PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN SIKAP PERCAYA DIRI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SDN 3 TANJUNGSARI PURWAKARTA PADA SUBTEMA MACAM MACAM SUMBER ENERGI

Widia Nurlaili, 105060091 (2016) PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN SIKAP PERCAYA DIRI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SDN 3 TANJUNGSARI PURWAKARTA PADA SUBTEMA MACAM MACAM SUMBER ENERGI. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
LEMBAR PENGESAHAN.docx

Download (13kB)
[img] Text
MOTTO.docx

Download (12kB)
[img] Text
SURAT PERNYATAAN.docx

Download (14kB)
[img] Text
abstrak inggris.docx

Download (15kB)
[img] Text
KATA PENGANTAR.docx

Download (24kB)
[img] Text
DAFTAR ISI.docx

Download (40kB)
[img] Text
BAB I.docx

Download (42kB)
[img] Text
BAB II.docx

Download (5MB)
[img] Text
BAB III.docx
Restricted to Repository staff only

Download (82kB)
[img] Text
BAB IV widia.docx
Restricted to Repository staff only

Download (601kB)
[img] Text
BAB V.docx
Restricted to Repository staff only

Download (28kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA.docx

Download (22kB)
[img] Text
RIWAYAT HIDUP.docx

Download (88kB)

Abstract

Widia Nurlaili 105060091 ABSTRAK This research is motivated by the observation of conducted at SDN 3 Tanjungsari districts Pondok salam purwakarta that attitude of confidence and result learning students on learning thematic always downsize energy subtema miscellaneous energy sources still less optimal. For overcome problem the researchers sought do research class action wich aims to know the extent to which increase condfidece and and result learning students through application of the model Discovery Learning In learning thematic theme always downzise energy subtema miscellaneous energy sources. Research is expected can increase attitude of confidence and result learning students in learning thematic theme always downsize energy miscellaneous energy sources by applying model Discovery Learning, while for teachers can add knowledge and skills teachers in the implementation learning. Researchers conducted in SDN 3 Tanjungsari class IV school year 2014-2015. Based on the result data processing of the evaluation result at each cycle, where the cycle I shows that test result at each cycle, where in cycle I showed that cognitive test result obtained by students scored mastery 29,6%, in cycle II showed that the results obtained by students scored mastery 55,5% and in cycle III showed that the results obtained by students scored mastery 88,8%. From the observation of each cycle, students showed positive results of the learning thematic miscellaneous energy sources with the application of the model Discovery Learning, because the application of this model focuses on student activity (student centered) as subjects to searchfor and find information in the learning process of students who have an attitude more high confidence in learning. So in can be concluded that the application of the Discovery Learning on learning thematic subtema miscellaneous energy sources can inprove the attitude of confidence and learning outcomes of students in learning activities in the class IV SDN 3 Tanjungsari Purwakarta. Kata kunci : Discovery Learning, attitude of confidence, and student learning outcomes. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia untuk menjadi lebih baik, salah satu permasalahan yang dihadapi pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional yang terus menerus dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat, misalnya pengembangan kurikulum nasional dan lokal, peningkatan kompetensi guru, pengadaan media pembelajaran seperti buku dan alat pembelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah. Pendidikan pada dasarnya yaitu sebagai proses untuk mencapai tujuan. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional Undang-Undang Nomor 20 (Tahun 2003:4) Tentang Sitem Pendidikan Nasional Pasal 1[1] menyatakan bahwa : “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, Bangsa dan Negara”. Peranan guru dalam mencapai tujuan tersebut sangatlah penting, guru berperan dalam membina dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, kebiasaan, sikap, fungsi, dan peranan hidup, rasa cinta dan minat siswa. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat telah menuntut individu untuk mengembangkan minatnya agar dapat bangkit dan bersaing dengan tantangan persaingan dunia global yang semakin berat dan ketat. Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (2013:III), kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang dirancang untuk mengantisipasi kebutuhan kompetensi. kemampuan kreativitas dan komunikasi akan menjadi sangat penting. Sejalan dengan itu, rumusan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dipergunakan dalam Kurikulum 2013 mengedepankan pentingnya kreativitas dan komunikasi. Berdasarkan kurikulum 2013 ada empat model pembelajaran yang digunakan dalam metode pendekatan scientific, yaitu: Model Discovery Learning, Model Project Based Learning, Model Problem Based Learning, dan Model Inquiri. dalam kegiatan pembelajaran guru dapat menggunakan salah satu dari 4 model pembelajaran tersebut. Untuk itu pengembangan pembelajaran perlu ditingkatkan baik dari segi perencanaan, penggunaan metode, alat peraga maupun kemampuan guru dalam mengembangkan kurikulum serta kemampuan sikap percaya diri dan penguasaan konsep pembelajaran dengan subtema macam-macam sumber energi. Menurut skinner yang dikutip Dimyati dan Mudjiono (2006:9), belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun. Penyesuaian pendidikan dengan kemajuan pengetahuan dan teknologi memerlukan tenaga pendidik yang dinamis dan kreatif. serta dengan menggunakan model pembelajaran yang dapat memacu peningkatan sikap percaya diri dan hasil belajar siswa dengan kehidupan sehari-hari, dan guru mampu mempergunakan model pembelajaran setiap proses pembelajaran dengan siswa, jangan sampai siswa merasakan jenuh dan bosan dengan menggunakan model yang sama setiap pembelajaran tanpa memperhatikan sikap dan hasil belajar siswa dengan subtema yang di ajarkan. Secara umum hasil observasi pada semester 2 di kelas IV SDN 3 Tanjungsari Purwakarta dalam proses pembelajaran guru masih mengajar dengan menggunakan metode ceramah, sehingga siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran. Dan hanya sedikit yang menggunakan model pembelajaran Discovery Learning sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi menoton dan kurang menarik bagi siswa. Semua itu terkendala pada metode pengajaran yang digunakan guru, maka kondisi tersebut tidak akan meningkatkan kemampuan sikap percaya diri dan hasil belajar siswa secara optimal. Masalah yang dihadapi dalam pembelajaran adalah keterkaitan dengan guru yang berperan sangat dominan dalam kegiatan pembelajaran (Teacher Center) sehingga siswa tidak diberikan kesempatan untuk terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Guru hanya memberikan pembelajaran dan penyampaian materi dengan metode ceramah saja tanpa memperhatikan tingkah laku dalam proses pembelajaran. Hal ini disebabkan karena metode yang digunakan oleh guru masih terpaku pada metode ceramah. Guru masih bersikap malas untuk kreatif dalam pembelajaran dengan metode lain yang menunjang proses belajar mengajar. Hal tersebut menyebabkan rendahnya sikap percaya diri dan hasil belajar siswa, sehingga anak tidak mempunyai sikap percaya diri. Selain itu aktivitas siswa tidak optimal. Hal ini terlihat siswa kurang perhatian dalam kegiatan pembelajaran, siswa kurang diberi dorongan/pujian dalam pembelajaran, siswa memiliki perasaan negatif terhadap dirinya, siswa memiliki keyakinan lemah pada kemampuan dirinya, siswa memiliki pengetahuan yang kurang akurat terhadap kapasitas yang dimilikinya, siswa cenderung malu dan takut salah dalam mengutarakan pendapatnya dalam proses pembelajaran, siswa kurang diberi kesempatan untuk berpartisipasi aktip dan saling berinteraksi langsung antar teman dalam proses pembelajaran di kelas. sehingga anak kelihatan malas, bosan, anak menjadi kurang percaya diri dan tidak mau mengutarakan pendapatnya. Akibatnya hasil pembelajaran siswa pun menjadi rendah, siswa tidak bisa menerapkan pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari, dan Siswa tidak memiliki kepekaan terhadap lingkungannya. Berdasarkan kondisi tersebut peneliti perlu menerapan model pembelajaran discovery learning yang dapat membantu siswa untuk meningkatkan sikap percaya diri dan hasil belajar siswa. Serta menurut Agus N.Cahyo (2013:103) dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented. Menurut bruner dalam mulyatiningsih (http://mdsdid91.blogspot.com/2013/03metode-pembelajaran-discovery.html?m=1). Yang di akses Pada Tanggal 22 Agustus 2014. mengemukakan bahwa Discovery Learning merupakan metode pembelajaran kognitif yang menuntut guru lebih kreatif menciptakan situasi yang dapat membuat peserta didik belajar aktif menemukan pengetahuan sendiri. Jadi model pembelajaran Discovery Learning ini yaitu model pembelajaran yang mengatur sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Pada penggunaan model pembelajaran Discovery Learning tersebut merupakan salah satu dari model pembelajaran yang digunakan di kurikulum 2013. Tetapi, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2013 belum sepenuhnya diterapkan, sehubungan dengan itu peneliti bermaksud menerapkan Kurikulum 2013 di kelas IV SDN 3 Tanjungsari Purwakarta dari Sub Tema macam-macam sumber energi. Hal ini dilakukan untuk membantu mengembangkan proses belajar mengajar dengan model Discovery Learning yang diharapkan dapat meningkatkan sikap percaya diri dan hasil belajar siswa pada pembelajaran di kelas IV SDN 3 Tanjungsari Purwakarta Pada Sub Tema Macam-Macam Sumber Energi. Sehubungan dengan itu peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Untuk Meningkatkan Sikap Percaya Diri dan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN 3 Tanjungsari Purwakarta Pada Subtema Macam-Macam Sumber Energi”. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka identifikasi masalah sebagai berikut : 1. Siswa memiliki perasaan negatif terhadap dirinya. 2. Siswa memiliki keyakinan lemah terhadap kemampuan dirinya. 3. Siswa mempunyai pengetahuan yang kurang akurat terhadap kapasitas yang dimilikinya. 4. Siswa memiliki rasa percaya diri yang rendah. 5. Rendahnya siswa dalam belajar. 6. Siswa cenderung malu dan dan takut salah untuk mengutarakan pendapatnya sehingga siswa tidak mau mengutarakan pendapatnya. C. Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka batasan-batasan masalah yang ditemukan adalah sebagai berikut : 1. Model pembelajaran yang digunakan pada penelitian ini adalah model pembelajaran Discovery Learning. 2. Subyek Pembeajaran adalah siswa kelas IV SDN 3 Tanjungsari Purwakarta. 3. Materi yang dijadikan sebagai bahan penelitian yaitu subtema macam-macam sumber energi. D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis merumuskan permasalah secara umum yaitu “Apakah penerapan model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan sikap percaya diri & hasil belajar siswa kelas IV SDN 3 Tanjungsari Purwakarta pada subtema macam-macam sumber energi ? ”. Adapun rumusan permasalahan secara khusus sebagai berikut : 1. Bagaimana perencanaan pembelajaran dengan model Pembelajaran Discovery Learning disusun agar sikap percaya diri dan hasil belajar siswa kelas IV SDN 3 Tanjungsari Purwakarta pada subtema macam-macam sumber energi akan meningkat. 2. Bagaimanakah penerapan model pembelajaran Discovery Learning dilaksanakan agar sikap percaya diri dan hasil belajar siswa kelas IV SDN 3 Tanjungsari Purwakarta pada subtema macam-macam sumber energi akan meningkat. 3. Mampukah sikap percaya diri siswa kelas IV SDN 3 Tanjungsari Purwakarta pada subtema macam-macam sumber energi meningkat melalui penerapan model pembelajaran Discovery Learning ? 4. Mampukah hasil belajar siswa kelas IV SDN 3 Tanjungsari Purwakarta pada subtema macam-macam sumber energi meningkat melalui penerapan model pembelajaran Discovery Learning ? E. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk meningkatkan sikap percaya diri & hasil belajar siswa kelas IV SDN 3 Tanjungsari Purwakarta pada subtema macam-macam sumber energi dengan penerapan model pembelajaran Discovery Learning. Adapun tujuan khusus untuk meningkatkan percaya diri siswa adalah: 1. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran kelas IV SDN 3 Tanjungsari Purwakarta pada subtema macam-macam sumber energi dengan penerapan model Discovery Learning agar sikap percaya diri dan hasil belajar meningkat. 2. Untuk melaksanakan pembelajaran dengan penerapan model Discovery Learning agar sikap percaya diri dan hasil belajar siswa kelas IV SDN 3 Tanjungsari Purwakarta pada subtema macam-macam sumber energi meningkat. 3. Untuk meningkatkan sikap percaya diri siswa dengan penerapan model Discovery Learning kelas IV SDN 3 Tanjungsari Purwakarta pada subtema macam-macam sumber energi. 4. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan penerapan model Discovery Learning dikelas IV SDN 3 Tanjungsari Purwakarta pada subtema macam-macam sumber energi. F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat secara teoritis Secara teoritis manfaat pembelajaran tematik yaitu untuk menambah wawasan dalam penggunaan model-model pembelajaran yang digunakan pada proses pembelajaran di SD, terutama dengan penerapan model pembelajaran Discovery Learning untuk meningkatkan sikap percaya diri dan hasil belajar siswa kelas IV SDN 3 Tanjungsari Purwakarta pada subtema macam-macam sumber energy agar pembelajaran lebih bermakna dan tujuan pembelajaran dapat tercapai. 2. Manfaat secara praktis Secara praktis hasil dari pelaksanaan peneliti ini akan memberikan manfaat bagi perorangan/instuisi dibawah ini: 1. Bagi Guru. a. Dapat meningkatkan kreatif guru dalam memilih model pembelajaran yang sesuai dengan proses belajar peserta didik. b. Dapat memberi masukan tentang peningkatan percaya diri dan hasil belajar siswa dalam penerapan model Discovery Learning. 2. Bagi Siswa a. Dapat meningkatkan percaya diri dan hasil belajar siswa dalam suatu pembelajaran kelas IV SDN 3 Tanjungsari Purwakarta pada Subtema Macam-Macam Sumber Energi. b. Dapat menjadikan pengalaman belajar, lebih menyenangkan dan memberikan dampak yang baik terhadap sikap percaya diri dan hasil belajar siswa. 3. Bagi Sekolah. a. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan mengenai penerapan model Dicovery Learning pada Subtema Macam-Macam Sumber Energi. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya a. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan pengalaman nyata bagi peneliti selanjutnya sehingga dapat menerapkan model Discovery Learning pada Subtema Macam-Macam Sumber Energi. BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori 1. MODEL DISCOVERY LEARNING a. Definisi/Konsep Model Discovery Learning Model Discovery Learning merupakan suatu pembelajaran dimana siswa harus berperan aktip dalam suatu pembelajaran sehingga pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri, dan siswa mampu mengetahui sendiri informasi yang sudah mereka miliki. Menurut Agus N. Cahyo (2013:101) Model Discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, memanipulasi objek sebelum sampai pada generalisasi. Makanya, anak harus berperan aktip didalam belajar. Peran aktip dalam belajar ini diterapkan melalui cara penemuan. Discovery yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya diarahkan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip. Dengan teknik tersebut, siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi. Dengan demikian, pembelajaran Discovery ialah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri. Metode discovery learning sebagai sebuah teori belajar dapat didefinisikan sebagai belajar yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan untuk mengorganisasi sendiri. Menurut Budiningsih dalam Agus N. Cahyo (2013:101), metode discovery learning adalah memahami konsep, arti dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Discovery sendiri terjadi apabila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui proses mental, yakni observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Menurut mulyatiningsih (http://mdsdid91.blogspot.com/2013/03metode-pembelajaran-discovery.html?m=1). Yang di akses Pada Tanggal 22 Agustus 2014, Discovery learning merupakan strategi yang digunakan untuk memecahkan masalah secara intensif dibawah pengawasan guru. Jadi pengertian model Discovery learning yang sudah dibahas oleh para pendapat di atas yaitu suatu proses pembelajaran dimana siswa secara aktip memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, tetapi mereka menemukannya sendiri. b. Konsep Belajar Dalam Metode Discovery Learning Konsep belajar dalam metode discovery learning ini ialah suatu konsep atau rancangan seorang guru yang akan melakukan proses pembelajaran, dan siswa pun mampu melakukan penemuan-penemuan baru yang belum dikenal dengan tujuan agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif. Menurut Agus N.Cahyo (2013:104) sebagai model pembelajaran, model discovery learning mempunyai konsep sendiri yang dibedakan dengan metode lainnya. Konsep belajar metode ini merupakan serangkaian aturan ataupun prinsip dalam pembelajaran yang meliputi tujuan belajar, peran guru dan lain sebagainya. 1. Teori Kategorisasi Dalam Metode Discovery Learning Menurut Agus N.Cahyo (2013:105) dalam buku paduan aplikasi teori-teori belajar mengajar teraktual dan terpopuler, Metode Discovery Learning merupakan pembentukan kategori-kategori atau konsep-konsep, yang dapat memungkinkan terjadinya generalisasi. Sebagaimana teori bruner tentang kategorisasi yang tampak dalam discovery, bahwa sebenernya discovery ialah pembentukan kategori-kategori, atau lebih sering disebut system-system koding dirumuskan demikian dalam artian relasi-relasi (similaritas & difference) yang terjadi diantara objek-objek dan kejadian-kejadian (event). Burner dalam Budiningsih yang dikutip Agus N.Cahyo (2013:105), memandang bahwa suatu konsep atau kategorisasi memiliki lima unsur, dan siswa dikatakan memahami suatu konsep apabila mengetahui semua unsur dari konsep itu, meliputi : (1). Nama (2). Contoh contoh baik yang positif maupun yang negative. (3). Karakteristik, baik yang pokok maupun tidak (4). Rantangan karakteristik (5) Kaidah. Menurut Bruner yang dikutip Agus N.Cahyo (2013:106) menjelaskan bahwa pembentukan konsep merupakan dua kegiatan mengategorikan yang berbeda yang menuntut proses berpikir yang berbeda pula. Seluruh kegiatan mengategori meliputi identifikasi dan menempatkan contoh-contoh (objek-objek atau peristiwa-peristiwa) ke dalam kelas dengan menggunakan dasar kriteria tertentu. Dalam pemahaman konsep, konsep-konsep sudah ada sebelumnya. Sedangkan dalam pembentukan proses adalah sebaliknya, yaitu tindakan untuk membentuk kategori-kategori baru. Inilah kegiatan merupakan tindakan penemuan konsep. 2. Lingkungan Belajar Dalam Metode Discovery Learning Proses pembelajaran Menurut Bruner yang dikutip Agus N.Cahyo (2013:109) mementingkan pratisipasi aktip dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Sebagaimana dikutip dari slameto dalam Agus N cahyo (2013:109), untuk menunjang proses belajar, lingkungan perlu mempalisitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini di namakan discovery learning environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif. Untuk mempalisitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Hal ini sama dengan pendapat bruner, bahwa manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk mempasilitasi kemampuan siswa dalam berfikir (merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya. Perkembangan kognitif seorang terjadi melalui 3 tahap yang ditentukan oleh cara melihat lebih tepatnya menggambarkan lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic (Budiningsih) dalam Agus N.Cahyo (2013:110). a. Tahap enactive, seseorang melakukan aktivitas aktivitas dalam upaya memahami lingkungan sekitarnya. Artinya, dalam memahami dunia sekitarnya, anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya. b. Tahap iconic, sesorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya, anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi). c. Tahap symbolic, seorang setelah mampu memiliki ide-ide tau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya, anak belajar melalui simbol-simbol, bahasa, logika, matematika. Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak simbol. Semakin mateng seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Meskipun begitu, tidak berarti iya tidak menggunakan system enactive dan iconic. Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih diperlukannya system enactive dan iconic dalam proses belajar. Secara sederhana, teori perkembangan dalam fase enactive, iconic, dan symbolic adalah anak menjelaskan sesuatu melalui perbuatan (ia bergeser kedepan atau kebelakang dipapan mainan untuk menyesuaikan beratnya dengan berat temannya bermain). Ini fase enactive. Kemudian, pada fase iconic, ia menjelaskan keseimbangan pada gambar atau bagan dan akhirnya ia menggunakan bahasa untuk menjelaskan prinsip keseimbangan ini fase symbolic. 3. Interaksi Guru dan Siswa Dalam Metode Discovery Learning Model Discovery learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat memimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi seperti ini tentu mengubah kegiatan belajar mengajar yang semula teacher oriented menjadi student oriented. oleh karena itu, siswa hendaknya diberi kesempatan untuk menjadi seorang problem solver, seorang saintis, historin atau ahli matematika. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mengorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan. Hal tesebut memungkinkan para siswa menemukan arti bagi diri mereka sendiri, dan memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep didalam bahasa yang dimengerti mereka. Dengan demikian, seorang guru dalam aplikasi metode discovery learning harus dapat menempatkan siswa pada kesempatan-kesempatan dalam belajar lebih mandiri. Bruner sebagaimana dikutip Budiningsih dalam Agus N.Cahyo (2013:112) mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Pada akhirnya, yang menjadi tujuan dalam metode ini, menurut bruner, adalah menjadikan siswa berperan seorang problem solver, seorang scientist, historin atau ahli matematika. Dengan kegiatan tersebut, siswa akan menguasainya, menerapkan serta menemukan hal hal yang bermanfaat bagi dirinya. Karakteristik yang lebih jelas mengenai discovery sebagai metode mengajar ialah bahwa sesudah tingkat-tingkat inisial (permulaan) mengajar, membimbing guru hendaklah lebih berkurang dari pada metode-metode mengajar lainnya. Hal ini tak berarti bahwa guru menghentikan untuk memberikan suatu bimbingan setelah problema disajikan kepada pelajar. Tetapi bimbingan yang diberikan tidak hanya dikurangi direktifnya melainkan pula pelajar itu diberi responsibilitas yang lebih besar untuk belajar sendiri. Jadi, konsep belajar melalui model discovery learning di atas dapat disimpulkan bahwa model discovery learning mempunyai konsep sendiri yang dibedakan dengan metode lainnya. Konsep ini terdiri terdiri dari serangkaian pembelajaran yang meliputi tujuan belajar, peran guru dan lain sebagainya yang meliputi Teori Kategorisasi Dalam Metode Discovery Learning, Lingkungan Belajar Dalam Metode discovery Learning, dan Interaksi Guru dan Siswa dalam Metode Discovery Learning. c. Konsep Pembelajaran dalam Discovery Learning Konsep pembelajaran dalam Discovery Learning ini yaitu suatu kondisi pembelajaran dimana guru mengajar didalam kelas dengan model discovery learning yang mengarahkan siswa belajar secara aktip dengan menemukan informasi sendiri yang akan d ajarkan dalam kegiatan belajar. Menurut Jerome Bruner (dalam http://tujuhkoto.wordpress.com/2010/06/21/teori-belajar-menurut-jerome-bruner/) yang di unduh pada tanggal 28 agustus 2014 yaitu: Bruner mendeskripsikan pembelajaran yang hendaknya dapat menciptakan situasi agar siswa dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahan dan kemampuan yang khas baginya. Sedangkan ausubel mendeskripsikan agar siswa dapat mengembangkan situasi belajar, memilih dan menstrukturkan isi, serta mengompirmasikannya dalam bentuk sajian pembelajaran yang teroganisasi dari umum menuju kepada yang rinci dalan satu satuan bahasan yang bermakna. Teori pembelajaran bruner, mementingkan pembelajaran melalui penemuan bebas (free Discovery Learning) atau penemuan yang di bombing, atau latuhan penemuan. Bruner mementingkan aspek-aspek berikut dalam teori pembelajarannya, pemikiran secara logika penggunaan istilah untuk memahami susunan stuktur pengetahuan, pemikiran analisis dan intuitif, pembelajaran induktif untuk menguasai konsep/kategori, dan pemikiran metakognitif. Teori tersebut dapat di aplikasikan dalam 10 cara sebagi berikut : (1). Pembelajaran penemuan. (2). Pembelajaran melalui metode induktif. (3). Member contoh-contoh yang berkaitan dan tidak berkaitan dengan konsep. (4) membantu siswa melihat hubungan atar konsep. (5). Membiasakan siswa membuat pemikiran intuitif. (6). Melibatkan siswa. (7). pengajaran untuk pelajar tahap rendah. (8 )menggunakan alat bantu mengajar. (9) pembelajaran melalui kajian luar. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa konsep pembelajaran Discovery Learning ini merencanakan suatu pelajaran pada masalah masalah untuk di selidiki para siswa yang akan menyajikan materi pelajaran. Agar siswa menjadi aktip d. Langkah–Langkah Pembelajaran Discovery Learning Proses belajar yang dilakukan ini juga dapat menggunakan langkah-langkah model discovery learning yang harus dilakukan oleh guru dalam suatu kegiatan belajar mengajar dikelas, dan dilanjutkan oleh siwa dengan mencari informasi sendiri yang kemudian membentuk apa yang mereka ketahui dalam bentuk akhir. Karena dengan menggunakan langkah model ini guru mengharapkan siswa mampu berkreativitas, berkomunikasi, bersikap, memiliki pengetahuan yang akurat, dan memiliki keterampilan dalam pembelajaran. dan pembelajaran diharapkan sampai pada tujuan pembelajaran dan siswa akan menjadi lebih aktip kretif, dan proses pembelajaran akan menjadi menarik, menyenangkan dan akan berjalan dengan baik. Langkah-langkah pembelajaran Discovery Learning menurut Erwan Herwandy (dalam http://erwanherwandy.blogspot.com/2013/09/model-pembelajaran-penemuan-discovery.html?m=1) yang di unduh pada tanggal 22 agustus 2014 yaitu : a. Langkah Persiapan Model Discovery Learning 1. Menentukan tujuan pembelajaran 2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar dan sebagainya) 3. Memilih materi pelajaran 4. Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh kegeneralisasi) 5. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas, dan sebagainya untuk dipelajari siswa. 6. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang kongkret kepada yang abstrak, atau dari tahap yang enaktik, ikonik, sampai kepada tahap simbolik 7. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa. b. Prosedur Aplikasi Model Discovery Lerning Menurut Syah (2004:244), dalam mengaplikasikan metode discovery learning dikelas ada beberapa prosedur yang dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut: 1. Stimulation (Stimulasi/pemberian rangsangan) Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada suatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku dan aktivitas belajar lainnya yang mengarahkan pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini bruner memberikan stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dpaat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi. Dengan demikian seorang guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada siswa agar tujuan mengaktifkan siswa untuk mengeksplorasi dapat tercapai. 2. Problem statement (Pernyataan/identifikasi masalah) Setelah dilakukan stimulation langkah selanjutnya adalah guru membei kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawabana sementara atas pertanyaan masalah. Sedangkan menurut permasalahan yang dipilihnya itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan (statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang di ajukan. Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisa permasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan masalah. c. Data collection (Pengumpulan data) Ketika eksplorasi langsung guru juga memberi kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literature, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak sengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki. d. Data processing (Pengolahan data) Menurut Syah (2004:244), Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi dan sebagainya lalu ditafsirkan. Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi dan sebagainya, semuanya di olah, di acak, di klasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu di hitung, dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu Djamarah (2002:22). Data processing di sebut juga dengan pengkodean koding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternative jawaban/penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis. e. Verification (Pembuktian) Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secra cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244), verification menurut bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran , atau informasi yang ada pertanyaan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian di cek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak. f. Generalization (Menarik kesimpulan/generalisasi) Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil vertifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil vertivikasi maka di rumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dan pengalaman pengalaman itu. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa dalam proses pembelajaran menggunakan model Discovery Learning ini mempunyai langkah persiapan dan langkah pelaksanaan model discovery learning yang harus dilakukan dalam suatu kegiatan belajar mengajar dikelas, agar proses belajar mengajar akan berjalan dengan baik. e. Kelebihan dan Kelemahan Model Discovery Learning 1. Kelebihan Penerapan Discovery Learning Salah satu model pembelajaran ini mempunyai kelebihan dan banyak digunakan di sekolah-sekolah yang sudah maju yaitu dengan menggunakan model Discovery Learning yang merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa menjadi aktif, kreatif, menarik dan hasil pembelajaran tahan lama di ingat dan tidak mudah dilupakan oleh siswanya. Erwan Herwandy (dalam http://erwanherwandy.blogspot.com/2013/09/model-pembelajaran-penemuan-discovery.html?m=1) yang di unduh pada tanggal 22 agustus 2014, Metode Discovery Learning sebagai model belajar juga memiliki kelebihan yaitu : a. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan perbaikan keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dari proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya. b. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer. c. Menimbulkan rasa senang pada siswa karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil d. Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri. e. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan mengakibatkan akalnya dan motivasi sendiri f. Metode ini dapat membantu siswa memperkuatkan konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerjasama dengan orang lain. g. Berpusat pada sisiwa dan guru berperan sama-sama aktip mengeluarkan gaagasan-gagasan. Bahkan guru pun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti didalam situasi diskusi. h. Membentuk siswa menghilangkan keragu-raguan karena mengarah pada kebenaran yang pinal dan tertentu atau pasti. i. Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik. j. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru. k. Mendorong siswa berpikir, merumuskan hipotesis dan bekerja atas inisiatif sendiri. l. Memberi keputusan yang bersifat instrisik. m. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang. n. Proses belajar meliputi sesama asfeknya siswa menuju pada pembentukan manusia yang seutuhnya. o. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa p. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar q. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu Jadi dari penjelasan di atas bahwa dalam proses pembelajaran menggunakan model discovery learning ini akan merangsang situasi proses belajar, memperkuat siswa dalam memperoleh kepercayaan bekerjasama dengan orang lain, akan membentuk siswa menghilangkan keraguan dalam kegiatan belajar, membantu siswa memperoleh pengetahuan, siswa memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar dan belajar akan menimbulkan rasa senang. 2. Kelemahan Penerapan Discovery Learning Salah satu model pembelajaran ini mempunyai kekurangan dan jarang digunakan di setiap sekolah, model pembelajaran ini yaitu model discovery learning. Dengan menggunakan model Discovery learning dalam kegiatan pembelajaran akan membutuhkan waktu belajar yang lebih lama dibandingkan dengan belajar menerima. Untuk mengurangi kelemahan tersebut maka diperlukan bantuan guru. Erwan Herwandy (dalam http://erwanherwandy.blogspot.com/2013/09/model-pembelajaran-penemuan-discovery.html?m=1) yang di unduh pada tanggal 22 agustus 2014, Metode discovery learning sebagai model belajar juga memiliki kelemahan yaitu : a. Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar, bagi siswa yang kurang pandai akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir mengungkapkan hubungan antar konsep-konsep, yang tertulis atau lisan sehingga pada gilirannya akan menimbulkan prustasi b. Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya. c. Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama. d. Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangakan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian e. Pada peradaban disiplin ilmu, misalnya pembelajaran kurang pasilitas untuk mengukur gagasan yang ditemukan oleh para siswa. f. Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru. Dari penjelasan di atah dapat disimpulkan bahwa kelemahan tersebut siswa kurang memiliki kemampuan pengetahuan dalam mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model Discovery yang justru membutuhkan penguasaan informasi yang lebih cepat, dan tidak memberikan dalam bentuk final dan Metode ini membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya. 2. SIKAP PERCAYA DIRI a. Definisi Sikap Percaya Diri Sikap percaya diri yaitu sikap yang sangat penting bagi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang bersikap percaya diri memiliki keyakinan yang kuat dalam dirinya sehingga mampu untuk melakukan segala hal yang dihadapi dalam hidupnya. Menurut Thantaway dalam dalam Bambang (http://bambang-rustanto.blogspot.com/2013/08/konsep-kepercayaan-diri.html?m=1) yang di unduh pada tanggal 5 juni 2014, percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis diri seseorang yang memberi keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat atau melakukan sesuatu tindakan. Sedangkan menurut Angelis dalam Bambang (http://bambang-rustanto.blogspot.com/2013/08/konsep-kepercayaan-diri.html?m=1) yang di unduh pada tanggal 5 juni 2014, percaya diri berawal dari tekad pada diri sendiri, untuk melakukan segalanya yang kita inginkan dan membutuhkan dalam hidup. Percaya diri terbina dari keyakinan diri sendiri, sehingga kita mampu menghadapi tantangan hidup apapun dengan berbuat sesuatu. Jadi berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat di simpulkan bahwa sikap percaya diri merupakan sikap individu yakin akan kemampuannya sendiri untuk bertingkah laku sesuai dengan yang diharapkannya sebagai suatu perasaan yang yakin pada tindakannya, bertanggung jawab terhadap tindakannya dan tidak terpengaruh oleh orang lain. adanya Orang yang memiliki kepercayaan diri mempunyai ciri-ciri: toleransi, tidak memerlukan dukungan orang lain dalam setiap mengambil keputusan atau mengerjakan tugas, selalu bersikap optimis dan dinamis, serta memiliki dorongan prestasi yang kuat. b. Karakteristik Percaya Diri Karakteristik disini merupakan suatu keyakinan yang dimiliki seseorang terhadap segala hal yang terjadi dan mampu melakukan sesuatu tanpa ragu-ragu dalam mengahdapi rintangan. Menurut Lauster dalam Bambang (http://bambang-rustanto.blogspot.com/2013/08/konsep-kepercayaan-diri.html?m=1) yang di unduh pada tanggal 5 juni 2014, terdapat beberapa karakteristik untuk menilai kepercayaan diri individu, diantaranya : 1. Percaya kepada kemampuan sendiri, yaitu suatu keyakinan atas diri sendiri terhadap segala fenomena yang terjadi yang berhubungan dengan kemampuan individu untuk mengevaluasi serta mengatasi fenomena yang terjadi tersebut. 2. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, yaitu dapat bertindak dalam mengambil keputusan terhadap apa yang dilakukan secara mandiri tanpa adanya kelibatan orang lain. Selain itu, mempunyai kemampuan untuk meyakini tindakan yang diambilnya tersebut. 3. Memiliki konsep diri yang positif, yaitu adanya penilaian yang baik dari dalam diri sendiri, baik dari pandangan maupun tindakan yang dilakukan yang menimbulkan rasa positif terhadap diri sendiri. 4. Berani mengungkapkan pendapat, yaitu adanya suatu sikap untuk mampu mengutarakan sesuatu dalam diri yang ingin diungkapkan kepada orang lain tanpa adanya paksaan atau hal yang dapat menghambat pengungkapan perasaan tersebut. Menurut Lauster dalam Bambang (http://bambang-rustanto.blogspot.com/2013/08/konsep-kepercayaan-diri.html?m=1) yang di unduh pada tanggal 5 juni 2014, menyatakan bahwa rendahnya kepercayaan diri pada seseorang menyebabkan orang menjadi ragu-ragu, pesimis dalam menghadapi rintangan, kurang tanggung jawab, dan cemas dalam mengungkapkan pendapat/gagasan. Jadi penjelasan yang sudah dibahas tersebut maka orang yang memiliki percaya diri mampu menghadapi segala sesuatu dengan bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki perasaan yang positif dan selalu berani mengungkapkan pendapatnya tanpa ragu-ragu. Karena apabila orang yang tidak percaya diri mereka akan merasakan takut, cemas, malu, pesimis dalam menghadapi rintangan yang dihadapinya. c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri Faktor yang mempengaruhi sikap percaya diri seseorang itu di pengaruhi oleh lingkungan yang ada disekitarnya seperti dia selalu mendapatkan perhatian atau dorongan dari keluarganya, memiliki punya banyak teman dan saling berinteraksi bersama temannya, mempunyai pengetahuan yang luas, dan mempunyai kelebihan yang dimilikinya, selalu berpikir positip dalam setiap hal yang dia lakukan. Faktor yang Mempengaruhi rasa percayaan diri pada seseorang menurut Hakim dalam Bambang (http://bambang-rustanto.blogspot.com/2013/08/konsep-kepercayaan-diri.html?m=1) yang di unduh pada tanggal 5 juni 2014sebagai berikut: 1. Lingkungan Keluarga Keadaan lingkungan sangat mempengaruhi pembentukan awal rasa percaya diri pada seseorang. Rasa percaya diri merupakan suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang ada pada dirinya dan diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari. 2. Pendidikan Formal Sekolah bisa dikatakan sebagai lingkungan kedua bagi anak, dimana sekolah merupakan lingkungan yang paling berperan bagi anak setelah lingkungan keluarga dirumah. Sekolah memberikan ruang pada anak untuk mengekspresikan rasa percaya dirinya terhadap teman teman sebayanya. 3. Pendidikan Non Formal Salah satu modal utama untuk bisa menjadi seseorang dengan kepribadian yang penuh rasa percaya diri adalah memiliki kelebihan tertentu yang berarti bagi diri sendiri dan orang lain. Rasa percaya diri akan menjadi lebih mantap jika seseorang memiliki suatu kelebihan yang membuat orang lain merasa kagum. Kemampuan atau keterampilan dalam bidang tertentu bisa didapatkan melalui pendidikan non formal. Secara formal dapat digambarkan bahwa rasa percaya diri merupakan gabungan dari pandangan positif diri sendiri dan rasa aman. Dari penjelasan diatas maka faktor yang mempengaruhi sikap percaya diri dapat disimpulkan bahwa kepercyaan diri di akibatkan oleh lingkungan keluarga, pendidikan formal, dan pendidikan non formal. dimana lingkungan tersebut sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap percaya diri seseorang. d. Upaya Untuk Meningkatkan Percaya Diri Upaya untuk meningkatkan sikap percaya diri ini diperlukan seseorang harus selalu bersikap positif terhadap apa yang terjadi, selalu berinteraksi dengan orang lain agar tidak merasa canggung untuk melakukan kegiatan-kegiatan kreatif. Dan buang jauh-jauh rasa keraguan itu untuk mengambil keputusan selama kita memiliki keyakinan, tekad dan fakta mendukung. Ada beberapa upaya untuk meningkatkan sikap percaya diri menurut Hj.Yetti dalam (http://hjyetti-amril.blogspot.com/2012/01/percaya-diri.html?m=1) yang diunduh pada tanggal 20 july 2014 yaitu : (1). Selalu berpikir positif. (2). Kenali diri sendiri (3). Lakukan apa yang yang bisa dilakukan sekarang (4). Selalu bersemangat (5). Yakin dengan potensi pada diri sendiri (6). Banyak bergaul (7). Yakin bahwa diri kita bisa. (8). Jangan takut mengambil resiko/siap menerima kritikan. (9). Mempunyai tujuan hidup untuk sukses dan maju (10) perkaya wawasan (11) bersikap tenang. Maka dapat disimpulkan bahwa upaya untuk meningkatkan sikap percaya diri ini kita harus yakin akan kemampuan yang dimiliki, harus selalu bersikap optomis, selalu berinteraksi dengan orang lain, tidak boleh takut, malu dan ragu untuk melakukan hal apapun yang akan dilakukan. 3. HASIL BELAJAR a. Definisi Hasil Belajar Belajar merupakan suatu proses pembelajaran untuk mencapai hasil belajar. Hasil belajar disini merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh seseorang melalui proses pembelajaran disekolah yang dinyatakan bisa berupa nilai dari hasil tes belajar. Hasil belajar juga bisa menumbuh kembangkan pengetahuan seseorang sehingga ia mempunyai keterampilan yang bagus, sikap dan cita-cita seseorang merupakan hasil belajar siswa yang di miliki. Hasil belajar pun perlu ada dorongan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemampuan untuk melalakukan sesuatu sehingga memperoleh hasil atau tujuan tertentu. Belajar merupakan suatu proses untuk mencapai hasil belajar. Hal ini sesuai yang dikemukakan Skinner dalam Dimyati & Mudjiono (2006:9) bahwa “belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun”. Perubahan tingkah laku siswa setelah mengikuti pembelajaran terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan aspek-aspek tersebut. Adapun aspek-aspek itu adalah pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan social, jasmani, budi pekerti, dan sikap. Hasil belajar diperoleh pada akhir proses pembelajaran dan berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menyerap atau memahami suatu bahan yang telah diajarkan. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:3), hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, dasi sisi siswa hasil belajar merupakan puncak proses belajar. Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. hasil pembelajaran juga bisa berupa nilai, ilmu pengetahuan, sikap, dan lain-lain yang sudah mencapai tujuan dengan kemampuan seseorang dalam menyerap atau memahami sesuatu terhadap apa yang telah diajarkan. b. Bentuk Hasil Belajar Belajar merupakan proses perubahan dalam diri seseorang. Dengan belajar orang dapat merubah dirinya menjadi lebih baik. Dan akan menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif, melalui penguatan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang terigrentasi dalam pembentukan karakter peserta didik. Yang menuntut perubahan peserta didik pada proses pembelajaran. Hal itu adalah perubahan dari hasil belajar seseorang yang akan dijadikan penilaian hasil belajar. Menurut Mulyasa (2013:65) kurikulum difokuskan pada pembentukan kompetensi dan karakter peserta didik, berupa paduan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat didemonstrasikan peserta didik sebagai wujud pemahaman terhadap konsep yang dipelajarinya secara kontektual. kurikulum 2013 memungkinkan para guru menilai hasil belajar peserta didik dalam proses pencapaian sasaran belajar, yang mencerminkan penguasaan dan pemahaman terhadap apa yang dipelajari. Oleh Karena itu, peserta didik perlu mengetahui kriteria penguasaan kompetensi dan karakter yang akan dijadikan sebagai standar penilaian hasil belajar. Sehingga para peserta didik dapat mempersiapkan dirinya melalui penguasaan terhadap sejumlah kompetensi dan karakter tertentu, sebagai persyaratan untuk melanjutkan ketingkat penguasaan kompetensi dan karakter berikutnya. Sudirman dalam Usman (http://fuddinbatavia.com/?p=336). Yang di akses pada tanggal 29 Agustus 2014, mengatakan bahwa ”perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga terbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, dan penyesuaian diri”. Pada penjelasan di atas dapat disimpulakan bahwa bentuk hasil belajar yaitu tingkat penguasaan siswa dalam bentuk kemampuan-kemampuan tertentu dan pengalaman-pengalaman belajar setelah mengikuti serangkaian pembelajaran dan merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa perupa penguasaan ilmu pengetahuan, sikap dan keterampilan tertentu. c. Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Yang mempengaruhi hasil belajar disini bisa berupa pujian/dorongan yang di berikan oleh keluarga/guru dan orang yang ada disekitarnya, sehingga akan berpengaruh terhadap anak untuk bersemangat dalam melakukan pembelajaran tersebut. Menurut Slameto (2003:54) Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu : 1. Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang disebut faktor individu (intern), yang meliputi: (1). Faktor biologis, meliputi: kesehatan, gizi, pendengaran, dan penglihatan. Jika salah satu dari factor biologis terganggu akan mempengaruhi hasil prestasi belajar. (2). Faktor psikologis, meliputi: intelegensi, minat dan motivasi serta perhatian ingatan berpikir. (3). Faktor kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan jasmani Nampak dengan adanya lemah tubuh, lapar dan haus serta mengantuk. Sedangkan kelelahan rohani dapatdilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu akan hilang. 2. Faktor yang ada pada luar individu yang disebut dengan faktor ekstern, yang meliputi: (1). Faktor keluarga. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan terutama. Merupakan lembaga pendidikan dalam ukuran kecil tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar. (2). Faktor sekolah, meliputi: metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan berdisiplin disekolah. (3). Faktor masyarakat, meliputi : bentuk kehidupan masyarakat sekitar dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Jika lingkungan siswa adalah lingkungan terpelajar maka siswa akan terpengaruh dan mendorong untuk lebih giat belajar. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor intern yang berupa faktor biologis, psikologis, dan kelelahan dimana faktor biologis dan psikologis tersebut akan mempengaruhi hasil prestasi belajar, motivasi, dan ingatan berfikir siswa. Sedangkan faktor kelelahan bisa mempengaruhi kebosanan, kelesuan sehingga minat dan dorongan menghasilkan sesuatu yang akan hilang. disini juga ada faktor ekstern yang dapat mempengaruhi hasil belajar yang terjadi pada faktor keluarga, sekolah dan masyarakat dimana faktor ekstern ini bisa berpengaruh terhadap prestasi belajar dan akan mendorong untuk lebih giat lagi. d. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Untuk meningkatkan hasil belajar disini siswa dan guru harus melakukan proses pembelajaran dengan baik, giat, aktif, kreatif, dan penggunaan metode pun harus yang menarik agar dalam proses pembelajaran akan berjalan secara optimal dan hasil belajarnya pun maksimal. dan siswa tidak akan merasa malas, bosan, ngantuk. Menurut Illawati (dalam http://www.ilawati-apt.com/cara-meningkatkan-hasil-belajar/) yang diunduh pada tanggal 20 july 2014, Ada beberapa cara meningkatkan hasil belajar yang dapat dilakukan oleh guru antara lain adalah : (1). Arahkan para siswa untuk bisa mempersiapkan diri secara fisik dan mental. (2). Meningkatkan konsentrasi belajar siswa. (3). Berilah para siswa motivasi belajar. (4). Ajarkan mereka strategi-stretegi belajar. (5). Belajar sesuai gaya belajar. (6). Belajar secara menyeluruh (7). Biasakan saling berbagi. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar yang didapat tergantung pada siswa itu sendiri, namun diharapkan para pengajar juga bisa berperan dalam penggunaan metode relevan, pelaksanaannya yang menarik, materi pembelajarannya pun harus berkaitan dengan kehidupan nyata, dan menggunakan media yang cocok untuk di ajarkan agar siswa merasa bersemangat untuk belajar. 4. PEMBELAJARAN TEMATIK a. Pengertian Pembelajaran Tematik Pembelajaran tematik yaitu pembelajaran dari berbagai mata pelajaran dijadikan dalam satu materi yang dilakukan untuk satu kali pertemuan dalam satu tema. Menurut Rusman (2012:254), Pembelajaran tematik merupakan salah satu model pembelajaran terpadu (integrated instruction) yang merupakan satu system pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok, aktip menggali dan menemukan konsep serta prinsip prinsip keilmuan secara holistik, bermakna dan autentik. Pembelajaran terpadu berorientasi pada praktik pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan siswa. Pendekatan ini berangkat dari teori pembelajaran yang menolak proses latihan/ hafalan (drill) sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan stuktur intelektual anak. Teori pemblejaran ini dimotori para tokoh psikologi gestalt, termasuk piaget yang menekankan bahwa pembelajaran itu haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak. Pendekatan pembelajaran terpadu lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Menurut Abdul Majid (2014:86-87) Pengertian pembelajaran tematik dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Pembelajaran yang berangkat dari suatu tema tertentu sebagai pusat yang digunakan untuk memahami gejala gejala dan konsep konsep, baik yang berasal dari bidang studi yang bersangkutan maupun dari bidang studi lainnya. 2. Suatu pendekatan pembelajaran yang menghubungkan berbagai bidang studi yang mencerminkan dunia rill disekeliling dan dalam rentang kemampuan dan perkembangan anak. 3. Suatu cara untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan anak secara simultan. 4. Menggabungkan suatu konsep dalam beberapa bidang studi yang berbeda dengan harapan anak akan belajar lebih baik dan bermakna. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu. dalam pembahasannya tema tema itu ditinjau dari berbagai mata pelajaran. b. Karakteristik Pembelajaran Tematik Karakteristik pembelajaran tematik dalam proses pembelajaran yang bias berupa memberikan pengalaman langsung kepada siswa agar siswa lebih memahami apa yang dijelaskan oleh gurunya. Sebagai suatu model pembelajaran disekolah dasar Menurut Rusman (2012:258-259), pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut : 1. Berpusat pada siswa Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered) hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar, sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, yaitu memberikan kemudahan kemudahan pada siswa untuk melakukan aktivitas belajar. 2. Memberikan pengalaman langsung Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung pada siswa (direct experiences), dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkret) sebagai dasar untuk memahami hal hal yang lebih abstrak. 3. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan pada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa. 4. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran Pembelajaran tematik menyajikan konsep konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa dapat memahami konsep konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari hari. 5. Bersifat fleksibel Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada. 6. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya. 7. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik model pembelajaran tematik yaitu berpusat pada siswa, memberikan pengalaman langsung, pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas, menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran, bersifat fleksibel, hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa, menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan. c. Kekuatan dan Keterbatasan Pembelajaran tematik Kelebihan model pembelajaran tematik ini banyak digunakan di sekolah-sekolah yang di ajarkan dikelas 1, 2, 3, 4 dengan menggunakan pembelajaran tematik siswa dapat mengembangkan cara belajar menyenangkan, Mengembangkan keterampilan berpikir anak didik sesuai dengan persoalan yang dihadapi. dan hasil pembelajaran tahan lama di ingat dan tidak mudah dilupakan oleh siswanya. Selain itu model ini juga dapat membingungkan siswa dalam pembelajaran, karena dengan pembelajaran tematik dari berbagai mata pelaran dalam satu materi mengakibatkan siswa kurang tahu mata pelajaran apa yang sedang di ajarkan. Untuk mengurangi kelemahan tersebut m maka diperlukan bantuan guru. Menurut Abdul Majid (2014:92-94) pembelajaran tematik meiliki kelebihan dan kelemahan diantaranya : Pembelajaran tematik memiliki dan arti penting, yakni sebagai berikut : 1. menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan anak didik 2. Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak. 3. Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna. 4. Mengembangkan keterampilan berpikir anak didik sesuai dengan persoalan yang dihadapi. 5. Menumbuhkan keterampilan social melalui kerjasama. 6. Memiliki sikap toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain. 7. Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang dihadapi dalam lingkungan anak didik. Disamping kelebihan, pembelajaran terpadu memiliki keterbatasan terutama dalam pelaksanaanya, yaitu pada rancangan dan pelaksanaan evaluasi yang lebih banyak menuntut guru untuk melakukan evaluasi proses, dan tidak hanya evaluasi dampak pembelajaran langsung saja. Puskur, balitbang diknas (tt;9) mengidentifikasi beberapa aspek keterbatasan pembelajaran terpadu, yaitu sebagai berikut. a. Aspek Guru Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi, keterampilan metodologis yang handal, rasa percaya diri yang tinggi, dan berani mengemas dan mengembangkan materi. Secara akademik, guru dituntut untuk terus menggali informasi ilmu pengetahuan yangb berkaitan dengan materi yang akan diajarkan dan banyak membaca buku agar penguasaan bahan ajar tidak terfokus pada bidang kajian tertentu saja. Tanpa kondisi ini, pembelajaran terpadu akan sulit terwujud. b. Aspek peserta didik Pembelajaran terpadu menuntut kemampuan belajar peserta didik yang relative “baik”, baik dalam kemampuan akademik maupun lkreativitasnya. Hal ini terjadi karena model pembelajaran terpadu menekankan pada kemampuan analitis (mengurai), kemampuan asosiatif (menghubung-hubungkan), kemampuan eksploratif dan elaboratif (menemukan dan menggali). Jika kondisi ini tidak dimiliki, penerapan model pembelajaran terpadu ini sangat sulit dilaksanakan. c. Aspek sarana dan sumber pembelajaran Pembelajaran terpadu memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi, mungkin juga pasilitas internet. Semua ini akan menunjang, memperkarya dan mempermudah pengembangan wawasan. Jika sarana ini tidak dipenuhi, penerapan pembelajaran terpadu juga akan terhambat. d. Aspek kurikulum Kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman peserta didik (bukan pada pencapaian target penyampaian materi). Guru perlu diberi wewenang dalam mengembangkan materi, metode, penilaian keberhasilan pembelajaran peserta didik. e. Asfek penilaian Pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian yang menyeluruh (komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar peserta didik dari beberapa bidang kajian terkait yang dipadukan. Dalam kaitan ini, guru selain dituntut untuk menyediakan teknik dan prosedurpelaksanaan penilaian dan pengukuran yang komprehensif, juga dituntut untuk berkoorganisasi dengan guru lain jika materi pelajaran berasal dari guru yang berbeda. Dari penjelasan kelebihan dan keterbatasan di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan pembelajaran tematik ini dapat menyenangkan siswadalam belajar, hasil belajar dapat bertahan lama dan tidak mudah dilupakan, dapat menumbuhkembangkan keterampilan siswa dalam belajar. Sedangkan keterbatasan pembelajaran tematik ini yaitu pada perancangan dan pelaksaaan evaluasi yang lebih banyak menuntut guru untuk melakukan evaluasi proses d. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Tematik Pelaksanaan pembelajaran tematik di setiap kelas setiap hari perlu dilakukan di sekolah sekolah dasar kela 1-IV, tahap ini terdiri dari pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. Dengan menggunakan tahap-tahap tersebut agar pembelajaran berjalan dengan optimal. Menurut Syafa Atuletika dalam (http://syafaatuletika.blogspot.com/2012/04/v-behaviorurldefaultvmlo.html?m=1) yang di unduh pada tanggal 31 agustus 2014 yaitu : Pelaksanaan pembelajaran tematik setiap hari dilakukan dengan menggunakan 3 tahapan kegiatan yaitu kegiatan pembukaan/awal/pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Alokasi waktu untuk setiap tahapan adalah kegiatan pembukaan lebih kurang 5-10 waktu pelajaran yang telah disediakan, sedangkan kegiatan penutup dilaksanakan dengan alokasi waktu lebih kurang 10-15% dari waktu pelajaran yang disediakan. Prosedur Kegiatan Pembelajaran Tematik 1. Kegiatan awal, meliputi: mengonfirmasi tema dan sub tema yang akan dipelajari dan menjelaskan tujuan dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. 2. Kegiatan inti, meliputi: memberikan pertanyaan pemandu yang berfungsi untuk membangkitkan motivasibelajar siswa-siswi dan mengaitkan materi pembelajaran, memberikan tugas atau kegiatan-kegiatan kepada siswa-siswi yang berkaitan dengan tema-tema dan mengutamakan pemeroleh pengalaman langsung pada diri siswa-siswi, memberikan laporan hasil kegiatan siswa siswi, dan melakukan penguatan dengan membahas bersama-sama kegiatan yang telah dilakukan siswa-siswi. 3. Kegiatan akhir, meliputi: merumuskan kesimpulan akhir dari subtema atau topic yang dibahas dam melakukan tes akhir (posttest). Tahap pelaksanaan pembelajaran tematik 1. Kegiatan pendahuluan/awal/pembukaan Kegiatan inti teruma dilakukan untuk menciptakan suasana awal pembelajaran untuk mendorong siswa-siswi mempokuskan dirinya agar mampumengikuti proses pembelajaran dengan baik, dimaksudkan untuk mempersiapkan siswa-siswi agar secara mentalsiap mempelajari pengetahuan, keterampilan, dan sikap baru. Dari sifat kegiatan pembukaan adalah kegiatan untuk pemanasan. Pada tahap ini dapat dilakukan penggalian anak tentang tema yang akan disajikan. Beberapa contoh kegiatan yang dapat dilakukan adallah berdoa sebelum belajar, bercerita, kegiatan fisik/jasmani dan bernyanyi. 2. Kegiatan inti/penyajian Dalam kegiatan ini difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan baca, tulis, dan hitung. Penyajian bahan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan berbagai strategi/metode yang bervariasi dan dapat dilakukan secara klasikal, kelompok kecil atau perorangan. 3. kegiatan penutup/akhir tindak lanjut Sifat dari kegiatan penutup adalah untuk menenangkan beberapa contoh kegiatan penutup yang dapat dilakukan adalah menyimpulkan/mengungkapkanhasil pembelajaran yang telah melakukan, membaca ayat-ayat pendek al-qur’an, mendongeng, membaca cerita/kisah-kisah teladan dari buku, pantomime, pesan-pesan moral, music/apresiasi musik. Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa tahap pelaksanaan pembelajaran tematik terdiri dari kegiatan pendahuluan/awal/pembukaan. Kegiatan inti/penyajian, kegiatan penutup/akhir dan tindak lanjut. 5. MACAM-MACAM SUMBER ENERGI Kompetensi Inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi SKL, Komp

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 12 Jul 2016 03:28
Last Modified: 12 Jul 2016 03:28
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/5512

Actions (login required)

View Item View Item