PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN RASA INGIN TAHU PESERTA DIDIK

Sitha Nirmala Handarini, 105060288 (2016) PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN RASA INGIN TAHU PESERTA DIDIK. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
COVER.doc

Download (36kB)
[img] Text
LEMBAR PENGESAHAN, KP, ABTRAK.rtf

Download (4MB)
[img] Text
DAFTAR ISI.doc

Download (98kB)
[img] Text
BAB I.docx

Download (29kB)
[img] Text
BAB II.docx

Download (53kB)
[img] Text
BAB III.docx
Restricted to Repository staff only

Download (70kB)
[img] Text
BAB IV.docx
Restricted to Repository staff only

Download (197kB)
[img] Text
BAB V.docx
Restricted to Repository staff only

Download (25kB)

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan rasa ingin tahu peserta didik melalui penerapan pendekatan saintifik dengan model problem based learning dalam pembelajaran tematik terpadu pada tema selalu berhemat energi subtema pemanfaatan energi kelas IV SDN Aria Sacanagara. Penelitian ini dilatar belakangi dengan keadaan peserta didik kelas IV SDN Aria Sacanagara yang kurang bersikap rasa ingin tahu dalam pembelajaran. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menggunakan sistem siklus yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus. Dalam tiap siklusnya dilaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan saintifik dengan terdiri dari 5 tahap yaitu 1. Mengamati, 2. Menanya, 3. Menalar 4. Mengasosiakan, dan 5. Mengkomunikasikan. Teknik evaluasi yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik tes dan non tes. Teknik tes untuk mengetahui hasil belajar peserta didik, dan teknik non tes untuk mengetahui sikap rasa ingin tahu peserta didik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran problem based learning dapat meningkatkan sikap rasa ingin tahu peserta didik. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rata-rata peningkatan sikap rasa ingin tahu peserta didik dari siklus I sampai siklus II, yaitu pada siklus I muncul sikap rasa ingin tahu 66,7 dengan kategori cukup, siklus II 76 dengan kategori baik. Kesimpulan yang diperolah dari penelitian ini adalah, bahwa penggunaan model pembelajaran problem based learning sangat menunjang terhadap peningkatan rasa ingin tahu peserta didik pada pembelajaran tematik tema selalu berhemat energi subtema pemanfaatan kelas IV Sekolah Dasar. Dengan demikian, penggunaan problem based learning dapat dijadikan salah satu model pembelajaran untuk diterapkan pada pembelajaran tematik terpadu. Kata kunci: pendekatan saintifik, problem based learning, dan rasa ingin tahu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses memproduksi sistem nilai dan budaya kearah yang lebih baik, antara lain dalam pembentukan kepribadian, keterampilan dan perkembangan intelektual peserta didik. Dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 ayat 1 yang menyatakan : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa aktif serta mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritualnya, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam pengertian di atas seiring dengan perkembangan zaman yang terjadi saat ini pendidikan dituntut untuk mengalami berbagai perubahan yaitu dengan meningkatnya mutu pendidikan dengan berusaha mengoptimalkan pengembangan kurikulum 2013 yang diharapkan mampu melahirkan generasi penerus bangsa yang produktif, kreatif, inovatif, dan berkarakter. Oleh karena itu, implementasi kurikulum 2013 merupakan langkah strategis dalam menghadapi globalisasi dan tuntunan masyarakat Indonesia masa depan. Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006. Pada kurikulum sebelumnya pembelajaran lebih menitik beratkan pada ranah kognitif, pembelajaran perpusat pada guru (teacher centered) dan sumber belajar hanya terpaku pada buku. Sehingga sikap rasa ingin tahu peserta didik dan keterampilan memecahkan dalam kehidupan sehari-hari rendah dan kurangnya keinginan peserta didik untuk berpartisipasi dalam proses belajar mengajar. Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah menyebutkan, bahwa “Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu”. Hal ini dipertegas kembali dalam Permendikbud Nomor 67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SD/MI menyebutkan, bahwa “Pelaksanaan Kurikulum 2013 pada SD/MI dilakukan melalui pembelajaran dengan pendekatan tematik terpadu dari Kelas I sampai Kelas VI.” Seiring dengan penjelasan di atas bahwa pada kurikulum 2013 pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial ke pembelajaran tematik terpadu. Pembelajarannya berpusat pada peserta didik (student centered) sehingga mereka mampu untuk berpikir kritis dan mampu menyelesaikan masalah. Keberhasilan implementasi Kurikulum 2013 dalam pembelajaran di sekolah sesuai yang diharapkan pemerintah dan masyarakat sangat ditentukan oleh pemahaman para pemangku kepentingan, utamanya guru. Guru harus memiliki pemahaman, kesadaran, kemampuan, kreativitas, kesabaran dan keuletan. Dan dalam proses belajar mengajar guru hanya sebagai fasilitator dan motivator yang membimbing peserta didik serta pembelajaran menggunakan berbagai macam media yang sesuai. Dan pemerintah mendukung penerapan kurikulum 2013 dengan menyediakan berbagai fasilitas, misalnya pelatihan dan buku pegangan untuk guru dan peserta didik sehingga bisa seragam di seluruh Indonesia. Pendekatan saintifik atau lebih umum dikatakan pendekatan ilmiah merupakan pendekatan dalam kurikulum 2013. Pendekatan saintifik merupakan pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk melakukan keterampilan-keterampilan ilmiah agar secara aktif mengamati, menanya, menalar, mengasosiakan dan mengkomunikasikan. Pendekatan saintifik diyakini sebagai titian emas perkembangan sikap, keterampilan dan pengetahuan. Oleh karena itu pembelajaran diharapkan dapat mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari bebagai sumber melalui pengalaman nyata peserta didik agar dapat memecahkan masalah. Salah satu model dalam kurikulum 2013 problem based learning adalah sebuah model pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga memberikan stimulus peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah untuk bekerja dalam satu tim memecahkan masalah dunia nyata, sehingga peserta didik memiliki keterampilan memecahkan masalah. Dengan memecahkan masalah peserta didik harus mendapatkan cara-cara berfikir, kebiasaan tekun dan rasa ingin tahu, serta percaya diri dalam mengungkapkan pendapatnya. Di kehidupan sehari-hari dan dunia kerja, menjadi seorang pemecah yang baik bisa membawa manfaat-manfaat yang besar. Berdasarkan paparan diatas, mendorong penulis untuk mengadakan penelitian tindakan kelas yang akan dilaksanakan di kelas IV dalam rangka meningkatkan rasa ingin tahu peserta didik yang berjudul: “Penerapan Pendekatan Saintifik dengan Model Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Rasa Ingin Tahu Peserta Didik” B. Identifikasi Masalah Untuk dapat mengidentifikasi masalah dengan baik, maka peneliti perlu menemukan permasalahan yang terjadi. Pada Penelitian Tindakan Kelas ini, identifikasi masalah yang ditemukan peneliti adalah: 1. Pada KTSP proses pembelajaran lebih terpaku pada guru (teacher centered). 2. Pada KTSP pembelajaran lebih menitik beratkan pada ranah kognitif. 3. Sumber belajar hanya terpaku pada buku. 4. Rendahnya keberanian dan keinginan serta kesempatan peserta didik untuk berpartisipasi dalam proses belajar mengajar. 5. Kurangnya kreativitas pendidik dalam mengkombinasikan model dan metode pembelajaran. 6. Rendahnya pendidikan karakter yang dimiliki peserta didik. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan umum, yaitu “Dapatkah penerapan pendekatan saintifik dengan model problem based learning meningkatkan rasa ingin tahu peserta didik”. Adapun permasalahan khusus terperinci sebagai berikut: 1. Bagaimana menyusun perencanaan pembelajaran dengan model problem based learning pada tema selalu hemat energi subtema pemanfaatan energi peserta didik kelas IV SDN Aria Sacanagana agar sikap rasa ingin tahu? 2. Bagaimana proses pembelajaran dengan model problem based learning agar sikap rasa ingin tahu meningkat pada tema selalu hemat energi subtema pemanfaatan energi peserta didik kelas IV SDN Aria Sacanagana? 3. Adakah peningkatan sikap rasa ingin tahu peserta didik kelas IV SDN Aria Sacanagana pada tema selalu hemat energi subtema pemanfaatan energi setelah diterapkannya model problem based learning ? 4. Bagaimana peningkatan hasil belajar setelah menggunakan model problem based learnning pada tema selalu hemat energi subtema pemanfaatan sumber energi peserta didik kelas IV SDN Aria Sacanagana? D. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka pembatasan masalah penelitian ini adalah meningkatkan rasa ingin tahu menggunakan model pembelajaran problem based learning pada tema selalu hemat energi subtema pemanfaatan energi Kelas IV SDN Aria Sacanagana Kabupaten Bandung. E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Secara Umum Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan rasa ingin tahu peserta didik melalui model pembelajaran problem based learning pada tema selalu hemat energi subtema pemanfaatan energi kelas IV SDN Aria Sacanagana Kabupaten Bandung. 2. Tujuan Secara Khusus a. Untuk menyusun perencanaan pembelajaran dengan model pembelajaran problem based learning dalam upaya meningkatkan rasa ingin tahu peserta didik pada tema selalu hemat energi subtema pemanfaatan energi kelas IV SDN Aria Sacanagana Kabupaten Bandung. b. Untuk menerapkan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning dalam upaya meningkatkan rasa ingin tahu peserta didik pada tema selalu hemat energi subtema pemanfaatan energi kelas IV SDN Aria Sacanagana Kabupaten Bandung. c. Untuk meningkatkan rasa ingin tahu peserta didik kelas IV SDN Aria Sacanagara, setelah menggunakan model pembelajaran problem based learning pada tema selalu hemat energi subtema macam-macam sumber energi. d. Untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas IV SDN Aria Sacanagana, setelah menggunakan model pembelajaran problem based learning pada tema selalu hemat energi subtema pemanfaatan energi. F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Hasil dari pelaksanaan penelitian tindakan ini diharapkan akan memberikan manfaat yang berarti bagi guru atau instansi yang terkait dalam dunia pendidikan, selain itu juga dapat dijadikan sarana untuk lebih mengembangkan pembelajaran serta yang terpenting adalah dalam penggunaan model problem based learning pada tema selalu hemat energi subtema pemanfaatan energi meningkatkan rasa ingin tahu peserta didik kelas IV SDN Aria Sacanagana Kabupaten Bandung. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peserta Didik : 1) Diharapkan penggunaan model pembelajaran problem based learning dapat membantu pesera didik dalam meningkatkan rasa ingin tahu. 2) Memotivasi peserta didik dalam belajar dengan bersungguh-sungguh dan mendidik peserta didik untuk bisa bersikap tanggung jawab dan jujur. b. Bagi Guru : Melalui peenggunaan model pembelajaran problem based learning dapat memberikan kesempatan bagi pendidik mengembangkan kreativitasnya. c. Bagi Sekolah : 1) Dapat memberikan kualitas pembelajaran tematik terpadu kepada peserta didik. 2) Memberikan wawasan atau inovasi bagi sekolah dalam pembelajaran tematik terpadu. 3) Meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. 4) Memberikan pembaharuan dalam rangka perbaikan proses pembelajaran khususnya pada sekolah itu sendiri dan umumnya pada sekolah lain. d. Bagi Peneliti Dengan melakukan penelitian disekolah secara langsung mendapatkan pengalaman dalam merencanakan, melaksanakan kegiatan pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan serta mendapatkan pengalaman dan menambah wawasan dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas. G. Definisi Operasional Agar tidak terjadi perbedaan pemahaman tentang istilah-istilah yang digunakan dalam melakukan penelitian ini, maka beberapa istilah terlebih dahulu perlu didefinisikan secara oprasional, yaitu sebagai berikut: 1. Pendekatan Saintifik adalah pendekatan pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk melakukan keterampilan-keterampilan ilmiah agar secara aktif mengamati, menanya, menalar, mengasosiakan dan mengkomunikasikan. Pendekatan saintifik diyakini sebagai titian emas perkembangan sikap, keterampilan dan pengetahuan. 2. Problem based learning adalah sebuah model pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga memberikan stimulus peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah untuk bekerja dalam satu tim memecahkan masalah dunia nyata, sehingga peserta didik memiliki keterampilan memecahkan masalah. 3. Rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. BAB II KAJIAN TEORI A. Pendekatan Saintifik 1. Esensi Pendekatan Saintifik/ Pendekatan Ilmiah Menurut Hudson dalam Ahsan dan Rahmita (2013: 2) Metode scientific pertama kali diperkenalkan ke ilmu pendidikan Amerika pada akhir abad ke-19, sebagai penekanan pada metode laboratorium formalistik yang mengarah pada fakta fakta ilmiah. Maria Varelas dan Michael Ford dalam Ahsan dan Rahmita (2013: 2) berpendapat bahawa: Metode scientific ini memiliki karakteristik “doing science”. Metode ini memudahkan guru atau pengembang kurikulum untuk memperbaiki proses pembelajaran, yaitu dengan memecah proses ke dalam langkah-langkah atau tahapan-tahapan secara terperinci yang memuat instruksi untuk peserta didik melaksanakan kegiatan pembelajaran. Hal inilah yang menjadi dasar dari pengembangan kurikulum 2013 di Indonesia. Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah. Karena itu Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. 2. Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah Menurut Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 lampiran IV, proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu: a. Mengamati, b. Menanya, c. Mengumpulkan informasi / eksprerimen, d. Mengasosiasikan / mengelola informasi dan e. Mengkomunikasikan. Kelima pembelajaran pokok tersebut dapat dirinci dalam berbagai kegiatan belajar sebagaimana tercantum dalam tabel berikut: Tabel 2.1 Keterkaitan antara Langkah Pembelajaran dengan Kegiatan Belajar dan Maknanya Langkah Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Kompetensi yang Dikembangkan Mengamati Membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat) Melatih kesungguhan ketelitian, mencari informasi Menanya Mengajaukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik) Mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat Mengumpulkan informasi/ ekperimen 1. Melakukan eksperimen 2. Membaca sumber lain selain buku teks 3. Mengamati objek/kejadian 4. Aktivitas 5. Wawancara Mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat Mengasosiasikan/ mengolah informasi 1. Mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi 2. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan Mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berfikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan Mengkomunikasi Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya Mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berfikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar. Sumber : Kemendikbud (2014: 19) B. Problem Based Learning 1. Pengertian Pembelajaran PBL Problem Based Learning berorientasi kepada proses belajar siswa (student centered learning). Merupakan model pembelajaran saat masalah mengendalikan proses pembelajaran. Mengenai Pengertian PBL, ada banyak pendapat yang dijadikan sebagai rujukan. Inilah beberapa pendapat tokoh (ahli) tentang definisi atau pengertian model pembelajaran PBL dalam Rizema (2013: 64-66) : a. Menurut David Bound dan Grahame I. Feletti (1997), problem based learning is a conception of knowledge understanding, and education profoundly different from the more usual conception underlying subject-based learning. b. Bound dan Feletti (1997), the basic principles supporting the concept of PBL is older than formal education is self; learning is initiated by a posed problem, query, or puzzel that the learner want to solve. c. Nurhadi (2004), pembelajaran berbasis masalah (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. d. Nursalam dan Ferry (2008), problem based learning yaitu termasuk salah satu metode dalam proses pembelajaran yang sangat populer. PBL juga bisa didefinisikan sebagai lingkungan belajar yang didalamnya menggunakan masalah untuk belajar; sebelum mempelajari sesuatu, peserta didik diharuskan mengidentifikasi suatu masalah, baik yang dihadapi secara nyata maupun telaah kasus. e. Arends dalam Abbas (2000), model PBL adalah model pembelajaran dengan mendekatkan pembelajaran peserta didik pada masalah autentik, sehingga ia bisa menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan peserta didik, serta meningkatkan kepercayaan diri. Dari beberapa pendapat mengenai definisi atau pengertian PBL tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran PBL merupakan sebuah model pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world) yang menantang peserta didik untuk belajar, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta didik, sebelum peserta didik mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan. PBL tidak dirancang untuk membantu guru untuk memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada peserta didik. PBL antara lain bertujuan membantu peserta didik mengembangkan keterampilan berpikir dan pemecahan masalah. Strategi dalam PBL adalah memberikan masalah dan tugas yang akan dihadapi dalam dunia kerja kepada peserta didik sekaligus usahanya dalam memecahkan masalah. 2. Strategi, Karakteristik dan Ciri-ciri Model PBL a. Strategi PBL Berikut ini lima strategi dalam menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBL) dalam Kemendikbud (2014: 26) : 1) Permasalahan sebagai kajian. 2) Permasalahan sebagai penjajakan pemahaman. 3) Permasalahan sebagai contoh. 4) Permasalahan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses. 5) Permasalahan sebagai stimulus aktivitas autentik. Tabel 2.2 Peran Guru, Peserta Didik dan Masalah dalam Pembelajaran Berbasis Masalah Guru sebagai Pelatih Peserta Didik sebagai Problem Solver Masalah sebagai Awal Tantangan dan Motivasi 1. Asking about thinking (bertanya tentang pemikiran). 2. Memonitor pembelajaran. 3. Probbing ( menantang peserta didik untuk berpikir ). 4. Menjaga agar peserta didik terlibat. 5. Mengatur dinamika kelompok. 6. Menjaga berlangsungnya proses. 1. Peserta yang aktif. 2. Terlibat langsung dalam pembelajaran. 3. Membangun pembelajaran. 1. Menarik untuk dipecahkan. 2. Menyediakan kebutuhan yang ada hubungannya dengan pelajaran yang dipelajari. Sumber : Kemendikbud (2014: 27) b. Karakteristik PBL Menurur Rizema (2013: 72-73) PBL memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) Belajar dimulai dengan suatu masalah; 2) Memastikan bahwa masalah tersebut berhubungan dengan dunia nyata peserta didik; 3) Mengorganisasikan pelajaran seputar masalah, bukan disiplin ilmu; 4) Memberikan tanggung jawab yang besar kepada peserta didik dalam bentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar; 5) Menggunakan kelompok kecil; serta 6) Menuntut peserta didik untuk mendemonstrasikan yang telah dipelajari dalam bentuk produk atau kinerja. Berdasarkan uraian tersebut, tampak jelas bahwa pembelajaran dengan model PBL dimulai dengan adanya masalah yang dapat dimunculkan oleh peserta didik ataupun guru, kemudian peserta didik memperdalam pengetahuannya tentang sesuatu yang telah diketahuinya sekaligus yang perlu diketahuinya untuk memecahkan masalah itu. Peserta didik juga dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan, sehingga ia terdorong untuk berperan aktif dalam belajar. c. Ciri-Ciri Model PBL Adapun ciri-ciri model pembelajaran PBL menurut Ibrahim dan Nur (2000: 57) adalah sebagai berikut: 1) Pengajuan pertanyaan atau masalah; PBL mengorganisasikan pengajaran dengan masalah yang nyata dan sesuai dengan pengalaman keseharian peserta didik. 2) Berfokus pada keterkaitan antar didiplin ilmu; masalah dan solusi pemecahan masalah yang diusulkan tidak hanya ditinjau dari satu disiplin ilmu (biologi/kesehatan) tetapi juga dapat ditijau dari berbagai disiplin ilmu, misalnya ekonomi, sosiologi, geografi, politik, dan hukum. 3) Penyelidikan autentik; PBL mengharuskan peserta didik melakukan penyelidikan terhadap masalah nyata melalui analisis masalah, obsevasi, maupun eksperimen. Dalam hal ini, peserta didik bisa mengumpulkan informasi dari beragam sumber pembelajaran untuk menyelsaikan permasalahan sekaigus mengembangkan hipotesis terhadap penyelesaian masalah yang dikemukakan. 4) Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya; PBL menuntut peserta didik menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak (poster, puisi, laporan, gambar, dan lain-lain) guna menjelaskan atau mewakili penyelesaian masalah yang ditemukan, kemudian memamerkan produk tersebut. 5) Kerja sama; PBL dicirikan oleh peserta didik yang bekerja sama secara berpasangan maupun dalam kelompok kecil guna memberika motivasi sekaligus mengembangkan keterampilan berpikir melalui tukar pendapat serta berbagi penemuan. 3. Tujuan Pembelajaran PBL Secara umum, tujuan pembelajaran PBL adalah sebagai berikut: a. Menantang peserta didik untuk belajar b. Membantu mengembangkan kemampuan berfikir kritis peserta didik dan keterampilan memecahkan masalah c. Mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas secara kelompok untuk mencari solusi dari permasalahan d. Meningkatkan rasa ingin tahu peserta didik 4. Alasan Penggunaan PBL Menurut Akhmad Sudrajat dalam Rizema (2013: 75) ada beberapa alasan yang membuat pembelajaran berdasarkan masalah (PBL) digunakan dalam proses pembelajaran, di antaranya ialah sebagai berikut: a. Seorang lulusan tidak dapat mengurangi masalah yang dihadapinya hanya dengan menggunakan satu disiplin ilmu. Ia harus mampu menggunakan dan memadukan ilmu-ilmu pengetahuan yang telah dipunyai atau mencari ilmu pengetahuan yang dibutuhkannya dalam rangka menanggulangi masalahnya. Melalui PBL, yang diawali dengan pemberian masalah pemicu kepada peserta didik, dapat diterapkan suatu model pembelajaran secara spiral dengan memiliki konsep dan prinsip yang terdapat dalam sejumlah cabang ilmu, sesuai kebutuhan masalah. Dengan diberi sejumlah masalah pemicu, diharapkan sebagian besar/seluruh meteri cabang ilmu dicakup. b. Integrasi antara berbagai konsep/prinsip/informasi cabang ilmu bisa terjadi dengan baik. c. Kemampuan peserta didik untuk terus-menerus melakukan updating atau pengembangan pengetahuannya dapat tercapai. d. Prilaku sebagai seorang life long leaner mampu tercapai. e. Langkah-langkah PBL yang dilaksanakan melalui diskusi kelompok dapat menghasilkan sejumlah keterampilan, diantaranya ialah sebagai berikut: 1) Keterampilan penelusuran keputusan; 2) Keterampilan membaca; 3) Keterampilan/kebiasaan membuat catatan; 4) Kemampuan kerjasama dalam kelompok; 5) Keterampilan berkomunikasi; 6) Keterbukaan; 7) Berpikir analitik; 8) Kemandirian dan keaktifan belajar; serta 9) Wawasan dan keterpaduan ilmu pengetahuan. f. Dapat mengimbangi kecepatan informasi atau ilmu pengetahuan yang sangat cepat. 5. Beberapa Teori yang Melandasi PBL Ada berbagai teori yang melandasi model pembelajaran PBL, diantaranya ialah sebagai berikut: a. Teori Dewey dalam Kelas Demokratis Sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar, dan kelas merupakan laboratorium untuk pemecahan masalah yang nyata. Dewey juga menganjurkan agar pembelajaran disekolah lebih bermanfaat. Manfaat terbaik dapat dilakukan oleh peserta didik dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan proyek yang menarik dan merupakan pilihan sendiri. b. Pendapat Piagget dan Vygotsky dalam Teori Kontruktivisme Piagget dan Vygotsky adalah tokoh pengembang konsep kontruktivisme yang didasarkan pada teori kognitif Piagget. Pandangan kontruktivisme kognitif mengemukakan bahwa peserta didik dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan sendiri. Pada hakikatnya, pedagogi yang baik melibatkan peserta didik dalam situasi yang memberikan kesempatan kepadanya untuk melakukan percobaan sendiri, mencoba memanipulasi tanda-tanda dan simbol-simbol, bertanya dan menemukan sendiri jawabannya, mencocokan yang dilihat pada waktu lainnya, serta membandingkan temuannya dengan temuan anak lain. c. Pendapat Brunner dalam Teori Pembelajaran Penemuan Menurut Brunner, pembelajaran menekankan penalaran induktif dan proses inkuiri. Dalam teori tersebut, dikenal adanya scaffolding sebagai suatu proses saat seseorang peserta didik dibantu oleh guru atau orang lain yang memiliki kemampuan lebih dalam menuntaskan masalah tertentu, sehingga dapat melampaui kapasitas perkembangannya. Semua pendapat tersebut mendukung model PBL, karena teori itu menekankan bahwa dalam pembelajaran peserta didik dituntut memperoleh pengetahuan sendiri. Pengetahuan ini diperoleh dengan cara mencari informasi untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan materi pelajaran. 6. Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan PBL Dalam pengelolaan PBL, ada beberapa langkah utama berikut: a. Mengorientasikan peserta didik pada masalah, b. Mengorientasikan peserta didik agar belajar, c. Memandu menyelidiki secara mandiri atau kelompok, d. Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja, serta e. Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah. Tabel 2.3 Tahap-tahap Model PBL Fase-fase Perilaku Guru Fase 1 Orientasi masalah kepada peserta didik 1. Menginformasikan tujuan pembelajran 2. Menciptakan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadi pertukaran ide yang terbuka 3. Mengarahkan kepada pertanyaan atau masalah 4. Mendorong peserta didik mengekpresikan ide-ide secara terbuka Fase 2 Mengorganisasikan peserta didik 1. Membantu peserta didik dalam menemukan konsep berdasarkan masalah 2. Mendorong keterbukaan, proses-proses demokrasi, dan cara belajar peserta didik aktif 3. Menguji pemahaman peserta didik atas konsep yang ditemukan Fase Membimbing menyelidiki secara individu dan kelompok 1. Membimbing kemudahan pengerjaan peserta didik dalam mengerjakan/menyelesaikan masalah 2. Mendorong kerjasama dan penyelesaian tugas-tugas 3. Mendorong dialog dan diskusi dengan teman 4. Membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang berkaitan dengan masalah 5. Membantu peserta didik merumuskan hipotesis 6. Membantu peserta didik dalam memberikan solusi Fase 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya 1. Membimbing peserta didik dalam mengerjakan lembar kegiatan siswa (LKS) 2. Membimbing peserta didik dalam menyajikan hasil karya Fase 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah 1. Membantu peserta didik mengkaji ulang hasil pemecahan masalah 2. Memotivasi peserta didik agar terlibat dalam pemecahan masalah 3. Mengevaluasi materi Sumber : Kemendikbud (2014: 28) 7. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan PBL a. Kelebihan Pendekatan PBL Model pembelajaran PBL ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya ialah sebagai berikut: 1) Peserta didik lebih memahami konsep yang diajarkan dikarenakan ia yang menemukan konsep tersebut. 2) Melibatkan peserta didik secara aktif dalam memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir peserta didik dan rasa ingin tahu yang lebih tinggi. 3) Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki oleh peserta didik, sehingga pembelajaran lebih bermakna. 4) Peserta didik dapat merasakan manfaat pembelajaran, karena masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata. Hal ini dapat meningkatkan motivasi dan ketertarikan peserta didik terhadap bahan yang dipelajarinya. 5) Menjadikan peserta didik lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, serta menanamkan sikap sosial yang positif dengan peserta didik lainnya. 6) Pengondisisan peserta didik dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajarandan temannya, sehingga pencapaian ketuntasan belajar peserta didik dapat diharapkan. 7) PBL diyakini pula dapat menumbuh kembangkan kemampuan kreatifitas peserta didik, baik secara individual maupun kelompok, karena hampir disetiap langkah menuntut adanya keaktifan peserta didik. 8) PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta didik yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika peserta didik berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan. 9) Dalam situasi PBL, peserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. 10) PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok. b. Kekurangan Pendekatan PBL Selain berbagai kelebihan tersebut, model PBL juga memiliki beberapa kekurangan menurut Nursalam dan Ferry dalam Rizema (2013: 81) bahwa: Tidak selamanya proses belajar dengan model PBL berjalan secara lancar. Ada beberapa hambatan yang dapat muncul. Hambatan yang paling sering terjadi adalah kurang terbiasanya peserta didik dan guru dengan metode ini. Mereka masih terbawa dengan metode kovensional, yakni pemberian materi terjadi secara satu arah. Faktor penghambat lain adalah kurangnya waktu. Proses PBL terkadang membutuhkan waktu yang lebih banyak. peserta didik kadang memang memerlukan waktu untuk menghadapi persoalan yang diberikan. Sementara itu, waktu pelaksanaan PBL harus disesuaikan dengan beban kurikulum. Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya metode PBL, maka perlu dilakukan proses evaluasi/penilaian. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan kekurangan model PBL yaitu: 1) Bagi peserta didik yang malas, tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai; 2) Membutuhkan banyak waktu dan dana; serta 3) Tidak semua mata pelajaran bisa diterapkan dalam metode PBL C. Rasa Ingin Tahu Rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Manusia memiliki sifat rasa ingin tahu sejak awal kehidupannya. Rasa ingin tahulah yang membuat anak bertambah pengetahuannya. Para ahli pendidikan umumnya sepakat bahwa salah satu ciri anak cerdas adalah memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar. Anak yang cerdas akan bertanya tentang banyak hal, karena dia memang ingin tahu jawabannya. Biasanya jika anak tesebut bertanya, dia akan mengejar jawaban orangtuanya dengan jawaban lanjutan, sampai kadang orangtua merasa kewalahan dalam menjawabnya. Rasa ingin tahu pada setiap orang sangatlah penting. Untuk itu guru, seharusnya bisa memupuk sifat ini pada peserta didik guna merangsang kreativitas di masa depannya. Menurut Haitami Salim (2014: 148) Sekurang-kurangnya ada empat alasan yang menjadi sebab penting mengapa rasa ingin tahu ini perlu dibangun dan dikembangkan dalam diri peserta didik yaitu: a. Rasa ingin tahu membuat pikiran peserta didik menjadi aktif. Tidak ada hal yang lebih bermanfaat sebagai modal belajar selain pikiran yang aktif. Peserta didik yang pikirannya aktif akan belajar dengan baik, sehingga yang dijelaskan teori konstrutivisme, dimana peserta didik di dalam belajar harus secara aktif membangun pengetahuan. b. Rasa ingin tahu membuat peserta didik menjadi para pengamat yang aktif. Salah satu cara belajar yang baik adalah dengan mengamati. Banyak ilmu pengetahuan yang berkembang karena berawal dari sebuah pengamatan, bahkan pengamatan yang sederhana sekalipun. Rasa ingin tahu membuat peserta didik lebih peka dalam mengamati berbagai fenomena atau kejadian disekitarnya. Ini berarti peserta didik akan belajar lebih banyak. c. Rasa ingin tahu akan membuka dunia-dunia baru yang menantang dan menarik peserta didik untuk mempelajarinya lebih dalam. Jika banyak hal yang membuat munculnya rasa ingin tahu pada peserta didik, jendela dunia-dunia baru yang menantang akan terbuka buat mereka. Banyak hal yang menarik untuk dipelajari di dunia ini, tetapi seringkali karena rasa ingin tahu yang rendah, membuat seorang peserta didik melewatkan dunia-dunia yang menarik itu dengan entengnya. d. Rasa ingin tahu membawa kejutan-kejutan kepuasan dalam peserta didik dan meniadakan rasa bosan untuk belajar. Jika jiwa peserta didik dipenuhi dengan rasa ingin tahu akan sesuatu, mereka akan dengan segala keinginan dan kesukarelaan akan mempelajarinya. Setelah memuaskan rasa ingin tahunya, mereka akan merasa betapa menyenangkannya hal tersebut. Kejutan-kejutan kepuasan ini akan meniadakan perasaan bosan belajar. Keinginan mengetahui berbagai hal dapat menjadi modal penting bagi peserta didik dalam menjalani masa depannya. Semua pemikir besar, para genius, adalah orang-orang dengan karakter penuh rasa ingi tahu. Sebut saja Thomas Alva Edison, Albert Einstein, Leonardo Da Vinci adalah orang-orang besar yang hidup dengan rasa ingin tahu. Untuk itu, guru mestinya dapat membantu peserta didik mereka dalam menumbuhkan rasa ingin tahunya. Menurut Rachmi dalam Haitami Salim (2014: 149) beberapa cara yang dapat dilakukan. Yaitu : a) Ajari peserta didik untuk selalu membuka pemikiran mereka terhadap hal-hal baru, ataupun hal-hal yang sudah pernah mereka pelajari. b) Ajari peserta didik untuk tidak selalu menerima suatu hal sebagai sesuatu kebenaran yang bersifat final. c) Ajari peserta didik untuk selalu dan banyak bertanya. d) Ajari peserta didik untuk jangan pernah sekalipun memberikan label terhadap sesuatu hal sebagai sesuatu yang membosankan atau tidak menarik. e) Ajari peserta didik untuk melihat dan menyadari bahwa belajar itu sesuatu yang menyenagkan. f) Biasakan peserta didik untuk membaca beragam jenis bacaan untuk mengeksplorasi dunia-dunia baru bagi mereka. Rasa ingin tahu memang sudah semestinya tumbuh sebagai bagian karakter peserta didik. Dengan rasa keingintahuan yang tinggi, seorang peserta didik akan mempunyai keinginan untuk selalu belajar tanpa harus dipaksa dan tidak mudah dibodohi serta ditipu oleh informasi yang sesat. Ia tidak akan menerima segala yang diberikan dunia padanya, tapi ia akan bertanya, mencari tahu penjelasan di balik setiap fenomena yang terjadi di dunia. Maka, menurut penulis cara untuk menumbuhkan rasa ingin tahu pada peserta didik adalah dengan cara menunjukan pada mereka bahwa pengetahuan adalah sesuatu yang menarik dan sangat penting. Ketika mereka merasa tertarik pada pengetahuan dan mengenggap pengetahuan itu penting. Dengan sendirinya timbul rasa ingin tahu pada diri mereka. D. Tema Selalu Berhemat Energi Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang terjadi pokok pembicaraan. Dengan tema diharapkan akan memberikan bayak keuntungan, diantaranya: peserta didik mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu, pemahaman terhadap suatu materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan, dan lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata. Pembelajaran tematik terpadu tema selalu hemat energi dengan subtema pemanfaatan energi. Dalam pembelajaran ini peserta didik mencari cara hemat energi untuk pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan cara menghemat energi dan hal-hal kecil menjadi besar bila dan menjadi kebiasaan. Banyak orang sadar bahwa begitu banyak tantangan yang harus dihadapi untuk menciptakan masa depan dunia yang berkelanjutan. Kita harus membuat perubahan sejak hari ini untuk masa depan . E. Hasil Penelitian yang Terdahulu Hasil penelitian yang relevan dengan judul PTK yang peneliti lakukan ada tiga jenis, yaitu : 1. Dina Harlina (2013) Hasil Penelitiam Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia pada Tahun 2013 yang bernama Dina Harlina melakukan penelitian tindakan kelas (Skripsi) di SDN Cipto Kecamatan Cicendo Kota Bandung Kecamatan dengan judul “Penerapan Pendekatan Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal” Perencanaan pembelajaran matematika dengan menerapkan pendekatan berbasis masalah ini meliputi penyususnan RPP, lembar evaluasi peserta didik serta lembar observasi guru dan peserta didik. Pada siklus I, perencanaan masih jauh dari sempurna dan belum mampu meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan soal cerita matematis, hal ini terlihat dari masih rendahnya hasil belajar peserta didik, sedangkan perencanaan tindakan siklus II dapat mengefektifkan waktu dan memberikan soal cerita matematis yang terlihat dari meningkatnya hasil belajar peserta didik. Pelaksanaan pembelajaran matematika dengan menerapkan pendekatan berbasis masalah belum menunjukan hasil yang baik. Masalah yang diajukan oleh guru lebih banyak dijawab oleh peserta didik yang pintar sedangkan peserta didik yang lainnya diam tidak menjawab pertanyaan. Banyak peserta didik masih menanyakan maksud dan bagaimana cara mengerjakan soal yang diberikan oleh guru. Beberapa orang peserta didik tidak dapat menyelasaikan soal tepat waktu. Sedangkan pada siklus II menjadi lebih baik, pada umumnya peserta didik terlihat menyelesaikan masalah yang diajukan oleh guru Kemampuan dan hasil belajar peserta didik dalam menyelesaikan soal cerita mengalami peningkatkan setelah diterapkannya pendekatan berbasis masalah. Hal ini terbukti dengan perolehan nilai rata-rata pada siklus I sebesar 69,3 kemudian pada siklus II meningkat menjadi 90,2 daya serap pada siklus I sebesar 69% pada siklus II meningkat menjadi 90% dan ketuntasan belajar pada siklus I sebesar 58% meningkat menjadi 90% 2. Dian Mala Sari (2013) Hasil Penelitian Mahasiswa Universitas Bung Hatta pada Tahun 2013 yang bernama Dian Mala Sari melakukan penelitian yang berjudul Peningkatan Partisipasi dan Hasil Belajar Peserta didik Kelas IV dalam Pembelajaran IPS Melalui Model Problem Based Learning di SDN 20 Kurao Pagang. Penelitian ini dilatar belakangi kurangnya partisipasi peserta didik kelas IV pada pembelajaran IPS. Yang berdampak terhadap rendahnya hasil belajar peserta didik. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan peningkatan partisipasi dan hasil belajar peserta didik kelas IV dalam pembelajaran IPS melalui model PBL di SDN 20 Kurao Pagang. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan secara partisipan. Subjek penelitian ini peserta didik kelas IV SDN 20 Kurao Pagang. Instrumen penelitian yang digunakan lembar observasi partisipasi peserta didik, lembar observasi aktivitas guru, tes hasil belajar dan catatan lapangan. Hasil penelitian diketahui bahwa partisipasi dalam menjawab pertanyaan meningkat dari 52,5 % di siklus I menjadi 70%, di siklus II. Partisipasi peserta didik menanggapi jawaban meningkat dari 40% di siklus I menjadi 65% di siklus II, dan partisipasi peserta didik dalam presentasi meningkat dari 27,5% di siklus I menjadi 67,5% di siklus II. Hasil belajar peserta didik siklus I meningkat dari 57,25% menjadi 72,75% di siklus II. Sedangkan persentase ketuntasan belajar yang ditentukan 70%. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa partisipasi dan hasil belajar peserta didik kelas IV dapat ditingkatkan melalui model PBL dalam pembelajaran IPS di SDN 20 Kurao Pagang. 3. Elis Eliah (2010) Hasil penelitian Mahasiswa UNPAS Bandung Tahun 2010 yang bernama Elis Eliah yang melakukan penelitian tindakan kelas (Skripsi) di SDN Negeri Patrol I Kecamatan Solokan Jeruk Kabupaten Bandung dengan judul “Pendekatan Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan keterampilan berfikir kritis peserta didik pada konsep bagian tumbuhan dan fungsinya” penelitian dilaksanakan di kelas IV, penelitian didasari adanya beberapa permasalahan sebagai berikut: a) peserta didik kurang memberikan respon terhadap apa yang diterangkan oleh guru meskipun keliru, b) kurangnya keterampilan bertanya meski belum mengerti, c) kurangnya rasa ingin tahu, d) kurangnya kemampuan keterampilan memecahkan masalah. Dalam penelitian ini menggunakan model pembelajaran problem based learning, karena merupakan suatu pembelajaran yang dapat mengembangkan jawaban yang bermaksa bagi suatu masalah yang akan membawa peserta didik untuk menuju pemahaman yang lebih dalam mengenai suatu materi, mendorong keaktifan peserta didik untuk menemukan pengetahuan baru bagi dirinya sendiri. Maka penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menggunakan model spiral Kemmis & Taggart melalui model pembelajaran problem based learning untuk meningkatkan keterampilan berfikir kritis. Melalui penerapan model problem based learing pada pembelajaran bagian tumbuhan dan fungsinya menunjukan adanya peningkatkan pada tiap siklus. Nilai hasil penelitian keterampilan berfikir kritis peserta didik pada siklus 1 Pertemuan Ke-1 menyatakan 15 peserta didik atau 45% berketerampilan berfikir kritis, Pertemuan Ke-2 ada 22 pesera didik atau 67% berfikir kritis. Siklus II Pertemuan Ke-1 dan 2, 24 peserta peserta siswa 73%. Siklus III, ada 28 siswa atau 82% dinyatakan tuntas berketampilan berfikir kritis. Perolehan nilai rata-rata siklus 1 sebesar 66.06. Pada siklus II perolehan nilai rata-rata 69.39 dan pada siklus III perolehan rata-rata siswa sebesar 80.61 siswa yang memiliki nilai sesuai dengan KKM (65), setelah pembelajaran menggunakan model problem based learning maka 100% peserta didik dinyatakan telah tuntas dalam pembelajaran bagian tumbuhan dan fungsinya. Dengan melaksanakan pembelajaran penerapan model problem based learning dalam pembelajaran IPA di kelas IV, peserta didik menjadi lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran karena dengan menerapkan model problem based learning mampu mendorong peserta didik untuk berfikir kritis dengan mengunakan tahap-tahap yang terorganisir dan dapat merangsang kemapuan berbicara dan berpendpat peserta didik secara aktif, sehingga dalam pembelajaran peserta didik mengalami peningkatkan dalam setiap siklus penelitian. Jadi kesimpulannya, dengan model problem based learning dapat membantu peserta didik untuk berfikir kritis yang muncul dalam pembelajaran konsep bagian tumbuhan dan fungsinya. Berfikir kritis yang muncul saat proses pembelajaran meliputi: respon, frekuensi bertanya, memberikan argument, bersikap jujur, dan dapat memecahkan masalah. F. Kerangka Pemikiran Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber : Kemendikbud (2014) G. Asumsi dan Hipotesis 1. Asumsi Sebelum penulis mengemukakan asumsi dalam penelitian ini, terlebih dahulu akan mengemukakan pengertian asumsi. Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 55), memberikan definisi asumsi, sebagai berikut: Asumsi adalah Sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang akan berfungsi sebagai hal-hal yang dipakai untuk berpijak bagi peneliti didalam melaksanakan penelitiannya. Berdasarkan pengertian asumsi di atas, maka untuk mempermudah penelitian, penyusun menentukan asumsi sebagai berikut : a. Pendekatan Saintifik adalah pendekatan pembelajaran yang dapat mendorong peserta didik untuk melakukan keterampilan-keterampilan ilmiah agar secara aktif mengamati, menanya, menalar, mengasosiakan dan mengkomunikasikan. Pendekatan saintifik diyakini sebagai titian emas perkembangan sikap, keterampilan dan pengetahuan. b. Model problem based learning pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. c. Model problem based learning dapat meningkatkan rasa ingin tahu peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. d. Model problem based learning dapat meningkatkan keterampilan memecahkan masalah peserta didik dalam dunia nyata serta. 2. Hipotesis Dalam suatu penelitian setelah menetapkan asumsi, penelitian membuat dugaan tentang terjadinya suatu masalah yang perlu diuji kebenaran atau disebut dengan hipotesis. Menurut Sugiyono (2009: 96) : Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang releven, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis. Berdasarkan asumsi di atas maka hipotesis tindakannya adalah melalui penerapan penerapan pembelajaran saintifik dengan model problem based learning untuk meningkatkan rasa ingin tahu peserta didik.

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 22 Jul 2016 18:23
Last Modified: 22 Jul 2016 18:23
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/5936

Actions (login required)

View Item View Item