsalam number of 26 students consisting of 12 boys and 14 student daughter. The instrument used in the form of student observation sheets and tests. fact was collected using interviews and questionnaire sheet.The analysis technique used is descriptive quantitative. The results obtained are as follows. Student learning outcomes before taking such discovery learning approach 2 students who reached the KKM or 8%, while that has not reached the KKM as many as 24 people or 92% for the category of student activity levels showed a high level of activity, it is shown in the first cycle and cycle II was increased, activity of students in the first cycle to 58%, while the second cycle 82% for teacher activity in the first cycle and second cycle showed an increase. In the first cycle of activity addressing teacher gets a percentage of 72.5%. In the second cycle number increased 86%. Student learning outcomes using the discovery learning approach in the first cycle increased to 18 people, or about 69% of the total number of students, on the second cycle increased to 22 people or up to 85% of the total number of students. In the second cycle the KKM has achieve completeness maximum value is above 70% even reach the 85% value KKI. It is concluded that the discovery learning approach increases student learning outcomes and achieved the targeted value of KKM. From the findings of this class action may be concluded that the learning outcomes of students with a theme always downsize the sub-theme of energy kinds kinds of plants the source of energy in the fourth grade Bojongsalam SDN can be enhanced through the method of the invention.Thus the hypothesis that these measures have been formulated and proven acceptable. For advice in this study that pebelajaran with discovery learning approach can improve learning outcomes in science subjects, this method is expected to be used also in other subjects Based on the success and learning by using the discovery learning method, it is suggested that teachers provide more opportunities for students to be able to find and prove themselves at every learning about. Keywords: activity of learning, discovery learning methods, learning outcomes. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan di Indonesia ternyata telah mengalami banyak perubahan. Perubahan-perubahan itu terjadi karena telah dilakukan berbagai usaha pembaharuan dalam dunia pendidikan. Akibat pembaharuan itu dunia pendidikan di Indonesia semakin mengalami kemajuan. Sejalan dengan kemajuan tersebut, maka dewasa ini pendidikan di sekolah-sekolah telah menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan itu terjadi karena adanya dorongan dari pembaharuan tersebut, sehingga di dalam pengajaranpun guru selalu ingin menemukan metode dan peralatan baru yang dapat memberikan semangat dan hasil belajar yang baik bagi para peserta didik. Kegiatan belajar mengajar pada hakekatnya adalah suatu proses interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan peserta didik dalam satuan pembelajaran. Guru sebagai salah satu komponen dalam proses belajar mengajar merupakan pemegang peran yang sangat penting. Guru bukan hanya sekedar penyampai materi saja, tetapi lebih dari itu guru dapat dikatakan sebagai sentral pembelajaran. Sebagai pengatur sekaligus pelaku dalam proses belajar mengajar di kelas, gurulah yang mengarahkan bagaimana proses belajar mengajar itu dilaksanakan. Karena itu guru harus dapat membuat suatu metode dan pendekatan pengajaran menjadi lebih efektif dan menarik sehingga bahan pelajaran yang disampaikan akan membuat peserta didik merasa senang dan merasa perlu untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut. Guru mengemban tugas yang berat untuk tercapainya tujuan pendidikan nasional yaitu meningkatkan kualitas manusia Indonesia, manusia seutuhnya yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani, juga harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta terhadap tanah air, mempertebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial. Sejalan dengan hal itu, maka pendidikan nasional akan mampu mewujudkan manusia-manusia pembangunan dan membangun dirinya sendiri serta bertanggung jawab atas pembangunan bangsa Indonesia. Berhasil tidaknya tujuan pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor salah satunya adalah faktor guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar, karena guru secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan kecerdasan serta keterampilan peserta didik. Peningkatan kualitas pendidikan tidak terlepas dari usaha-usaha guru untuk menerapkan metode-metode belajar yang dapat memotivasi siswa untuk lebih efektif belajar. Namun kenyataannya masih banyak guru yang belum menerapkan metode-metode pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran, sehingga siswa gagal mencapai hasil belajar. Untuk mengatasi permasalahan di atas dan guna mencapai tujuan pendidikan secara maksimal, peran guru sangat penting dan diharapkan guru memiliki cara atau model mengajar yang baik dan mampu memilih model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan konsep-konsep mata pelajaran yang akan disampaikan. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran di sekolah salah satunya adalah dengan memilih strategi atau cara dalam menyampaikan materi pelajaran agar diperoleh peningkatan hasil belajar peserta didik khususnya pada pelajaran IPA. Misalnya dengan membimbing peserta didik untuk bersama-sama terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan mampu membantu peserta didik berkembang sesuai dengan taraf intelektualnya akan lebih menguatkan pemahaman peserta didik terhadap konsep-konsep yang diajarkan oleh guru di kelas. Berdasarkan pernyataan di atas serta fakta di lapangan terlihat bahwa pada saat proses belajar mengajar masih menggunakan metode sederhana atau tradisional, yaitu guru hanya memberikan ceramah dimana metode ini hanya berpusat pada guru (teacer centered) dan peserta didik hanya mendengar dan mencatat saja sehingga terlihat siswa cepat merasa bosan dalam menyimak pelajaran yang kemudian, siswa memilih untuk ngobrol dengan teman sebangkunya. Masih dalam proses belajar siswa terlihat kebingungan ketikadiberi pertanyaan atau pun diberi kesempatan untuk bertanya, mereka cendrung memilih diam walaupun dia tidak menerti atau tidak paham. Hasil penelitian dan pengamatan yang dilakukan dikelas IV SDN Bojongsalam di dapat bahwa metode yang digunakan yaitu metode ceramah atau metode satu arah kurang cocok diterapkan pada anak, karena metode tersebut kurang memicu siswa untuk belajar aktif dan berfikir kritis dalam menerima materi pembelajaran sehingga hasil belajar kurang maksismal. Hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran IPA yang menunjukan bahwa dari 26 peserta didik hanya 2 peserta didik yang mendapat nilai di atas atau sama dengan KKM yang ditetapkan , yakni 70 (Kriteria Ketuntasan Minimal). Kurang maksimalnya hasil belajar yang dihadapi oleh sejumlah peserta didik dikarenakan mereka merasa bosan sehingga kurang memahami materi yang disampaikan guru, untuk itu dibutuhkan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru dengan upaya membangkitkan motivasi belajar peserta didik misalnya dengan membimbing peserta didik untuk terlibat langsung dalam kegiatan yang melibatkan peserta didik sehingga peserta didik bisa menemukan jawaban dari apa yang menjadi masalah atau pertanyaan dari guru, dari keterlibatan peserta dididk ini siswa tiadak akan merasa bosan dan aka termotivasi pada pembelajaran tersebut. Peserta didik yang termotivasi untuk belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi yang diberikan, sehingga peserta didik tersebut akan mampu meyerap materi itu dengan lebih baik. Untuk itu sebagai seorang guru, disamping menguasai materi pembelajaran, juga diharapkan dapat menetapkan dan melaksanakan penyajian materi yang sesuai kemampuan dan kesiapan anak, sehingga menghasilkan prestasi belajar yang optimal. Berdasarkan uraian di atas penulis perlu digunakannya metode yang tepat dan menarik sehingga membuat siswa menjadi aktif dalam proses belajar mengajar serta terciptanya suasana belajar yang tidak membosankan, salah satunya adalah dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning. Menurut Bruner (dalam Winataputra, 2008: 318) : Belajar penemuan (discovery) adalah proses belajar dimana guru harus menciptakan situasi belajar yang problematis, menstimulus siswa dengan pertanyaan-pertanyaan, mendorong siswa mencari jawaban sendiri dan melakukan eksperimen. Pembelajaran penemuan merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam pendekatan konstruktivis modern. Pada pembelajaran penemuan, siswa didorong untuk terutama belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Guru mendorong siswa agar mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen dengan memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip atau konsep-konsep bagi diri mereka sendiri. Pembelajaran Discovery learning adalah model pembelajaran yang mengatur sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Pembelajaran discovery learning, mulai dari strategi sampai dengan jalan dan hasil penemuan ditentukan oleh siswa sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Maier (Winddiharto:2004: 46) yang menyatakan bahwa, apa yang ditemukan, jalan, atau proses semata – mata ditemukan oleh siswa sendiri. Penulis memilih model pembelajaran ini supaya siswa dapat terbiasa menemukan masalah dan memecahkan masalah dengan mandiri dan guru hanya sebagai fasilator atau pembimbing dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang membuktikan bahwa hasil belajar siswa meningkat dengan menerapkan model discovery learning (Susilawati: 2013). Dari beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa model discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa, karena dengan menerapkan model tersebut siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip antara lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Diharapkan, jika siswa secara aktif terlibat didalam menemukan suatu prinsip dasar sendiri, Ia akan memahami konsep lebih baik, ingat lama dan akan mampu menggunakannya kedalam konteks yang lain. Hal ini dapat meningkatkan motivasi belajar siswa untuk mengkaji dan menguasai pelajaran tema selalu berhemat energi subtema macam-macam energi sehingga nantinya akan meningkatkan hasil belajar siswa. Untuk itulah peneliti menerapkan model discovery learning di kelas IV SDN Bojongsalam. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Belajar penemuan juga anak bisa belajar berfikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan di transfer dalam kehidupan bermasyarakat. Penerapan metode pembelajaran penemuan (discovery), aka membuat siswa lebih aktif dalam memecahkan untuk menemukan, sedang guru berperan sebagai pembimbing atau memberikan petunjuk cara memecahkan masalah itu. Pendekatan discovery learning di kelas empat bisa kita lakukan dengan metode pembelajaran tematik sesuai dengan kurikulum 2013, metode ini menggabungkan antara satu pelajaran dengan pelajaran lain, dan menggunakan tema sehingga pembelajaran menjadi menarik, siswa aktif, efektif dalam pengelolaan waktu, dan menyenangkan karena siswa bisa belajar sambil bermain. Masalah yang muncul adalah bahwa di sekolah-sekolah dasar yang ada khususnya di pelosok daerah pembelajaran tematik ini belum begitu dipahami sebagian guru, sehingga pembelajaran dengan metode tematik guru masih sulit untuk menerapkan dan melaksanakannya, akan tetapi tentunya kita berharap upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa harus dilaksanakan dalam proses pembelajaran demi tercapainya tujuan penyelenggara pendidikan dasar. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merasa perlu untuk diadakan suatu penelitian tindakan kelas, sehingga peneliti melakukan penelitian dengan judul: “Penerapan Pendekatan Discovery Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Tema Selalu Berhemat Energi Subtema Macam-Macam Sumber Energi Pada Siswa Kelas IV SDN Bojongsalam”. B. Identifikasi Masalah Proses pembelajaran pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam pada tema Selalu Berhemat Energi Subtema Macam-Macam Sumber Energi pada Siswa Kelas IV SDN Bojongsalam dengan menggunakan metode ceramah menyebabkan hasil belajar menjadi kurang optimal. Beberapa peserta didik malah tampak tidak menyimak penjelasan yang disampaikan oleh guru di depan kelas. Setelah selesai ceramah dilanjutkan dengan sesi tanya jawab, biasanya peserta didik akan berkata paham dari penjelasan yang disampaikan peneliti tetapi ketika diberi pertanyaan semuanya diam dan tidak menjawab sama sekali. Untuk mengetahui tingkat kemampuan peserta didik dilaksanakan tes formatif, setelah di koreksi ternyata didapatkan fenomena sebagai berikut: 1. Hasil belajar peserta didik masih rendah, hal ini dapat dilihat dari jumlah 26 peserta didik dalam satu kelas hanya 2 orang peserta didik yang mendapat nilai di atas atau sama dengan 70 (Kriteria Ketuntasan Minimal). Hasil belajar yang rendah ini harus segera diberikan tindakan perbaikan, untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik pada materi berikutnya. Penyebab dari rendahnya hasil belajar siswa yaitu dikarenakan oleh kurang penguasaan materi yang diberikan oleh guru. 2. Peserta didik kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran, hal ini dapat dilihat dari hasil observasi awal peneliti, dimana dari 26 peserta didik di kelas IV SDN Bojongsalam ternyata baru 35% saja yang aktif dalam pembelajaran, sedangkan sisanya 65% peserta didik yang belum berperan aktif dalam proses pembelajaran. 3. Peserta didik kurang termotivasi dalam mengikuti pembelajaran di kelas dikarenakan gaya mengejar guru yang monoton dan lebih banyak menggunakan metode ceramah, sehingga peserta didik terlihat bosan dan kurang bersungguh-sungguh dalam mengikuti pembelajaran yang diberikan oleh guru di kelas, untuk itu diperlukan model atau metode baru dalam pembelajaran salah satunya dengan penerapan pendekatan discovery learning. C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian 1. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah sebagaimana yang telah diutarakan di atas, maka masalah utama dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Apakah penerapan pendekatan discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik pada tema selalu berhemat energi subtema macam-macam sumber energi pada siswa kelas IV SDN Bojongsalam?” 2. Pertanyaan Penelitian Mengingat rumusan masalah utama sebagaimana telah diutarakan di atas masih terlalu luas sehingga belum secara spesifik menunjukkan batas-batas mana yang harus diteliti, maka rumusan masalah utama tersebut kemudian dirinci dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: a. Bagaimana hasil belajar siswa sebelum mengikuti proses pembelajaran dengan menerapkan pendekatan discovery learning? b. Bagaimana respon siswa selama mengikuti pembelajaran dengan menerapkan pendekatan discovery learning? c. Bagaimana aktivitas belajar siswa selama mengikuti pembelajaran dengan menerapkan pendekatan discovery learning? d. Bagaimana aktivitas guru selama melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan discovery learning? e. Bagaimana hasil belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran dengan menerapkan pendekatan discovery learning? D. Pembatasan Masalah Memperhatikan hasil diidentifikasi masalah, rumusan masalah dan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang telah diutarakan, diperoleh gambaran dimensi permasalahan yang begitu luas. Namun, menyadari adanya keterbatasan waktu dan kemampuan, maka dalam penelitian ini penulis memandang perlu memberi batasan masalah secara jelas sebagai berikut: 1. Hasil belajar yang diukur dalam penelitian ini yaitu meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. 2. Dari sekian banyak pokok bahasan yang ada pada mata pelajaran IPA, maka dalam penelitian ini hanya akan mengkaji atau menelaah pembelajaran pada tema selalu berhemat energi subtema macam-macam sumber energi. 3. Obyek dalam penelitian ini hanya akan meneliti peserta didik Kelas IV di Sekolah Dasar Negeri Bojongsalam. E. Tujuan Penelitian Sesuai yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian ini ingin mengetahui hasil pembelajaran peserta didik dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam pada tema selalu berhemat energi subtema macam-macam sumber energi dengan menerapkan pendekatan discovery learning sehingga mengarah kepada suasana belajar yang lebih hidup, menyenangkan dan hasil belajar peserta didik mengalami peningkatan. Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk memperoleh gambaran hasil belajar siswa sebelum mengikuti proses pembelajaran dengan menerapkan pendekatan discovery learning. 2. Untuk memperoleh gambaran respon siswa selama mengikuti pembelajaran dengan menerapkan pendekatan discovery learning. 3. Untuk memperoleh gambaran aktivitas belajar siswa selama mengikuti pembelajaran dengan menerapkan pendekatan discovery learning. 4. Untuk memperoleh gambaran aktivitas guru selama melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan discovery learning. 5. Untuk memperoleh gambaran hasil belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran dengan menerapkan pendekatan discovery learning. F. Manfaaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan berbagai manfaat bagi berbagai pihak. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagaia berikut: 1. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dalam menerapkan pengetahuan yang diperoleh selama berada di bangku perkuliahan untuk mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang timbul selama proses belajar mengajar di dalam kelas, sekaligus mencari solusi terbaik dalam pemecahannya. 2. Bagi Peserta Didik Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam mengikuti proses belajar mengajar di kelas sehingga hasil belajar peserta didik khususnya pada pembelajaran IPA mengalami peningkatan sesuai dengan harapan. 3. Bagi Sekolah Hasil penelitian ini bermanfaat untuk memberikan masukan yang berharga bagi pihak SDN Bojongsalam dan sebagai upaya sosialisasi perlunya penggunaan pendekatan yang baik, efektif dan inovatif dalam pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik khususnya pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. G. Paradigma atau Kerangka Pemikiran Sebelum di laksanakan penelitian tindakan penelitian kelas, peneliti melakukan wawancara dengan guru IPA kelas IV Sekolah Dasar Negeri Bojongsalam. Berdasarkan hasil wawancara tersebut diketahui bahwa terdapat berbagai permasalahan yang dihadapi guru terutama dalam pembelajaran IPA. Permasalahan tersebut diantaranya peserta didik kurang termotivasi dalam mengikuti pembelajaran IPA karena cara pembelajarannya yang dirasa kurang menarik perhatian peserta didik sehingga menyebabkan rendahnya hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran IPA, karena mereka tidak dapat mencerna materi yang diajarkan oleh guru dengan baik. Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar peserta didik tersebut adalah karena guru hanya menyampaikan pembelajaran dengan metode ceramah saja tidak menggunakan metode pembelajaran yang bisa membuat suasana dikelas menjadi hidup atau peserta didik menjadi lebih aktif karena guru malas untuk melakukan perubahan-perubahan dalam cara mengajar. Hal ini dibuktikan dengan data yang menunjukan bahwa hasil belajar peserta didik masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai peserta didik pada mata pelajaran IPA yang menunjukan bahwa dari 26 peserta didik hanya 2 peserta didik yang mendapat nilai di atas atau sama dengan 70 (kriteria ketuntasan minimal). Melihat kenyataan tersebut perlu adanya tindakan yang harus dilakukan agar dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik pada pembelajaran IPA. Oleh karena itu peneliti mengadakan sebuah penelitian tindakan kelas di kelas IV SDN Bojongsalam dengan penerapan pendekatan discovery learning. Metode discovery learning menurut Rohani (2004: 39), adalah “suatu metode yang berangkat dari suatu pandangan bahwa peserta didik sebagai subyek di samping sebagai objek pembelajaran. Mereka memiliki kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki”. Discovery learning ialah suatu cara mengajar atau model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mecoba sendiri. Dalam mengaplikasikan model Discovery Learning di kelas tahapan atau prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum adalah sebagai berikut: 1. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan). 2. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah). 3. Data collection (pengumpulan data). 4. Data processing (pengolahan data). 5. Verification (pentahkikan/pembuktian). 6. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi) Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini akan dilakukan dalam dua siklus yaitu siklus I dan siklus II. Tindakan I dan II dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas IV SDN Bojongsalam pada pembelajaran IPA. Oleh karena itu diharapkan melalui penerapan pendekatan discovery ini diharapkan akan dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Menurut Sudjana (2004: 22), “hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah menerima pengalaman belajarnya. Ada tiga macam hasil belajar mengajar yaitu keterampilan, pengetahuan, dan sikap”. Sedangkan menurut Sri Anitah (2007: 219), ia mengatakan bahwa, “hasil belajar merupakan perubahan perilaku secara menyeluruh bukan hanya pada satu aspek saja tetapi terpadu secara utuh”. Adapun langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang akan digunakan pada setiap siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Dalam penelitian siklus I terdiri dari tiga pertemuan, pertemuan pertama digunakan untuk penyampaian materi, pertemuan kedua digunakan untuk melanjutkan sedikit materi kemudian menerapkan metode diskusi dan pada pertemuan ketiga akan dilaksanakan evaluasi akhir siklus. Apabila pembelajaran siklus I sudah menunjukan keberhasilan maka akan dilanjutkan pada siklus II dengan materi yang berbeda dan apabila pada siklus I belum menunjukan keberhasilan dari tindakan yang dilakukan maka pada siklus II akan mengulang pada materi yang sama. Sedangkan kegiatan pembelajaran pada siklus II juga meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi yang terdiri dari tiga pertemuan, pertemuan pertama digunakan untuk penyampaian materi pembelajaran, pertemuan kedua yaitu penerapan pendekatan discovery dalam pembelajaran dan pada pertemuan ketiga akan dilaksanakan evaluasi akhir siklus. Apabila pembelajaran pada siklus II sudah menunjukan keberhasilan maka tidak dilakukan pengulangan tindakan dan dianggap selesai. Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran di kelas tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu sendiri. Sugihartono, dkk. (2007: 76-77), menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, sebagai berikut: 1. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor internal meliputi: faktor jasmaniah dan faktor psikologis 2. Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Berdasarkan permasalahan dan teori yang telah diuraikan diatas maka dapat digambarkan melalui skema sebagai berikut: Gambar 1.1 Kerangka Berpikir H. Asumsi Berdasarkan kerangka pemikiran atau paradigma penelitian sebagaimana telah diutarakan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa asumsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Biknell-Holmes dan Hoffman, menjelaskan sifat utama metode discovery yaitu mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk membuat, mengintegrasikan, menggeneralisasi pengetahuan, siswa dibimbing untuk melakukan aktivitas berdasarkan ketertarikannya, dan menentukan tahapan dan frekuensi kerjanya sendiri-sendiri. 2. Discovery learning menurut Jerome Bruner adalah metode belajar yang mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman. I. Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir di atas, diketahui bahwa terdapat berbagai permasalahan diantaranya peserta didik Kelas IV SDN Bojongsalam kurang termotivasi dalam mengikuti pembelajaran IPA, dan hasil belajar yang diperoleh masih banyak yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM). Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik adalah dengan cara menerapkan pendekatan atau metode yang tepat dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini metode yang sesuai untuk pembelajaran IPA khususnya pada tema selalu berhemat energi subtema macam-macam sumber energi yaitu pendekatan discovery learning, karena metode ini memungkinkan peserta didik untuk berupaya mencari materi sendiri sehingga akan meningkatkan hasil belajar mereka. Maka Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah: “Penerapan pendekatan discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik didik dalam pembelajaran pada tema tema selalu berhemat energi subtema macam-macam sumber energi kelas IV SDN Bojongsalam”. J. Definisi Operasional Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap variabel – variabel penelitian ini, maka peneliti perlu membuat definisi sebagai berikut: 1. Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik (Darsono, 2002: 24-25). 2. Metode discovery adalah metode yang berangkat dari suatu pandangan bahwa peserta didik sebagai subyek di samping sebagai obyek pembelajaran. Mereka memiliki kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki (Rohani, 2004: 39). 3. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004: 22). 4. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (BSNP, 2006: 484). BAB II KAJIAN TEORI A. Metode Discovery 1. Pengertian Metode Discovery Discovery berasal dari kata “discover” yang berarti menemukan dan “discovery” adalah penemuan. Bahasa Indonesia memberi pengertian discover sebagai menemukan. Makna menemukan dalam pembelajaran mengarah pada pengertian memperoleh pengetahuan yang membawa kepada suatu pandangan. Menurut Bruner (dalam Winataputra, 2008:3.18) belajar penemuan (discovery) adalah proses belajar dimana guru harus menciptakan situasi belajar yang problematis, menstimulus siswa dengan pertanyaan-pertanyaan, mendorong siswa mencari jawaban sendiri dan melakukan eksperimen. Menurut Suryobroto (dalam Suparno, 2007:73) metode penemuan (discovery) diartikan sebagai cara mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, manipulasi obyek dan lain-lain percobaan, sebelum sampai generalisasi umum. Metode penemuan (discovery) adalah metode dimana dalam proses belajar siswa diperkenankan menemukan sendiri informasinya. Maka keaktifan siswa sangat penting. Metode penemuan adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau keseluruhannya ditemukan sendiri. Piaget (dalam Mulyasa, 2005 : 108) menyatakan discovery merupakan teknik yang mempersiapkan peserta didik pada situasi untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri, serta menghubungkan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukannya dengan yang ditemukan peserta didik lainnya. Metode Discovery menurut Rohani (2004:39) adalah metode yang berangkat dari suatu pandangan bahwa peserta didik sebagai subyek di samping sebagai obyek pembelajaran. Mereka memiliki kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Metode Discovery menurut Suryosubroto (2002:192) diartikan sebagai suatu prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, manipulasi obyek dan lain-lain, sebelum sampai kepada generalisasi. Belajar penemuan (discovery) pada akhirnya dapat meningkatkan penalaran dan kemampuan untuk berpikir secara bebas dan melatih keterampilan kognitif siswa dengan cara menemukan dan memecahkan masalah yang ditemui dengan pengetahuan yang telah dimiliki dan menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna bagi dirinya. Discovery learning dari Bruner, merupakan model pengajaran dan prinsip konstruktivis. Di dalam Discovery learning siswa didorong untuk belajar sendiri secara mandiri. Siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam memecahkan masalah, dan guru mendorong siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan siswa menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri, bukan memberi tahu tetapi memberikan kesempatan atau dengan berdialog agar siswa menemukan sendiri. Pembelajaran ini membangkitkan keingintahuan siswa, memotivasi siswa untuk bekerja sampai menemukan jawabannya. Siswa belajar memecahkan secara mendiri dengan ketrampilan berpikir sebab mereka harus menganalisis dan memanipulasi informasi. Adapun ciri utama dari metode discovery ada tiga yaitu: a. Mengeksplorasi dan memecahkan masalah. b. Untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan. c. Berpusat pada siswa, kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada. Sedangkan menurut Biknell-Holmes dan Hoffman (2008, h. 8) menjelaskan 3 sifat utama dari metode discovery, yaitu: a. Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk membuat, mengintegrasikan. b. Menggeneralisasi pengetahuan. c. Siswa dibimbing untuk melakukan aktivitas berdasarkan ketertarikannya, dan menentukan tahapan dan frekuensi kerjanya sendiri-sendiri. 2. Langkah-Langkah Penggunaan Metode Discovery Tahap-tahap penerapan dalam discovery learning adalah sebagai berikut: 1. Stimulus (pemberian perangsang/stimuli); kegiatan belajar dimulai dengan memberikan pertanyaan yang merangsang berpikir siswa, menganjurkan dan mendorongnya untuk membaca buku dan aktivitas belajar lain yang mengarah kepada persiapan pemecahan masalah. 2. Problem statement (mengidentifikasi masalah); memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian memilih dan merumuskannya dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara dari masalah tersebut). 3. Data collection (pengumpulan data); memberikan kesempatan kepada siswa mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis tersebut. 4. Data processing (pengolahan data); mengolah data yang telah diperoleh siswa melalui kegiatan wawancara, observasi dan lain-lain. Data tersebut kemudian ditafsirkan. 5. Verifikasi; mengadakan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis yang ditetapkan dan dihubungkan dengan hasil dan pengolahan data. 6. Generalisasi; mengadakan penarikan kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum yang berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verifikasi. (Muhibbin Syah 1995, hal. 245) 3. Kelebihan dan Kelemahan Metode Discovery Menurut Bruner (dalam Paul Suparno, 2007:75) beberapa keuntungan dari penggunaan metode discovery antara lain sebagai berikut: 1. Mengembangkan potensi intelektual. Siswa hanya akan dapat mengembangkan pikirannya dengan berpikir, dengan menggunakan pikiran itu sendiri. 2. Mengembangkan motivasi intrinsik. Dengan menemukan sendiri dalam discovery iswa merasa puas secara intelektual. 3. Belajar menemukan sesuatu. Untuk terampil dalam menemukan sesuatu, siswa hanya dapat lewat praktik menemukan sesuatu. 4. Ingatan lebih tahan lama. Dengan menemukan sendiri, siswa lebih ingat akan yang dipelajari. Sesuatu yang ditemukan sendiri biasanya tahan lama dan tidak mudah dilupakan. 5. Discovery juga menimbulkan keingintahuan siswa dan memotivasi siswa untuk terus berusaha menemukan sesuatu sampai ketemu. 6. Melatih keterampilan memecahkan persoalan sendiri dan melatih siswa untukdapat mengumpulkan dan menganalisis data sendiri. Beberapa kelebihan metode penemuan (discovery) juga diungkapkan oleh Suherman, dkk (2001:179), sebagai berikut: a. Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir. b. Siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat. c. Menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat. d. Siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks. e. Metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri. Selain memiliki beberapa keuntungan, metode discovery (penemuan) juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya: 1. Membutuhkan waktu belajar yang lebih lama dibandingkan dengan belajar menerima 2. Penemuan akan dimonopoli oleh siswa yang lebih pandai dan menimbulkan perasaan frustasi pada siswa yang kurang pandai 3. Kurang sesuai untuk kelas dengan jumlah siswa yang banyak, dan 4. Kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan keterampilan karena yang lebih diutamakan adalah pengertian. Untuk mengurangi kelemahan tersebut maka diperlukan bantuan guru. Bantuan guru dapat dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan dan dengan memberikan informasi secara singkat. Pertanyaan dan informasi tersebut dapat dimuat dalam lembar kerja siswa (LKS) yang telah dipersiapkan oleh guru sebelum pembelajaran dimulai. B. Hasil Belajar Peserta Didik 1. Pengertian Hasil Belajar Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan. Belajar merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek dalam belajar. Sedangkan mengajar merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan seseorang guru sebagai pengajar. Dua konsep belajar mengajar yang dilakukan oleh peserta didik dan guru terpadu dalam satu kegiatan. Diantara keduannya itu terjadi interaksi dengan guru. Oleh karena itu hasil belajar yang dimaksud disini adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki seorang peserta didik setelah ia menerima perlakukan dari pengajar (guru). Menurut Suprijono (2009:5) hasil belajar adalah: “Pola-pola perbuatan, nilai-nilai pengertian, sikap, apresiasi, dan ketrampilan’. Hasil belajar merupakan tolok ukur yang utama untuk mengetahui keberhasilan belajar seseorang. Seseorang yang hasil belajarnya tinggi dapat dikatakan, bahwa dia telah berhasil dalam belajar. Demikian pula sebaliknya. Sedangkan dalam usaha untuk mencapai suatu hasil belajar dari proses belajar mengajar, seorang siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor internal maupun faktor eksternal. Menurut Nana Sudjana (2009:3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2003:102)”hasil belajar merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang”. Menurut Horwart Kingsley dalam Sudjana (2004: 22), “ada tiga macam hasil belajar mengajar yaitu keterampilan, pengetahuan, dan sikap”. Sedangkan menurut Sri Anitah (2007:219) mengatakan bahwa, “hasil belajar merupakan perubahan perilaku secara menyeluruh bukan hanya pada satu aspek saja tetapi terpadu secara utuh”. Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh peserta didik setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari. Hasil belajar meliputi perubahan perilaku secara menyeluruh dengan ditandai adanya kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dimyati dan Mudjiono (2009:26) mengemukakan bahwa, ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 3, yakni: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Benjamin S. Bloom (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 26-27) menyebutkan enam jenis perilaku ranah kognitif, sebagai berikut: a. Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian kaidah, teori, prinsip, atau metode. b. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari. c. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. Misalnya, menggunakan prinsip. d. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Misalnya mengurangi masalah menjadi bagian yang telah kecil. e. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya kemampuan menyusun suatu program. f. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. misalnya, kemampuan menilai hasil ulangan. Kratwohl & Bloom dalam Dimyati dan Mudjiyono (2009:27) mengemukakan ranah afektif sebagai berikut: 1. Penerimaan, yang mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan kesediaan memperhatikan hal tersebut. 2. Partisipasi, yang mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan, dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan. 3. Penilaian dan penentuan sikap, yang mencakup menerima suatu nilai, menghargai, mengakui, dan menentukan sikap. 4. Organisasi, yang mencakup kemampuan membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan hidup. 5. Pembentukan pola hidup, yang mencakup kemampuan menghayati nilai dan membentuknya menjadi pola nilai kehidupan pribadi. Ranah psikomotor (Simpson) terdiri dari tujuh jenis perilaku (Dimyati dan Mudjiyono (2009:29). 1. Persepsi, yang mencakup kemampuan memilah-milahkan (mendiskriminasikan) hal-hal secara khas, dan menyadari adanya perbedaan yang khas tersebut. 2. Kesiapan, yang mencakup kemampuan menempatkan diri dalam keadaan dimana akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan. 3. Gerakan terbimbing, mencakup kemampuan melakukan gerakan sesuai contoh, atau gerakan peniruan. 4. Gerakan yang terbiasa, mencakup kemampuan melakukan gerakan-gerakan tanpa contoh. 5. Gerakan kompleks, yang mencakup kemampuan melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari banyak tahap, secara lancer, efisien, dan tepat. 6. Penyesuaian pola gerakan, yang mencakup kemampuan mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan pernyataan khusus yang berlaku. 7. Kreativitas, mencakup kemampuan melahirkan pola gerak-gerak yang baru atas dasar prakarsa sendiri. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran di kelas tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu sendiri. Sugihartono, dkk. (2007: 76-77), menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar,sebagai berikut: a. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor internal meliputi: faktor jasmaniah dan faktor psikologis. b. Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. 3. Ciri-ciri Hasil Belajar yang Optimal Keberhasilan seorang guru diukur dari keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar dan hasil belajar yang dicapainya. Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang optimal menunjukan hasil yang optimal ditunjukan dengan cirri-ciri sebagai berikut: 1. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsic pada diri siswa. Siswa tidak mengeluh dengan prestasi yang rendah dan ia akan berjuang lebih keras untuk memperbaiki dan setidaknya mempertahankan apa yang telah dicapai. 2. Menambah keyakinan dan kemampuan dirinya, artinya ia tahu kemampuan dirinya dan percaya bahwa ia mempunyai potensi yang tidak sebagaimana mestinya. 3. Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya seperti akan tahan lama diingat, membentuk prilaku, bermanfaat untuk mencapai aspek lain, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri dan mengembangkan kreativitasnya. 4. Hasil belajar yang dicapai bermakna secara menyeluruh (komprehensif) yakni mencakup ranah kognitif, pengetahuan atau wawasan ranah afektif (sikap) dan arah psikomotorik, keterampilan atau prilaku. 5. Kemampuan siswa untuk mengonrol atau menilai dan mengendalikan diri terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya (sudjana, 1990:57). C. Pembelajaran Tematik 1. Pengertian Pembelajaran Tematik Pembelajaran tematik atau pembelajaran terpadu adalah suatu konsep pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna pada anak. Dalam model ini, guru pun harus mampu membangun bagian keterpaduan melalui satu tema. Pembelajaran tematik sangat menuntut kreatifitas guru dalam memilih dan mengembangkan tema pembelajaran. Tema yang dipilih hendaknya diangkat dari lingkungan kehidupan peserta didik, agar pembelajaran menjadihidup dan tidak kaku. Demikian halnya pembelajaran menjadi ilustrasi dan contoh-contoh yang menarik dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran ini guru harus bisa memiliki pemahaman yang luas tentang tema yang akan dipilih dalam mata pelajaran. Sehingga saling berhubungan antara satu denganyang lainnya. Karena pembelajaran tematik ini merupakan suatu pembelajaranyang menggabungkan antara materi pelajaran dengan pengalaman belajar. Disamping itu guru harus mempunyai kemampuan untuk mengembangkan program pembelajaran yang telah ditentukan sebelumnya, peralatan yang diperlukan untuk pelaksanaan belajar harus sudah tersedia, baik di lingkungan sekolah maupun di luar. Menurut Joni, T. R (1996: 3) dalam Trianto (2010: 56), pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok, aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara hoilistik, bermakna, dan otentik. Pembelajaran terpadu akan terjadi apabila peristiwa-peristiwa otentik atau eksplorasi topik/tema menjadi pengendali di dalam kegiatan pembelajaran. Dengan berpartisipasi di dalam eksplorasi tema/peristiwa tersebut siswa belajar sekaligus proses dan isi beberapa mata pelajaran secara serempak. Menurut Hadisubroto (2000: 9) dalam Trianto (2010: 56), pembelajaran terpadu adalah pembelajaran yang diawali dengan suatu pokok bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan dengan pokok bahasan lain, konsep tertentu dikaitkan dengan konsep lain, yang dilakukan secara sepontan ataupun direncanakan, baik dalam satu bidang studi atau lebih, dan dengan beragam pengalaman belajar anak, maka pembelajaran akan lebih bermakna. Sri Anitah (2003: 10) menyatakan “pembelajaran terpadu adalah sebagai suatu konsep yang menggunakan pendekatan pembelajaran konsep-konsep secara terkoneksi baik secara inter maupun antar mata pelajaran”. Terjalinnya hubungan antar setiap konsep secara terpadu akan memvasilitasi siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran dan mendorong siswa untuk memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menhubungkannya dengan pengalaman nyata. Model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik sebagai pemadu bahan dan kegiatan pembelajaran. Pendekan ini dimulai dengan menentukan tema, yang kemudian dikembangkan menjadi subtema dengan memperhatikan keterkaitannya dengan mata pelajaran yang terkait. Dalam hubungan ini, tema dapat mengikat kegiatan pembelajaran, baik dalam matapelajaran tertentu maupun lintas mata pelajaran. Menurut Robin Fogarty (1991) model ini disebut model webbed (jarring laba-laba) yang merupakan model yang paling populer dalam pembelajaran terpadu. Pembelajaran tematik banyak dipengaruhi oleh eksplorasi topik yang ada di dalam kurikulum sehingga siswa dapat belajar menghubungkan proses dan isi pembelajaran secara lintas disiplin dalam waktu yang bersamaan. Pembelajaran tematik sebagai suatu konsep dapat diartikan sebagai pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran tematik ini, siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami. Definisi lain mengatakan, Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu. Dalam pembahasannya tema itu ditinjau dari berbagai mata pelajaran. Sebagai contoh, tema “Selalu Berhemat Energi” dapat ditinjau dari matapelajaran IPA dan matematika. Lebih luas lagi, tema itu dapat ditinjau dari bidang studi lain, seperti IPS, bahasa, dan seni. Pembelajaran tematik menyediakan keluasan dan kedalaman implementasi kurikulum, menawarkan kesempatan yang sangat banyak pada siswa untuk memunculkan dinamika dalam pendidikan. Pembelajaran tematik merupakan strategi pembelajaran yang diterapkan bagi anak kelas awal sekolah dasar. Sesuai dengan tahapan perkembangan anak, karakteristik cara anak belajar, konsep belajar dan pembelajaran bermakna, maka kegiatan pembelajaran bagi anak kelas awal SD sebaiknya dilakukan dengan Pembelajaran tematik. Pembelajaan tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983). Dengan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya: 1) Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu 2) Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama; 3) pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan; 4) Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan matapelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa; 5) Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas; 6) Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain; 7) guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan. 2. Landasan Pembelajaran Tematik Landasan-landasan pembelajaran terpadu secara umum yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan praktis, dan landasan yuridis. 1. Landasan filosofis dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat yaitu: (a) progresivisme, (b) konstruktivisme, dan (c) humanisme. a. Aliran progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman siswa. b. Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya. c. Aliran humanisme melihat siswa dari segi keunikan/kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya. 2. Landasan psikologis dalam pembelajaran terpadu terutama berkaitan dengan psikologi perkembangan peserta didik dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahapperkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya. 3. Landasan praktis, berkaitan dengan kondisi-kondisi nyata yang pada umumnya terjadi dalam proses pembelajaran saat ini, sehingga harus mendapat perhatian dalam pembelajaran terpadu yang meliputi : a. Perkembangan ilmu pengetahuan begitu cepat sehingga terlalu banyak informasi yang harus dimuat dalam kurikulum. b. Hampir semua pelajaran di sekolah diberikan secara terpisah satu sama lain, padahal seharusnya saling terkait. c. Permasalahan yang muncul dalam pembelajaran (interdisipliner) sehingga diperlukan usaha kolaboratif antara berbagai mata pelajaran untuk memecahkannya. d. Kesenjangan yang terjadi antara teori dan praktek dapat dipersempit dengan pembelajaran yang dirancang secara terpadu sehingga siswa akan mampu berpikir teoritis dan pada saat yang sama mampu berpikir praktis. 4. Landasan yuridis dalam pembelajaran terpadu berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran terpadu di sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya, serta (pasal 9). UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Disamping itu pada Permendiknas No 22 Th 2006 02. BAB II Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum menyatakan Pembelajaran pada Kelas I s.d. III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada Kelas IV s.d. VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran. 3. Karakteristik Pembelajaran Tematik Sebagai suatu model pembelajaran, pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: 1. Berpusat pada Siswa Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar. 2. Memberikan Pengalaman Langsung Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak. 3. Pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa. 4. Menyajikan konsep dari berbagai matapelajaran Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, Siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. 5. Bersifat fleksibel Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada. 6. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya. 7. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan D. Pengembangan Materi 1. Pembelajaran IPA IPA didefinisikan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditandai dengan adanya fakta, tetapi juga oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Metode ilmiah dan pengamatan ilmiah menekankan pada hakikat IPA. Secara rinci hakikat IPA menurut Bridgman (dalam Lestari, 2002: 7) adalah sebagai berikut: a. Kualitas; pada dasarnya konsep-konsep IPA selalu dapat dinyatakan dalam bentuk angka-angka. b. Observasi dan eksperimen; merupakan salah satu cara untuk dapat memahami konsep-konsep IPA secara tepat dan dapat diuji kebenarannya. c. Ramalan (prediksi); merupakan salah satu asumsi penting dalam IPA bahwa misteri alam raya ini dapat dipahami dan memiliki keteraturan. Dengan asumsi tersebut lewat pengukuran yang teliti maka berbagai peristiwa alam yang akan terjadi dapat diprediksikan secara tepat. d. Progresif dan komunikatif; artinya IPA itu selalu berkembang ke arah yang lebih sempurna dan penemuan-penemuan yang ada merupakan kelanjutan dari penemuan sebelumnya. Proses; tahapan-tahapan yang dilalui dan itu dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah dalam rangkan menemukan suatu kebernaran. e. Universalitas; kebenaran yang ditemukan senantiasa berlaku secara umum. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA merupakan bagian dari IPA, dimana konsep-konsepnya diperoleh melalui suatu proses dengan menggunakan metode ilmiah dan diawali dengan sikap ilmiah kemudian diperoleh hasil (produk). Proses dalam pengertian disini merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya saling berhubungan (inter independent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan (Usman, 2000: 5). Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Tujuan mata pelajaran IPA menurut permendiknas nomor 22 tahun 2006 adalah sebagai berikut: 2. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan dan ciptaan Nya. 3. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 4. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. 5. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. 6. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan. 7. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturanya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran “Salingtemas” (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. 2. Sumber – Sumber Energi Sumber energi adalah benda-benda di sekeliling kita yang mampu untuk menghasilkan atau mengeluarkan energi atau secara sederhana yang dimaksud dengan sumber energi adalah sesuatu yang dapat memberikan atau menghasilkan energi lainnya. Di bumi ini ada banyak unsur material alam dalam berbagai bentuk yang dapat diubah menjadi energi yang dapat digunakan dan bisa diubah untuk menghasilkan jenis energi lain seperti listrik, panas, cahaya, dan gerak. a. Matahari Sumber energi terbesar yang digunakan dalam kehidupan adalah matahari. Matahari memberikan energi panas pada berbagai benda di bumi. Pada gejala pancaran radiasi, panas matahari dapat merambat ke bumi yang dapat berlangsung baik melalui media perantara ataupun tanpa media perantara. Demikian pula saat energi panas mengenai benda padat, energi panas tersebut kemudian merambat secara konduksi. Contohnya adalah pada rel kereta api yang terkena sinar matahari, salah satu bagian rel suhunya menjadi lebih tinggi dari yang lain, sehingga terjadi gejala rambatan secara konduksi yang berlangsung dari suhu yang lebih tinggi menuju suhu rendah akibat getaran partikel penyusun besi. Sebaliknya saat energi panas mengenai fluida yang dapat berupa cairan maupun gas, energi panas tersebut kemudian merambat secara konveksi, seperti apabila mengenai permukaan air maka massa jenis air di permukaan berkurang sehingga terjadi proses aliran air dari bagian dasar ke permukaan. Hal yang sama dapat terjadi apabila mengenai energi panas matahari melalui udara maka udara akan memuai sehingga terjadi aliran udara dari suhu yang rendah ke suhu yang lebih tinggi akibat perbedaan massa jenis dan gejala semacam ini seringkali diwujudkan dalam bentuk angin. Dalam hal pancarannya matahari juga memberikan penerangan di muka bumi ini dalam bentuk energi cahaya. Apabila cahaya matahari mengenai permukaan daun, pada daun terjadi proses fotosintesis, yang artinya mengubah energi matahari menjadi energi kimia. Perubahan energi matahari menjadi energi kimia juga terjadi saat kita memotret, maka pada negative film terbentuk gambar dan kegiatan ini sering termasuk pada kegiatan fotografi. Energi matahari juga dapat diubah menjadi energi listrik yang sering dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik. b. Energi Listrik Energi listrik merupakan suatu bentuk energi yang berasal dari sumber arus. Energi listrik dapat diubah menjadi bentuk lain, misalnya: • Energi listrik menjadi energi kalor / panas, contoh: seterika, solder, dan kompor listrik. • Energi listrik menjadi energi cahaya, contoh: lampu. • Energi listrik menjadi energi mekanik, contoh: motor listrik. • Energi listrik menjadi energi kimia, contoh: peristiwa pengisian accu, peristiwa penyepuhan (peristiwa melapisi logam dengan logam lain). • Energi listrik menjadi energi bunyi dan energi cahaya, contohnya televisi. c. Energi Air dan Angin Sumber energi lain yang tersedia di alam adalah energi air dan angin. Energi air dan energi angin ini dapat menghasilkan energi mekanik. Energi mekanik adalah gabungan antara energi potensial dengan energi kinetik. Gerakan aliran air dapat terjadi dari tempat yang tinggi menuju tempat yang lebih rendah. Air ditampung dalam bendungan sehingga terkumpul dalam jumlah yang banyak. Selanjutnya melalui saluran air yang berada pada bendungan pada ketinggian tertentu memiliki energi potensial, atau sering disebut energi tempat. Pada saat air dialirkan dari bendungan, energi potensial berkurang dan berubah menjadi energi kinetik yang dapat dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin pembangkit listrik yang posisinya lebih rendah. Pada gerakan turbin terjadi perubahan energi mekanik menjadi energi listrik. Hal yang sama pada energi angin yang dapat dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin yang kemudian terjadi perubahan energi mekanik menjadi energi listrik. Sebagai bentuk bersih dan terbarukan energi, tenaga angin telah mendapatkan banyak perhatian dalam beberapa tahun terakhir karena harga minyak melonjak. Tenaga angin semakin menjadi subjek politik sebagai partai politik mengambil posisi agar dipandang sebagai pro-lingkungan. d. Energi Minyak bumi Selain sumber energi matahari, air, dan angin yang selalu tersedia di alam dalam jumlah yang banyak, ada juga sumber energi yang akan habis bila dipakai terus menerus, yaitu sumber energi yang tersimpan di bumi dalam bentuk fosil energi. Energi ini dapat digolongkan ke dalam energi kimia yang harus dieksplorasi, seperti minyak bumi, batu bara, dan bahan tambang lainnya. Ada sumber energi lain yang dihasilkan dari proses kimia tertentu, yang menghasilkan bahan yang dapat dimanfaatkan oleh kita semua dengan mudah antara lain biogas yang diolah dari kotoran hewan dan manusia; alkohol dan spirtus yang didapat dari proses fermentasi, umumnya dihasilkan oleh pabrik. 3. Manfaat Listrik Listrik mempunyai manfaat yang sangat besar kita bisa menggunakan untuk memasak, menyalakan lampu, menghidupkan radio dan berbagai macam yang lain. Dalam pemanfaatanya listrik di bedakan menjadi sebagai berikut : a) Listrik sebagai penghasil cahaya Setiap sudut rumah kiat banyak lampu yang di pasang . Gunanya lampu sebagai cahaya yang menerangi bila malam datang dan sebagai pengganti cahaya matahari. Cara kerja nya apabila arus listrik mengalir pada kawat wolfarm pada lampu maka akan terjadi panas dan mengakibatkan berpijar. Kawat wolfram ini bersifat halus dan berhambatan tinggi. b) Listrik sebagai penghasil panas. Listrik sebagai penghasil panas kita aplikasikan pada alat yang menggunakan elemen pemanas. Bisanya di gunakan untuk keperluan rumah tangga seperti untuk memasak (kompor listrik ),untuk menanak nasi (magic com),untuk menyetrika (setrika listrik ) dan masih banyak lagi alat yang menggunakan pemanas.bila arus mengalir pada nikel atau elemen pemanas maka akan mengakibatkan panas , panas inilah yang di gunakan untuk kebutuhan sehari-hari. c) Listrik sebagai penghasil gerak Di dalam kehidupan sehari hari kita sering menjumpai berbagai macam kebutuhan yang menggunakan listrik untuk menghasilkan gerak . Sebagai contoh motor, mobil, kipas angin dan lain lain alat ini menghasilkan gerak untuk berjalan atapun untuk memudahkan manusia dalam segala aktivitasnya. 4. Penghematan Energi Dasar pengertian menghemat energi adalah meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemakaian energi setinggi mungkin. Bukan mengurangi kebutuhan akan pemakaian energi. Jadi, berapapun besar dan lama tindakan pemakaian energi adalah sah-sah saja selama dilakukan dengan cara yang benar dan efektif. Misalnya, menyalakan lampu penerangan di luar rumah saat menjelang malam dan (pasti) dimatikan saat fajar. Bukan dengan cara tidak menyalakannya sepanjang malam atau tetap membiarkannya menyala sepanjang siang. Batas penerapan dari tindakan menghemat energi adalah menekan/ meminimalisir jumlah pemakaian energi secara sia-sia. Bukan mengurangi/ meminimalisir pemakaian energi yang dibutuhkan (memang seharusnya dipakai). Pentingnya memahami arti menghemat energi yang kita anut, akan menentukan tindakan selanjutnya yang hendak kita kenakan dalam menciptakan kondisi hemat energi sehari-hari di rumah. Perlu dipahami dengan benar bahwa wujud tindakan menghemat energi harus ditentukan berdasarkan efektifitas cara kita memperlakukan penggunaan energi. Bukan berdasarkan besar nilai uang yang dikeluarkan untuk membiayainya. Harga energi itu sendiri telah ditentukan oleh penjualnya. Naik-turunnya harga energi yang harus kita bel

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 12 Jul 2016 03:29
Last Modified: 12 Jul 2016 03:29
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/5519

Actions (login required)

View Item View Item