PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI DAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK

SANDI SETIADI, 105060274 (2016) PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI DAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
Cover.docx

Download (54kB)
[img] Text
Daftar Isi Full.docx

Download (137kB)
[img] Text
BAB I.docx

Download (34kB)
[img] Text
BAB II.docx

Download (51kB)
[img] Text
BAB III.docx
Restricted to Repository staff only

Download (64kB)
[img] Text
BAB IV.docx
Restricted to Repository staff only

Download (213kB)
[img] Text
BAB V.docx
Restricted to Repository staff only

Download (20kB)
[img] Text
Daftar Pustaka Skripsi.docx

Download (14kB)
[img] Text
Riwayat Hidup.docx

Download (38kB)

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan berawal dari pengamatan dan diskusi dengan guru yang menyatakan bahwa siswa kelas IV masih banyak yang merasa kurang semangat dan cenderung diam ketika pembelajaran tematik dalam tema indahnya kebersamaan sub tema keberagaman budaya bangsaku. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data tentang cara mengefektifkan penggunaan model pembelajaran problem based learning untuk meningkatkan sikap percaya diri dan keterampilan berkomunikasi di kelas IV SD Negeri Melong Asih 4 Kota Cimahi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan desain penelitian model Kemmis dan Mc Taggart. PTK ini direncanakan dalam 2 siklus. Setiap siklus menggunakan 4 tahap penelitian yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Penelitian Tindakan Kelas menghasilkan hasil yang maksimal dibuktikan dengan pencapaian hasil nilai rata-rata siswa setiap siklusnya meningkat. Dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada siklus I memperoleh skor rata-rata 2,34 sedangkan hasil yang diperoleh pada siklus II memperoleh skor rata-rata 3,42. Nilai aktivitas guru dalam pelaksanaan pembelajaran siklus I memperoleh skor rata-rata 2,5. Sedangkan pada siklus II memperoleh skor rata-rata 3,46. Sementara pada hasil penilaian terhadap rasa percaya diri siswa pada siklus I memperoleh skor rata-rata 1,98 sedangkan pada siklus II memperoleh skor rata-rata 3,28. Sementara hasil penilaian terhadap keterampilan berkomunikasi siswa pada siklus I memperoleh skor rata-rata 1,59 sedangkan pada siklus II memperoleh skor rata-rata 3,38. Lalu pencapaian hasil nilai rata-rata hasil belajar siswa setiap siklusnya meningkat. Data yang diperoleh mulai dari siklus I yakni 44,05 sedangkan pada siklus II memperoleh 90,27. Berdasarkan hasil yang telah dicapai oleh siswa maka dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan model pembelajaran problem based learning, sikap percaya diri dan keterampilan berkomunikasi siswa pada pembelajaran tematik dalam tema indahnya kebersamaan sub tema keberagaman budaya bangsaku dapat meningkat. Kata Kunci : Model Problem Based Learning, Sikap Percaya Diri, Keterampilan Berkomunikasi. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara guru dengan siswa, untuk mencapai tujuan pendidikan, yang berlangsung dalam lingkungan tertentu. Interaksi ini disebut interaksi pendidikan, yaitu saling pengaruh antara guru dengan siswa sebagaimana disebutkan pada Undang-Undang Sisdiknas No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, ( UU No.20 Tahun 2003, Pasal 39 (2) . Kurikulum adalah perangkat pendidikan yang merupakan jawaban terhadap kebutuhan dan tantangan masyarakat (Olivia, 1997:60). Pengertian kurikulum ini sangat fundamental dan menggambarkan posisi sesungguhnya kurikulum dalam suatu proses pendidikan. Dalam sejarah kurikulum Indonesia telah berulang kali melakukan penggantian kurikulum. Model pembelajaran yang terdapat di dalam kurikulum 2013 saat ini adalah Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning),Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning), Pembelajaran Berbasis Penemuan (Discovery Learning) dan Inquiri Terbimbing. Model pembelajaran yang terdapat di dalam kurikulum 2013 adalah model yang diharapkan untuk mampu meningkatkan aktivitas dan kreativitas belajar siswa yang dilaksanakan dengan efektif dan menyenangkan. Strategi pembelajaran dengan Problem Based Learning, menawarkan kebebasan siswa dalam proses pembelajaran. Panen (2001:85) mengatakan dalam strategi pembelajaran dengan Problem Based Learning, siswa diharapkan untuk terlibat dalam proses penelitian mengharuskannya untuk mengidentifikasi permasalahan, mengumpulkan data, dan menggunakan data tersebut untuk pemecahan masalah. Smith & Ragan (2002:3), seperti dikutip Visser, mengatakan bahwa strategi pembelajaran dengan Problem Based Learning, merupakan usaha untuk membentuk suatu proses pemahaman isi suatu mata pelajaran pada seluruh kurikulum. Selain itu menurut Arnyana (2006:14) Problem Based Learning merupakan salah satu model yang dapat digunakan meningkatkan hasil belajar (kognitif, afektif, dan psikomotor) dan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa Pembelajaran tematik atau dapat juga disebut pembelajaran terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang memadukan/mengaitkan pokok bahasan pada minimal dua mata pelajaran atau lebih menjadi satu tema yang berkaitan studi untuk memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Menurut Thantaway dalam Kamus istilah Bimbingan dan Konseling (2005:87), (http://belajarpsikologi.com/pengertian-kepercayaan-diri/, diakses pada 26 juli 2014 pukul 19.25 wib), percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis diri seseorang yang memberi keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat atau melakukan sesuatu tindakan. Orang yang tidak percaya diri memiliki konsep diri negatif, kurang percaya pada kemampuannya, karena itu sering menutup diri. Rasa percaya diri pada umumnya muncul ketika seseorang akan melakukan atau terlibat di dalam suatu aktivitas tertentu dimana pikirannya terarah untuk mencapai sesuatu hasil yang diinginkannya. Dari dimensi perkembangan, rasa percaya diri dapat tumbuh dengan sehat bilamana ada pengakuan dari lingkungan. Itulah sebabnya, di dalam proses pendidikan dan pembelajaran baik lingkungan rumah tangga maupun disekolah, orang tua atau guru hendaknya menerapkan prinsip-prinsip pedagogis secara tepat terhadap anak. Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru mengembangkan model-model pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektif di dalam proses pembelajaran. Untuk dapat mengembangkan model pembelajaran yang efektif maka setiap guru harus memiliki pengetahuan yang memadai berkenaan dengan konsep dan cara-cara pengimplementasian model-model tersebut dalam proses pembelajaran. Atas dasar tersebut di atas maka perlu dilihat bagaimana pengaruh model pembelajaran personal terhadap rasa percaya diri siswa. Dari uraian di atas tidak bisa dipungkiri bahwa percaya diri adalah salah satu aspek yang dapat membuat anak berkembang. Percaya diri adalah modal dasar seorang manusia dalam memenuhi berbagai kebutuhan sendiri. Seseorang mempunyai kebutuhan untuk kebebasan berfikir dan berperasaan sehingga seseorang yang mempunyai kebebasan berfikir dan berperasaan akan tumbuh menjadi manusia dengan rasa percaya diri. Salah satu langkah pertama dan utama dalam membangun rasa percaya diri dengan memahami dan meyakini bahwa setiap manusia memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Dalam situs http://miklotof.wordpress.com/2010/06/26/aspek-aspek-percaya-diri/ yang diunduh tanggal 25 juli 2014 penulis memeroleh informasi bahwa terdapat aspek-aspek dari rasa percaya diri sebagai berikut (Lauster, 1997:4) sebagai berikut: 1. Kemampuan pribadi yaitu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengembangkan diri dimana individu yang bersangkutan tidak terlalu cerdas dalam tindakan, tidak tergantung dengan orang lain dan mengenal kemampuan dirinya sendiri. 2. Interaksi sosial yaitu mengenai bagaimana individu dalam berhubungan dengan lingkungannya dan mengenal sikap individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, bertoleransi dan dapat menerima pendapat orang lain serta menghargai orang lain. 3. Konsep diri yaitu bagaimana individu memandang dan menilai dirinya sendiri secara positif atau negatif, mengetahui kelebihan dan kekurangannya. Akan tetapi berdasarkan kenyataan yang terjadi di SD masih banyak siswa yang kurang percaya diri dan kurang mampu berkomunikasi antar siswanya yang tergolong rendah, contohnya seperti di SDN Melong Asih 4. Di dalam proses belajar mengajar siswa kurang ikut berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran yang cenderung menjadikan siswa cepat bosan dan kurang berkonsentrasi pada saat belajar banyak siswa yang tidak mengerjakan soal tersebut siswa hanya mengeluh sulit dan tidak mau mengerjakan, merasa cepat putus asa dalam mengerjakan soal dan ketika mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran siswa hanya diam dan tidak berani bertanya langsung kepada guru. Selain itu ketika guru meminta siswa untuk mengerjakan soal didepan kelas siswa merasa takut dan merasa tidak yakin dengan kemampuannya sehingga tidak berani mengerjakan soal didepan kelas kemudian ketika siswa diminta mengungkapkan jawaban di dalam kelas siswa merasa takut mengungkapkan kepada siswa yan lain selain itu lalu siswa mengerjakan soal secara kelompok, siswa terkadang mengerjakan sendiri atau bersifat individu tidak ada kerjasama pada tiap kelompok. Melihat kenyataan diatas maka dapat diasumsikan kurangnya percaya diri siswa juga komunikasi yang kurang baik. Dengan demikian kurangnya penanaman rasa percaya diri antar siswa masih sangat kurang sehingga dalam berkomunikasi pun dalam pembelajaran baik siswa kepada siswa atau siswa kepada guru kurang terlaksanakan, mengingat hal tersebut sangat penting untuk ketercapaiannya kebeberhasilan pembelajaran. Dengan percaya diri yang dimiliki siswa diharapkan mampu meningkatkan segala aspek salah satunya adalah keterampilan berkomunikasi. Temuan terhadap permasalahan di atas menggambarkan bahwa kualitas proses pembelajaran tematik khususnya di SDN Melong Asih 4 khususnya kelas IV masih rendah. Penanganan permasalahan seperti diuraikan di atas memerlukan suatu upaya praktis yang bertujuan memperbaiki proses pembelajaran ke arah yang lebih baik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan penerapan model-model pembelajaran yang mengacu pada proses pembelajaran berpusat pada siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran Prolem Based Learning. Berdasarkan permasalahan di atas, maka peneliti akan mengadakan penelitian yang berjudul “ Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Dan Keterampilan Berkomunikasi Siswa Pada Pembelajaran Tematik (Penelitian Tindakan Kelas Siswa Kelas IV SD Negeri Melong Asih 4 Kota Cimahi Pada Tema Indahnya Kebersamaan Sub Tema Keberagaman Budaya Bangsaku) ” B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang dan data-data permasalahan di dalam SDN Melong Asih 4 kota cimahi dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut. 1. Dalam proses pembelajaran siswa tidak terlibat kerjasama pada kelompok atau bersifat individual. 2. Di dalam proses belajar mengajar siswa kurang ikut berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran 3. Merasa cepat putus asa dalam mengerjakan soal atau tugas dari guru. 4. Siswa merasa takut dan merasa tidak yakin dengan kompetensinya 5. Tidak berani bertanya dalam kegiatan pembelajaran. 6. Penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat sehingga proses pembelajaraan bersifat monoton. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, penulis merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut. 1. Bagaimana perencanaan pembelajaran dengan model Problem Based Learning untuk meningkatkan rasa percaya diri dan keterampilan berkomunikasi siswa kelas 4 di SDN Melong Asih 4 kota cimahi? 2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran dengan Problem Based Learning agar dapat meningkatkan rasa percaya diri dan keterampilan berkomunikasi siswa kelas 4 di SDN Melong Asih 4 kota cimahi? 3. Seberapa besar hasil dari penerapan model Problem Based Learning untuk dapat meningkatkan rasa percaya diri dan keterampilan berkomunikasi siswa kelas 4 di SDN Melong Asih 4 kota cimahi? D. Batasan Masalah Agar penelitian lebih terarah dan tidak terlampau luas, maka penelitian dibatasi sebagai berikut : 1. Penelitian difokuskan kepada kelas 4 SDN Melong Asih 4 Kota Cimahi 2. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Problem Based Learning 3. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan rasa percaya diri dan keterampilan berkomunikasi dengan model pembelajaran Problem Based Learning E. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah disebutkan di atas maka penelitian ini bertujuan : 1. Untuk dapat mengetahui perencanaan pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based Learning dalam pembelajaran tematik. 2. Untuk dapat melaksanaan model Problem Based Learning agar dapat meningkatkan rasa percaya diri dan keterampilan berkomunikasi. 3. Untuk dapat mengetahui peningkatan rasa percaya diri dan keterampilan berkomunikasi setelah penerapan model Problem Based Learning . F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan wawasan bagi para peneliti serta dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya. Sebagai bahan acuan dan sumber rujukan untuk pihak-pihak tekait dan bermanfaat untuk meningkatkan rasa percaya diri dan keterampilan berkomunikasi. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi guru, yakni guru dapat bisa lebih kreatif dalam perencanaan pelaksanaan pembelajaran dan menemukan strategi, media dan suasana yang tepat dan sesuai dengan kondisi dan karakteristik siswa. b. Bagi Siswa Dengan penerapan model pembelajan Problem Based Learning diharapkan siswa dapat meningkatkan rasa percaya diri dan keterampilan berkomunikasi siswa pada pembelajaran tematik pada tema indahnya kebersamaan sub tema keberagaman budaya bangsaku di SDN Melong Asih 4 Kota Cimahi. c. Bagi sekolah Penelitian ini dapat memberikan perbaikan serta peningkatan mutu motivasi belajar terutama pada pembelajaran tematik di SDN Melong Asih 4 Kota Cimahi. d. Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini diharapan dapat menjadi informasi berharga bagi para peneliti bidang pendidikan, untuk meneliti aspek atau variabel lain yang diduga memiliki kontribusi terhadap konsep- konsep dan teori- teori tentang pembelajaran. G. Definisi Operasional Untuk menghindari salah pengertian atau salah tafsir tentang makna istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan makna beberapa definisi operasional sebagai berikut : 1. Problem Based Learning Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu strategi pengajaran yang berasosiasi dengan pembelajaran kontekstual. Smith & Ragan (2002:3), seperti dikutip Visser, mengatakan bahwa strategi pembelajaran dengan Problem Based Learning, merupakan usaha untuk membentuk suatu proses pemahaman isi suatu mata pelajaran pada seluruh kurikulum. Model ini membantu siswa untuk mengembangkan berpikir siswa dalam mencari pemecahan masalah melalui pencarian data sehingga diperoleh solusi untuk suatu masalah dengan rasional dan otentik. Dalam penelitian ini adalah proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata lalu dari masalah ini siswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka punyai sebelumnya (prior knowledge) sehingga dari prior knowledge ini akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru. Diskusi dengan menggunakan kelompok kecil merupakan poin utama dalam penerapan Problem Based Learning. Problem Based Learning merupakan satu proses pembelajaran di mana masalah merupakan pemandu utama ke arah pembelajaran tersebut. Dengan demikian, masalah yang ada digunakan sebagai sarana agar anak didik dapat belajar sesuatu yang dapat menyokong keilmuannya. 2. Percaya Diri Menurut Thantaway dalam Kamus istilah Bimbingan dan Konseling (2005:87), percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis diri seseorang yang memberi keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat atau melakukan sesuatu tindakan. Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin atas kemampuan mereka sendiri serta memiliki pengharapan yang realistis, bahkan ketika harapan mereka tidak terwujud, mereka tetap berpikiran positif dan dapat menerimanya. Percaya diri termasuk satu cara positif untuk diri sendiri dalam mengambil keputusan tanpa dipengaruhi orang lain. Seseorang bisa memiliki sikap percaya diri jika sesuatu yang ia hadapi bisa diselesaikan dengan benar, karena sebelumnya ia telah menganalisa dan mengetahui bahwa itu adalah sangat benar untuk dilaksanakan. Sikap percaya diri bukan berarti bahwa kita mampu dalam segala hal, namun setidaknya kita terbantu untuk bisa melakukan sesuatu yang bisa kita kerjakan.Setiap manusia tidak selalu memiliki karakter yang sama dengan orang lain. Manusia memiliki kelebihan dan keterbatasan. ketika kita tidak memiliki kemampuan dalam hal tertentu, sikap percaya diri dan terus belajar adalah perlu untuk ditanamkan dalam diri. Sebagaimana kita ketahui bahwa cara seseorang mencapai keinginannya belum tentu cocok dengan karakter diri kita dalam melakukannya.Sikap percaya diri membantu kita untuk percaya bahwa kita memiliki kemampuan untuk melakukan apa yang perlu dilakukan tanpa pengaruh dari orang lain. Dengan demikian kesimpulan yang dapat ditarik mengenai sikap percaya diri dalam penelitian ini pada proses pembelajaran yakni bagaimana seorang guru memberi rangsangan kepada peserta didik untuk dapat berani bertanya, menjawab terhadap kegiatan pembelajaran juga seorang guru harus dapat memberi keyakinan terhadap siswa akan kompetensi yang dimilikinya. Peserta didik akan lebih menambah wawasan dikarenakan penanaman rasa percaya diri yang didorong oleh guru. 3. Komunikasi Secara terminologis, komunikasi merupakan suatu istilah yang menunjukkan suatu proses hubungan antara individu satu dengan lainnya yang berisi kegiatan menyampaikan dan menerima pesan. Menurut Webster New Collegiate Dictionary komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi diantara indvidu melalui sestem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku (Riswandi, 2009:1). Sedangkan menurut (Widjaja, 2008:1) Komunikasi adalah hubungan kontak antar dan antara manusia baik individu atau kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia itu sendiri. Manusia sejak lahir sudah berkomunikasi dengan lingkungannya. Gerak dan tangis yang pertama pada saat manusia dilahirkan adalah suatu tanda komunikasi Yang dimaksud keterampilan berkomunikasi dalam penelitian ini adalah kemampuan seseorang untuk menyampaikan atau mengirim pesan yang jelas dan mudah dipahami oleh penerima pesan. Untuk itu, agar mampu melakukan komunikasi yang baik, maka seseorang harus memiliki ide dan penuh daya kreativitas yang tentunya dapat dikembangkan melalui berbagai latihan dengan berbagai macam cara, salah satunya membiasakan diri dengan berdiskusi. Sebab, melalui komunikasi dengan sesama manusia kita memelihara hubungan yang baik antara bawahan dan atasan dalam suatu organisasi. Dengan kata lain, komunikasi berfungsi menjembatani hubungan antara manusia dalam berkomunikasi. BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori 1. Definisi Belajar Sebelum membicarakan pengertian hasil belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan apa yang dimaksud dengan belajar. Para pakar pendidikan mengemukakan pengertian yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, namun demikian selalu mengacu pada prinsip yang sama yaitu setiap orang yang melakukan proses belajar akan mengalami suatu perubahan dalam dirinya. Usaha pemahaman mengenai makna belajar ini akan diawali dengan mengemukakan definisi tentang belajar. Ada beberapa definisi tentang belajar antara dapat diuraikan sebagai berikut: Henry E. Garret dalam Syaiful Sagala (2011:13) mengatakan, belajar merupakan proses yang terjadi dalam jangka waktu yang lama melalui latihan yang membawa terjadinya perubahan dalam diri sendiri. Belajar menurut pandangan B. F. Skinner (1958) dalam Syaiful Sagala (2011:14) mengatakan, belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progressif Belajar dalam pengertian luas dapat diartikan sebagai kegiatan psikofisik menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan meteri ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya (Sardiman, 2011: 22). Dari beberapa definisi di atas, belajar merupakan perubahan tingkah laku yang terbentuk karena pengalaman maupun ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh sesorang. Pengalaman tersebut diperoleh dari interaksi dengan lingkungannya maupun melalui ilmu pengetahuan yang diperolehnya. Dalam proses belajar pasti ada suatu tujuan yang ingin dicapai, ada beberapa hal yang menjadi tujuan dalam belajar. Klasifikasi hasil belajar menurut Benyamin Bloom (Nana Sudjana, 2010: 22-23), yaitu: a) Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajara intelektual yang terdiri dari enam aspek yang meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisi, sintesis, dan evaluasi. b) Ranah afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yang meliputi penerimaan, jawaban, penilaian, organisasi, dan internalisasi. c) Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar yang berupa ketrampilan dan kemampuan bertindak, meliputi enam aspek yakni gerakan refleks, keterampilan gerak dasar, kemampuan perceptual, ketepatan, keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Dengan demikian tujuan belajar adalah ingin mendapatkan pengetahuan, ketrampilan dan menanamkan sikap mental. Dengan mencapai tujuan belajar maka akan diperoleh hasil dari belajar itu sendiri. 2. Pembelajaran Istilah belajar dan pembelajaran merupakan suatu istilah yang memiliki keterkaitan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam proses pendidikan. Berbagai definisi mengenai pembelajaran dikemukakan oleh para ahli yakni salah satunya : Syaiful Sagala (2011:61), Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Syaiful Sagala (2008:28), mengemukakan beberapa ciri pembelajaran yang perlu diperhatikan guru adalah sebagai berikut: a. Mengaktifkan motivasi b. Memberitahukan tujuan belajar c. Merancang kegiatan dan perangkat pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat terlibat secara aktif, terutama secara mental d. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat merangsang berpikir siswa (provoking question) e. Memberikan bantuan terbatas kepada siswa tanpa memberikan jawaban final f. Menghargai hasil kerja siswa dan memberi umpan balik g. Menyediakan aktivitas dan kondisi yang memungkinkan terjadinya konstruksi pengetahuan. Sedangkan menurut Trianto (2010:17) “Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan”. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Pembelajaran dalam makna kompleks adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarhkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangkan mencapai tujuan yang diharapkan. Dari beberapa Pengertian Pembelajaran di atas, dapat ditarik kesimpulan mengenai Pembelajaran, bahwa Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan. Pesan, sumber pesan, saluran/ media dan penerima pesan adalah komponen-komponen proses komunikasi. Proses yang akan dikomunikasikan adalah isi ajaran ataupun didikan yang ada dalam kurikulum, sumber pesannya bisa guru, siswa, orang lain ataupun penulis buku dan media. 3. PBL (Problem Based Learning) a. Pengertian Problem Based Learning Dalam proses pembelajaran disekolah, siswa tidak sekedar mendengarkan ceramah guru atau berperan serta dalam diskusi, tetapi siswa juga diminta menghabiskan waktunya diperpustakaan, disitus web atau terjun di tengah-tengah masyarakat. Menurut Dewey (dalam Nur, 2006:20), sekolah merupakan laboratorium untuk pemecahan masalah kehidupan nyata, karena setiap siswa memiliki kebutuhan untuk menyelidiki lingkungan mereka dan membangun secara pribadi pengetahuannya. Melalui proses ini, dikatakan Sanjaya (2008:213), sedikit demi sedikit siwa akan berkembang secara utuh, baik pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Artinya, setiap siswa memperoleh kebebasan dalam menyelesaikan program pembelajarannya. Strategi pembelajaran dengan Problem Based Learning, menawarkan kebebasan siswa dalam proses pembelajaran. Panen (2001:85), mengatakan dalam strategi pembelajaran dengan PBL, siswa diharapkan untuk terlibat dalam proses penelitian mengharuskannya untuk mengidentifikasi permasalahan, mengumpulkan data, dan menggunakan data tersebut untuk pemecahan masalah. Smith & Ragan (2002:3), seperti dikutip Visser, mengatakan bahwa strategi pembelajaran dengan Problem Based Learning, merupakan usaha untuk membentuk suatu proses pemahaman isi suatu mata pelajaran pada seluruh kurikulum. Dengan demikian kesimpulan yang dapat ditarik yakni PBL adalah proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata lalu dari masalah ini siswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka punyai sebelumnya (prior knowledge) sehingga dari prior knowledge ini akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru. Diskusi dengan menggunakan kelompok kecil merupakan poin utama dalam penerapan PBL. PBL merupakan satu proses pembelajaran di mana masalah merupakan pemandu utama ke arah pembelajaran tersebut. Dengan demikian, masalah yang ada digunakan sebagai sarana agar anak didik dapat belajar sesuatu yang dapat menyokong keilmuannya. b. Penerapan Problem Based Learning Penerapan model PBL dalam kegiatan pembelajaran bukan merupakan transfer pengetahuan, tetapi siswa mengalami dan mengkonstruksikan sendiri pengetahuan melalui masalah yang dihadapi. Hal ini menjadikan siswa belajar lebih bermakna, sehingga siswa mampu untuk berfikir kritis dan memecahkan masalah yang dihadapi masing-masing kelompoknya. Tabel 2.1 Sintak model PBL Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Fase 1 Orientasi siswa kepada masalah 1. Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut 2. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih oleh guru 3. Peneliti menjelaskan bahan yang diperlukan 1. Siswa mendengarkan penjelasan guru 2. Mengerjakan pekerjaan yang diberikan 3. Siswa mendengarkan penjelasan guru Fase 2 Mengorganisasikan siswa untuk belajar 1. Guru membimbing siswa memecahkan masalah yang belum dapatdipecahkan oleh siswa serta mengorganisasikan tugas belajar. 1. Siswa mengerjakan tugas kelompok yang diberikan guru dalam buku pelajaran dan lembar kerja siswa ( LKS ) Fase 3 Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok 1. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan ninformasi yang sesuai permasalahan. 2. Guru mendorong siswa melaksanakan diskusi untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah 1. Siswa mengamati objek yang sesuai dengan masalah yang ada dalam buku pelajaran dan lembar kerja siswa (LKS) 2. Siswa melakukan diskusi kelompok Fase 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya 1. Guru membantu siswa dalam merrencanakan dan menyiapkan karya seperti laporan, model yang membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. 1. Siswa menunjukan hasil diskusi di depan kelas. Fase 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah 1. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses. 1. Siswa menilai pekerjaanya sendiri dengan cara membandingkan dengan pekerjaan teman yang benar (Diadaptasi dari Sutriani 2008 ) c. Karakteristik Problem Based Learning Strategi-strategi pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa karakteristik umum berikut ini (Gijbelc et al 2005:Lam,2004) (dalam Jacobsen, dkk.,2009:242) a. Pelajaran dimulai dengan mengangkat suatu permasalahan atau satu pertanyaan yang nantinya menjadi focal poin untuk keperluan usaha-usaha investigasi peserta didik. b. Peserta didik memiliki tanggung jawab utama dalam menyelidiki masalah-masalah dan memburu pertanyaan-pertanyaan. Tanggung jawab sangat penting, baik secara intruksional maupun secara motivasional, karena peserta didik dalam pelajaran-pelajaran berbasis masalah secara literal melakukan learning by doing (Pintrich & Schunk, 2002) ( dalam Jacobsen, dkk., 2009:242-243). c. Guru dalam pembelajaran berbasis masalah berperan sebagai fasilitator. Sebagai kabilkan dari model-model yang lebih berorientasi pada konten (content-oriented models) dimana guru secara aktif menyebarkan informasi, pembelajaran berbasis masalah justru mengharuskan guru untuk lebih membantu secara tidak langsung dengan mengemukakan masalah atau pertanyaan-pertanyaan yang probing dan bermanfaat. d. Ciri-ciri Problem Based Learning Ciri-ciri strategi PBL, menurut Baron (2003:1) (dalam Rusmono 2012:74-75), adalah a. Menggunakan permasalahan dalam dunia nyata, b. Pembelajaran dipusatkan pada penyelesaian masalah, c. Tujuan pembelajaran ditentukan oleh siswa, dan d. Guru berperan sebagai fasilitator. Kemudian “masalah” yang digunakan menurutnya harus relevan dengan tujuan pembelajaran, mutakhir, dan menarik; berdasarkan informasi yang luas; terbentuk secara konsisten dengan masalah lain; dan termasuk dalam dimensi kemanusiaan. Keterlibatan siswa dalam strategi dalam pembelajaran PBL menurut Baron,(dalam Rusmono 2012:74-75),meliputi kegiatan kelompok dan kegiatan perorangan. Dalam kelompok, siswa melakukan kegiatan-kegiatan: 1) Membaca kasus 2) Menentukan masalah mana yang paling relevan dengan tujuan pembelajaran, 3) Membuat rumusan masalah, 4) Membuat hipotesis, 5) Mengidentifikasi sumber informasi, diskusi, dan pembagian tugas, 6) Melaporkan mendiskusikan penyelesaian masalah yang mungkin, melaporkan kemajuan yang dicapai setiap anggota kelompok, dan presentasi dikelas. Kinerja yang efektif dari tugas belajar kelompok. Menurut Barbara, Groh dan Deborah (2001:59-65) (dalam Rusmono 2012:74-75), memerlukan pengembangan keahlian baru pada siswa dan guru. Sebuah kelompok menjadi fungsional, apabila seluruh anggotanga bekerja secara efekfif untuk meningkatkan pembelajaran diri sendiri dan anggota kelompok lainnya. Untuk mencapai kelompok yang efektif, menurut Barbara (dalam Rusmono 2012:74-75), yang perlu dilakukan adalah a. Memulai Kelompok, kelompok dibentuk pada hari pertama dimulainya pelajaran dengan aktifitas : 1) Menuliskan biografi kelompok (seperti asal, cita-cita, dan mata pelajaran yang disukai), 2) Memberikan tes singkat untuk perorangan setelah itu tes kepada kelompok, agar siswa menyadari hasil tes kelompok lebih baik dari hasil tes perorangan, 3) Mengisi instrumen cara belajar yang baik, untuk bahan diskusi kelompok, dan 4) Mengadakan permainan mental yang memerlukan keahlian menggunakan kelompok untuk menujukkan perbedaan antara lingkungan belajar yang berpusat pada siswa dan yang berpusat pada guru. b. Memomonitor Kelompok, untuk kelas yang sedikit kelompoknya peran guru sebagai tutor, dan setiap tutor memandu sebuah kelompok siswa. Interaksi antar kelompok memungkinkan intervensi spontan dan informal yang sangat membantu dalam proses pengambilan keputusan, memastikan partisipasi yang merata akan menjaga kelompok untuk terus maju dalam menyelesaikan masalah, meningkatkan hubungan interpersonal dan membantu kelompok mempelajari bagaimana mengarahkan belajarnya sendiri. Untuk kelas yang banyak kelompok, para tutor harus mengembangkan strateginya, yang meliputi: 1) Mengembangkan aktivitas kelompok yang terdefinisi dengan baik, 2) Menggunakan masalah yang memungkinkan intervensi instruktur pada titik-titik penting untuk melibatkan kelas dalam diskusi dan atau klarifikasi, dan 3) Tutor berjalan disekitar kelas untuk membantu kelompok yang memiliki tanda-tanda tidak berfungsi, seperti pembicaraan yang tidak sesuai dengan tugas, setiap siswa tidak ambil bagian dalam diskusi atau sebaliknya mendominasi, dan lain-lain. Instruktur PBL juga dapat mengundang siswa yang telah mengambil mata pelajaran tersebut sebagai fasilitator kelompok sebaya. c. Peranan Kelompok, salah satu cara untuk meningkatkan partisipasi siswa adalah dengan meminta siswa untuk mengambil peranan dan tanggung jawab dalam kelompoknya. Strategi umum yang digunakan adalah dengan memberikan tugas-tugas secara bergantian setaiap minggu untuk setiap masalah atau tugas. Kondisi ini akan menghindarkan siswa dari keterikatan terhadap tugas yang mudah dan memberi kesempatan terhadap tugas-tugas yang lebih menantang. Tugas-tugas yang umum diberikan meliputi: 1) Pemimpin diskusi, untuk memastikan partisipasi penuh anggota kelompok dan kelompok tetap pada jalurnya, 2) Pencatat, untuk mencatat tugas, strategi, data, dan lain-lain, 3) Reporter, untuk melaporkan saat diskusi seluruh kelas, menulis rancangan akhir dari tugas, 4) Penanggung jawab keakuratan, untuk menguji pemahaman kelompok, mencari sumber-sumber buku atau data. d. Evaluasi, memberikan kesempatan pada siswa untuk memberikan umpan balik yang bmembangun secara verbal dan tertulis terhadap individu amupun kelompok merupakan salah satu strategi untuk memaksimalkan sikap poistif kelompok dan memaksimalkan tanggung jawab individu. Umpan balik perlu dilakukan setiap selesai satu tugas atau setidaknya dua-tiga kali dalam satu semester. Beberapa guru juga meminta siswa untuk menilai sendiri sejauh mana kontribusi individual (dari anggota lain) untuk kelompok dengan menggunakan formulir evaluasi tertulis. e. Pelaksanaan Problem Based Learning Mark Windschitl (2002:137) (dalam Anita Woolfolk, 2009:156) mengatakan bahwa kegiatan-kegiatan di bawah ini mendorong pembelajaran yang bermakna: a) Guru memunculkan ide dan pengalaman peserta didik dalam kaitannya dengan topik kunci, lalu menciptakan situasi pembelajaran yang membantupeserta didik mengelaborasi atau merestrukturisasikan pengetahuan meraka saat ini b) Peserta didik diberi kesempatan untuk sering ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang kompleks, bermakna, dan berbasis masalah c) Guru menyediakan beragam sumber informasi maupun alat-alat (teknologis dan konseptual) yang dibutuhkan untuk memediasikan pembelajaran. d) Peserta didik bekerja secara berkolaborasi dan diberi dukungan untuk terlibat dalam dialog berorientasi tugas sama lain. e) Guru membuat proses berpikirnya sendiri eksplisit bagi siswa dan mendorong siswa untuk melakukan hal yang sama melalui dialog, tulisan, gambar, atau representasi lain. f) Peserta didik secara rutin diminta menerapkan pengetahuan di konteks-konteks yang beragam dan autentik untuk menjelaskan ide-ide, menginter-pretasikan teks, memprediksi fenomena, dan mengkontruksikan argumen berdasarkan bukti-bukti, dan bukan memfokuskan perhatiannya secara eksklusif pada perolehan “jawaban yang benar” yang sudah ditemtukan sebelumnya. g) Guru mendorong pikiran yang reflektif dan otonom peserta didik dalam kaitannta dengan kondisi-kondisi yang disebut diatas h) Guru menerapkan berbagai macam strategi asesmen untuk memahami bagaimana ide-ide siswa berubah dan memberikan umpan balik pada proses maupun produk pemikiran itu. Salah satu kegiatan guru dalam strategi pembelajaran dengan PBL adalah membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP dalam strategi pembelajaran dengan PBL disarankan Mohamad Nur (2006:62) (dalam Rusmono 2012:81-82) berisi: (1) tujuan; (2) standar (Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar); (3) prosedur yang terdiri atas: (a) mengorganisasikan siswa pada situasi masalah, (b) mengorganisasikan siswa untuk penyelidikan, (c) membantu penyelidikan individual dan kelompok, mengembangkan dan mempresentasikan karya dan pameran, (d) analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah; dan (e) asesmen pembelajaran siswa. Selanjutnya, untuk melaksanakan pembelajaran dengan strategi pembelajaran dengan PBL, ia memberikan lima tahap pembelajaran sebagai berikut. Tabel 2.2 Tahapan Pembelajaran Dengan Strategi PBL Tahap Pembelajaran Perilaku Guru Tahap 1: Mengorganisasikan siswa kepada masalah Guru menginformasikan tujuan-tujuan pembelajaran, mendeskripsikan kebutuhan-kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa agar terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah yang mereka pilih sendiri Tahap2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar Guru membantu siswa menentukan dan mengatur tugas-tugas belajar yang berhubungan dengan masalah itu Tahap3: Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok Guru mendorong siswa mengumpulkan informasi yang sesuai,melaksanakan eksperimen, mencari penjelasan, dan solusi Tahap4: Mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya serta pameran Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil karya yang sesuai seperti laporan, rekaman video, dan model, serta membantu mereka membagi karya mereka Tahap5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Guru membantu siswa melakukan refleksi atas penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan (Diadaptasi dari Mohamad Nur, 2006,p. 62.) 4. Percaya Diri a. Definisi Percaya Diri Ada berbagai pendapat dari beberapa ahli tentang pengertian kepercayaan diri, yaitu sebagai berikut : a. Menurut Thantaway dalam Kamus istilah Bimbingan dan Konseling (2005:87)(http://belajarpsikologi.com/pengertian-kepercayaan-diri/, diakses pada 26 juli 2014 pukul 19.25 wib), percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis diri seseorang yang memberi keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat atau melakukan sesuatu tindakan. b. Menurut Thantaway dalam kamus istilah bimbingan dan konseling (dalam Sarastika 2014: 50), percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis diri seseorang yang member keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat atau melakukan sesuatu tindakan . orang yang tidak percaya diri memiliki konsep diri negative, kurang percaya pada kemampuannya, karena itu sering menutup diri. c. Menurut pendapat Angelis (2003:10) (http://miklotof.wordpress.com/2010/06/23/pengertian-percaya-diri/, diakses pada 26 juli 2014 pukul 19.40 wib), percaya diri berawal dari tekad pada diri sendiri, untuk melakukan segalanya yang kita inginkan dan butuhkan dalam hidup. Percaya diri terbina dari keyakinan diri sendiri, sehingga kita mampu menghadapi tantangan hidup apapun dengan berbuat sesuatu. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa percaya diri (Self confidence) merupakan adanya sikap individu yakin akan kemampuannya sendiri untuk bertingkah laku sesuai dengan yang diharapkannya sebagai suatu perasaan yang yakin pada tindakannya, bertanggung jawab terhadap tindakannya dan tidak terpengaruh oleh orang lain. Orang yang memiliki kepercayaan diri mempunyai ciri-ciri: toleransi, tidak memerlukan dukungan orang lain dalam setiap mengambil keputusan atau mengerjakan tugas, selalu bersikap optimis dan dinamis, serta memiliki dorongan prestasi yang kuat. b. Macam – Macam Percaya Diri James Neil (2005) (dalam Sarastika 2014:51), menyebutkan beberapa istilah yang terkait dengan persoalan percaya diri. Berikut ini empat macam kriteria percaya diri tersebut. 1. Self-concept Pada istilah ini dipahamio bagaimana anda menyimpulkan diri anda secara keseluruhan, bagaimana anada melihat potret diri anda secara, bagaimana anda mengkonsepsikan diri anda secara keseluruhan. 2. Self-esteem Yakni sejauh mana anda punya perasaan positif terhadap diri anda, sejauh mana anda punya sesuatu yang anda rasakan bernilai atau berharga dari diri anda, dan sejauh mana anda meyakini adanya sesuatu yang bernilai, bermartabat atau berharga di dalam diri anda. 3. Self-efficacy Yakni sejauh mana anda punya keyakinan atas kapasitas yang anda miliki untuk bias menjalankan tugas atau menangani persoalan dengan hasil yang bagus (to succeed). Ini yang disebut dengan general self-efficacy. Atau juga, sejauh mana anda meyakini kapasitas anda di bidang anda dalam menangani urusan tertentu. Hal ini disebut dengan specific self- efficacy. 4. Self-confidence Rata-rata yang dicapai orang adalah self-confidence ini. Self-confidence menyangkut sejauh mana anda ounya keyakinan terhadap penilaian anda atas kemampuan anda sejauh mana anda bias merasakan adanya kepantasan untuk berhasil. Self-confidence itu ada kombinasi dari self-esteem dan self-efficacy. Sikap tidak percaya diri adalah keadaan di mana orang tersebut sangat peduli dengan penilaian orang lain terhadap dirinya merasa cemas karena penilaian sosial tersebut sehingga cenderung untuk menark dirinya. Sarastika (2014 : 58), menyatakan ada beberapa tanda – tanda seseorang yang kurang percaya diri sendiri. 1. Perasaan takut atau gemetar disaat berbicara di hadapan orang banyak. 2. Pergerakan agak terbatas, seolah-olah sadar jika dirinya memang mempunyai banyak kekurangan. 3. Dan tidak banyak bicara, menjawab secukupnya saja. Menurut Sarastika (2014 : 62), orang yang kurang percaya diri takut untuk melakukan komunikasi. Orang yang kurang percaya diri cenderung menutup diri karena takut disalahkan dan diejek orang lain. Selain itu orang yang takut berkomunikasi cenderung dianggap tidak menarik oleh orang lain, kurang mampu atau merasa kesulitan dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan, dan sehingga jarang menduduki jabatan pemimpin, serta cenderung gagal secara akademis. 5. Keterampilan Berkomunikasi Eduard Depari(Widjaja,2008:1),komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu yang mengandung arti, diilakukan oleh penyampaian pesan (source, communicator, atau sender) ditujukan pada penerima pesan (receiver, communicator, atau audience) dengan maksud mencapai kebersamaan (commonees). Dalam proses komunikasi diusahakan melalui tukar menukar pendapat, penyampaian informasi ataupun perubahan perilaku atau sikap. Pada hakikatnya proses komunikasi, dalam komunikasi antar pribadi (interpersonal communications) ataupun komunikasi massa (mass communications) senangtiasa ada empat unsur denagn ditambahkan dengan dua unsur lagi yaitu pengaruh (effects) dan umpan balik (feedback). Komunikasi adalah hubungan kontak antar dan antara manusia baik individu atau kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia itu sendiri. Manusia sejak lahir sudah berkomunikasi dengan lingkungannya. Gerak dan tangis yang pertama pada saat manusia dilahirkan adalah suatu tanda komunikasi (Widjaja, 2008:1) Menurut Webster New Collegiate Dictionary komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi diantara indvidu melalui sestem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku (Riswandi, 2009:1) Dari definisi di atas dapat digambarkan, bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja. Komunikasi dapat dipandang dengan arti yang lebih luas, tidak hanya diartikan sebagai pertukaran berita dan pesan tetapi sebagai kegiatan individu dan kelompok mengenai tukar menukar data, fakta, dan ide maka fungsinya dalam setiap system social adalah sebagai berikut (Widjaja, 2008:9) : 1. Informasi : pengumppulan, penyimpanan, pemerosesan, penyerbaran berita, data, gambar, fakta, dan pesan opini dan komentar yang dibutuhkan agara dapat dimengerti dan beraksi secara jelas terhadap kondisi lingkungan dan orang lain agara dapat mengambil keputusan yang tepat. 2. Sosialisasi : penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang mungkin orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif sehingga ia sadar akan fungsi sosialnya sehingga ia dapat aktif didalam masyarakat. 3. Motivasi : menjelaskan tujuan setiap masyarakat jangka pendek maupun jangka panjang, mendorong orang menentuka pilihan dan keinginan, mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama yang akan dikejar. 4. Perdebatan dan diskusi : meneyediakan dan saling menukar fakta yang diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau penyelesaian perbedaan pendapat mengenai masalah public, menyediakan bukti-bukti yang relevan yang diperlukan untuk kepentingan umum agar masyarakat lebih melibtkan diri dalam masalah yang menyangkut kepentingan bersama. 5. Pendidikan : pengalihan ilmu pengetahuan sehingga mendorong perkembangan intelektual, pembentuk watak dan pendidikan keterampilan dan kemahiran yang diperlukan pada semua bidang kehidupan. 6. Memajukan kebudayaan : penyebaraan hasil kebudayaan dan seni dengan maksud melestarikan warisan masa lalu, pekembangan budaya dengan memperluas horizon seseorang, membangun imajinasi dan mendorong kreatifitas dan kebutuhan estetikanya. 7. Hiburan : penyebaran luasan sinyal, symbol, suara, dan image dari drama, tari, kesenian, kesusastraan, music, olah raga, permainan dan lain-lain rekreasi, kesenangan individu atau kelompok. 8. Integrasi : menyediakan bagi bangsa, kelompok dan individu kkesempatan untuk memeperoleh berbagai pesan yang mereka perlukan agar mereka dapat saling kenal dan mengerti dan menghargai kondisi, pandangan dan keinginan orang lain. Sebab, melalui komunikasi dengan sesama manusia kita memelihara hubungan yang baik antara bawahan dan atasan dalam suatu organisasi. Dengan kata lain, komunikasi berfungsi menjembatani hubungan antara manusia dalam berkomunikasi. B. Kajian Penelitian Yang Relevan Dari beberapa hasil temuan yang ditemukan oleh Budi Hartanto dalam penelitiannya yang berjudul Peningkatan Keterampilan Berbicara dengan Model Problem Based Learning Pada Siswa Kelas V SDN Dero 2 Kecamatan Bringin, Kabupaten Ngawi Tahun Pelajaran 2009/2010. Berdasarkan hasil penelitian, keefektifan setiap siklus dapat diketahui dari hasil observasi, angket, dan hasil tes keterampilan berbicara. Maka simpulan hasil penelitian ini adalah: adanya peningkatan keberanian berbicara dan peningkatan keterampilan berbicara pada pembelajaran drama pendek dalam memerankan tokoh drama di kelas V SDN Dero 2 Kecamatan Bringin, Kabupaten Ngawi. Peningkatan keberanian berbicara siswa diindikasikan dengan: 1) meningkatnya jumlah siswa yang mengajukan pertanyaan dalam pembelajaran, 2) meningkatnya jumlah siswa yang mengungkapkan pendapat saat pembelajaran berlangsung, 3) meningkatnya jumlah siswa yang menjawab/menanggapi pertanyaan dari guru maupun teman, 4) meningkatnya jumlah siswa yang tampil memerankan tokoh drama di depan kelas secara sungguh-sungguh tanpa ditunjuk guru. Peningkatan keberanian berbicara siswa ini ditunjukkan dengan meningkatnya persentase keberanian berbicara dalam setiap siklusnya, yaitu siklus-1: 42,82%, siklus-2: 58,24%, dan siklus-3: 67,35%. Peningkatan keterampilan berbicara siswa ini tunjukkan dengan meningkatnya jumlah siswa yang mencapai ketuntasan pada setiap siklus yaitu siklus-1: 41,18% ( 7 siswa dari 17 siswa), siklus-2: 58,82% (10 siswa dari 17 siswa), dan siklus-3: 88,24% (15 siswa dari 17 siswa). Berdasarkan hasil tindakan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penerapan model Problem Based Learning dapat meningkatkan keberanian dan kemampuan berbicara siswa dalam memerankan tokoh drama. C. Kerangka Pemikiran Penguasaan materi pada subtema “keberagaman budaya bangsa” dapat diukur dengan membentuk peseta didik untuk dapat memiliki keperacaan diri serta bagaimana adanya komunikasi yang aktif pada proses pembelajaran. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan kerja sama antar siswa dalam berkomunikasi baik kepada siswa atau dengan gurunya, sehingga peran antar siswa juga besar dalam meningkatkan percaya diri dan kumunikasi. Sehingga dapat diasumsikan bahwa penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning dapat diterapkan untuk meningkatkan percaya diri dan berkomunikasi mengenai keberagaman budaya bangsaku. Menggunakan Model Problem Based Learning Gambar 2.1 Bagan Proses Kerangka Berfikir D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka berfikir di atas, dapat dijelaskan hipotesis tindakan sebagai berikut: “Melalui Penerapan Model Problem Based Learning Dapat Meningkatkan Rasa Percaya Diri dan Keterampilan Berkomunikasi Siswa Pada Pembelajaran Tematik Kelas 4 SDN Melong Asih 4 Pada Tema Indahnya Kebersamaan Sub Tema Keberagaman Budaya Bangsaku” Adapun lebih jelasnya hipotesis tindakan dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Dengan merencanakan pembelajaran dengan model Problem Based Learning maka akan meningkatkan percaya diri dan keterampilan berkomunikasi siswa kelas 4 dalam pembelajaran tematik pada tema Indahnya Kebersamaan Sub Tema Keberagaman Budaya Bangsaku di SDN Melong Asih 4. 2. Dengan melaksanakan pembelajaran dengan Problem Based Learning maka akan meningkatkan percaya diri dan keterampilan berkomunikasi siswa kelas 4 dalam pembelajaran tematik pada tema Indahnya Kebersamaan Sub Tema Keberagaman Budaya Bangsaku di SDN Melong Asih 4. 3. Rasa Percaya diri dan keterampilan berkomunikasi siswa kelas 4 dalam pembelajaran tematik pada tema Indahnya Kebersamaan Sub Tema Keberagaman Budaya Bangsaku di SDN Melong Asih 4 dapat meningkat setelah penerapan model Problem Based Learning.

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 25 Jul 2016 15:25
Last Modified: 25 Jul 2016 15:25
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/6473

Actions (login required)

View Item View Item