PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PERCAYA DIRI PADA PEMBELAJARAN TEMATIK

JEJEN JAELANI HIDAYAT, 105060263 (2016) PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PERCAYA DIRI PADA PEMBELAJARAN TEMATIK. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
Cover skripsi.docx

Download (29kB)
[img] Text
Lembar Pengesahan.doc

Download (30kB)
[img] Text
Motto.docx

Download (19kB)
[img] Text
Lembar Pengesahan.doc

Download (30kB)
[img] Text
Abstrak jejen (bhs.Indonesia).docx

Download (22kB)
[img] Text
Abstrak jejen (bhs.Indonesia).docx

Download (22kB)
[img] Text
Kata Pengantar dan Ucapan terimakasih.doc

Download (30kB)
[img] Text
Surat Keaslian Skripsi.doc

Download (28kB)
[img] Text
SKRIPSI JEJEN BAB 1-BAB 5.doc

Download (998kB)

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan berawal dari pengamatan dan diskusi dengan guru yang menyatakan bahwa siswa kelas IV masih banyak yang merasa kurang semangat dan cenderung diam ketika pembelajaran tematik dalam tema indahnya kebersamaan sub tema kebersamaan dalam keberagaman. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data tentang cara mengefektifkan penggunaan metode pembelajaran Problem Based Learning untuk meningkatkan sikap percaya diri di kelas IV SD Negeri Paranggong. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan desain penelitian model Kemmis dan Taggart. PTK ini direncanakan dalam 2 siklus. Setiap siklus menggunakan 4 tahap penelitian yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Penelitian Tindakan Kelas menghasilkan hasil yang maksimal dibuktikan dengan pencapaian hasil nilai rata-rata siswa setiap siklusnya meningkat. Dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada siklus I memperoleh skor rata-rata 2,34 sedangkan hasil yang diperoleh pada siklus II memperoleh skor rata-rata 3,42. Nilai aktivitas guru dalam pelaksanaan pembelajaran siklus I memperoleh skor rata-rata 2,5. Sedangkan pada siklus II memperoleh skor rata-rata 3,46. Sementara pada hasil penilaian terhadap rasa percaya diri siswa pada siklus I memperoleh skor rata-rata 2 sedangkan pada siklus II memperoleh skor rata-rata 3,29. Lalu pencapaian hasil nilai rata-rata hasil belajar siswa setiap siklusnya meningkat. Data yang diperoleh mulai dari siklus I yakni 45,14 sedangkan pada siklus II memperoleh 83,14. Berdasarkan hasil yang telah dicapai oleh siswa maka dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan metode pembelajaran Problem based Learning, sikap percaya diri siswa pada pembelajaran tematik dalam tema indahnya kebersamaan sub tema kebersamaan dalam keberagaman dapat meningkat. Kata Kunci : Model Problem Based Learning, Sikap Percaya Diri. . BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Manusia berhak mendapat pendidikan yang layak sesuai perkembangan. Pengetahuan yang diperoleh melalui pendidikan akan sangat berguna bagi kehidupan akan datang manakala setiap orang mampu memanfaatkan dan mengoptimalkan pendidikan yang didapatnya selama ini. Menurut Undang-Undang Sistem pendidikan Nasional RI 20 tahun 2003,disebut bahwa; Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Berkaitan dengan itu pemerintah berusaha mendirikan berbagai pusat pendidikan di antaranya pendidikan formal dan non formal yang dilaksanakan secara berjenjang. Sekolah dasar sebagai institusi formal yang memiliki pedoman kurikulum yang telah diatur dalam undang-undang yang berlaku. Kurikulum 2013 yang diberlakukan tahun ini untuk jenjang sekolah dasar seperti tercantum pada Permen no.67 tahun 2013. Penggunaan kurikulum 2013 pada tingkat sekolah dasar khususnya sekolah dasar I,II,IV dan V. Memungkinkan terjadinya perubahan proses pembelajaran yang bermula dari proses pembelajaran parsial untuk kelas IV dan V menjadi pembelajaran tematik karena berlakunya kurikulum 2013. Dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut adalah UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasan sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9). UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, kemampuannya (Bab V Pasal 1-b). Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Metode mengajar adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh seoarang guru atau instruktur. Pengertian lain ialah teknik penyajian yang dikuasi guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pembelajaran kepada siswa di dalam kelas, baik secara individual maupun kelompok, agar pelajaran itu dapat diserap, dipahami dan di manfaaatkan oleh siswa dengan baik. Makin baik metode mengajar,makin efektif pula pencapaian tujuan (Ahmadi,2005: 52). Problem Based Learning merupakan suatu model pengajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik. Masalah autentik dapat diartikan sebagai suatu masalah yang sering ditemukan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Dengan PBL siswa dilatih menyusun sendiri pengetahuannya, mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, mandiri serta meningkatkan kepercayaan diri. Selain itu, dengan pemberian masalah autentik, siswa dapat membentuk makna dari bahan pelajaran melalui proses belajar dan menyimpannya dalam ingatan sehingga sewaktu-waktu dapat digunakan lagi (Nurhadi dalam Rusmiyati, 2007: 12). Problem based learning (PBL) merupakan suatu pendekatan pembelajarn atau metode mengajar yang fokus pada siswa dengan mengarahkan siswa menjadi pembelajar mandiri yang terlibat langsung secara aktif terlibat dalam pembelajaran berkelompok. PBL membantu siswa untuk mengembangkan ketrampilan mereka dalam memberikan alasan dan berpikir ketika mereka mencari data atau informasi agar mendapatkan solusi untuk memecahkan masalah, Suyanto ( 2008:21). Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu strategi pengajaran yang berasosiasi dengan pembelajaran kontekstual. Problem Based Learning (PBL) adalah suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran (Nurhadi dkk, 2009;16). Menurut Riyanto (2009:288) Problem Based Learning (PBL) memfokuskan pada siswa menjadi pembelajaran yang mandiri dan terlibat lansung secara aktif dalam pembelajaran kelompok. Model ini membantu siswa untuk mengembangkan berpikir siswa dalam mencari pemecahan masalah melalui pencarian data sehingga diperoleh solusi untuk suatu masalah dengan rasional dan ontentik. Penggunaan model pembelajaran yang belum optimal mengakibatkan siswa menjadi bosan. Siswa hanya diberikan buku teks pelajaran yang berisi bermacam-macam materi untuk dipelajari tanpa menggunakan metode dan model pembelajaran yang merangsang siswa aktif dan tertarik untuk mengikuti pelajaran tentang pemahaman wawancara dan menulis laporan. Dalam pengajaran berdasarkan masalah guru berperan sebagai penyaji, mengadakan dialog, membantu dan memberikan fasilitas penyelidikan. Selain itu,guru juga memberikan dorongan dan dukungan yang dapat meningkatkan pertumbuhan intelektual siswa. Hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam pengajaran berdasarkan masalah adalah pemberian masalah kepada siswa yang berfungsi sebagai motivasi untuk melakukan proses penyelidikan. Di sini guru mengajukan masalah, membimbing dan memberikan petunjuk dalam memecahkan masalah. Dalam mengaplikasikan metode Problem Based Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145). Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented. Sekolah Dasar Negeri Paranggong merupakan salah satu tempat pendidikan dasar berlangsung di Kabupaten Bandung, tepatnya di jalan Ciaul Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara penelitian dengan guru kelas IV proses pembelajaran masih kurang efektif. Siswa hanya mendengarkan dan mencatat penjelasan dari guru. Siswa cenderung pasif, meskipun ada materi yang belum jelas baginya. Metode ceramah saja yang membuat siswa tidak muncul sikap rasa percaya diri yang tinggi akan pembelajaran di kelas dan hasil pembelajaran yang di bawah KKM. Hal itu terjadi karena sebagian siswa tidak memperhatikan saat pembelajaran. Pembelajaran masih bersifat teacher centered bukan student centered. Guru juga belum menerapkan berbagai model pembelajaran. Alasan utamanya karena dengan metode konvensional yang biasa digunakan oleh guru selama ini akan mempermudah dalam proses pembelajaran. Dari uraian di atas, maka penulis mencoba untuk mengadakan penelitian yang dirumuskan kedalam judul ‘Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pada Tema Indahnya Kebersamaan Untuk Meningkatkan Percaya Diri Pada Pembelajaran Tematik’ (Penelitian Tindakan Kelas dalam Pembelajaran Subtema Kebersamaan dalam Keberagaman Di Kelas IV SDN Paranggong Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru kelas IV SD Negeri Paranggong penyebab kurangnya siswa tidak kreatif dan kritis di dalam pembelajaran di karenakan. 1. Proses pembelajaran siswa di kelas IV kurang meningkatkan sikap rasa percaya diri. 2. Metode yang digunakan masih mengedepankan pembelajaran konvensional dimana guru menjadi teacher center dan kurang mengoptimalkan sumber belajar yang sudah tersedia. 3. Hasil belajar peserta didik kelas IV pada aspek kognitif masih rendah yaitu sebagian besar peserta didik nilainya di bawah KKM yang telah ditentukan ( KKM = 70 ). 4. Hasil belajar siswa pada aspek afektif dengan kondisi siswa kuarang optimal dalam kegiatan pembelajaran di kelas, siswa belum berani mengemukakan pendapat,bertanya, menjawab ketika proses belajar berlangsung. C. Rumusan Masalah dan Batasan Masalah 1. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: a. Bagaimana perencanaan pengajaran dengan model problem based learning dapat menumbuhkan sikap rasa percaya diri pada tema Indahnya Kebersamaan sub tema Kebersamaan dalam Keberagaman kegiatan pembelajaran 2 di kelas IV SD Negeri Paranggong. b. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran problem based learning untuk menumbuhkan rasa percaya diri dalam pembelajaran tematik pada tema Indahnya Kebersamaan sub tema Kebersamaan dalam Keberagaman kegiatan pembelajaran 2 di kelas IV SD Negeri Paranggong. c. Apakah dengan menerapkan model prolem based learning dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa dalam pembelajaran tematik pada tema Indahnya Kebersamaan sub tema Kebersamaan dalam Keberagaman kegiatan pembelajaran 2 di kelas IV SD Negeri Paranggong. 2. Pembatasan Masalah Untuk memperjelas permasalahan dalam penelitian ini, maka perumusan masalah diatas di uraikan menjadi beberapa pertanyaan sebagai berikut: 1. Penelitian di fokuskan kepada kelas IV SD Negeri Paranggong Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung. 2. Model pembelajaran problem based learning yang di gunakan dalam penelitian di SD Negeri Paranggong. 3. Penelitian ini adalah untuk meningkatkan sikap rasa percaya diri dalam penbelajaran tematik terpadu dengan model pembelajaran Problem Based Learning pada tema indahnya kebersamaan sub tema Kebersamaan dalam Keberagaman kegiatan pembelajaran 2 di kelas IV SD Negeri Paranggong. D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Umum Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran umum tentang: “Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Percaya Diri pada pembelajaran tematik (Penelitian Tindakan Kelas pada tema Indahnya Kebersamaan dalam Keberagaman kegiatan pembelajaran 2 di kelas IV SD Negeri Paranggong Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung” 2. Tujuan Penulisan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini sebagai berikut: a. Mengetahui peningkatan motivasi dan rasa percaya diri siswa setelah pembelajaran menggunakan model PBL dalam pembelajaran tematik pada tema indahnya Kebersamaan dalam Keberagaman kegiatan pembelajaran 2 di kelas IV SD Negeri Paranggong. b. Mengimpementasikan langkah-langkah model pembelajaran Problem Based Learning dalam pembelajaran 2 sub tema Kebersamaan dalam Keberagaman di kelas IV SD Negeri Paranggong. c. Untuk memperoleh gambaran hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik dengan menggunakan model Prolem Based Learning (PBL). E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Manfaat dari penelitian ini adalah agar peserta didik kelas IV SD Negeri Paranggong pada tema Indahnya Kebersamaan Sub Tema Kebersamaan dalam Keberagaman Kegiatan Pembelajaran 2 dapat meningkatkan percaya diri siswa dalam menerima setiap pembelajaran yang diajarkan oleh guru karena dengan menyelesaikan masalah sendiri peserta didik dapat menggali informasi dengan mandiri. Untuk lebih rinci lagi manfaat dapat dikembangkan sebagai berikut: 2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru 1) Memberikan motivasi kepada guru untuk mengembangkan pembelajaran secara inovatif dan kreatif. 2) Memberikan wawasan dalam pembelajaran tematik integratif, khususnya dalam pembelajaran 2 sub tema Kebersamaan dalam Keberagaman di kelas IV SD Negeri Paranggong. b. Bagi Peserta Didik 1) Untuk mewujudkan pembelajaran yang nyaman dan interaktif bagi siswa. Menciptakan pembelajaran yang menyenangkan sehingga siswa dapat meningkatkan rasa percaya diri pada pembelajaran tematik dengan baik. 2) Dapat menumbuhkan sikap rasa percaya diri siwa pada pembelajaran, pengalaman belajar yang lebih nyata, menarik, menyenangkan dan kesempatan dalam proses pembelajaran yang lebih bermakna. c. Bagi Sekolah Agar memberikan kesempatan kepada Sekolah dan para guru untuk mampu membuat perubahan kearah yang lebih baik dalam meningkatkan dan mengembangkan pembelajaran tematik yang ada pada Kurikulum 2013 ini. d. Bagi Peneliti Memberikan masukan kepada peneliti untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang penggunaan model pembelajaran prolem based learning kepada peserta didik. Di dalam pola pembelajaran yang di maksud terdapat karakteristik berupa rentetan atau tahapan perbuatan/kegiatan guru pesrta didik yang di kenal denag istilah sintaks. Secara implikasi di balik tahap pembelajaran tersebut terdapat karakteristik lainnya dari sebuah model dan rasional yang membedakan antara model pembelajaran yang satu dengan pembelajaran yang lainnya. F. Definisi Operasional l. Model pembelajaran tematik Pengertian model pembelajaran menurut Agus Suprijono (2011: 45). Model dapat diartikan “bentuk”, dalam pemakaian secara umum model merupakan interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukurannya yang diperoleh dari beberapa sistem. Sedangkan menurut Agus Suprijono (2011: 45), model diartikan sebagai bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Lebih lanjut Agus mengemukakan bahwa model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial (Agus Suprijono, 2011: 46). Pengertian model pembelajaran menurut Syaiful Sagala (2005: 175) sebagaimana dikutip oleh Indrawati dan Wanwan Setiawan (2009: 27), menge­mukakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Untuk menghindari terjadinya salah pengertian terhadap istilah-istilah yang terdapat pada judul penelitian ini, maka istilah-istilah tersebut didefinisikan sebagai berikut. 2. Pengertian Problem Based Learning Problem Based Learning merupakan suatu model pengajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik. Masalah autentik dapat diartikan sebagai suatu masalah yang sering ditemukan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Dengan PBL siswa dilatih menyusun sendiri pengetahuannya, mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, mandiri serta meningkatkan kepercayaan diri. Selain itu, dengan pemberian masalah autentik, siswa dapat membentuk makna dari bahan pelajaran melalui proses belajar dan menyimpannya dalam ingatan sehingga sewaktu-waktu dapat digunakan lagi (Nurhadi dalam Rusmiyati, 2007: 12). Problem Based Learning dikenal dengan nama lain seperti pembelajaran proyek (Proyect-based teaching), pendidikan berdasarkan pengalaman (Experience-based education), pembelajaran autentik (Authentic Learning), dan pembelajaran berakar pada kehidupan nyata (Anchored Instruction). Dalam pengajaran berdasarkan masalah guru berperan sebagai panyaji, mengadakan dialog, membantu dan memberikan fasilitas penyelidikan. Selain itu, guru juga memberikan dorongan dan dukungan yang dapat meningkatkan pertumbuhan intelektual siswa. Hal yang perlu mendapat perhatian dalam pengajaran berdasarkan masalah adalah pemberian masalah kepada siswa yang berfungsi sebagai motivasi untuk melakukan proses penyelidikan. Di sini guru mengajukan masalah, membimbing dan memberikan petunjuk dalam memecahkan masalah. 3. Pembelajaran Tematik Definisi lain tentang pendekatan tematik adalah pendekatan holistic, yang mengkombinasikan aspek epistemology, social, psikologi, dan pendekatan pedagogic untuk mendidik anak, yaitu menghubungkan antara otak dan raga, antara pribadi dan pribadi, antara individu dan komunitas, dan antara domain-domain pengetahuan Udin(2006: 35). Sedangkan menurut Wolfinger (1994: 133 ) mengemukakan dua istilah yang secara teoritis memiliki hubungan yang sangat erat, yaitu integrated curriculum (kurikulum tematik) dan intregated learning (pembelajaran tematik). Kurikulum tematik adalah kurikulum yang menggabungkan sejumlah disiplin ilmu melalui pemaduan isi, keterampilan, dan sikap. Perbedaan yang mendasar dari konsepsi kurikulum tematik dan pembelajaran tematik terletak pada perencanaan dan pelaksanaannya. Idealnya, pembelajaran tematik seharusnya bertolak pada kurikulum tematik, tetapi kenyataan menunjukan bahwa banyak kurikulum yang memisahkan mata pelajaran yang satu dengan lainnya (separated subject curriculum) menuntut pembelajaran yang sifatnya tematik (integrated learning). Pembelajaran tematik sebagai suatu konsep dapat diartikan sebagai pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pangalaman yang bermakna bagi peserta didik. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran tematik, peserta didik akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami. Pembelajaran tematik merupakan suatu pendekatan yang berorientasi pada praktik pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak. Pembelajaran ini berangkat dari teori pembelajaran yang menolak proses latihan/ hafalan (drill) sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak. Teori belajar ini dimotori oleh para tokoh psikologi Gestalt, (termasuk teori Piaget) yang menekankan bahwa pembelajaran itu haruslah bermakna dan menekankan juga pentingnya program pembelajaran yang berorientasi pada kebutuhan perkembangan anak. 4. Wawancara Wawancara merupakan langkah yang diambil selanjutnya setelah observasi dilakukan. Wawancara atau interview merupakan teknik pengumpulan data dengan cara bertatap muka secara langsung antara pewawancara denganinforman. Wawancara dilakukan jika data yang diperoleh melalui observasi kurang mendalam. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan (Sugiyono,2005:72) bahwa “wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari informan yang lebih mendalam.” 5. Menulis Laporan Laporan adalah semacam dokumen yang menyampaikan informasi hasil pengamatan, penelitian, pelaksanaan suatu kegiatan, ataupun fakta-fakta lainnya. Cara membuat laporan dengan baik, perlu diperhatikan hal-hal berikut : 1. Dasar Laporan Sebuah laporan bertolak dari beberapa dasar : pembuat laporan, penerima laporan dan tujuan laporan. Pembuat laporan dapat dilakukan oleh perseorangan atau sendiri, begitu pula penerima laporan. Tujuan laporan biasanya untuk mengatasi masalah, mengambil keputusan, mengetahui kemajuan dan perkembangan masalah, mengadakan pengawasan dan perbaikan, untuk menemukan teknik-teknik baru dan sebagainya. 2. Syarat Laporan Agar dapat meyakinkan orang yang menerima laporan, pembuat laporan harus mampu menyusun laporan dengan baik. Oleh sebab itu, pembuat laporan harus benar-benar memperhatikan syarat-syarat sebuah laporan yang baik. Laporan yang baik harus memenuhi syarat, diantaranya : a. Laporan harus ditulis dengan bahasa yang baik dan jelas. b. Isinya harus diurutkan sehingga masuk akal. c. Fakta-fakta yang disajikan harus menimbulkan kepercayaan penerima laporan. 3. Macam-macam Laporan Laporan dapat dibuat dalam bermacam-macam bentuk. Bentuk laporan itu dapat berupa formulir isian, surat, memorandum, dan laporan berbentuk deskripsi. Setiap bentuk laporan tersebut digunakan sesuai dengan pokok permasalahannya. Misalnya, laporan dalam bentuk formulir isian digunakan manakala seseorang ingin membuat KTP. Selain bentuk-bentuk laporan tersebut, macam laporan dapat dilihat dari segi keadaan masalahnya. Laporan jenis ini berbentuk laporan berkala, perkembangan, laboratoris, dan laporan penelitian. Disamping itu, laporan dapat berbentuk resmi dan dapat pula berbentuk populer (seperti hanya laporan yang dibuat para wartawan media cetak / elektronik). 4. Struktur Laporan Untuk memperoleh sebuah laporan yang baik, struktur laporan harus mendapat perhatian yang lebih, sebab dari strukturlah penerima laporan dapat menilai apakah laporan dibuat dengan sistematikan yang baik atau tidak. struktur laporan yang berbentuk deskripsi tidak berbeda dengan sebuah karangan. Oleh sebab itu, struktur laporan terdiri atas pendahuluan, isi dan penutup. Pendahuluan dalam sebuah laporan terdiri atas latar belakang, masalah dan tujuan. Isi terdiri atas uraian yang berkenaan dengan pokok masalah. Penutup berisi simpulan laporan. BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori 1. Hasil Belajar a. Pengertian Belajar Menurut Slameto (Haling, 2006:1) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Wingkel (1991) dalam Haling (2006:2) menjelaskan bahwa belajar pada manusia merupakan suatu proses psikologi yang berlangsung dalam interaksi aktif subjek dengan lingkungan, dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang bersifat konstan/menetap. Perubahan-perubahan itu dapat berupa sesuatu yang baru yang segera nampak dalam perilaku nyata. Stephert dan Ragan dalam Catharina Tri Anni, 2004:3, mengemukakan :”Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan”; b. Pengertian belajar Menurut Benyamin S. Bloom (Sumarni, 2007:30) menyebutkan ada tiga ranah belajar yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar merupakan keluaran dari suatu pemprosesan masukan. Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya adalah perbuatannya atau kinerja. Perbuatan merupakan petunjuk bahwa proses belajar telah terjadi dan hasil belajar dapat dikelompokkan kedalam dua macam saja yaitu pengetahuan dan keterampilan. Menurut Sumarni (2007:30), pengetahuan terdiri dari 4 kategori, yaitu (1) pengetahuan tentang fakta, (2) pengetahuan tentang prosedur, (3) pengetahuan tentang konsep, dan (4) pengetahuan tentang prinsip. Keterampilan juga terdiri atas empat kategori, yaitu (1) keterampilan untuk berpikir atau keterampilan kognitif, (2) keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik, (3) keterampilan bereaksi atau bersikap, dan (4) keterampilan berinteraksi. c. Tujuan Belajar Menurut Benyamin S. Bloom (Sumarni, 2007:30) menyebutkan ada tiga ranah belajar yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar merupakan keluaran dari suatu pemprosesan masukan. Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya adalah perbuatannya atau kinerja. Perbuatan merupakan petunjuk bahwa proses belajar telah terjadi dan hasil belajar dapat dikelompokkan kedalam dua macam saja yaitu pengetahuan dan keterampilan. Menurut Sumarni (2007:30), pengetahuan terdiri dari 4 kategori, yaitu (1) pengetahuan tentang fakta, (2) pengetahuan tentang prosedur, (3) pengetahuan tentang konsep, dan (4) pengetahuan tentang prinsip. Keterampilan juga terdiri atas empat kategori, yaitu (1) keterampilan untuk berpikir atau keterampilan kognitif, (2) keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik, (3) keterampilan bereaksi atau bersikap, dan (4) keterampilan berinteraksi. Adapun Soedijarto (Masnaini, 2003:6) menyatakan bahwa Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan. Hasil belajar dalam kerangka studi ini meliputi kawasan kognitif, afektif, dan kemampuan/kecepatan belajar seorang pelajar. Sedangkan Keller (Abdurrahman, 1999:39), mengemukakan hasil belajar adalah prestasi aktual yang ditampilkan oleh anak, hasil belajar dipengaruhi oleh besarnya usaha (perbuatan yang terarah pada penyelesaian tugas-tugas belajar) yang dilakukan oleh anak. d. Ranah Hasil Belajar Hasil belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa yang telah mengikuti proses belajar mengajar. Hasil pada dasarnya merupakan sesuatu yang diperoleh dari suatu aktivitas, sedangkan belajar merupakan suatu proses yang mengakibatkan perubahan pada individu, yakni perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Hasil belajar merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan tingkat keberhasilan yang dicapai oleh seseorang setelah melakukan usaha tertentu. Dalam hal ini hasil belajar yang dicapai siswa dalam bidang studi tertentu setelah mengikuti proses belajar mengajar. Menurut Benyamin S. Bloom (Sumarni, 2007:30) menyebutkan ada tiga ranah belajar yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar merupakan keluaran dari suatu pemprosesan masukan. Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya adalah perbuatannya atau kinerja. Perbuatan merupakan petunjuk bahwa proses belajar telah terjadi dan hasil belajar dapat dikelompokkan kedalam dua macam saja yaitu pengetahuan dan keterampilan. Menurut Sumarni (2007:30), pengetahuan terdiri dari 4 kategori, yaitu (1) pengetahuan tentang fakta, (2) pengetahuan tentang prosedur, (3) pengetahuan tentang konsep, dan (4) pengetahuan tentang prinsip. Keterampilan juga terdiri atas empat kategori, yaitu (1) keterampilan untuk berpikir atau keterampilan kognitif, (2) keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik, (3) keterampilan bereaksi atau bersikap, dan (4) keterampilan berinteraksi. Sudjana (2003:3) menyatakan bahwa: ”Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang timbul misalnya dari tidak tahu menjadi tahu”. Perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah berkat pengalamn atau praktek yang dilakukan dengan sengaja dan disadari atau dengan kata lain bukan karena kebetulan. Tingkat pencapaian hasil belajar oleh siswa disebut hasil belajar. Adapun Soedijarto (Masnaini, 2003:6) menyatakan bahwa Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan. Hasil belajar dalam kerangka studi ini meliputi kawasan kognitif, afektif, dan kemampuan/kecepatan belajar seorang pelajar. Sedangkan Keller (Abdurrahman, 1999:39), mengemukakan hasil belajar adalah prestasi aktual yang ditampilkan oleh anak, hasil belajar dipengaruhi oleh besarnya usaha (perbuatan yang terarah pada penyelesaian tugas-tugas belajar) yang dilakukan oleh anak. Dengan demikian hasil belajar dapat di simpulkan, sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif. 2. Pembelajaran Tematik a. Pengertian pembelajaran Tematik Definisi lain tentang pendekatan tematik adalah pendekatan holistic, yang mengkombinasikan aspek epistemology, social, psikologi, dan pendekatan pedagogic untuk mendidik anak, yaitu menghubungkan antara otak dan raga, antara pribadi dan pribadi, antara individu dan komunitas, dan antara domain-domain pengetahuan Udin(2006: 35). Sedangkan menurut Wolfinger (1994: 133 ) mengemukakan dua istilah yang secara teoritis memiliki hubungan yang sangat erat, yaitu integrated curriculum (kurikulum tematik) dan intregated learning (pembelajaran tematik). Kurikulum tematik adalah kurikulum yang menggabungkan sejumlah disiplin ilmu melalui pemaduan isi, keterampilan, dan sikap. Perbedaan yang mendasar dari konsepsi kurikulum tematik dan pembelajaran tematik terletak pada perencanaan dan pelaksanaannya. Idealnya, pembelajaran tematik seharusnya bertolak pada kurikulum tematik, tetapi kenyataan menunjukan bahwa banyak kurikulum yang memisahkan mata pelajaran yang satu dengan lainnya (separated subject curriculum) menuntut pembelajaran yang sifatnya tematik (integrated learning). Pembelajaran tematik sebagai suatu konsep dapat diartikan sebagai pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pangalaman yang bermakna bagi peserta didik. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran tematik, peserta didik akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami. Pembelajaran tematik merupakan suatu pendekatan yang berorientasi pada praktik pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak. Pembelajaran ini berangkat dari teori pembelajaran yang menolak proses latihan/ hafalan (drill) sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak. Teori belajar ini dimotori oleh para tokoh psikologi Gestalt, (termasuk teori Piaget) yang menekankan bahwa pembelajaran itu haruslah bermakna dan menekankan juga pentingnya program pembelajaran yang berorientasi pada kebutuhan perkembangan anak. b. Landasan Pembelajaran Tematik Pembelajaran pada hakekatnya menempati kedudukan yang sangat strategis dalam keseluruhan kegiatan pendidikan, dalam arti akan sangat menjadi penentu terhadap keberhasilan pendidikan. Posisi yang penting itu, merupakan proses pembelajaran tidak bisa dilakukan secara sembarangan, dibutuhkan berbagai landasan atau dasar yang kokoh dan kuat. Landasan-landasan tersebut pada hakekatnya adalah faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan oleh para guru pada waktu merencanakan, melaksanakan, dan menilai proses dan hasil pembelajaran. Landasan-landasan yang perlu mendapatkan perhatian guru dalam pembelajaran tematik meliputi landasan filosofis, landasan psikologis, dan landasan praktis. a. Landasan filosofis Landasan filosofis dimaksudkan pentingnya aspek filsafat dalam pelaksanaan pembelajaran tematik, bahkan landasan filsafat ini menjadi landasan utama yang melandasi aspek-aspek lainnya. Perumusan tujuan/kompetensi dan isi pembelajaran tematik pada dasarnya bergantung pada pertimbangan-pertimbangan filosofis. secara filosofis, kemunculan pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat sebagai berikut. 1. Aliran progresivisme beranggapan bahwa pembelajaran pada umumnya perlu sekali ditekankan pada: Pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, dan suasana yang alamiah (natural) Memperhatikan pengalaman peserta didik, dengan kata lain proses pembelajaran itu bersifat mekanistis (Ellis 1993: 76). Aliran ini juga memandang bahwa dalam proses belajar, peserta didik sering dihadapkan pada persoalan-persoalan yang harus mendapatkan pemecahan atau bersifat “problem solving”. 2. Aliran kontruktivisme Melihat pengalaman langsung peserta didik (directexperiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Bagi kontruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada peserta didik, tetapi harus diinterprestasikan sendiri oleh masing-masing peserta didik. Peserta didik harus mengkontruksi pengetahuan sendiri. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Pengetahuan tidak lepas dari subjek yang sedang belajar, pengetahuan lebih dianggap sebagai proses pembentukan (kontruksi) yang terus menerus, terus berkembang dan berubah. b. Landasan Psikologis Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, oleh sebab itu dalam melaksanakan pembelajaran tematik harus dilandasi oleh psikologi sebagai acuan dalam menentukan apa dan bagaimana perilaku itu harus dikembangkan. Peserta didik adalah individu yang berada dalam proses perkembangan, seperti perkembangan fisik/jasmani, intelektual, social, emosional, dan moral. Tugas utama guru adalah mengoptimalkan perkembangan peserta didik tersebut. Pandangan-pandangan psikologis yang melandasi pembelajaran tematik dapat diuraikan sebagai berikut. 1) Pada dasarnya masing-masing peserta didik membangun realitas sendiri, dengan kata lain, pengalaman langsung peserta didik adalah kunci dari pembelajaran yang berarti bukan pengalaman orang lain atau guru yang di transfer melalui berbagai bentuk media. 2) Pikiran seseorang pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk mencari pola dan hubungan antara gagasan-gagasan yang ada. Pembelajaran tematik memungkinkan peserta didik untuk menemukan pola dan hubungan tersebut dari berbagai disiplin ilmu. 3) Pada dasarnya seoarang peserta didik adalah seorang individu dengan berbagai kemampuan yang dimilikinya dan mempunyai kesempatan untuk berkembang, dengan demikian, peran guru bukanlah satu-satunya pihak yang paling menentukan, tetapi lebih bertindak sebagai “tut wuri handayani”. c. Landasan Praktis Landasan praktis diperlukan karena pada dasarnya guru harus melaksanakan pembelajaran tematik secara aplikatif dalam kelas. Sehubungan dengan hal ini maka dalam pelaksanaanya pembelajaran tematik juga dilandasi landasan praktis sebagai berikut. 1) Perkembangan ilmu pengetahuan begitu cepat sehingga terlalu banyak informasi yang dimuat dalam kurikulum. 2) Hampir semua pelajaran di sekolah diberikan secara terpisah satu sama lain, padahal seharusnya saling terkait. 3) Permasalahan yang muncul dalam pembelajaran sekarang ini cenderung lebih bersifat lintas mata pelajaran (interdisipliner) sehingga diperlukan usaha kolaboratif antara berbagai mata pelajaran untuk memecahkannya. 4) Kesenjangan yang terjadi antara teori dan praktik dapat dipersempit dengan pembelajaran yang dirancang secara tematik sehingga peserta didik akan mampu berpikir teoritis dan pada saat yang sama mampu berpikir praktis. 3. Model Pembelajaran Problem Based Learning a. Pengertian problem based learning ( pbl ) Problem-Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah metode pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah, dan memperoleh pengetahuan (Duch, 1995). Finkle dan Torp (1995) menyatakan bahwa PBM merupakan pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang mengembangkan secara simultan strategi pemecahan masalah dan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan dengan menempatkan para peserta didik dalam peran aktif sebagai pemecahan permasalahan sehari-hari yang tidak terstruktur dengan baik. Dua definisi di atas mengandung arti bahwa PBL atau PBM merupakan setiap suasana pembelajaran yang diarahkan oleh suatu permasalahan sehari-hari. PBM bermula dari suatu program inovatif yang dikembangkan di Fakultas Kedokteran Universitas McMaster, Kanada (Neufeld & Barrows, 1974). Program ini dikembangkan berdasar kenyataan bahwa banyak lulusannya yang tidak mampu menerapkan pengetahuan yang mereka pelajari dalam praktek sehari-hari. Dewasa ini PBM telah menyebar ke banyak bidang seperti hukum, ekonomi, arsitektur, teknik, dan kurikulum sekolah. Menurut Boud dan Felleti (1991, dalam Saptono, 2003) menyatakan bahwa “Problem Based Learning is a way of constructing and teaching course using problem as a stimulus and focus on student activity”. H.S. Barrows (1982), sebagai pakar PBL menyatakan bahwa definisi PBL adalah sebuah model pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa masalah (problem) dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan atau mengintegrasikan ilmu (knowledge) baru. PBL adalah metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru (Suradijono, 2004) Berdasarkan pendapat pakar-pakar tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang mendorong siswa untuk mengenal cara belajar dan bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah-masalah di dunia nyata. Simulasi masalah digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan siswa sebelum mulai mempelajari suatu subyek. PBL menyiapkan siswa untuk berpikir secara kritis dan analitis, serta mampu untuk mendapatkan dan menggunakan secara tepat sumber-sumber pembelajaran. Sehingga dapat diartikan bahwa PBL adalah proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata lalu dari masalah ini siswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka punya sebelumnya (prior knowledge) sehingga dari prior knowledge ini akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru. Diskusi dengan menggunakan kelompok kecil merupakan poin utama dalam penerapan PBL. PBL merupakan satu proses pembelajaran di mana masalah merupakan pemandu utama ke arah pembelajaran tersebut. C. Karakteristik Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut: 1. Mengorientasikan siswa kepada masalah autentik dan menghindari pembelajaran terisolasi. 2. Berpusat pada siswa dalam jangka waktu lama. 3. Menciptakan pembelajaran interdisiplin. 4. Penyelidikan masalah autentik yang terintegrasi dengan dunia nyata dan pengalaman praktis. 5. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya. 6. Mengajarkan kepada siswa untuk mampu menerapkan apa yang mereka pelajari di sekolah dalam kehidupannya yang panjang. 7. Pembelajaran terjadi pada kelompok kecil (kooperatif). 8. Guru berperan sebagai fasilitator, motivator dan pembimbing. 9. Masalah diformulasikan untuk memfokuskan dan merangsang pembelajaran 10. Masalah adalah kendaraan untuk pengembangan keterampilan pemecahan masalah. 11. Informasi baru diperoleh lewat belajar mandiri. D. Kelebihan Problem Based Learning 1. Mengembangkan jawaban yang bermakna bagi suatu masalah yang akan membawa siswa mampu menuju pemahaman lebih dalam mengenai suatu materi. 2. PBL memberikan tantangan pada siswa sehingga mereka bisa memperoleh kepuasan dengan menemukan pengetahuan baru bagi dirinya sendiri. 3. PBL membuat siswa selalu aktif dalam pembelajaran. 4. PBL membantu siswa untuk mempelajari bagaimana cara untuk mentransfer pengetahuan mereka kedalam masalah dunia nyata. 5. PBL dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis setiap siswa serta kemampuan mereka untuk beradaptasi untuk belajar dengan situasi yang baru. 6. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa. 7. Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. 8. Dapat membantu siswa bagaimana mentansfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata . E. Kekurangan Problem Based Learning 1. Siswa yang terbiasa dengan informasi yang diperoleh dari guru dan guru merupakan narasumber utama, akan merasa kurang nyaman dengan cara belajar sendiri dalam pemecahan masalah. 2. Jika siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba masalah memerlukan cukup waktu untuk persiapan. 3. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. F. Langkah-langkah Operasional Imlementasi dalam Proses Pembelajaran Pembelajaran suatu materi Pelajaran dengan menggunakan PBL sebagai basis model dilaksanakan dengan cara mengikuti lima langkah PBL dengan bobot atau kedalaman setiap langkahnya disesuaikan dengan mata pelajaran yang bersangkutan. 1. Konsep Dasar (Basic Concept) Jika dipandang perlu, fasilitator dapat memberikan konsep dasar, petunjuk, referensi, atau link dan skill yang diperlukan dalam pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik lebih cepat masuk dalam atmosfer pembelajaran dan mendapatkan ‘peta’ yang akurat tentang arah dan tujuan pembelajaran. Lebih jauh, hal ini diperlukan untuk memastikan peserta didik memperoleh kunci utama materi pembelajaran, sehingga tidak ada kemungkinan terlewatkan oleh peserta didik seperti yang dapat terjadi jika peserta didik mempelajari secara mandiri. Konsep yang diberikan tidak perlu detail, diutamakan dalam bentuk garis besar saja, sehingga peserta didik dapat mengembangkannya secara mandiri secara mendalam. 2. Pendefinisian Masalah (Defining the Problem) Dalam langkah ini fasilitator menyampaikan skenario atau permasalahan dan dalam kelompoknya, peserta didik melakukan berbagai kegiatan. Pertama, brainstorming yang dilaksanakan dengan cara semua anggota kelompok mengungkapkan pendapat, ide, dan tanggapan terhadap skenario secara bebas, sehingga dimungkinkan muncul berbagai macam alternatif pendapat. Setiap anggota kelompok memiliki hak yang sama dalam memberikan dan menyampaikan ide dalam diskusi serta mendokumentasikan secara tertulis pendapat masing-masing dalam kertas kerja. Selain itu, setiap kelompok harus mencari istilah yang kurang dikenal dalam skenario tersebut dan berusaha mendiskusikan maksud dan artinya. Jika ada peserta didik yang mengetahui artinya, segera menjelaskan kepada teman yang lain. Jika ada bagian yang belum dapat dipecahkan dalam kelompok tersebut, ditulis dalam permasalahan kelompok. Selanjutnya, jika ada bagian yang belum dapat dipecahkan dalam kelompok tersebut, ditulis sebagai isu dalam permasalahan kelompok. Kedua, melakukan seleksi alternatif untuk memilih pendapat yang lebih fokus. Ketiga, menentukan permasalahan dan melakukan pembagian tugas dalam kelompok untuk mencari referensi penyelesaian dari isu permasalahan yang didapat. Fasilitator memvalidasi pilihan-pilihan yang diambil peserta didik. Jika tujuan yang diinginkan oleh fasilitator belum disinggung oleh peserta didik, fasilitator mengusulkannya dengan memberikan alasannya. Pada akhir langkah peserta didik diharapkan memiliki gambaran yang jelas tentang apa saja yang mereka ketahui, apa saja yang mereka tidak ketahui, dan pengetahuan apa saja yang diperlukan untuk menjembataninya. Untuk memastikan setiap peserta didik mengikuti langkah ini, maka pendefinisian masalah dilakukan dengan mengikuti petunjuk. 3. Pembelajaran Mandiri (Self Learning) Setelah mengetahui tugasnya, masing-masing peserta didik mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu yang sedang diinvestigasi. Sumber yang dimaksud dapat dalam bentuk artikel tertulis yang tersimpan di perpustakaan, halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang yang relevan. Tahap investigasi memiliki dua tujuan utama, yaitu: (1) agar peserta didik mencari informasi dan mengembangkan pemahaman yang relevan dengan permasalahan yang telah didiskusikan di kelas, dan (2) informasi dikumpulkan dengan satu tujuan yaitu dipresentasikan di kelas dan informasi tersebut haruslah relevan dan dapat dipahami. Di luar pertemuan dengan fasilitator, peserta didik bebas untuk mengadakan pertemuan dan melakukan berbagai kegiatan. Dalam pertemuan tersebut peserta didik akan saling bertukar informasi yang telah dikumpulkannya dan pengetahuan yang telah mereka bangun. Peserta didik juga harus mengorganisasi informasi yang didiskusikan, sehingga anggota kelompok lain dapat memahami relevansi terhadap permasalahan yang dihadapi. 4. Pertukaran Pengetahuan (Exchange knowledge) Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi dalam langkah pembelajaran mandiri, selanjutnya pada pertemuan berikutnya peserta didik berdiskusi dalam kelompoknya untuk mengklarifikasi capaiannya dan merumuskan solusi dari permasalahan kelompok. Pertukaran pengetahuan ini dapat dilakukan dengan cara peserrta didik berkumpul sesuai kelompok dan fasilitatornya. Tiap kelompok menentukan ketua diskusi dan tiap peserta didik menyampaikan hasil pembelajaran mandiri dengan cara mengintegrasikan hasil pembelajaran mandiri untuk mendapatkan kesimpulan kelompok. Langkah selanjutnya presentasi hasil dalam pleno (kelas besar) dengan mengakomodasi masukan dari pleno, menentukan kesimpulan akhir, dan dokumentasi akhir. Untuk memastikan setiap peserta didik mengikuti langkah ini maka dilakukan dengan mengikuti petunjuk. 5. Penilaian (Assessment) Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan. Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian. Sedangkan penilaian terhadap sikap dititikberatkan pada penguasaan soft skill, yaitu keaktifan dan partisipasi dalam diskusi, kemampuan bekerjasama dalam tim, dan kehadiran dalam pembelajaran. Bobot penilaian untuk ketiga aspek tersebut ditentukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan. Contoh Penerapan Sebelum memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, peserta didik terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu. Kemudian peserta didik diminta mencatat masalah-masalah yang muncul. Setelah itu tugas guru adalah meransang peserta didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan peserta didik untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan pendapat yang berbeda dari mereka. Memanfaatkan lingkungan peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar. Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan peserta didik, antara lain di sekolah, keluarga dan masyarakat. Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar diluar kelas. Peserta didik diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan peserta didik dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran. Tahapan-Tahapan Model PBL Fase 1: Mengorientasikan Peserta Didik pada Masalah Pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan. Dalam penggunaan PBL, tahapan ini sangat penting dimana guru harus menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilakukan oleh peserta didik dan juga oleh guru. serta dijelaskan bagaimana guru akan mengevaluasi proses pembelajaran. Hal ini sangat penting untuk memberikan motivasi agar peserta didik dapat mengerti dalam pembelajaran yang akan dilakukan. Ada empat hal yang perlu dilakukan dalam proses ini, yaitu sebagai berikut. 1. Tujuan utama pengajaran tidak untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru, tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah-masalah penting dan bagaimana menjadi peserta didik yang mandiri. 2. Permasalahan dan pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai jawaban mutlak “benar“, sebuah masalah yang rumit atau kompleks mempunyai banyak penyelesaian dan seringkali bertentangan. 3. Selama tahap penyelidikan (dalam pengajaran ini), peserta didik didorong untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi. Guru akan bertindak sebagai pembimbing yang siap membantu, namun peserta didik harus berusaha untuk bekerja mandiri atau dengan temannya. 4. Selama tahap analisis dan penjelasan, peserta didik akan didorong untuk menyatakan ide-idenya secara terbuka dan penuh kebebasan. Tidak ada ide yang akan ditertawakan oleh guru atau teman sekelas. Semua peserta didik diberi peluang untuk menyumbang kepada penyelidikan dan menyampaikan ide-ide mereka. Fase 2: Mengorganisasikan Peserta Didik untuk Belajar Di samping mengembangkan keterampilan memecahkan masalah, pembelajaran PBL juga mendorong peserta didik belajar berkolaborasi. Pemecahan suatu masalah sangat membutuhkan kerjasama dan sharing antar anggota. Oleh sebab itu, guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok peserta didik dimana masing-masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda. Prinsip-prinsip pengelompokan peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dapat digunakan dalam konteks ini seperti: kelompok harus heterogen, pentingnya interaksi antar anggota, komunikasi yang efektif, adanya tutor sebaya, dan sebagainya. Guru sangat penting memonitor dan mengevaluasi kerja masing-masing kelompok untuk menjaga kinerja dan dinamika kelompok selama pembelajaran. Setelah peserta didik diorientasikan pada suatu masalah dan telah membentuk kelompok belajar selanjutnya guru dan peserta didik menetapkan subtopik-subtopik yang spesifik, tugas-tugas penyelidikan, dan jadwal. Tantangan utama bagi guru pada tahap ini adalah mengupayakan agar semua peserta didik aktif terlibat dalam sejumlah kegiatan penyelidikan dan hasil-hasil penyelidikan ini dapat menghasilkan penyelesaian terhadap permasalahan tersebut. Fase 3: Membantu Penyelidikan Mandiri dan Kelompok Penyelidikan adalah inti dari PBL. Meskipun setiap situasi permasalahan memerlukan teknik penyelidikan yang berbeda, namun pada umumnya tentu melibatkan karakter yang identik, yakni pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan penjelasan, dan memberikan pemecahan. Pengumpulan data dan eksperimentasi merupakan aspek yang sangat penting. Pada tahap ini, guru harus mendorong peserta didik untuk mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen (mental maupun aktual) sampai mereka betul-betul memahami dimensi situasi permasalahan. Tujuannya adalah agar peserta didik mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide mereka sendiri. Guru membantu peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber, dan ia seharusnya mengajukan pertanyaan pada peserta didik untuk berifikir tentang masalah dan ragam informasi yang dibutuhkan untuk sampai pada pemecahan masalah yang dapat dipertahankan. Setelah peserta didik mengumpulkan cukup data dan memberikan permasalahan tentang fenomena yang mereka selidiki, selanjutnya mereka mulai menawarkan penjelasan dalam bentuk hipotesis, penjelesan, dan pemecahan. Selama pengajaran pada fase ini, guru mendorong peserta didik untuk menyampikan semua ide-idenya dan menerima secara penuh ide tersebut. Guru juga harus mengajukan pertanyaan yang membuat peserta didik berpikir tentang kelayakan hipotesis dan solusi yang mereka buat serta tentang kualitas informasi yang dikumpulkan. Fase 4: Mengembangkan dan Menyajikan Artifak (Hasil Karya) dan Mempamerkannya Tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan artifak (hasil karya) dan pameran. Artifak lebih dari sekedar laporan tertulis, namun bisa suatu video tape (menunjukkan situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan), model (perwujudan secara fisik dari situasi masalah dan pemecahannya), program komputer, dan sajian multimedia. Tentunya kecanggihan artifak sangat dipengaruhi tingkat berpikir peserta didik. Langkah selanjutnya adalah mempamerkan hasil karyanya dan guru berperan sebagai organisator pameran. Akan lebih baik jika dalam pemeran ini melibatkan peserta didik-peserta didik lainnya, guru-guru, orang tua, dan lainnya yang dapat menjadi “penilai” atau memberikan umpan balik. Fase 5: Analisis dan Evaluasi Proses Pemecahan Masalah Fase ini merupakan tahap akhir dalam PBL. Fase ini dimaksudkan untuk membantu peserta didik menganalisis dan mengevaluasi proses mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase ini guru meminta peserta didik untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan belajarnya. 4. Pengertian Percaya Diri Percaya Diri (Self Confidence) adalah meyakinkan pada kemampuan dan penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih pendekatan yang efektif. Hal ini termasuk kepercayaan atas kemampuannya menghadapi lingkungan yang semakin menantang dan kepercayaan atas keputusan atau pendapatnya. Sedangkan kepercayaan diri adalah sikap positif seorang induvidu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti induvidu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri. Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya beberapa aspek dari kehidupan induvidu terseburt dimana ia merasa memiliki kompetensi, yakin, mampu dan percaya bahwa dia bisa karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri. 5. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan Hasil Penelitian di bawah ini relevan dengan penelitian Anda karena kedua variabel baik Variabel PBL dan Variabel Hasil Belajar sesuai, meskipun diterapkan pada mata pelajaran Akuntansi dan di perguruan tinggi. Ni Made Suci (2008) pada jurnalnya yang berjudul: “Penerapan Model Problem Based Learning untuk meningkatkan partisipasi belajar dan hasil belajar teori akuntansi mahasiswa jurusan ekonomi undiksha”. Hasil penelitian tersebut adalah penerapan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan kooperatif dapat meningkatkan aktivitas mahasiswa dalam KBM mata kuliah teori akuntansi. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa dalam mata kuliah teori akuntansi yang ditunjukkan oleh nilai rata-rata pre tes sebesar 56 meningkat setelah selesainya pelaksanaan tindakan menjadi rata-rata 82,04. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah mendapat respon (tanggapan) yang positif dari mahasiswa karena dengan model ini mahasiswa dapat mengeksploitasi pengetahuan awalnya, bernalar sehingga perubahan pembelajaran menjadi sangat bermakna dalam hidupnya. 6. Kerangka Pimikiran Model Problem Based Learning merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan keterampilan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Model PBL akan memungkin siswa lebih mengerti dan memahami suatu konsep atau aturan (rumus), karena mereka menghubungkan materi pelajaran dengan dunia nyata. Dengan demikian siswa akan berpikir kritis dalam memecahkan masalah pelajaran Bahasa Indonesia. Sehingga siswa akan mendapat hasil belajar yang maksimal. Pembelajaran dengan model PBL membuat siswa lebih terpacu semangatnya dan rasa percaya diri siswa menjadi lebih besar terhadap materi yang dipelajari dan pembelajaran ini terpusat pada guru dan siswa sehingga siswa akan lebih aktif dalam proses pembelajan. Dengan demikin, diharapakan dengan model PBL dalam proses pembelajaran siswa hasil belajar akan meningkat. 7. Hipotesis 1.Dengan merencanakan pembelajaran dengan model Problem Based Learning dapat menumbuhkan rasa percaya diri siswa pada pembelajaran tematik 2. Dengan melaksanakan pembelajaran problem based learning untuk menumbuhkan rasa percaya diri dalam pembelajaran tematik 3. Dengan menerapkan Model PBL Siswa dapat meningkatkan rasa percaya diri dalam pembelajaran tematik.

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 28 Jun 2016 09:31
Last Modified: 28 Jun 2016 09:31
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/5187

Actions (login required)

View Item View Item