KEDUDUKAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENEGAKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DI INDONESIA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG N0. 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN JO PASAL 184 UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1981 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA

Fiska Khoirun Khumaira, 171000017 (2021) KEDUDUKAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENEGAKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DI INDONESIA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG N0. 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN JO PASAL 184 UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1981 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA. Skripsi(S1) thesis, FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PASUNDAN.

[img]
Preview
Text
A.COVER.pdf

Download (199kB) | Preview
[img]
Preview
Text
F.BAB I.pdf

Download (469kB) | Preview
[img]
Preview
Text
G.BAB II.pdf

Download (655kB) | Preview
[img] Text
H.BAB III.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (313kB)
[img] Text
I.BAB IV.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (412kB)
[img] Text
J.BAB V.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (172kB)
[img]
Preview
Text
K.DAFTAR PUSTAKA.pdf

Download (284kB) | Preview

Abstract

Masalah kejahatan di kalangan masyarakat merupakan suatu gejala yang sangat kompleks dan rawan terjadi sehingga menjadi hal yang sangat menarik untuk dibicarakan. Hal ini dapat dipahami karena kejahatan merupakan suatu tindakan yang bersentuhan langsung dan bahkan merugikan bagi masyarakat. Seiring dengan perkembangan zaman dan pertumbuhan penduduk Indonesia, kejahatan atau tindak pidana yang terjadipun semakin meningkat, seperti kejahatan perampokan, penjambretan, penipuan, penganiayaan bahkan tindak pidana yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang yaitu tindak pidana pembunuhan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pada peningkatan tindak kejahatan ini, antara lain karena faktor ekonomi, tdak adanya lapangan pekerjaan yang menyebabkann banyaknya pengangguran, taraf pendidikan yang rendah, lingkungan bahkan faktor dari keluarga. Dalam arti luas tindak pidana pembunuhan adalah suatu tindakan perampasan nyawa yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang yang mengakibatkan meningalnya orang tersebut. Di indonesia sendiri tindak pidana pembunuhan di atur di dalam Buku II Bab XIX dimulai dari Pasal 338-350 tentang kejahatan yang di tujukan terhadap nyawa seseorang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam hal pembunuhan, sering kali penyidik mengalami kesulitan dalam menemukan alat bukti dan mengungkapkan fakta-fakta yang terjadi dibalik tindak pidana pembunuhan tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka penegak hukum atau penyidik bersama-sama dengan dokter forensik mengambil beberapa langkah salah satunya yaitu melakukan autopsi terhadap korban atau mayat. Autopsi adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh dokter forensik dengan cara membedah mayat. Bedah mayat tersebut diharapkan dapat memberikan keterangan setidaknya mengenai luka penyebab kematian korban dan mekanisme atau bagaimana pelaku pada saat membunuh korban. Di Indonesia sendiri, autopsi atau bedah mayat ini tidak menjadi suatu keharusan bagi semua kematian. Ketika penyedik sudah memutuskan untuk dilakukannya autopsi atau bedah mayat, maka tidak ada lagi yang bisa menghalangi pelaksanaannya (Pasal 134 KUHAP dan Pasal 22 KUHP) dan proses ini tidak membutuhkan persetujuan dari keluarga terdekatnya (Pasal 133 ayat 1dan 2 KUHAP). Selain itu juga proses ini merupakan salah satu alat bukti yang sah (Pasal 133 ayat 3 KUHAP). Penolakan pihak keluarga ini sering kali trejadi dalam proses autopsi. Tapi kembali lagi bahwa hal tersebut tidak menjadi suatu kendala bagi penyidik untuk tidak melakukan proses autopsi. Penolakan tersebut biasanya terjadi karena beberapa hal, misalnya karena agama, adat dan kekhawatiran dari pihak keluarga organ tubuh korban akan diambil. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, bahwa visum et repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas permintaan tertulis resmi dari penyidik yang berwenang mengenai fakta temuan hasil pemeriksaan medik dan pendapat terhadap manusia, baik korban hidup ataupun korban mati ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh manusia, berdasarkan keilmuwannya dan vi dibawah sumpah, untuk kepentingan peradilan. Seorang dokter mempunyai kewajiban memuat keterangan ahli yang diatur didalam Pasal 133 KUHAP. Keterangan ahli ini kemudian dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah di depan sidang pengadilan (Pasal 184 KUHAP). Keterangan ini dapat diberikan secara lisan didepan sidang pengadilan (Pasal 186 KUHAP), atau dapat pula diberikan pada masa penyidikan dalam bentuk laporan penyidik (penjelasan Pasal 186 KUHAP), atau dapat pula diberikan dalam bentuk keterangan tertulis didalam bentuk suatu surat (Pasal 187 KUHAP). Kata Kunci : Pembunuhan, Alat Bukti, Visum Et Repertum

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum 2021
Depositing User: Mr Hadiana -
Date Deposited: 15 Sep 2021 07:11
Last Modified: 15 Sep 2021 07:11
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/52579

Actions (login required)

View Item View Item