Ati Jumati, 105060040 (2016) PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING PADA SUBTEMA KEBERAGAMAN BUDAYA BANGSAKU UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SDN LEUWILIANG KABUPATEN SUMEDANG. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.
Text
cover skripsi NEW.docx Download (133kB) |
|
Text
Lembar pengesahan.docx Download (20kB) |
|
Text
Moto hidup dan persembahan.doc Download (23kB) |
|
Text
Lembar pernyataan.doc Download (24kB) |
|
Text
Abstrak bhs indonesia.doc Download (28kB) |
|
Text
Abstrak bhs inggris tulisan miring.doc Download (27kB) |
|
Text
KATA PENGANTAR.doc Download (25kB) |
|
Text
Ucapan Terima Kasih.doc Download (32kB) |
|
Text
Daftar isi 2010 new.docx Download (28kB) |
|
Text
BAB I kur.2013 tanpa kerangka pemikiran.docx Download (51kB) |
|
Text
BAB II kur.2013 flashdisk data baru.doc Download (507kB) |
|
Text
BAB II kur.2013.docx Download (391kB) |
|
Text
BAB III kur.2013.docx Restricted to Repository staff only Download (74kB) |
|
Text
BAB IV kur.2013.doc Restricted to Repository staff only Download (13MB) |
|
Text
BAB V kur.2013.doc Restricted to Repository staff only Download (34kB) |
|
Text
DAFTAR PUSTAKA SEMUA 2007.doc Download (37kB) |
Abstract
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan rasa ingin tahu dan keterampilan membaca peta melalui model Problem Based Learning pada tema selalu berhemat energi, subtema macam-macam sumber energi, kegiatan pembelajaran 4. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan di kelas IV A SDN Sekelimus I Bandung. Penelitian ini dilatar belakangi dengan keadaan siswa di kelas IV A SDN Sekelimus I Bandung yang tidak kritis didalam pembelajaran dikarenakan guru sering menggunakan ceramah konvensional, sedangkan dengan model-model pembelajaran yang lain khususnya model Problem Based Learning belum pernah dilaksanakan. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menggunakan sistem siklus yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, analisis dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan rasa ingin tahu dan keterampilan membaca peta pada siswa. Hal tersebut dapat dilihat dari persentase peningkatan rasa ingin tahu dari siklus I sampai siklus II, yaitu pada siklus I persentase rasa ingin tahu yang diperoleh sebesar 50% dengan kategori cukup, pada siklus II persentase rasa ingin tahu sebesar 85,7% dengan kategori sangat baik. Sedangkan persentase peningkatan keterampilan membaca peta dari siklus I sampai siklus II, yaitu pada siklus I persentase keterampilan membaca peta yang diperoleh sebesar 10,7% dengan kategori kurang, pada siklus II persentase keterampilan membaca peta sebesar 82,2% dengan kategori sangat baik. Kesimpulan yang diperolah dari penelitian ini adalah, bahwa penerapan model pembelajaran Problem Based Learning sangat menunjang terhadap peningkatan rasa ingin tahu dan keterampilan membaca peta pada tema selalu berhemat energi, subtema macam-macam sumber energi, kegiatan pembelajaran 4. Dengan demikian, penggunaan model Problem Based Learning dapat dijadikan salah satu model pembelajaran untuk diterapkan pada pembelajaran tematik. Kata kunci: Problem Based Learning, rasa ingin tahu, keterampilan membaca peta. ABSTRACT This research aims to raise curiosity and map reading skills through Problem Based Learning model in always save energy themes, various energy source’s subtheme, learning activity 4. Classroom Action Research was conducted in fourth grade A SDN Sekelimus I Bandung. The background of this research to the state the students of fourth A grade of SDN Sekelimus I Bandung who uncritical in learning because the teacher oftens use conventional lectures, whereas the models of learning that another particular Problem Based Learning model has never been implemented. This study uses Classroom Action Research (CAR) methods using a system consisting of a cycle of planning, implementation, observation, analysis and reflection. This research conducted in two cycles. The results showed that the use of Problem Based Learning can increase curiosity and map reading skills in students. This can be seen from the percentage values increase the curiosity of the first cycle to the second cycle, in the first cycle curiosity percentages obtained by 50% with enough categories, the percentage of second cycle curiosity was 85,7% with a very good category. Whereas the percentage increase in map reading skills of first cycle to the second cycle, in the first cycle the percentage of map reading skills acquired by 10,7% with less category, then the percentage of second cycle map reading skills by 82,2% with a very good category. The conclusions obtained from this study is that the adoption of Problem Based Learning model of teaching is very supportive to the increase curiosity and map reading skills to always save energy theme, subtheme various energy sources, instructional activities 4. Thus, the use of the model of Problem Based learning can be used as one of the learning model to be applied to thematic learning. Keywords : Problem Based Learning, Curiosity, Map Reading Skills. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-Undang sistem pendidikan Nasional (Pasal 1 UU RI No.20 th.2003) dalam Zaim Elmubarok (2009, h. 2) Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Tujuan pendidikan pada dasarnya adalah membentuk sumber daya manusia yang berkualitas, seperti yang disebutkan di dalam UUD 1945 (versi Amendemen), pasal 31 ayat 3 bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. Hal ini juga disebutkan di dalam Undang-Undang Nomor: 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 yaitu: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, sehat, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk dapat mencapai tujuan pendidikan tersebut maka diperlukan adanya peningkatan mutu pendidikan. Hal yang mungkin dilakukan di dalam meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan meningkatkan kualitas guru, memperbaiki kurikulum, sistem pendidikan, bahkan proses kegiatan belajar mengajar di sekolah baik di dalam maupun di luar. Untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia maka pemerintah memperbaiki kurikulum menjadi kurikulum 2013. Pengembangan kurikulum 2013 merupakan bagian dari strategi meningkatkan capaian pendidikan. Pengembangan kurikulum 2013 diorientasi terjadinya peningkatan dan keseimbangan antara kompetensi sikap (attitude), keterampilan (skill), dan pengetahan (knowledge). Hal ini sejalan dengan amanat UU No.20 Tahun 2003 sebagaimana tersurat dalam penjelasan pasal 35: kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum berbasis kompetensi. Di dalamnya dirumuskan secara terpadu kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus dikuasai peserta didik. Juga dirumuskan proses pembelajaran dan penilaian yang diperlukan peserta didik untuk mencapai kompetensi yang diinginkan itu. Pada dasarnya yang mendasari kegiatan pembelajaran pada kurikulum 2013 adalah pendekatan ilmiah (saintific approach). Penerapan pendekatan ini menjadi tantangan guru melalui pengembangan aktivitas siswa yaitu mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, dan mencipta. Tujuh aktivitas belajar tersebut merupakan aktivitas dalam mengembangkan keterampilan berfikir untuk mengembangkan rasa ingin tahu siswa. Kegiatan pembelajaran pada kurikulum 2013 diharapkan dapat meningkatan dan menyeimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara antara peneliti dan guru wali kelas IV di SDN Sekelimus I Bandung menunjukkan bahwa masih rendahnya rasa ingin tahu dan keterampilan membaca peta yang disebabkan oleh berbagai faktor permasalahan yang mempengaruhi kegiatan proses belajar dan mengajar antara guru dan siswa. Hal di atas sesuai dengan permasalahan yang ditemui guru dalam kegiatan belajar mengajar: 1. Sarana dan prasarana yang ada di sekolah kurang mendukung terlaksananya proses belajar mengajar yang diharapkan. 2. Pengaplikasian model, metode dan pendekatan pembelajaran kurang bervariasi sehingga proses belajar mengajar cenderung monoton. Adapun masalah siswa yang ditemuinya dalam proses belajar mengajar yaitu: 1. Minimnya sumber belajar yang ada disekolah. 2. Siswa kurang termotivasi ketika belajar. 3. Siswa mudah merasa jenuh pada materi pembelajaran. Untuk mengatasi permasalahan di atas peneliti mengambil suatu tindakan untuk menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning untuk meningkatkan rasa ingin tahu dan keterampilan membaca peta pada tema selalu berhemat energi, subtema macam-macam sumber energi, kegiatan pembelajaran 4. Model pembelajaran Problem Based Learning merupakan salah satu model pembelajaran scientific yang digunakan dalam kurikulum 2013. Fokus model pembelajaran Problem Based Learning adalah pada pembelajaran siswa dan bukan pada pengajaran guru. Model pembelajaran ini menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu dalam pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta didik, sebelum peserta didik mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan rasa ingin tahu dan keterampilan membaca peta. Oleh karena itu, penulis menetapkan judul “Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Rasa Ingin Tahu Dan Keterampilan Membaca Peta Pada Tema Selalu Berhemat Energi, Subtema Macam-Macam Sumber Energi, Kegiatan Pembelajaran 4 Di Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Sekelimus I Bandung Tahun Ajaran 2014/2015”. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti pada saat kegiatan pembelajaran di Sekolah Dasar Negeri Sekelimus I Bandung, maka peneliti menemukan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Kurangnya rasa ingin tahu siswa ketika proses pembelajaran berlangsung. 2. Kurangnya keterampilan siswa dalam membaca peta. 3. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru di kelas kurang menarik perhatian siswa. 4. Kurangnya pemahaman guru dalam pembelajaran tematik menggunakan kurikulum 2013. Berdasarkan hasil observasi, bahwa pendidik harus memahami dan mencari solusi untuk meningkatkan rasa ingin tahu dan keterampilan membaca peta pada pembelajaran tematik, dalam tema selalu berhemat energi, subtema macam-macam sumber energi, kegiatan pembelajaran 4, Maka dari itu pendidik memilih untuk menggunakan model pembelajaran “Problem Based Learning” dalam kegiatan belajar mengajar. Model pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan rasa ingin tahu dan keterampilan membaca peta dalam kegiatan pembelajaran siswa. Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari siswa untuk melatih dan meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan menyelesaikan masalah, serta mendapat pengetahuan konsep-konsep penting. Pendekatan pembelajaran ini mengutamakan proses belajar dimana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai keterampilan mengarahkan diri. C. Rumusan Masalah Dan Pertanyaan Penelitian 1. Rumusan Masalah Sebagaimana telah diuraikan pada pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : “Apakah melalui penerapan model Problem Based Learning dapat meningkatkan rasa ingin tahu dan keterampilan membaca peta pada pembelajaran tematik dalam tema selalu berhemat energi, subtema macam-macam sumber energi, kegiatan pembelajaran 4 di kelas IV Sekolah Dasar Negeri Sekelimus I Bandung?” 2. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka dapat ditarik pertanyaan penelitian sebagai berikut : a. Bagaimana perencanaan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning dalam meningkatkan sikap rasa ingin tahu siswa pada tema selalu berhemat energi, subtema macam-macam sumber energi dalam kegiatan pembelajaran 4 di Kelas IV Semester I Sekolah Dasar Negeri Sekelimus I Bandung? b. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning dalam meningkatkan rasa ingin tahu pada tema selalu berhemat energi, subtema macam-macam sumber energi dalam kegiatan pembelajaran 4 di Kelas IV Semester I Sekolah Dasar Negeri Sekelimus I Bandung? c. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning dalam meningkatkan keterampilan membaca peta pada tema selalu berhemat energi, subtema macam-macam sumber energi dalam kegiatan pembelajaran 4 di Kelas IV Semester I Sekolah Dasar Negeri Sekelimus I Bandung? d. Apakah sikap rasa ingin tahu dan keterampilan membaca peta meningkat ketika menggunakan model Problem Based Learning pada tema selalu berhemat energi, subtema macam-macam sumber energi dalam kegiatan pembelajaran 4 di Kelas IV Semester I Sekolah Dasar Negeri Sekelimus I Bandung? D. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah dalam penelitian ini dibatasi aspek-aspek tertentu yaitu: 1. Model pembelajaran Problem Based Learning dalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pembelajaran. 2. Meningkatkan rasa ingin tahu siswa kelas IV dalam proses pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning. 3. Meningkatkan keterampilan membaca peta pada siswa kelas IV dalam proses pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning. 4. Mengkaji tema selalu berhemat energi, subtema macam-macam sumber energi kegiatan pembelajaran 4. 5. Obyek dalam penelitian ini hanya akan meneliti pada siswa kelas IV di SDN Sekelimus I Bandung. E. Tujuan Penelitan 1. Tujuan Umum Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana peningkatan rasa ingin tahu dan keterampilan membaca peta dalam tema selalu berhemat energi, subtema macam-macam sumber energi, kegiatan pembelajaran 4 menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning di kelas IV Sekolah Dasar Negeri Sekelimus I Bandung. 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: a. Untuk meningkatkan rasa ingin tahu siswa dalam tema selalu berhemat energi, subtema macam-macam sumber energi, kegiatan pembelajaran 4 menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning di kelas IV Sekolah Dasar Negeri Sekelimus I Bandung. b. Untuk meningkatkan keterampilan membaca peta dalam tema selalu berhemat energi, subtema macam-macam sumber energi, kegiatan pembelajaran 4 menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning di kelas IV Sekolah Dasar Negeri Sekelimus I Bandung. F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Dengan penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih terhadap pembelajaran tematik kurikulum 2013 dalam bidang pendidikan, terutama dalam meningkatkan pemahaman konsep sumber energi pada pembelajaran tematik dalam tema selalu berhemat energi, subtema macam-macam sumber energi, kegiatan pembelajaran 4 melalui penggunaan model pembelajran yaitu model Problem Based Learning. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pioneer penerapan pembelajaran tematik kurikulum 2013 dalam meningkatkan kualitas kegiatan belajar mengajar disekolah sehingga nantinya dapat meningkatkan kualitas pendidikan nasional. 2. Manfaat Praktis Manfaat yang diambil dari penelitian tindakan kelas ini antara lain: a. Bagi Siswa 1) Membantu siswa meningkatkan rasa ingin tahu dan keterampilan membaca peta dalam kegiatan pembelajaran tematik. 2) Melatih siswa untuk berpikir kritis, kreatif, dan bertanggung jawab. 3) Mendorong kreativitas siswa dalam pengungkapan penyelidikan masalah yang telah ia lakukan. b. Bagi Guru 1) Meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi guru professional. 2) Membuat guru menjadi peka dan cepat tanggap terhadap permasalahan yang terjadi pada kegiatan belajar mengajar di kelas. 3) Memperoleh masukan dari hasil penelitian tindakan kelas sebagai penelitian masalah dalam pembelajaran di mana penelitian tindakan kelas dapat memberikan wawasan kepada guru dalam melakukan perbaikan pembelajaran terutama pembelajaran tematik kurikulum 2013. c. Bagi Sekolah 1) Meningkatkan professional guru dalam perbaikan proses hasil belajar. 2) Meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan yang optimal. 3) Meningkatkan dan mengembangkan keterampilan dalam menyusun kegiatan belajar mengajar di sekolah. d. Bagi peneliti 1) Mengetahui model pembelajran yang cocok untuk digunakan dalam setiap pembelajaran yang dilakukan, baik didalam kelas maupun diluar kelas. 2) Menambah pengetahuan sebagai bekal dalam dunia pendidikan dan untuk mengetahui fakta-fakta yang terjadi di dunia pendidikan terutama sekolah dasar. 3) Menambah wawasan dan pengalaman mengenai penerapan model pembelajarran Problem Based Learning pada pembelajaran tematik kurikulum 2013. G. Asumsi Menurut Arikunto (2002, h. 61) dalam blog dari: (http: // ramaidrus. blogspot. com/ 2012/ 04/ penelitian- kuantitatif. html diakses tanggal 22 mei 2014 pukul 20.20) asumsi atau anggapan dasar adalah suatu hal yang di yakini kebenarannya oleh penulis yang di rumuskan secara jelas. Berdasarkan pengertian di atas peneliti merumuskan asumsi atau anggapan dasar yaitu sebagai berikut: 1. Guru sudah siap menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning. 2. Siswa dianggap siap menerima pembelajaran dengan model Problem Based Learning. 3. Media yang mendukung model pembelajaran Problem Based Learning dianggap memadai. Dalam pembelajaran tematik di sekolah dasar kelas IV di SDN Sekelimus I Bandung untuk meningkatkan rasa ingin tahu dan keterampilan membaca peta dengan model pembelajaran Problem Based Learning dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran, karena model pembelajaran ini menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan ini dalam model pembelajaran Problem Based Learning digunakan untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu dalam pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta didik, sebelum peserta didik mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan rasa ingin tahu dan keterampilan membaca peta pada tema selalu berhemat energi, subtema macam-macam sumber energi, kegiatan pembelajaran 4. H. Hipotesis Menurut Jaka Permana (2012, h.123) Hipotesis berasal dari bahasa latin Hypo dan Thesis. Hypo artinya setengah, thesis artinya kesimpulan. Jadi hypothesis atau diterjemahkan menjadi hipotesis dapat diartikan sebagai suatu kesimpulan yang masih sementara atau setengah benar dan masih memerlukan pengujian dan pembuktian. Bila hipotesis itu sudah diuji secara empiris (dengan menggunakan data yang tersedia maka hipotesis ini akan menjadi test atau kesimpulan). Sedangkan menurut Arikunto (2009, h.55) dalam blog dari: (http:// beredukasi. blogspot.com/2013/09/pengertian-hipotesis-penelitian.html diakses pada tanggal 22 mei 2014 pukul 20.25) mengemukakan bahwa hipotesis adalah alternatif dugaan jawaban yang dibuat oleh peneliti bagi problematika yang diajukan dalam penelitian. Dengan kedudukan itu maka hipotesis dapat berubah menjadi kebenaran, tetapi juga dapat tumbang sebagai kebenaran. Mengacu pada pengertian hipotesis di atas, diduga penerapan model pembelajaran Problem Based Learning untuk meningkatkan rasa ingin tahu dan keterampilan membaca peta pada tema selalu berhemat energi, subtema macam-macam sumber energi, kegiatan pembelajaran 4 di kelas IV Sekolah Dasar Negeri Sekelimus I Bandung. Lebih jelas penulis merinci hipotesis tindakan sebagai berikut: 1. Jika perencanaan pembelajaran disusun sesuai dengan model pembelajaran Problem Based Learning, maka sikap rasa ingin tahu siswa pada tema selalu berhemat energi, subtema macam-macam sumber energi, kegiatan pembelajaran 4 di kelas IV Sekolah Dasar Negeri Sekelimus I Bandung akan meningkat. 2. Jika perencanaan pembelajaran disusun sesuai dengan model pembelajaran Problem Based Learning, maka keterampilan membaca peta pada tema selalu berhemat energi, subtema macam-macam sumber energi, kegiatan pembelajaran 4 di kelas IV Sekolah Dasar Negeri Sekelimus I Bandung akan meningkat. 3. Jika proses pembelajaran yang berlangsung dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning, maka sikap rasa ingin tahu dan keterampilan membaca peta pada tema selalu berhemat energi, subtema macam-macam sumber energi, kegiatan pembelajaran 4 di kelas IV Sekolah Dasar Negeri Sekelimus I Bandung akan meningkat. I. Definisi Operasional 1. Model PembelajaranProblem Based Learning Menurut Abdul Majid (2014, h.162) pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning/PBL) merupakan suatu model pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world). 2. Rasa Ingin Tahu Menurut Atika dalam blognya yang diakses tanggal 16 mei 2014 pukul 18:55 dari: http:// atika islami. blogspot. com/ 2012/ 12/ pendidikan- karakter- rasa- ingin- tahu. html rasa ingin tahu adalah suatu emosi yang berkaitan dengan perilaku ingin tahu seperti eksplorasi, investigasi, dan belajar, terbukti dengan pengamatan pada spesies hewan manusia dan banyak. 3. Keterampilan Membaca Peta a. Keterampilan Keterampilan berdasarkan (http: // www. Guru keterampilan. blogspot. com / 2013 / 05 / pengertian – keterampilan html? m=1 diakses pada tanggal 23 mei 2014 pukul 08:45) keterampilan adalah kemampuan untuk menggunakan akal, fikiran, ide, dan kreatifitas dalam mengerjakan, mengubah ataupun membuat sesuatu menjadi lebih bermakna sehingga menghasilkan sebuah nilai dari hasil pekerjaan tersebut b. Membaca Menurut Farida Rahim (2011, h.2) membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berfikir, psikolinguistik, dan metakognitif. Sebagai proses visual membaca merupakan proses menterjemahkan simbol tulisan kedalam kata-kata lisan. Sebagai suatu proses berfikir, membaca mencakup aktivitas pengenalan kata, pengenalan literal, interpretasi, membaca kritis, dan pemahaman kreatif. Pengenalan kata bisa berupa aktivitas membaca kata-kata dengan menggunakan kamus (Crawley dan Mountain, 1995 dalam Farida Rahim (2011, h.2)). c. Peta Peta menurut Tantya Hisnu.P (2008, h.3) adalah gambar seluruh atau sebagian dari permukaan bumi yang dilukiskan ke suatu bidang datar dengan perbandingan atau skala tertentu. Kesimpulan dari hal yang telah di paparkan di atas yaitu penulis memilih menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning karena model pembelajaran ini menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu dalam pembelajaran. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan rasa ingin tahu dan keterampilan membaca peta pada siswa kelas IV A SDN Sekelimus I Bandung. BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran Problem Based Learning a. Pengertian Model Pembelajaran Istilah Model pembelajaran dibedakan dari istilah strategi, metode, dan prinsip pembelajaran. Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode, dan prinsip pembelajaran. Model pembelajaran berdasarkan blog Sofa dari: (http:// massofa. wordpress. com/2013/05/27/ model pembelajaran-berbasis-masalah-problem-based-learning diakses dalam laman web tanggal 29 maret 2014 pukul 18:49) adalah suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam setting tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Kegiatan belajar yang telah dirancang dan dilaksanakan dengan penuh keahlian guru dapat menghasilkan suasana dan proses pembelajaran yang efektif. Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar (Menurut Gunter et. Al., 1990:67, Joyce & Weil, 1980 dalam Adang Heriawan, 2012, h.1). Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam mengkoordinasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar, yang berfungsi sebagai pedoman guru dalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengelola lingkungan pembelajaran dan mengelola kelas. Dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran diperlukan perangkat pembelajaran yang dapat disusun dan dikembangkan oleh guru. Pernyataan ini terdapat dalam blog Sofa, P . (2013). Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning). Diakses dalam laman web tanggal 29 maret 2014 pukul 18:49 dari: http:// massofa. wordpress. com/2013/05/27/ model pembelajaran-berbasis-masalah-problem-based-learning Model pembelajaran cenderung prespektif, dan relatif sulit dibedakan dengan strategi pembelajaran. An instructional strategy is a method for delivering instruction that is intented to help student achieve alearning objetive (Burden & Byrd, 1999: 85 dalam Adang Heriawan 2012, h.1). Model pembelajaran mempunyai makna lebih luas dari pada strategi, metode, atau prosedur pembelajaran. Istilah model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi atau metode pembelajaran, yakni: 1) Rasional teoritis logis yang disusun oleh pendidik; 2) Tujuan pembelajaran yang akan dicapai; 3) Langkah-langkah mengajar yang diperlukan agar model pembelajaran dapat dilaksanakan secara optimal; 4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat dicapai. Selain memperhatikan rasional teoritik, tujuan, dan hasil yang ingin dicapai, model pembelajaran memiliki lima unsur dasar menurut Joyce & Weil dalam Adang Heriawan (2012, h.1), yaitu: 1) Syntax, yaitu langkah-langkah operasional pembelajaran; 2) Social system, adalah suasana dn norma yang berlaku dalam pembelajaran; 3) Principle of reaction, menggambarkan bagaimana seharusnya guru mendukung pembelajaran; 4) Support system, segala sarana, bahan, alat, atau lingkungan belajar yang mendukung pembelajaran; dan 5) Instructional dan nurturant effect, hasil belajar yang diperoleh langsung berdasarkan tujuan yang disasar (instructional effect) dan hasil belajar di luar yang di sasar (nurturan teffects). b. Pengertian Problem Based Learning Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning/PBL) menurut Abdul Majid (2014, h.162) merupakan suatu model pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world). Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning/PBL) menurut Miftahul Huda (2013, h. 271) merupakan suatu model pembelajaran yang menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta didik, sebelum peserta didik mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan. Model pembelajaran berbasis masalah dilakukan dengan adanya pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh peserta didik dalam pencapaian materi pembelajaran. Barrow mendefinisikan Pembelajaran Berbasis-Masalah (Problem Based Learning/PBL) menurut Miftahul Huda (2013, h. 271) sebagai “pembelajaran yang diperoleh melalui proses menuju pemahaman akan resolusi suatu masalah. Masalah tersebut ditemukan pertama-tama dalam proses pembelajaran”. Problem Based Learning merupakan salah satu bentuk peralihan dari paradigma pengajaran menuju paradigma pembelajaran (Barr dan Tagg, 1995 dalam Huda (2013, h. 271)). Jadi, fokusnya adalah pada pembelajaran siswa dan bukan pada pengajaran guru. Sementara itu, Llyod-Jones, Margeston, dan Bligh (1998: 494) dalam Miftahul Huda (2013, h. 271) menjelaskan fitur-fitur penting dalam Problem Based Learning. Mereka menyatakan bahwa ada tiga elemen dasar yang seharusnya muncul dalam pelaksanaan Problem Based Learning: menginisiasi pemicu/masalah awal (initiating trigger), meneliti isu-isu yang di definisikan sebelumnya, dan memanfaatkan pengetahuan dalam memahami lebih jauh situasi masalah. Menurut Miftahul Huda (2013, h. 272) Problem Based Learning tidak hanya bisa diterapkan oleh guru dalam ruang kelas, akan tetapi juga oleh pihak sekolah untuk pengembangan kurikulum. Ini sesuai dengan definisi Problem Based Learning yang disajikan oleh Maricopa Community Colleges, Centre For Learning and Instruction. Menurut mereka, Problem Based Learning merupakan kurikulum sekaligus proses. Kurikulumnya meliputi masalah-masalah yang dipilih dan dirancang dengan cermat yang menuntut upaya kritis siswa untuk memperoleh pengetahuan, menyelesaikan masalah, belajar secara mandiri, dan memiliki skill partisipasi yang baik. Sementara itu, proses Problem Based Learning mereplikasi pendekatan sistemik yang sudah banyak digunakan dalam menyelesaikan masalah atau memenuhi tuntutan-tuntutan dalam dunia kehidupan dan karier. Menurut Miftahul Huda (2013, h. 272) sintak operasional Problem Based Learning bisa mencakup antara lain sebagai berikut: 1) Pertama-tama siswa disajikan suatu masalah. 2) Siswa mendiskusikan masalah dalam tutorial Problem Based Learning dalam sebuah kelompok kecil. Mereka mengklarifikasi fakta-fakta suatu kasus kemudian mendefinisikan sebuah masalah. Mereka membrainstorming gagasan-gagasannya dengan berpijak pada pengetahuan sebelumnya. Kemudian, mereka mengidentifikasi apa yang mereka butuhkan untuk menyelesaikan masalah serta apa yang tidak mereka ketahui. Mereka menelaah masalah tersebut. Mereka juga mendesain suatu rencana tidak untuk menggarap masalah. 3) Siswa terlibat dalam studi independen untuk menyelesaikan masalah di luar bimbingan guru. Hal ini bisa mencakup: perpustakaan, database, website, masyarakat, dan observasi. 4) Siswa kembali pada tutorial Problem Based Learning, lalu saling sharing informasi, melalui peer teaching atau cooperative learning atas masalah tertentu. 5) Siswa menyajikan solusi atas masalah. 6) Siswa mereview apa yang mereka pelajari selama proses pengerjaan selama ini. Semua yang berpartisipasi dalam proses tersebut terlibat dalam review pribadi, review berpasangan, dan review berdasarkan bimbingan guru, sekaligus melakukan refleksi atas kontribusinya terhadap proses tersebut. c. Tujuan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Menurut Abdul Majid (2014, h. 163) tujuan dan hasil dari model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah: 1) Keterampilan berfikir dan keterampilan memecahkan masalah Pembelajaran berbasis masalah ini ditujukan untuk mengembangkan keterampilan berfikir tingkat tinggi. 2) Pemodelan peranan orang dewasa Bentuk pembelajaran berbasis masalah penting menjembatani gap antara pembelajaran sekolah formal dengan aktivitas mental yang lebih praktis yang dijumpai di luar sekolah. Aktivitas-aktivitas mental di luar sekolah yang dapat dikembangkan adalah: a) Problem Based Learning Mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas. b) Problem Based Learning memiliki elemen-elemen magang. Hal ini mendorong pengamatan dan dialog dengan yang lain sehingga peserta didik secara bertahap dapat memilih peran yang diamati tersebut. c) Problem Based Learning melibatkan peserta didik dalam penyelidikan pilihan sendiri, yang memungkinkan mereka menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata. 3) Belajar pengarahan diri sendiri (self directed learning) Pembelajaran berbasis masalah berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus dapat menentukan sendiri apa yang harus dipelajari, dan dari mana informasi harus diperoleh, di bawah bimbingan guru. Model Problem Based Learning (PBL) mengacu pada hal-hal sebagai berikut: a) Kurikulum: Problem Based Learning (PBL) tidak seperti pada kurikulum tradisional, karena memerlukan suatu strategi sasaran di mana proyek sebagai pusat. b) Responsibility: Problem Based Learning (PBL) menekankan Responsibility dan answerability para peserta didik ke diri dan panutannya. c) Realisme: kegiatan peserta didik difokuskan pada pekerjaaan yang serupa dengan situasi yang sebenarnya. Aktifitas ini mengintegrasikan tugas autentik dan menghasilkan sikap profesional. d) Active-Learning: menumbuhkan isu yang berujung pada pertanyaaan dan keinginan peserta didik untuk menemukan jawaban yang relevan, sehingga degan demikian telah terjadi proses pembelajaran yang mandiri. e) Umpan balik: diskusi, presentasi, dan evaluasi terhadap para peserta didik menghasilkan umpan balik yang berharga. Ini mendorong kearah pembelajaran berdasarkan pengalaman. f) Keterampilan umum: Problem Based Learning dikembangkan tidak hanya pada keterampilan pokok dan pengetahuan saja, tetapi juga mempunyai pengaruh besar pada kketerampilan yang mendasar seperti pemecahan masalah, kerja kelompok, dan self-management. g) Driving Questions: Problem Based Learning difokuskan pada pertanyaan atau permasalahan yang memicu peserta didik untuk berbuat menyelesaikan permasalahan dengan konsep, prinsip dan ilmu pengetahuan yang sesuai. h) Constructive Investigation: sebagai titik pusat, proyek harus disesuaikan dengan pengetahuan peserta didik. i) Autonomy: proyek menjadikan aktifitas peserta didik sangat penting. d. Prinsip Proses Pembelajaran Problem Based Learning Menurut Abdul Majid (2014, h. 164) Problem Based Learning mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut: 1) Konsep Dasar (Basic Concept) Jika dipandang perlu, guru dapat memberikan konsep dasar, atau link dan skill yang diperlukan dalam pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik lebih cepat masuk dalam atmosfer pembelajaran dan mendapatkan ‘peta’ yang akurat tentang arah dan tujuan pembelajaran. Lebih jauh, hal ini diperlukan untuk memastikan peserta didik memperoleh kunci utama materi pembelajaran, sehingga tidak ada kemungkinan terlewatkan oleh peserta didik mempelajari secara mandiri. Konsep yang diberikan tidak perlu detail, diutamakan dalam bentuk garis besar saja, sehingga peserta didik dapat mengembangkannya secara mandiri secara mendalam. 2) Pendefinisian Masalah (Defining The Problem) Dalam langkah ini guru menyampaikan skenario atau permasalahan dari dalam kelompoknya, peserta didik melakukan berbagai kegiatan. Pertama, brainstrorming yang dilaksanakan dengan cara semua anggota kelompok mengungkapkan pendapat, ide, dan tanggapan terhadap skenario secara bebas, sehingga dimungkinkan muncul berbagai macam alternatif pendapat. Kedua, melakukan seleksi alternatif untuk memilih pendapat yang lebih fokus. Ketiga, menentukan permasalahan dan melakukan pembagian tugas dalam kelompok untuk mencari referensi penyelesaian dari isu permasalahan yang didapat. Guru memvalidasi pilihan-pilihan yang diambil peserta didik. Pada akhir langkah peserta didik diharapkan memiliki gambaran yang jelas tentang apa saja yang mereka ketahui, apa saja yang mereka tidak ketahui, dan pengetahuan apa saja yang diperlukan untuk menjembatani. 3) Pembelajaran Mandiri (Self Learning) Menurut Abdul Majid (2014, h. 165) setelah mengetahui tugasnya, masing-masing peserta didik mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu yang sedang diinvestigasi. Sumber yang dimaksud dapat dalam bentuk artikel terrtulis yang tersimpan di perpustakaaan, halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang yang relevan. 4) Pertukaran Pengetahuan (Exchange Knowlwdge) Menurut Abdul Majid (2014, h. 165) setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi dalam langkah pembelajaran mandiri, selanjutnya pada pertemuan berikutnya peserta didik berdiskusi dalam kelompoknya untuk mengklarifikasi capaiannya dan merumuskan solusi dari permasalahan kelompok. Pertukaran pengetahuan ini dapat dilakukan dengan cara peserta didik berkumpul sesuai kelompok dan fasilitatornya. Tiap kelompok menentukan ketua diskusi dan tiap peserta didik menyampaikan hasil pembelajaran mandiri dengan cara mengintegrasikan hasil pembelajaran mandiri untuk mendapatkan kesimpulan kelompok. Langkah selanjutnya presentasi hasil dalam pleno (kelas besar) dengan mengakomodasi masukan dari pleno, menentukan kesimpulan akhir, dan dokumentasi akhir. 5) Penilaian (Assesment) Menurut Abdul Majid (2014, h. 165) penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap (attitude). e. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Problem Based Learning 1) Keunggulan Model Pembelajaran Problem Based Learning Keunggulan Pembelajaran Berbasis Masalah yang dipaparkan Kemendikbud (2013) dalam Yunus Abidin (2014, h.161) adalah sebagai berikut: a) Dengan Pembelajaran Berbasis Masalah akan terjadi pembelajaran bermakna. Siswa yang belajar memecahkan suatu masalah akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. b) Dalam situasi Pembelajaran Berbasis Masalah, siswa mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. c) Meningkatkan kemampuan berfikir kritis, menumbuhkkan inisiatif peserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok. Sejalan dengan apa yang telah dipaparkan di atas, berikut ini beberapa keunggulan Pembelajaran Berbasis Masalah juga dikemukakan oleh Delise dalam Yunus Abidin (2014, h.162) sebagai berikut: a) Pembelajaran Berbasis Masalah berhubungan dengan situasi kehidupan dunia nyata sehingga pembelajaran menjadi bermakna. b) Pembelajaran Berbasis Masalah mendorong siswa untuk belajar secara aktif. c) Pembelajaran Berbasis Masalah mendorong lahirnya berbagai pendekatan belajar secara interdisipliner. d) Pembelajaran Berbasis Masalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih apa yang akan dipelajarinya. e) Pembelajaran Berbasis Masalah mendorong terciptanya pembelajaran kolaboratif. f) Pembelajaran Berbasis Masalah diyakini mampu meningkatkan kualitas pendidikan. 2) Kelemahan Model Pembelajaran Problem Based Learning Sama halnya dengan model pembelajaran yang lain, Problem Based Learning juga memiliki beberapa kelemahan dalam penerapannya (Richard I Arends dan Ibrahim dalam Rusmiyati, 2007: 17 dalam web http:// buanatiwi. wordpress. com/2013/04/09/ model- pembelajaran- problem- based- learning/ diakses pada tanggal 28 mei 2014 pukul 07:29) adalah sebagai berikut: a) Kondisi kebanyakan sekolah tidak kondusif untuk pendekatan Problem Based Learning. Dalam pelaksanaannya, Problem Based Learning memerlukan sarana dan prasarana yang tidak semua sekolah memilkinya. Sebagai contoh, banyak sekolah yang belum memilikifasilitas laboratorium cukup memadai untuk kelengkapan pelaksanaan Problem Based Learning. b) Pelaksanaan Problem Based Learning memerlukan waktu yang cukup lama. Standar 40-50 menit untuk satu jam pelajaran yang banyak dijumpai di berbagai sekolah tidak mencukupi standar waktu pelaksanaan Problem Based Learning yang melibatkan aktivitas siswa diluar sekolah. c) Model Problem Based Learning tidak mencakup semua informasi atau pengetahuan dasar. f. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Problem Based Learning Berdasarkan http:// massofa. wordpress. com/ 2013/ 05/ 27/ model pembelajaran – berbasis – masalah – problem –based - learning diakses dalam laman web tanggal 29 maret 2014 pukul 18:49 penerapan model pembelajaran Problem Based Learning terdiri dari lima langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Tahap 1 Orientasi siswa pada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih. Tahap 2 Mengorganisasi siswa untuk belajar Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Tahap 3 Membimbing penyelidikan individual dan kelompok Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalahnya. Tahap 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu berbagai tugas dengan temannya Tahap 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan. g. Contoh Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Menurut Abdul Majid (2014, h. 167) sebelum memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, peserta didik terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu. Kemudian peserta didik diminta mencatat masalah-masalah yang muncul. Setelah itu tugas guru adalah merangsang peserta didik untuk berfikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan peserta didik untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan pendapat yang berbeda dari mereka. Menurut Abdul Majid (2014, h. 167) memanfaatkan lingkungan peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar. Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkunganpseserta didik, antara lain di sekolah, keluarga, dan massyarakat. Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar di luar kelas. Peserta didik diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Tabel 2.1 Contoh Penerapan Model Problem Based Learning Fase Rase Perilaku Guru Fase 1 Orientasi peserta didik kepada masalah. • Menjalankan tujuan pembelajaran, • Memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih. Fase 2 Mengorganisasikan peserta didik Membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Fase 3 Membimbing penyelidikan individu dan kelompok. Menolong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Fase 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya sesuai seperti laporan, model dan berbagai tugas dengan teman. Fase 5 Menganalisis dan mengevauasi proses pemecahan masalah. Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari/meminta kelompok presentasi hasil karya. Sumber: Abdul Majid (2014, h.167) Menurut Abdul Majid (2014, h. 167) contoh penerapan model pembelajaran Problem Based Learning yaitu sebagai berikut: 1) Fase 1: Mengorientasi peserta didik pada masalah Pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang dilakukan. Dalam penggunaan Problem Based Learning, tahapan ini sangat penting dimana guru harus menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilakukan peserta didik dan juga oleh guru. Serta dijelaskan bagaimana guru akan mengevaluasi proses pembelajaran. Halini sangat penting untuk memotivasi agar peserta didik dapat mengerti dalam pembelajaran yang akan dilakukan. 2) Fase 2: Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar Menurut Abdul Majid (2014, h. 168) disamping mengembangkan keterampilan memecahkan masalah, pembelajaran Problem Based Learning juga mendorong pesrta didik belajar berkolaborasi. Pemecahan suatu masalah sangat sangat membutuhkan kerjasama dan sharing antar anggota. Oleh sebab itu, guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok peserta didik dimana masing-masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda. Setelah peserta didik diorientasikan pada suatu masalah dan telah membentuk kelompok belajar selanjutnya guru dan peserta didik menetapkan subtopik-subtopik yang spesifik, tugas-tugas penyelidikan, dan jadwal. Tantangan utama bagi guru pada tahap ini adalah mengupayakan agar semua peserta didik aktif terlibat dalam sejumlah kegiatan penyelidikan dan hasil-hasil penyelidikan ini dapat menghasilkan penyelesaian terhadap permasalahan tersebut. 3) Fase 3: Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok Menurut Abdul Majid (2014, h. 167) penyelidikan adalah inti dari Problem Based Learning. Meskipun setiap situasi permasalahan memerlukan tekhnik penyelidikan yang berbeda, namun pada umumnya tentu melibatkan karakter yang identik, yakni pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan penjelasan, dan memberikan pemecahan. Pengumpulan data dan eksperimen merupakan aspek yang sangat penting. Pada tahap ini, guru harus mendorong peserta didik untuk mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen (mental amaupun aktual) sampai mereka betul-betul memahami dimensi situasi permasalahan. Tujuannya adalah agar peserta didik mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide mereka sendiri. 4) Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan artifak (hasil karya) dan memamerkannya Menurut Abdul Majid (2014, h. 169) tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan artifak (ghasil karya) dan pameran. Artifak lebih dari sekedar laporan tertulis, namun bisa suatu video tape (menunjukkan situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan), model program komputer dan multimedia. Tentunya kecanggihan artifak sangat dipengaruhi tingkat berfikir peserta didik. Langkah selanjunya adalah memamerkan hasil karyanya dan guru berperan sebagai organisator pameran. 5) Fase 5: Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah Menurut Abdul Majid (2014, h. 169) fase ini merupakan tahap akhir Problem Based Learning. Fase ini dimaksudkan untuk membantu peserta didik menganalisis dan mengevaluasi proses mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase ini guru meminta peserta didik untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan belajarnya. 2. Rasa Ingin Tahu a. Pengertian Rasa Ingin Menurut Atika dalam blognya yang diakses tanggal 16 mei 2014 pukul 18:55 dari: http:// atika islami. blogspot. com/ 2012/ 12/ pendidikan- karakter- rasa- ingin- tahu. html rasa ingin tahu adalah suatu emosi yang berkaitan dengan perilaku ingin tahu seperti eksplorasi, investigasi, dan belajar, terbukti dengan pengamatan pada spesies hewan manusia dan banyak. Istilah ini juga dapat digunakan untuk menunjukkan perilaku itu sendiri disebabkan oleh emosi rasa ingin tahu. Seperti emosi “Rasa ingin tahu” merupakan dorongan untuk tahu hal-hal baru, rasa ingin tahu adalah kekuatan pendorong utama di balik penelitian ilmiah dan disiplin ilmu lain dari studi manusia. b. Pentingnya Memiliki Rasa Ingin Tahu Menurut Atika dalam blognya yang diakses tanggal 16 mei 2014 pukul 18:55 dari: http:// atika islami. blogspot. com/ 2012/ 12/ pendidikan- karakter- rasa- ingin- tahu. html rasa ingin tahu pada setiap orang amatlah penting. Semua orang pemikir besar, para jenius, adalah orang-orang dengan karakter penuh rasa ingin tahu. Sebut saja Thomas Alva Edison, Albert Einstein, Leonardo Da Vinci, adalah orang-orang besar yang hidup dengan rasa ingin tahu. Mengapa rasa ingin tahu itu penting? Pertama: Rasa ingin tahu membuat pikiran siswa menjadi aktif. Tidak ada hal yang lebih bermanfaat sebagai modal belajar selain pikiran yang aktif. Siswa yang pikirannya aktif akan belajar dengan baik, sebagaimana yang dijelaskan teori kontruktivisme, di mana siswa dalam belajar harus secara aktif membangun pengetahuannya. Kedua: Rasa ingin tahu membuat siswa anda menjadi para pengamat yang aktif. Salah satu cara belajar adalah yang terbaik adalah dengan mengamati. Banyak ilmu pengetahuan yang berkembang karena berawal dari sebuah pengamatan, bahkan pengamatan yang sederha sekalipun. Rasa ingin tahu membuat siswa lebih peka dalam mengamati berbagai fenomena atau kejadian di sekitarnya. Ini berarti, dengan demikian siswa akan belajar lebih banyak. Ketiga: Rasa ingin tahu akan membuka dunia-dunia baru yang memantang dan menarik siswa untuk mempelajarinya lebih dalam. Jika ada banyak hal yang membuat munculnya rasa ingin tahu pada diri siswa, maka jendela dunia-dunia baru yang menantang akan terbuka buat mereka. Banyak hal yang menarik untuk dipelajari di dunia ini, tetapi seringkali karena rasa ingin tahu yang rendah yang siswa miliki, membuat mereka melewatkan dunia-dunia yang menarik dengan mudah. Keempat: Rasa ingin tahu membawa kejutan-kejutan kepuasan dalam diri siswa, dan meniadakan rasa bosan untuk belajar. Jika jiwa siswa dipenuhi dengan rasa ingin tahu akan sesuatu, maka mereka akan dengan segala keinginan dan kesukarelaan akan mempelajarinya. Setelah memuaskan rasa ingin tahunya, mereka akan merasakan betapa menyenangkannya hal tersebut. Kejutan-kejutan kepuasan ini akan meniadakan perasaan bosan belajar. 3. Keterampilan Membaca Peta a. Pengertian Keterampilan Keterampilan berdasarkan (http: // www. Guru keterampilan. blogspot. com / 2013 / 05 / pengertian – keterampilan html? m=1 diakses pada tanggal 23 mei 2014 pukul 08:45) keterampilan adalah kemampuan untuk menggunakan akal, fikiran, ide, dan kreatifitas dalam mengerjakan, mengubah ataupun membuat sesuatu menjadi lebih bermakna sehingga menghasilkan sebuah nilai dari hasil pekerjaan tersebut. Keterampilan pada dasarnya akan lebih baik bila terus dilatih untuk menaikkan kemampuan sehingga akan menjadi atau menguasai dari salah satu bidang keterampilan yang ada. Menurut Robbins (2000: 494-495) dalam http:// rapendik. com/ program/ pengayaan- pembelajaran/ keterampilan/ 2118- pengertian- keterampilan– dan- jenisnya. html. Diakses dalam laman web tanggal 27 mei 2014 pukul 13:40 pada dasarnya keterampilan dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu: 1) Basic literacy skill Keahlian dasar merupakan keahlian seseorang yang pasti dan wajib dimiliki oleh kebanyakan orang, seperti membaca, menulis, dan mendengar. 2) Technical skill Keahlian tekhnik merupakan keahlian seseorang dalam pengembangan tekhnik yang dimiliki, seperti menghitung secara tepat, mengoperasikan komputer. 3) Interpersonal skill Keahlian interpersonal merupakan kemampuan seseorang secara efektif untuk berinteraksi dengan orang lain maupun dengan rekan kerja, seperti pendengar yang baik, menyampaikan pendapat secara jelas dan bekerja dalam satu tim. 4) Problem soving Menyelesaikan masalah adalah proses aktivitas untuk menajamkan logika, beragumentasi dan penyelesaian masalah serta kemampuan untuk mengetahui penyebab, mengembangkan alternatif dan menaganalisa serta memilih penyelesaian yang baik. b. Membaca 1) Pengertian Membaca Menurut Farida Rahim (2011, h.2) membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berfikir, psikolinguistik, dan metakognitif. Sebagai proses visual membaca merupakan proses menterjemahkan simbol tulisan kedalam kata-kata lisan. Sebagai suatu proses berfikir, membaca mencakup aktivitas pengenalan kata, pengenalan literal, interpretasi, membaca kritis, dan pemahaman kreatif. Pengenalan kata bisa berupa aktivitas membaca kata-kata dengan menggunakan kamus (Crawley dan Mountain, 1995 dalam Farida Rahim (2011, h.2)). Menurut Farida Rahim (2011, h.2) tiga istilah sering digunakan untuk memberikan komponen dasar dari proses membaca, yaitu recording, decoding, dan meaning. Recording merujuk pada kata-kata dan kaliimat, kemudian mengorganisasikannya dengan bunyi-bunyinya sesuai dengan sistem tulisan yang digunakan, sedangkan proses decoding (penyandian) merujuk pada proses penerjemaahan rangkaian grafis ke dalam kata-kata. Di samping keterampilan decoding menurut Farida Rahim (2011, h.2), pembaca harus memiliki keterampiilan memahami makna (meaning). Pemahaman makna berlangsung melalui berbagai tingkat, mulai dari tingkat pemahaman literal sampai pada pemahaman interpretatif, kreatif, dan evaluatif. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa membaca merupakan gabungan proses perseptual dan kognitif, seperti dikemukakan oleh Crawley dan Mountain dalam Farida Rahim (2011, h.2). Menurut pandangan tersebut dalam Farida Rahim (2011, h.3), membaca sebagai proses visual merupakan proses menerjemahkan simbol tulisan kedalam bunyi. Sebagai suatu proses berfikir, membaca mencakup pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis (critical reading), dan membaca kreatif (creative reading). Membaca sebagai proses linguistik, skemata pembaca membantunya membangun makna, sedangkan fonologis, semantik, dan fitur sintaksis membantunya mengkomunikasikan dan menginterrpretasikan pesan-pesan. Proses metakognitif melibatkan perencanaan, pembetulan suatu strategi, pemonitoran, dan pengevaluasian. Pembaca pada tahap ini mengidentifikasi tugas membaca untuk membentuk strategi membaca yang sesuai, memonitor pemahamannya, dan menilai hasilnya. Sedangkan menurut Klein dalam Farida Rahim (2011, h.2) mengemukakan bahwa definisi membaca mencakup (1) membaca merupakan suatu proses, (2) membaca adalah strategis, (3) membaca merupakan interaktif. Membaca merupakan suatu proses dimaksudkan informasi dari teks dan pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca mempunyai peranan yang utama dalam membentuk makna. Menurut Farida Rahim (2011, h.3) Membaca juga merupakan suatu strategis. Pembaca yang efektif menggunakan berbagai strategi membaca yang sesuai engan teks dan konteks dalam rangka mengkonstruk makna ketika membaca. Stratei ini bervariasi sesuai dengan jenis teks dan tujuan membaca. Menurut Farida Rahim (2011, h.3) Membaca adalah interaktif. Keterlibatan pembaca dengan teks tergantung pada konteks. Orang yang senang membaca suatu teks yang bermanfaat, akan menemui beberapa tujuan yang ingin dicapainya, teks yang dibaca seseorang harus mudah dipahami (readable) sehingga terjadi interaksi antara pembaca dan teks. 2) Prinsip-prinsip membaca Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan membaca. Menurut Mc Laughlin dan Allen (2002) dalam Farida Rahim (2011, h.3), prinsip-prinsip membaca yang didasarkan pada penelitian yang paling memengaruhi pemahaman membaca ialah seperti yang dikemukakan berikut ini: a) Pemahaman merupakan proses konstruktivis sosial. b) Keseimbangan kemahiraksaraan adalah kerangka kerja kurikulum yang membantu perkembangan pemahaman. c) Guru membaca yang profesional (unggul) memengaruhi belajar siswa. d) Pembaca yang baik memegang peranan yang strategis dan berperan aktif dalam proses membaca. e) Membaca hendaknya terjadi dalam konteks yang bermakna. f) Siswa mmenemukan manfaat membaca yang berasal dari berbagai teks pada berbagai tingkat kelas. g) Perkembangan kosakata dan pembelajaran memengaruhi pemahaman membaca. h) Pengikutsertaan adalah suatu faktor kunci pada proses pemahaman. i) Strateggi dan keterampilan membaca bisa diajarkan. j) Asesmen yang dinamis menginformasikan pembelajaran membaca pemahaman. 3) Tujuan Membaca Menurut Farida Rahim (2011, h.11) membaca hendaknya mempunyai tujuan, karena seseorang yang membaca dengan suatu tujuan, cenderung lebih memahami dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai tujuan. Dalam kegiatan membaca di kelas, guru seharusnya menyusun tujuan membaca dengan menyediakan tujuan khusus yang sesuai dengan membantu mereka menyusun tujuan membaca siswa itu sendiri. Tujuan membaca menurut Farida Rahim (2011, h.11) mencakup: a) Kesenangan; b) Menyempurnakan membaca nyaring; c) Menggunakan strategi tertentu; d) Memperbaharui pengetahuannya tentang suatu topik; e) Mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahuinya; f) Memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis; g) Mengkonfirmasikan atau menolak prediksi; h) Menampilkan suatu eksperimen atau mmengaplikasikan informasi yang diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks; i) Menjawab pertanyaan-pertanyaaan yang spesifik (Blanton, dkk. dan Irwin dalam Burns dkk., 1996) dalam Farida Rahim (2011, h.12). c. Peta 1) Pengertian Peta Peta menurut Tantya Hisnu.P (2008, h.3) adalah gambar seluruh atau sebagian dari permukaan bumi yang dilukiskan ke suatu bidang datar dengan perbandingan atau skala tertentu. 2) Unsur-unsur Peta Menurut Tantya Hisnu.P (2008, h.5) ada enam unsur dalam sebuah peta yang baik. Keenam unsur itu adalah judul peta, garis tepi peta, legenda, skala, penunjuk arah (mata angin), dan garis astronomi. a) Judul Peta menurut Tantya Hisnu.P (2008, h.5) judul peta menunjukkan nama peta. Judul peta ditulis di bagian atas dengan huruf yang menonjol. Misalnya, PETA JAWA BARAT, PETA KALIMANTAN, PETA INDONESIA, dan sebagainya. b) Garis Tepi Peta Garis tepi peta menurut Tantya Hisnu.P (2008, h.6) adalah batas-batas pinggir gambar peta. Fungsi garis tepi untuk menulis angka-angka derajat astronomis. c) Legenda Legenda menurut Tantya Hisnu.P (2008, h.6) adalah keterangan-keterangan yang menjelaskan simbol-simbol pada peta. Biasanya legenda terletak di bagian bawah sebelah kiri ataupun kanan. Sedangkan simbol ialah gambar yang digunakan untuk mewakili objek-objek dalam peta. Misalnya simbol untuk danau, sungai, jalan, rel kereta, ibukota provinsi, batas kabupaten, dan sebagainya. Pemakai peta bisa melihat keadaan suatu wilayah. Berikut ini merupakan simbol-simbol menurut Tantya Hisnu.P (2008, h.6) peta berbentuk warna, garis, dan gambar. (1) Warna Arti warna-warna dalam peta sebagai berikut: (a) Warna hijau menunjukkan dataran rendah. (b) Warna kuning menunjukkan dataran tinggi. (c) Warna cokelat menunjukkan daerah pegunungan. (d) Warna putih menunjukkan puncak pegunungan yang tertutup salju. (e) Warna biru menunjukkan daerah perairan (laut, sungai, danau). (f) Warna biru untuk laut, dibedakan ketajamannya. Gunanya untuk menunjukkan kedalaman laut. Warna biru tua untuk laut dalam dan biru muda untuk laut dangkal. (2) Garis Arti simbol-simbol garis pada peta sebagai berikut: Tabel 2.2 Simbol garis Sumber: Tanya Hisnu.P (2008, h.6) (3) Gambar Ada banyak gambar simbol dalam peta. Arti gambar-gambar simbol dalam peta sebagai berikut: Tabel 2.3 Simbol gambar Sumber: Tanya Hisnu.P (2008, h.7) d) Skala Menurut Tanya Hisnu.P (2008, h.7) Skala adalah perbandingan jarak pada peta dengan jarak yang sesungguhnya. Sebuah peta selalu dibuat jauh lebih kecil dari keadaan yang sebenarnya. Akan tetapi, letak, jarak, dan arahnya seperti keadaan yang sebenarnya. Ada dua macam jenis skala menurut Tanya Hisnu.P (2008, h.7), yaitu sebagai berikut: (1) Skala angka (skala numerik) Skala angka disebut juga skala perbandingan. Skala biasanya ditulis di bagian bawah. Misalnya dalam sebuah peta kita menemukan Skala 1:10.000 (dibaca 1 berbanding 10.000). Ini berartibahwa jarak 1 cm pada peta sama dengan 10.000 cm di permukaan bumi. Atau 1 cm pada peta sama dengan 100 m atau 0,1 km jarak yang sebenarnya. Misalnya, jarak antara kota A ke kota B di peta adalah 5 cm. Ini berarti jarak yang sebenarnya dari kota A ke kota B adalah 5 cm X 10.000 cm = 50.000 cm. Kalau dinyatakan dalam meter berarti 500 meter. Kalau dinyatakan dalam kilometer berarti 0,5 km. (2) Skala garis Skala ini ditunjukkan oleh garis lurus yang dibagi dalam bagianbagian yang sama. Panjang masing-masing ruas = 1 cm. Contoh: Gambar 2.1 Skala Garis Sumber: Tanya Hisnu.P (2008, h.8) Skala garis di atas berarti bahwa 1 cm di peta sama dengan 1 km di tempat sebenarnya. Bagaimana mengubah skala angka menjadi skala garis? Mari kita belajar dari contoh berikut. Misalnya dalam sebuah peta tertulis skala angka 1 : 5.000.000. Kamu tahu ini berarti 1 cm pada peta sama dengan 5.000.000 cm pada jarak yang sebenarnya (di muka bumi). Atau, 1 cm pada peta sama dengan 50 km pada jarak sesungguhnya. Jika skala angka tersebut diubah ke skala garis, gambarnya sebagai berikut: Gambar 2.2 Skala Garis Sumber: Tanya Hisnu.P (2008, h.8) e) Penunjuk Arah (Mata Angin) Menurut Tantya Hisnu.P (2008, h.9) mata angin atau penunjuk arah ini juga merupakan salah satu unsur yang penting dalam sebuah peta. Gambar 2.3 Delapan arah mata angin Sumber: Tantya Hisnu.P (2008, h.9) f) Garis Astronomi Menurut Tantya Hisnu.P (2008, h.9) dalam peta terdapat garis-garis tegak (vertikal) dan mendatar (horizontal). Garis-garis itu disebut garis astronomis. Garis-garis yang tegak disebut garis bujur. Sementara yang garis-garis yang mendatar disebut garis lintang. Apa gunanya garis astronomis? Garis astronomis berguna untuk menentukan letak suatu tempat atau wilayah. 3) Membaca Peta Lingkungan Setempat Menurut Tantya Hisnu.P (2008, h. 10) cara membaca peta suatu kabupaten atau provinsi langkah-langkahnya yaitu sebagai berikut: (1) Menemukan peta kabupaten dan provinsi Peta kabupaten dan provinsi bisa kita temukan dalam atlas. Atlas adalah buku yang berisi gambar-gambar peta. Kamu bisa menemukan peta kabupaten dan provinsi di atlas provinsi-provinsi. Lihatlah daftar isi atlas tersebut. Carilah nama provinsimu. Kemudian bukalah halaman yang ditunjukkan dalam daftar isi itu. Di halaman itu kamu akan menemukan peta provinsimu. (2) Menentukan letak wilayah Letak suatu wilayah bisa ditunjukkan dengan menyebutkan letak astronomisnya. Bagaimana menentukan letak astronomis suatu wilayah? Tarik garis lurus mendatar (horizontal) di wilayah terluar sebelah utara dan selatan. Sebutkan angka koordinat garis lintang kedua garis itu. Kemudian tarik garis tegak lurus di wilayah terluar sebelah barat dan timur. Sebutkan angka koordinat garis bujur kedua garis itu. (3) Menyebutkan batas-batas wilayah Batas-batas wilayah bisa berupa wilayah provinsi lain. Bisa juga berupa kenampakan alam seperti selat, laut, atau samudera. Sebutkan batas-batas di sebelah timur, selatan, barat, dan utara. (4) Menyebutkan pembagian wilayah Sebuah provinsi terdiri dari beberapa kabupaten. Sebuah kabupaten terdiri dari beberapa kecamatan. Sebutkan kabupaten atau kecamatan di wilayah yang kamu pelajari. (5) Menyebutkan kenampakan-kenampakan alam dan buatan Kamu tentu masih ingat arti simbol-simbol yang biasa terdapat di sebuah peta bukan? Ada simbol-simbol untuk kenampakan alam dan buatan. Sebutkan macam-macam kenampakan alam dan buatan di peta yang kamu pelajari. Misalnya saja gunung, sungai, teluk, pelabuhan, bandar udara, jalur kereta api, dan sebagainya. B. Hasil Penelitian Terdahulu Yang Sesuai Dengan Penelitian 1. Hasil Penelitian Terdahulu Oleh Elis Eliah (2012, h. 4 dan h. 164) Dalam penelitiannya yang berjudul “Pendekatan Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Keterampilan Berfikir Kritis Siswa Pada Konsep Bagian Tumbuhan dan Fungsinya Di Kelas IV SD Negeri Patrol I Kecamatan Solokan Jeruk Kabupaten Bandung”. Masalah yang ada di kelas IV SDN SD Negeri Patrol I Kecamatan Solokan Jeruk Kabupaten Bandung berdasarkan hasil observasi di lapangan, dengan menganalisis hasil evaluasi ternyata hasilnya belum mencapai dengan apa yang diharapkan. Demikian halnya dengan siswa kelas IV SDN SD Negeri Patrol I Kecamatan Solokan Jeruk Kabupaten Bandung yang selama ini lebih menekankan kepada belajar informasi dan isi/materi daripada kemampuan berfikir dan pemahaman konsepnya, sehingga saat berhadapan dengan suatu masalah, anak cenderung pasif dan kurang mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan baik. Posedur penelitian tindakan kelas yang terdiri dari tiga siklus. Tiap siklus terdiri dari 2 pertemuan. Tahap penelitian tidakan kelas terdiri dari 4 komponen yang terdiri dari perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (action), observasi (observation), dan refleksi (reflection). Nilai hasil penilaian keterampilan berfikir kritis siswa pada konsep bagian tumbuhan dan fungsinya di kelas IV SD Negeri Patrol I Kecamatan Solokan Jeruk Kabupaten Bandung pada setiap siklusnya meningkat. Hasil perolehan nilai keterampilan berfikir kritis pada siklus I 65%, siklus II 73 %, siklus III 82%. Penilaian ini membuktikan bahwa pendekatan Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan keterampilan berfikir kritis siswa dalam konsep bagian tumbuhan dan fungsinya. Sebanyak 82% siswa dinyatakan memiliki keterampilan berfikir kritis. 2. Hasil Penelitian Terdahulu Oleh Meily Rachmawati (2012, h. 3 dan h. 98) Dalam penelitiannya yang berjudul “Penggunaan Model Pembelajaran Somatic Auditori Visual Dan Intelektual Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran IPS Pada Materi Membaca Dan Menggambar Peta Lingkungan Di Kelas IV SDN Cikiwul III Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi”. Masalah yang ada di Kelas IV SDN Cikiwul III Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi pada kenyataanya di lapangan banyak di temukan terjadinya kesenjangan dalam proses belajar mengajar. Demiikian halnya proses pembelajaran IP
Item Type: | Thesis (Skripsi(S1)) |
---|---|
Subjects: | S1-Skripsi |
Divisions: | Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014 |
Depositing User: | Iyas - |
Date Deposited: | 12 Jul 2016 03:28 |
Last Modified: | 12 Jul 2016 03:28 |
URI: | http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/5370 |
Actions (login required)
View Item |