PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KREATIFITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS 1 SDN 7 LEMBANG PADA SUBTEMA AKU MERAWAT TUBUHKU

RANI FITRIANI, 105060169 (2016) PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KREATIFITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS 1 SDN 7 LEMBANG PADA SUBTEMA AKU MERAWAT TUBUHKU. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
1 cover skripsi.docx

Download (116kB)
[img] Text
2 Lembar Pengesahan.doc

Download (24kB)
[img] Text
3 MOTTO DAN PERSEMBAHAN.docx

Download (17kB)
[img] Text
4 PERNYATAAN.docx

Download (14kB)
[img] Text
ABSTRAK B. INGGRIS.docx

Download (18kB)
[img] Text
i KATA PENGANTAR.docx

Download (17kB)
[img] Text
ii UCAPAN TERIMAKASIH.docx

Download (21kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA rani.docx

Download (26kB)
[img] Text
BAB I.docx

Download (35kB)
[img] Text
BAB II pa dais rani.docx

Download (855kB)
[img] Text
BAB III revisi pa dais.docx
Restricted to Repository staff only

Download (131kB)
[img] Text
BAB IV revisi.docx
Restricted to Repository staff only

Download (535kB)
[img] Text
BAB IV.docx
Restricted to Repository staff only

Download (513kB)
[img] Text
BAB V revisi.docx
Restricted to Repository staff only

Download (26kB)
[img] Text
BAB V.docx

Download (22kB)
[img] Text
RIWAYAT HIDUP.docx

Download (115kB)

Abstract

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan dirinya, sehingga mampu menghadapi segala perubahan dan permasalahan dengan sikap terbuka serta pendekatan-pendekatan yang kreatif tanpa harus kehilangan identitas dirinya. Dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional di katakan bahwa : ”Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spriritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara”. Berdasarkan uraian dia atas, maka untuk mengembangkan potensi peserta didik di perlukan proses belajar-mengajar. Menurut Ernest R. Hilgard dalam (Sumardi Suryabrata, 1984:252) Belajar itu sendiri dapat diartikan sebagai aktivitas mental /psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam lingkungan, pemahaman, keterampilan, nilai dan sikap. Sedangkan mengajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menyampaikan pengetahuan kepada siswa melalui suatu pembelajaran. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Dalam proses interaksi dan komunikasi diperlukan keterampilan berbahasa aktif, kreatif, produktif dan resetif apresiatif yang mana salah satu unsurnya adalah keterampilan menyimak yang bertujuan untuk mengenal dan memahami pesan ide serta gagasan yang terdapat pada materi atau bahasa simakan. Menurut (UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20) “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999:297) “Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar”. Sedangkan menurut Corey (1986:195) “Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan”. Sekolah merupakan bagian dari sistem pendidikan formal yang mempunyai aturan-aturan jelas dan guru sebagai fasilitator yang berperan dalam keberhasilan siswa atau peserta didik. Untuk itu, guru harus tepat dalam memilih metode pembelajaran yang akan digunakan agar hasil belajarnya tercapai. Hasil belajar dapat tercapai apabila guru dalam menyampaikan pelajaran tidak menjadikan siswa hanya sebagai obyek belajar, tetapi siswa dijadikan sebagai subyek, sehingga siswa bisa terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Selain itu juga, guru tidak hanya menggunakan model pembelajaran yang monoton, tetapi guru harus mengembangkan model pembelajaran yang bervariasi dan menyenangkan agar siswa senang dalam mengikuti pelajaran dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti terhadap siswa kelas 1A SD Negeri 7 Lembang dilatar belakangi dengan adanya masalah kesulitan siswa di kelas tersebut dalam keterampilan – keterampilan tata cara merawat tubuh. Masih banyak siswa yang kurang paham terhadap kebersihan tubunya sendiri terbukti dari cara pakaian yang kurang rapih dan kotor, rambut yang kurang sehat dan dari gigi yang berlumbang dan hitam mungkin saja dari bagian – bagian lain yang belum tentu kebersihannya, sehingga siswa kurang memperhatikan soal merawat tubuhnya dengan baik. Permasalahan tersebut dapat berdampak bagi siswa terhadap kesehatannya dan sangat berpengaruh pada hasil belajar siswa. Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, perlu diupayakan suatu model pembelajaran yang dapat digunakan agar siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran sehingga dapat menumbuhkan keterampilan mengenal, memahami dan prestasi di sekolahpun dapat meningkat. Model pembelajaran yang cocok dengan pembelajaran tematik terpadu salah satunya adalah dengan menggunakan model Discovery Learning. (Budiningsih, 2005:43) Metode Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Dengan model ini dapat memudahkan siswa untuk memahami tata cara merawat tubuhnya sendiri. Pada model Discovery Learning ini, guru menjadi kata kunci. Gurulah yang akan mewarnai dinamika pembelajaran di kelas. Karena memang ia adalah eksektor utama. Sebaik apapun model dan metodenya, kalau guru tidak mau mengubah model pembelajaran tradisional, maka tidak akan ada perubahan signifikan. Siswa diikutsertakan dalam proses pembelajaran dengan memakai berbagai media yang di sediakan guru dengan menggunakan model Discovery Learning, sementara guru sebagai motivator dan fasilitator aktivitas belajar siswa. Model Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. (Dalyono, 1996:41) Bruner memakai metode yang disebutnya Discovery Learning, di mana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Menurut (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219) “Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in the mind”. (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Dasar ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas. Menurut (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013) Keuntungan model Discovery Learning adalah : 1. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan – keterampilan dan proses – proses kognitif. 2. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini. pengetahuan yang di peroleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer. 3. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil. 4. Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya. 5. Berpusat pada siswa dan guru berperan aktif mengeluarkan gagasan – gagasan. 6. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi. 7. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru. 8. Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu. Dari keuntungan yang peneliti rumuskan bahwa model Discovery learning dapat membantu siswa meningkatkan keterampilan – keterampilannya melalui berperan aktif, mengembangkaan ingatan, memiliki rasa percaya diri, dan menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil. Kurikulum terbaru yaitu kurikulum 2013 yang mulai dilaksanakan pada tahun ajaran 2013-2014 pada sekolah yang ditunjuk oleh pemerintah, maupun sekolah yang siap melaksanakannya. Kurikulum ini baru di terapkan di SD serempak pada tanggal 6 Agustus 2014. Sebelum kurikulum di terapkan, guru – gurupun di bina oleh pengawas/narasumber untuk mengikuti penataran kurikulum 13. Peneliti sangat tertarik ingin meneliti sejauh mana siswa dapat berkembang dengan baik atau tidak dengan kurikulum 13 ini. Sehingga peneliti menggambil judul dari kurikulum 13 ini untuk menjadi bahan penelitian di skripsi. Berdasarkan karakteristik peserta didik, daya dukung sekolah, lingkungan sekolah serta dengan adanya wawancara dengan guru kelas 1A, maka model pembelajaran Discovery Learning dapat diterapkan di SD Negeri 7 Lembang. Dengan penerapan model ini diharapkan siswa mampu meningkatkan kreatifitas dan hasil belajar siswa yang terkait dengan mata pelajaran tematik terpadu dalam menganalisa permasalahan yang sedang terjadi saat ini serta membantu siswa menjadi pelajar yang mandiri dan disiplin. Oleh karena itu penulis mengambil judul “Penggunaan Model Discovery Learning Untuk Meningkatkan Kreatifitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas 1 SD Negeri 7 Lembang Pada Subtema Aku Merawat Tubuhku” B. Rumusan Masalah Berdasarkan pokok masalah yang disampaikan pada latar belakang, maka penulis mencoba mengajukan dalam bentuk pertanyaan yang akan di kemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : “Apakah penggunaan model Discovery Learning dapat meningkatkan kreatifitas dan hasil belajar siswa kelas 1 SD 7 Lembang pada subtema aku merawat tubuhku ?” Untuk lebih memudahkan dan memfokuskan dalam melakukan penelitian, rumusan masalah sebagaimana dijelaskan di atas, kemudian dirinci dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana penyusunan RPP dengan menerapkan model Discovery Learning sehingga kreatifitas dan hasil belajar siswa meningkat? 2. Bagaimana pelaksanaan model Discovery Learning pada kelas 1A dalam subtema aku merawat tubuhku? 3. Apakah kreatifitas siswa pada subtema aku merawat tubuhku meningkat secara maksimal setelah pembelajaran penggunaan model Discovery Learning? 4. Apakah hasil belajar siswa pada subtema aku merawat tubuhku meningkat secara maksimal setelah pembelajaran penggunaan model Discovery Learning? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan penelitian yang diharapkan dari penelitian ini menjadi masukan bagi guru untuk meningkatkan prestasi belajar dengan menggunakan model pembelajaran yang sesuai, dan untuk mengetahui apakah penggunaan model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan kreatifitas dan hasil belajar siswa kelas 1 SD 7 lembang pada subtema aku merawat tubuhku dalam pembelajaran tematik terpadu. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk memperoleh gambaran tentang penyusunan RPP dengan menerapkan model Discovery Learning sehingga kreatifitas dan hasil belajar siswa dapat meningkat. b. Untuk memperoleh gambaran pelaksanaan model Discovery Learning pada kelas 1 SD dalam subtema aku merawat tubuhku. c. Untuk memperoleh gambaran tentang kreatifitas siswa pada subtema aku merawat tubuhku meningkat secara maksimal setelah pembelajaran penggunaan model Discovery Learning. d. Untuk memperoleh gambaran tentang hasil belajar siswa pada subtema aku merawat tubuhku meningkat secara maksimal setelah pembelajaran penggunaan model Discovery Learning. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis pelaksanaan PTK (penelitian tindakan kelas) banyak manfaat yang dapat dipetik. Penelitian tindakan kelas sebenarnya merupakan ajang bagi guru untuk berfikir kreatif guna memecahkan masalah di kelas serta dapat menjadi hasil inovasi baru bagi pembelajaran di sekolah. Manfaat penelitian ini secara teoritis bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya pembelajaran tematik yang terkait dengan materi tata cara merawat tubuh, yaitu merawat tubuh meliputi kebersihan badan, kuku, kulit, gigi, rambut, hidung, telinga, tangan, kaki dan pakaian. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat menambah khasanah keilmuan peneliti lain dan tentang strategi dan model pembelajaran terhadap kreatifitas dan hasil belajar siswa kelas 1 SD khusunya kelas 1A SDN 7 Lembang. 2. Manfaat Praktis Berdasarkan masalah peelitian dan tujuan penelitian yang dikemukakan di atas, hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut : a. Bagi Sekolah Memberikan sumbangan yang snagat berharga dalam rangka pengembangan bahan ajar dalam penyempurnaan proses pembelajaran khususnya mengenai Kurikulum 13. b. Bagi guru Membantu menambah wawasan dan pengetahuan model Discovery Learning sebagai salah satu model yang dapat mengaktifkan siswa pada kurikulum 13, meningkatkan kreatifitas guru dalam merancang strategi pembelajaran. c. Bagi siswa Dapat meningkatkan kreatifitas dan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran khususnya di tema 1 Diriku Sub Tema 3 Aku merawat tubuhku, meningkatkan keaktifan siswa, dan dapat menumbuhkan keterampilan – keterampilan baru yang dapat di kembangkan untuk keselanjutannya. d. Bagi peneliti Dapat dijadikan tolak ukur dalam langkah – langkah melakukan penelitian selanjutnya. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kebijakan Pemerintah a. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah 1 1) Pendahuluan a) Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (3) mengamanatkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. Atas dasar amanat tersebut telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan Pasal 3 menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut diperlukan profil kualifikasi kemampuan lulusan yang dituangkan dalam standar kompetensi lulusan. Dalam penjelasan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa standar kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik yang harus dipenuhinya atau dicapainya dari suatu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. b) Pengertian Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. c) Tujuan Standar Kompetensi Lulusan digunakan sebagai acuan utama pengembangan standar isi, standar proses, standar penilaian pendidikan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan. d) Ruang Lingkup Standar Kompetensi Lulusan terdiri atas kriteria kualifikasi kemampuan peserta didik yang diharapkan dapat dicapai setelah menyelesaikan masa belajarnya di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. e) Monitoring dan Evaluasi Untuk mengetahui ketercapaian dan kesesuaian antara Standar Kompetensi Lulusan dan lulusan dari masing-masing satuan pendidikan dan kurikulum yang digunakan pada satuan pendidikan tertentu perlu dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala dan berkelanjutan dalam setiap periode. Hasil yang diperoleh dari monitoring dan evaluasi digunakan sebagai bahan masukan bagi penyempurnaan Standar Kompetensi Lulusan di masa yang akan datang. 2) Kompetensi Lulusan SD/MI/SDLB/Paket A Lulusan SD/MI/SDLB/Paket A memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai berikut: Tabel 2.1 Kompetensi Lulusan SD/MI/SDLB/Paket A SD/MI/SDLB/Paket A Dimensi Kualifikasi Kemampuan Sikap Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain. Pengetahuan Memiliki pengetahuan faktual dan konseptual berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain. Keterampilan Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang ditugaskan kepadanya. b. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 57 Tahun 2013 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah 1) Pendahuluan a) Latar Belakang Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sekolah Dasar merupakan salah satu bentuk lembaga pendidikan pada jalur pendidikan formal yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Sekolah Dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut (Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006) Implikasi diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 32 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan ialah perubahan model pendekatan pembelajaran yang dilakukan di Sekolah Dasar. Pendekatan pembelajaran tersebut adalah pendekatan pembelajaran tematik terpadu atau yang seringkali disebut sebagai tematik integratif. Pembelajaran tematik terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran dalam berbagai tema. Pendekatan pembelajaran ini digunakan untuk seluruh kelas pada sekolah dasar. Pendekatan ini dimaksudkan agar peserta didik tidak belajar secara parsial sehingga pembelajaran dapat memberikan makna yang utuh pada peserta didik seperti yang tercermin pada berbagai tema yang tersedia. Tematik terpadu disusun berdasarkan berbagai proses integrasi yaitu integrasi intra-disipliner, inter-disipliner, multi-disipliner dan trans-disipliner. b) Tujuan Pedoman ini bertujuan untuk : (1) Memotivasi guru untuk melaksanakan pembelajaran tematik terpadu; (2) Memberi pengetahuan dan wawasan tentang pembelajaran tematik terpadu, baik bagi guru maupun pihak terkait, sehingga memberikan dukungan terhadap kelancaran pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu; (3) Memberi keterampilan bagi guru untuk melaksanakan pembelajaran tematik terpadu; mulai dari pengembangan RPP, melaksanakan pembelajaran dan penilaian. (4) Memberi inspirasi kepada pihak-pihak yang terkait untuk mengembangkan pembelajaran tematik terpadu. c) Ruang Lingkup Ruang lingkup Pedoman ini meliputi: (1) Pengertian. Tujuan, Ruang Lingkup dan Sasaran dari Pedoman (2) Konsep Dasar Pembelaran Tematik Terpadu (Pengertian, Model-Model Keterpaduan, Prinsip-prinsip dan Struktur Kurikulum) (3) Desain Pembelajaran Tematik Terpadu (Perencanaan, Pelaksanaan, Penilaian) (4) Pengembangan Budaya Sekolah c. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2013 tentang Peminatan Pada Pendidikan Menengah Pasal 6 a) Peserta didik dapat mengambil pendalaman minat dengan ketentuan: (1) memiliki indeks prestasi paling rendah 3,66; dan (2) memiliki kecerdasan istimewa, dengan dibuktikan tes IQ paling rendah 130. b) Pendalaman minat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh satuan pendidikan melalui kerjasama dengan perguruan tinggi yang memiliki bidang keilmuan yang sesuai. c) Perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyediakan sumber daya pendidikan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan pembelajaran pendalaman minat. d) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam bentuk nota kesepahaman. Pasal 14 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. d. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 tentang 1) Pendahuluan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan. Standar Proses dikembangkan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan dan StandarIsi yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan PeraturanPemerintahNomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahanatas Peraturan PemerintahNomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isimaka prinsip pembelajaran yang digunakan: a) dari pesertadidik diberi tahu menuju pesertadidik mencari tahu; b) dari guru sebagai satu-satunya sumber belajarmenjadi belajar berbasis aneka sumberbelajar; c) dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah; dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi; d) dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu; e) daripembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi; f) dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif; g) peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills); h) pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat; i) pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan(ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani); j) pembelajaranyang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat; k) pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas. l) Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan m) Pengakuan atas perbedaan individualdan latar belakang budaya peserta didik. Terkait dengan prinsip di atas, dikembangkan standar proses yang mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran. e. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan 1) Pendahuluan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Selanjutnya, Pasal 3 menegaskan bahwa pendidikan nasional “berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut menjadi parameter utama untuk merumuskan Standar Nasional Pendidikan. Standar Nasional Pendidikan “berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu”. Standar Nasional Pendidikan terdiri atas 8 (delapan) standar, salah satunya adalah Standar Penilaian yang bertujuan untuk menjamin: a) perencanaan penilaian peserta didik sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai dan berdasarkan prinsip-prinsip penilaian; b) pelaksanaan penilaian peserta didik secara profesional, terbuka, edukatif, efektif, efisien, dan sesuai dengan konteks sosial budaya; dan c) pelaporan hasil penilaian peserta didik secara objektif, akuntabel, dan informatif. Standar Penilaian Pendidikan ini disusun sebagai acuan penilaian bagi pendidik, satuan pendidikan, dan Pemerintah pada satuan pendidikan untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah. f. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 1) Prinsip-Prinsip Pengembangan RPP Berbagai prinsip dalam mengembangkan atau menyusun RPP adalah sebagai berikut. a) RPP disusun guru sebagai terjemahan dari ide kurikulum dan berdasarkan silabus yang telah dikembangkan di tingkat nasional ke dalam bentuk rancangan proses pembelajaran untuk direalisasikan dalam pembelajaran. b) RPP dikembangkan guru dengan menyesuaikan apa yang dinyatakan dalam silabus dengan kondisi di satuan pendidikan baik kemampuan awal peserta didik, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik. c) Mendorong partisipasi aktif peserta didik d) Sesuai dengan tujuan Kurikulum 2013 untuk menghasilkan peserta didik sebagai manusia yang mandiri dan tak berhenti belajar, proses pembelajaran dalam RPP dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mengembangkan motivasi, minat, rasa ingin tahu, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, semangat belajar, keterampilan belajar dan kebiasaan belajar. e) Mengembangkan budaya membaca dan menulis f) Proses pembelajaran dalam RPP dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan. g) Memberikan umpan balik dan tindak lanjut. h) RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi. Pemberian pembelajaran remedi dilakukan setiap saat setelah suatu ulangan atau ujian dilakukan, hasilnya dianalisis, dan kelemahan setiap peserta didik dapat teridentifikasi. Pemberian pembelajaran diberikan sesuai dengan kelemahan peserta didik. i) Keterkaitan dan keterpaduan. j) RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara KI dan KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas matapelajaran untuk sikap dan keterampilan, dan keragaman budaya. k) Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi l) RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi. 1) Komponen dan Sistematika RPP Komponen-komponen tersebut secara operasional diwujudkan dalam bentuk format berikut ini. Sekolah : Matapelajaran : Kelas/Semester : Materi Pokok : Alokasi Waktu : a) Kompetensi Inti (KI) b) Kompetensi Dasar dan Indikator c) Tujuan Pembelajaran d) Materi Pembelajaran (rincian dari Materi Pokok) e) Metode Pembelajaran (Rincian dari Kegiatan Pembelajaran) f) Media, Alat, dan Sumber Pembelajaran g) Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran h) Penilaian I. Jenis/teknik penilaian II. Bentuk instrumen dan instrument III. Pedoman penskoran 2) Langkah-Langkah Pengembangan RPP a) Mengkaji Silabus Secara umum, untuk setiap materi pokok pada setiap silabus terdapat 4 KD sesuai dengan aspek KI (sikap kepada Tuhan, sikap diri dan terhadap lingkungan, pengetahuan, dan keterampilan). Untuk mencapai 4 KD tersebut, di dalam silabus dirumuskan kegiatan peserta didik secara umum dalam pembelajaran berdasarkan standar proses. Kegiatan peserta didik ini merupakan rincian dari eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, yakni: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengolah dan mengkomunikasikan. Kegiatan inilah yang harus dirinci lebih lanjut di dalam RPP, dalam bentuk langkah-langkah yang dilakukan guru dalam pembelajaran, yang membuat peserta didik aktif belajar. Pengkajian terhadap silabus juga meliputi perumusan indikator KD dan penilaiannya. b) Menentukan Tujuan Tujuan dapat diorganisasikan mencakup seluruh KD atau diorganisasikan untuk setiap pertemuan. Tujuan mengacu pada indikator, paling tidak mengandung dua aspek: Audience peserta didik) dan Behavior (aspek kemampuan). c) Mengidentifikasi Materi Pembelajaran Mengidentifikasi materi pembelajaran yang menunjang pencapaian KD dengan mempertimbangkan potensi peserta didik; relevansi dengan karakteristik daerah, tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual peserta didik; kebermanfaatan bagi peserta didik; struktur keilmuan; aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran; relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan alokasi waktu. d) Menentukan Tujuan Tujuan dapat diorganisasikan mencakup seluruh KD atau diorganisasikan untuk setiap pertemuan. Tujuan mengacu pada indikator, paling tidak mengandung dua aspek: Audience (peserta didik) dan Behavior (aspek kemampuan). e) Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian KD. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik. f) Penjabaran Jenis Penilaian Di dalam silabus telah ditentukan jenis penilaiannya. Penilaian pencapaian KD peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri. g) Menentukan Alokasi Waktu Penentuan alokasi waktu pada setiap KD didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu matapelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah KD, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan KD. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai KD yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam. Oleh karena itu, alokasi tersebut dirinci dan disesuaikan lagi di RPP. h) Menentukan Sumber Belajar Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik, nara sumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. 1) Proses Pembelajaran Tahap kedua dalam pembelajaran menurut standar proses yaitu pelaksanaan pembelajaran yang meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. a) Kegiatan Pendahuluan Dalam kegiatan pendahuluan, guru: I. menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran; II. mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang materi yang sudah dipelajari dan terkait dengan materi yang akan dipelajari; III. mengantarkan peserta didik kepada suatu permasalahan atau tugas yang akan dilakukan untuk mempelajari suatu materi dan menjelaskan tujuan pembelajaran atau KD yang akan dicapai; dan IV. menyampaikan garis besar cakupan materi dan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilakukan peserta didik untuk menyelesaikan permasalahan atau tugas. b) Kegiatan Inti Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan, yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk secara aktif menjadi pencari informasi, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan matapelajaran, yang meliputi proses observasi, menanya, mengumpulkan informasi, asosiasi, dan komunikasi. Untuk pembelajaran yang berkenaan dengan KD yang bersifat prosedur untuk melakukan sesuatu, guru memfasilitasi agar peserta didik dapat melakukan pengamatan terhadap pemodelan/demonstrasi oleh guru atau ahli, peserta didik menirukan, selanjutnya guru melakukan pengecekan dan pemberian umpan balik, dan latihan lanjutan kepada peserta didik. c) Kegiatan Penutup Dalam kegiatan penutup, guru bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran, melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram, memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran, merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik, dan menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya. 2) Konsep Dan Strategi Penilaian Hasil Belajar a) Konsep Penilaian Hasil Belajar (1) Definisi Operasional Dalam pedoman ini, pengertian penilaian sama dengan asesmen. Terdapat tiga kegiatan yang perlu didefinisikan, yakni pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Ketiga istilah tersebut memiliki makna yang berbeda, walaupun memang saling berkaitan. Pengukuran adalah kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan suatu kriteria atau ukuran. Penilaian adalah proses mengumpulkan informasi/bukti melalui pengukuran, menafsirkan, mendeskripsikan, dan menginterpretasi bukti-bukti hasil pengukuran. Evaluasi adalah proses mengambil keputusan berdasarkan hasil-hasil penilaian. (2) Metode dan instrumen penilaian Berbagai metode dan instrumen baik formal maupun nonformal digunakan dalam penilaian untuk mengumpulkan informasi. Informasi yang dikumpulkan menyangkut semua perubahan yang terjadi baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Penilaian dapat dilakukan selama pembelajaran berlangsung (penilaian proses) dan setelah pembelajaran usai dilaksanakan (penilaian hasil/produk). Penilaian informal bisa berupa komentar-komentar guru yang diberikan/diucapkan selama proses pembelajaran. Saat seorang peserta didik menjawab pertanyaan guru, saat seorang peserta didik atau beberapa peserta didik mengajukan pertanyaan kepada guru atau temannya, atau saat seorang peserta didik memberikan komentar terhadap jawaban guru atau peserta didik lain, guru telah melakukan penilaian informal terhadap performansi peserta didik tersebut. (3) Komponen Penilaian Hasil Belajar Prinsip, Pendekatan, dan Karakteristik Penilaian (a) Prinsip Penilaian Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur. (b) Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai. (c) Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender. (d) Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran. (e) Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan. (f) Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik. (g) Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku. (h) Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan. (i) Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya. (j) Edukatif, berarti penilaian dilakukan untuk kepentingan dan kemajuan pendidikan peserta didik (4) Pendekatan Penilaian Penilaian menggunakan pendekatan sebagai berikut: Implikasi dari ketuntasan belajar tersebut adalah sebagai berikut. (a) Untuk KD pada KI-3 dan KI-4: diberikan remedial individual sesuai dengan kebutuhan kepada peserta didik yang memperoleh nilai kurang dari 2.66; (b) Untuk KD pada KI-3 dan KI-4: diberikan kesempatan untuk melanjutkan pelajarannya ke KD berikutnya kepada peserta didik yang memperoleh nilai 2.66 atau lebih dari 2.66; dan (c) Untuk KD pada KI-3 dan KI-4: diadakan remedial klasikal sesuai dengan kebutuhan apabila lebih dari 75% peserta didik memperoleh nilai kurang dari 2.66. (d) Untuk KD pada KI-1 dan KI-2, pembinaan terhadap peserta didik yang secara umum profil sikapnya belum berkategori baik dilakukan secara holistik (paling tidak oleh guru matapelajaran, guru BK, dan orang tua). (5) Karakteristik Penilaian (a) Belajar Tuntas Untuk kompetensi pada kategori pengetahuan dan keterampilan (KI-3 dan KI-4), peserta didik tidak diperkenankan mengerjakan pekerjaan berikutnya, sebelum mampu menyelesaikan pekerjaan dengan prosedur yang benar dan hasil yang baik.Asumsi yang digunakan dalam belajar tuntas adalah peserta didik dapat belajar apapun, hanya waktu yang dibutuhkan yang berbeda. Peserta didik yang belajarlambat perlu waktu lebih lama untuk materi yang sama, dibandingkan peserta didik pada umumnya. (b) Otentik Memandang penilaian dan pembelajaran secara terpadu. Penilaian otentik harus mencerminkan masalah dunia nyata, bukan dunia sekolah. Menggunakan berbagai cara dan kriteria holistik (kompetensi utuh merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap). Penilaian otentik tidak hanya mengukur apa yang diketahui oleh peserta didik, tetapi lebih menekankan mengukur apa yang dapat dilakukan oleh peserta didik. (c) Berkesinambungan Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran yang utuh mengenai perkembangan hasil belajar peserta didik, memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil terus menerus dalam bentuk penilaian proses, dan berbagai jenis ulangan secara berkelanjutan (ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, atau ulangan kenaikan kelas). (6) Strategi Penilaian Hasi Belajar Strategi penilaian hasil belajar dengan menggunakan Metode dan Teknik Penilaian sebagai berikut: (a) Metode Penilaian Penilaian dapat dilakukan melalui metode tes maupun nontes. Metode tes dipilih bila respons yang dikumpulkan dapat dikategorikan benar atau salah (KD-KD pada KI-3 dan KI-4). Bila respons yang dikumpulkan tidak dapat dikategorikan benar atau salah digunakan metode nontes (KD-KD pada KI-1 dan KI-2). Metode tes dapat berupa tes tulis atau tes kinerja. (b) Teknik dan Instrumen Penilaian Untuk mengumpulkan informasi tentang kemajuan peserta didik dapat dilakukan berbagai teknik, baik berhubungan dengan proses maupun hasil belajar. Teknik mengumpulkan informasi tersebut pada prinsipnya adalah cara penilaian kemajuan belajar peserta didik terhadap pencapaian kompetensi. Penilaian dilakukan berdasarkan indikator-indikator pencapaian hasil relajar, baik pada domain kognitif, afektif, maupun psikomotor. (7) Pihak Yang Terlibat I. Penilaian Berdasarkan Standar Sebuah standar, serendah apapun diperlukan karena ia berperan sebagai patokan dan sekaligus pemicu untuk memperbaiki aktivitas hidup. Dalam konteks pendidikan, standar diperlukan sebagai acuan minimal (dalam hal kompetensi) yang harus dipenuhi oleh seorang lulusan dari suatu lembaga pendidikan sehingga setiap calon lulusan dinilai apakah yang bersangkutan telah memenuhi standar minimal yang telah ditetapkan. Dengan diterapkannya standar dalam bentuk SKL, KI, dan KD sebagai acuan dalam proses pendidikan, diharapkan semua komponen yang terlibat dalam pengelolaan pendidikan di semua tingkatan, termasuk anak didik itu sendiri akan mengarahkan upayanya pada pencapaian standar dimaksud. Diharapkan dengan pendekatan ini guru memiliki orientasi yang jelas tentang apa yang harus dikuasai anak di setiap tingkatan dan jenjang, serta pada saat yang sama memiliki kebebasan yang luas untuk mendesain dan melakukan proses pembelajaran yang ia pandang paling efektif dan efisien untuk mencapai standar tersebut. Dengan demikian, guru didorong untuk menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran tuntas (master learning) serta tidak berorientasi pada pencapaian target kurikulum semata. II. Penilaian Kelas Otentik Seperti dijelaskan di atas, implikasi diterapkannya SKL adalah proses penilaian yang dilakukan oleh guru, baik yang bersifat formatif maupun sumatif harus menggunakan acuan kriteria. Untuk itu, guru harus mengembangkan penilaian otentik berkelanjutan yang menjamin pencapaian dan penguasaan kompetensi. Penilaian otentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan anak didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan, atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran dan kemampuan (kompetensi) telah benar-benar dikuasai dan dicapai. 2. Psikologi Kontruktivisme Konstruktivisme adalah ilmu yang membangun, sedangkan psikologi adalah kondisi seseorang secara sifat batinnya. Menurut Jean Piaget (1886-1980) menjelaskan bahwa psikologi kontruktivisme adalah anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus menerus dan berusaha memahami dunia sekitarnya. Sedangkan menurut Lev Vygotsky (1896-1834) adalah ahli psikologi Rusia. Menurutnya psikologi kontruktivisme adalah perkembangan intelektual anak terjadi pada saat berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang. Mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang muncul dari pengalaman ini. Dalam upaya mendapatkan pengalaman baru, Individu mengkaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang telah dimilikinya dan membangun pengertian baru. Dapat disimpulkan dari pendapat di atas bahwa psikologi kontruktivisme adalah perkembangan intelektual anak terjadi pada saat berhadapan dengan pengalaman baru dan anak memiliki rasa ingin tahu dan berusaha memahami dunia sekitarnya. Para siswa menciptakan atau membentuk pengetahuan mereka sendiri melalui tingkatan dan interaksi dengan dunia. Pendekatan kontruktivis sosial juga mempertimbangkan konteks sosial yang di dalam pembelajarannya muncul dan menekankan pentingnya interaksisosial dan negosiasi dalam pembelajaran. Berkenaan dengan praktek kelas, pendekatan-pendekatan pendekatan kontruktivis mendukung kurikulum dan pengajaran student-centered bukannya teacher centered. Siswa adalah kunci pembelajaran. a. Potret Guru Kontruktivisme Menurut Bruce dan Masha dalam Models of Teaching dalam Sadulloh (2011: 179) memberikan deskripsi guru kontruktivisme sebagai berikut: Jack Wilson adalah guru kelas satu di Lincoln, Nebraska. Ia kesehariannya mengajarkan membaca pada sekelompok anak yang maju dengan cukup baik. Kendatipun demikian, ia prihatin bahwa mereka tidak memiliki kesulitan memecahkan kata-kata baru kecualai kalau mereka tidak dapat membayangkan maknanya dari konteks. Jika mereka mampu membayangkan apa yang dimaksud kata-kata itu dari potongan kalimatnya, mereka tampaknya tidak memiliki kesulitan menggunakan prinsip-prinsio yang telah mereka pelajari untuk memahami kata-kata tersebut. Ia menyimpulkan bahwa mereka tidak memiliki kintrol penuh atas konsep dan prinsip analis fonetik dan struktural. Ia merencanakan aktivitas-aktivitas yang dirancamg untuk membantu mereka mengembangkan konsep-konsep tentang bagaimana kata-kata disusun dan menggunakan pengetahuan itu dlaam memecahkan kata-kata yang tidak diketahui mereka. Jack memperesiapkan sekantung kartu yang masing-masing memiliki sebuah kata. Ia memilih kata-kata yang memiliki prefiks (awalan) dan sufiks (akhiran), dan ia sengaja menyimpan kata- kata yang memiliki akar kata yang sama namun awalan dan akhiran yang berbeda. Ia mengambil prefiks dan sufiks karena prefiks dan sufiks adalah karakteristik struktural kata yang terkenal dan mudah diidentifikasi. Ketika kelompok siswa itu berkumpul pada Senin pagi, Jack memberikan beberapa kartu pada masing-masing ana. Ia menyimpan sisanya dna menghitung secara bertahap peningkatan jumlah informasi yang diperoleh siswa. jack meminta masing-masing siswa membaca sebuah kata pada salah satu kartu tersebut dan menggambarkan sesuatu mengenai kartu tersebut. Siswa yang lainnya dapat menambahkan gambaran lainnya. Dengan cara ini, properti-properti struktural dari kata menarik perhatian siswa. diskusi-diskusi membahas karakteristik-karakteristik seperti konsonan-konsonan awal yang dimulai dengan “s”, vokal, pasangan konsonan, dan sebagainya. Setelah para siswa akrab dengan bermacam-macam kata, Jack meminta mereka untuk mengelompokkan kata-kata tersebut. Para siswa mulai mempelajari kartu-kartu mereka, dengan menilik-nilik kartu tersebut mereka memilah-milah keumuman kata-kata tersebut. Ketika para siswa selesai memilah-milah kata, Jack meminta mereka untuk berbicara mengenai masing-masing kategori yang menceritakan apa yang dimiliki kartu-kartu secara umum. Secara sedikit demi sedikit, para siswa dapat menemukan prefiks dan sufiks utama dan memikirkan mengenai makna prefiks dan sufiks tersebut. Kemudian ia memberi mereka kalimat-kalimat yang didalamnya kata-kata yang tidak ada dalam bungkus kartu yang diawali dan siakhiri oleh prefiks dan sufiks dan meminta mereka untuk membayangkan makna-makna dari kata-kata tersebut, dengan menerapkan konsep-konsep yang telah mereka bentuk untuk membantu mereka membuka makna-makna kata tersebut. Aktivitas induaktif dilanjutkan beberapa kali, dengan memilih kumpulan kata yang berbeda. Jack mengarahkan para siswa melalui kategori-kategori konsonan dan bunyi-bunyi vokal serta struktur yang mereka butuhkan untuk memecahkan kata-kata yang tidak dikenal. Penjelasan anak belajar menurut Piaget, Vigotski dan Bruner dalam Kurniawan (2011: 71) dapat diambil beberapa point penting, yaitu: 1) Anak belajar secara aktif, memiliki kemampuan untuk membangun pengetahuannya. 2) Pentingnya rekayasa lingkungan yang mampu memberi ruang kepada anak untuk mengkontruksi pengetahuannya. 3) Perlu interaksi guru-siswa yang kondusif agar anak bisa membangun pengetahuannya, untuk kepentingan ini guru mampu menjebatani kesulitan-kesulitan anak dalam memahami objek dan simbol yang dipelajari sehingga kesulitan belajar bisa diatasi. 4) Penyajian pembelajaran disajikan secara spiral, maksudnya dimulai dari hal yang rutin, sederhana, dan mudah terus maju dan berkembang ke arah yang lebih kompleks dan rumit. Jadi, tidak seperti kaum behavioris yang mengkonsentrasikan diri pada perilaku yang tepat diobservasi secara langsung, kaum kontruktivis memfokuskan pada proses-proses dan strategi-strategi mental yang digunakan para siswa untuk belajar. Pemahaman kita tentang pembelajaran telah berkembang sebagai hasil dari kemajuan-kemajuan dalam sains kognitif, studi tentang proses-proses mental yang digunakan siswa dalam berfikir dan mengingat. Dengan mengambil dari penelitian dalam bidang linguistik, psikologi, antropologi, neurofisiologi, dan ilmu komputer, para ilmuan kognitif mengembangkan modek-model baru bagaimana orang-orang berpikir dan belajar. 3. Teori Psikologi Behaviorisme Teori psikologi behaviorisme adalah salah satu ilmu psikologi yang mempelajari tentang tingkah laku seseorang. Sebagaimana menurut para ahli mengatakan Dustin & George (1977) yang dikutip oleh George & Cristiani (1981), mengemikakan pandangan behavioristik terhadap konsep manusia, yakni : a. Manusia di pandang sebagai individu yang pada hakikatnya bukan individu yang baik atau yang jahat,tetapi sebagai individu yang selalu berada dalam keadaan sedang mengalami,yang memiliki kemampuan untuk menjadi sesuatu pada semua jenis perilaku. b. Manusia mampu mengkonseptualisasikan dan mengontrol perilakunya sendiri. c. Manusia mampu memperoleh perilaku yang baru. d. Manusia bisa mempengaruhi perilaku orang lain sama halnya dengan perilakunya yang bisa dipengaruhi orang lain. Sedangkan menurut Ivey, et al (1987) mengemukakan bahwa pernah para pendukung pendekatan behavioristik merumuskan manusia sebagai manusia yang mekanistik dan deterministik, dimana manusia dianggap bisa dibentuk sepenuhnya oleh lingkungan dan sedikit memiliki kesempatan untuk memilih. Namun pendekatan behavioristik yang baru, menitikberatkan meningkatnya kebebasan dan pilihan melalui pemahaman terhadap dasar-dasar perilaku seseorang. Dapat disimpulkan dari menurut para ahli bahwa teori psikologi behaviorisme adalah ilmu psikolog yang mempelajari tentang tingkah laku seseorang yang mengikuti hukum tertentu dan menitikberatkan meningkatnya kebebasan dan pilihan melalui pemahaman terhadap dasar-dasar perilaku seseorang. a) Pelopor dan Teori Belajar Behaviorisme Menurut Mikarsa (2007: 63) tokoh behaviorisme antara lain J.B. Watson, Thorndike, dan B.F. Skinner mereka begitu yakin dengan teori stimulus responnya, yaitu: Ia memandang bahwa perilaku manusia sebagai hasil pembentukkan melalui kondisi lingkungan. Perilaku individu dapat dibentuk sesuai dengan kehendak lingkungan. Bagi Watson, tampaknya lingkungan meerupakan segalanya. Pendidikan pun dianggap sebagai pembentuk perilaku manusia. Bahkan J.B. Watson sesaat setelah melakukan penelitian terhadap bayi Albert, pernah melontarkan kalimat yang sangat bombastic “beri aku bayi, selanjutnya terserah dapat dibentuk mau jadi apa saja”. Watson berkeyakinan bahwa manusia itu dibentuk, bukan dilahirkan. Tetapi Watson mendapat reaksi pahit dari masyarakat Amerika waktu itu. ketakutan masyarakat tidak mau menyekolahkan anaknya karena takut dijadikan orang gila, pemabuk dan sebagainya. Bersamaan dengan resahnya masyarakat karena Watson tersebut, Thorndike dalam Mikarsa (2007: 64) mencuatnya gema teori belajarnya, yang tidak kalah gaungnya dengan teori Watson, yaitu: Teori belajar Thorndike yang fundamental bahwa belajar lebih bersifat meningkat bertahap (incremental) ketimbang karena hadirnya insight (pemahaman). Artinya belajar terjadi melalui langkah-langkah kecil yang sistematis daripada sebuah lompatan yang besar. Sebelum tahun 1930-an, Thorndike terkenal dengan hukum-hukum belajarnya, yaitu : (a) hukum kesiapan, (b) hukum latihan, (c) hukum akibat, (d) respons berganda, (e) sikap, (f) elemen-elemen prapotensi, (g) respon dengan analogi dan (h) pergeseran asosiatif. Setelah tahun 1930-an Thorndike meralat beberapa hukum belajarnya. Hukum belajar yang dilaratnya yaitu hukum latihan (law of exercise) dan hukum akibat. Menurutnya, low of use (hukum keterpakaian) sebagian dari hukum latihan, yang menyatakan bahwa pengulangan suatu perilaku pada praktiknya terkadang tidak akurat. Dalam revisi hukum akibat, Thorndike menyatakan bahwa reinforcement akan menguatkan hubungan, sedangkan hukuman tidak akan berpengaruh pada kekuatan hubungan. Contoh, peserta didik yang salah dalam mengerjakan tugas dihukum berdiri oleh gurunya belum tentu membuatnya mempelajari kembali dengan baik tugas tersebut. Sebaliknya peserta didik yang baik dalm mengerjakan tugasnya diberi penguatan (reinforcement) berupa pujian, misalnya sangat mungkin peserta didik tersebut akan semakin sungguh-sungguh dalam belajarnya. Menurut Ivan Pavlov dalam Mikarsa (2007: 64), seorang bangsa Rusia mengemukakan teori conditioning-nya, yaitu: Percobaan pengkondisiannya dilakukan kepada seekor anjing. Percobaannya terkenal dengan sebutan clasical conditioning. Dalam clasical conditioning, binatang yang bersangkutan tidak memiliki kontrol terhadap reinforcement serta respon yang dihasilkan. Reinforcement diberikan sebelum respons yang diharapkan terjadi untuk menghasilkan respons yang diinginkan. Tokoh teori belajar lainnya ialah Burrhus Frederick Skinner dalam Mikarsa (2007: 64), ia dikenal dengan teori operand conditioning-nya. Menurut teorinya suatu respons seseorang dapat menjadi stimulus bagi orang itu. mislanya, si A disuruh mengambil buku ke Perpustakaan (respons). Bersamaan dengan mengambil buku, ia pun mengembalikan buku yang pernah ia pinjam dari Perpustakaan (respons dari respons). Jadi, mengambil buku menjadi stimulus bagi mengembalikan buku. b) Belajar Menurut Teori Behaviorisme Teori psikologi behaviorisme adalah salah satu ilmu psikologi yang mempelajari tentang tingkah laku seseorang. Sebagaimana menurut para ahli mengatakan Dustin & George (1977) yang dikutip oleh George & Cristiani (1981), mengemikakan pandangan behavioristik terhadap konsep manusia, yakni : b) Manusia di pandang sebagai individu yang pada hakikatnya bukan individu yang baik atau yang jahat,tetapi sebagai individu yang selalu berada dalam keadaan sedang mengalami,yang memiliki kemampuan untuk menjadi sesuatu pada semua jenis perilaku. c) Manusia mampu mengkonseptualisasikan dan mengontrol perilakunya sendiri. d) Manusia mampu memperoleh perilaku yang baru. e) Manusia bisa mempengaruhi perilaku orang lain sama halnya dengan perilakunya yang bisa dipengaruhi orang lain. Sedangkan menurut Ivey, et al (1987) mengemukakan bahwa pernah para pendukung pendekatan behavioristik merumuskan manusia sebagai manusia yang mekanistik dan deterministik, dimana manusia dianggap bisa dibentuk sepenuhnya oleh lingkungan dan sedikit memiliki kesempatan untuk memilih. Namun pendekatan behavioristik yang baru, menitikberatkan meningkatnya kebebasan dan pilihan melalui pemahaman terhadap dasar-dasar perilaku seseorang. Dapat disimpulkan dari menurut para ahli bahwa teori psikologi behaviorisme adalah ilmu psikolog yang mempelajari tentang tingkah laku seseorang yang mengikuti hukum tertentu dan menitikberatkan meningkatnya kebebasan dan pilihan melalui pemahaman terhadap dasar-dasar perilaku seseorang. Perilaku menurut pendekatan ini ialah hal-hal yang berubah dan dapat diamati. Perilaku terbentu dengan adanya ikatan asosiatif antara stimulus dan respons (S-R). Manusia berperilaku pada dasarnya mencari kesenangan yang sekaligus menghindari hal-hal yang menyakitkan, dan perilaku pada dasarnya ditentukan oleh lingkungan sesuai dengan pola stimulus respons yang terjadi. 4. Psikologi Yang Melandasi Kurikulum 13 Pendidikan berkaitan dengan tingkah laku seorang anak oleh karna itu pendidikan diharapkan dapat membangun tingkah laku peserta didik menuju kebenarannya baik secara fisik, mental, intelektual dan sosialnya. Melalui kurikulum diharapkan dapat membentuk watak anak yang berperilaku baru yang berupa kemampuan – kemampuan baru yang dapat berkembang dalam waktu yang lumayan singkat sebagai karakter berbasis psikologi indonesia. Sikologi perkembangan merupakan cabang dari psikologi yang mempelajari proses perkembangan individu baik sebelum maupun setelah kelahiran berikut kematangan perilaku. Selain itu, psikologi perkembangan merupakan cabang psikologi yang mempelajari perubahan tingkah laku dan kemampuan sepanjang proses perkembangan individu dari mulai masa konsepsi sampai mati. Melalui pendidikan diharapkan sifatnya dapat berubah menjadi perilaku secara baik terrencana dari segi fisik, mental, intelektual maupun sosialnya perubahan perilaku peserta didik dapat di kembangkan oleh program pembelajaran yang berbasis mengembangkan keterampilan – keterampilannya dengan bimbingan seorang guru yang kreatif dan paham terhadap kurikulum yang baru yaitu kurikulum 13. Siswa yang di kembangkan bertujuan dapat menjadi manusia yang siap bekerja dan siap bersaing dalam membangun suatu inovasi yang baru dengan keterampilan – keterampilannya, seperti menurut para ahli bahwa (Olivia, 1997:60) Kurikulum sebagai jembatan untuk mendapatkan ijasah. Secara konseptual, kurikulum adalah perangkat pendidikan yang merupakan jawaban terhadap kebutuhan dan tantangan masyarakat. Ada juga yang mengemukakan bahwa (Tanner, 1980) kurikulum adalah suatu rencana tertulis. Jadi dapat disimpulkan bahwa kurikulum dapat melandasi psikologi setiap individunya menjadi yang penuh terampil baik dalam fisik, mental, intelektual maupun sosialnya. 5. Psikologi Perkembangan Anak Masa usia SD sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia 6 tahun sampai 11 atau 12 tahun. Pada masa ini, siswa usia SD memiliki karakteristik utama yaitu menampilkan perbedaan-perbedaan individual dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya perbedaan dalam intelegensi, kemampuan kognitif dan bahasa, serta perkembangan kepribadian dan perkembangan fisik. Masa kanak-kanak akhir sering disebut sebagai masa usia sekolah atau masa SD. Rita Eka Izzaty, dkk. (2008: 116), menyebutkan masa kanak-kanak akhir dibagi menjadi dua fase, yaitu: 1. Masa kelas rendah Sekolah Dasar yang berlangsung antara usia 6/7 tahun-9/10 tahun, biasanya siswa duduk di kelas 1, 2, dan 3 Sekolah Dasar. 2. Masa kelas tinggi Sekolah Dasar yang berlangsung antara usia 9/10 tahun-12/13 tahun, biasanya siswa duduk di kelas 4, 5, dan 6 Sekolah Dasar. Rita Eka Izzaty, dkk. (2008: 116), menyebutkan ciri-ciri khas siswa masa kelas rendah Sekolah Dasar adalah: 1. Ada hubungan yang kuat antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah. 2. Suka memuji diri sendiri. 3. Kalau tidak dapat menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan, tugas atau pekerjaan itu dianggapnya tidak penting. 4. Suka membandingkan dirinya dengan siswa lain, jika hal itu menguntungkan dirinya. 5. Suka meremehkan orang lain. Rita Eka Izzaty, dkk. (2008: 116), juga menyebutkan ciri-ciri khas siswa masa kelas tinggi Sekolah Dasar adalah: 1. Perhatiannya tertuju kepada kehidupan praktis sehari-hari. 2. Ingin tahu, ingin belajar, dan realistis. 3. Timbul minat kepada pelajaran-pelajaran khusus. Piaget mengemukakan bahwa siswa SD berada pada tahap operasional konkret (7 hingga 11 tahun), dimana konsep yang ada pada awal usia ini adalah konsep yang samar-samar dan sekarang lebih konkret. Siswa usia SD menggunakan operasi mental untuk memecahkan masalah-masalah aktual, siswa mampu menggunakan kemampuan mentalnya untuk memecahkan masalah yang bersifat konkret (Rita Eka Izzaty, dkk., 2008: 105-106). John W. Santrock (2007: 271) juga mengemukakan bahwa selama tahapan operasional konkret siswa dapat menunjukkan operasioperasi konkret, berpikir logis, mengklasifikasikan benda, dan berpikir tentang relasi antara kelas-kelas benda. Kemampuan berfikir pada tahap ini ditandai dengan aktivitas mental seperti mengingat, memahami, dan memecahkan masalah. Pengalaman hidup siswa memberikan andil dalam mempertajam konsep. Pada tahapan ini siswa usia SD mampu berfikir, belajar, mengingat, dan berkomunikasi karena proses kognitifnya tidak lagi egosentris dan lebih logis (Rita Eka Izzaty, dkk., 2008: 107). Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, karakteristik perkembangan siswa kelas I SD berada tahap oprasional konkret masih menalar - nalar. Pada tahap ini, siswa berpikir atas dasar pengalaman yang real atau nyata yang pernah dilihat dan dialami. Siswa belum bisa berpikir secara abstrak. Karakteristik yang muncul pada tahap ini dapat dijadikan landasan dalam menyiapkan dan melaksanakan pembelajaran bagi siswa SD. Pelaksanaan pembelajaran di kelas perlu didesain menggunakan model pembelajaran yang sesuai dan tepat dengan memperhatikan karakteristik perkembangan siswa kelas I SD pada tahap operasional konkret. Hal tersebut memungkinkan siswa untuk dapat melihat, berbuat sesuatu, melibatkan diri dalam pembelajaran, serta mengalami langsung pada hal-hal yang dipelajari. Selain itu, diharapkan akan berdampak terhadap peningkatan hasil belajar akademik siswa pada pengembangan pengetahuan, pengembangan sikap, dan keterampilan sosial siswa. 6. Model Discovery Learning a. Definisi Discovery Learning Model Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Menurut Sund dalam Roestiyah (1998,22), Discovery learning adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Yang dimaksudkan dengan proses mental tersebut antara lain: Mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya. Menurut (Dalyono, 1996:41). Metode Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Sedangkan menurut (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Dari beberapa pengertian di atas peneliti menyimpulkan bahwa model Discovery Learning adalah ditemukannya konsep dan prinsip yang sebelumnya tidak di ketahui melalui proses pembelajaran yang di sajikan oleh guru dalam suatu masalah yang mampu siswa telaah hingga sampai kepada suatu kesimpulan. b. Tujuan Model Discovery Learning Dalam tujuan model Discovery Learning ini agar siswa mampu memahami konsep dengan cara penemuannya terhadap masalah yang diberikan oleh guru maupun alam sekitarnya. Menurut Bell dalam Ratumanan (1978), mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut: 1. Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukkan bahwa partisipasi banyak siswa dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan. 2. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam situasikonkrit mauun abstrak, juga siswa banyak meramalkan (extrapolate) informasi tambahanyang diberikan. 3. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakantanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan. 4. Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan mneggunakan ide-ide orang lain. 5. Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan-keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih bermakna. 6. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus,lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru. Seperti tujuan yang tertera di atas ini dapat mempermudah proses pembelajaran yang masih menggunakan cara lama dalam mengajar. c. Kelebihan model Discovery Learning Penggunaan model Discovery Learning ini adalah guru berusaha meningkatkan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar. Menurut Roestiyah (1998,20), Maka teknik ini memiliki kelebihan sebagai berikut: 1. Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan serta penguasaan keterampilan dalam psroses kognitif/ pengenalan siswa. 2. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi/ individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut. 3. Dapat membangkitkan kegairahan belajar para siswa. 4. Mampu memberikan kesempatan pada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan masing-masing. 5. Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat. 6. Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri. 7. Strategi itu berpusat pada siswa, tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman belajar saja, membantu bila diperlukan. Bila strategi model Discovery Learning dapat dilaksanakan maka siswa akan mampu mendapatkan keuntungan dari model ini. d. Kelemahan model Discovery Learning Di dalam model Discovery Learning pun ada kelemahan dalam pembelajaran berlangsung seperti Menurut (kementrian pendidikan dan kebudayaan, 2013) kelemahan dari model pembelajaran penemuan ini adalah : 1. Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi. 2. Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa ya

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 25 Jul 2016 15:07
Last Modified: 25 Jul 2016 15:07
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/6282

Actions (login required)

View Item View Item