Tri Citra Aprilianti, 152030146 (2019) PERAN ASEAN CONVENTION AGAINST TRAFFICKING IN PERSONS ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN (ACTIP) TERHADAP PERMASALAHAN PERDAGANGAN MANUSIA DI INDONESIA. Skripsi(S1) thesis, FISIP UNPAS.
Text
BAB 1.docx Download (29kB) |
||
Text
DAFTAR PUSTAKA.docx Download (17kB) |
||
|
Text
lembar pengesahan tri citra.pdf Download (13kB) | Preview |
|
Text
cover.docx Download (31kB) |
||
Text
BAB !!.docx Download (40kB) |
||
Text
ABSTRAK.docx Download (17kB) |
Abstract
ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) sebagai Organisasi Regional bertanggungjawab dalam menjaga keamanan kawasan Asia Tenggara dan melindungi manusia di dalamnya. Kawasan Asia Tenggara dikenal sebagai pusat dari perdagangan manusia oleh dunia, dikarenakan tingginya angka perdagangan manusia di kawasan ini bahkan beberapa negara tercatat sebagai negara dengan tingkat kejahatan tindak pidana perdagangan orang terbesar di dunia. Untuk menunjukan komitmen nya dalam menangani permasalahan perdagangan manusia di kawasan, ASEAN membentuk ASEAN Convention Against Trafficking in Persons Especially Women and Children (ACTIP) sebagai instrumen hukum regional yang mengatur mengenai pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Menurut aturan yang tercantum di dalam ACTIP bagi Negara-Negara Pihak atau Negara-Negara yang telah meratifikasi ACTIP wajib untuk mengadopsi legislasi ACTIP ke dalam hukum domestik negaranya. Indonesia menduduki posisi ke empat sebagai negara dengan jumlah pekerja imigran terbesar di Asia Tenggara, sebagai negara penghasil pekerja migran tertinggi sekaligus sebagai negara pemasok, transit, dan tujuan dari kegiatan perdagangan manusia. Indonesia memiliki UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, namun dianggap kurang efektif dikarenakan TPPO sebagai jenis kejahatan transnasional yang terorganisasi melibatkan sindikat internasional yang tersebab di beberapa negara sehingga dalam proses penegakan hukumnya sulit dilakukan. Dengan fakta tersebut Indonesia menunjukan komitmennya terhadap isu ini dengan meratifikasi Konvensi ini pada oktober tahun 2017, seiring dengan di ratifikasinya ACTIP oleh Indonesia terdapat beberapa manfaat yang salah satunya adalah dapat meminimalisir perbedaan pemahaman negara anggota ASEAN terkait konvensi TPPO. Hal tersebut kemudian dapat dijadikan dasar dalam membangun kerjasama yang lebih intensif dengan negara pihak terutama pada proses penegakan hukum, seperti pencarian pelaku, alat bukti, akses dan pertukaran data yang akan meningkatkan efektifitas pemetaan jaringan sindikat pelaku (traffickers), bahkan memfasilitasi pemenuhan hak dan perlindungan terhadap korban. Pengaturan terkait ACTIP telah disahkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2017. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yang merupakan metode untuk mendeskripsikan atauu menjelaskan peristiwa atau kejadian yang ada pada masa sekarang dengan cara mengumpulkan, menyusun dan menginterpretasikan data yang kemudia menganalisa fenomena. Pengumpulan data dilakukan berdasarkan studi kepustakaan, serta informasi dari berbagai media, baik dari buku, journal, dokumen, maupun media daring (ineternet). Hasil dari penelitian ini yaitu dengan meratifikasi ACTIP Indonesia mampu meningkatkan supremasi dalam penegakan hukum terkait penanganan TPPO di Indonesia dengan menggunakan ACTIP sebagai hukum yang mengikat dan lebih kuat baik dalam pencegahan, penuntutan, perlindungan terhadap korban, maupun sebagai dasar dalam melakukan kerjasama antara negara pihak seperti yang diatur dalam Pasal 5 Ayat 3 konvensi ini. Kata kunci: ASEAN, ACTIP, Perdagangan Manusia di Indonesia
Item Type: | Thesis (Skripsi(S1)) |
---|---|
Subjects: | S1-Skripsi |
Divisions: | Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik > Hubungan Internasional 2015 |
Depositing User: | mr yogi - |
Date Deposited: | 25 Oct 2019 08:01 |
Last Modified: | 25 Oct 2019 08:01 |
URI: | http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/46498 |
Actions (login required)
View Item |