PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING UNTUK MENUMBUHKAN RASA INGIN TAHU DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA SUBTEMA KEBERAGAMAN BUDAYA BANGSAKU

NUR ARIFIN, 105060045 (2016) PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING UNTUK MENUMBUHKAN RASA INGIN TAHU DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA SUBTEMA KEBERAGAMAN BUDAYA BANGSAKU. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
Cover.docx

Download (46kB)
[img] Text
LEMBAR PENGESAHAN.docx

Download (14kB)
[img] Text
PERNYATAAN.docx

Download (11kB)
[img] Text
ABSTRAK.docx

Download (14kB)
[img] Text
KATA PENGANTAR.docx

Download (13kB)
[img] Text
UCAPAN TERIMAKASIH.docx

Download (15kB)
[img] Text
DAFTAR ISI.docx

Download (19kB)
[img] Text
BAB I.docx

Download (48kB)
[img] Text
BAB II.docx

Download (563kB)
[img] Text
BAB III.docx

Download (52kB)
[img] Text
Bab IV.docx
Restricted to Repository staff only

Download (236kB)
[img] Text
BAB V.docx
Restricted to Repository staff only

Download (18kB)
[img]
Preview
Text
Seni Budaya (Buku Guru).pdf

Download (4MB) | Preview
[img] Text
RIWAYAT HIDUP.docx

Download (64kB)

Abstract

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING UNTUK MENUMBUHKAN RASA INGIN TAHU DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA SUBTEMA KEBERAGAMAN BUDAYA BANGSAKU (Penelitian Tindakan Kelas ini pada Tema Indahnya Kebersamaan Subtema Keberagaman Budaya Bangsaku Kegiatan Pembelajaran 4 Siswa Kelas IV B SDN Asmi Kecamatan Regol Kota Bandung Tahun Ajaran 2013/2014) Pembimbing: Dr. Cartono, M.Pd., MT. Drs. Yusuf Ibrahim, M.P., M.Pd. ABSTRAK Nur Arifin 105060045 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peningkatan peningkatan rasa ingin tahu dan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning yang dilatarbelakangi oleh motivasi siswa dalam pembelajaran kurang. Permasalahan yang dihadapi pada pembelajaran ini adalah penggunaan model pembelajaran yang tidak sesuai dengan pembelajaran yang dilakukan yang mengakibatkan kurangnya rasa ingin tahu dan hasil belajar siswa di bawah KKM 2,66. Pada penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Penelitian tindakan kelas akan memberikan kesempatan guru menerapkan strategi pembelajaran yang tepat. Subjek tindakan adalah siswa kelas IV B SDN Asmi Bandung yang berjumlah 39 orang. Pengumpulan data diperoleh melalui wawancara, angket, tes, dan lembar observasi. Penelitian ini terdiri dari 2 siklus, yang setiap siklusnya meliputi tahapan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, analisis, dan refleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran discovery learning dapat menumbuhkan rasa ingin tahu dan hasil belajar yang berdampak langsung pada prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri Asmi Bandung. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang menunjukkan adanya peningkatan. Pada siklus I hasil belajar siswa meningkat sebanyak 54% dari hasil awal 17%. Pada siklus II data hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sebanyak 88%. Hal ini dikarenakan penerapan model pembelajaran discovery learning akan membuat peserta didik menemukan sendiri kosep, ide, dan gagasan dalam pembelajaran. Model pembelajaran discovery learning dapat dijadikan suatu alternatif pemecahan masalah pembelajaran, karena model pembelajaran ini mengutamakan proses penemuan untuk memperoleh suatu pengetahuan dan memiliki tahap-tahap yang melatih kemampuan siswa baik pada ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor. Berdasarkan data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran discovery learning dapat menumbuhkan rasa ingin tahu dan hasil belajar siswa. Kata Kunci: Model Pembelajaran Discovery Learning, Prestasi Belajar Siswa, Rasa Ingin Tahu, Hasil Belajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang sangat penting bagi kemajuan sebuah bangsa dan negara. Apabila pendidikan di suatu negara sudah berjalan dengan baik, maka negara tersebut akan melahirkan generasi-generasi muda yang cerdas dan mampu bersaing dengan dunia luar. Hal ini salah satu dari sekian tujuan pendidikan di Indonesia, yaitu menciptakan generasi muda yang mandiri, kreatif, dan cerdas. Seperti yang tercantum dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Undang-undang No. 14 tahun 2005, tentang guru dan dosen bahwa pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 pasal 3 menyebutkan, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Upaya dalam meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan. Berangkat dari pemikiran itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization) mencanangkan empat pilar pendidikan baik untuk masa sekarang maupun masa depan, yakni: (1) learning to Know; (2) learning to do; (3) learning to be; (4) learning to live together. Pendidikan nasional hingga saat masih menghadapi permasalahan yang terkait dengan mutu, sedangkan keberadaan mutu pendidikan sangat erat kaitannya dengan mutu SDM (Sumber Daya Manusia). Sejatinya, Indonesia memiliki potensi yang luar biasa dari sumber daya manusianya, namun kualitas dan mentalitas sumber daya manusia tersebut masih dipertanyakan. Peningkatan mutu pendidikan nasional merupakan salah satu agenda utama dalam pembangunan pendidikan di negeri ini. Upaya peningkatan mutu pendidikan ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa setiap lembaga pendidikan, dalam hal ini sekolah memenuhi tingkatan tertentu dan memenuhi kebutuhan serta harapan pihak-pihak yang berkepentingan. Hal ini didasarkan atas suatu konsep yang menyatakan, bahwa mutu pendidikan akan memberi kontribusi yang signifikan kepada mutu SDM. Sementara sumber daya manusia yang bermutu merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pembangunan nasional (Bappenas-World bank, 2000) Ada beberapa hal yang telah dilakukan pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia ini, misalnya dengan melakukan pengembangan kurikulum KTSP 2006 berkembang menjadi kurikulum 2013. Kurikulum 2013 merupakan pengembangan yang telah di rintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu. Pada peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81A tahun 2013 pasal 1 tentang implementasi kurikulum 2013, yang menyatakan bahwa: implementasi kurikulum pada Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliayah (SMA/MA), dan Sekolah Menegah Kejurusan/Madrasah Aliyah Kejuruan(SMK/MKA), dilakukan secara bertahap mulai tahun ajaran 2013/2014. Pengembangan Kurikulum 2013 mengacu pada standar nasional pendidikan. Tujuannya adalah untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Penggunaan kurikulum 2013 bukan tidak mempunyai kendala. Kendala tersebut diantarannya guru kurang kreatif dalam menggunakan model-model pembelajaran, kegiatan pembelajaran terkesan monoton yang mengakibatkan sikap rasa ingin tahu anak terhadap pembelajaran dan hasil belajar siswa akan rendah. Hal tersebut sangat memprihatinkan apalagi pada pembelajaran-pembelajaran yang memerlukan dasar pemahaman konsep yang menjadi dasar pembelajaran, maka sikap rasa ingin tahu anak harus di tingkatkan dengan menggunakan model-model pembelajaran yan kreatif, inovatif, dan bersifat penemuan. Pembelajaran yang bersifat penemuan akan meningkatkan rasa ingin tahu anak terhadap sesuatu yang dipelajarinya, sehingga anak akan menemukan sendiri fakt-fakta yang diamatinya dan kemudian akan sendiri menemukan pemahaman dasar yang dibutuhkannya. Kesalahan pemahaman dasar pada pembelajaran akan menciderai pembelajaran selanjutnya. Berangkat dari masalah tersebut, penulis mencoba observasi lapangan dan meneliti pembelajaran tematik. Penulis melakukan penelitian pada tema indahnya kebersamaan subtema keberagaman budaya bangsaku kegiatan pembelajaran 4 di kelas IV B semester 1 SDN Asmi Kecamatan Regol Kota Bandung. SDN Asmi ini telah menggunakan kurikulum 2013, sehingga observasi ini sangat relevan terhadap permasalahn yang penulis sampaikan di atas Penelitian tersebut menemui beberapa masalah dan yang paling urgen seperti tidak tepatnya guru dalam memilih model pembelajaran yang digunakannya, sehingga sikap rasa ingin tahu siswa terhadap materi pembelajaran yang dipelajari sangat rendah dan kemudian terjadi kesalahan pemahaman konsep pada anak. Hal tersebut menyebabkan seringkali tidak sinkron dengan apa yang disampaikan guru dan hal ini tentu berdampak pada hasil belajar yang kurang baik. Penulis juga melakukan wawancara langsung kepada wali kelas untuk menguatkan apa yang penulis dapatkan di kelas. Data yang wali kelas tunjukkan pada penulis adalah data hasil belajar pada tema indahnya kebersamaan subtema keberagaman budaya bangsaku kegiatan pembelajaran 4 semester 1 di kelas IV B SDN Asmi Kecamatan Regol Kota Bandung Tahun Ajaran 2013/2014. Dari data tersebut penulis mendapatkan data yang nyata dari hasil belajar siswa. Bahwa dari 39 siswa hanya 17% saja yang lulus atau sekitar 7 orang dengan KKM 2,66. Nilai rata-rata kelas pun tidak mencapai 2,50 pada tema indahnya kebersamaan subtema keberagaman budaya bangsaku kegiatan pembelajaran 4. Sebuah permasalahan yang tidak mungkin tidak ada sumber penyebabnya, perlu analisis secara mendalam apa peneyebab permasalahan tersebut. Dari berbagai situasi pembelajaran yang penulis teliti, ada beberapa hal yang ditemukan dalam situsi pembelajaran tersebut yaitu: (a) Siswa kurang kondusif dalam kegiatan pembelajaran, hal ini dikarnakan guru tidak bisa menguasai kelas dan terkesan membiarkan; (b) Guru dapat menguasai materi pada tema peduli tehadap lingkungan hidup subtema ayo cintai lingkungan kegiatan pembelajaran 1 dengan baik tetapi pengajaran dari guru hanya berpusat pada guru (teacher centered) dan berlangsung satu arah yaitu dengan metode ceramah sehingga pengaruh siswa dalam kegiatan belajar mengajar cenderung pasif dan tidak ada penggalian kemampuan siswa atas apa yang sudah diperolehnya setelah pembelajaran selesai; (c) Penggunaan model pembelajaran yang digunakan tidak bisa membantu siswa dalam memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Hal demikian terjadi karena model pembelajaran yang digunakan bukan bedasarkan penemuan. Model pembelajaran yang bersifat penemuan akan menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer, hal itu didasari karena pembelajaran yang bersifat penemuan akan menimbulkan rasa senang karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan penyelidikan itu berhasil; (d) Terjadi lemahnya pemahaman konsep pada siswa. Jika dibiarkan maka kesalahan konsep dalam pembelajaran tidak akan terhindarkan dan akhirnya akan mempengaruhi hasil belajar siswa Terlihat jelas timbulnya permasalahan yang sudah dijabarkan diatas. Penulis menyimpulkan bahwa penyebab utama dalam permasalahan ini adalah kretifitas guru dalam menggunakan model pembelajaran sehingga rendahnya rasa ingin tahu siswa pada pembelajaran tersebut yang berdampak pada rendahnya hasil belajar. Model pembelajaran adalah prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Penggunaan model pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran akan berdampak pada keberhasilan pembelajaran secara menyeluruh, hal demikian tentu saja harus didukung oleh guru yang kreatif dalam menerapkan model pembelajaran tersebut. Pemilihan model pembelajaran dibutuhkan kejelian seorang guru, karena model pembelajaran harus disesuaikan dengan materi yang akan digunakan pada proses pembelajaran. Hal itu dilandasi oleh tidak semua model pembelajaran cocok dengan materi-materi pembelajaran yang menjadikan sebuah keharusan mengkaji terlebih dahulu model pembelajaran terhadap materi yang akan digunakan. Menyikapi permasalahan di atas, menjadi guru SD yang kreatif dan pemilihan model pembelajaran yang tepat menjadi senjata terbaik baik dalam memajukan pendidikan di Indonesia, karena salah satu tujuan pendidikan di Indonesia adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia untuk menjadi manusia yang seutuhnya, yaitu pribadi yang integratiif, produktif, kreatif dan memiliki sikap sikap kepemimpinan dan berwawasan keilmuan sebagai warga negara yang bertanggung jawab. Menurut kenyataan permasalahan yang sudah peneliti jabarkan tadi, maka peneliti ingin merancang suatu model pembelajaran yang dapat merangsang rasa ingin tahu siswa pada subtema keberagaman budaya bangsaku sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa yaitu dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning. Roestiyah (2001, h. 20) mengatakan, “Model pembelajaran Discovery adalah cara untuk menyampaikan ide atau gagasan lewat penemuan”. Model pembelajaran Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is required to organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986, h.103). Dasar ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas. Bruner memakai metode yang disebutnya Discovery Learning, dimana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir (Dalyono, 1996, h.41). Model Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005, h.43). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Hamalik, 2001, h.219). Sebagai strategi belajar, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru, sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian. Problem Solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah. Akan tetapi prinsip belajar yang nampak jelas dalam Discovery Learning adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi siswa sebagai peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir. Mengaplikasikan metode Discovery Learning secara berulang-ulang dapat meningkatkan kemampuan penemuan diri individu yang bersangkutan. Penggunaan metode Discovery Learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Mengubah modus Ekspositori siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus Discovery siswa menemukan informasisendiri. Berdasarkan fakta dan hasil pengamatan, penerapan pendekatan Discovery Learning dalam pembelajaran memiliki kelebhihan-kelebihan yaitu: a) Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya; b) Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer; c) Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil; d) Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannyasendiri; e) Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri; f) Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya; g) Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi; h) Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah padakebenaran yang final dan tertentu atau pasti; i) Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik; j) Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru; k) Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri; l) Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri; m) Memberikan keputusan yang bersifat intrinsic; n) Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang; o) Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya; p) Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa; q) Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar; r) Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu. Berangkat dari penelitian terdahulu untuk memperkuat kefektifitasan model pembelajaran yang digunakan penulis oleh Syaifullah jurusan FKIP UNPAS PGSD dengan judul skripsi “penerapan model pembelajaran discovery learning untuk meningkatkan pemahaman kosep IPA dan hasil belajar pada materi perubahan wujud zat”. Penelitian tersebut dilaksanakan di kelas IV SDN Kertamukti 1 Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang. Hasil penelitian pada skripsi tersebut menunjukkan peningkatan terhadap pemahaman konsep IPA dan hasil belajar siswa. Model pembelajaran discovery learning yang diterapkan pada materi perubahan wujud zat ini sangat berpengaruh sekali terhadap hasil pembelajaran, hal itu di tandai dengan adanya peningkatan terhadap nilai rata-rata kelas, dan akhirnya PTK yang dilaksanakan peneliti dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning berhasil meningkatkan pemahaman konsep IPA dan hasil belajar siswa pada materi perubahan wujud zat. Untuk dapat melaksanakan pembelajaran pada subtema keberagaman budaya bangsaku dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning maka diperlukan adanya kerjasama antara guru Kelas IV B dan peneliti yaitu melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan oleh peneliti. Proses dari PTK ini memberikan kesempatan kepada peneliti dan guru kelas IV untuk mengidentifikasi masalah-masalah pembelajaran yang terjadi di SDN Asmi kecamatan Regol Kota Bandung sehingga dapat dikaji, ditingkatkan dan dituntaskan permasalahannya. Dengan demikian proses pembelajaran pada subtema keberagaman budaya bangsaku diharapkan dapat menumbuhkan rasa ingin tahu dan hasil belajar siswa. Atas dasar latar belakang tersebut di atas, maka penulis memandang penting dan perlu untuk mengadakan penelitian dengan judul: “Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning untuk Menumbuhkan Rasa Ingin Tahu dan Hasil Belajar Siswa pada Subtema Ayo Cintai Lingkungan” (Penelitian Tindakan Kelas ini pada Tema Indahnya Kebersamaan Subtema Keberagaman Budaya Bangsaku Kegiatan Pembelajaran 4 Siswa Kelas IV SDN Asmi Kecamatan Regol Kabupaten Bandung Tahun Ajaran 2013/2014. B. Identifikasi Masalah Atas dasar latar belakang masalah sebagaimana telah diutarakan di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Sebagian besar siswa belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang diharapkan. Hal tersebut dikarena-kan siswa tidak diajak untuk melakukan pengamatan/ penyeledikan langsung atas obyek materi pembelajaran. 2. Pembelajaran tidak interaktif. Hal tersebut dikarenakan siswa tidak didorong untuk secara langsung berinteraksi dengan objek yang dipelajari dan berinteraksi dengan teman sebayanya untuk mendiskusikan hasil penyelidikan-nya. 3. Guru masih mendominasi kegiatan pembelajaran sementara siswa pasif. Hal tersebut dikarenakan guru kurang memahami metode pembelajaran yang relevan terhadap materi yang diajarkan, sehingga proses pembelajaran hanya berpusat pada guru (teacher centered) dan berlangsung satu arah yaitu dengan metode ceramah sehingga pengaruh siswa dalam kegiatan belajar mengajar cenderung pasif dan tidak ada penggalian kemampuan siswa atas apa yang sudah diperolehnya setelah pembelajaran selesai. 4. Rendahnya pemahaman konsep pembelajaran pada siswa. Hal ini dikarenakan model pembelajaran yang digunakan tidak bisa menumbuhkan rasa ingin tahu siswa pada pembelajaran dan akhirnya kesalahan konsep dalam pembelajaran tak terhindarkan 5. Kegiatan pembelajaran tidak menyenangkan bagi siswa, sehingga siswa tidak bersemangat dalam menjalankan proses pembelajaran. C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian 1. Rumusan Masalah Atas dasar latar belakang dan identifikasi masalah sebagaimana telah diutarakan di atas, maka masalah utama dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Apakah penggunaan model pembelajaran discovery learning dapat menumbuhkan rasa ingin tahu dan hasil belajar siswa kelas IV B SDN Asmi Kecamatam Regol Kota Bandung pada pembelajaran tematik dengan tema indahnya kebersamaan subtema keberagaman budaya bangsaku kegiatan pembelajaran 4? 2. Pertanyaan Penelitian Mengingat rumusan masalah utama sebagaimana telah diutarakan di atas masih terlalu luas sehingga belum secara spesifik menunjukkan batas-batas mana yang harus diteliti, maka rumusan masalah utama tersebut kemudian dirinci dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Bagaimana rasa ingin tahu siswa terhadap pembelajaran pada subtema keberagaman budaya bangsaku sebelum siswa mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning? 2. Bagaimana hasil belajar siswa sebelum mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning? 3. Bagaimana respon siswa selama siswa mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning? 4. Bagaimana aktivitas belajar siswa selama siswa mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning? 5. Bagaimana aktivitas guru selama guru melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning? 6. Bagaimana peningkatan rasa ingin tahu siswa terhadap pembelajaran setelah mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning? 7. Bagaimana hasil belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning? D. Pembatasan Masalah Memperhatikan hasil diidentifikasi masalah, rumusan masalah dan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang telah diutarakan, diperoleh gambaran dimensi permasalahan yang begitu luas. Namun, menyadari adanya keterbatasan waktu dan kemampuan, maka dalam penelitian ini penulis memandang perlu memberi batasan masalah secara jelas sebagai berikut. 1. Rasa ingin tahu dan hasil belajar yang diukur dalam penelitian ini adalah aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. 2. Dari sekian banyak pokok bahasan pada pembelajaran tematik kelas IV B, dalam penelitian ini hanya akan mengkaji atau menelaah pembelajaran pembelajaran tematik dengan tema indahnya kebersamaan subtema keberagaman budaya bangsaku pembelajaran 4 Semester I di Kelas IV B SDN Asmi Kecamatan Regol Kota Bandung. 3. Objek dalam penelitian ini hanya akan meneliti pada siswa SD Asmi kelas IV B di SDN Asmi Kecamatan Regol Kota Bandung. 4. Menumbuhkan rasa ingin tahu dan hasil belajar siswa pada pembelajaran tema indahnya kebersamaan subtema keberagaman budaya bangsaku kegiatan pembelajaran 4 ditunjukkan dengan adanya perubahan positif pada aspek afektif, psikomotor, dan kognitif yang dinyatakan dengan peningkatan persentase rata-rata indikator setiap sikuls dan diukur dengan menggunakan lembar observasi. E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan di atas, tujuan penulis pada penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Ingin mengetahui besarnya rasa ingin tahu siswa sebelum menggunakan model pembelajaran discovery learning pada tema indahnya kebersamaan subtema keberagaman budaya bangsaku kegiatan pembelajaran 4 semester 1 di kelas IV B? b. Ingin mengetahui hasil belajar siswa sebelum menggunakan model pembelajaran discovery learning pada tema indahnya kebersamaan subtema keberagaman budaya bangsaku kegiatan pembelajaran d semester 1 di kelas IV B? c. Ingin mengetahui keterampilan guru pada penggunaan model pembelajaran discovery learning pada tema indahnya kebersamaan subtema keberagaman budaya bangsaku kegiatan pembelajaran 4 semester 1 di kelas IV B? d. Ingin mengetahui motivasi dan respon siswa selama penggunaan model pembelajaran discovery learning pada tema indahnya kebersamaan subtema keberagaman budaya bangsaku kegiatan pembelajaran 4 semester 1 di kelas IV B? e. Ingin mengetahui aktifitas siswa selama penggunaan model pembelajaran discovery learning pada tema indahnya kebersamaan subtema keberagaman budaya bangsaku kegiatan pembelajaran 4 semester 1 di kelas IV B? f. Ingin mengetahui peningkatan motivasi dan hasil belajar setelah menggunaan model pembelajaran discovery learning pada tema indahnya kebersamaan subtema keberagaman budaya bangsaku kegiatan pembelajaran 4 semester 1 di kelas IV B? 2. Manfaat Penelitian Banyak manfaat yang bisa di ambil dalam penelitian ini, seperti manfaat teoritis dan praktis . Adapun manfaat tersebut sebagai berikut. a. Manfaat Teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih khususnya pada tema indahnya kebersamaan subtema keberagaman budaya bangsaku kegiatan pembelajaran 4 semester 1 di kelas IV B dan yang paling utama mampu meningkatkan perkembangan pengajaran melalui penerapan model pembelajaran discovery learning. Dengan manfaat teoritis tersebut, diharapkan pembelajaran di kelas IV B tema indahnya kebersamaan subtema keberagaman budaya bangsaku kegiatan pembelajaran 4 semester 1 pada umumnya akan memperoleh pengembangan bahan ajar secara nyata yang telah dirancang akan dapat tercapai b. Manfaat Praktis Penelitian ini secara langsung memberikan manfaat praktis bagi peneliti, guru, peserta didik, dan bagi sekolah. Adapun manfaat praktis tersebut diantaranya sebagai berikut: 1) Bagi Peneliti a) Penelitian ini dapat memberikan gambaran dan pengetahuan tentang model pembelajaran discovery learning pada tema indahnya kebersamaan subtema keberagaman budaya bangsaku kegiatan pembelajaran 4 semester 1 di kelas IV B. b) Memberikan pengalaman dalam melakukan penelitian tindakan kelas yang berguna untuk perbaikan pembelajaran selanjutnya. c) Memberikan masukan dalam mempersiapkan diri sebagai pendidik di masa yang akan datang. d) Memberikan arahan pengembangan diri dan keprofesionalan seorang guru professional. 2) Bagi Guru a) Sebagai alternatif dari penerapan model pembelajaran di kelas, sehingga proses belajar mengajar di kelas menjadi lebih bervariasi, serta tidak monoton dan tidak terpaku pada model pembelajaran tertentu. b) Sebagai bahan perbandingan dengan model pembelajaran yang biasa diterapkan, yang pada akhirnya terlihat kemajuan tingkat pemahaman yang dimiliki peserta didik. c) Sebagai pengatahuan baru bagi guru untuk dapat menggali kekreatifannya dan keinovatifannya dalam mengembangkan dan mengimplementasikan strategi untuk mencapai kualitas pembelajaran dalam proses belajar mengajar. 3) Bagi Peserta Didik a) Untuk pengetahuan tambahan bahwa ada model pembelajaran yang lebih menarik dan aktif dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional yang biasa diterapkan oleh guru. b) Untuk menambah motivasi, minat dan hasil belajar dengan penerapan model pembelajaran yang sudah diterapkan. c) Untuk menambah keaktifan siswa dalam proses belajar berlangsung melului penerapan model pembelajaran yang menarik. 4) Bagi Sekolah a) Diharapkan mampu memberikan kontribusi dan kualitas pembelajaran yang baik untuk sekulah pada umunya. b) Diharapakan dapat menumbuhkan dan meningkatkan kerja sama antar guru dengan warga sekolah. c) Diharapkan dapat menjadi penentu kebijakan dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya pada tema indahnya kebersamaan subtema keberagaman budaya bangsaku kegiatan pembelajaran 4. F. Kerangka Pemikiran Menurut Uma Sekam (dalam Sugiyono 2012, h.91) Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah di identifikasikan sebagai masalah yang penting”. Kerangka berpikir menjelaskan tentang bagaimana hubungan masalah dengan solusi secara umum, dan bagaimana proses yang dilakuakan peneliti dalam mencapai keberhasilan penggunaan solusi pada permasalahan yang ditemuinya. Agar penelitian penulis ini dapat dipahami, maka penulis akan menjelaskan dalam sebuah diagram sebagai berikut. Gambar 1.1 Kerangka Berpikir G. Asumsi Berdasarkan kerangka atau paradigma penelitian sebagaimana diutarakan di atas, maka beberapa asumsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Penggunaan model pembelajaran discovery learning memiliki banyak manfaat dalam proses pembelajaran. Belajar merupakan proses mental di mana murid mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud adalah mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur dan membuat kesimpulan. Pada teknik ini murid dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi. Kata penemuan sebagai model mengajar merupakan penemuan yang dilakukan oleh murid, murid menemukan sendiri sesuatu hal yang baru, ini tidak berarti yang ditemukannya benar-benar baru, sebab sudah diketahui orang lain. Roestiyah (2001, h.20). Model pembelajaran Discovery Learning adalah cara untuk menyampaikan ide atau gagasan lewat penemuan. 2. Penggunaan model pembelajaran discovery learning berkaitan dengan proses mental siswa. Siswa dituntut untuk mengamati sesuatu kemudian mengidentifikasi, berhipotesis, menjelaskan, mengukur, dan akhirnya siswa menyimpulkan hasil dari semua proses-proses yang sudah dijalani tersebut. Setelah proses yang telah dilakukan tadi, siswa akan dengan sendirinya membentuk sebuah pemahaman konsep sehingga model pembelajaran discovery learning ini sangat cocok untuk digunakan dalam meningkatkan rasa ingin tahu siswa. Sund (dalam Suryosubroto, 2002, h.179) mengungkapkan bahwa discovery adalah proses mental dimana siswa mengasimilasikan sesuatu konsep atau sesuatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya: mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, dan membuat kesimpulan. H. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka atau paradigma penelitian dan asumsi sebagaimana telah dikemukakan di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah: “Penggunaan model pembelajaran discovery learning dapat menumbuhkan rasa ingin tahu dan hasil belajar siswa kelas IV B SDN Asmi Kecamatan Regol Kota Bandung pada tema indahnya kebersamaan subtema keberagaman budaya bangsaku kegiatan pembelajaran 4. I. Defenisi Operasional Untuk menghindari terjadinya salah pengertian terhadap istilah-istilah yang terdapat dalam variabel penelitian ini, maka istilah-istilah tersebut kemudian didefinisikan sebagai berikut. 1. Rasa Ingin Tahu, adalah menurut Rosa (2008) suatu perasaan yang bergejolak bisa membangkitkan rasa penasaran manusia atau orang. Rasa ingin tahu dapat mencul apabila kita melihat sesuatu. Adanya rasa ingin tahu seseorang dapat menyelidiki dan memecahkan masalah yang membuatnya penasaran, sehingga manusia dapat merasa puas dengan apa yang telah dicapainya. 2. Hasil Belajar, adalah menurut Sudjana (2001, h. 3) mengatakan,“Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik”. 3. Pembelajaran, adalah menurut Trianto (2010, h.17) pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan”. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Pembelajaran dalam makna kompleks adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarhkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangkain mencapai tujuan yang diharapkan. 4. Model Pembelajaran Discovery Learning, adalah menurut Bruner (dalam Dahar, 1989, h.103) mengemukakan bahwa discovery merupakan belajar penemuan yang sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. BAB II KAJIAN TEORI DAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar dan Pembelajaran 1. Pengertian Belajar Menurut Dr. Dimyati dan Drs. Mudjiono (2006, h. 7) belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar yang dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tindakan terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia, atau hal-hal yang dijadikan bahan pelajaran. Menurut Gagne (dalam Dr. Dimyati dan Drs. Mudjiono, 2006, h.10) belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari (1) stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan (2) proses kognitif yang dilakukan oleh pembelajaran. Dengan demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru. Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa inti dari kegiatan pendidikan suatu proses belajar, karena dengan belajar tujuan pendidikan akan tercapai. Oleh karena itu, kegiatan belajar sangat penting karena berhasil tidaknya seseorang untuk menempuh pendidikan sangat ditentukan oleh baik tidaknya kegiatan belajarnya. Melalui proses belajar seseorang dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya maupun yang ada pada lingkungannya guna meingkatkan taraf hidupnya. Bell Gredler (dalam Udin S. Winataputra, dkk, 2007, h. 5) yang menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitudes. Kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitudes) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melaui rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Rangkaian proses belajar itu dilaukan dalam bentuk keterlibatannya dalam pendidikan formal atau pendidikan nonformal. Kemampuan belajar inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Menurut Udin S. Winataputra, dkk (2007, h. 4) istilah belajar sudah dikenal luas diberbagai kalangan walaupun sering disalah artikan atau diartikan secara common sense atau pendapat umum saja. Misalnya seorang ibu meminta anaknya ”Kau belajar dulu sebelum tidur, nak”, maksudnya mungkin membaca buku dulu sebelum tidur. Atau seorang ayah menasihati anaknya yang baru terjatuh dari sepeda motor karena kelalaiannya, dengan mengatakan “Lain kali kamu harus belajar dari pengalaman”, yang maksudnya jangan mengalami kesalahan yang serupa pada masa mendatang. Dalam contoh ungkapan tersebut belajar diartikan sebagai proses mendapatkan pengetahuan dengan membaca dan menggunakan pengalaman sebagai pengetahuan yang memadu perilaku pada masa yang akan datang. Dengan kedua contoh tersebut, kita dapat menangkap makna konkret dan praktis dari belajar. Sarlito (2002) menyatakan bahwa respon/respon adalah setiap tingkah laku pada hakekatnya merupakan tanggapan atau balasan (respon) terhadap rangsangan atau stimulus. Respons terdiri dari tiga komponen yaitu komponen kognisi (pengetahuan), komponen afeksi (sikap) dan komponen psikomotorik (tindakan). Hamalik (2001, h. 60) bahwa hasil belajar menunjukkan kepada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar ini merupakan indikator adanya derajat perubahan tingkah laku siswa. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang mengakibatkan bertambahnya pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang diperoleh dari interaksi individu dengan lingkungannya. 2. Ciri-Ciri Belajar Hakekat belajar adalah perubahan tingkah laku sehingga menurut Djamarah (2002, h. 15) belajar mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Belajar adalah perubahan yang terjadi secara sadar. b. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional. c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif. d. Perubahan dalam belajar tidak bersifat sementara. e. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah. f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Menurut aliran Humanis bahwa setiap orang menentukan sendiri tingkah lakunya. Orang bebas memilih sesuai dengan kebutuhannya. Tidak terikat pada lingkungan. Hal ini sesuai dengan Wasty Sumanto yang dikutip dari Darsono (2000, h. 18) bahwa tujuan pendidikan adalah membantu masing-masing individu untuk mengenal dirinya sendiri sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri masing-masing. Menurut pandangan dan teori Konstruktivisme (Sardiman, 1990, h. 37) belajar merupakan proses aktif dari si subyek belajar untuk merekonstruksi makna, sesuatu entah tes, kegiatan dialog, pengalaman fisik ,dan lain-lain. Belajar merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan dengan pengalaman atau bagian yang dipelajarinya dari pengertian yang dimiliki sehingga pengertiannya menjadi berkembang. Sehubungan dengan hal itu, ada beberapa ciri atau prinsip dalam belajar menurut Paul Suparno seperti dikutip oleh Sardiman (2008, h. 38) yang dijelaskan sebagai berikut: a. Belajar mencari makna. Makna diciptakan siswa dari apa yang mereka lihat,dengar, rasakan, dan alami. b. Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus. c. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan tetapi perkembangan itu sendiri. d. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subyek belajar dengan dunia fisik dengan lingkungannya. e. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui si subyek belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yangtelah dipelajari. Berdasarkan ciri-ciri yang disebutkan di atas, maka proses mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan siswa merekonstruksi sendiri pengetahuannya dan menggunakan pengetahuan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu guru sangat dibutuhkan untuk membantu belajar siswa sebagai perwujudan perannya sebagai mediator dan fasilitator Belajar tidak hanya berkenaan dengan jumlah pengetahuan tetapi juga meliputi seluruh kemampuan individu: a. Belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada diri individu. Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek pengetahuan atau kognitif saja tetapi juga meliputi aspek sikap dan nilai (afektif) serta keterampilan (psikomotor). b. Perubahan itu harus merupakan buah dari pengalaman. Perubahan prilaku yang terjadi pada diri individu karena adanya interaksi antara dirinya dengan lingkungan. Interaksi ini dapat berupa interaksi fisik. Misalnya, seorang anak akan mengetahui bahwa api itu panas setelah ia menyentuh api yang menyala pada lilin. Di samping melalui interaksi fisik, perubahan kemampuan tersebut dapat diperoleh melalui interaksi psikis. Contohnya, seorang anak akan berhati-hati menyeberang jalan setelah ia melihat ada orang yang tertabrak kendaraan. Perubahan kemampuan tersebut terbentuk karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Mengedipkan mata pada saat memandang cahaya yang menyilaukan atau keluar air liur pada saat mencium harumnya masakan bukan meruapakan hasil belajar. Di samping itu, perubahan prilaku karena faktor kematangan tidak termasuk belajar. Seorang anak tidak dapat belajar berbicara sampai cukup umurnya. Tetapi perkembangan kemampuan berbicaranya sangat tergantung pada rangsangan dari lingkungan sekitar. Begitu juga dengan kemampuan belajar. c. Perubahan tersebut relatif tetap. Perubahan perilaku akibat obat-obatan, minuman keras, dan yang lainnya tidak dapat dikategorikan sebagai perilaku hasil belajar. Seorang atlet yang dapat melakukan lompat galah melebihi rekor orang lain karena minum obat tidak dapat dikategorikan sebagai hasil belajar. Perubahan tersebut tidak bersifat menetap. Perubahan perilaku akibat belajar akan bersifat cukup permanen. (Udin S. Winataputra, dkk, 2007). 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Gagne (1985, h.40) menyatakan bahwa prestasi belajar dibedakan menjadi lima aspek, yaitu: kemampuan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, sikap dan keterampilan. Menurut Asmara (2009, h. 11 ) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai seseorang dalam penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang dikembangkan dalam pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan tes angka nilai yang diberikan oleh guru. Menurut Slameto (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan yaitu faktor intern yang bersumber pada diri siswa dan faktor ekstern yang bersumber dari luar diri siswa. Faktor intern terdiri dari kecerdasan atau intelegensi, perhatian, bakat, minat, motivasi, kematangan, kesiapan dan kelelahan. Sedangkan faktor ekstern terdiri dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Mudzakir dan Sutrisno (1997) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar secara lebih rinci, yaitu: a. Faktor Internal 1) Faktor Fisiologi a) Karena sakit b) Karena kurang sehat c) Karena cacat tubuh 2) Faktor Psikologi a) Intelegensi Setiap orang memiliki tingkat IQ yang berbeda-beda. Seseorang yang memiliki IQ 110 - 140 dapat digolongkan cerdas, dan yang memiliki IQ 140 ke atas tergolong jenius. Golongan ini mempunyai potensi untuk dapat menyelesaikan pendidikan di Perguruan Tinggi. Seseorang yang memiliki IQ kurang dari 90 tergolong lemah mental, mereka inilah yang banyak mengalami kesulitan belajar. b) Bakat Bakat adalah potensi atau kecakapan dasar yang dibawa sejak lahir. Setiap individu mempunyai bakat yang berbeda-beda. Seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu yang sesuai dengan bakatnya. Apabila seseorang harus mempelajari sesuatu yang tidak sesuai dengan bakatnya, ia akan cepat bosan, mudah putus asa dan tidak senang. Hal-hal tersebut akan tampak pada anak suka mengganggu kelas, berbuat gaduh, tidak mau pelajaran sehingga nialinya rendah. c) Minat Tidak adanya minat seorang anak terhadap suatu pelajaran akan timbul kesulitan belajar. Belajar yang tidak ada minatnya mungkin tidak sesuai dengan bakatnya, tidak sesuai dengan kebutuhanya, tidak sesuai dengan kecakapan dan akan menimbulkan problema pada diri anak. Ada tidaknya minat terhadap suatu pelajaran dapat dilihat dari cara anak mengikuti pelajaran, lengkap tidaknya catatan dan aktif tidaknya dalam proses pembelajaran. d) Motivasi Motivasi sabagai faktor dalam (batin) berfungsi menimbulkan, mendasari dan mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi dapat menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan, sehimgga semakin besar motivasinya akan semakin besar kesuksesan belajarnya. Seorang yang besar motivasinya akan giat berusaha, tampak gigih, tidak mau menyerah dan giat membaca buku-buku untuk meningkatkan prestasinya. Sebaliknya mereka yang motivasinya lemah, tampak acuh tak acuh, mudah putus asa, perhatianya tidak tertuju pada pelajaran, suka menggangu kelas dan sering meninggalkan pelajaran. Akibatnya mereka banyak mengalami kesulitan belajar. e) Faktor Kesehatan Mental Belajar tidak hanya menyangkut segi intelek, tetapi juga menyangkut segi kesehatan mental dan emosional. Hubungan kesehatan mental dengan belajar adalah timbal balik. Kesehatan mental dan ketenangan emosi akan menimbulkan hasil belajar yang baik demikian juga belajar yang selalu sukses akan membawa harga diri seseorang. Bila harga diri tumbuh akan merupakan faktor adanya kesehatan mental. Individu di dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan, seperti: memperoleh penghargaan, dapat kepercayaan, rasa aman, rasa kemesraan, dan lain-lain. Apabila kebutuhan itu tidak terpenuhi akan membawa masalah-masalah emosional dan akan menimbulkan kesulitan belajar. b. Faktor Eksternal Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri seseorang, faktor ini meliputi : 1) Lingkungan keluarga Keluarga merupakan pusat pendidikan yang utama dan pertama. Yang termasuk faktor ini antara lain : a) Perhatian orang tua Lingkungan keluarga setiap individu atau siswa memerlukan perhatian orang tua dalam mencapai prestasi belajarnya. Karena perhatian orang tua ini akan menentukan seseorang siswa dapat mencapai prestasi belajar yang tinggi. Perhatian orang tua diwujudkan dalam hal kasih sayang, memberi nasihat-nasihat dan sebagainya. b) Keadaan ekonomi orang tua Keadaan ekonomi keluarga juga mempengaruhi prestasi belajar siswa, kadang kala siswa merasa kurang percaya diri dengan keadaan ekonomi keluarganya. Akan tetapi ada juga siswa yang keadaan ekonominya baik, tetapi prestasi prestasi belajarnya rendah atau sebaliknya siswa yang keadaan ekonominya rendah malah mendapat prestasi belajar yang tinggi. c) Hubungan Antara Anggota Keluarga Kenyataannya keluarga harus terjadi hubungan yang harmonis antar personil yang ada. Dengan adanya hubungan yang harmonis antara anggota keluarga akan mendapat kedamaian, ketenangan dan ketentraman. Hal ini dapat menciptakan kondisi belajar yang baik, sehingga prestasi belajar siswa dapat tercapai dengan baik pula. 2) Lingkungan Sekolah Adapun yang dimaksud sekolah, antara lain : a) Guru b) Faktor alat c) Kondisi gedung 3) Faktor Mass Media dan Lingkungan sosial (masyarakat) a) Faktor Mass Media Faktor mass media meliputi; bioskop, tv, surat kabar, majalah, buku-buku komik yang ada di sekeliling kita. Hal-hal itu yang akan menghambat belajar apabila terlalu banyak waktu yang dipergunakan, hingga lupa tugas belajar. b) Lingkungan sosial Teman bergaul berpengaruh sangat besar bagi anak-anak. Maka kewajiban orang tua adalah mengawasi dan memberi pengertian untuk mengurangi pergaulan yang dapat memberikan dampak negatif bagi anak tersebut. Lingkungan tetangga dapat memberi motivasi bagi anak untuk belajar apabila terdiri dari pelajar, mahasiswa, dokter. Begitu juga sebaliknya, apabila lingkungan tetangga adalah orang yang tidak sekolah, menganggur, akan sangat berpengaruh bagi anak. Aktivitas dalam masyarakat juga dapat berpengaruh dalam belajar anak. Peran orang tua disini adalah memberikan pengarahan kepada anak agar kegiatan diluar belajar dapat diikuti tanpa melupakan tugas belajarnya. 4. Pengertian Pembelajaran Udin S. Winataputra, dkk (2007, h. 118) pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menginisiasi, mempasititasi, dan meningkatkan intesitas dan kualitas belajar pada diri peserta didik. Oleh karena pembelajaran merupakan upaya sistematis dan sistemik untuk menisiasi, memfasilitasi, dan meningkatkan proses belajar maka kegiatan pembelajaran berkaitan erat dengan jenis hakikat, dan jenis belajar serta hasil belajar tersebut. Pembelajaran harus menghasilkan belajar, tapi tidak semua proses belajar terjadi karena pembelajaran. Proses belajar terjadi juga dalam konteks interaksi sosial kultural dalam lingkungan masyarakat. Menurut Trianto (2009, h. 17) pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan”. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Pembelajaran dalam makna kompleks adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangkai mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut Darsono (2002, h. 22) faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran dan hasilnya adalah perhatian, motivasi, aktivitas siswa, mengalami sendiri, pengulangan, balikan dan penguatan, dan perbedaan individual. Menurut Winkel (dalam Slameto, 2003, h. 10) mengatakan bahwa pembelajaran merupakan seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar peserta didik, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian eksternal yang berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian internal yang berlangsung di dalam diri peserta didik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pengaturan peristiwa pembelajaran dilakukan secara saksama dengan maksud agar terjadi belajar yang berhasil guna. Pembelajaran perlu dirancang, ditetapkan tujuannya sebelum dilaksanakan, dan dikendalikan pelaksanaannya. Menurut Gagne, Briggs, dan Wager (dalam Udin S. Winataputra, dkk 2007, h.19) istilah pembelajaran merupakan istilah baru yang digunakan untuk menunjukan kegiatan guru dan siswa. Sebelumnya, kita menggunakan istilah “proses belajar-mengajar” dan “pengajaran”. Istilah pembelajaran merupakan terjemahan dari “intruction”. Menurut Rogers (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006, h. 16) mengemukakan pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran. Prinsip pendidikan dan pembelajaran tersebut sebagai berikut: 1) Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya. 2) Siswa akan mempelajari tentang hal-hal yang bermakna dari dirinya. 3) Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru, sebagai bagian dari bermakna bagi siswa. 4) Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses-proses belajar, keterbukaan belajar mengalami sesuatu, bekerja sama dengan melakukan pengubahan diri terus-menerus. 5) Belajar yang optimal akan terjadi, bila siswa berpartisipasi secara bertanggung jawab dalam proses belajar. 6) Belajar mengalami (experiential learning) dapat terjadi, bila siswa mengevaluasi dirinya sendiri. Belajar mengalami dapat memberi peluang untuk belajar kreatif, self avaluation dan kritik dir. Hal ini berarti bahwa evaluasi dari instruktur bersifat sekunder. 7) Belajar mengalami menuntut keterlibatan siswa secara penuh dan sungguh-sungguh. Menurut Soemosasmito (dalam Trianto, 2009, h. 20) mengatakan suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila memenuhi persyaratan utama keefektifan pengajaran, yaitu: 1) Persentase waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap KBM; 2) Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi diantara siswa; 3) Ketetapan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa (orientasi keberhasilan belajar) diutamakan; dan 4) Mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif, mengembangkan struktur kelas yang mendukung butir (2), tanpa mengabaikan butir (4). Pada akhirnya jelas terlihat bahwa pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, dimana diatara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya. B. Rasa Ingin Tahu Manusia dikarunia fitrah (naluri atau sifat dasar) mengetahui nama-nama segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. “alama” (diajarkan) kepada Adam semua nama-nama di alam semesta ini menunjukkan proses dalam hidup manusia yang diawali dengan rasa ingin tahu (curiosity) yang kuat dimiliki oleh manusia sejak lahirnnya. Hadi (2013) (http://filsafat.kompasiana.com/2013/11/12/rasa-ingin-tahu 607227.html diunduh pada 25 juni 2014, pukul 02.21 WIB) pendekatan psikologis memperlihat ada tiga aspek potensi dasar yang dimiliki manusia, yaitu: aspek kognisi (pengetahu), aspek afeksi (penentuan keputusan), aspek motorik (pelaksanaan atau eksekusi). Rasa ingin tahu manusia mendasari segala dari aspek kognisi manusia yang senantiasa menanyakan segala sesuatu yang ada di sekitar dirinya, bahkan keberadaan diri manusia sendiri senantiasa menjadi permasalahan yang muncul dari rasa ingin tahu manusia. Rosa (2011) (http://rosasayaya.blogspot.sg/2011/02/apa-sih-rasa-ingin-tahu-itu.html diunduh pada 25 juni 2014, pukul 02.30 WIB) rasa ingin tahu itu adalah suatu perasaan yang bergejolak yang bisa membangkitkan rasa penasaran manusia atau orang.Rasa ingin tahu itu dapat muncul saat kita melihat sesuatu .Bisa berupa melihat benda atau semacamnya. Manusia dapat berperasaan seperti itu karena manusia diciptakan oleh Tuhan dengan sesempurna mungkin. Oleh karena itu manusia memiliki akal dan pikiran. Permasalahan yang muncul dari rasa ingin tahu manusia memerlukan jawaban. Sesungguhnya hakekat sejarah manusia adalah rangkaian tanya jawab atau dialektika yang dilakukan manusia. Rasa ingin tahu mengawali terisinya berbagai pengetahuan dalam otak manusia. Hal ini menyiratkan aspek kognisi yang kuat dari rasa keingintahuan yang dimiliki manusia. Keingintahuan manusia merupakan emosi yang dimiliki manusia dalam mendorong terwujudkan perilaku seperti eksplorasi, investigasi dan belajar. Hal ini termasuk sebagai mekanisme kejiwaan manusia dalam upaya mencari dan menemukan informasi dari interaksi kehidupan manusia dengan lingkungannya dan makhluk-makhluk lainnya. C. Hasil Belajar Hamalik (2001, h. 60) bahwa hasil belajar menunjukkan kepada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar ini merupakan indikator adanya derajat perubahan tingkah laku siswa. Ada banyak pendapat para ahli mengenai defenisi hasil belajar. Menurut Dimyati dan Mujiono (2006, h. 4) hasil belajar merupakan hasil dari interaksi tindak mengajar atau tindak belajar. Sudjana (Kunandar, 2010, h. 276) hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu tes yang tersusun secara terencana, bentuk tes tertulis, tes lisan, maupun tes perbuatan. Dick dan Reiser (dalam Sumarno, 2011, h. 15) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan-kemmpuan yang dimiliki siswa sebagai hasil kegiatan pembelajaran, yang terdiri atas empat jenis, yaitu: (1) pengetahun, (2) keterampilan intelektual, (3) ketermpilan motor, dan (4) sikap. Bloom (Sudjana, 1996, h .23) hasil belajar dalam rangka studi yang dicapai melaui tiga katagori ranah yaitu ranah kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut. 1) Ranah Kognitif Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek, yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilian. 2) Ranah Afektif Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi, karakterisasi, dengan suatu nilai atau kompleks nilai. 3) Ranah Psikomotor Meliputi gerakan refleks, keterampilan pada gerakan-geakan terbimbing, kemampuan perseptual (termasuk di dalamnya membedakan visual, auditif, motorif, dan gerakan-gerakan skill) Hamalik (PLPG Rayon, 2012, h.60) bahwa hasil belajar menunjukkan kepada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar merupakan indikator adanya derajat perubahan tingkah laku siswa. D. Model Pembelajaran 1. Pengertian model pembelajaran Soekamto, dkk. (dalam Nurulwati, 2000, h. 56) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Joyce & Weil (1980) model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran. Zainsyah, A.E., dkk. (1984) model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur pengajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran atau setting lainnya. Slavin, (1995) model pembelajaran adalah seperangkat lengkap komponen strategi yang dapat memberikan hasil lebih baik di bawah kondisi tertentu. Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka koseptual yang di dalamnya melukiskan prosedur sistematis dalam menjalankan proses pembelajaran sampai selesai. 2. Model Pembelajaran Discovery Learning Mulyasa (2005, h. 110) berpendapat bahwa pengertian discovery masih terlalu luas cakupannya, sehingga dalam penerapan strategi ini, anak tidak hanya dituntut untuk menemukan sesuatu atau mendapatkan pengalaman baru berkaitan dengan efektivitas pembelajaran, melainkan juga menyangkut kemampuan dalam memecahkan suatu persoalan dengan pemikiran yang cermat dan sistematis. Bruner (1966) adalah model belajar yang mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman. Roestiyah (2001, h. 20) mengatakan model pembelajaran Discovery Learning adalah cara untuk menyampaikan ide atau gagasan lewat penemuan. Model pembelajaran Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is required to organize it him self” (Lefancois dalam Ametembun, 1986, h. 103). Dasar ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas. Bruner memakai metode yang disebutnya Discovery Learning, dimana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir (Dalyono, 1996, h.41). Model Discovery Learning adalah model pembelajaran yang di dalam penerapannya berawal dari memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005, h. 43). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Hamalik, 2001, h.219). Sebagai strategi belajar, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru, sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian. Menurut Dolyono (dalam Illahi 2001, h. 46) para pendidik harus berperan aktif dalam belajar di kelas. Keaktifan guru akan menimbulkan keaktifan sikap/respon dalam pembelajaran siswa. Keaktifan tersebut akan menimbulkan gagasan baru dan menghasilkan penemuan baru yang berkaitan dengan efektivitas pembelajaran. Hamalik (2001, h. 90) mengatakan bahwa discovery adalah proses pembelajaran yang menitikberatkan pada mental intelektual para anak didik dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi, sehingga menemukan suatu konsep atau generalisasi yang dapat ditetapkan di lapangan. Illhai (2012, h. 102) mengemukakan bahwa pada dasarnya, pembimbing, guru harus dapat membantu anak didik mengetahui kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam pelaksanakan pembelajaran. Amien (dalam Illahi 2012, h. 89) mengatakan bahwa penerapan pengajaran discovery strategy harus meliputi pengalaman-pengalaman belajar untuk menjamin bahwa para anak didik dapat mengembangkan proses discovery. Dengan kata lain, pengajaran discovery harus direncanakan sedemikian rupa, sehingga mereka dapat menemukan konsep atau prinsip-prinsip melaui mentalnya dengan mengamati, mengukur, menduga, menggolongkan, mengambil kesimpulan, dan lain sebagainya. Menurut Dalyono (dalam Illahi 2001, h. 46) para pendidik harus berperan aktif dalam belajar di kelas. Keaktifan guru akan menimbulkan keaktifan sikap/respon dalam pembelajaran siswa. Keaktifan tersebut akan menimbulkan gagasan baru dan menghasilkan penemuan baru yang berkaitan dengan efektivitas pembelajaran. Hamalik (2001, h.187) mengemukakan bahwa pengajaran discovery strategy selalu mengusahakan agar peserta didik terlibat dalam masalah yang dibahas dan menjadi topik pembicaraan. Mengaplikasikan model Discovery Learning secara berulang-ulang dapat meningkatkan kemampuan penemuan diri individu yang bersangkutan. Penggunaan model Discovery Learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Mengubah modus Ekspositori siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus Discovery siswa menemukan informasi sendiri. Berangkat dari penelitian terdahulu untuk memperkuat kefektifitasan model pembelajaran yang digunakan penulis oleh Syaifullah jurusan FKIP UNPAS PGSD dengan judul skripsi “penerapan model pembelajaran discovery learning untuk meningkatkan pemahaman kosep IPA dan hasil belajar pada materi perubahan wujud zat”. Penelitian tersebut dilaksanakan di kelas IV SDN Kertamukti 1 Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang. Hasil penelitian pada skripsi tersebut menunjukkan peningkatan terhadap pemahaman konsep IPA dan hasil belajar siswa. Model pembelajaran discovery learning yang diterapkan pada materi perubahan wujud zat ini sangat berpengaruh sekali terhadap hasil pembelajaran, hal itu di tandai dengan adanya peningkatan terhadap nilai rata-rata kelas. 3. Kelebihan-Kelebihan Model Pembelajaran Discovery Learning Berdasarkan fakta dan hasil pengamatan, penerapan pendekatan Discovery Learning dalam pembelajaran memiliki kelebhihan-kelebihan yaitu: a) Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya b) Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer c) Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil d) Model ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannyasendiri e) Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri f) Model ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya g) Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi h) Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah padakebenaran yang final dan tertentu atau pasti i) Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik j) Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru k) Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri l) Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri m) Memberikan keputusan yang bersifat intrinsic n) Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang o) Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya p) Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa q) Kemungkinan siswa belajar dengan me

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 25 Jun 2016 05:22
Last Modified: 25 Jun 2016 05:22
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/4979

Actions (login required)

View Item View Item