PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PENGIDAP FETISH SEBAGAI BENTUK KELAINAN SEKSUAL DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

Reynaldo Wisnu Prayoga, 181000005 (2022) PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PENGIDAP FETISH SEBAGAI BENTUK KELAINAN SEKSUAL DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA. Skripsi(S1) thesis, FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PASUNDAN.

[img]
Preview
Text
A. Cover.pdf

Download (28kB) | Preview
[img]
Preview
Text
F. Bab I.pdf

Download (158kB) | Preview
[img]
Preview
Text
G. Bab II.pdf

Download (181kB) | Preview
[img] Text
H. Bab III.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (86kB)
[img] Text
I. Bab IV.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (112kB)
[img] Text
J. Bab V.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (15kB)
[img]
Preview
Text
K. Daftar Pustaka.pdf

Download (82kB) | Preview

Abstract

Kasus kejahatan seksual selalu meningkat di seluruh negara termasuk di Indonesia. Salah satu kasus kejahatan seksual yang terjadi di Indonesia yaitu berkaitan dengan kelainan seksual yaitu fetishisme. Kasus fetish di Indonesia sudah sering terjadi tetapi belum ada aturan hukum yang mengatur. Karenanya perlu dikaji pengaturan pertanggungjawaban tindak pidana kesusilaan di dalam hukum pidana Indonesia, faktor yang menyebabkan kebijakan hukum pidana terhadap pengidap fetish belum diterapkan dengan baik, dan upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah pelanggaran tindak pidana kesusilaan. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah spesifikasi deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif. Tahap penelitian yang digunakan penulis yaitu penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis berupa studi dokumen dan wawancara. Adapun analisis data yang digunakan adalah yuridis kualitatif. Pengaturan pertanggungjawaban tindak pidana kesusilaan dalam hukum pidana Indonesia terdapat dalam KUHP dan UU Pornografi, pada KUHP pengaturan tindak pidana kesusilaan terdapat dari Pasal 281 sampai Pasal 283 KUHP, sedangkan dalam UU Pornografi tindak pidana kesusilaan diatur mulai dari Pasal 29 sampai Pasal 38 Pertanggungjawaban pidana terhadap perilaku fetish belum dapat diterapkan karena beberapa faktor berikut 1) Belum ada delik yang komperhensif untuk menjadi landasan penegakan hukum atas pelcehan seksual yang dilakukan oleh pengidap fethistic disorder, 2) Pelecehan seksual yang dilakukan oleh pengidap fethistic disorder bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam dasar falsafah Indonesia, 3) Pelecehan seksual yang dilakukan pengidap fethistic disorder merupakan perbuatan tercela yang mengakibatkan kerugian serta demoralisasi dalam masyarakat, 4) Sulitnya menganalisis pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku fetish karena belum adanya aturan hukum yang mengatur tentang fetish secara utuh. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah mengatasi kekosongan hukum terhadap pertanggungjawaban pidana perilaku fetish yaitu melalui penemuan hukum dengan melakukan konstruksi hukum atau melakukan penafsiran ekstensif dan penafsiran sistematis terhadap beberapa ketentuan dalam KUHP dan Undang-Undang Pornografi. Dalam KUHP penerapan Pasal 335 ayat (1) terhadap kasus fetish kain jarik merupakan aturan yang paling memungkinkan untuk digunakan, sedangkan dalam UU Pornografi Pasal 35 merupakan pasal yang paling memungkinkan untuk digunakan. Kata Kunci : Fetish, Kelainan, Kekosongan Hukum, Pidana

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum 2022
Depositing User: Mr Hadiana -
Date Deposited: 04 Nov 2022 07:14
Last Modified: 04 Nov 2022 07:14
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/60745

Actions (login required)

View Item View Item