Heri Febriansyah, 121000275 (2019) PENETAPAN TERSANGKA SEBAGAI PELAKU PESERTA (MEDEPLEGER) DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA. Skripsi(S1) thesis, Fakultas Hukum Unpas.
Text
08-BAB IV.pdf Restricted to Repository staff only Download (174kB) |
||
|
Text
06-BAB II.pdf Download (161kB) | Preview |
|
|
Text
01-COVER.pdf Download (86kB) | Preview |
|
Text
09-BAB V.pdf Restricted to Repository staff only Download (77kB) |
||
Text
07-BAB III.pdf Restricted to Repository staff only Download (128kB) |
||
|
Text
10-DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (91kB) | Preview |
|
|
Text
05-BAB I.pdf Download (154kB) | Preview |
Abstract
Salah satu fenomena kehidupan masyarakat yang sering terjadi dalam masyarakat adalah tindak pidana pencurian, dalam hal ini yaitu pencurian kendaraan bermotor. Agar seseorang dapat dinyatakan terbukti telah melakukan tindak pidana pencurian, orang tersebut harus terbukti Telah memenuhi semua unsur dari tindak pidana yang terdapat di dalam rumusan pasal 362 KUHP. Prosedur penyelesaian perkara termasuk penyidikan dan penetapan tersangka, harus dilakukan secara profesional, proporsional dan transparan agar tidak ada penyalahgunaan wewenang dan lebih jauh tidak semata-mata bertendensi menjadikan seseorang menjadi tersangka. Wewenang penyidik dalam menetapkan tersangka pelaku peserta (,medeplegerj yang menurut prosedur hukum adalah suatu kesalahan. Kesalahan yang dimaksud adalah dalam proses penetapan tersangka pelaku peserta (medeplegerj tentu harus diawali dengan pemanggilan atas dugaan kejahatan yang dituduhkan kepadanya. Medepleger disamping merupakan suatu bentuk deelneming, maka ia juga merupakan suatu bentuk daderschap. Penulis bermaksud ignin meneliti bagaimana proses penetapan tersangka pelaku peserta (medeplegerj dalam perkara tindak pidan pencurian, faktor-faktor yang menjadi kendala penyidik Polri dalam menetapkan tersangka pelaku peserta (medeplegerj, dan upaya apa yang harus dilakukan oleh penyidik Polri agar tidak sewenang-wenang dalam menetapkan tersangka pelaku peserta (medepleger). Metode penelitian yang digunakan adalah meliputi spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analistis, metode pendekatan yuridis normatif yaitu mengkaji data mengacu kepada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan norma lain yang berlaku serta mengikat di masyarakat, tahap penelitian dengan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, tekhnik pengumpulan data difokuskan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan, alat pengumpul data dengan data kepustakaan baik terhadap bahan hukum primer maupun sekunder, dan analisis data secara yuridis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dengan adanya putusan MK No 21/PUU-XII/2014 maka agar seseorang dapat dijadikan tersangka maka harus ada sedikitnya dua alat bukti, namun jika polisi masih berpedoman dengan manajemen penyidikannya bahwa untuk menetapkan tersangka bisa saja hanya dengan laporan polisi dan satu alat bukti karena jika laporan polisi dijadikan alat bukti maka bahwasanya itu merupakan saksi de auditu yang tidak bisa anggap sebagai alat bukti. . Dengan adanya putusan tersebut, pihak penyidik, baik dari kepolisian maupun kejaksaan tidak dengan sewenangwenang atau serta merta menetapkan seseorang sebagai tersangka, menggeledah ataupun melakukan penyitaan. Hal tersebut, menurutnya, untuk melindungi masyarakat. Kata Kunci : Pencurian, Tersangka, Pelaku Peserta (Mendepleger)
Item Type: | Thesis (Skripsi(S1)) |
---|---|
Subjects: | S1-Skripsi |
Divisions: | Fakultas Hukum > Ilmu Hukum 2018 |
Depositing User: | Lilis Atikah |
Date Deposited: | 10 Oct 2019 04:53 |
Last Modified: | 10 Oct 2019 04:53 |
URI: | http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/45608 |
Actions (login required)
View Item |