PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PEMBAKARAN HUTAN DI PROVINSI RIAU DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG - UNDANG NO. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN

Jezyca Audhyta, NPM : 148040023 (2017) PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PEMBAKARAN HUTAN DI PROVINSI RIAU DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG - UNDANG NO. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN. Thesis(S2) thesis, UNPAS.

[img] Text
jurnal kehutanan.doc

Download (140kB)

Abstract

Kekayaan alam negara Republik Indonesia yang terbentang dari ujung pulau Sumatera sampai ke ujung Papua merupakan anugerah Allah SWT kepada bangsa Indonesia. Kekayaan alam yang harus dikelola, diperuntukkan untuk kesejahteraan, kemakmuran seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali, hal inipun diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Pemerintah, Pemerintah Daerah wajib mengelola kekayaan alam tersebut untuk kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Penggunaan dan pemanfaatan kekayaan alam tersebut tidak boleh merusak lingkungan alam, dilarang merusak lingkungan hidup, ekosistem. Untuk itu antara lain Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Di dalam Undang-Undang tersebut dimuat perbuatan-perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana (pembakaran hutan), namun kenyataannya pembakaran hutan tiap tahun terjadi, yang jelas merusak lingkungan hidup, walaupun pelaku-pelaku tindak pidana di bidang kehutanan telah diseret ke Pengadilan Negeri, telah dikenakan pidana. Identifikasi masalahnya adalah : 1) Bagaimanakah pertanggungjawaban pelaku tindak pidana pembakaran hutan di Provinsi Riau berdasrkan Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. 2) Bagaimana kebijakan hukum pidana dalam upaya penanggulangan pembakaran hutan di Provinsi Riau. Metode penelitian: spesifikasi penelitian adalah deskriptif analitis, penelitian yang menggambarkan tentang suatu hal yang sedang terjadi pada tempat tertentu, metode pendekatannya adalah juridis normatif, yaitu metode yang dipergunakan untuk mengolah data sekunder, yang terdiri dari bahan baku primer, sekunder, tersier. Kesimpulannya : 1) Bilamana pelaku tindak pidana pembakaran terbukti bersalah maka pelaku harus bertanggungjawab atas perbuatannya tersebut dan harus dimintakan pertanggungjawaban hukumnya di muka Pengadilan. Bilamana terbukti bersalah dan Hakim yakin akan kesalahan terdakwa maka Hakim haruslah menjatuhkan pidana yang sedemikian rupa sehingga putusan penghukuman tersebut mempunyai dampak positif baik dilihat dari segi represif maupun preventif. 2) Dengan penal policy saja dalam mencegah dan menanggulangi tindak pidana di bidang Kehutanan tidaklah memberikan hasil yang maksimal (karena keterbatasan dari hukum pidana itu sendiri). Untuk itu harus pula dikaji dari sudut non penal policy (faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya suatu tindak pidana dalam hal ini tindak pidana di bidang kehutanan) dan social policy (pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah harus menyentuh kepentingan seluruh rakyat, seimbang dan merata) Kata kunci : Tindak Pidana Kehutanan, Penal Policy dan Non Penal Policy

Item Type: Thesis (Thesis(S2))
Subjects: RESEARCH REPORT
Divisions: Pascasarjana > S2-Ilmu Hukum 2017
Depositing User: Mrs Lusiawati -
Date Deposited: 15 Mar 2017 03:52
Last Modified: 15 Mar 2017 03:52
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/27044

Actions (login required)

View Item View Item