PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH BERDASARKAN PASAL 32 AYAT (2) PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH

Trisno Sugito, NPM. 138040030/HK. Ekonomi (2016) PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH BERDASARKAN PASAL 32 AYAT (2) PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH BERDASARKAN PASAL 32 AYAT (2) PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH, _ (_). ISSN _

[img] Text
ABSTRAK.docx

Download (18kB)
[img] Text
BAB I .doc

Download (137kB)
Official URL: _

Abstract

Salah satu tujuan dari pendaftaran tanah adalah untuk memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah, oleh karena itu, untuk dapat mewujudkan hal tersebut dibuat peraturan mengenai pendaftaran tanah, salah satunya adalah Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997. Namun pada kenyatannya masih terdapat permasalahan dalam hal kepemilikan sebidang tanah yang berhubungan dengan pasal ini, yaitu terhadap sebidang tanah yang sudah dikuasai oleh subjek hukum selama bertahun-tahun dan telah dilengkapi dengan sertipikat. Terhadap tanah itu masih ada pihak luar yang menuntut hak atas tanah tersebut. Sampai saat ini Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 yang seharusnya dapat menjadi jalan keluar bagi permasalahan di atas masih menimbulkan perbedaan. Mengingat keberadaan pasal ini tidak sesuai dengan sistem publikasi negatif yang dianut oleh pendaftaran tanah di Indonesia, dimana sertipikat bukanlah merupakan alat bukti yang mutlak melainkan sertipikat merupakan alat bukti yang kuat. Adapun permasalahannya adalah bagaimana pendaftaran tanah memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah sehubungan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan bagaimana pelaksanaan Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah terhadap pemilik sertipikat hak atas tanah serta bagaimana pertanggungjawaban Kantor Pertanahan yang menerbitkan sertipikat jika kemudian bermasalah dan bagaimana cara penyelesaiannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Data sekunder yang berhubungan dengan Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 merupakan data utama dalam penelitian ini dan didukung pula dengan data primer yang dikumpulkan. Data dikumpulkan melalui studi dokumen-dokumen hukum, dan wawancara. . Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pendaftaran tanah di Indonesia menganut sistem publikasi negatif yang bertendensi positif. Sistem ini pada dasarnya kurang memberikan kepastian hukum apalagi perlindungan hukum baik kepada pemegang sertipikat, maupun pihak ketiga yang memperoleh hak atas tanah. Untuk dapat lebih memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum sebaiknya UUPA kita atau hukum tanah kita menganut sistem publikasi positif dan pelaksanaan Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 ini ada baiknya diterapkan dengan catatan dalam penerbitan sertipikat hak atas tanah, pihak-pihak yang terkait dengan penerbitan baik dalam pemberian petunjuk-petunjuk sebagai syarat diterbitkannya sertipikat maupun dalam proses penerbitannya tersebut benar-benar berlandaskan kejujuran dan ketelitian sehingga dalam penerbitan sertipikat, mereka yang benar-benar mempunyai alas hak yang sahlah yang dapat mempunyai sertipikat haknya bukan mereka yang menguasai tanah orang lain tanpa sepengetahuan pemiliknya, karena pemiliknya pergi selama bertahun-tahun serta. Kewenangan Badan Pertanahan Nasional menentukan hubungan hukum antara orang dengan tanah di dalam hukum administrasi negara di implementasikan dalam bentuk beshicking atau ketetapan yang bersifat kongkrit, individual dan final. Beshicking dapat dalam bentuk Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah, Surat Keputusan Pembatalan Hak Atas Tanah, Sertipikat Hak Atas Tanah dll. Yang berakibat hukum timbulnya hak. Putusan pengadilan pada hakikatnya adalah suatu ketetapan yang diputus oleh pengadilan atas suatu perkara yang bersifat kontentiosa melalui tahapan pengajuan gugatan, jawaban, pembuktian surat dan saksi, sampai dengan kesimpulan, yang bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan perkara dengan menetapkan sebagai hukum mengenai peristiwa yang menjadi objek perkara dan wujud hubungan hukum antara pihak-pihak yang berperkara dengan objek perkara (tanah), maka putusan pengadilan dalam kasus pertanahan juga menetapkan hak atau hubungan hukum antara orang dengan tanah yang menjadi objek suatu perkara. Kata kunci : Perlindungan Hukum, Kepastian hukum, Sertipikat

Item Type: Article
Subjects: RESEARCH REPORT
Depositing User: asep suryana
Date Deposited: 18 Mar 2016 07:18
Last Modified: 18 Mar 2016 07:18
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/732

Actions (login required)

View Item View Item