YULI RISWANTO, 141000078 (2018) KEDUDUKAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN SETELAH TERBIT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 7/PUU-XII/2014. Skripsi(S1) thesis, Fakultas Hukum Universitas Pasundan.
|
Text
F. BAB I_SKRIPSI_PKWT_Yuli Riswanto.pdf Download (366kB) | Preview |
|
|
Text
G. BAB II_SKRIPSI_PKWT_Yuli Riswanto.pdf Download (345kB) | Preview |
|
Text
I. BAB IV_SKRIPSI_PKWT_Yuli Riswanto.pdf Restricted to Repository staff only Download (172kB) |
||
|
Text
K. DAFTAR PUSTAKA_SKRIPSI_PKWT_Yuli Riswanto.pdf Download (104kB) | Preview |
|
|
Text
H. BAB III_SKRIPSI_PKWT_Yuli Riswanto.pdf Download (411kB) | Preview |
|
Text
J. BAB V_SKRIPSI_PKWT_Yuli Riswanto.pdf Restricted to Repository staff only Download (96kB) |
||
Text
D. DAFTAR ISI_SKRIPSI_Yuli Riswanto.pdf Download (0B) |
Abstract
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu yang bersifat sementara. Frasa demi hukum yang diatur didalam ketentuan Pasal 59 ayat (7) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terkait konsekuensi bagi perusahaan yang tidak memenuhi syarat – syarat PKWT pada tahun 2014 di uji di Mahkamah Konstitusi terkait pelaksanaan perubahan status para pekerja/buruh yang persyaratan PKWTnya dilanggar. Atas pengujian tersebut, kemudian Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan nomor 7/PUU/XII/2014 dan juga melahirkan Peraturan Menteri Nomor 33 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pengawasan Ketenagakerjaan sebagai ketentuan prosedur pelaksanaan perubahan status PKWT menjadi PKWTT. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan mengunakan pendekatan yuridis normatif yaitu menganalisis baik norma hukum dalam perundang-undangan melalui penelitian kepustakaan maupun teknik pendukung lainnya seperti wawancara. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa Frasa demi hukum yang seharusnya di artikan menghasilkan hukum otomatis atau bersifat eksekutorial ternyata didalam pelaksanaanya harus menggunakan prosedur atau tahapan terlebih dahulu yaitu melalui perundingan bipartit dan nota Pegawai Pengawai Ketenagakerjaan telah disahkan oleh Pengadilan Negeri, sehingga hal tersebut menyebabkan kekaburan hukum didalam kalangan masyarakat pragmatis. Selain itu perlindungan bagi buruh yang ingin merubah status PKWT menjadi PKWTT juga masih lemah, dimana penulis menemukan pekerja/buruh yang melaporkan PKWT pada Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan setelah upaya perundingan bipartit gagal justru malah di putus hubungan kerjanya, PKWT dalam pelaksanaannya dianggap flaksible oleh sebagian besar perusahaan karena tidak memberikan sanksi hukum jika terjadi pelanggaran/penyimpangan, hal ini menjadi sesuatu yang tidak/kurang memberikan perlindungan bagi pekerja khususnya dalam kepastian untuk mendapatkan atau meneruskan pekerjaan sebagaimana amanat pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen Ke-IV. Selain dari pada itu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 7/PUU-XII/2014 tidak menganulir kewenangan PHI untuk mengadili perselisihan hak. Dalam hal ini PHI tetap berwenang mengadili gugatan perselisihan yang terkait dengan perubahan PKWT - demi hukum - menjadi PKWTT. Penyimpangan PKWT yang bisa diperiksa melalui jalur PPK, terbatas pada saat pekerja masih memiliki hubungan kerja dengan pengusaha, karena ketika pekerja sudah tidak bekerja karena berakhirnya waktu PKWT, mekanisme PPK tidak tepat ditempuh namun lebih efektif ditempuh melalui PHI Kata Kunci : PKWT, Demi Hukum, Menjadi PKWTT
Item Type: | Thesis (Skripsi(S1)) |
---|---|
Subjects: | S1-Skripsi |
Divisions: | Fakultas Hukum > Ilmu Hukum 2018 |
Depositing User: | Ramadhan S - |
Date Deposited: | 15 Oct 2018 04:26 |
Last Modified: | 15 Oct 2018 04:26 |
URI: | http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/39153 |
Actions (login required)
View Item |