PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS IV SEMESTER 1 PEMBELAJARAN 4 SUBTEMA KEBERAGAMAN BUDAYA BANGSAKU DI SDN PUNTANGSARI

Resmi Asih Nurhasanah, 105060232 (2016) PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS IV SEMESTER 1 PEMBELAJARAN 4 SUBTEMA KEBERAGAMAN BUDAYA BANGSAKU DI SDN PUNTANGSARI. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
JILID.docx

Download (30kB)
[img] Text
Lbr PENGESAHAN.docx

Download (16kB)
[img] Text
pernyataan.docx

Download (237kB)
[img] Text
DAFTAR ISI.docx

Download (34kB)
[img] Text
BAB I-Bab V.docx

Download (489kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA.docx

Download (13kB)
[img] Text
boidat.docx

Download (74kB)

Abstract

ABSTRAK Pembelajaran merupakan proses yang sengaja dilakukan dalam waktu panjang untuk memperoleh perubahan perilaku dari individu atau organisme. Pembelajran yang dilakukan pada siswa Kelas IV-B SD Negeri Puntangsari dilakukan menggunakan model PBL. Penggunaan model PBL bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa, untuk memecahkan masalah pembelajaran yang dihadapi dalam proses pembelajaran. Sehingga siswa mampu mmemecahkan masalah pembelajaran yang dihadapinya, dan dapat memahami langsung hasil pemecahan yang siswa lakukan serta akan lebih lama diingat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode Penelitain Tindakan Kelas (PTK). Karena yang menjadi objek dalam penelitian adalah siswa dan aktivitas pembelajaran di dalam kelas. Penelitian dengan metode PTK ini dilakukan dengan dua siklus, yaitu siklus I dan siklus II untuk mencapai tujuan dan indikator keberhasilan. Setiap siklus dilakukan dengan tahapn kegiatan yang sama. Berdasarkan data awa yang diperoleh pada ssaat penelitian, tarap kemampuan pemahaman siswa kelas IV-B SD Negeri Puntangsari sangat rendah. Rendahnya pemahaman siswa dilihat dari hasil pre tes yang menunjukkan hasil sebesar 0,00% siswa belum mencapai KKM sebesar 2,66. Rendahnya pemahaman siswa tersebut dikarekan pembelajaran yang dilakukan oleh guru masih menggunakan metode konvensional. Setelah mengetahui hasil awal tersebut, kemudian dilakukan pembelajaran dengan menggunakan metode Problem Based Learning (PBL). Pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan tahapan pembelajaran dengan menggunakan PBL. Dengan pembelajaran demikian, pada siklus I pemahaman siswa mengalami peningkatan. Sebesar 58,60% dari 29 siswa yang mengikuti pre tes telah mencapai KKM, dan pada sisklus II pemahaman siswa meningkat kembali menjadi 93,50% dari 31 siswa telah mencapai KKM. Dengan demikian, penelitian terhadap pembelajaran dengan menggunakan model PBL pada siswa Kelas IV-B SD Negeri Puntangsari meningkat pada setiap tahap penelitia, dan penelitian berhasil mencapai indikator. Untuk pembelajaran selanjutnya, dalam pembelajaran guru dapat menggunakan metode yang bervariasi sesuai dengan karakteristik pembelajaran dan siswa yang akan mengikuti pembelajran. Selain metode, guru juga dapat menggunakan media dan alat perraga sesuai dengan kebutuhan belajar. Kata kunci: Pemahaman, Problem Based Learning (PBL). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakikatnya pendidikan merupakan upaya menyiapkan subjek (peserta didik) menghadapi lingkungan yang sedang mengalami perubahan pesat.Pendidikan merupakan solusi dalam menerapkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pembentukan manusia seutuhnya. Hasil yang diharapkan dari proses pendidikan, manusia menjadi cerdas dan memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam bermasyarakat dan bernegara. Tujuan pendidikan nasional diatas dipaparkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 BAB II Pasal 3 tentang sistem Pendidikan Nasional, yaitu: pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.Tujuan tersebut juga didukung oleh Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010. Berdasarkan tujuan pendidikan nasionnal di atas, setiap jenjang pendidkan memiliki keterkaitan dalam mengantarkan siswa/ peserta didik menuju jenjang selanjutnya. Keterkaitan tersebut tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 17, yaitu: 1) Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. 2) Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Mdrasah Idtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajatserta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTS) atau bentuk lain yang sederajat. Berdasarkan tujuan dan harapan dari UU RI tentang Sistem Pendidikan Nasional, SDN Puntangsari memiliki cita-cita yang sama dalam meningkatkan pendidikan di Indonesia. Cita-cita tersebut dituangkan dalam bentuk visi dan misi SDN Puntangsari.Visi SDN Puntangsari yaitu: unggul dalam prestasi, disiplin, beriman, bertaqwa dan berbudaya. Sedangkan misinya yaitu: 1) terwujudnya masyarakat sekolah yang berprestasi; 2) terciptanya masyarakat sekolah yang kondusif dan berkepribadian; 3) terciptanya masyarakat sekolah yang beriman dan bertaqwa; 4) terciptanya kerjasama yang sinergis antara masyarakat sekolah dan masyarakat lingkungan sekolah; 5) terwujudnya masyarakat sekolah yang cinta terhadap budaya daerah setempat; 6) terciptanya inovasi pada bidang akademis dan non akademis. Atas dasar UU RI serta visi dan misi yang dimiliki SDN Puntangsari, untuk mewujudkan harapan dan cita-cita tersebut tentunya pembelajaranharus dengan sungguh-sungguh dilaksanakan sesuai dengan ketektuan-ketentuan yang ada.Memperbaiki pembelajaran yang telah ada tidak dapat dilaksanakan begiti saja.Perbaikan dalam pembelajaran harus berdasarkan permasalahan yang ada di sekolah atau di dalam kelas.Permasalahan pendidikan yang sering kita temui diantaranya, guru merupakan salah satu komponen utama dalam pendidikan.Keberadaan dan peran guru amat menentunkan keberhasilan pendidikan.Guru dalam meningkatkan profesionalnya, senantiasa berupaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya melalui pendidikan, pelatihan, penataran, penelitian, dan penulisan serta penemuan- penemuan ilmiah, baik melalui wadah-wadah profesional maupun pertemuan umum.Guru yang memiliki tanggung jawab dan kepedulian tinggi terhadap pendidikanlah yang mau melakukan hal tersebut di atas. Hasil pengamatan melalui observasi terhadap guru dan siswa kelas IV SDN Puntangsari di lapangan, menunjukkankegiatan belajar mengajar hampir didominasi sepenuhnya oleh guru dengan menggunakan metode konvensional, yaitu ceramah, mencatat dan penugasan. Kegiatan yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran berlangsung diantaranya duduk rapi, mendengarkan guru mengajar, mencatat pelajaran, dan mengerjakan soal.Banyak juga siswa yang mengobrol dan asik dengan kegiatannya masing- masing selama pembelajaran berlangsung.Secara psikologis, sikap siswa yang demikian disebabkan karena kemampuan mendengarkan siswa hanyalah 10 menit, dan setelah lebih dari 10 menit siswa akan merasakan kejenuhan pada dirinya. Kebanyakan guru Sekolah Dasar menganggap bahwa dirinya sebagai pengantar pengetahuan.Jarang sekali dijumpai keaktifan belajar yang lebih jauh, seperti berdiskusi, melakukan penemuan, atau menguji suatu konsep atau teori dengan menggunakan salah satu pendekatan belajar. Pembelajaran yang demikian akan menimbulkan reaksi negatif bagi siswa, seperti: 1) Siswa terlihat lesu, tidak semangat bahkan mengantuk; 2) Siswa menganggap pembelajarannya membosankan; 3) Hasil dari pembelajaran tidak sesuai dengan apa yang tercantum dalam tujuan pembelajaran. Reaksi negatif di atas menimbulkan rendahnya pemahaman siswa dikarenakan metode yang digunakan guru belum sesuai dengan karakteristik siswa kelas IV yang sedang dihadapi, yaitu siswa kelas IV berusia sekitar 10-11 tahun yang sedang berada dalam fase perkembangan perasi konkret.Melihat daftar nilai ulangan siswa pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di kelas IV SDN Puntangsari dengan KKM 61, dari 28 siswa masih terdapat banyak siswa yang belum mencapai nilai KKM. Banyaknya siswa yang belum mencapai nilai KKM 61, menunjukkan salah satu bukti nyata dari rendahnya pemahaman siswa kelas IV SDN Puntangsari terhadap pembelajaran 4 subtema keberagaman budaya bangsaku, dengan menggunakan kurikulum 2013 yang mana pada pembelajarannya tidak lagi terpisah antar disiplin ilmu namun memadukan beberapa disiplin ilmu yaitu Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Materi dari setiap disiplin ilmu yang dipadukan yaitu; pada IPA materi sumber bunyi, pada IPS materi alat music tradisional, dan pda PKn materi pengamalan nilai-nilai pancasila pada kehidupan sehari-hari.Pembelajaran pada setiap disiplin ilmutersebut di Sekolah Dasar harus menggunakan model atau pendekatan yang berhubungan langsung dengan dunia nyata siswa tersebut, serta melibatkan keaktifan siswa secara keseluruhan berdasarkan 5 prinsip pembelajaran yang diadopsi dari prinsip pembelajaran matematika, yaitu: 1) Minds on activity (aktivitas berfikir); 2) Hands on activity (aktivitas tangan); 3) Daily life (kehidupan sehari-hari); 4) Local material (mengunakan alat bantu yang ada di sekitar); 5) Contructivition (siswa mengkontruksi pengetahuannya). Berdasarkankarakteristik siswa dan 5 prinsip pembelajaran di atas, metode pembelajaran yang cocok digunakan untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap pembelajaran di kelas IV Sekolah Dasar dengan tema “Idahnya kebersamaan”, subtema “Keberagaman Budaya Bangsaku” pembelajaran 4adalah model Problem Based Learning/ PBL atau Pembelajaran berbasis masalah/ PBM.Model pembelajaran tersebut dilandasi oleh teori belajar dari David Ausuble, Vigotsky dan Jerome S. Bruner. Model pembelajaran berbasis masalah/ PBM/ PBL ini menekankan pada keaktivan siswa dalam pembelajaran.Inti dari pembelajaran menggunakan PBL/ PBM ini adalah adanya suatu masalah yang haris dipecahkan oleh siswa. Masalah yang digunakan adalah masalah nyata yang sering ditemui siswa dalam kehidupannya, sehingga siswa harus berpikir kritis untuk menemukan solusi guna memecahkan masalah yang dihadapinya agar mendapatkan pengetahuan konsep-konsep penting dari pembelajaran yang ia lakukan. Berdasarkan data di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul“Penggunaan model Problem Based Learninguntuk meningkatkan pemahaman konsep siswa kelas IV semester 1 pembelajaran 4 subtema keberagaman budaya bangsaku di SDN Puntangsari.” Penelitian dengan menggunakan model yang sama juga pernah dilakukan oleh mahasiswa PGSD FKIP UNPAS BANDUNG tiap tahunnya dengan kurikulum KTSP, dimana pembelajaran antar disiplin ilmu masih terpisah satu sama lainnya. Penelitian serupa yang telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya menginformasikan atau menunjukkan hasil ynag baik, dimana pada penelitian-penelitian tersebut terbukti jelas adanya keberhasilan dari penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).Keberhasilan tersebut menunjukkan adanya perubahan dan peningkatan kemampuan siswa yang menjadi subjek penelitian, baik secara kognitif maupun psikomotor dan afektipnya. Berdasarkan keberhasilan yang diraih oleh peneliti sebelumnya, dengan menggunakan atau menerapkan kurikulum 2013 peneliti pada kesempataan ini juga mengharapkan hal dan keberhasilan yang sama dalam penelitian tindakan kelas kali ini. B. Identifikasi Masalah Atas dasar latar belakang masalah sebagaimana telah diutarakan di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Masih banyak siswa yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditentukan. Hal tersebut dikarenakan siswa tidak terlibat langsung dalam pembelajaran dengan model pembelajaran yang dilakukan. 2. Pembelajaran tidak interaktif. Hal tersebut dikarenakan siswa tidak dimotivasi untuk melakukan komunikasi dengan teman sebayanya terkait pembelajaran yang mereka pelajari. 3. Guru masih mendominasi kegiatan pembelajaran sementara siswa pasif. Hal tersebut dikarenakan guru masih menggunakan metode konvensional, yaitu ceramah dan penugasan kepada siswa. C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian 1. Rumusan Masalah Atas dasar latar belakang dan identifikasi masalah sebagaimana telah diutarakan di atas, maka masalah utama dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Apakah Penggunaan model Problem Based Learning dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa kelas IV semester 1 pembelajaran 4 subtema keberagaman budaya bangsaku di SDN Puntangsari?” 2. Pertanyaan Penelitian Rumusan masalah utama yang diutarakan di atas masih terlalu luas sehingga belum secara spesifik menunjukkan batasan-batasan yang harus diteliti, maka rumusan masalah utama tersebut kemudian dirinci sebagai berikut: a. Bagaimana prestasi hasil belajar siswa sebelum pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning(PBL)? b. Bagaimana respon siswa selama mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning(PBL)? c. Bagaimana aktivitas belajar siswa selama pembelajaran dengan menggunakan Problem Based Learning (PBL)? d. Bagaimana sktivitas guru selama pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning(PBL)? e. Bagaimana prestasi hasil belajar siswa setelah pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning(PBL)? D. Pembatasan Masalah Sehubungan dengan judul PTK dan latar belakang yang ada serta adanya masalah yang diidentifikasi, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti agar waktu yang ditentukan dapat digunakan secara maksmal. Masalah yang diambil oleh peneliti adalah: 1. Hasil belajar yang akan diukur dalam penelitian ini yaitu aspek kognitif siswa berupa pemahaman konsep. 2. Materi yang akan dikaji dalam penelitian adalah pembelajaran 4 subtema keanekaragaman budaya bangsaku. 3. Objek dalam penelitian ini hanya siswa kelas IV-B SDN Puntangsari Kecamatan Cimaung Kabupaten Bandung. E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa kelas IV SDN Puntangsari dalam pembelajaran 4 subtema keanekaragaman budaya bangsaku dengan menggunakan model Pembelajaran Based Learning (PBL). 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui pemahaman konsep siswa kelas IV dalam pembelajaran 4 subtema keanekaragaman budaya bangsaku dengan menggunakan model Pembelajaran Based Learning (PBL). b. Mengetahui aktivitas belajar siswa kelas IV dalam pembelajaran4 subtema keanekaragaman budaya bangsaku dengan menggunakan model Pembelajaran Based Learning (PBL). c. Mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, serta kemampuan intelektual siswa. F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya: 1. Bagi guru, dapat memberikan kontribusi positif untuk mendapat pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab guna meningkatkan kualitas pembelajaran IPA. 2. Bagi siswa, dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa dalam pembelajaran. G. Kerangka atau Paradigma Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang berhasil diidentifikasi, kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.1 di bawah ini. Gambar 1.1: Bagan Kerangka Penelitian Masalah yang akan diteliti oleh peneliti adalah bagaimana meningkatkan pemahaman konsep siswa kelas IV terhadap pembelajaran 4 subtema keanekaragaman budaya bangsaku dengan menggunakan model Pembelajaran Based Learning (PBL)? Penelitian tindakan kelas ini, peneliti memilih “model Pembelajaran Based Learning (PBL)” sebagai solusi untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa terhadap pembelajaran 4 subtema keanekaragaman budaya bangsaku.Pemilihan model Pembelajaran Based Learning (PBL) ini dilandasi oleh teori belajar dari David Ausuble, Vigotsky dan Jerome S. Bruner.Pemilihan model PBL ini tidak hanya didukung oleh teori belajar dari para ahli tersebut, namun didukung juga oleh karakteristik, ciri, dan kelebihan yang dimiliki oleh model Problem Based Learning (PBL) itu sendiri. Karakteristik Model Problem Based Learning(PBL) adalah; 1)Belajar dimulai dengan satu masalah; 2)Memastikan bahwa masalah tersebut berhubungan dengan dunia nyata siswa; 3)Mengorganisasikan pelajaran seputar masalah, bukan disiplin ilmu; 4)Memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar; 5)Menggunakan kelompok kecil; dan 6)Menuntut siswa untuk mendemontrasikan yang telah dipelajari dalam bentuk produk atau kinerja. Ciri-ciri model Problem Based Learning/ PBL adalah; 1)Pengajuan pertanyaan atau masalah; 2)Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu; 3)Penyelidikan autentik; 4)Menghasilkan Produk/ karya dan memamerkannya; 5)Kerja sama. Kelebihan yang dimiliki oleh model Problem Based Learning(PBL) adalah: 1) Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan lantaran ia yang menemukan konsep tersebut; 2)Melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah dan menuntuk keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi; 3)Pengetahuan tertanam berdasarkan schemata yang dimiliki oleh siswa, sehingga pembelajaran lebih bermakna; 4) Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, karena masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata. Hal ini bias meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang dipelajarinya; 5)Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu member aspirasi dan menerima pendapat orang lain, serta menanamkan sikap social yang positif dengan siswa lainnya; 6)Pengondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajaran dan temannya, sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan; 7)PBL diyakini pula dapat menumbuhkembangkan kemampuan kreativitas siswa, baik secara individual maupun kelompok, karena hampir disetiap langkah menuntut adanya keaktifan siswa.Dibalik kelebihan tersebut, terdapat juga kelemahannya. Kelemahan dari model Problem Based Learning(PBL) adalah; 1)Bagi siswa yang malas, tujuan dari model PBL tersebut tidak akan tercapai; 2)Membutuhkan banyak waktu dan dana; serta 3)Tidak semua mata pelajaran bisa diterapkan dengan metode PBL. Instrument yang digunakan dalam pengumppulan data penelitian ini, peneliti menggunakan bentuk instrument tes (pretes dan postes) dan lembar observasi terhadap siswa dan guru.Berdasarkan instrument tersebut, kemudian dilakukan pengolahan data untuk menentukan data awal dari siswa dan keadaan kelas yang menjadi objek penelitian.Pengolahan data dilakukan dengan menganalisis hasil pretes dan lembar observasi. Data awal tersebut dijadikan acuan untuk menentukan indikator keberhasial yang harus dicapai dalam penelitian dan merancang langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan. Akhir dari penelitian,peneliti mengharapkan terjadinya peningkatan pemahaman siswa terhadap pembelajaran sumber bunyi yang dilihat dengan membandingkan hasil pretes dengan hasil postes yang dilakukan oleh siswa. H. Asumsi Berdasarkan kerangka atau paradigm penelitian yang dipaparkan di atas, maka asumsi-asumsi dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menurut Tan (dalam Rusman, 2013; 232) mengatakan “pembelajaran berbasis masalah merupakan penggunaan berbagai macan kecerdasan yang diperlukan dalam melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada.” Pada pembelajaran menggunakan PBL, siswa dituntuk berpikir kritis untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan nyata, sehingga siswa memahami konsep yang ia temukan sendiri. 2. Menurut Rizema (2013; 67) menyatakan “model pembelajaran PBL menekankan keaktifan siswa. Pembelajaran menggunakan model ini siswa dituntuk untuk memecahkan suatu masalah.” Pembelajaran dengan memecahkan masalah, akan membawa siswa mengalami pembelajaran yang bermakna, sehingga dari kebermaknaan tersebut siswa akan mengingat lebih lama konsep yang ia temukan sendiri dan siswa akan merasa lebih berkesan. 3. Menurut Rusman (2013, 247) mengatakan “pendekatan PBL berkaitan dengan penggunaan kecerdasan dalam dari individu yang berada dalam sebuah kelompok/ lingkungan untu memecahkan masalah yang bermakna, relevan dan kontekstual.”Pembelajaran dengan PBL merupakan pembelajaran yang kontektual, yang memungkinkan siswa melakukan pembelajaran dari lingkungan kehidupan yang dialami siswa, sehingga pembelajarannya bersifat konkrit tidak abstrak. I. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka penelitian dan asumsi yang dijelaskan di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah “Penggunaan model Problem Based Learningdapat meningkatkan pemahaman konsep siswa kelas IV semester 1 pembelajaran 4 subtema keanekaragaman budaya bangsaku di SDN Puntangsari?” J. Definisi Operasional Untuk menghindari kesalah pahaman dari istilah yang digunakan dalam pembahasan ini, maka istilah yang digunakan didefinisikan sebagai berikut: 1. Pembelajaran adalah hasil dari memori, kognisi dan meta kognitis yang berpengaruh terhadap pemahaman. Salah satu bentuk pembelajaran adalah pemrosesan informasi. (model-model pengajaran dan pembelajaran, Miftahul Huda; 2013; 2). 2. Masalah adalah sesuatu hal yang harus dipecahkan (kamus umum Bahasa Indonesia). 3. Pemahaman adalah mengerti benar, mengetahui benar, memaklumi. (kamus umum Bahasa Indonesia). 4. Model Problem Based Learning(PBL) menekankan keaktifan siswa. Pembelajaran dengan model ini siswa dituntuk untuk memecahkan suatu masalah. (Desain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis Sains, 2013; 67) 5. Pendekatan model Problem Based learning(PBL) berkaitan dengan penggunaan kecerdasan dalam dari individu yang berada dalam sebuah kelompok/ lingkungan untuk memecahkan masalah yang bermakna, relevan dan kontekstual. (Model-model Pembelajaran, Rusman; 2013; 247) BAB II KAJIAN TEORI A. Belajar dan Pembelajaran 1. Pengertian Belajar Belajar, merupakan kata yang sering kita dengar setiap waktu.Katabelajar memiliki banyak pengertian, baik secara sempit ataupun secaara luas yang dikemukakan oleh para ahli.Secara sempit dalam kamus besar Bahasa Indonesia, arti belajar adalah berusaha (berlatih, dsb) supaya mendapat suatu kepandaian. Pengertian belajar secara luas dikemukakan oleh beberapa pendapat, antara lain: “Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman” (Rusman, 2013; 1). “Belajar adalah suatu aktivitas atau proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan kemampuan, memperbaiki perilaku, sikap dan mengkokohkan kepribadian” (Suyono dan Hariyanto, 2012; 9). “Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat ekplisit maupun implisit (tersembunyi)” (Sagala, 2013; 11). Belajar menurut Suprihatiningrum (2013; 13) adalah: “Belajar merupakan suatu proses perubahan kegiatan dan reaksi terhadap lingkungan. Perubahan tersedut tidak dapat dikatakan belajar apabila disebabkan oleh pertumbuhan atau keadaan, sementara seseorang seperti kelelahan, atau dibawah pengaruh obat-obatan.Perubahan kegiatan yang dimaksud mencakup pengetahuan, kecakapan, dan tingkah laku.Perubahan itu diperoleh melalui pengalaman (latihan) bukan dengan sendirinya berubah karena kematangan atau keadaan sementara.” Belajar sebagai proses menurut Majid (2013; 33) “belajar dimulai dengan adanya dorongan, semangat, dan upaya yang timbul dalam diri seseorang sehingga orang itu melakukan kegiatan belajar.” “Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu” (Sudjana dalam Rusman, 2013; 1). Menurut Haardini dan Puspitasari (2012; 4) mengatakan bahwa “belajar pada dasarnya berbicara tentang tingkahlaku seseorang berubah sebagai akibat pengalaman yang berasaldari lingkungan.” Berdasarkan definisi-definisi belajar yang dikemukakan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar merupakan usaha yang dilakukan seseorang dengan sadar dan disengaja untuk mendapatkan perubahan dalam meningkatkan pengetahuan, kemampuan, kepandaian, serta prilaku dan sikap baik secara formal maupun nonformal dari lingkunag dan pengalaman disekitarnya. Pendapar-pendapat yang telah dikemukakan di atas, didukung oleh teori belajar dari B. F. Skinner dan Robert M. Gagne. a. Teori Belajar menurut B. F. Skinner Menurut Skinner (dalam Sagala, 2013; 14): “Belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Belajar juga dipahami sebagai suatu perilaku, pada saat orang belajar, maka responsnya menjadi lebih baik. Sebaliknya jika ia tidak belajar maka responsnya menurun. Jadi belajar ialah suatu perubahan dalam kemungkinan atau peluang terjadinya respons.” Berdasarkan percobaan Skinner pada tikus dan burung merpati, Skinner (dalam Suprihatiningrum, 2013; 20) mengatakan bahwa “unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan.” Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respons akan semakin kuat biladiberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu: 1) Penguatan positif, yaitu dalam bentuk berupa hadiah, perilaku atau gerakan. 2) Penguatan negatif, yaitu dalam bentuk menunda atau tidak member penghargaan, memberikan tugas tambahan, atau menunjukkan perilaku tidak senang. Jadi, agar pengetahuan akan terbentuk apabila ketika ada stimulus kemudian diiringi dengan adanya respons terhadap stimulus yang diberikan pada proses belajar, dan respons tersebut akan meningkat dengan diberikannya penguatan dari pemberi stimulus tersebut sesuai dengan respons yang diberikan. b. Teori Belajar menurut Robert M. Gagne Belajar adalah suatu proses yang kompleks, sejalan dengan itu menurut Robert M. Gagne (dalam Sagala, 2013; 17): “Belajar merupakan kegiatan yang kompleks, dan hasil belajar berupa kapabilitas, timbulnya kapabilitas: (1) stimulasiyang berasal dari lingkungan; dan (2) proses kognitif yang dilakukan oleh belajar. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Dengan demikiandapat ditegaskan, belajar adalah seperangkat pproses kognitif yang mengubah sifat stimulus lingkungan, melewati pengolahan informasi, dan menjadi kapabilitas baru.” Lebih lanjut masih dalam buku yang sama Gagne mengemukakan bahwa “belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja.” Gagne (dalam Suprihatiningsih, 2013; 21-22) Gagnedisebut sebagai modern neobehaviouris mengatakan “. . . . Belajar dimulai dari hal yang paling sederhana dilanjutkan pada hal yang lebih komplek sampai pada tipe belajar yang lebih tinggi.Praktiknya gaya belajar tersebut tetap mengacu pada asosiasi stimulus respons.” Sama halnya dengan teori belajaryang dikemukakan oleh B. F. Skinner, teori belajar menurut Robert M. Gagne juga berdasarkan atas stimulus dan respons yang dimulai dari hal yang sederhana menuju kompleksitas yang lebih tinggi. Jadi, belajar di mulai dari tahap yang paling sederhana menuju tahap yang lebih kompleks dan tinggi. Hasil belajar juga akan baik apabila stimulus yang diberikan baik dan responsnya dengan diikuti oleh penguatan yang sesuai dengan stimulus dan respons yang ada. c. Teori Belajar Bermakna menurut Ausubel Menurut Ausebel melalui teori belajar bermaknanya (dalam Suprihatiningrum, 2013; 30) mengetakan “belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkennya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.” Selanjutnya Ausubel mengatakan “belajar dikatakan bermakna (meaningful) jik informasi yang akan dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa sehingga siswa dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya.“ lebih lanjut Ausubel juga menyatakan “agar belajar bermakna teerjadi dengan baik dibutuhkan bbeberapa syarat, antara lain (1) materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial; (2) anak yang akan belajar harus bertujuan melaksanakan belajar bermakna sehingga memipuanyai kesiapan dan minat untuk belajar bermakna” (Dahar dalam Suprihatiningrum, 2013; 30). Menurut Suprihatiningrum (2013; 30) mengemukakan: “Berdasarkan teori Ausubel, dalam membantu siswa menanamkan pemahaman baru dari suatu materi, sangat diperlukan konsep-konsep awal yang sudah dimiliki oleh siswa yang berkiatan dengan konsep ynag akan dipelajari.dengan demikian, jika diakitkan dengan model pembelajaran berdasarkan masalah, yang mana siswa mampu nengerjakan masalah yang autentik sangat memerlukan konsep awal yang sudah dimiliki siswa sebelumnya untuk penyelesaian nyata dari suatu permasalahan yang nyata.” Dengan demikian, berdasarkan teori belajar yang dikemukakan oleh Ausubel di atas, jelas bahwa untuk belajar bermakna memerlukan konsep-konsep yang telah dimiliki oleh peserta didik sebelunya, agar pengetahuan dan masalah nyata yang dihadapi dalam belajar dapat dikomunikasikan dan dipecahkan dengan baik. Dengan konsep awal tersebu, peserta didik akan lebih memaknai belajar yang ia telahlakukan dan akan lebih lama ia ingat. 2. Makna dan Ciri Belajar Berdasarkan beberapa pandangan dari para ahli di atas mengenai arti dan definisi belajar, semua memiliki kesamaan dan menunjukkan titik temu dari setiap pandangan. Dengan demikian Sagala (2013; 50) mengatakan bahwa makna belajar ; “Dilihat dari psikologi adalah adanya perubahan kematangan dari anak didik sebagai akibat belajar sedangkan dilihat dari proses adalah adanya interaksi antar peserta didik dengan pendidik sebagai proses pembelajaran dan perubahan ini tampak pada perubahan tingkah laku yang dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan yang diperolehnya dari proses belajar.” Menurut Suyanto dan Hariyanto (2012; 14) memaknai belajar “sebagai kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman.” Selanjutnya Suyanto dan Hariyanto mengatakan “belajar merujuk pada suatu proses perubahan perilaku atau pribadi atau perubahan struktur kognitif seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu, hasil interaksi aktifnya dengan lingkungan atau sumber-sumber pembelajaran yang ada disekitarnya.” Dari makna belajar yang disampaikan oleh ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa makna belajar adalah perubahan yang bersifat fungsional atau struktural, material, behavioral dan keseluruhan pribadi sebagai hasil dari proses praktikatau pengalamannya, interaksi dengan lingkungannya atau dengan peserta didik lainnya, sumber-sumber belajar yang ditemui di sekitar lingkungannya dan segala usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya. Berdasarkan makna belajar yang telah diuraikan di atas, maka belajar memiliki ciri-ciri tertentu. Berikut adalah cirri khas belajar yang dikemukakan oleh Sagala (2013; 53): “Ciri khas belajar adalah perubahan, yaitu belajar menghasilkan perubahan perilaku dalam diri peserta didik.Belajar menghasilkan perubahan perilaku yang secara relatif tetap dalam berpikir, merasa dan melakukan pada diri peserta didik.Perubahan tersebut terjadi sebagai hasil latihan, pengalaman dan pengembangan yang hasilnya tidak dapat diamati secara langsung.” Adapun ciri-ciri perubahan yang spesifik dikemukakan oleh Sagala (2013; 53) adalah: “(1) belajar menyebabkan perubahan pada aspek-aspek kepribadian yang berfungsi terus menerus, yang berpengaruh pada proses belajar selanjutnya, (2) belajar hanya terjadi melalui pengelman yang bersifat individual, (3) belajar merupakan kegiatan yang bertujuan, yaitu arah yang ingin dicapai melalui proses belajar, (4) belajar menghasilkan perubahan yang menyeluruh, melibatkan keseluruhan tingkah laku secara integral, (5) belajar adalah proses interaksi, (6) belajar berlangsung dari yang paling sederhana sampai pada kompleks.” Berdasakan ciri-ciri belajar yang dikemukan oleh Sagala di atas, sangat jelas bahwa ciri dari belajar adalah terjadinya perubahan pada diri individu yang melakukan belajar secara terus menerus secara sengaja.Tentunya ciri belajar tersebut merupakan perubahan yang lebih baik, sejalan dengan tujuan dan definisi-definisi dari belajar itu sendiri.Perubahan tersebut terjadi baik dalam aspek kognitif, kemampuan, dan kepribadian atau tingkah laku. 3. Prinsip-Prinsip Belajar Selain memiliki ciri, belajar juga memilik prinsip-prinsip yang harus diperhalitan dalam melaksanakan belajar. Berikut adalah 13 prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh Hanafiah dan Suhana (2012; 18-19), yaitu: (1) belajar berlangsung seumur hidup, (2) proses belajar adalah kompleks, tetapiterorganisir, (3) berdasar berlangsung dari yang sederhana menuju yang kompleks, (4) belajar mulai dari yang faktual menuju konseptual, (5) belajar dari yang kongkret menuju yang abstrak, (6) belajar merupakan bagian dari perkembangan, (7) keberhasilan belajar dipengaruhi oleh faktor bawaan (heredity), lingkungan (environment), kematangan (time or maturation), serta usaha keras peserta didik sendiri (endeavor), (8) belajar mencakup semua aspek kehidupan yang penuh makna, (9) kegiatan berlangsung di semua tempat dan waktu, (10) belajar berlangsung dengan guru atau tanpa guru, (11) belajar yang terencana dan disengaja menuntut motivasi yang tinggi, (12) dalam belajar dapat terjadi hambatan-hambatan lingkungan internal dan eksternal, (13) kegiatan belajar tertentu memerlukan adanya bimbingan dari orang lain. Sukmadinata (dalam Suyono dan Haritanto, 2012; 128-129) mengemukakan prinsip umum belajar sebagai berikut: (1) belajar merupakan bagian dari perkembangan, (2) belajar berlangsung seumur hidep, (3) keberhasilan belajar dipengaruhi oleh factor-faktor bawaan, lingkungan, kematangan, serta usaha individu secara aktif, (4) belajar mencakup semua aspek kehidupan, (5) kegiatan belajar berlangsing di sembaarang tempat dan waktu, (6) belajar berlangsung baik dengan guru maupun tanpa guru, (7) belajar yang terencana dan disengaja menuntut motivasi yang tinggi, (8) perbuatan belajar bervariasi dari yang paling sederhana sampai dengan yang amat kompleks, (9) dalam belajar dapat terjadi hambatan-hambatan, dan (10) dalam hal tertentu belajar memerlukan bimbingan dari orang lain. Berdasarkan dari pendapat mengenai prinsip belajar yang dikemukakan oleh Hanafi dan Suhana serta Sukmadinata dalam Suyono di atas, sudah cukup memberikan gambaran menganai belajar. Dapat dipahami bahwa yang harus diperhatikan dalam melakukan proses belajar adalah bahwa belajar terjadi seumur hidup tanpa adanya batansan, belajar berlangsung secara kontekstual dari yang sederhana menuju yang kompleks dari faktual menuju konseptual dari yang kongkret menuju abstrak dari secara terorganisasi dengan baik, belajar dapat dilakukan baik secara terbimbing maupun individual, serta tak terbatas ruang dan waktu. Berdasarkan prinsip-prinsip belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa, kapanpun, di manapun, dengan siapapun seorang individu atau organism tidak akan pernah terlepas dari apa yang namanya belajar, mulai dari buaian ibu sampai ke liang lahat. 4. Tujuan Belajar Pada hakikatnya, belajar merupakan suatu proses yang dilakukan individu dengan terencana dan sengaja untuk mendapatkan perubahan dalam meningkatkan kemapuan, kepandaian, pengetahuan, serta perilaku dan sikap pada diri individu tersebut.Dengan demikian, belajar meiliki tujuan tertentu.Sebelumnya tujuan belajar juga telah di uraikan pada bagian Bab I. Tujuan belajar secara jelas diuraikan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 BAB II Pasal 3 tentang sistem Pendidikan Nasional, yang mana isi dari uaraian tersebut adalah sebagai berikut: pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan belajar di atas sejalan dengan definisi-definisi belajar yang dikemukakan pada poin sebelumnya, yang secara sederhana tujuan pendidikan adalah terjadinya perubahan pada individu yang belajar. Perubahan tersebut yang nantinya akan membawa bangsa dan Negara serta agama yang dianut oleh individu tersebut menuju peradaban yang lebih baik lagi. 5. Fakor yang Memperngaruhi Belajar Proses belajar tentunya tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya belajar tersebut. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses belajar di antaranya faktor guru, siswa, sarana dan prasarana, alat dan media yang tersedia, serta faktor lingkungan. a. Faktor guru Menurut Sanjaya (2013; 52) mengatakan “guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran.Tanpa guru, bagimanapun bagus dan idealnya suatu strategi, maka strategi itu tidak mungkin bias diaplikasikan.” Lebih lanjut Sanjaya mengatakan: “Dalam proses pembelajaran, guru tidak hanya berperan sebagai model atau teladan bagi siswa yang diajarnya, tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran (manager of learning). Dengan demikian, aktivitas proses pembelajaran terletak di pundak guru. Oleh karenanya, keberhasilan suatu proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru.” Jadi, keberhasilan suatu pembelajaran ditentukan oleh kemampuan guru dalam mengelola kelas guna menimbulkan suasana belajar yang efektif, kondusif dan menyenangkan bagi para peserta didik yang mengikuti proses belajar, seperti yang dikatakan di atas bahwa peran guru bukan hanya sebagai model dan teladan bagi siswanya namun sebagai manager learning. b. Faktor siswa Siswa adalah organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya.Menurut Sanjaya (2013; 54) mengatakan: “Seperti halnya guru, faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran dilihat dari aspek siswa meliputi aspek latar belakang siswa yang menurut Dunkin disebut pupil formative experiences serta faktor sifat yang dimiliki siswa (pupil properties).Aspek latar belakang siswa meliputi jenis kelamin siswa, tempat kelahiran, tempat tinggal siswa, tingkat sosial ekonomi siswa, dari keluarga yang bagaimana siswa berasal, dan lain-lain; sedangkan dilihat dari sifat yang dimiliki siswa meliputi kemampuan dasar, pengetahuan dan sikap.” Dapat disimpulkan, bahwa aspek pisik dan psikis siswa sangat mempengaruhi proses belajar. Hal tersebut dikarenakan siswa khususnya siswa tingakat Sekolah Dasar proses belajarnya senantiasa berkaitan dengan diri sendiri dan lingkungan. Apabila dari aspek pisik maupun psikis siswa tidak memungkinkan siswa untuk melakukan proses belajar, maka besar kemungkinan hasil dari proses belajar yang dilakukan tidak akan maksimal. Sebaliknya jika pisik dan psikis siswa siap untuk melalukan proses belajar, maka hasil yang akan diperoleh dari proses belajar tersebut akan maksimal. Walau bagaimanapun, siswa gan guru merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan dalam proses belajar. c. Faktor sarana dan prasana Sarana adalah segala sesuatu yang secaara langsung mendukung proses pembelajaran, misalnya; sumber belajar, media belajar, alat peraga, dan lain sebagainya. Sedanggkan prasarana adalah sesuatu tang secara tidak langsung mendukung proses belajar, seperti tempat, ruangan belajar dan lain sebagainya. Menurut Sanjaya (2013; 55) mengemukakan “terdapat beberapa keuntunagn bagi sekolah yang memiliki kelengkapan sarana dan prasarana.Pertama, kelengkapan sarana dan prasarana dapat menumbuhkan gairah dan motivasi guru mengajar. ... Kedua, kelengkapan sarana dan prasarana dapat memberikan berbagai pilihan bagi siswa untuk belajar. ....” Berdasarkan uraian di atas, motivasi guru dan siswa akan lebih tinggi dengan adanya sarana dan prasarana yang memadai. Guru dan siswa memiliki berbagai alternatif dalam memilih dan menggunakan sarana yang akan digunakan dalam proses belajar, sehingga pembelajaran yang dilakukan bervariatif. d. Faktor lingkungan Menurut Sanjaya (2013; 56) mengemukakan: “Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran, yaitu factor organisasi kelas dan iklim sosial-psikologis. Faktor oerganisasi kelas yang di dalamnya meliputi jumlah siswa dalam satu kelas merupakan aspek penting yang bias mempengaruhi proses pembelajaran. Organisasi kelas yang terlalu besar akan kurang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran.” Lebih lanjut Sanjaya mengemukakan faktor lingkungan berupa iklim sosial-psikologis sebagai berikut: “Iklim sosial-psikologis secara internal adalah hubungan antara orang yang terlibat dalam lingkungan sekolha, misalnya iklim sosial antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara guru dengan guru, bahkan antara guru dengan pimpinan sekolah.Iklim socsal-psikologi eksternal adalah keharmonisan hubungan antara pihak sekolah dengan dunia luar, misalnya hubungan sekolah dengan orang tua siswa, hubungan sekolah dengan lembaga-lembaga masyarakat, dan lain sebagainya.” Berdasarkan pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar akan berjalan dengan efektif, nyaman, dan tenang apabila lingkungan kelompok dalam kelas tidak begitu banyak, hubungan sekolah, peserta didik, guru dengan lingkungan internal dan eksternal sekolah terjalin harmonis dan saling berdampingan. Dengan lingkunggan yang demikian, besar kemungkinan pembelajaran akan mencapai keberhasilan dalan tujuan yang diinginkan. Kesimpulan dari lima faktor yang dapat mempengaruhi pembelajaran adalah: pembelajaran akan berjalan dan terlaksana sesuai dengan apa yang diharapkan dan tujuan yang telah direncanakan apabila guru, siswa, sarana dan prasarana serta lingkungan dapat mendukung berjalannya pembelajaran seperti yang telah di uraikan di atas dan semua faktor di atas memiliki tali saling keterkaitan dalam mempengaruhi satu sama lain. 6. Makna Pembelajaran Abdul Majid (2013; 4) secara sederhana mengatakan “istilah pembelajaran (instruction) bermakna sebagai upaya untuk membelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui berbagai uapaya (effort) dan berbagai strategi, metode dan pendekatan ke arah pencapaian tujuan yang telah direncanakan.” Beberapa ahli mengemukakan tentang pengertian pembelajaran, diantaranya Corey, Mohammad Surya, Oemar Hamalik, serta Gagne dan Brigga. Pertama pembelajaran menurut Corey (dalam Majid, 2013; 4) mengatakan “pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu. Pembelajaran merupakan subjek khusus dari pendidikan.” Kedua, dikemukakan oleh Mohammad Surya (dalam Majid, 2013; 4), “pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang harus secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.” Selanjutnya masih dalam buku yang sama dikemukakan oleh Oemar Hamalik (dalam Majid, 2013; 4), “pembelajaran adalah suatu kombinasi yang teersusun meliputi unsure-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, prosedur, yang saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran.” Pembelajaran yang terakhir dikemukakan oleh Gagne dan Brigga (dalam Majid, 2013; 4), “pembelajaran adalah rangkaian peristiwa (event) yang mempengaruhi pembelajaran sehingga proses belajar dapat dberlangsung dengan mudah.” Majid (2013; 5) menyimpulkan bahwa ”pembelajaran adalah suatu konsep dari dua dimensi kegiatan (belajar dan mengajar) yang harus direncanakan dan diaktualisasikan, serta diarahkan pada pencapaian tujuan atau penguasaan sejumlah kompetensi dan indikatornya sebagai gambaran hasil belajar.” Lebih lanjut, Majid (dalam Majid, 2013; 5) mengatakan “pada dasarnya pembelajaran merupakan kegiatan terencana yang mengkondisikan dan merangsang seseorang agar bisa belajar dengan baik agar sesuai dengan tujuan pembelajaran. Berdasarkan pendapat-pendapat dan pandangan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah gabungan dari dua kegiatan yaitu belajar dan mengajar, untuk menghasilkan perubahan secara keseluruhan dalam diri individu sesuai dengan tujuan dan rencana yang telah dirumuskan.Sekilas, tujuan pembelajaran mirip dengan tujuan dari belajar.Yaitu terjadinya perubahan setelah dilakukan pembelajaran yang meliputi aspek kemampuan, dan kepribadian atau perilaku dan sikap. 7. Sasaran Kegiatan Pembelajaran Setiap kegiatan belajar dan mengajar mempunyai sasaran atau tujuan.Tentunya tujuan tersebut bertahap dan berjenjang, mulai dari tujuan secara umum sampai pada tujuan secara khusus. Sasaran kegiatan pembelajaran menurut Hardini dan Puspitasari (2012; 49-50) adalah “Pada tingkat sasaran atau tujuan yang universal, manusia yang diidamkan tersebut harus memiliki kualifikasi (1) pengembangan bakat secara optimal; (2) hubungan antar manusia; (3) efisiensi ekonomi; dan (4) tanggung jawab selaku warga Negara.” Sasaran kegiatan pembelajaran berdasarkan dasar Negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia adalah terbinanya warga Negara yang cakap, memahami, menghayati, dan mengamalkan sila-sila (1) Ketuhanan Yang Maha Esa; (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab; (3) Persatuan Indonesia; (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; dan (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sasaran kegiatan pembelajaran di atas sejalan dengan tujuan dan sasaran yangterkandung dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS seperti telah diuraikan pada Bab I dan tujuan pembelajaran di atas.Sebenarnya, sasaran dari kegiatn pembelajaran ini secara tersirat telah terkandung dalam arti-arti dan definisi-definisi dari belajar dan pembelajaran itu sendiri.Terbukti dengan adanya kata “perubahan”dalam setiap arti dan definisi yang dikemukakan oleh para ahli. 8. Aktivitas Belajar Proses aktivitas pembelajaran harus melibatkan seluruh aspek psikofisis peserta didik, baik jasmani maupun rohani sehingga perubahan perilakunya dapat terjadi secara cepat, tepat, mudah dan benar, baik berkaitan dengan aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Menurut Dierich yang dikutip Hamalik (dalam Hanafiah dan Suhana, 2012; 24) menyatakan “aktivitas belajar dibagi ke dalam delapan kelompok, yaitu sebagai berikut: (1) kegiatan-kegitan visual, (2) kegiatn-kegiatan lisan, (3) kegiatan-kegiatan mendengarkan, (4) kegiatan-kegiatan menulis, (5) kegiatan-kegiatan menggambar, (6) kegiatan-kegiatan metrik, (7) kegiatan-kegiatan mental, dan (8) kegiatan-kegiatan emosional.” Berdasarkan aktivitas belajar yang dikemukakan Dierich, jadi pembelajaran itu meliputi kegiatan mengamati, berbicara, melakukan percobaan, menulis laporan/ karangan, dan sebagainya, serta melakukan perenungan.Aktivitas tersebut sesuai dengan teknik penilaian scientific afroce yaitu 5 M (mengamati, menanya, menalar, mencoba dan mengkomunikasikan). Aktivitas belajar yang demikian, termasuk belajar bermakna sesuai dengan teori belajar yang dikemukan oleh Ausubel.Mengapa demikian?Karena dengan pembelajaran menggunakan 5 M di atas, siswa melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan seluruh organ fungsional pada tubuhnya. Aktivitas yang demikian sama seperti halnya dengan prinsip pembelajaran matematika, yaitu; mind on activity (aktivitas berpikir), hands on activity (melibatkan aktivitas tangan), daily life (kehidupan seharu-hari), local material (menggunakan alat bantu yang ada di sekitar), dan contructivition (mengkontruksi pengetahuan). B. Model Pembelajaran 1. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran memiliki banyak pengertian.Pengertian model pembelajaran tersebut dikemukakan oleh para ahli. Menurut Adi (dalam Suprihatiningrum, 2013; 142) menyatakan “model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur dalam mengorganisasikan pengalaman pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.Model pembelajaran berfungsi sebagi pedoman bagi guru dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran.” Model pembelajaran yang dikemukakan menurut Mulyani (dalam Suprihatiningrum, 2013; 142) yaitu: “Model mengajar merupakan suatu pola atau rencana yang dipakai guru dalam mengorganisasikan materi pelajaran, maupun kegiatan siswa dan dapat dijadikan petunjuk bagaimana guru mengajar di depan kelas (seperti alur yang diikutinya). Penggunaan model tertentu akan menghasilkan pencapaian tujuan-tujuan yang telah diprogramkan maupun yang semla tidak diproramkan.” Menurut Suprihatiningrum (2013; 144) menyatakan “sintak (pola urutan) dari suatu model pembelajaran menggabarkan seluruh urutan alur langkah, menunjukkan dengan jelas kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan oleh guru dan siswa, urutan kegiatan-kegiatan, dan tugas-tugas khusus yang perlu dilakukan oleh siswa.” Berikut model pembelajaran yang dikemukankan menurut Komaruddin (dalam Sagala 2013; 175) bahwa: “Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Model dapat dipahami sebagai; (1) suatu tiepe atau desain; (2) suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati; (3) suatu system asumsi-asumsi, data-data dan inferensi-inferensi yang dipakai untu menggambarkan secara matematis suatu objek atau peristiwa; (4) suatu desain yang disederhanakan dari suatu system kerja, suatu terjemahan realitas yang disederhanakan; (5) suatu deskripsi dari suatu system yang mungkin atau imajiner; dan (6) penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukkan sifat bendaaslinya.” Menurut Huda (2013; 73) menyatakan “model-model pembelajaran dirancang untuk tujuan-tujuan tertentu, pengajaran konsep-konsep informasi, cara-cara berpikir, studi nialai-nilai sosial, dan sebagainya dengan meminta siswa untuk terlibat aktif dalam tugas-tugas kognitif dan sosialtertentu.” Berdasarkan beberapa pendapat di atas, model pembelajaran dapat diartikan sebagai gambaran dari suatu rancangan terhadap prosedur melakukan kegiatan-kegiatan yang terencana secara sistematis, agar kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan tersusun secara berurutan, sehingga dapat dilaksanakan dengan mudah sesuai dengan rancangan yang telah dibuat. Model pembelajaran dalam penelitian ini berarti suatu gambaran atau rangkaian rencana kegiatan-kegiatan pembelajaran yang harus dilaksanakan dalam pembelajaran yang akan dilakukan di dalam kelas, agar kegiatan belajar mengajar dapat berjalan secara terarah dengan sistematis berdasarkan model yang dipergunakan. 2. Jenis Model Pembelajaran Merujuk dari berbagai sumber bacaan atau buku, jenis model pembelajaran begitu banyak jenisnya. Terdapat 32 jenis model pembelajaran, salah satunya menurur Hanafiah dan Suhana (2012; 41-56) menyebutkan adanya 34 jenis model pembelajaran yang dapat dipilih oleh pendidik dalam melaksanakan pembelajaran. Sekilas 34 jenis model pembelajaran yang dapar dijadikan sebagai pilihan; (1) Exsample Non Exsample, (2) Ficture and Ficture, (3) Numbered Head Together, (4) Cooperatif Skrip, (5) Kepala Bernomor Struktur, (6) Student Teams Acheivement Division, (7) Jigsaw, (8) Problem Based Intruction (Pembelajaran Berbasis Masalah), (9) Artikulasi, (10) Mind Mapping, (11) Make a Match, (12) Think Pir and Share, (13) Debate, (14) Role Playing, (15) Group Investigation, (16) Talking Stick, (17) bertukar pasangan, (18) Snowball Trowing, (19) Student Fasilitator and Explaning, (20) Course Riview Horray, (21) Demontration, (22) Explicit Intruction, (23) Cooperative Integrated Reading and Compotition, (24) Inside-Outside Cyrcle, (25)Tebak Kata, (26) Word Squer, (27) Scrambel, (28) Take and Give, (29) Concept Sentence, (30) Complete Sentence, (31) Time Token Arend 1998, (32) Keliling Kelompok, (33) Tari Bambu, (34) Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray). Menurut Joyce dan Weil (dalam Huda, 2013; 74) meyatakan “… mengidentifikasi sedikitnya 23 model yang diklasifikasi ke dalam empat kelompok yang didasarkan pada sifat-sifatnya, karakteristik-karakteristiknya, dan pengaruh-pengaruhnya.Empat kelompok tersebut adalah sebagai berikut; (1) Model-model memproses informasi, (2) Model-model Personal, (3) Model-model Interaksi Sosial, dan (4) Model-Model Perubahan Perilaku.” Berdasarkan jenis model-model pembelajaran di atas, semuanya dapat dipilih dan digunakan untuk melaksanakan pembelajaran di kelas, tentunya sesuai dengan karakteristik model pembelajaran, materi yang akan disampaikan dan kemampuan siswa yang akan menerima pelajaran. Perlu diingat, bahwa tidak ada satupun model yang paling cocok atau tepat digunakan dalam pembelajaran.Semua model mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.Jadi dalam pembelajaran tidak harus selalu satu model yang digunakan, namun setiap pembelajaran bisa menggunakan model yang bervariatif sesuai dengan kebutuhan dalam pembelajaran itu sendiri. 3. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Pembelajaran Sebelum menentukan dan memilih model pembelajaran yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran, terdapat beberapa halyang harus diperhatikan dalam pemilihan model pembelajaran tersebut. Berikut hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan model pembelajaran menurut Rusmana (2013; 133-134) yaitu: a. Pertimbangan terhadap tujuan yang hendak dicapai. Pertanyan-pertanyaan yang dapat dianjukan adalah: 1) Apakah tujuan pembelajaran yang ingin dicapai berkenaan dengan kompetensi akademik, kepribadian sosial, dan kompetensi vokasional atau ang dulu diistilahkan dengan domain kognitif, afektif dan psikomotor? 2) Bagaimana kompleksitas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai? 3) Apakah untuk mencapai tujuan itu memerlukan keterampilan akademik? b. Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran: 1) Apakah materi pembelajaran itu berupa fakta, konsep, hokum atau teori tertentu? 2) Apakah untuk mempelajari materi pembelajaran itu memerlukan prasyarat atau tidak? 3) Apakah tersedia bahan atau sumber-sumber yang relevan untuk mempelajarimateri itu? c. Pertimbangan dari sudut peserta didik atau siswa 1) Apakah model pembelajaran sesuai dengan tingkat kematangan peserta didik? 2) Apakah model pembelajaran itu sesuai dengan minat, bakat, dan kondisi peserta didik? 3) Apakah model pembelajaran itu sesuai dengan gaya belajar peseerta didik? d. Pertimbangan lainnyayang bersifat nonteknis 1) Apakah untuk mencapai tujuan hanya cukup dengan satu model saja? 2) Apakah model pembelajaran yang kita tetapkan dianggap satu-satunya model yang dapat digunakan? 3) Apakah model pembelajaran itu memiliki nilai efektivitas atau efisinsi? Berdasarkan pertimbangan di atas, hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan model pembelajaran yang akan digunakan sama dengan apa yang telah disampaikan pada bagian sebelumnya. Yaitu model pembelajaran dipilih berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, karakteristik materi dan bahan ajar yang akan dipelajari, karakteristik siswa yang dihadapi serta keefisienan model yang akan digunakan. Hal-hal tersebut diatas selalu berjalan berdampingan dengan tujuan pembelajaran, baik tujuan yang dikemukakan oleh para ahli, maupun tujuan pendidikan yang dikemukakan oleh berdasarkan dasar Negara dalam Undang-Undang SISDIKNAS. Jika dalam memilih dan menentukan model pembelajaran tidak memperhatikan hal-hal di atas, maka pembelajaran tidak akan berjalan dan terlaksana dengan baik dan hasil atau tujuan yang diinginkan dalam pembelajaran tersebut tidak akan terwujud. 4. Ciri-ciri Model Pembelajarann Model pembelajarmemiliki ciri-ciri tertentu. Berikut cirri-ciri model pembelajaran meurut Rusman (2013;136): “(1) Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu, … (2) mempunyai misi dan tujuan pendidikan tertentu, … (3) dapat dijadikan pedoman perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas, … (4) memiliki bagian-bagian model yang ditanamkan, … (5) memiliki dampak sebagai terapan model pembelajaran, … (6) membuat persiapan mengajar (desain intruksional) dengan pedoman model pembelajaran.” Berdasarkan ciri-ciri model pembelajaran di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran dikembangkan berdasarkan teori dari para ahli, model pembelajaran memiliki tujuan, model pembelajaran dijadikan pedoman perbaikan pembelajaran, memiliki bagian-bagian yang harus dilaksanakan, setelah diterapkan menimbulkan dampak, dan sebagai persiapan dalam pembelajaran. C. Model Pembelajara Berbasis Masalah atau Problem Based Learning (PBL) 1. Pengertian Model Pembelajara Berbasis Masalah atau Problem Based Learning (PBL) Banyak sekali ahli yang mengutarakan tentang pengertian dari model Problem Base Learning (PBL). Berikut pandangan dan pendapat para ahli mengenai pengertian model Problem Based Learning. Menurut Tan (dalam Rusman, 2013; 232) mengatakan “pembelajaran berbasis masalah merupakan penggunaan berbagai macan kecerdasan yang diperlukan dalam melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada.” Menurut Rizema (2013; 67) menyatakan “model pembelajaran PBL menekankan keaktifan siswa.Pembelajaran menggunakan model ini siswa dituntuk untuk memecahkan suatu masalah.” Menurut Rusman (2013, 247) mengatakan “pendekatan PBL berkaitan dengan penggunaan kecerdasan dalam dari individu yang berada dalam sebuah kelompok/ lingkungan untu memecahkan masalah yang bermakna, relevan dan kontekstual.” Menurut Arends (dalamSuprihatiningrung, 2013; 215) menyatakan “pembelajaran berdasarkn masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran, yang mana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi.” Pembelajaran dengan PBL merupakan pembelajaran yang kontektual, yang memungkinkan siswa melakukan pembelajaran dari lingkungan kehidupan yang dialami siswa, sehingga pembelajarannya bersifat konkrit tidak abstrak. Pada pembelajaran menggunakan PBL, siswa dituntut berpikir kritis untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan nyata atau secara kontekstual, sehingga siswa memahami konsep yang ia temukan sendiri.Pembelajaran dengan memecahkan masalah, akan membawa siswa mengalami pembelajaran yang bermakna sesuai dengan teori belajar bermakna dari Ausubel, sehingga dari kebermaknaan tersebut siswa akan mengingat lebih lama konsep yang ia temukan sendiri dan siswa akan merasa lebih berkesan. Berdasarkan pengertian dari Pembelajaran Berbasis Masalah atau problem based learning (PBL) di atas, PBL memiliki beberapa karakteristik tertentu. Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut: a. Permasalahan menjadi starting pont dalam belajar. b. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur. c. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspektive). d. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi belajar dan bidang baru dalam belajar. e. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama. f. Pemanfaatan suber pengetahuan yang beragam, penggunaannya dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam proses. g. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi dan kooperatif. h. Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusidari sebuah permasalahan. i. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi darisebuah proses belajar. j. PBM melibatkan evaluasidan review pengalaman siswa dan proses belajar. 2. Tahap Pembelajaran dengan Model Problem Based Learning (PBL) Pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari 5 tahap langkah utama.Berikut tahapan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Tabel 2.1 Sintak Pembelajaran Berbasis Masalah Tahap Tingkah Laku Guru Tahap 1 Orientasi siswa pada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena, denontrasi, atau cerita untuk memunculkan masalah, memotiva siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih. Tahap 2 Mengorganisasi siswa untuk belajar Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Tahap 3 Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melakukan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Tahap 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Tahap 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan. (sumber, Ibrahim dalam Suprihatiningrum, 2013; 223) 3. Kelebihan Model Problem Based Learning (PBL) Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tidak ada satupun model pebelajaran yang benar-benar tepat dan cocok digunakan dalam proses pembelajaran. Demikian pula dengan model Problem Based Learning (PBL) memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut Rizema (2013; 82-83) mengemukakan kelebihan yang dimiliki oleh model Problem Based Learning (PBL) adalah: “1) Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan lantaran ia yang menemukan konsep tersebut; 2) Melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah dan menuntuk keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi; 3) Pengetahuan tertanam berdasarkan schemata yang dimiliki oleh siswa, sehingga pembelajaran lebih bermakna; 4) Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, karena masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata. Hal ini bias meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang dipelajarinya; 5) Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu member aspirasi dan menerima pendapat orang lain, serta menanamkan sikap social yang positif dengan siswa lainnya; 6) Pengondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajaran dan temannya, sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan; 7) PBL diyakini pula dapat menumbuhkembangkan kemampuan kreativitas siswa, baik secara individual maupun kelompok, karena hampir disetiap langkah menuntut adanya keaktifan siswa.” Dapat disimpulkan secara singkat, bahwa kelebihan dari pembelajaran dengan menggunakan model PBL adalah siswa menjadi lebih mengembangkan pemikirannya untuk memecahkan masalah dan belajar lebih aktif dengan menggunakan seluruh anggota tubuhnya untuk menemukan konsep dari pengetahuan yang telah dimilikinya melalui pemecahan masalah yang diangkat dari kehidupan nyata disekitar mereka, dengan kata lain masalah yang diangkat dalam pembelajaran menggunakan model PBL ini bersifat kontekstual. 4. Evaluasi Model Problem Based Learning (PBL) Tidak selamanya proses belajar menggunakan model PBL berhasil dan berjalan dengan lancar. Terdapat beberapa kekurangan dari model PBL yang dapat menghambat kelancaran dan keberhasilan penggunaan model PBL tersebut. Seperti yang dikemumakan oleh Rizema (2013; 84) kekurangan dari model PBL yaitu: “(1) Bagi siswa yang malas, tujuan dari metode tidak dapat tercapai, (2) membutuhkan banyak waktu dan dana, dan (3) tidak semua mata pelajaran dapat menggunakan model PBL.” Penggunaan PBL tidak akan berhasil karena kekurangan waktu. Pembelajaran PBL memang memerlukan banyak waktu, sehubungan dengan 4 tahap dari kegiatan pembelajaran menggunakan PBL. Maka dari itu, perlu adanya evaluasi terhadap model Problem Based Learning (PBL) untuk mengetahui keberhasulan dari penggunaan model PBL tersebut. Menurut Rizema (2013; 82) menyatakan: “Dalam pembelajaran yang berorientasi pada proses, terdapat dua komponen pokok yang perlu diperhatikan dalam proses evaluasi, yakni: (1) Pengetahuan yang diperoleh siswa (siswa diharapkan mendapat pengetahuan lebih setelah melalui proses belajar), dan (2) proses belajar yang dilakukan oleh siswa (siswa diharapkan menggunakan pendekatan belajar deep learning, yaitu melakukan proses belajar yang aktif, mandiri dan bertanggung jawab).” Evaluasi terhadap pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning dapat dilakukan dengan memberikan umpan balik atau tes formatif dan sumatif seseuai dengan ketentuan dari sekolah. D. Pendekatan Proses Berikut adalah beberapa definisi mengenai pendekatan proses yang disampaikan oleh para ahli. Pendekatan keterampilan proses menurut Suharjo (dalam Suprihatiningarum, 2013; 168) menyatakan “Pendekatan keterampilan proses merupakan suatu pendekatan yang dilakukan dalam pembelajaran agar siswa sejak pendidikan dasar membiasakan untuk mencari masalah kemudian melakukan langkah-langkah yang dapat menghasilkan produk sains, yaitu fakta baru, konsep, generalisasi hokum dan teori baru.” Menurut Usman dan Setiawati (dalam Suprihatingrum, 2013; 169) mengatakan bahwa: “Pendekatan keterampilan proses merupakan pendekatan pembelajaran yang mengarah kepada pengembangan kemampuan mental, fisik dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan yang lebih tinggi dalam diri individu siswa. Pendekatan keterampilan proses menekankan pada pertumbuhan dan perkembangan sejumlah keterampilan tertentu pada diri siswa agar mereka mampu memproses informasi sehingga ditemukan hal-hal yang beru yang bermanfaat, baik baik berupa fakta, konsep, maupun pengembangan sikap dan nilai.” Menurut Mulyasa (dalam Suprihatiningrum, 2013; 169) mengatakan bahwa: “Pendekatan keterampilan proses merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses belaja, aktivitas dan kreativitas siswa dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pengertian tersebut, termasuk di antaranya keterlibatan fisik, mental dan sosial siswa proses pembelajaran

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 12 Jul 2016 03:27
Last Modified: 12 Jul 2016 03:27
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/5340

Actions (login required)

View Item View Item