PENJATUHAN PIDANA PADA PELAKU PENYERTAAN TINDAK PIDANA PEMERASAN DAN ATAU PENIPUAN DI PENGADILAN NEGERI CIANJUR DIKAITKAN DENGAN KEBEBASAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

SUPRIATNA, IMAR (2024) PENJATUHAN PIDANA PADA PELAKU PENYERTAAN TINDAK PIDANA PEMERASAN DAN ATAU PENIPUAN DI PENGADILAN NEGERI CIANJUR DIKAITKAN DENGAN KEBEBASAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN. Thesis(S2) thesis, UNIVERSITAS PASUNDAN.

[img] Text
ARTIKEL JURNAL TESIS IMAR SUPRIATNA TOP.docx

Download (192kB)

Abstract

Kebebasan Hakim dalam memutus perkara telah dijamin dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 1 angka 9 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, dan secara khusus diatur dalam Pasal 1 ke-1, Pasal 3, Pasal 5, dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Namun, faktanya masih banyak Hakim yang tidak bebas dalam memutus suatu perkara. Dalam penelitian ini terjadinya ketidak bebasan Hakim dalam memutus perkara pidana terhadap pelaku penyertaan tindak pidana pemerasan dan atau penipuan di Pengadilan Negeri Cianjur dalam perkara nomor: 180/Pid.B/2019/PN.CJR. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spesifikasi Penelitian yaitu deskriptif analitis, Metode Pendekatan yaitu yuridis-normatif, Tahap Penelitian adalah penelitian kepustakaan yang bersumber pada bahan hukum primer, sekunder dan tersier, dan penelitian lapangan, Teknik Pengumpulan Data yaitu studi dokumen yaitu untuk mencari data sekunder, dan Wawancara untuk melengkapi data sekunder yaitu data primer, Alat Pengumpulan Data dalam penelitian kepustakaan berupa catatan-catatan hasil telaah dokumen dan dalam penelitian lapangan berupa pertanyaan-pertanyaan, dan analisis data yaitu yuridis kualitatif dengan menganalisis tanpa menggunakan rumus statistik. Kebebasan hakim dalam memutus suatu perkara telah diatur dalam Pasal 24 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, Pasal 1 angka 9 KUHAP, dan secara khusus diatur dalam Pasal 1 ke-1, Pasal 3, Pasal 5 dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Hasil penelitian ini dengan menjatuhkan pidana yang sama rata terhadap para pelaku penyertaan tindak pidana penipuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP menunjukan hakim tidak bebas dan mandiri dalam memutus perkara pidana tersebut, padahal Pasal 55 KUHP digunakan dalam hal terjadi penyertaan tindak pidana, dengan maksud untuk mengukur kadar kesalahan dan berat ringannya pertanggungjawaban pidana pada masing-masing pelaku tindak pidana. Bagir manan menyatakan bahwa Majelis Hakim dipandang menjadi tidak netral atau berpihak karena beberapa hal, antara lain: (1) Pengaruh Kekuasaan, baik dari lingkungan kekuasaan kehakiman sendiri, maupun dari luar (misalnya dari Gubernur, Bupati, Menteri dan lain-lain);(2) Pengaruh Publik; (3) Pengaruh Pihak, bersumber dari hubungan primodial tertentu, maupun karena komersialisasi perkara. Perkara menjadi komoditas perniagaan, yang membayar lebih banyak akan dimenangkan. Dengan demikian tujuan hukum yang memuat keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum belum tercapai, karenanya fungsi hukum pun belum terpenuhi, dan dalam sistem hukum mengenai Struktur hukum, substansi dan juga kultur hukum belum terlaksana dengan baik. Kebebasan hakim dalam memutus perkara pidana kadang terhalang oleh pengaruh kekuasaan meskipun undang-undang telah mengaturnya sedemikian rupa. Kata Kunci : Kebebasan, Hakim, Dalam, Memutus, Perkara

Item Type: Thesis (Thesis(S2))
Subjects: RESEARCH REPORT
Divisions: Pascasarjana > S2-Ilmu Hukum 2024
Depositing User: Mr soeryana soeryana
Date Deposited: 12 Jun 2024 04:29
Last Modified: 12 Jun 2024 04:34
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/69078

Actions (login required)

View Item View Item