EFEKTIFITAS PENERAPAN ANCAMAN SANKSI PIDANA TAMBAHAN GUNA PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI PENGADILAN NEGERI BANDUNG

Acep Nanda Normansyah, NPM. 148040053 Hukum Ekonomi (2019) EFEKTIFITAS PENERAPAN ANCAMAN SANKSI PIDANA TAMBAHAN GUNA PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI PENGADILAN NEGERI BANDUNG. Thesis(S2) thesis, UNIVERSITAS PASUNDAN.

[img] Text
Acep Nanda Normansyah_MIH - Copy.doc

Download (68kB)

Abstract

Dibentuklah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, lembaran Negara Republik Indonesia TAM 1999 Nomor 140. Mengingat tindak pidana korupsi telah terjadi di negeri ini secara sistematis dan meluas sehingga tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat maka pemerintah mempersiapkan suatu rancangan undang-undang mengamandemenkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Rancangan Undang-Undang inilah yang kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, tentang perubahan atas Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia TAM 2001 Nomor 134). Penegakan hukum pidana sebagai bagian politik kriminal harus dilihat dan dihayati kerangka proses humanisasi, disertai keyakinan bahwa keadilan sosial merupakan sarana baik untuk mencegah kejahatan. Sebagai suatu proses kegiatan yang meliputi berbagai pihak termasuk masyarakat dalam rangka pencapaian tujuan adalah merupakan keharusan untuk melihat penegakan hukum pidana sebagai suatu sistem peradilan pidana. Dalam pembuatan sanksi oleh penuntut umum seringkali tidak murni sesuai aturan perundang-undangan, hal ini karena bahwa kejaksaan bukanlah suatu instansi yang independen, seorang jaksa penuntut umum terikat pada sistem kerja, dan tidak bisa menjadi pengambil keputusan yang otonom seperti hakim, tetapi berdasarkan wewenang yang terkait antara bawahan dengan atasan. Adapun bentuk kinerja jaksa sebagai penuntut umum telah disesuaikan dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Jaksa sebagai pemegang perkara sekaligus dipercaya pimpinan untuk melakukan penuntutan tidak dapat 100% menentukan tuntutan tinggi karena adanya sistem kontrol dari atasan atau yang terkenal dengan sebutan Rencana Tuntutan (Rentut). Rentut ini ditentukan oleh atasan secara berjenjang dari Jaksa ke Kajari ke Kajati, bahkan sampai ke Kejaksaan Agung RI sebagaimana diatur dalam keputusan Jaksa Agung RI No.Kep: 132/JA/11/94 tanggal 7 November 1994 sehingga Jaksa yang menangani kasus tersebut terutama dalam menentukan tuntutan terhadap terdakwa tidak sertamerta asli dari jaksa itu sendiri. Pada saat jaksa yang menangani kasus tindak pidana korupsi ataupun semua unsur pimpinan yang menentukan rencana tuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi (terdakwa) adalah saat-saat yang rawan artinya sering dipengaruhi oleh berbagai pihak yang berkepentingan baik kelompok ekonomi maupun politik, bahkan tidak menutup kemungkinan untuk kepentingan diri sendiri. Dari hal-hal kondisi seperti inilah, kinerja para jaksa sejak dari penyidikan sampai tuntutan dan putusan pengadilan sering terpengaruh. Kata Kunci: undang-undang, kinerja, jaksa

Item Type: Thesis (Thesis(S2))
Subjects: RESEARCH REPORT
Divisions: Pascasarjana > S3-Ilmu Hukum 2018
Depositing User: asep suryana
Date Deposited: 26 Sep 2019 03:29
Last Modified: 26 Sep 2019 03:29
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/44491

Actions (login required)

View Item View Item