PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN KERJASAMA DAN KETERAMPILAN MENULIS LAPORAN SUB TEMA KEBERAGAMAN BUDAYA BANGSAKU PADA SISWA KELAS IV SDN HALIMUN BANDUNG

Nia Ratna Komala, 105060264 (2016) PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN KERJASAMA DAN KETERAMPILAN MENULIS LAPORAN SUB TEMA KEBERAGAMAN BUDAYA BANGSAKU PADA SISWA KELAS IV SDN HALIMUN BANDUNG. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
cover.docx

Download (50kB)
[img] Text
lembar pengesahan.docx

Download (21kB)
[img] Text
motto dan persembahan.docx

Download (13kB)
[img] Text
Abstrak.docx

Download (13kB)
[img] Text
kata pengantar.docx

Download (13kB)
[img] Text
Nia bab I.docx

Download (28kB)
[img] Text
Nia bab II.docx

Download (83kB)
[img] Text
Nia bab III.docx
Restricted to Repository staff only

Download (78kB)
[img] Text
Nia bab IV.docx
Restricted to Repository staff only

Download (167kB)
[img] Text
Nia bab V.docx
Restricted to Repository staff only

Download (24kB)
[img] Text
Daftar pustaka.docx

Download (15kB)

Abstract

ABSTRAK Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di SDN Halimun bandung kelas 4 pembelajaran 4 dan 5. Dengan menerapkan model PBL. Ptk ialah suatu bentuk penelitian dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu untuk memperbaiki dan meningkatkan praktik pembelajarandi kelas secara lebih berkualitas sehingga siswa dapat memperoleh hasil belajar yang lebih baik . penelitian tindakan kelas ini menggunakan sistem siklus dengan jumlah siklus yang digunakan ialah 2 siklus, dalam tiap siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Metode nytang digunakan dalam penelitian ini ini ialah metode kualitatif dan kuantitatif. Yaitu dengan menggunakan tes berupa evaluasi , lembarawancara guru, ..................... haasil penelitian , menunjukan bahwa dengan menerapkan model pbl dalam pembelajaran tematik ndapat meningkatakan sikap kerjasama dan keterampilan menulis laporan, hal ini dpat terlihat dari rata..............., setiap siklusnya yang terus mengalami peni ngkatan dari siklus I ...% DAN SIKLUSNII BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan ujung tombak kemajuan sebuah bangsa. Bangsa akan menjadi maju apabila memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas atau bermutu tinggi. Adapun mutu bangsa di kemudian hari tergantung pada pendidikan yang diberikan generasi masa kini, terutama melalui pendidikan formal yang diterima di sekolah. Pendidikan merupakan suatu proses yang kompleks dan berjangka panjang, di mana berbagai aspek yang tercakup dalam proses saling erat berkaitan satu sama lain dan bermuara pada terwujudnya manusia yang memiliki nilai hidup, pengetahuan hidup, dan keterampilan hidup. Dari beberapa aspek yang ada kurikulum memainkan peran yang sangat penting dalam mewujudkan generasi yang handal, kreatif, inovatif, dan menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Kurikulum menentukan jenis dan kualitas pengetahuan dan pengalaman yang memungkinkan orang atau seseorang mencapai kehidupan dan penghidupan yang lebih baik. Oleh karena itu kurikulum harus disusun dan disempuranakan sesuai dengan perkembangan zaman (dalam Mida Latiful Muzamiroh, 2013: 6). Di Indonesia sendiri, pengertian kurikulum terdapat dalam pasal 1 butir 19 UU Nomor 20 Tahun 2003, yakni sebagai berikut (dalam Imas Kurinasih dan Berlin Sami, 2014: 3): Tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Upaya penyempurnaan kurikulum tidak lain, demi mewujudkan sistem pendidikan nasional yang kompetitif dan selalu relevan dengan perkembangan zaman yang senantiasa menjadi tuntutan. Kurikulum yang terakhir diterapkan di sekolah adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai pengganti dari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dan kini tahun ajaran 2013 giliran KTSP diperbaharui dengan kurikulum baru yang dikenal dengan Kurikulumn 2013 yang pada 15 Juli 2013 siap untuk diimplementasikan (dalam Mida Latiful Muzamiroh, 2013: 7). Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 35 dan 36 yang menekankan perlunya peningkatan standar nasional pendidikan sebagai acuan kurikulum secara berencana dan berkala dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Menurut beberapa ahli pendidikan, perubahan kurikulum dari masa ke masa, baik di Indonesia maupun di negara lain, disebabkan karena kebutuhan masyarakat yang setiap tahunnya selalu berkembang dan tuntutan zaman yang selalu berubah tanpa bisa dicegah. Perkembangan kurikulum diharapkan dapat menjadi penentu masa depan anak bangsa. Oleh karena itu, kurikulum yang baik akan sangat diharapkan dapat dilaksanakan di Indonesia sehingga akan menghasilkan masa depan anak bangsa yang cerah yang berimplikasi pada kemajuan bangsa dan negara. Setiap kurikulum yang telah berlaku di Indonesia dari periode sebelum tahun 1945 hingga kurikulum tahun 2006, tentu saja memiliki beberapa perbedaan dalam sistem yang diterapkan. Perbedaan sistem yang terjadi bisa merupakan kelebihan maupun kekurangan dari kurikulum itu sendiri. Kekurangan dan kelebihan tersebut dapat berasal dari landasan, komponen, evaluasi, prinsip, metode, maupun model pengembangan kurikulum (dalam Imas Kurinasih dan Berlin Sami, 2014: 39). Terdapat beberapa hal penting dari perubahan atau penyempurnaan kurikulum tersebut, yaitu keunggulan dan kekurangan (dalam Imas Kurinasih dan Berlin Sami, 2014: 40), yakni sebagai berikut: Keunggulan kurikulum 2013, yakni siswa dituntut untuk lebih aktif, kreatif dan inovatif dalam setiap pemecahan masalah yang mereka hadapi di sekolah dengan penilaian berbasis kompetensi seperti sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang berfokus pada siswa dan banyak sekali kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan seperti pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skill pada siswa. Peneliti akan menerapkan kurikulum 2013 dalam penelitian ini di SDN Halimun Bandung pada ajaran baru semester I tahun 2014. Sekolah ini sudah menerapkan kurikulum 2013 sejak tahun lalu sebagai sekolah yang terpilih dari 8 sekolah di kota Bandung. Berdasarkan pengamatan terhadap proses pembelajaran tematik kurikulum 2013 masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan dan metode yang sering digunakan adalah metode ceramah sehingga pembelajaran cenderung bersifat satu arah. Sedangkan peserta didik cenderung pasif dan tidak ikut berpartisifasi dalam proses pengetahuannya karena hanya mendengarkan penjelasan dari gurunya. Guru juga masih dijadikan sebagai sumber utama dalam pembelajaran. Namun pada kenyataannya, peserta didik mengalami kesulitan dalam memahami pembelajaran, karena peserta didik tidak dilibatkan langsung dalam pembelajaran sehingga tidak tercipta aktivitas dan kerjasama dari peserta didik dan terkadang merasa jenuh karena hanya mendengarkan penjelasan dari gurunya. Pedahal aktivitas dan kerjasama peserta didik sangat diperlukan dalam suatu kegiatan pembelajaran. Siswa adalah sejenis makhluk homo socius, yakni makhluk yang berkecenderungan untuk hidup bersama. Kerjasama sangat menguntungkan perkembangan dan pertumbuhan siswa, baik secara jasmani maupun rohani, mental, spiritual dan fisikal (dalam Fuad Ihsan, 2005: 92). Dengan bekerjasama, para anggota kelompok kecil akan mampu mengatasi berbagai rintangan, bertindak mandiri dan dengan penuh tanggung jawab, mengandalkan bakat setiap anggota kelompok, mempercayai orang lain dalam mengeluarkan pendapat dan mengambil keputusan. Untuk itu, maka diperlukan satu model pembelajaran yang bisa melibatkan peserta didik secara langsung dan bisa menumbuhkan kerjasama peserta didik. Karena kurangnya partisipasi dan kerjasama peserta didik dalam pembelajaran akan mengakibatkan peserta didik menjadi malas dan potensi di dalam dirinya kurang dikembangkan. Informasi pembelajaran hanya bersumber dari guru sedangkan peserta didik hanya mendengarkan dan kemudian diberikan tugas. Pedahal belum tentu semua peserta didik memahami materi yang diberikan sehingga pada saat mengerjakan tugas menjadi kebingungan dan hasil belajarpun rendah. Pada pembelajaran tematik di kelas IV SDN Halimun Bandung berdasarkan hasil observasi pertama, dalam keterampilan menulis yang dicapai peserta didik kurang memuaskan karena masih banyak peserta didik yang mendapatkan nilai di bawah 3. Dengan perolehan skor 4 dengan jumlah 7 siswa dari 39 siswa dengan nilai presentase 17,94 % artinya sudah baik sehingga tidak perlu mengulang, perolehan skor 3 dengan jumlah 17 siswa dengan nilai presentase 43,58% artinya pemahaman dengan materi sudah cukup dan tidak perlu mengulang dan harus lebih tekun dalam menulis, perolehan skor 2 dengan jumlah 15 siswa dengan nilai presentase 38,46% artinya pemahaman dengan materi kurang sebaiknya lebih tekun dalam menulis dan mengulangnya kembali. Dengan total presentase di atas skor 3 adalah 61,52% minimal dengan kriteria cukup namun belum mencapai presentase >70%. Mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD, merupakan mata pelajaran strategis karena bahasalah guru dapat menularkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan informasi kepada siswa atau sebaliknya. Tanpa bahasa tidak mungkin para siswa dapat menerima itu semua dengan baik. Oleh karena itu, guru sebagai pengemban tugas operasional pendidikan/pembelajaran di sekolah, dituntut agar dapat mengkaji, mengembangkan kurikulum yang benar. Dalam Kurikulum 2013 pada bahasa Indonesia saat ini menitikberatkan pada kompetensi berbahasa (menyimak, membaca, berbicara, dan menulis) baik pada aspek kebahasaan maupun kesastraan. Pada kurikulum 2013 untuk kompetensi dasar Bahasa Indonesia tidak dihilangkan dan tetap dipakai. Berikut ini landasan Permendikbud: Permendikbud No 65 Tahun 2003 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah menyebutkan, bahwa “sesuai dengan standar kompetensi lulusan dan standar isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran persial menuju pembelajaran terpadu”. Hal ini dipertegas oleh kembali dalam permendikbud Nomor 67 Tahun 2013 tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum SD/MI menyebutkan, bahwa pelaksanaan kurikulum 2013 pada SD/MI dilakukan melalui pembelajaran dengan pendekatan tematik terpadu. (Tim Depdiknas, 2013). Menulis merupakan keterampilan yang sangat kompleks bagi seorang anak. Menulis akan beranalogi dengan proses berpikir, pengetahuan,keterampilan-keterampilan dan strategi-strategi yang harus menyertainya (dalam Novi Resmini, 2010: 106). Oleh karena itu permasalahan di atas yang terjadi peneliti menemukan model yang tepat yakni penerapan model Problem Based Learning (PBL). Pengertian model Problem Based Learning (PBL) menurut para ahli, yakni sebagai berikut: Panen (2001: 85) mengatakan dalam model pembelajaran PBL, peserta didik diharapkan untuk terlibat dalam proses penelitian yang mengharuskannya untuk mengidentifikasi permasalahan, mengumpulkan data, dan menggunakan data tersebut untuk pemecahan masalahan masalah. Smith & Ragan (2002: 3), seperti dikutip Visser, mengatakan bahwa model pembelajaran merupakan usaha untuk membentuk suatu proses pemahaman isi suatu mata pelajaran pada seluruh kurikulum. (dalam M.Taufiq Amir, 2009: 74). Keunggulan dari model Problem Based Learning (PBL) bermuatan karakter, yakni sebagai berikut (dalam Suyadi, 2013: 85): Keunggulan model PBL, diantaranya pemecahan masalah dapat menantang kemampuan peserta didik, sehingga memberikan keluasaan untuk menentukan pengetahuan baru bagi peserta didik, meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik, dan pemecahan masalah dapat membantu peserta didik dalam membangun pengetahuan barunya, serta bertanggung jawab dalam pembelajaran yang dilakukan. Sedangkan kelemahan model PBL bermuatan karakter, selain memiliki keunggulan, model PBL memiliki beberapa kelemahan, diantaranya adalah sebagai berikut: Kelemahan model PBL, diantaranya proses pelaksanaan PBL membutuhkan waktu yang lebih lama atau panjang itupun belum cukup, karena sering kali pendidik memerlukan waktu tambahan untuk menyelesaikan persoalan yang diberikan. Pedahal, waktu pelaksanaan PBL harus disesuaikan dengan beban kurikulum yang ada. Dari model tersebut diharapkan akan terjadi peningkatan kualitas siswa dalam penerapan model Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan kerjasama dan keterampilan menulis laporan sub tema keberagaman budaya bangsaku pada siswa kelas IV SDN Halimun Bandung. Diharapkan adanya proses pembelajaran yang bermakna bagi pendidik maupun peserta didik kearah yang lebih baik dengan adanya kurikulum 2013. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka peneliti dapat mengidentifikasi masalah dalam meningkatkan kerjasama dan keterampilan menulis laporan dengan model Problem Based Learning (PBL) yaitu: 1. Kurang menariknya pembelajaran yang dilakukan di kelas. 2. Peserta kurang dilibatkan dalam kegiatan pembelajaran. 3. Kurangnya kerjasama yang dilakukan peserta didik dalam proses pembelajaran. 4. Pembelajaran tematik terasa menjenuhkan dan membosankan bagi peserta didik karena kurang tepatnya metode pembelajaran. C. Pembatasan Masalah Agar pembatasan masalah tidak terlalu luas maka, penulis perlu memberikan batasan masalah. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Problem Based Learning (PBL) 2. Subjek penelitian adalah peserta didik kelas IV C SDN Halimun Bandung tahun ajaran 2014-2015. 3. Pembelajaran tematik yang dijadikan sebagai bahan penelitian yaitu tema I keberagaman budaya bangsaku pembelajaran 4 dan 5. 4. Penelitian ini diharapkan terjadi peningkatan kerjasama dan keterampilan menulis siswa dengan menerapkan model Problem Based Learning (PBL). D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah menyusun perencanaan pembelajaran dengan menerapkan model Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan kerjasama dan keterampilan menulis laporan sub tema keberagaman budaya bangsaku pada siswa kelas IV SDN Halimun Bandung? 2. Bagaimanakah proses pembelajaran dengan menerapkan model Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan kerjasama dan keterampilan menulis laporan sub tema keberagaman budaya bangsaku pada siswa kelas IV SDN Halimun Bandung? 3. Apakah dengan menerapkan model Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kerjasama dan keterampilan menulis laporan sub tema keberagaman budaya bangsaku pada siswa kelas IV SDN Halimun Bandung? E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan dari penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui apakah penerapan model Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kerjasama dan keterampilan menulis laporan sub tema keberagaman budaya bangsaku pada siswa kelas IV SDN Halimun Bandung. 2. Tujuan Khusus Secara khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah ingin meningkatkan kerjasama dan keterampilan menulis dengan menerapkan model Problem Based Learning (PBL) laporan sub tema keberagaman budaya bangsaku pada siswa kelas IV SDN Halimun Bandung. Tujuan penelitian ini sebagai berikut: a. Untuk mengetahui penyusunan perencanaan pembelajaran dengan menerapkan model Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan kerjasama dan keterampilan menulis laporan sub tema keberagaman budaya bangsaku pada siswa kelas IV SDN Halimun Bandung. b. Untuk mengetahui proses pembelajaran dengan menerapkan model Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan kerjasama dan keterampilan menulis laporan sub tema keberagaman budaya bangsaku pada siswa kelas IV SDN Halimun Bandung. c. Untuk mengetahui dengan menerapkan model Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kerjasama dan keterampilan menulis laporan sub tema keberagaman budaya bangsaku pada siswa kelas IV SDN Halimun Bandung. F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Bahwa model Problem Based Learning (PBL) dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan kerjasama dan keterampilan menulis laporan sub tema keberagaman budaya bangsaku. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dengan pendidikan, terutama bagi: a. Bagi Peserta Didik 1) Dapat memotivasi peserta didik dalam belajar. 2) Meningkatkan proses dan hasil belajar peserta didik. b. Bagi Pendidik 1) Hasil penelitian ini dapat menjadi tolak ukur dan bahan pertimbangan pendidik melakukan perubahan serta koreksi diri bagi pengembangan dalam pelaksanaan tugas profesinya terutama Penelitian Tindakan Kelas (PTK). 2) Memberikan sumbangan pemikiran tentang pentingnya memilih dan menerapkan model pembelajaran di kelas IV. c. Bagi Sekolah SDN Halimun 1) Memberikan gagasan baru dalam pembelajaran kurikulum 2013 di kelas IV untuk menggunakan model pembelajaran yang tepat bagi peserta didik. 2) Diharapkan menjadi input bagi sekolah dalam melaksanakan pembinaan pengembangan para pendidik dalam meningkatkan efektifitas dan kreativitas pembelajaran di kelas. d. Bagi Peneliti 1) Menambah wawasan dalam menghadapi profesi nanti. 2) Hasil penelitian ini dapat menjadi tolak ukur dan bahan pertimbangan peneliti melakukan perubahan serta koreksi diri bagi pengembangan dalam pelaksanaan tugas profesi nanti terutama Penelitian Tindakan Kelas (PTK). G. Definisi Operasional 1. Model Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang diawali dengan penyajian masalah yang dirancang dalam konteks yang relevan dengan materi yang dipelajari (dalam M. Taufiq Amir, 2009: 21). 2. Kerjasama adalah proses beregu dimana anggotanya mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai suatu hasil mufakat (dalam W.J.S Poerwadarminta, 2007: 492). 3. Farris (1993) mengemukakan bahwa dalam konteks kiat berbahasa (language art) menulis merupakan kegiatan yang paling kompleks untuk dipelajari siswa (dalam Resmini Novi, 2008: 221). BAB II KAJIAN TEORI A. Model Problem Based Learning (PBL) 1. Hakikat Model Problem Based Learning (PBL) Dalam proses pembelajaran seorang pendidik harus menggunakan model pembelajaran yang tepat sesuai dengan keadaan peserta didik dan kondisi kelas. Guru harus memilah dan memilih model pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang akan disampaikan agar pembelajaran menjadi bermakna. Salah satu model yang digunakan dalam pembelajaran bermakna tersebut adalah model Problem Based Learning (PBL) melalui pemecahan masalah dalam dunia nyata. Sejak dahulu dikembangkan sekitar tahun 1970-an, di McMaster University di Canada, kini metode ini sudah merambah ke berbagai fakultas diberbagai lembaga pendidikan di dunia. Dengan keunggulan model ini, jenjang pendidikan yang lebih rendah pun sudah mulai menggunakan model ini dengan perkembangannya yang pesat, rumusannya juga beragam. Salah satu yang cukup mewakili, adalah rumusan yang diungkapkan Prof. Howard Barrows dan Kelson (dalam M. Taufiq Amir, 2009: 21). Problem Based Leraning (PBL) adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut mahasiswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Model pembelajaran dengan PBL (dalam Rusmono, 2012: 74) menawarkan kebebasan siswa dalam proses pembelajaran. Pengertian model Problem Based Learning (PBL) menurut para ahli, yakni sebagai: Model pembelajaran dengan PBL menawarkan kebebasan peserta didik dalam proses pembelajaran. Panen (2001: 85) mengatakan dalam model pembelajaran PBL, peserta didik diharapkan untuk terlibat dalam proses penelitian yang mengharuskannya untuk mengidentifikasi permasalahan, mengumpulkan data, dan menggunakan data tersebut untuk pemecahan masalahan masalah. Smith & Ragan (2002: 3), seperti dikutip Visser, mengatakan bahwa model pembelajaran merupakan usaha untuk membentuk suatu proses pemahaman isi suatu mata pelajaran pada seluruh kurikulum. Rumusan dari Dutch 1994 (dalam M. Taufiq Amir, 2009: 22) berikut ini akan membantu kita lebih memahami lagi mengenai PBL, yakni PBL merupakan metode instruksional yang menantang peserta didik agar “belajar untuk belajar, ”bekerjasama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata”. Masalah yang disajikan adalah masalah yang konteks dengan dunia nyata, semakin dekat dengan dunia nyata, akan semakin baik pengaruhnya pada peningkatan kecakapan peserta didik. Dari masalah yang diberikan ini, peserta didik bekerjasama dalam berkelompok, mencoba memecahkannya dengan pengetahuan yang mereka miliki, dan sekaligus mencari informasi-informasi baru yang relevan untuk solusinya. Di sini tugas pendidik adalah sebagai fasilitator yang mengarahkan peserta didik untuk dalam mencari dan menemukan solusi yang diperlukan (hanya mengarahkan, bukan menunjukan!), dan juga sekaligus menentukan kriteria pencapaian proses pembelajaran. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dinyatakan bahwa PBL merupakan sebuah model pembelajaran alternatif yang dapat diterapkan oleh para pendidik. Guru perlu mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan pertukaran ide secara terbuka sehingga pembelajaran ini menekankan peserta didik dalam berkomunikasi dengan teman sebayanya maupun dengan lingkungan belajar siswa, sehingga membantu peserta didik menjadi lebih mandiri dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan fakta pembelajaran ada pada konsep yang dipilih sehingga peserta didik tidak saja mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga metode ilmiah untuk menyelesaikan masalah tersebut. Masalah yang dijadikan fokus pembelajaran dapat diselesaikan peserta didik melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar yang beragam pada siswa seperti kerjasama dan interaksi dalam kelompok. Keadaan tersebut menunjukan bahwa model PBL dapat memberikan pengalaman yang kaya pada siswa. Dengan kata lain, penggunaan PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan mereka dapat menerapkannya dalam kondisi yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. 2. Karakteristik Model Problem Based Learning (PBL) Karakteristik model Problem Based Lerarning (PBL) menurut Tan 2003 (dalam M. Taufiq Amir, 2009: 22), yakni sebagai berikut: a. Masalah yang digunakan sebagai awal pembelajaran. b. Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara mengambang. c. Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple perspective). Solusinya menuntut peserta didik menggunakan dan mendapatkan konsep, d. Masalah membuat peserta didik tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di ranah pembelajaran yang baru. e. Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learning). f. Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja. Pencarian, evaluasi serta penggunaan pengetahuan ini menjadi kunci penting. g. Pembelajarannya kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. Peserta didik bekerja dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan, dan melakukan presentasi. Tabel berikut ini juga menjelaskan, bahwa model PBL berbeda dengan model lain yang biasanya diberikan pendidik pada umunya menurut Slavin; Badin. 2000 & Moust, Bouhuijis, Schmidt, 2001 (dalam M. Taufiq Amir, 2009: 23 ). Tabel 2.1 Perbedaan PBL vs. Metode lain Metode Belajar Deskripsi • Ceramah • Informasi dipresentasikan dan didiskusikan oleh pendidik dan peserta didik • Kasus atau studi kasus • Pembahasan kasus biasanya dilakukan diakhir pembelajaran dan selalui disertai dengan pembehasan di kelas tentang materi (an sumber-sumbernya) atau konsep terkait dengan dan pertanyaan diberikan kepada peserta didik • PBL • Informasi tertulis yang berupa masalah diberikan sebelum kelas dimulai. Fokusnya adalah bagaimana peserta didik mengidentifikasi isi pembelajaran sendiri untuk memecahkan masalah. Materi dan konsep yang relevan ditemukan oleh pendidik itu sendiri Beberapa perbedaan di atas dapat menerangkan bahwa “masalah” yang biasa seperti ”pertanyaan untuk diskusi”, tidak sama dengan “masalah” dalam PBL. Dalam diskusi, pertanyaan diajukan untuk memicu peserta didik terhubungkan dengan materi yang dibahas. Sementara “masalah” dalam PBL menuntut penjelasan atas sebuah fenomena. 3. Ciri-Ciri Model Problem Based Learning (PBL) Ciri –ciri model Problem Based Learning (PBL), menurut Baron (2003: 1), yakni sebagai berikut (dalam Rusmono, 2012: 74): a) Menggunakan permasalahan dalam dunia nyata b) Pembelajaran dipusatkan pada penyelesaian masalah c) Tujuan pembelajaran ditentukan oleh peserta didik dan d) Guru berperan sebagai fasilitator. Kemudian “masalah” yang digunakan menurutnya harus relevan dengan tujuan pembelajaran, mutakhir, dan menarik, berdasarkan informasi yang luas; terbentuk secara konsisten dengan masalah lain; dan teramasuk dalam dimensi kemanusiaan. 4. Tahapan-Tahapan Model Problem Based Learning (PBL) Tabel 2.2 Tahapan-Tahapan Model Problem Based Learning (PBL) FASE-FASE PERILAKU GURU FASE 1 Orientasi peserta didik kepada masalah Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan Memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih FASE 2 Mengirganisasikan peserta didik Membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut FASE 3 Membimbing penyelidikan individu dan kelompok Mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah FASE 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, model dan berbagi tugas dengan teman FASE 5 Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari/meminta kelompok presentasi hasil kerja 5. Model Problem Based Learning (PBL) dalam Kerja Kelompok Keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran dengan PBL menurut Baron (dalam Rusmono, 2012: 52), meliputi kegiatan kelompk dan kegaiatan perorangan. Dalam kelompok, peserta didik melakukan kegiatan-kegiatan: (a) Membaca kasus, (b) menentukan masalah mana yang paling rerelevan dengan tujuan pembelajaran, (c) membuat rumusan masalah, (d) membuat hipotesis, (e) mengidentifikasi sumber informasi, diskusi, dan pembagian tugas, (f) melaporkan, mendiskusikan penyelesaian masalah yang mungkin, melaporkan kemajuan yang dicapai setiap anggota kelompok, dan presentasi di kelas. Kinerja yang efektif dari tugas belajar kelompok menurut Barbara, Groh dan Deborah (2001: 59-65) memerlukan pengembangan keahlian baru pada siswa dan guru. Sebuah kelompok menjadi fungsional, apabila seluruh anggotanya bekerja secara efektif untuk meningkatkan pembelajaran diri sendiri dan anggota kelompok lainnya. Untuk mencapai kelompok yang efektif, menurut Barbara (dalam Rusmono, 2012: 75), yang diperlu dilakukan adalah 1). Memulai Kelompok: kelompok dibentuk pada hari pertama dimulainya pelajaran dengan aktivitas: (a) menuliskan biografi kelompok, (b) memberikan tes singkat untuk perorangan setelah itu tes kepada kelompok, agar siswa menyadari hasil tes kelompok lebih baik daripada hasil tes perorangan, (c) mengisi instrumen cara belajar yang baik, untuk bahan diskusi kelompok, dan (d) mengadakan permainan mental yang memerlukan keahlian menggunakan kelompok untuk menunjukan perbedaan antara lingkungan belajar yang berpusat pada siswa dan yang berpusat pada guru. 2) Memonitor Kelompok: untuk kelas yang sedikit kelompoknya peran guru sebagai tutor, dan setiap tutor memandu sebuah kelompok siswa. Interaksi antar kelompok memungkinkan intervensi spontan dan informal yang sangat membantu alam proses pengambilan keputusan, memastikan partisipasi yang merata akan menjaga kelompok untuk terus maju dalam menyelesaikan masalah, meningkatkan hubungan interpersonal dan membantu kelompok mempelajari bagaimana mengarahkan belajarnya sendiri. Untuk kelas yang banyak kelompok, para tutor harus mengembangkan modelnya, yang meliputi mengembangkan aktivitas kelompok yang terdefinisi dengan baik, menggunakan massalah yang memungkinkan intervensi instruktur pada titik-titik penting untuk melibatkan kelas dalam diskusi dan atau klarifikasi, tutor berjalan disekitar kelas untuk membantu kelompok yang memiliki tanda-tanda tidak berfungsi, seperti pembicaraan yang tidak sesuai dengan tugas, setiap siswa tidak ambil bagian dalam diskusi atau sebaliknya mendominasi, dan lain-lain. Instruktur PBL juga dapat mengundang siswa yang telah mengambil mata pelajaran tersebut dengan fasilitator kelompok sebaya. 3) Peranan Kelompok: salah satu cara untuk meningkatkan partisipasi siswa adalah dengan meminta siswa untuk mengambil peranan dan tanggung jawab dalam kelompoknya. Tugas-tugas yang umum diberikan meliputi: (a) pemimpin diskusi, untuk memastikan partisipasi penuh anggota kelompok dan kelompok tetap pada jalurnya (b) pencatat, untuk mencatat tugass, strategi, data, dan lain-lainnya (c) reporter, untuk melaporkan saat diskusi seluruh kelas, menulis rancangan akhir dari tugas, (d) penanggung jawab keakuratan, untuk menguji pemahaman kelompok, mencari sumber-sumber buku atau data. 4) Evaluasi: memberikan kepada siswa untuk memberikan umpan balik yang membangun secara verbal dan tertulis terhadap indvidu maupun kelompok merupakan salah satu strategi untuk memaksimalkan sikap positif kelompok dan memaksimalkan tanggung jawab individu. Untuk menjalankan metode PBL dengan baik, diperlukan adanya kelompok-kelompok kecil pada peserta didik. Alasan utamanya adalah agar para anggota kelompok dapat saling berbagi pengetahuan dan gagasan. Dengan kelompok peserta didik belajar dari dan dengan orang lain. Situasi-situasi yang terjadi dalam proses bekerja kelompok juga akan membentuk berbagai kecakapan yang diperlukan peserta didik. Misalnya kecakapan interpersonal dan kecakapn komunikasi, maupun kecakapan belajar itu sendiri. 6. Laporan Tertulis dalam Model Problem Based Leraning (PBL) Banyak peserta didik yang menganggap tugas membuat laporan tertulis merupakan beban yang merepotkan. Hal ini karena belum adanya kesadaran apa sebenarnya dibalik tugas menulis secara akademis ini. Membuat laporan tertulis dengan baik, sebenarnya membentuk daya analitis dan pemikiran argumentatif dari laporannya. Peserta didik belajar bagaimana menyampaikan gagasan dengan argumentasi dengan fakta-fakta yang mendukung (dalam M. Taufiq Amir, 2009: 69). Jadi menulis seperti juga saat peserta didik mendengar ceramah pendidik, tidak boleh dilihat sebagai aktivitas menyampaikan informasi saja. Bila peserta didik punya pendapat seperti ini maka ia akan terjebak untuk melakukan copy paste saja informasi yang ditemukannya. Jadi menulis harus dilihat sebagai proses kontruktif, karena peserta didik aktif, berdialog dengan pemikirannya. Peserta didik harus melibatkan masalah dengan rumusn gagasannya, dan terus-menerus ia perbaiki laporannya. Dengan demikian peserta didik akan menyadari bahwa menulis sering kali tidak sekali jadi. Yang namanya menulis bukan saja ketik dan cetak, hasil laporan yang ditulisnya harus berbentuk draf awal dahulu, yang diperhatikan ulang, direvisi, diedit ulang, dipoles tata bahasanya, dengan memeriksa pengucapan dan tanda baca. Penialaian proses PBL aspek penilaian adalah salah satu proses penting dalam setiap pembelajaran. Ia merupakan pendorong yang kuat bagi peserta didik. Karena itu, pada dasarnya kita harus menjadikannya aspek penilaian sebagai alat untuk membuat peserta didik mencapai tujuan. Penilaian dalam proses PBL mencoba untuk memaksimalkan fungsi penilaian, sekaligus mengubah anggapan peserta didik bahwa penilaian terpisah dari proses belajar. Dalam PBL penilaian haruslah merupakan satu bagian integrasi dengan proses memfasilitasi dan proses belajar kelompok lain. 7. Kelebihan dan kekurangan Model Problem Based Learning (PBL) Keunggulan dari Model Problem Based Learning (PBL) bermuatan karakter, yakni sebagai berikut (dalam Suyadi, 2013: 85): a. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pengajaran. b. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan peserta didik, sehingga memberikan keluasaan untuk menentukan pengethuan baru bagi peserta didik. c. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik. d. Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata. e. Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik dalam membangun pengetahuan barunya, dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang dilakukan. f. Peserta didik mampu memecahkan masalah dengan suasana pembelajaran yang aktif menyenangkan. g. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka guna beradaptasi dengan pengetahuan baru. h. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. i. PBM dapat mengembangkan minat peserta didik untuk mengembangkan konsep belajar secara terus-menerus, karena dalam prakteknya masalah tidak akan pernah selesai. Artinya, ketika suatu masalah muncul dan membutuhkan penyelesaian secepatnya. Sedangkan kelemahan model PBL bermuatan karakter, selain memiliki keunggulan, model PBL memiliki beberapa kelemahan, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Ketika peserta didik memiliki minat tinggi, atau tidak mempunyai kepercayaan diri bahwa dirinya mampu menyelesaikan masalah yang dipelajari, maka mereka enggan untuk mencoba karena takut salah. b. Tanpa pemahaman “mengapa mereka berusaha” untuk memecahkan masalah yang dipelajari. Artinya, perlu dijelaskan manfaat meyelesaikan masalah yang dibahas peserta didik. c. Proses pelaksanaan PBL membutuhkan waktu yang lebih lama atau panjang itupun belum cukup, karena sering kali pendidik memerlukan waktu tambahan untuk menyelesaikan persoalan yang diberikan. Pedahal, waktu pelaksanaan PBL harus disesuaikan dengan beban kurikulum yang ada. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran dengan PBL, yang lebih dipentingkan adalah dari segi proses dan bukan hanya sekedar hasil belajar yang diperoleh. Apabila proses belajar dapat berlangsung secara maksimal, maka kemungkinan besar hasil belajar yang diperoleh juga akan maksimal. B. Kerjasama 1. Hakikat Kerjasama Kerjasama adalah kelompok yang menyelesaikan permasalahan secara bersama-sama sehingga mendapatkan tujuan yang sama pula. Dalam meningkatkan kerjasama peserta didik harus saling menghargai pendapat anggotanya, membagai-bagi tugas kepada anggota kelompoknya yang diberikan tanpa kerja secara individual karena merasa paling pintar, dan mempunyai tujuan bersama. Kerjasama merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh suatu kelompok sehingga terdapat hubungan erat antar tugas pekerjaan anggota kelompok lain, demikian pula penyelesainnya (dalam W.J.S Poerwadarminta, 2007: 492). Siswa adalah sejenis makhluk homo socius, yakni makhluk yang berkecenderungan untuk hidup bersama. Kerjasama sangat menguntungkan perkembangan dan pertumbuhan siswa, baik secara jasmani maupun rohani, mental, spiritual dan fisikal (dalam Fuad Ihsan, 2005: 92). Dengan bekerjasama, para anggota kelompok kecil akan mampu mengatasi berbagai rintangan, bertindak mandiri dan dengan penuh tanggung jawab, mengandalkan bakat setiap anggota kelompok, mempercayai orang lain dalam mengeluarkan pendapat dan mengambil keputusan (dalam Elaine B. Johnson, 2008: 163). Burton (dalam Ahmad Rohani, 2004: 25) berpendapat bahwa “group process atau proses kelompok” yaitu cara individu mengadakan relasi dan kerjasama dengan individu lain untuk mencapai tujuan bersama. Kemampuan bekerjasama sangat diperlukan karena kita merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk saling tolong menolong. Jadi kerjasama adalah pekerjaan yang dilakukan oleh suatu kelompok untuk mampu mengatasi berbagai rintangan, bertindak mandiri, dan penuh tanggung jawab untuk mencapai tujuan bersama. C. Keterampilan Menulis 1. Hakikat Keterampilan Menulis Kemampuan menulis tidak diperoleh secara alamiah tetapi melalui proses belajar mengajar. Untuk dapat menuliskan huruf sebagai lambang bunyi, siswa harus berlatih mulai dari cara memegang alat tulis. Siswa juga berlatih menggerakan tangan dengan memperhatikan apa yang harus ditulis atau digambarkan. Siswa harus dilatih mengamati lambang bunyi tersebut, memahami setiap huruf sebagai lambang bunyi tertentu sampai dapat menuliskannya secara benar. Agar bermakna, proses belajar menulis permulaan ini dilaksanakan setelah siswa mampu mengenal huruf-huruf yang diajarkan. Menulis merupakan keterampilan yang sangat kompleks bagi seorang anak. (Dalam Resmini Novi, 2008: 221) Farris (1993) mengemukakan bahwa dalam konteks kiat berbahasa (language art) menulis merupakan kegiatan yang paling kompleks untuk dipelajari siswa. Khususnya di sekolah dasar, menulis merupakan keterampilan yang sulit diajarkan sehingga bagi guru, mengajarkan menulis juga merupakan tugas yang paling sulit. Menulis merupakan sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulis. Hasil dari kreatif menulis ini biasa disebut dengan istilah tulisan atau karangan. Kedua istilah tersebut mengacu pada hasil yang sama meskipun ada pendapat yang mengatakan kedua istilah tersebut memiliki pengertian berbeda. Istilah menulis sering dilekatkan pada proses kreatif yang berjenis ilmiah. Sementara, istilah mengarang sering didekatkan pada proses kreatif yang berjenis non ilmiah. Pokok persoalan di dalam tulisan disebut gagasan atau pikiran. Gagasan tersebut menjadi dasar bagi berkembangnya sebuah tulisan tersebut. Melalui tulisannya, jadi penulis bisa mengungkapkan gagasan, pikiran, perasaan, pendapat, kehendak dan pengalamannya kepada pihak lain. Menulis pada dasarnya kegiatan komunikasi berupa penyampaian pesan secara tertulis kepada pihak lain. Menulis sebagai suatu keterampilan berbahasa yang dituntut untuk dapat menyusun dan mengorganisasikan tulisan dengan bahasa tulisan yang baik. Di sekolah dasar terdapat keterampilan berbahasa, menulis masuk ke dalam aspek reseptif dan produktif. Menurut Tarigan (dalam Novi Resmini dan Dadan Juanda, 2008: 115-116), mengemukakan tentang pengertian menulis yaitu : Menurut Alkhaidah (dalam Novi Resmini dan Dadan Juanda, 2008: 117-118), secara makro menyatakan keuntungan menulis sebagai berikut : a. Mengenali kemampuan dan potensi diri. b. Mengembangkan berbagai gagasan. c. Memaksa kita menyerap, mencari, dan menguasai informasi. d. Mengorganisasikan gagasan sistematis serta mengungkapkan secara tersurat. e. Memecahkan masalah secara konkret. f. Membiasakan berpikir dan berbahasa secara tertib. g. Mendorong belajar aktif. Dari penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa menulis merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menuangkan sebuah ide-ide atau gagasan yang ingin disampaikan penulis kepada orang lain dan dapat menghasilkan tulisan dengan begitu seseorang akan memiliki kosa kata keterampilan menulis siswa baik dan juga memiliki bahasa yang baik pula maka akan bermanfaat bagi siswa itu sendiri. 2. Tahapan dalam Proses Menulis Menurut Tompkins (dalam Novi Resmini dan Dadan Juanda, 2008: 119-122), menguraikan proses menulis menjadi lima tahap yang didentifikasi melalui serangkaian penelitian tentang proses menulis sebagai berikut : Tahap 1: Pra menulis. Pada tahap menulis siswa berusaha mengemukakan apa yang mereka tulis. Dalam hal ini guru bisa menggunakan strategi pra menulis yang diimplementasikan di kelas untuk membantu siswa memilih tema dan menentukan lancarnya proses menulis. Tahap 2: Penyusunan Draft Tulisan (Drafting) Dalam proses menulis, siswa menulis dan menyaring tulisan mereka ke dalam konsep. Selama tahap penyusunan konsep, siswa terfokus dalam pengumpulan gagasan. Perlu disampaikan kepada siswa bahwa tahap ini mereka tidak perlu merasa takut melakukan kesalahan. Tahap 3: Perbaikan (Revising) Selama tahap perbaikan, penulis menyaring ide-ide dalam tulisan mereka. Siswa biasanya mengakhiri proses menulis begitu mereka mengakhiri dan melengkapi draft kasar, mereka percaya bahwa tulisan mereka telah lengkap. Tahap 4: Penyuntingan (Editing) Penyuntingan merupakan penyempurnaan tulisan sampai pada bentuk akhir. Sampai tahap ini, fokus utama proses menulis adalah pada isi tulisan siswa dengan fokus berganti pada kesalahan mekanik. Tahap 5: Pemublikasian (Publishing) Pada tahap akhir proses penulisan, siswa mempublikasikan tulisan mereka dan menyempurnakan dengan membaca pendapat dan komentar yang diberikan teman atau siswa lain, orang tua dan komunitas mereka sebagai penulis misalnya dapat dilakukan dengan kegiatan penugasan membacakan hasil menulis puisi di depan kelas. 3. Tujuan Menulis Menulis memiliki tujuan yang bermacam-macam, tergantung dari tujuan si penulis ingin menulis sesuai yang dikehendaki. Menurut Hugo Hartig (dalam Novi Resmini dan Dadan Juanda, 2008: 118), tujuan penulisan sesuatu tulisan merangkumnya sebagai berikut : a. Assigment purpose (tujuan penugasan) Tujuan penugasan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan sama sekali. Penulis, menulis karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri (misalnya para siswa diberi tugas merangkum buku, sekertaris ditugaskan membuat laporan). b. Altruistic purpose (tujuan altruistik) Penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca menghargai perasaan dan penalarannya, membuat hidup para pembaca lebih mudah dengan karyanya itu. c. Persuasive purpose (tujuan persuasif) Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan. d. Informational purpose (tujuan informasional, tujuan penerangan) Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan/penerangan kepada para pembaca. e. Self-expressive purpose (tujuan pernyataan diri) Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada pembaca. f. Creative purpose (tujuan kreatif) Tujuan ini erat berhubungan dengan tujuan perernyataan diri. Tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian. g. Problem Solving purpose ( tujuan pemecahan masalah) Tujuan ingin memecahkan masalah yang dihadapi, ingin menjelaskan, menjernihkan, serta menjelajahi dan meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasannya sendiri agar dapat diterima oleh para pembaca. Dari penjelasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa tujuan dari pada menulis itu memiliki berbagai macam tujuan tergantung dari sisi penulis dan sisi pembaca menyikapi hal tersebut seperti di kemukakan di atas. Adapun tujuan menulis misal: memberitahu, mempengaruhi, menghibur, mengejek tergantung dari sisi penulis dan masih banyak yang lainnya oleh karena itu menulis sangat penting dan bermanfaat untuk menambah kosa kata siswa dalam menulis. 4. Menulis laporan Dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, menulis laporan pun dapat dimanfaatkan untuk melatih dan mengungkap kemampuan menulis peserta didik. Ada berbagai hal yang dapat dijadikan bahan penulisan laporan, selain laporan buku seperti dibicarakan di atas tentu saja. Misalnya, laporan kegiatan perjalanan, darmawisata, laporan penelitian, laporan mengikuti kegiatan tertentu seperti mislanya seminar, dan sebagainya. Penyusunan laporan yang paling sering digunakan kepada peserta didik adalah laporan peninjauan ke objek-objek tertentu atau darmawisata. Jika sesudah berdarmawisata peserta didik diminta untuk menyusun laporan, sebaiknya guru memberitahukan terlebih dahulu dan menjelaskan apa saja yang harus dilaporakan. Di samping itu, model laporanpun hendaknya ditentukan pula. Dengan demikian, peserta didik mempunyai gambaran yang jelas tentang tugas yang akan dikerjakannya. Salah satu tugas bentuk otentik dalam pembelajaran adalah kerja proyek. Dalam tugas ini peserta didik dilatih bekerja bersama dalam kelompok-kelompok kecil untuk menghasilkan sebuah karya tertentu. Hasil kerja akhir proyek dapat berbentuk macam-macam dan salah satunya adalah laporan tertulis. Tugas proyek dapat berupa tugas melakukan penelitian kecil-kecilan (tetapi besar buat peserta didik), misalnya menganalisis berita tentang pendidikan di sejumlah surat kabar, menganalisis unsur fiksi, (tema, penokohan, moral) dalam sejumlah fiksi, menganalisis kandungan makna puisi-puisi anak di majalah atau koran minggu, dan lain-lain. Untuk melakukan tugas ini, peserta didik diharapkan mampu bekerja bersama, pembagian tugas, dan pemecahan masalah yang semuanya merupakan usaha kolaboratif. Kinerja tugas proyek menunjukan penguasaan pengetahuan, pemahaman, analisis, sintesis data, sampai dengan pemaknaan dan penyimpulan (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2010: 435). D. Bahasa Indonesia di Sekolah dasar 1. Hakikat Bahasa Indonesia Mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD, merupakan mata pelajaran strategis karena bahasalah guru dapat menularkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan informasi kepada siswa atau sebaliknya. Tanpa bahasa tidak mungkin para siswa dapat menerima itu semua dengan baik. Oleh karena itu, guru sebagai pengemban tugas operasional pendidikan/pembelajaran di sekolah, dituntut agar dapat mengkaji, mengembangkan kurikulum yang benar. Dalam Kurikulum KTSP pada bahasa Indonesia saat ini menitikberatkan pada kompetensi berbahasa (menyimak, membaca, berbicara, dan menulis) baik pada aspek kebahasaan maupun kesastraan. Pada kurikulum 2013 untuk kompetensi dasar Bahasa Indonesia tidak dihilangkan dan tetap dipakai. Berikut ini landasan Permendikbud: Permendikbud Nomor 65 Tahun 2003 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah menyebutkan, bahwa “sesuai dengan standar kompetensi lulusan dan standar isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran persial menuju pembelajaran terpadu”. Hal ini dipertegas oleh kembali dalam permendikbud Nomor 67 Tahun 2013 tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum SD/MI menyebutkan, bahwa pelaksanaan kurikulum 2013 pada SD/MI dilakukan melalui pembelajaran dengan pendekatan tematik terpadu (Tim Depdiknas, 2013). (Dalam Mulyasa, 2006: 239-241) bahasa Indonesia memiliki peran sentral intelektual peserta didik merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi, yaitu Pembelajaran bahasa diharapkan dapat membantu peserta didik mengenal dirinya, mengemukakan gagasan dan perasaan serta berpatisipasi dalam masyarakat serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada. Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi degan baik dan benar serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya manusia Indonesia. Standar Kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal siswa menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan bahasa dan sikap positif. Dengan standar kompetensi pelajaran Bahasa Indonesia diharapkan siswa dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan dan minat serta dapat menumbuhkan hasil karya, guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangan kompetensi bakat siswa dengan menyediakan berbagai sumber belajar dalam menentukan bahan ajar sesuai kondisi sekolah, sekolah dapat mengembangkan program pendidikan kebahasaan dengan kesusastraan sesuai dengan keadaan siswa. Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mempunyai enam aspek yang harus dikembangkan di SD dan terdiri atas empat aspek keterampilan utama (menyimak, berbicara, membaca dan menulis), ditambah lagi dua aspek penunjang yakni kebahasaan dan apresiasi Bahasa dan Sastra Indonesia SD. Aspek-aspek mata pelajran Bahasa Indonesia itu dalam pelaksanaan pembelajarannya saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya, namun harus seimbang agar pembelajaran dapat dilaksanakan secara efektif. Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang penting karena memiliki berbagai aspek di dalamnya, oleh karena itu memiliki keterkaitan dengan mata pelajaran yang lain. 2. Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia dilaksanakan secara terintegrasi lebih diarahkan pada kompetensi siswa untuk berbahasa dan berapresiasi sastra. Kegiatan pembelajaran di dalam kelas, siswa harus dilatih lebih banyak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi bukan dituntut lebih banyak untuk menguasai tentang bahasa. Sedangakan pengajaran sastra, ditujukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menikmati, menghayati dan memahami karya sastra. Pengetahuan tentang sastra hanyalah sebagai penunjang dalam mengapresiasi. Menurut Huck (dalam Novi Resmini dan Dadan Juanda, 2006: 93-95) tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut : a. Menumbuhkan kesenangan terhadap buku Tujuan utama pembelajaran sastra di SD ialah memberi kesempatan kepada anak untuk memperoleh pengalaman dari bacaan serta masuk dan terlibat di dalam suatu buku. b. Menginterpretasi bacaan sastra Untuk menciptakan keterkaitan kepada buku, siswa perlu banyak buku dan siswa tersebut memiliki kesempatan untuk mendapatkan pengalaman yang mendalam tentang buku-buku yang dibaca. c. Mengembangkan kesadaran bersastra Siswa berada di sekolah dasar mereka mengembangkan pemahaman mengenai bentuk sastra yang berasal dari berbagai aliran sedikit demi sedikit. Yang terpenting bukan menghafal tetapi tanggapan dari dari cerita tersebut. d. Mengembangkan apresiasi Sasaran jangka panjang pengajaran sastra di SD ialah mengembangkan kesukaan membaca karya sastra yang bermutu 3. Fungsi Pembelajaran Menulis pada Pelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar Fungsi dasar pengajaran menulis dalam pengajaran bahasa indonesia adalah sebagai: a) dasar penguasaan materi lewat mengingat wacana dalam bentuk verbal atau tulisan, b) Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan dengan pemahaman berbagai jenis pengetahuan (misalnya dengan banyak menulis pokok-pokok pikiran dalam buku dan memahami isinya akan dapat meningkatkan pengetahuan siswa), c) Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan teknologi, dan seni, d) Sarana penyebaran Bahasa Indonesia yang baik (biasanya dengan menulis dalam bentuk bahasa resmi dan baku) untuk digunakan dalam berbagai keperluan, serta e) Sarana yang menghubungkan siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan disiplin ilmu yang lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari, fungsi utama bahasa adalah sarana untuk berkomunikasi. Bahasa dipergunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antar penutur untuk berbagai keperluan dan situasi pemakaian. Untuk itu, orang tidak akan berfikir tentang sistem bahasa, melainkan berfikir bagaimana menggunakan bahasa ini secara tepat sesuai dengan situasi. Jadi, secara fragmatis bahasa lebih merupakan suatu bentuk kinerja dan performansi daripada sebuah sistem ilmu. E. Hasil Penelitian Terdahalu yang Sesuai dengan Penelitian Pada PTK yang disusun oleh Elis Eliah NPM jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) fakultas keguruan dan ilmu pendidikan UNPAS Bandung 2008 dengan judul skripsi PTK yaitu tentang pendekatan model Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan pemahaman konsep pemanfaatan sumber daya alam desain penelitian yang dipergunakan pada skripsi Elis Eliah berbentuk siklus yang mengacu pada model Hopkins. Menurut Hopkins (dalam Muslich Masnur, 2012: 43) Siklus ini tidak hanya berlangsung satu kali, tetapi beberapa kali hingga tercapai tujuan yang diharapkan. Rencana penelitian tindakan kelas ini, terdiri dari 2 siklus. Pada tahap siklus 1 siklus ini difokuskan pada upaya peningkatan hasil belajar siswa melalui implementasi pembelajaran inkuiri terbimbing disertai permainan. Indikator keberhasilan diukur dari meningkatnya secara kuantitatif aktivitas siswa dalam belajar baik dalam melaksanakan proses pembelajaran maupun dalam mengerjakan tugas sesuai dengan jenis tugas yang dibebankan kepada setiap siswa. Pada siklus 2 siklus ini diarahkan pada proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) disertai permainan dengan penyempurnaan pada aspek tertentu hasil observasi dan refleksi siklus satu. Indikator keberhasilan diukur dari kemampuan setiap siswa memiliki kompetensi termasuk penguasaan hasil belajar melalui tes. Dengan menggunakan 2 siklus penelitian ini telah berhasil meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, melihat keberhasilan yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu penulis termotivasi untuk menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dalam meningkatkan kerjasama pada keterampilan menulis laporan pada kelas IV SDN Halimun Bandung. F. Kerangka Pemikiran Kerangka berfikir yang diterapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: V Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Keterangan: Pada tahap awal sebelum guru menerapkan model Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan kerjasama dan keterampilan menulis laporan pada materi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada siswa kelas IV SDN Halimun Bandung. Dalam belajar berkelompok peserta didik dituntut untuk dapat bekerjasama dengan anggota kelompoknya tidak bekerja secara individu. Sedangkan dalam keterampilan menulis peserta didik dituntut untuk dapat menuangkan hasil menulis laporan percobaan. Namun kenyataannya, kerjasama dan keterampilan menulis laporan pada kelas IV SDN Halimun masih rendah. Setelah menggunakan penerapan model Problem Based Learning (PBL) pada siklus I terjadi peningkatan pada kerjasama dan keterampilan menulis laporan, pada siklus I diadakan observasi dan refleksi dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan kerjasama dan keterampilan menulis laporan yang dijadikan sebagai bahan perbaikan untuk melanjutkan pada siklus selanjutnya yaitu siklus ke II. Dari perbandingan antara siklus I dan siklus II dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan model Problem Based Learning (PBL) kerjasama dan keterampilan menulis laporan meningkat. Oleh karena itu permasalahan di atas yang terjadi, peneliti menemukan model yang tepat yakni penerapan model Problem Based Learning (PBL). Dari model tersebut diharapkan akan terjadi peningkatan kualitas siswa dalam penerapan model Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan kerjasama dan keterampilan menullis laporan sub tema keberagaman budaya bangsaku pada siswa kelas IV SDN Halimun Bandung. Diharapkan adanya proses pembelajaran yang bermakna bagi pendidik maupun peserta didik ke arah yang lebih baik dengan adanya kurikulum 2013 G. Asumsi dan Hipotesis 1. Asumsi Peneliti beramsumsi bahwa dengan penerapan model Problem Based Learning (PBL) kerjasama dan keterampilan menulis laporan peserta didik dengan alasan sebagai berikut, bahwa dengan model Problem Based Learning, diharapkan peserta didik lebih fokus pada sub tema keberagaman budaya bangsaku pada siswa kelas IV C, sehingga kerjasama dan keterampilan menulis laporan peserta didik lebih meningkat hingga membuat penilaian proses maupun hasil belajar pun meningkat. 2. Hipotesis Berdasarkan asumsi di atas, maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: Dengan penerapan “Model Problem Based Learning (PBL) dapat Meningkatkan Kerjasama dan Keterampilan Menulis Laporan Sub Tema Keberagaman Budaya Bangsaku pada siswa Kelas IV SDN Halimun Bandung”.

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 12 Jul 2016 03:25
Last Modified: 12 Jul 2016 03:25
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/5327

Actions (login required)

View Item View Item