PENERAPAN MODEL PROJECT BASED LEARNING (PJBL) UNTUK MENUMBUHKAN SIKAP PEDULI DAN KREATIF DALAM KETEAMPILAN MERANCANG KOLASE

HANA SAKURA PUTU ARGA, 105060153 (2016) PENERAPAN MODEL PROJECT BASED LEARNING (PJBL) UNTUK MENUMBUHKAN SIKAP PEDULI DAN KREATIF DALAM KETEAMPILAN MERANCANG KOLASE. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
COVER.doc

Download (31kB)
[img] Text
ABSTRAK.docx

Download (16kB)
[img] Text
KATA PENGANTAR.docx

Download (16kB)
[img] Text
DAFTAR ISI.docx

Download (29kB)
[img] Text
BAB I.docx

Download (34kB)
[img] Text
BAB II.docx

Download (93kB)
[img] Text
BAB III.docx
Restricted to Repository staff only

Download (275kB)
[img] Text
BAB IV.docx
Restricted to Repository staff only

Download (420kB)
[img] Text
BAB V.docx
Restricted to Repository staff only

Download (19kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA BARU.docx

Download (20kB)

Abstract

ABSTRAK: Hana Sakura Putu Arga Penelitian ini dilaksanakan di SDN Kacapiring Kecamatan Batununggal Kota Bandung dengan Subjek Penelitian siswa kelas IV yang berjumlah 30 orang. Penelitian ini dilatar belakangi oleh kondisi belum ada pengalaman pada pendidik maupun peserta didik dalam pembelajaran keterampilan merancang kolase sehingga belum ada hasil pembelajaran keterampilan merancang kolase serta pada aspek sikap. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan penerapan model Project Based Learning (PJBL) untuk menumbuhkan sikap peduli dan kreatif dalam keterampilan merancang kolase, dengan pertimbangan pada saat peserta didik melakukan proses pembelajaran merancang kolase akan tumbuh sikap peduli dan kreatif . Metode penelitian yang digunakan adalah metode Penelitian Tindakan Kelas desain penelitian yang digunakan adalah model PTK oleh Hopskins yang meliputi tahap perencanaan (plan), pelaksanaan (action), observasi (observation), dan refleksi (reflective). Sedangkan instrument yang digunakan adalah pedoman perencanaan pelaksanaan pembelajaran, pedoman observasi ( Implementasi, sikap, pengetahuan, keterampilan), catatan lapangan, dan lembar tes pengetahuan. Kemudian teknik analisis data dilakukan dengan cara kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penerapan model Project Baseed Learning (PJBL) dapat menumbuhkan sikap peduli dan kreatif dalam keterampilan merancang kolase. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sikap peduli pada pembuatan rancangan kolase merupakan suatu gerak perhatian jiwa sadar seseorang yang diwujudkan dalam mengindahkan, memperhatikan, dan teliti pada pembuatan sebuah objek yaitu rancangan kolase. Rogers (Munandar, 2009, h. 18) mengemukakan kreatifitas adalah kecenderungan untuk mengaktualisasi diri, mewujudkan potensi, dorongan untuk berkembang dan menjadi matang, kecenderungan untuk mengekspresikan dan mengaktifkan semua kemampuan organisme. Kreatif dalam pembuatan rancangan kolase merupakan kemampuan seseorang untuk menghasilkan suatu karya yang baru ataupun kombinasi dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya berupa sebuah rancangan kolase menggunakan beraneka ragam bangun ruang berdasarkan prinsip pengubinan serta warna yang bervariasi sehingga kolase terlihat menarik. Dalam kegiatan yang dilakukan siswa dapat mengembangkan potensi yang dimiliki untuk mengekspresikan kemampuannya dalam pembuatan sebuah kolase. Keterampilan merupakan salah satu pembelajaran yang dipelajari lembaga pendidikan. Diberikan kepada siswa sejak dasar sampai lebih tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa keterampilan merupakan pembelajaran yang penting untuk membentuk siswa yang berkualitas maupun kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Keterampilan merupakan suatu bentuk kemampuan menggunakan pikiran, nalar, dan perbuatan dalam mengerjakan sesuatu secara efektif dan eifisien. Ruang lingkup keterampilan meliputi kegiatan berupa perbuatan, berpikir, berbicara, melihat dan mendengar. Dalam pembelajaran, keterampilan dirancang sebagai proses komunikasi belajar mengubah prilaku siswa menjadi cekat, cepat, dan tepat dalam melakukan dan menghadapi sesuatu. Kata kolase yang dalam bahasa Inggris disebut ‘Collage’ berasal dari kata ‘Coller’ dalam bahasa Perancis yang berarti ‘merekat”. Selanjutnya kolase dipahami sebagai suatu teknik seni menempel berbagai macam materi selain cat, seperti kertas, kain, kaca, logam dan lain sebagainya kemudian dikombinasi dengan penggunaan cat (minyak) atau teknik lainnya (Susanto, 2002, h. 63). Keterampilan merancang kolase adalah kemampuan untuk mengerjakan pembuatan karya seni tempel dari kertas berupa sebuah gambar segi banyak beraturan tertentu yang bermakna pengubinan dengan proses pembuatan secara kreatif dan peduli terhadap kerapihan. Pada pembuatan sebuah kolase pembelajaran tidak hanya berfokus pada aspek kognitif siswa tetapi pada aspek keterampilan sesuai dengan perubahan kurikulum 2013 yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu yang mengacu pada elemen-elemen perubahan kurikulum 2013 mencakup Standar Kompetensi Kelulusan (SKL), Standar Isi (SI), Standar Proses, dan Standar Penilaian. 1. Perubahan kurikulum 2013 pada Standar Kompetensi Lulusan adalah meningkatkan dan menyeimbangkan Soft Skills dan Hard Skills yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Di samping itu, kompetensi yang semula diturunkan dari mata pelajaran berubah menjadi mata pelajaran dikembangkan dari kompetensi. Karakteristik SD : a. Holistik berbasis sains (alam, sosial, dan budaya) b. Jumlah matapelajaran dari 10 menjadi 6 c. Jumlah jam bertambah 4 JP/minggu akibat perubahan pendekatan pembelajaran. 2. Perubahan kurikulum 2013 pada Standar Isi (SI) adalah kedudukan mata pelajaran kompetensi yang semula diturunkan dari mata pelajaran berubah menjadi mata pelajaran dikembangkan dari kompetensi. Untuk pendekatan yang dilakukan adalah: jenjang SD tematik terpadu dalam semua mata pelajaran. a. Holistik berbasis sains (alam, sosial dan budaya). b. Jumlah mata pelajaran dari 10 menjadi 6. c. Jumlah jam bertambah 4 jam pelajaran per-minggu akibat perubahan pendekatan pembelajaran. 3. Perubahan kurikulum 2013 pada Standar Proses adalah: a. Standar Proses yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi dilengkapi dengan mengamati, menanya, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. b. Belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah dan masyarakat c. Guru bukan satu-satunya sumber belajar. d. Sikap tidak diajarkan secara verbal, tetapi melalui contoh dan teladan. 4. Perubahan kurikulum 2013 pada Standar Penilaian adalah nilai diambil dari sebuah tes/ujian maka diubah menjadi penilaian yang otentik (mengukur semua kompetensi mulai dari sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil kerja. Setiap siswa memiliki semua rekaman kegiatan berupa portofolio yang dibuat oleh siswa sendiri sebagai instrumen utama penilaian. Ekstrakurikuler pramuka akan menjadi wajib pada semua jenjang pendidikan dasar sampai menengah. Komponen perubahan pada penilaian hasil belajar: a. Penilaian berbasis kompetensi. b. Pergeseran dari penilain melalui tes (mengukur kompetensi pengetahuan berdasarkan hasil saja), menuju penilaian otentik (mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil). c. Memperkuat PAP (Penilaian Acuan Patokan) yaitu pencapaian hasil belajar didasarkan pada posisi skor yang diperolehnya terhadap skor ideal (maksimal). d. Penilaian tidak hanya pada level KD, tetapi juga kompetensi inti dan SKL. e. Mendorong pemanfaatan portofolio yang dibuat siswa sebagai instrumen utama penilaian. Batasan masalah penelitian yang dimaksud peneliti ini adalah sikap peduli yaitu tumbuhnya kepekaan terhadap kehati-hatian dalam mengerjakan rancangan kolase, kerapihan dalam menggunting, kerapihan dalam mengelem kertas yang akan ditempelkan dan kerapihan untuk tidak kotor pada proses pembuatan rancangan kolase. Selain menumbuhkan sikap peduli pada penelitian ini menumbuhkan pula sikap kreatif yaitu memberikan kesempatan kepada siswa dalam mencipta, menghasilkan, dan mengembangkan sesuatu untuk menghasilkan karya seni pada rancangan sebuah kolase. Pada pembuatan sebuah kolase siswa bisa mengembangkan kreatifitasnya karena pada pembuatan gambar bangun segi pengubinan siswa bisa membuat gambar beraneka ragam, dalam penentuan warna siswa dapat memilih warna yang bervariasi agar kolase menarik, serta siswa bias memberikan hiasan menarik pada kolase yang di rancang Keterampilan merancang kolase dalam kegiatan pembuatannya memerlukan sebuah perencanaan agar kegiatan terstruktur dengan baik. Perencanaan penelitian yang akan dilakukan dalam keterampilan merancang kolase adalah: 1) Perencanaan Alat Alat yang diperlukan pada kegiatan merancang kolase adalah: a) Kertas hvs A4 b) Kertas lipat berwarna-warni c) Penggaris d) Gunting e) Lem pensil 2) Perencanaan Langkah-Langkah Kegiatan Merancang Kolase: a) Membuat gambar pola segi bangun beraturan pada kertas lipat. b) Menggunting gambar segi bangun. c) Memberikan lem pada kertas segi bangun. d) Menempelkan kolase pada kertas hvs A4. e) Memberi hiasan pada kolase. 3) Perencanaan Jadwal Sesuai dengan hari pembelajaran dilaksanakan. 4) Rancangan produk Produk yang dihasilkan dari kegiatan merancang kolase adalah sebuah kolase dengan segi bangun beraturan yang membentuk sebuah pengubinan. Pada buku panduan guru terdapat gambaran dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang berisi tentang jejaring tema yang memberikan gambaran untuk guru dalam kegiatan pembelajaran tematik terpadu untuk memberikan pengalaman belajar bermakna bagi siswa.Untuk mengembangkan keterampilan merancang kolase, guru memberikan tugas merancang kolase pada siswa dimana dalam proses pembuatannya membutuhkan keterampilan tingkat tinggi yang diharapkan dapat memberikan kesempatan pada siswa dalam melatih keterampilan dan kreatifitasnya untuk membuat sebuah hasil karya seni yang bermakna. Saat ini penting kiranya siswa mulai diberikan keluasan untuk mendapatkan pengalaman dan pemahaman atas informasi yang diperoleh dari kegiatan praktek yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan mengembangkan keterampilan, dan tentunya akan menambah daya kreatifitas siswa di kelas. Berdasarkan pengamatan selama PPL dan konsultasi bersama guru kelas IV, pembelajaran keterampilan merancang kolase belum pernah dilakukan di kelas tersebut sehingga belum ada pengalaman terhadap pembelajaran keterampilan merancang kolase dan belum ada hasil dari pembelajaran keterampilan merancang kolase begitupunaspek sikap peduli dan kreatif karena aspek tersebut belum ditanamkan dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Diharapkan dengan penelitian yang akan dilakukan pada kelas IV SDN Kacapiring Bandung dapat memberikan pengalaman yang bermakna dalam pembelajaran keterampilan merancang kolase dan memberikan hasil baik pada peningkatan keterampilan merancang kolase. Penting kiranya pemilihan model pembelajaran di perhatikan dalam proses kegiatan pembelajaran karena model pembelajaran merupakan sebuah acuan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran harus disesuaikan dengan materi yang diajarkan yaitu model pembelajaran yang sesuai dalam peningkatan keterampilan merancang kolase. Pemilihan model Project Based Learning (PJBL) salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yaitu dengan menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Menurut Kemendikbud 2014 Model Project Based Learning (PJBL) adalah pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Siswa melakukan eksplorasi, penilaian, interprestasi, sintesis, dan informasi untuk mengahsilkan berbagai bentuk hasil belajar. Menurut Permendikbud 2014 langkah-langkah model Project Based Learning (PJBL) adalah : 1) Penentuan pertanyaan mendasar. 2) Mendesain perencanaan proyek. 3) Menyusun jadwal. 4) Memonitor siswa dan kemajuan proyek. 5) Menguji hasil. 6) Mengevaluasi pengalaman. Dalam pembelajaran menggunakan model Project Based Learning (PJBL), ketika siswa melakukan kegiatan merancang kolase, menimbulkan motivasi siswa untuk mencari tahu permasalahan yang terjadi dan bagaimana cara memecahkan masalah. Siswa bisa mengurangi rasa ketidak pastian dengan cara melakukan kegiatan praktek membuat sebuah rancangan kolase untuk membuktikannya. Selain untuk memberikan siswa kemandirian untuk memecahkan suatu masalah dan dengan melakukan kegiatan praktek merancang kolase siswa dapat menghasilkan sebuah karya. Pembelajaran tematik terpadu merupakan suatu aplikasi penggabungan beberapa muatan pelajaran dalam materi yang tergabung dalam tema serta dapat menambah semangat belajar karena materi yang nyata (kontekstual) dan bermakna bagi siswa. Pembelajaran tematik terpadu diyakini sebagai pembelajaran yang efektif karena mampu mewadahi dan menyentuh secara terpadu dimensi emosi, fisik, dan akademik siswa di dalam kelas atau di lingkungan sekolah. Pada pembelajaran kegiatan merancang kolase, pembelajaran bersifat terpadu karena memadukan tiga muatan pelajaran yaitu IPA, Matematika, dan SDBP dalam satu tema yaitu indahnya kebersamaan sub tema kebersamaan dalam keberagaman. Pada muatan pembelajaran IPA materi menjelaskan mengenai indra pendengaran yaitu telinga yang bisa berfungsi utuk mengetahui sumber bunyi dimana pada kegiatan pembelajaran akan dilakukan kegiatan eksperimen untuk mengetahui sumber bunyi, pada muatan pelajaran matematika materi menjelaskan mengenai bangun segi banyak beraturan yang membentuk pola pengubinan, sedangkan pada muatan pelajaran SDBP materi berfokus pada kegiatan praktek hasil seni kreatif yaitu merancang sebuah kolase berdasarkan bengubinan. Kegiatan merancang kolase memadukan materi pengubinan dengan materi merancang karya seni kreatif berupa kolase karena pada pembuatan seni kolase bangun geometri yang digambar untuk di tempel pada kertas adalah sebuah pengubinan. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti mencoba menuangkan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pada judul PENERAPAN MODEL PROJECT BASED LEARNING (PJBL) UNTUK MENUMBUHKAN SIKAP PEDULI DAN KREATIF DALAM KETERAMPILAN MERANCANG KOLASE. B. Rumusan Masalah 1. Rumusan Masalah Umum Berdasarkan uraian identifikasi masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut: “Apakah penerapan model Project Based Learning (PJBL) dapat menumbuhkan sikap peduli dan kreatif pada keterampilan merancang kolase pada siswa ? 2. Rumusan Masalah Khusus Adapun rumusan masalah dari identifikasi masalah di atas, adalah : a. Bagaimana bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun dengan menggunakan model Project Based Learning (PJBL) sehingga sikap peduli dan kreatif tumbuh dalam keterampilan merancang kolase? b. Bagaimana pelaksanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan penggunaan model Project Based Learning (PJBL) sehingga sikap peduli dan kreatif tumbuh dalam keterampilan merancang kolase? c. Bagaimana model penilaian keterampilan dengan penggunaan model Project Based Learning (PJBL) sehingga keterampilan merancang kolase meningkat? d. Bagaimana model penilaian sikap pada penggunaan model Project Based Learning (PJBL) di kelas IV SDN Kacapiring Bandung? e. Bagaimana optimalisasi sikap peduli dan kreatif tumbuh setelah melakukan kegiatan merancang kolase? f. Bagaimana nilai rata-rata hasil belajar siswa pada keterampilan merancang kolase setelah menggunakan model Project Based Learning (PJBL)? g. Bagaimana respon siswa setelah melakukan kegiatan merancang kolase menggunakan model Project Based Learning (PJBL) ? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Meningkatkan kualitas pendidikan dalam keterampilan merancang kolase melalui model Project Based Learning (PJBL) pada siswa kelas IV SDN Kacapiring Kota Bandung. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang disusun pada pembelajaran keterampilan merancang kolase dengan menggunakan model Project Based Learning (PJBL) di kelas IV SDN Kacapiring. b. Untuk mengetahi pelaksanaan pembelajaran menggunakan model Project Based Learning (PJBL) pada keterampilan merancang kolase di kelas IV SDN Kacapiring. c. Untuk mengetahui peningkatan keterampilan merancang kolase dengan penerapan model Project Based Learning (PJBL) di kelas IV SDN Kacapiring Bandung. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat guna meningkatkan kualitas pembelajaran pada keterampilan merancang kolase khususnya di sekolah dasar. Penulis berharap penelitian ini bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis. 1. Secara Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat untuk pengembangan model Project Based Learning (PJBL) serta menambah karya-karya ilmiah yang berkaitan dengan keterampilan dalam pembelajaran. Selain itu, hasil dari penelitian ini diharapkan bisa dijadikan langkah awal untuk dilakukan penelitian kembali yang lebih mendalam, sehingga akan tercipta inovasi-inovasi baru terhadap perkembangan pendidikan terutama pada model pembelajaran agar yang diharapkan mampu memberikan input pemikiran-pemikiran baru terhadap proses pembelajaran yang efektif. 2. Secara Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan menjadi strategi yang tepat, berguna dan bermanfaat bagi guru. Model pembelajaran ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam mengajar yang benar, yang diharapkan mampu membentuk generasi bangsa yang berkualitas, mempunyai karakter yang baik untuk membangun keluarga, bangsa, agama dan negara. Adapun manfaat penelitian ini antara lain : a. Bagi Guru 1) Untuk dijadikan contoh dalam penerapan model pembelajaran yang efektif dan bisa meningkatkan keterampilan siswa. 2) Untuk dijadikan contoh dalam penggunaan media pembelajaran yang bisa dimanfaatkan utuk meningkatkan keterampilan siswa serta menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. 3) Untuk dijadikan contoh dalam meningkatkan keterampilan siswa agar kreatifitas tersalurkan dan bisa mengahsilkan sebuah karya. b. Bagi Siswa 1) Memberikan pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan. 2) Memberikan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan yang dimiliki untuk membuat sebuah hasil karya. 3) Memberikan pengalaman dalam bereksperimen memecahkan masalah yang mengahsilkan sebuah karya. c. Bagi Sekolah dan Lembaga Dapat digunakan sebagai pertimbangan guru dalam memilih model pembelajaran yang tepat untuk mengembangkan keterampilan siswa serta menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan menghasilkan sebuah produk yaitu hasil karya khususnya pada keterampilan merancang kolase. d. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil ini dapat membantu peneliti dalam upaya peningkatan keterampilan keterampilan merancang kolase pada siswa dan juga sebagai alternatif pemilihan model pembelajaran yang lebih membuat siswa kreatif dalam keterampilan merancang kolase. BAB II KAJIAN TEORI DAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kebijakan Pemerintah Mengenai Kurikulum Kurikulum merupakan salah satu unsur yang memberikan kontribusi untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas dan potensi siswa. Kurikulum 2013 dikembangkan berbasis pada kompetensi sangat diperlukan sebagai instrumen untuk mengarahkan siswa menjadi : a. Manusia yang berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. b. Manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri. c. Serta menjadi warga negara yang demokratis, bdan bertanggung jawab. Kebijakan pemerintah mengenai kurikulum 2013 adalah untuk menyeimbangkan antara sikap, pengetahuan dan keterampilan untuk membangun Soft Skills dan Hard Skils siswa mulai jenjang SD/SMP, SMA/SMK, dan PT seperti diungkapkan Marzano (1985) dan Bruner (1960) (dalam Implementasi Kurikulum 2013, 2014, h. 8). Pada jenjang SD ranah Attitude harus lebih banyak atau lebih dominan dikenalkan, diajarkan atau dicontohkan pada anak, kemudian diikuti ranah Skill, dan ranah Knowledge lebih sedikit diajarkan pada anak. Pengembangan kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan pengembangan kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan secara terpadu. (Dikutip dari buku Implementasi Kurikulum 2013, 2014, h.2). 2. Perubahan Paradigma (Konstruktivisme) Perubahan paradigma pembelajaran yang sebelumnya lebih menitikberatkan peran guru, fasilitator, instruktur yang demikian besar, dalam perjalanannya semakin bergeser pemberdayaan siswa untuk mengambil inisiatif dan partisipasi di dalam kegiatan belajar. Dalam kajian filsafat berkembangnya kontruktivisme tidak terlepas dari perubahan pandangan yang cukup lama yang menempatkan pengetahuan sebagai representasi (gambaran atau ungkapan) kenyataan dunia yang terlepas dari pengamat (objektivisme). Dalam proses perkembangannya pemikiran-pemikiran baru semakin mendapat tempat yang luas, bahwa pengetahuan lebih dianggap sebagai suatu proses pembentukan (konstruksi) yang terus menerus berkembang dan berubah. Suparno (1997, h. 30) menyatakan bahwa: Konstruktivisme beranggapan pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia. Manusia mengkontruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman lingkungan mereka. Bagi konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat di transfer begitu saja dari seseorang kepada yang lain, tetapi harus dipresentasikan sendiri oleh masing-masing orang. Tiap orang harus mengontruksi pengetahuan sendiri. Konstruktivisme merupakan respons terhadap berkembangnya harapan-harapan baru berkaitan dengan proses pembelajran yang menginginkan peran aktif siswa dalam merekayasa dan memprakarsai kegiatan belajarnya sendiri. Hampir semua kalangan yang terlibat di dalam mengkaji masalah-masalah pembelajaran mengetahui bahwa konstruktivisme merupakan paradigma alternatif pembelajaran yang muncul sebagai akibat revolusi yang terjadi belakangan ini. Menurut Piaget (1971, h. 311), pembentukan ini tidak pernah mencapai titik akhir, akan tetapi terus menerus berkembang setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pemahaman yang baru. Proses pembelajaran haruslah kreatif dan inovatif agar proses penyelenggaraan pendidikan bisa lebih efisien dan optimal. Setiap proses pembelajarannya menggunakan prinsip konstruktivisme maka sekolah tersebut akan lebih maju dan selalu tahu dari masa ke masa. Pendidikan yang didasari prinsip konstruktivisme menjadikan siswa lebih bersikap mandiri dan menemukan sendiri pengetahuan yang dirinya butuhkan bukan dalam kehidupannya. Tentu saja pengawasan yang bersangkutan dan tentu saja lebih tahu tentang kondisi anak. Konstruktivisme berfokus pada bagaimana sikap siswa menyusun arti, baik dari sudut pandang mereka sendiri, maupun dari interaksi dengan orang lain. Dengan kata lain membangun struktur kognitifnya sendiri. 3. Model Project Based Learning a. Pengertian Project Based Learning Project Based Learning merupakan sebuah model pembelajaran yang sudah banyak dikembangkan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, Project Based Learning bermakna sebagai pembelajaran berbasis proyek. Definisi secara lebih komperehensif tentang Project Based Learning menurut The George Lucas Educational Foundation (2005) adalah sebagai berikut: 1) Project Based Learning is Curriculum Fueled and Standards Based. Project Based Learning merupakan pendekatan pembelajaran yang menghendaki adanya standar isi dalam kurikulumnya. Melalui Project Based Learning, proses Inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (A Guiding Question) dan membimbing siswa dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum. Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung siswa dapat melihat berbagai elemen mayor sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah displin yang sedang dikajinya. 2) Project Based Learning adalah model pembelajaran yang menuntut pengajar dan atau siswa mengembangkan pertanyaan penuntun (A Guiding Question). Mengingat bahwa masing-masing siswa memiliki gaya belajar yang berbeda, maka Project Based Learning memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif. Hal ini memungkinkan setiap siswa pada akhirnya mampu menjawab pertanyaan penuntun. 3) Project Based Learning Asks Students to Investigate Issues and Topics Addressing Real-world Problems While Integrating Subjects Across The Curriculum. Project Based Learning merupakan pendekatan pembelajaran yang menuntut siswa membuat suatu jembatan yang menghubungkan antar berbagai subjek materi. Melalui jalan ini, siswa dapat melihat pengetahuan secara holistik. Lebih daripada itu, Project Based Learning merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha siswa. 4) Project Based Learning is A Method That Fosters Abstract, Intellectual Tasks to Explore Complex Issues. Project Based Learning merupakan pendekatan pembelajaran yang memperhatikan pemahaman. Siswa melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi dan mensintesis informasi melalui cara yang bermakna. b. Ciri dan Karakteristik Project Based Learning Ciri-ciri Project Based Learning menurut Center For Youth Development and Education Boston (Muliawati, 2010, h. 10) yaitu: 1) Melibatkan para siswa dalam masalah-masalah kompleks, persoalan-persoalan dunia nyata, dimana pun para siswa dapat memilih dan menetukan persoalan atau masalah yang bermakna. 2) Para siswa diharuskan menggunakan penyelidikan, penelitian keterampilan perencanaan, berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah saat mereka menyelesaikan proyek. 3) Para siswa diharapkan mempelajari dan menerapkan keterampilan dan pengetahuan yang dimilikinya dalam berbagai konteks ketika mengerjakan proyek. 4) Memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar dan mempraktekkan keterampilan pribadi pada saat mereka bekerja dalam tim kooperatif, maupun saat mendiskusikan dengan guru. 5) Memberikan kesempatan bagi para siswa mempraktekan berbagai keterampilan yang dibutuhkan untuk kehidupan dewasa mereka dan karir (bagaimana mengalokasikan waktu, menjadi individu yang bertanggung jawab, keterampilan pribadi, belajar melalui pengalaman). 6) Menyampaikan harapan mengenai prestasi/hasil pembelajaran (ini disesuaikan dengan standard an tujuan pembelajaran untuk sekolah/negara. 7) Melakukan refleksi yang mengarahkan siswa untuk berpikir kritis tentang pengalaman mereka dan menghubungkan pengalaman dengan pelajaran. 8) Berakhir dengan presentasi atau produk yang menunjukkan pembelajaran dan kemudian dinilai (kriteria dapat ditentukan oleh para siswa). Buck Institute for Education (Lie, 2007, h. 87) menyebutkan karakteristik Project Based Learning diantaranya adalah: isi, kondisi, aktivitas dan hasil. Keempat karakteristik itu adalah sebagai berikut: a) Isi difokuskan pada ide-ide siswa yaitu dalam membentuk gambaran sendiri bekerja atas topik-topik yang relevan dan minat siswa yang seimbang dengan pengalaman siswa sehari-hari. Pada materi yang dibahas, masalah nyata yang diangkat haruslah difokuskan pada pengalaman siswa sehari-hari. b) Kondisi maksudnya adalah kondisi untuk mendorong siswa mandiri, yaitu dalam mengelola tugas dan waktu belajar. Sehingga dalam belajar siswa mencari sumber informasi secara mandiri dari berbagai referensi seperti buku maupun intenet. c) Aktivitas adalah suatu strategi yang efektif dan menarik, yaitu dalam mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dan memecahkan masalahmasalah menggunakan kecakapan. Aktivitas juga merupakan bangunan dalam menggagas pengetahuan siswa dalam mentransfer dan menyimpan informasi dengan mudah. Pada materi koloid, siswa dituntut untuk aktif, menggunakan kecakapan untuk memecahkan masalah dan berbagai tujuan belajar yang ingin dicapai. d) Hasil disini adalah penerapan hasil yang produktif dalam membantu siswa mengembangkan kecakapan belajar dan mengintegrasikan dalam belajar yang sempurna, termasuk strategi dan kemampuan untuk mempergunakan kognitif strategi pemecahan masalah. Juga termasuk kecakapan tertentu, disposisi, sikap dan kepercayaan yang dihubungkan dengan pekerjaan produktif, sehingga secara efektif dapat menyempurnakan tujuan yang sulit untuk dicapai dengan model-model pengajaran yang lain. c. Prinsip – prinsip Project Based Learning Menurut Thomas (Wena, 2009, h. 121) Project Based Learning memiliki lima prinsip, yaitu: 1) Keterpusatan (Centrality) Proyek dalam Project Based Learning adalah pusat atau inti kurikulum, bukan pelengkap kurikulum. Di dalam Project Based Learning, proyek adalah strategi pembelajaran; pelajar mengalami dan belajar konsep-konsep inti suatu disiplin ilmu melalui proyek. Ada kerja proyek yang mengikuti pembelajaran tradisional dengan cara proyek tersebut memberi ilustrasi, contoh, praktik tambahan, atau aplikasi praktik yang diajarkan sebelumnya dengan maksud lain. Akan tetapi, menurut kriteria di atas, aplikasi proyek tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai Project Based Learning. Kegiatan proyek yang dimaksudkan untuk pengayaan di luar kurikulum juga tidak termasuk dari Project Based Learning. 2) Berfokus pada Pertanyaan atau Masalah Proyek dalam Project Based Learning adalah terfokus pada pertanyaan atau masalah, yang mendorong pelajar menjalani (dengan kerja keras) konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti atau pokok dari disiplin. Kriteria ini sangat halus dan agak susah diraba. Definisi proyek (bagi pelajar) harus dibuat sedemikian rupa agar terjalin hubungan antara aktivitas dan pengetahuan konseptual yang melatarinya yang diharapkan dapat berkembang menjadi lebih luas dan mendalam. Biasanya dilakukan dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan atau Ill-Defined Problem. Proyek dalam Project Based Learning mungkin dibangun di sekitar unit tematik, atau gabungan (intersection) topik-topik dari dua atau lebih disiplin, Tetapi itu belum sepenuhnya dapat dikatakan sebuah proyek. Pertanyaan-pertanyaan yang mengejar pelajar, sepadan dengan aktivitas, produk, dan unjuk kerja yang mengisi waktu mereka, harus digubah (Orchestrated) dalam tugas yang bertujuan intelektual. 3) Investigasi Konstruktif atau Desain Proyek melibatkan pelajar dalam investigasi konstruktif. Investigasi mungkin berupa proses desain, pengambilan keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah, diskoveri, atau proses pembangunan model. Akan tetapi, agar dapat disebut proyek memenuhi kriteria Project Based Learning, aktivitas inti dari proyek itu harus meliputi transformasi dan konstruksi pengetahuan (dengan pengertian: pemahaman baru, atau keterampilan baru) pada pihak pembelajar. Jika pusat atau inti kegiatan proyek tidak menyajikan “tingkat kesulitan” bagi anak, atau dapat dilakukan dengan penerapan informasi atau keterampilan yang siap dipelajari, proyek yang dimaksud adalah tak lebih dari sebuah latihan, dan bukan proyek dalam Project Based Learning yang dimaksud. Membersihkan peralatan laboratorium mungkin sebuah proyek, akan tetapi mungkin bukan proyek dalam Project Based Learning. 4) Otonomi Proyek mendorong pelajar sampai pada tingkat yang signifikan. Proyek dalam Project Based Learning bukanlah ciptaan guru, tertuliskan dalam naskah, atau terpaketkan. Latihan laboratorium bukanlah contoh Project Based Learning, kecuali jika berfokus pada masalah dan merupakan inti pada kurikulum. Proyek dalam Project Based Learning tidak berakhir pada hasil yang telah ditetapkan sebelumnya atau mengambil jalur (prosedur) yang telah ditetapkan sebelumnya. Proyek dari Project Based Learning lebih mengutamakan otonomi, pilihan, waktu kerja yang tidak bersifat rigid, dan tanggung jawab pelajar daripada proyek trandisional dan pembelajaran tradisional. 5) Realisme Proyek adalah realistik. Karakteristik proyek memberikan keontentikan pada pelajar. Karakteristik ini boleh jadi meliputi topik, tugas, peranan yang dimainkan pelajar, konteks dimana kerja proyek dilakukan, kolaborator yang bekerja dengan pelajar dalam proyek, produk yang dihasilkan, audien bagi produk-produk proyek, atau kriteria di mana produk-produk atau unjuk kerja dinilai. Project Based Learning melibatkan tantangan-tantangan kehidupan nyata, berfokus pada pertanyaan atau masalah otentik (bukan simulatif), dan pemecahannya berpotensi untuk diterapkan di lapangan yang sesungguhnya. Project Based Learning bisa menjadi bersifat revolusioner di dalam isu pembaruan pembelajaran. Proyek dapat mengubah hakikat hubungan antara guru dan siswa. Proyek dapat mereduksi kompetisi di dalam kelas dan mengarahkan pelajar lebih kolaboratif daripada kerja sendiri-sendiri. Proyek juga dapat menggeser fokus pembelajaran dari mengingat fakta ke eksplorasi ide. Beberapa aspek yang membedakan Project Based Learning dengan pembelajaran tradisional dideskripsikan oleh Thomas, Mergendoller, & Michaelson (Wena, 2009, h. 129) sebagaimana dalam tabel sebagai berikut: Tabel 2.1 Perbedaan Project Based Learning dan Pembelajaran Tradisional ASPEK PENDIDIKAN PEMBELAJARAN TRADISIONAL PROJECT BASED LEARNING Fokus Kurikulum Cakupan isi Kedalaan pemahaman Pengetahuan tentang fakta-fakta Penguasaan konsep-konsep dan prinsip-prinsip Belajar keterampilan building-block dalam isolasi Pengembangan keterampilan pemecahan masalah kompleks Lingkup dan Urutan Mengikuti urutan kurikulum secara ketat Mengikuti minat pelajar Berjalan dari blok ke blok atau unit ke unit Unit-unit besar terbentuk dari problem dan isu yang kompleks Memusat, fokus berbasis disiplin Meluas, fokus interdisipliner Peranan Guru Penceramah dan direktur pembelajaran Penyedia sumber belajar dan partisipan di dalam kegiatan belajar Ahli Pembimbing/Partner Fokus pengukuran Produk Proses dan produk Skor tes Pencapaian yang nyata Membandingkan dengan yang lain Unjuk kerja standard dan kemajuan dari waktu ke waktu Reproduksi informasi Demonstrasi pemahaman Bahan-bahan Pembelajaran Teks, ceramah, dan presentasi Langsung sumber-sumber asli: bahan-bahan tercetak, Interview, dokumen, dll. Kegiatan dan lembar latihan dikembangkan guru Data dan bahan dikembangkan oleh pelajar Penggunaan teknologi Penyokong, peripheral Utama, integral Dijalankan guru Diarahkan pebelajar Kegunaan untuk perluasan presentasi guru Kegunaan untuk memperluas presentasi pebelajar atau penguatan kemampuan pelajar Konteks kelas Pelajar bekerja sendiri Pelajar bekerja dalam kelompok Pelajar kompetisi satu dengan lainnya Pelajar kolaboratif satu dengan lainnya Pelajar menerima informasi dari guru Pelajar mengkonstruksi, berkontribusi, dan melakukan sintesis informasi Peranan pelajar Menjalankan perintah guru Melakukan kegiatan belajar yang diarahkan oleh diri sendiri Pengingat dan pengulang fakta Pengkaji, integrator, dan penyaji ide Pembelajar menerima dan menyelesaikan tugas-tugas laporan pendek Pebelajar menentukan tugas mereka sendiri dan bekerja secara independen dalam waktu yang besar Tujuan jangka pendek Pengetahuan tentang fakta, istilah, dan isi Pemahaman dan aplikasi ide dan proses yang kompleks Tujuan jangka panjang Luas pengetahuan Dalam pengetahuan Lulusan yang memiliki pengetahuan yang berhasil pada tes standar pencapaian belajar Lulusan yang berwatak dan terampil mengembangkan diri, mandiri, dan belajar sepanjang hayat. d. Komponen-komponen Project Based Learning (PJBL) Buck Institute for Education (Lie, 2007, h. 97) menyebutkan komponen-komponen Project Based Learning meliputi beberapa hal: 1) Isi kurikulum guru dan siswa bertanggung jawab atas dasar standar dan tujuan yang jelas serta mendukung proses belajar. 2) Komponen multimedia siswa diberi kesempatan untuk menggunakan teknologi secara efektif sebagai alat dalam perencanaan, perkembangan atau penyajian proyek. 3) Komponen petunjuk siswa dirancang untuk siswa dalam membuat keputusan, berinisiatif dan memberi materi untuk mengembangkan dan menilai pekerjaannya. 4) Bekerja sama memberi siswa kesempatan bekerjasama diantara siswa maupun dengan guru serta anggota kelompok yang lain. 5) Komponen hubungan dengan dunia nyata Project Based Learning dihubungkan dengan dunia nyata menuju persoalan yang relevan untuk kehidupan siswa atau kelompok dan juga komunikasi dengan dunia luar kelas melalui internet, serta bekerjasama dengan anggota kelompok. 6) Kerangka waktu memberi siswa kesempatan merencanakan, merevisi, membayangkan pembelajarannya dalam kerangka waktu berpikir untuk materi dan waktu yang mendukung pembelajaran tersebut. 7) Penilaian proses penilaian dilakukan secara terus menerus dalam setiap pembelajaran, seperti menilai guru, teman, menilai dan merefleksi diri. e. Langkah-langkah Project Based Learning (PJBL) Diagram langkah pelaksanaan Project Based Learning menurut Kemendikbud dalam Implementasi Kurikulum 2013 (2014, h. 24): Gambar 2.1 Langkah-langkah Pelaksanaan Project Based Learning Penjelasan langkah-langkah Project Based Learning. 1) Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With The Essential Question) pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi penugasan siswa dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Guru berusaha agar topik yang diangkat relevan untuk para siswa. 2) Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan For The Project) Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan siswa. Dengan demikian siswa diharapkan akan merasa memiliki atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktifitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penjelasan proyek. 3) Menyusun Jadwal (Create a Schedule) Guru dan siswa secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: a) Membuat Timeline untuk menyelesaikan proyek. b) Membuat Deadline penyelesaian proyek. c) Membawa siswa agar merencanakan cara yang baru. d) Membimbing siswa ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek. e) Meminta siswa untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara. 4) Memonitor Siswa dan Kemajuan Proyek (Monitor the Students and the Progress of the Project) Guru bertanggung jawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas siswa selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara memfasilitasi siswa pada setiap proses. Dengan kata lain guru berperan menjadi mentor bagi aktivitas siswa. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas penting. 5) Menguji Hasil (Assess the Outcome) Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-masing siswa, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai siswa, membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya. 6) Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience) Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan siswa melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini siswa diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama menyelesaikan proyek. Guru dan siswa mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (New Inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran. f. Kelebihan dan Kelemahan Project Based Learning Tidak ada satupun metode yang sempurna sehingga dapat dipakai untuk semua pembelajaran. Namun, ada beberapa kelebihan dari setiap metode. Adapun kelebihan dari penggunaan Project Based Learning menurut Kamdi (Muliawati, 2010, h. 13) adalah sebagai berikut: 1) Meningkatkan Motivasi. Laporan-laporan tertulis tentang proyek banyak yang mengatakan bahwa siswa tekun sampai lewat batas waktu, berusaha keras dalam mencapai proyek. 2) Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah. Penelitian pada pengembangan keterampilan kognitif tingkat tinggi siswa menekankan perlunya bagi siswa untuk terlibat di dalam tugas-tugas pemecahan masalah dan perlunya untuk pembelajaran khusus pada bagaimana menemukan dan memecahkan masalah. Banyak sumber yang mendeskripsikan lingkungan belajar berbasis proyek membuat siswa menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan masalah-masalah yang kompleks. 3) Meningkatkan Kolaborasi Pentingnya kerja kelompok dalam proyek memerlukan siswa mengembangkan dan mempraktikan keterampilan komunikasi. Kelompok kerja kooperatif, evaluasi siswa, pertukaran informasi adalah aspek-aspek kolaboratif dari sebuah proyek. Teori-teori kognitif yang baru dan konstruktivistik menegaskan bahwa belajar adalah fenomena sosial , dan bahwa siswa akan belajar lebih di dalam lingkungan kolaboratif. 4) Meningkatkan Keterampilan Mengelola Sumber. Bagian dari menjadi siswa yang independen adalah bertanggungjawab untuk menyelesaikan tugas yang kompleks. Project Based Learning yang diimplementasikan secara baik memberikan kepada siswa pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas. Adapun kekurangan dari Project Based Learning menurut Lie (2007, h. 27) adalah sebagai berikut: a) Tiap mata pelajaran mempunyai kesulitan tersendiri, yang tidak dapat selalu dipenuhi di dalam proyek. b) Sukar untuk memilih proyek yang tepat. c) Menyiapkan tugas bukan suatu hal yang mudah. d) Sulitnya mencari sumber-sumber referensi yang sesuai. g. Penilaian Project Based Learning Menurut Kemendikbud dalam implementasi kurikulum 2013 (2014, h. 25) penilaian pembelajaran dengan model Project Based Learning (PJBL) harus dilakukan secara menyeluruh terhadap sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa dalam melaksanakan Project Based Learning. Penilaian Project Based Learning dapat menggunakan teknik penilaian yang dikembangkan oleh Pusat Penilaian Pendidikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu penilaian proyek atau penilaian produk. Penilaian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Penilaian Proyek Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu.Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan menginformasikan siswa pada mata pelajaran tertentu secara jelas. Pada penilaian proyek ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan yaitu: a) Kemampuan Pengelolaan Kemampuan siswa dalam memilih topik, mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta pengumpulan laporan. b) Relevansi Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran. c) Keaslian Proyek yang dilakukan siswa harus merupakan hasil karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek siswa. 2) Teknik Penilaian Proyek Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan, sampai hasil akhir proyek. Untuk itu guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai, seperti penyusunan disalin, pengumpulan data, analisisi data, dan penyiapan laporan tertulis. Laporan tugas atau hasil penelitian juga dapat disajikan berupa poster. Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan alat atau instrument penilaian berupa daftar cek atau skala penilaian. Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan sampai dengan akhir proyek. Untuk itu perlu memperhatikan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai. Penilaian dapat juga menggunakan Rating Scale dan Checklist. 3) Penilaian Produk Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan siswa membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni (patung, lukisan, gambar), barang barang terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan logam. Pengembangan produk meliputi 3 (tiga) tahap dan setiap tahap perlu diadakan penilaian yaitu : a) Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan siswa dan merencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan, dan desain produk. b) Tahap pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan siswa dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan tekhnik. c) Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang dihasilkan siswa sesuai kriteria yang ditetapkan. 4) Teknik Penilaian Produk Penilaian produk biasanya menggunakan cara holistik atau analitik. a) Cara holistik, yaitu berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya dilakukan pada tahap appraisal. b) Cara analitik, yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan terhadap semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses pengembangan. 4. Psikologi Perkembangan Anak Sekolah Dasar Perkembangan seorang anak tidak hanya pada aspek fisik saja tetapi juga psikologisnya: mental, sosial dan emosional. Masa usia sekolah dasar merupakan masa kanak-kanak akhir yang berangsur dari usia 6 tahun hingga kira-kira usia 11 tahun atau 12 tahun. Usia ini ditandai dengan mulainya anak masuk sekolah dasar. Masa usia sekolah dasar juga sering pula disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian sekolah. Pada masa keserasian sekolah ini secara relatif anak-anak lebih mudah dididik dari pada masa sebelum dan sesudahnya. Menurut Fauzi (1999, h. 82), masa keserasian sekolah ini dapat diperinci menjadi dua fase, yaitu: a. Masa kelas-kelas rendah Sekolah Dasar, kira-kira umur 6 atau 7 sampai umur 9 atau 10 tahun Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini antara lain adalah: 1) Adanya kolerasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi sekolah. 2) Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan tradisional 3) Ada kecenderungan memuji diri sendiri. 4) Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain, kalau hal itu dirasanyamenguntungkan, dalam hal ini ada kecenderungan untuk merendahkan anak lain. 5) Kalau tidak dapat menyelesaikan sesuatu soal, maka soal itu dianggapnya tidak penting. 6) Pada masa ini (terutama pada umur 6 – 8 tahun), anak menghendaki menghendaki nilai (angkarapor) yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilaibaik atau tidak. b. Masa kelas-kelas tinggi Sekolah Dasar, yaitu kira-kira umur 9 atau 10 sampai kira-kira umur 12 atau 13 tahun. Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini antara lain adalah: 1) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang kongkret; hal menimbukan anak membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis. 2) Amat realistis, ingin tahu, ingin belajar. 3) Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan mata pelajara khusus, yang oleh ahli-ahli mengikuti faktor, dapat ditapsirkan sebagai mulai faktor-faktor. 4) Sampai kira-kira umur 11 tahun, anak membutuhkan seorang guru atau orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugasnya dan memenuhi keinginannya; setelah kira-kira umur 11 tahun pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaikannya sendiri. 5) Pada masa ini anak mengandung nilai (angka raport) sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi sekolah. 6) Anak-anak pada masa ini ngemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bersama-sama. Menurut Teori Kolhberg (Fauzy, 1999, h. 91) dalam menganalisis perkembangan anak usia 6-12 tahun juga membaginya menjadi dua tahapan : a. Tahapan pertama: usia 6-10 tahun. Dalam usia ini, ia menilai anak sudah bisa menilai hukuman atau akibat yang diterimanya berdasarkan tingkat hukuman dari kesalahan yang dilakukannnya. Sehingga ia sudah bisa mengetahui bahwa berperilaku baik akan mampu membuatnya jauh atau tak mendapatkan hukuman. b. Tahapan kedua: usia 10-12 tahun. Dalam usia ini, ia sudah bisa berpikir bijaksana. Hal ini ditandai dengan ia berperilaku sesuai dengan aturan moral agar disukai oleh orang dewasa, bukan karena takut dihukum. Sehingga berbuat kebaikan bagi anak usia seperti ini lebih dinilai dari tujuannya. Ia pun menjadi anak yang tahu akan aturan. Menurut Piaget (Fauzi, 1999, h. 92) “usia 6-7 tahun dapat digolongkan pada tahap praoperasional” dimana pada tahap ini anak belum dapat dituntut untuk berpikir logis. Anak pada tahap usia ini sangat egosentris. Ia mulai menaruh minat pada hal-hal di luar dirinya namun ia hanya melihat dari sudut pandangnya sendiri. Tahapan ini juga merupakan usia serba ingin tahu dimana anak pada usia kelas rendah selalu bertanya dan menyelidiki segala hal yang ada di sekitarnya. Namun karena pengalaman anak sangat terbatas mereka cenderung membuat penjelasan-penjelasan sendiri yang kadang-kadang bagi orang dewasa seperti mengada-ada. Berdasarkan penyataan di atas, dalam memberikan pengajaran seorang guru harus dapat memahami tentang karakteristik anak, serta harus mampu menjadi pembimbing yang paling dekat untuk dapat merasakan serta menghayati segala aspirasi mereka. “Karakteristik dari anak di antaranya senang bermain, senang berlatih dan bereksplorasi, serta permainan-permainan tradisi” (Artantri, 2005, h. 8). 5. Pembelajaran Tematik Terpadu a. Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu “Pembelajaran tematik terpadu adalah studi dimana para siswa dapat mengeksplorasi pengetahuan mereka dalam berbagai mata pelajaran yang berkaitan dengan aspek-aspek tertentu dari lingkungan mereka” (Humphreys, Post, dan Ellis (Indrawati, 2009, h. 17). Pengetahuan yang didapat oleh siswa merupakan hasil dari proses penggalian pengetahuan dari berbagai mata pelajaran yang aspek-aspeknya didapat dari lingkungan yang dekat dengan mereka. Demikian juga menurut Sukayati (2004, h. 2) yang mengatakan bahwa “pembelajaran terpadu merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Hal ini berarti pembelajaran terpadu tersebut aspek-aspeknya dapat dikaitkan dalam satu mata pelajaran tertentu ataupun lebih”. b. Model Pembelajaran Tematik Terpadu Menurut Indrawati (2009, h. 26) pada dasarnya pembelajaran tematik terpadu dikatakan merupakan bentuk aktivitas belajar mengajar yang secara struktur sama dengan program satuan pembelajaran untuk satu pokok bahasan/materi pokok dalam silabus, hanya muatan materinya dan konteksnya berbeda, yaitu berasal dari beberapa pokok bahasan untuk satu mata pelajaran atau bahkan antar pokok bahasan dari dua atau lebih mata pelajaran. Selanjutnya dikatakan bahwa pembelajaran tematik terpadu berfungsi sebagai wadah, ajang atau muara penyatupaduan konsep-konsep yang dikandung beberapa pokok bahasan dan atau beberapa mata pelajaran yang seharusnya memiliki keterkaitan dan keterpaduan pemahamannya. Pembelajaran tematik terpadu menurut Forgarty (Indrawati, 2009, h. 19) terdiri dari beberapa model sebagai berikut: 1) Model Terpisah (Fragmented) Merupakan model yang berbagi disiplin ilmu yang berbeda dan saling terpisah. 2) Model Keterkaitan (Connected) Model ini pada intinya memiliki topik-topik dalam disiplin ilmu berkaitan satu sama lain. 3) Model Berbentuk Sarang (Nested) Ketrampilan-ketrampilan sosial, berpikir, dan content, dicapai dalam satu mata pelajaran. 4) Model dalam Satu Rangkaian (Sequence) Persamaan-persamaan yang ada diajarkan secara bersamaan, meskipun termasuk ke dalam mata pelajaran yang berbeda. 5) Model Terbagi (Shared) Perencanaan tim dan atau pengajaranyang melibatkan dua disiplin difokuskan pada konsep ketrampilan dan sikap-sikap yang sama. 6) Model Berbentuk Jaring Laba-laba (Webbed) Pembelajaran tematis, menggunakan suatu tema sebagai dasar pembelajaran dalam berbagai disiplin mata pelajaran. 7) Model dalam Satu Alur (Threaded) Keterampilan-keterampilan sosial, berpikir, berbagai jenis kecerdasan, dan keterampilan belajar direntangkan melalui berbagai disiplin ilmu. 8) Model Terpadu (Integrated) Dalam berbagai prioritas yang saling tumpang tindih dalam berbagai disiplin ilmu, dicari keterampilan, konsep, dan sikap-sikap yang sama. 9) Model Immersed Pelajar memadukan apa yang dipelajari dengan cara memandang seluruh pengajaran melalui perspektif bidang yang disukai. 10) Membentuk Jejaring (Networked) Pelajar melakukan proses pemaduan topik yang dipelajari melalui pemilihan jejaring pakar dan sumber daya. Dari berbagai model tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik terpadu memiliki berbagai cara untuk untuk menimbulkan kebermaknaan dalam mencapai hasil yang optimal dalam suatu proses pembelajaran. Menurut Indrawati (2009, h. 21) “Pembelajaran tematik terpadu membuat siswa memahami pengetahuan secara utuh. Siswa mendapatkan pengetahuan yang digalinya sendiri dan mampu memandangnya dari berbagai disiplin ilmu dan dari berbagai sudut pandang.” Dalam penerapannya, pembelajaran terpadu membuat suasana pembelajaran menjadi lebih menarik karena siswa tidak merasakan pengotak-kotakan mata pelajaran secara nyata dalam proses pembelajaran sehingga mereka merasakan sedang mengalami peristiwa yang dikembangkan melalui konsep itu secara alami yang ujungnya dapat mencapai hasil belajar yang optimal. c. Hakikat Pembelajaran Tematik Terpadu Menurut Sukayati (2014, h. 29) Pembelajaran terpadu merujuk pada dua pengertian yaitu : 1) Sebagai bentuk aktifitas belajar mengajar yang secara struktur sama dengan program satuan pembelajaran untuk satu pokok bahasan / materi pokok dalam silabus, hanya muatan materinya dan konteksnya berbeda, yakni berasal dari pokok bahasan untuk untuk satu mata pelajaran bahkan antar pokok bahasan dari dua atau lebih mata pelajaran. 2) Berfungsi sebagai wadah, ajang atau muara penyatupaduan konsep-konsep yang dikandung beberapa pokok bahasan atau beberapa mata pelajaran yang seharusnya memiliki keterkaitan dan keterpaduan pemahamannya. Menurut Indrawati (2009, h. 33) “Pembelajaran tematik terpadu merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran.” Dengan adanya pemaduan itu, siswa akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa. Bermakna disini memberi arti bahwa pada pembelajaran terpadu siswa akan dapat memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan nyata yang menghubungkan antara konsep intra ataupun antar mata pelajaran. d. Tujuan Pembelajaran Tematik Terpadu Depdiknas (2006, h. 22) menyatakan bahwa pembelajaran tematik terpadu dikembangkan selain untuk mencapai tujuan pembalajaran yang telah ditetapkan, diharapkan siswa juga dapat: 1) Meningkatkan pemahaman konsep yang dipelajarinya secara lebih bermakna. 2) Mengembangkan keterampilan menemukan, mengolah, dan memanfaatkan informasi. 3) Menumbuhkembangkan sikap positif, kebiasaan baik, dan nilai-nilai luhur yang diperlukan dalam kehidupan. 4) Menumbuhkembangkan keterampilan sosial seperti kerja sama, toleransi, komunikasi, serta menghargai pendapat orang lain. 5) Meningkatkan minat dalam belajar. 6) Memilih kegiatan yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya e. Karakteristik Pembelajaran Tematik Terpadu Depdiknas (2006, h. 29) menyatakan pembelajaran tematik terpadu memiliki beberapa macam karakteristik, diantaranya. 1) Berpusat pada siswa. 2) Memberi pengalaman langsung pada siswa. 3) Pemisahan antar mata pelajaran tidak begitu jelas. 4) Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. 5) Bersifat luwes. 6) Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. 7) Holistik, artinya suatu peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran tematik terpadu diamati dan dikaji dari beberapa mata pelajaran sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak. 8) Bermakna, artinya pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek memungkinkan terbentuknya semacam jalinan skemata yang dimiliki siswa. 9) Otentik, artinya informasi dan pengetahuan yang diperoleh sifatnya menjadi otentik. 10) Aktif, artinya siswa perlu terlibat langsung dalam proses pembelajaran mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga proses penilaian. 11) Wujud lain dari implementasi tematik terpadu yang bertolak dari tema. f. Strategi Pelaksanaan Pembelajaran Tematik Terpadu pada Kurikulum 2013 Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) yang tersusun secara Tematik Terpadu di dalam kurikulum 2013 adalah mata pelajaran IPA dan IPS. Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu bergantung pada kesesuaian rencana yang dibuat dengan kondisi dan potensi siswa (minat, bakat, kebutuhan, dan kemampuan). Penentuan tema pembelajaran IPA/IPS terpadu pada kurikulum 2013: 1) Tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat digunakan memadukan banyak banyak indikator. 2) Tema harus bermakna artinya bahwa tema yang dipilih untuk dikaji harus memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya. 3) Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis anak. 4) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan penstiwa peristiwa otentik yang terjadi dalam rentang waktu belajar. 5) Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar. Untuk menyusun perencanaan pembelajaran tematik terpadu perlu dilakukan langkah-langkah seperti berikut. Gambar 2.2 Langkah-langkah Pembelajaran Tematik Langkah-langkah perencanaan pembelajaran tematik terpadu seperti yang disajikan pada diagram di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Menganalisis KI dan KD mata pelajaran IPA atau IPS. b) Menentukan Tema yang sesuai dengan konsep konsep yang ada dalam setiap nomor KD IPA atau IPS. c) Penjabaran (perumusan) Kompetensi Dasar ke dalam indikator sesuai topik/tema. d) Membuat peta hubungan antar indikator dengan judul tema. e) Pengembangan Silabus. f) Menyusun RPP Tematik Terpadu. g. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Tematik Terpadu Menurut Kunandar (2007, h. 315) Pembelajaran tematik mempunyai kelebihan dan kekurangan yakni: 1) Kelebihan a) Materi pelajaran menjadi dekat dengan kehidupan anak sehingga anak dengan mudah memahami sekaligus melakukannya. b) Siswa juga dengan mudah dapat mengaitkan hubungan materi pelajaran di mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran lainnya. c) Dengan bekerja dalam kelompok, siswa juga dapat mengembangkan kemampuan belajarnya dalam aspek afektif dan psikomotorik, selain aspek kognitif. d) Pembelajaran terpadu mengakomodir jenis kecerdasan siswa. e) Dengan pendekatan pembelajaran terpadu guru dapat dengan mudah menggunakan belajar siswa aktif sebagai metode pembelajaran. 2) Kekurangan a) Aspek Guru Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi, keterampilan metodologis yang handal, rasa percaya diri yang tinggi, dan berani mengemas dan mengembangkan materi. Secara akademik, guru dituntut untuk terus menggali informasi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan dan banyak membaca buku agar penguasaan bahan ajar tidak terfokus pada bidang kajian tertentu saja. Tanpa kondisi ini, maka pembelajaran terpadu akan sulit terwujud. b) Aspek Siswa Pembelajaran terpadu menuntut kemampuan belajar siswa yang relatif “baik”, baik dalam kemampuan akademik maupun kreativitasnya. Hal ini terjadi karena model pembelajaran terpadu menekankan pada kemampuan analitik (mengurai), kemampuan asosiatif (menghubung-hubungkan), kemampuan eksploratif dan elaboratif (menemukan dan menggali). Bila kondisi ini tidak dimiliki, maka penerapan model pembelajaran terpadu ini sangat sulit dilaksanakan. c) Aspek Sarana dan Sumber Pembelajaran Pembelajaran terpadu memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi, mungkin juga fasilitas internet. Semua ini akan menunjang, memperkaya, dan mempermudah pengembangan wawasan. Bila sarana ini tidak dipenuhi, maka penerapan pembelajaran terpadu juga akan terhambat. d) Aspek Kurikulum Kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman siswa (bukan pada pencapaian target penyampaian materi). Guru perlu diberi kewenangan dalam mengembangkan materi, metode, penilaian keberhasilan pembelajaran siswa. e) Aspek Penilaian Pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian yang menyeluruh (komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar siswa dari beberapa bidang kajian terkait yang dipadukan. Dalam kaitan ini, guru selain dituntut untuk menyediakan teknik dan prosedur pelaksanaan penilaian dan pengukuran yang komprehensif, juga dituntut untuk berkoordinasi dengan guru lain, bila materi pelajaran berasal dari guru yang berbeda. f) Suasana Pembelajaran Pembelajaran terpadu berkecenderungan mengutamakan salah satu bidang kajian dan ‘tenggelam’nya bidang kajian lain. Dengan kata lain, pada saat mengajarkan sebuah tema, maka guru berkecenderungan menekankan atau mengutamakan substansi gabungan tersebut sesuai dengan pemahaman, selera, dan latar belakang pendidikan guru itu sendiri. h. Teori Pendukung Pembelajaran Tematik Terpadu 1) Teori belajar Konstrutivisme Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman, dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya. 2) Teori Belajar Piaget Piaget dalam Dahar (1989, h. 152) menyatakan bahwa “Setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan kognitif).” Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya. Piaget dalam Dahar (1989, h. 153) menyatakan anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: a) Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak. b) Mulai berpikir secara operasional. c) Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda. d) Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat. e) Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat. 6. Karakteristik Penerapan Model Project Based Learning (PJBL) dalam Keterampilan Merancang Kolase. Depdiknas (2003, h. 7) menegaskan bahwa: Model pembelajaran berbasis proyek/tugas terstruktur (Project Based Learning) merupakan pendekatan pembelajaran yang membutuhkuan suatu pembelajaran kompherehensif dimana lingkungan belajar siswa (kelas) didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah autentik termasuk pendalaman materi suatu materi pembelajaran, dan melaksanakan tugas bermakana lainnya. Pendekatan ini memperkenalkan siswa untuk bekerja secara mandiri dalam mengkonstruk (membentuk pembelajarannya, dan mengkluminasikannya dalam produk nyata. Bern dan Ericksoon (2001, h. 7) menegaskan bahwa “Pendekatan Project Based Learning merupakan pendekatan yang memusat pada prinsip konsep utama suatu disiplin, melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dan tugas penuh makna lainnya, mendorong siswa untuk bekerja mandiri membangun pembelajaran, dan pada akhirnya menghasilkan karya nyata. Buck Institute for Education (Lie, 2007, h. 87) menyebutkan “Karakteristik Project Based Learning diantaranya adalah: isi, kondisi, aktivitas, dan hasil.” Karakteristik penerapan model Project Based Learning dalam keterampilan merancang kolase diantaranya sebagai berikut : 1) Pada pembelajaran merancang kolase masalah nyata yang diangkat adalah menumbuhkan sikap peduli dalam aspek pembuatan kolase serta menumbuhkan kretifitas siswa dalam mengembangkan ide-ide siswa ntuk membentuk gambaran sendiri dalam pembuatan rancangan kolase pengubinan. 2) Kondisi maksudnya adalah kondisi untuk mendorong siswa mandiri, yaitu dalam mengelola tugas dan waktu belajar. Sehingga dalam pembelajaran keterampilan meancang kolase siswa mencari sumber informasi secara mandiri dari berbagai referensi seperti buku maupun intenet. 3) Pada pembelajaran keterampilan merancang kolase siswa dituntut untuk aktif, mengembangkan kreativitasnya dalam pembuatan rancangan kolase yang menarik. Dilihat dari kegiatan pembelajaran dalam RPP, pembelajaran keterampilan merancang kolase lebih menekankan pada sikap dan keterampilan siswa dalam mengerjakan sebuah proyek. 4) Hasil disini adalah penerapan hasil yang produktif dalam membantu siswa mengembangkan kecakapan belajar dan menginteg

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 25 Jul 2016 15:06
Last Modified: 25 Jul 2016 15:06
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/6113

Actions (login required)

View Item View Item