PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KERJA SAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SDN BHAKTI WINAYA BANDUNG PADA SUBTEMA KEBERSAMAAN DALAM KEBERAGAMAN

ENI KARLINA, 105060057 (2016) PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KERJA SAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SDN BHAKTI WINAYA BANDUNG PADA SUBTEMA KEBERSAMAAN DALAM KEBERAGAMAN. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
Halaman Depan.docx

Download (52kB)
[img] Text
Daftar Isi.docx

Download (26kB)
[img] Text
ISI BAB I-V.docx

Download (1MB)
[img] Text
Daftar Pustaka.docx

Download (19kB)
[img] Text
Riwayat Hidup.docx

Download (61kB)

Abstract

ABSTRAK Eni Karlina 105060057 Penelitian yang berjudul “Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kerja Sama dan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN Bhakti Winaya Bandung pada Subtema Kebersamaan dalam Keberagaman”, dilatar belakangi karena adanya permasalahan di lapangan mengenai hasil belajar siswa yang sebagian besar belum mencapai ketuntasan serta kurangnya penerapan aktivitas kerja sama siswa selama proses pembelajaran. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor dari guru yang masih menggunakan metode ceramah secara parsial dan faktor siswa itu sendiri yang masih belum biasa berperan aktif serta siswa cenderung hanya menerima informasi dari guru saja pada saat pembelajaran. Model problem based learning adalah suatu model pembelajaran yang menyajikan suatu masalah kehidupan nyata yang diangkat menjadi suatu pembelajaran sehingga merangsang dan menjadikan peserta didik untuk aktif belajar dan menumbuhkan aktivitas kerja sama siswa, meningkatkan kemmpuan berpikir kritis dan mengembangkan kemampuannya dalam pembelajaran. Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan kelas, yang terdiri dari III siklus. Setiap siklus terdiri dari beberapa tindakan, perencanaan, pelaksanaan, analisis dan refleksi. Hasil dari penelitian siklus I menunjukan hasil belajar siswa mencapai presentase ketuntasan sebesar 60,7% dengan rata-rata nilai siswa 2,5, untuk nilai kerja sama siswa pada siklus ini dikategorikan pada katagori (cukup baik) dengan nilai rata-rata siswa 2,4. Sedangkan siklus II yang merupakan perbaikan dari siklus I mengalami peningkatan hasil belajar sebesar 85,7% dengan nilai rata-rata siswa 2,8, dan untuk nilai kerja sama pada sisklus II ini dikategorikan ke dalam kategori (baik) dengan nilai rata-rata siswa 3. Dan pada siklus III yang merupakan penyempurnaan dari siklus II mengalami peningkatan hasil belajar sebesar 100% dengan nilai rata-rata 3.7, dan untuk nilai kerja sama siswa pada siklus III ini dikategorikan ke dalam kategori (baik) dengan nilai rata-rata siswa 3,4. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model problem based learning dapat meningkatkan kerja sama dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Bhakti Winaya Bandung pada subtema kebersamaan dalam keberagaman. Dengan demikian, model problem based learning dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran untuk diterapkan pada pembelajaran tematik. Kata kunci: hasil belajar siswa, kerja sama siswa, model problem based learning, subtema kebersamaan dalam keberagaman.   ABSTRACT Eni Karlina 105060057 The study, titled "Problem Based Learning Model to Improve Cooperation and Student Results grade IV SDN Bhakti Winaya Bandung Subtheme Togetherness in Diversity", against the background due to problems in the field about the learning outcomes of students who have not reached the majority of completeness and lack of implementation of activity cooperation of students during the learning process. This is caused by several factors: factors of teachers still use the lecture method and the partial factors are still students themselves play an active role and not ordinary students tend to only receive information from the teacher during the course of learning. Models of problem based learning is a learning model that presents a real-life problem raised into a stimulating and makes learning so learners to actively learn and grow as students work activities, improving ability of critical thinking and develop abilities in learning. This study uses classroom action research model, which consists of the third cycle. Each cycle consists of several actions, planning, implementation, analysis and reflection. The results of the first cycle studies show learning outcomes of students achieving mastery percentage was 60.7 % with an average value of 2.5 students, for students the value of cooperation in this cycle are categorized in categories ( good enough ) with an average value of 2 students, 4. While the second cycle which is an improvement from the first cycle of learning outcomes increased by 85.7 % with an average value of 2.8 students, and for the value of cooperation in sisklus II is categorized into categories ( good ) with the average value of students 3 and in the third cycle which is a refinement of the second cycle of learning outcomes increased by 100 % with an average value of 3.7, and for the value of collaboration of students in the third cycle was categorized into categories ( good ) with an average value of 3 students, 4. Based on the results it can be concluded that the model of problem -based learning can enhance cooperation and learning outcomes of fourth grade students at SDN Bhakti Winaya Bandung sub-theme of togetherness in diversity. Thus, the model of problem based learning can be used as an alternative learning model to be applied to thematic learning . Keywords : student learning, student cooperation, problem -based learning models, sub-theme of unity in diversity BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses penerapan ilmu pengetahuan kepada siswa, dalam proses pendidikan perlu diadakan suatu strategi pembelajaran, penggunaan metode, media dan model pembelajaran yang tepat, sehingga dapat menciptakan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan. Dalam buku Pendidikan Anak di SD karya Hera Lestari Mikarsa (Hera Lestari Mikarsa, 2009: 1.4) menjelaskan bahwa jika dikaji lebih mendalam batasan pendidikan mengandung beberapa hal, yaitu sebagai berikut. 1. Pendidikan itu merupakan usaha sadar, artinya tindakan mendidik bukan merupakan tindakan yang bersifat refleks atau spontan tanpa tujuan yang jelas, melainkan merupakan tindakan yang rasional, disengaja, disiapkan, direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu. 2. Pendidikan diwujudkan melalui tiga upaya dasar, yaitu bimbingan, pengajaran dan latihan. Upaya pendidikan bukan hanya sekedar mengajar atau menyampaikan materi pengetahuam tertentu kepada siswa, melainkan juga membimbing dan melatih, bahkan membimbing merupakan upaya yang didahulukan dari dua kegiatan lainnya. 3. Tujuan pendidikan adalah untuk menyiapkan peserta didik agar dapat berperan penting dalam kehidupannya di masa yang akan datang. Artinya upaya membimbing, mengajar dan melatih peserta didik itu harus diorientasikan agar peserta didik memiliki kemampuan, pengatahuan, sikap dan berbagai keterampilan yang dikebutuhannya sehingga kelak dia dapat memainkan peranan yang signifikan dalam peri kehidupannya baik sebagai pribadi, sebagai warga masyarakat, sebagai warga negara maupun sebagai warga dunia. Adapun fungsi yang sangat mendasar dan menonjol dari pendidikan SD adalah fungsi edukatif, daripada fungsi pengajaran, dimana upaya bimbingan dan pengajaran diorientasikan pada pembentukan landasan kepribadian yang kuat. Dari sudut perkembangan individu, fungsi tersebut sangat sesuai dengan tingkat dan kerakteristik perkembangan siswa SD. Fungsi ini diwujudkan dengan modeling, yaitu memberi contoh konkret keteladanan sikap dan perilaku yang etis dan bertanggung jawab dalam setiap berinteraksi dengan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Pada hakikatnya pembelajaran merupakan proses sebab akibat. Guru sebagai pengajar merupakan penyebab utama terjadinya proses pembelajaran siswa. Oleh sebab itu, guru sebagai figure sentral, harus mampu menetapkan strategi pembelajaran yang tepat sehingga dapat mendorong terjadinya perbuatan belajar siswa yang aktif, produktif dan efisien. Menurut Bloom, dkk. Dalam buku Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran karya Asep Herry Hernawan (Asep Herry Hernawan, 2010: 9.5) menjelaskan bahwa tujuan pembelajaran dapat dipilah menjadi tujuan yang bersifat kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), psikomotorik (keterampilan). Derajat pencapaian tujuan pembelajaran ini merupakan indikator kualitas pencapaian tujuan dan hasil perbuatan belajar siswa. Saat ini adalah saat transisi dalam bidang pendidikan. Masa beralihnya dari kurikulum KTSP 2006 ke kurikulum 2013. Di dalam kurikulum KTSP dan kurikulum sebelumnya secara garis besar lebih mengedepankan pada aspek kognitif lalu psikomotorik kemudian afektif. Hal tersebut disinyalir merupakan penyebab buruknya kualitas pendidikan di Indonesia. Maka dari itu para ahli pendidikan bekerja sama dengan pemerintah mengubah kurikulum tersebut dengan kurikulum 2013. Kurikulum 2013 adalah kurikulum terbaru yang mulai dilaksanakan pada tahun ajaran 2013-2014 pada sekolah yang ditunjuk pemerintah, maupun sekolah yang siap melaksanakannya. Meskipun masih prematur, namun ada beberapa hal yang dirasakan oleh banyak kalangan terutama yang langsung berhadapan dengan kurikulum itu sendiri. Terdapat beberapa hal penting dari perubahan atau penyempurnaan kurikulum tersebut, yaitu keunggulan dan kekurangan yang ada di dalamnya. Dalam buku Implementasi Kurikulum 2013 Konsep dan Penerapan karya Imas Kurniasih (Imas Kurniasih 2014: 40) menjelaskan bahwa. 1. Keunggulan kurikulum 2013 a. siswa lebih dituntut untuk aktif, kreatif, inovatif dalam setiap pemecahan masalah yang mereka hadapi disekolah b. adanya penilaian dari semua aspek penentuan nilai bagi siswa bukan hanya di dapat dari nilai ujian saja tetapi juga didapat dari nilai kesopanan, religi, praktek, sikap dan lain-lain c. munculnya pendidikan karakter dan pendidikan budi pekerti yang telah diintegrasikan kedalam semua program studi 2. Kelemahan kurikulum 2013 a. guru banyak salah kaprah, karena beranggapan dengan kurikulum 2013 guru tidak perlu menjelaskan materi kepada siswa di kelas, padahal banyak mata pelajaran yang harus tetap ada penjelasan dari guru b. kurangnya keterampilan guru merancang RPP c. tidak adanya keseimbangan antara orientasi proses dan hasil dalam kurikulum 2013 karena UN masih menjadi faktor penghambat Pada kenyataannya, situasi pembelajaran yang berlangsung di sekolah kurang memenuhi syarat yang diharapkan. Khususnya di lokasi yang akan penulis teliti. Pada saat proses pembelajaran berlangsung terlihat situasi pembelajaran kurang kondusif, masih banyak siswa yang melakukan kegiatan di luar pembelajaran, seperti mengobrol pada saat pembelajaran berlangsung, tidak memperhatikan, dan pada saat pembelajaran yang dilakukan secara berkelompokpun hanya orang-orang tertentu saja yang mengerjakan tugas kelompok yang diberikan oleh guru sedangkan anggota kelompok lainnya tidak bertanggung jawab menyelesaikan tugas yang diberikan. Jadi pada saat pembelajaran secara berkelompok tidak semua anggota kelompok aktif bekerja sama mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Sedangkan hasil pembelajaran bisa ditentukan dari keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran yang dilakukan selama proses belajar, sementara kondisi di lapangan menunjukkan hasil belajar yang kurang memuaskan. Terbukti pada saat penulis melakukan observasi awal untuk memperoleh data mengenai hasil belajar siswa terutama pada subtema kebersamaan dalam keberagaman, setelah mengadakan tes tertulis hanya 5 orang siswa dari jumlah siswa 28 orang yang sudah memenuhi KKM yang telah ditetapkan yaitu 2,66 atau hanya sebanyak 17,8% siswa yang sudah memenuhi KKM yang telah ditentukan. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan adanya suatu tindakan yang dilakukan untuk menjawab semua permasalahan yang timbul pada pembelajaran tematik di kelas IV SDN Bhakti Winaya yaitu dengan melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Salah satunya adalah dengan menerapkan pendekatan dan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kondisi siswa dan materi ajar. Salah satu alternatif dalam menyelesaikan permasalahan pembelajaran tematik adalah dengan menerapkan model Problem Based Learning (PBL). Arends (Trianto, 2010: 92) menjelaskan bahwa: Problem based learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterempilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian, dan percaya diri. PBL atau pembelajaran berbasis masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Berdasarkan uraian di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa model Problem Based Learning sebaiknya digunakan dalam pembelajaran karena dengan menggunakan model Problem Based Learning akan terjadi pembelajaran yang bemakna. Siswa yang belajar memecahkan masalah akan membuat mereka menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukannya. Belajar dapat semakin bermaka dan diperlukan ketika siswa berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan. Selain itu melalui Problem Based Learning ini siswa dapat mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara berkesinambungan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. Artinya apa yang mereka lakukan sesuai dengan aplikasi suatu konsep atau teori yang mereka temukan selama pembelajaran berlangsung. Problem Based Learning juga dapat meningktakan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekerja sama, memotivasi internal siswa untuk belajar dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja sama secara kelompok. Berdasarkan paparan latar belakang diatas, peneliti mengangkat judul penelitian tindakan kelas yang berjudul penerapan model problem based learning untuk meningkatkan kerja sama dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Bhakti Winaya Bandung pada subtema kebersamaan dalam keberagaman. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan pokok pendahuluan diatas, merujuk pada permasalahan yang dihadapi peneliti tepatnya di SDN Bhakti Winaya Kelas IV. Dari hasil pengamatan di kelas selama pembelajaran berlangsung, pada saat guru memberikan tugas kelompok kepada siswa, terlihat hanya beberapa orang tertentu dari kelompok tersebut yang aktif bekerja sama mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, sedangkan anggota kelompok lainnya ada yang tidak memperhatikan atau malah mengobrol bersama teman dari kelompok lainnya, selain itu ada juga siswa yang malah melakukan kegiatan-kegiatan di luar pembelajaran, sehingga pada akhirnya tidak semua siswa memahami materi yang diberikan oleh guru, terbukti pada saat bekerja sama mengerjakan tugaspun mereka kurang kompak karena tidak semua anggota kelompok aktif bekerja sama mengerjakan tugas yang diberikan. Berdasarkan hal tersebut peneliti mengidentifikasi kekurangan-kekurangan dari pembelajaran yang dilaksanakan. Pada saat pembelajaran berlangsung masih banyak siswa yang melakukan kegiatan-kegiatan di luar pembelajaran tanpa memperhatikan guru menerangkan ataupun melakukan latihan sehingga suasana belajar menjadi tidak kondusif. Terbukti dengan adanya siswa yang berlarian di dalam kelas, mengobrol, bertengkar dan siswa kurang antusias dalam menerima pelajaran maupun untuk sekedar bekerja sama mengerjakan tugas kelompok yang diberikan oleh guru, karena dalam mengerjakan tugas kelompok yang diberikan oleh guru hanya orang-orang tertentu saja yang bertanggung jawab untuk mengerjakan tugas tersebut. Sehingga pada saat guru memberikan tes evaluasi hasil belajar siswa masih rendah. C. Rumusan Masalah dan Batasan Masalah 1. Rumusan Masalah Berdasarkan deskripsi pada latar belakang penelitian yang telah di uraikan,maka masalah pokok yang akan dikaji dalam fokus penelitian ini yaitu. Apakah pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning dapat meningkatkan kerja sama dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Bhakti Winaya Bandung pada subtema kebersamaan dalam keberagaman. Secara khusus peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut. a. Apakah rencana pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model problem based learning dapat meningkatkan kerja sama dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Bhakti Winaya Bandung pada subtema kebersamaan dalam keberagaman? b. Apakah penggunaan model pembelajaran problem based learning dapat menumbuhkan kerja sama siswa kelas IV SDN Bhakti Winaya Bandung pada subtema kebersamaan dalam keberagaman? c. Apakah penggunaan model pembelajaran problem based learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN Bhakti Winaya Bandung pada subtema kebersamaan dalam keberagaman? 2. Batasan Masalah Adapun batasan masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: a. meneliti kemampuan siswa pada subtema kebersamaan dalam keberagaman dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning; b. meneliti kerja sama siswa pada subtema kebersamaan dalam keberagaman dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning; c. meneliti hasil belajar siswa pada subtema kebersamaan dalam keberagaman dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning. D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui kerja sama dan hasil belajar siswa pada tema indahnya kebersamaan subtema kebersamaan dalam keberagaman dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning siswa kelas IV semester 1 SDN Bhakti Winaya Bandung. 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khususnya yaitu sebagai berikut: a. untuk mengetahui rencana pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan kerja sama dan hasil belajar siswa pada subtema kebersamaan dalam keberagaman siswa kelas IV SDN Bhakti Winiaya Bandung; b. untuk mengetahui peningkatan kerja sama siswa pada subtema kebersamaan dalam keberagaman dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning siswa kelas IV SDN Bhakti Winiaya Bandung; c. untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada subtema kebersamaan dalam keberagaman dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning siswa kelas IV SDN Bhakti Winiaya Bandung. E. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis dalam skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya bagi siswa, guru, sekolah, lembaga dan bagi peneliti. 1. Bagi siswa Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk membantu meningkatkan kerja sama dan hasil belajar siswa, khususnya pada subtema kebersamaan dalam keberagaman. 2. Bagi guru Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan bagi guru untuk dapat memilih model-model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan karakteristik siswa yang berorientasi pada peningkatan kerja sama dan hasil belajar belajar siswa. 3. Bagi sekolah Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diharapan dapat meningkatkan kerja sama dan hasil belajar siswa untuk kemudian dapat meningkatkan kualitas lulusan yang juga dapat mengangkat nama baik institusi sekolah sebagai penyelenggara pendidikan karena kualitas pendidikan yang dihasilkan oleh siswa siswinya. 4. Bagi lembaga/Institusi pendidikan Diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi sebagai bahan kajian yang lebih mendalam guna meningkatkan kualitas pembelajaran dan layanan pembelajaran. 5. Bagi peneliti Bagi peneliti hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa pada subtema kebersamaan dalam keberagaman dan untuk dapat mengetahui peningkatan kerja sama dan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning serta untuk dapat menambah wawasan pengetahuan dan pengalaman penelitian. F. Definisi Operasional Untuk menghindari kesalah pahaman dalam menafsirkan maksud dari penelitian ini, berikut beberapa istilah yang penulis gunakan dalam rumusan judul penelitian, yaitu: 1. Model pembelajaran Model pembelajaran adalah kerangka konseptual berkenaan dengan rancangan yang berisi langkah-langkah harus dilakukan dalam mendorong terjadinya situasi pembelajaran. 2. Problem Based Learning Problem Based Learning adalah model pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut peserta didik mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. 3. Kerja Sama Kerja sama merupakan perpaduan dari sikap individu yang terbentuk berdasarkan komitmen bersama yang diwujudkan berupa satu sikap dan perilaku kelompok sesuai dengan karakteristik dari pada sikap dan perilaku individu. 4. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan alat ukur dari kemampuan seseorang setelah mengalami suatu proses belajar. Hasil belajar dapat dikatakan sebagai produk akhir yang dihasilkan setelah mengalami proses belajar yang dapat dinyatakan dalam bentuk nilai yang diperoleh, biasanya dinyatakan dalam bentuk angka, huruf, atau kata–kata lainnya Jadi kesimpulannya, dalam penelitian ini model pembelajaran yang digunakan adalah model Problem Based Learning, yaitu model pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan berupa masalah sebagai media. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut peserta didik mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Sedangkan dalam proses pembelajarannya siswa di arahkan untuk dapat menumbuhkan kerja sama yang merupakan perpaduan dari sikap individu yang terbentuk berdasarkan komitmen bersama yang diwujudkan berupa satu sikap dan perilaku kelompok sesuai dengan karakteristik dari pada sikap dan perilaku individu. Selain itu, penilaian siswa dilihat dari hasil belajar siswa yang merupakan alat ukur dari kemampuan siswa setelah mengalami suatu proses belajar. BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Kajian Teori 1. Model Problem Based Learning Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar yang digunakan sebagai pedoman untuk mencapai kompetensi tertentu. Pada tiap prosedur pembelajaran dapat dipilih berbagai macam metode pembelajaran yang relevan. Menurut Komaruddin (Sagala, Syaiful, 2006: 175) model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Model dapat dipahami sebagai. 1) suatu tipe atau desain 2) suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati 3) suatu sistem asumsi-asumsi, data-data dan interferensi-interferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara matematis suatu obyek atau peristiwa 4) suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas yang disederhanakan 5) suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner 6) penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukkan sifat bentuk aslinya. Sebagai seorang guru harus mampu memilih model pembelajaran yang tepat bagi peserta didik. Karena itu dalam memilih model pembelajaran, guru harus memperhatikan keadaan atau kondisi siswa, bahan pelajaran serta sumber-sumber belajar yang ada agar penggunaan model pembelajara dapat diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan belajar siswa. Seorang guru juga diharapkan memiliki motivasi dan semangat pembaharuan dalam proses pembelajaran yang dijalaninya. Sardiman A. M. (2004 : 165), mengemukakan bahwa. Guru yang kompeten adalah guru yang mampu mengelola program belajar-mengajar. Mengelola di sini memiliki arti yang luas yang menyangkut bagaimana seorang guru mampu menguasai keterampilan dasar mengajar, seperti membuka dan menutup pelajaran, menjelaskan, menvariasi media, bertanya, memberi penguatan, dan sebagainya, juga bagaimana guru menerapkan strategi, teori belajar dan pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif. Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat juga diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Jadi, sebenarnya model pembelajaran memiliki arti yang sama dengan pendekatan, strategi atau metode pembelajaran. Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai macam model pembelajaran, dari yang sederhana sampai model yang agak kompleks dan rumit karena memerlukan banyak alat bantu dalam penerapannya. a. Pengertian Problem Based Learning Problem Based Learning (PBL) adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut peserta didik mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Ibrahim dan Nur (dalam Rusman, 2011: 241) mengemukakan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menempatkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real word). (Tim Kemendikbud, 2014:26) Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah dilakukan dengan adanya pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh peserta didik yang diharapkan dapat menambah keterampilan peserta didik dalam pencapaian materi pembelajaran. b. Karakteristik Problem Based Learning Karakteristik Problem Based Learning menurut Tan dalam buku yang berjudul Inovasi Pendidikan malalui Problem Based Learning karya M. Taufiq Amir sebagai berikut. Karakteristik dalam proses PBL yang dikemukakan oleh Tan (M. Taufiq Amir 2013: 22) yaitu sebagai berikut. a. Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran b. Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata c. Masalah membuat siswa tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di ranah pembelajaran yang baru d. Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learning) e. Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja f. Pembelajarannya kolaboratif, komunikatif dan kooperatif . siswa bekerja dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching) dan melakukan presentasi. Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai media pembelajaran yang membuat siswa tertantang untuk aktif bekerja sama berkolaboratif, komunikatif dan kooperatif dalam proses pembelajaran secara berkelompok dan memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi c. Pendekatan Problem Based Learning Pendekatan PBL mengacu pada hal-hal sebagai berikut ini. 1) Kurikulum: PBL tidak seperti pada kurikulum tradisional karena memerlukan suatu strategi sasaran di mana proyek sebagai pusat. 2) Responsibility: PBL menekankan responsibility dan answerability para peserta didik ke diri dan kelompoknya. 3) Realisme: kegiatan peserta didik difokuskan pada pekerjaan yang serupa dengan situasi yang sebenarnya. Aktivitas ini mengintegrasikan tugas otentik dan menghasilkan sikap profesional. 4) Active-learning : menumbuhkan isu yang berujung pada pertanyaan dan keinginan peserta didik untuk menemukan jawaban yang relevan sehingga dengan demikian telah terjadi proses pembelajaran yang mandiri. 5) Umpan Balik: diskusi, presentasi, dan evaluasi terhadap para peserta didik menghasilkan umpan balik yang berharga. Ini mendorong kearah pembelajaran berdasarkan pengalaman. 6) Keterampilan Umum: PBL dikembangkan tidak hanya pada keterampilan pokok dan pengetahuan saja, tetapi juga mempunyai pengaruh besar pada keterampilan yang mendasar seperti pemecahan masalah, kerja kelompok, dan self-management. 7) Driving Questions: PBL difokuskan pada pertanyaan atau permasalahan yang memicu peserta didik untuk berbuat menyelesaikan permasalahan dengan konsep, prinsip dan ilmu pengetahuan yang sesuai. 8) Constructive Investigations: sebagai titik pusat, proyek harus disesuaikan dengan pengetahuan para peserta didik. 9) Autonomy: proyek menjadikan aktivitas peserta didik sangat penting. (Kemendikbud, 2014 : 27) Berdasarkan pembahasan di atas dapat penulis simpulkan bahwa pendekatan Problem Based Learning mengacu pada kurikulum yang digunakan untuk menentukan strategi pembelajaran yang akan diterapkan, menekankan respon siswa pada saat pembelajaran, pembelajaran dikaitkan dengan dunia nyata. Selain itu pendekatan PBL difokuskan pada pertanyaan atau permasalahan yang memicu peserta didik untuk berbuat menyelesaikan permasalahan dengan konsep, prinsip dan ilmu pengetahuan yang sesuai yang dikembangkan tidak hanya pada keterampilan pokok dan pengetahuan saja, tetapi juga mempunyai pengaruh besar pada keterampilan yang mendasar seperti pemecahan masalah dan belajar bekerja sama secara kelompok. d. Tujuan Problem Based Learning Adapun tujuan dan hasil dari model pembelajaran berbasis masalah ini. 1) Keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah 2) Pembelajaran berbasis masalah ini ditujukan untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi. 3) Pemodelan peranan orang dewasa. 4) Bentuk pembelajaran berbasis masalah penting menjembatani gap antara pembelajaran sekolah formal dengan aktivitas mental yang lebih praktis yang dijumpai di luar sekolah. Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu metode pembelajaran yang menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara kelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. (Tim Kemendikbud, 2014:26) Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari Problem Based Learning adalah untuk dapat melatih keterampilan berfikir siswa dan keterampilan memecahkan masalah, selain itu Problem Based Learning bertujuan untuk menantang peserta didik belajar dalam memecahkan masalah pembelajaran yang dihadapinya secara bekerja sama dalam kelompok. e. Tahap-tahap Model Problem Based Learning Adapun tahap-tahap model Problem Based Learning menurut Ibrahim dan Nur (2000: 13) dan Ismail (2002: 1) dalam Rusman (2011: 243) mengemukakan bahwa Tahapan-tahapan model Peoblem Based Learning terdiri dari lima fase yaitu Fase (1) mengorientasikan siswa pada masalah, fase (2) mengorganisasikan siswa untuk belajar, fase (3) membantu penyelidikan mandiri dan kelompok, fase (4) mengembangkan dan menyajikan artefak (hasil karya) dan mempamerkannya, fase (5) analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah. Lebih rinci mengenai lima fase tahapan-tahapan model problem based learning akan dijelaskan sebagai berikut. Fase 1: Mengorientasikan Siswa pada Masalah Pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan. Dalam penggunaan PBL, tahapan ini sangat penting dimana guru harus menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilakukan oleh siswa. serta dijelaskan bagaimana guru akan mengevaluasi proses pembelajaran. Ada empat hal yang perlu dilakukan dalam proses ini, yaitu sebagai berikut. 1) Tujuan utama pengajaran tidak untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru, tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah-masalah penting dan bagaimana menjadi siswa yang mandiri. 2) Permasalahan dan pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai jawaban mutlak “benar“, sebuah masalah yang rumit atau kompleks mempunyai banyak penyelesaian dan seringkali bertentangan. 3) Selama tahap penyelidikan, siswa didorong untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi. 4) Selama tahap analisis dan penjelasan, siswa akan didorong untuk menyatakan ide-idenya secara terbuka dan penuh kebebasan. Dapat penulis simpulkan, bahwa dalam kegiatan mengorientasikan siswa pada masalah ini guru menyediakan media berupa masalah. Dari masalah itu siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan masalah pembelajaran, setelah itu siswa di dorong untuk menggali informasi yang mereka ketahui dan siswa menyampaikan ide-ide atau masukan yang berkaitan dengan masalah pembelajaran yang disediakan oleh guru. Dalam fase ini guru bertindak sebagai fasilitator dan pembimbing yang mengarahkan siswa untuk belajar menemukan masalahnya sendiri dengan bertanya jawab mengeksplor kemampuan yang ada pada masing-masing siswa. Fase 2: Mengorganisasikan Siswa Untuk Belajar Di samping mengembangkan keterampilan memecahkan masalah, pembelajaran PBL juga mendorong siswa belajar berkolaborasi. Pemecahan suatu masalah sangat membutuhkan kerjasama dan sharing antar anggota. Oleh sebab itu, guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok siswa dimana masing-masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda. Dapat penulis simpulkan, bahwa dalam kegiatan mengorientasikan siswa pada masalah ini guru sebagai fasilitator dan pembimbing harus bisa mendorong siswa untuk belajar berkolaborasi dan bekerja sama dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok. Dalam kegiatan ini guru memberikan masalah pembelajaran pada setiap kelompok siswa yang kemudian harus diselesaikan oleh semua anggota kelompok yang masing-masing mempunyai tanggung jawab untuk bekerja sama saling bertukar pikiran dan bertanya jawab dengan mengeluarkan informasi-informasi yang mereka ketahui untuk menyelesaikan masalah pembelajarannya. Fase 3: Membantu Penyelidikan Mandiri dan Kelompok Penyelidikan adalah inti dari PBL. Meskipun setiap situasi permasalahan memerlukan teknik penyelidikan yang berbeda, namun pada umumnya tentu melibatkan karakter yang identik, yakni pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan penjelasan, dan memberikan pemecahan. Pengumpulan data dan eksperimentasi merupakan aspek yang sangat penting. Pada tahap ini, guru harus mendorong siswa untuk mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen (mental maupun aktual) sampai mereka betul-betul memahami dimensi situasi permasalahan. Tujuannya adalah agar peserta didik mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide mereka sendiri. Dapat penulis simpulkan, bahwa dalam kegiatan membantu penyelidikan mandiri dan kelompok ini, guru yang berperan sebagai fasilitator dan pembimbing bertugas untuk mengarahkan siswa agar siswa belajar secara aktif untuk membangun ide-ide dan gagasan yang mereka ketahui untuk disampaikan baik pada guru maupun pada teman kelompoknya. Siswa dengan kelompoknya harus bisa memecahkan masalah berupa tugas yang diberikan oleh guru secara mandiri dengan cara belajar bekerja sama, dan dalam kegiatan ini semua siswa harus berperan aktif dan mempunyai tanggung jawabnya masing-masing supaya tugas yang diberikan bisa mereka kerjakan dengan baik dan lebih cepat selesai. Dalam kegiatan ini juga guru bertugas mengarahkan siswa dengan mengeksplor kemampuan siswa agar siswa bisa bertukar pikiran dengan teman kelompoknya untuk memecahkan masalah pembelajaran yang mereka hadapi. Fase 4: Mengembangkan dan Menyajikan Artefak (Hasil Karya) dan Mempamerkannya Tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan artefak (hasil karya) dan pameran. Artefak lebih dari sekedar laporan tertulis, namun bisa suatu video tape (menunjukkan situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan), model (perwujudan secara fisik dari situasi masalah dan pemecahannya), program komputer, dan sajian multimedia. Tentunya kecanggihan artefak sangat dipengaruhi tingkat berpikir siswa. Langkah selanjutnya adalah mempamerkan hasil karyanya dan guru berperan sebagai organisator pameran. Akan lebih baik jika dalam pemeran ini melibatkan siswa lainnya, guru-guru, orang tua, dan lainnya yang dapat menjadi “penilai” atau memberikan umpan balik. Dapat penulis simpulkan, pada fase mengembangkan dan menyajikan artefak (hasil karya) dan mempamerkannya ini siswa di arahkan untuk membuat hasil karya yang dikerjakan dengan cara bekerja sama secara berkelompok, dalam pembuatan artefak ini semua anggota kelompok harus aktif dan mempunyai tanggung jawabnya masing-masing demi kepentingan kelompok, supaya hasil karya mereka lebih cepat selesai. Setelah semua kelompok menyelesaikan artefaknya, setiap kelompok kemudian bertugas untuk mempresentasikan hasil karyanya di depan kelas, dan pada saat setiap kelompok mempresentasikan hasil karyanya, siswa di arahkan untuk saling menanggapi hasil karya yang di pamerkan oleh setiap kelompok. Fase 5: Analisis dan Evaluasi Proses Pemecahan Masalah Fase ini dimaksudkan untuk membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase ini guru meminta siswa untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan belajarnya. Dapat penulis simpulkan pada fase analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah ini, siswa di arahkan untuk dapat menganalisis dan mengevaluasi kegiatan yang mereka lakukan selama proses pembelajaran, keterampilan penyelidikan yang mereka gunakan dan intelektual yang mereka gunakan. f. Penilaian Problem Based Learning Penilaian pembelajaran dengan PBL dilakukan dengan authentic assesment. Penilaian dapat dilakukan dengan portfolio yang merupakan kumpulan yang sistematis pekerjaan-pekerjaan peserta didik yang dianalisis untuk melihat kemajuan belajar dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian dalam pendekatan PBL dilakukan dengan cara evaluasi diri (self-assessment) dan peer-assessment. 1) Self-assessment. Penilaian yang dilakukan oleh peserta didik itu sendiri terhadap usaha-usahanya dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin dicapai (standard) oleh peserta didik itu sendiri dalam belajar. 2) Peer-assessment. Penilaian di mana pebelajar berdiskusi untuk memberikan penilaian terhadap upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah dilakukannya sendiri maupun oleh teman dalam kelompoknya. Penilaian yang relevan dalam PBL antara lain berikut ini. 1) Penilaian kinerja peserta didik Pada penilaian kinerja ini, peserta didik diminta untuk unjuk kerja atau mendemonstrasikan kemampuan melakukan tugas-tugas tertentu, seperti menulis karangan, melakukan suatu eksperimen, menginterpretasikan jawaban pada suatu masalah, memainkan suatu lagu, atau melukis suatu gambar. Penilaian kinerja memungkinkan peserta didik menunjukkan apa yang dapat mereka lakukan dalam situasi yang sebenarnya. Sebagian masalah dalam kehidupan nyata bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan zaman dan konteks atau lingkungannya maka di samping pengembangan kurikulum juga perlu dikembangkan model pembelajaran yang sesuai tujuan kurikulum yang memungkinkan peserta didik dapat secara aktif mengembangkan kerangka berpikir dalam memecahkan masalah serta kemampuannya untuk bagaimana belajar (learning how to learn). Dengan kemampuan atau kecakapan tersebut diharapkan peserta didik akan mudah beradaptasi. Dasar pemikiran pengembangan strategi pembelajaran tersebut sesuai dengan pandangan kontruktivis yang menekankan kebutuhan peserta didik untuk menyelidiki lingkungannya dan membangun pengetahuan secara pribadi pengetahuan bermakna. 2) Penilaian portofolio peserta didik Penilaian portofolio adalah penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam suatu periode tertentu. Informasi perkembangan peserta didik dapat berupa hasil karya terbaik peserta didik selama proses belajar, pekerjaan hasil tes, piagam penghargaan, atau bentuk informasi lain yang terkait kompetensi tertentu dalam suatu mata pelajaran. 3) Penilaian potensi belajar Penilaian yang diarahkan untuk mengukur potensi belajar peserta didik yaitu mengukur kemampuan yang dapat ditingkatkan dengan bantuan guru atau teman-temannya yang lebih maju. PBL yang memberi tugas-tugas pemecahan masalah memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan dan mengenali potensi kesiapan belajarnya. 4) Penilaian usaha kelompok Menilai usaha kelompok seperti yang dlakukan pada pembelajaran kooperatif dapat dilakukan pada PBL. Penilaian usaha kelompok mengurangi kompetisi merugikan yang sering terjadi, misalnya membandingkan peserta didik dengan temannya. Penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan model pembelajaran berbasis masalah adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh peserta didik sebagai hasil pekerjaan mereka dan mendiskusikan hasil pekerjaan secara bersama-sama. 5) Penilaian proses Penilaian proses dapat digunakan untuk menilai pekerjaan peserta didik tersebut, penilaian ini antara lain: (1) assesmen kerja, (2) assesmen autentik dan (3) portofolio. Penilaian proses bertujuan agar guru dapat melihat bagaimana peserta didik merencanakan pemecahan masalah, melihat bagaimana peserta didik menunjukkan pengetahuan dan keterampilannya. Adapun tahap evaluasi pada PBL terdiri atas tiga hal: (1) bagaimana peserta didik dan evaluator menilai produk (hasil akhir) proses; (2) bagaimana mereka menerapkan tahapan PBM untuk bekerja melalui masalah; (3) bagaimana peserta didik akan menyampaikan pengetahuan hasil pemecahan akan masalah atau sebagai bentuk pertanggungjawaban mereka belajar menyampaikan hasil-hasil penilaian atau respon-respon mereka dalam berbagai bentuk yang beragam, misalnya secara lisan atau verbal, laporan tertulis, atau sebagai suatu bentuk penyajian formal lainnya. Sebagian dari evaluasi memfokuskan pada pemecahan masalah oleh peserta didik maupun dengan cara melakukan proses belajar kolaborasi (bekerja bersama pihak lain). Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian pembelajaran berbasis masalah terdiri dari penilaian kinerja peserta didik, penilaian portofolio peserta didik, penilaian potensi belajar, penilaian usaha kelompok dan penilaian proses. Adapun tahap evaluasi pada PBL terdiri atas tiga hal, yaitu bagaimana peserta didik dan evaluator menilai produk (hasil akhir) proses, selain itu bagaimana mereka menerapkan tahapan PBM untuk bekerja melalui masalah dan bagaimana peserta didik akan menyampaikan pengetahuan hasil pemecahan akan masalah atau sebagai bentuk pertanggungjawaban mereka belajar menyampaikan hasil-hasil penilaian atau respon-respon mereka dalam berbagai bentuk yang beragam. g. Kelebihan Problem Based Learning Kelebihan Problem Based Learning akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta didik yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika peserta didik berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan. Dalam situasi PBL, peserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok. Dalam buku Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning karya M. Taufiq Amir (M. Taufiq Amir 2013: 13) Donal Woods (2000) menyebutkan bahwa PBL lebih dari sekedar lingkungan yang efektif untuk mempelajari pengetahuan tertentu. Ia dapat membantu siswa membangun kecakapan sepanjang hidupnya dalam memecahkan masalah, kerjasama tim dan berkomunikasi. Dalam proses PBL, siswa akan diberikan masalah-masalah. Masalah yang disajikan adalah masalah yang memiliki konteks dengan dunia nyata. Semakin dekat dengan dunia nyata, akan semakin baik pengaruhnya pada peningkatan kecakapan siswa. Dari masalah yang diberikan ini siswa bekerja sama dalam berkelompok mencoba memecahkannya dengan pengetahuan yang mereka miliki, dan sekaligus mencari informasi-informasi baru yang relevan untuk solusinya. Disini tugas guru adalah sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa untuk mencari dan menemukan solusi yang diperlukan, dan juga sekaligus menentukan criteria pencapaian proses pembelajaran itu. Dari pendapat para ahli di atas peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran problem based learning adalah model pembelajaran yang berbasis masalah siswa diberi masalah untuk didiskusikan dan dipecahkan bersama-sama (berkelompok), tetapi masalah yang diberikan harus masalah-masalah yang terjadi di dunia nyata, supaya siswa tidak kebingungan ketika guru memberi masalah tersebut, problem based learning juga sangat efektif dalam pembelajaran karena model ini merangsang pemikiran dan gagasan siswa untuk bisa bereksplorasi dalam pembelajaran, dan juga bisa melatih siswa aktif bekerja sama dalam kelompok, dimana siswa aktif dalam menyampaikan pendapatnya kepada teman kelompoknya, bagaimana siswa menerima pendapat dari teman kelompoknya dan cara kerja sama siswa dalam memecahkan masalah yang diberikan oleh guru berupa tugas. 2. Kerja Sama a. Pengertian Kerja Sama Dalam kehidupan sehari-hari kerja sama sering terlihat di dalam kelas. Untuk membentuk individu peserta didik menjadi manusia yang demokratis, guru harus menekankan pelaksanaan prinsip kerja sama atau kerja kelompok. Menurut Burton (Ahmad Rohani 2010: 29) menjelaskan bahwa Burton sangat memperhatikan apa yang dinamakan group process atau proses kelompok, yaitu cara individu mengadakan relasi dan kerja sama dengan individu lain untuk mencapai tujuan bersama. Kerja sama dalam kelompok yang demokratis itu yakni setiap individu yang berperan serta secara aktif dan ikut bekerja sama. Proses kelompok memiliki 2 ciri utama, peran serta individu dalam segala kegiatan dan kerja sama antar individu dalam kelompok. Tetapi, di dalamnya mungkin juga akan timbul persaingan. Persaingan disini akan timbul secara sehat dan baik, jika sebelumnya individu mendapat arahan. Dalam buku Pengelolaan Pengajaran karya Ahmad Rohani (Ahmad Rohani 2010: 30) menjelaskan bahwa ada 2 jenis kerja kelompok menurut William Burton yaitu sebagai berikut. 1.Kerja kelompok untuk memecahkan suatu proyek atau masalah dengan langkah-langkah sebagai berikut. a. merasa ada/timbul masalah b. identifikasi dan analisis masalah c. diseminasi tugas d. aktivitas kelompok e. penyelidikan oleh kelompok f. konklusi 2.Diskusi kelompok, untuk memecahkan suatu masalah yang menimbulkan berbagai pendapat. Kemudian agar kerja kelompok berjalan dengan baik, perlu diperhatikan beberapa prinsip berikut. a. peserta didik perlu mengenal dan memahami tujuan, rencana masalah dan manfaat untuk mereka. b. setiap anggota memberikan masukan-kontribusi c. setiap individu merasa bertanggung jawab pada kelompok d. dikembangkan peran serta dan kerja sama secara efektif e. perlu dicapai prosedur yang demokratis dan perencanaan pelaksanaan, penyelesaian dan pembuatan keputusan f. pemimpin kelompok perlu menciptakan suasana dimana setiap anggota mau menyumbangkan buah pikirannya dan kerja sama secara kooperatif g. gunakan evaluasi terhadap kemajuan kelompok dalam berbagai segi; sosial, aktivitas, kepemimpinan dan sebagainya h. diusahakan menimbulkan perubahan konstriktif pada sikap seseorang i. setiap anggota merasa puas dan aman dalam kelompok kelas Maka pada setiap pengajaran, guru hendaknya berupaya menciptakan suasana sosial yang membangkitkan kerja sama di antara peseta didik dalam menerima pelajaran sehingga pengajaran terlaksana lebih efektif dan efisien. Kelompok-kelompok kecil maupun kelompok-kelompok kelas akan sangat menguntungkan perkembangan individu dan sosial dari peserta didik, sekaligus memiliki nilai yang mendorong mereka untuk berprestasi belajar. Dalam buku Pendidikan Karakter karya Heri Gunawan (Heri Gunawan 2012: 212) menjelaskan bahwa, ada beberapa cara yang dapat menjadikan kerja sama dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang telah disepakati. Hal itu dapat dimulai dengan saling terbuka, saling mengerti dan saling menghargai. Menurut Syamsu Yusuf (2007: 123) mengemukakan perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok. Moral, dan tradisi; meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerjasama. Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam bekerja sama satu tim memang membutuhkan kekompakan dan kerja sama yang solid. Tapi meski demikian, siswa juga dituntut untuk mandiri di dalam kelompok. Artinya, walau bekerja dalam tim, siswa tidak boleh hanya mengandalkan bantuan dan pertolongan rekan satu timnya. Siswa tetap harus memberikan kontribusi pribadi bagi kepentingan kelompok. Sikap kerjasama dalam kelompok merupakan perpaduan dari sikap individu yang terbentuk berdasarkan komitmen bersama yang diwujudkan berupa satu sikap dan perilaku kelompok sesuai dengan karakteristik dari pada sikap dan perilaku individu. Dan dalam kerja sama kelompok harus ada beberapa kesepakatan seperti, ada kejelasan visi dan misi kelompok yang dilahirkan secara bersama, ada partisipasi individu dalam kelompok, ada pengaruh dalam pembuatan keputusan dan harus ada interaksi yang baik antar anggota kelompok untuk berbagi informasi. b. Aspek-aspek kerjasama Adapun aspek-aspek dalam kerjasama adalah sebagai berikut. 1) Membiasakan anak bergaul/berteman dengan teman sebaya dalam melakukan tugas. 2) Membiasakan anak untuk menghargai pendapat atau kemampuan orang lain. 3) Menyadari bahwa kerjasama atau tolong menolong itu sangat penting dan menyenangkan. 4) Mengembangkan rasa empati pada diri anak. Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kerjasama dapat membiasakan anak untuk bergaul, membiasakan anak untuk menghargai pendapat orang lain, membiasakan anak untuk saling tolong menolong dan mengembangkan rasa empati anak dalam bekerja sama saat secara berkelompok. c. Manfaat kerja sama Kerja sama dapat mempersiapkan siswa untuk masa depannya di masyarakat yaitu memacu siswa untuk belajar sacara aktif ketika ia bekerja sama dan bukan hanya pasif. Hal ini memotivasi siswa mencapai akademik yang lebih baik, menghormati perbedaan yang ada dan kemajuan dalam kemampuan sosial. Semua itu akan membangun kemampuan kerja sama, berbagi ide, pengambilan keputusan, mendengarkan dan saling bertukar ide. Manfaat pembelajaran kerja sama adalah mampu mengembangkan aspek moralitas dan interaksi sosial peserta didik, karena malaui kerja sama anak memperoleh kesempatan lebih besar unuk berinteraksi dengan anak yang lain, mempersiapkan siswa untuk belajar bagaimana caranya mendapatkan berbagai pengetahuan dan informasi sendiri, baik guru, teman, bahan pelajaran ataupun sumber belajar lain, meningkatkan kemampuan siswa untuk bekerja sama dengan orang lain dalam sebuah tim, membentuk pribadi yang terbuka dan menerima perbedaan yang terjadi dan membiasakan anak selalu aktif dan kreatif dalam mengembangkan analisisnya (Yuda M. Saputra, dkk 2005: 53). Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat bekerja sama adalah untuk membentuk pribadi yang terbuka dan menerima perbedaan yang terjadi, selain itu untuk membiasakan anak selalu aktif dan kreatif dalam belajar secara berkelompok. d. Mandiri dalam kelompok kerja sama Menjadi mandiri dalam kelompok kerja sama, dapat diupayakan dengan berbagai cara sebagai berikut. 1) Inisiatif. Bekerja sama bukan berarti anggota kelompok cukup menunggu perintah ketua kelompok. Kalau perlu lakukan apa saja yang dapat anggota kelompok perbuat untuk kelompok tanpa menanti perintah. Selain itu, jangan ragu untuk menawarkan bantuan pada rekan yang membutuhkan bantuan. Jangan lupa, inisiatif juga merupakan bagian dari kontribusi pada kelompok. 2) Jangan tergantung. Jangan biasakan sifat ketergantungan di dalam kelompok, siswa harus berbuat sesuatu untuk kelompok. tidak perlu cemas dan takut jika salah satu anggota tim tidak hadir. Bahkan seandainya ketua tim berhalangan, anggota lain tidak boleh kehilangan semangat untuk bekerja sama. 3) Kembangkan diri. Tidak boleh bermalas-malasan dalam bekerja kelompok, sementara yang lain bekerja keras. Jangan lupa, walau kerja tim, masing-masing anggota kelompok juga memiliki nilai tersendiri. Karena itu jangan mengandalkan kerja keras rekan lain. Semua anggota harus bisa mengembangkan diri di dalam kelompok. Perkaya wawasan dan pengetahuan, ini berguna untuk kontribusi bagi kelompok. 4) Kesempatan berharga. Tanamkan dalam diri bahwa bekerja dalam tim merupakan kesempatan berharga untuk banyak belajar. Pelajari hal-hal baru di dalam kelompok. Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa bekerja sama dalam satu tim memang membutuhkan kekompakan dan kerja sama yang solid. Tapi meski demikian, semua anggota dituntut untuk mandiri di dalam kelompok. Artinya, walau kerja tim tidak boleh hanya mengandalkan bantuan dan pertolongan rekan satu tim. Semua anggota harus tetap memberikan kontribusi pribadi bagi kepentingan kelompok. 3. Hasil Belajar a. Pengertian hasil belajar Hasil belajar merupakan alat ukur dari kemampuan seseorang setelah mengalami suatu proses belajar. Hasil belajar dapat dikatakan sebagai produk akhir yang dihasilkan setelah mengalami proses belajar yang dapat dinyatakan dalam bentuk nilai yang diperoleh, biasanya dinyatakan dalam bentuk angka, huruf, atau kata–kata lainnya. Hasil belajar dalam pengertian banyak berhubungan dengan tujuan pembelajaran. Menurut Suprijono (2011 : 5) mengatakan bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne, hasil belajar berupa. a. Informasi Verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan. b. Keterampilan Intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis, fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas. c. Strategi Kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah. d. Keterampilan Motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. e. Sikap yaitu kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku. Untuk memperoleh hasil belajar siswa, maka dilaksanakan evaluasi atau penilaian untuk mengukur sejauh mana siswa memahami atau menguasai materi, sedangkan untuk melaksanakan evaluasi atau penilaian tidak hanya menilai konsep atau materi tetapi bakat yang dimiliki pun dan keterampilan motorik harus dinilai. Evaluasi hasil belajar merupakan proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan penilaian atau pengukuran hasil belajar. Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran, tingkat keberhasilan tersebut kemudian ditandai dengan skala nilai berupa huruf atau kata atau simbol (Dimyati, 2009: 200). Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa pada dasarnya hasil belajar siswa adalah kemampuan-kemampuan yang di miliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya dan cara mempelajari dengan baik atau dengan sungguh-sungguh mengenai suatu konsep yang ada kemudian fakta-fakta yang terdapat di dalam konsep tersebut dibuktikan sehinggga akan terlihat hasil dari sebuah pembelajaran yang telah dilakukan. Hasil belajar dapat di lihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mengukur sejauh mana siswa mencapai tujuan pembelajaran. b. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian menurut Sugihartono, dkk (2007: 76-77), Diakses dari halaman 14 Juni 2014: UltimateSammy.wordpress.com/2013/03/23/factor-faktor-yangmempengaruhi-hasil-belajar, menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar diantaranya adalah sebagai berikut. a. Faktor internal (dari dalam diri individu) adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor internal meliputi: faktor jasmaniah dan faktor psikologis. b. Faktor eksternal (dari luar individu) adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Dari pemaparan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar yaitu adanya faktor internal. Faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor dari dalam individu yang belajar, adapun faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut adalah faktor psikologis seperti motivasi, perhatian pengamatan dan tanggapan sedangkan faktor internal yang datang dari luar individu berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhinya adalah faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat. c. Cara mengukur peningkatan hasil belajar siswa Cara yang dapat dilakukan untuk mengukur peningkatan hasil belajar siswa adalah sebagai berikut. 1) Pada saat awal pembelajaran Untuk merencanakan pembelajaran yang efektif kita harus mempertimbangkan kemampuan dan karakteristik siswa, informasi ini dapat diperoleh dari tes pencapaian siswa, ini adalah cara untuk mengukur pengetahuan siswa mengenai materi yang belum di ajarkan (pretes). Tes ini dilakukan pada saat awal pembelajaran, dimana tujuannya untuk mengetahui pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan dipelajari. 2) Selama proses pembelajaran Tes yang diberikan selama proses pembelajaran digunakan untuk menentukan bagaimana kemajuan pembelajaran, penilaian dari tes ini dapat dilihat pada saat proses pembelajaran berlangsung, tes ini dapat menggunakan lembar observasi tentang keaktifan siswa. 3) Saat akhir pembelajaran Tes ini akan mengukur beberapa materi yang telah dipelajari dengan membandingkan satu siswa dengan siswa lain. Tes ini dilakukan pada akhir pembelajaran dimana siswa telah mempelajari terlebih dahulu materi yang akan di jadikan sebagai bahan untuk evaluasi. Untuk mengetahui adanya peningkatan pemahaman yang pada akhirnya akan berpengaruh kepada peningkatan hasil belajar pada siswa, maka guru dapat melihatnya pada saat proses belajar mengajar kemudian juga pada tahap kedua guru dapat mengetahuinya pada saat kegiatan evaluasi dengan memberikan lembar evaluasi di akhir pembelajaran yang harus di isi oleh siswa dan dijadikan alat ukur pemahaman pengetahuan siswa yang diperoleh dari hasil evaluasi siswa. Berdasarkan teori taksonomi Bloom (dalam Yulia, 2010:16) hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut. a) Ranah Kognitif Berdasarkan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian. b) Ranah Afektif Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu: menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi, dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai. c) Ranah Psikomotor Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati). Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan dari pada afektif dan psikomotor, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dilmiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi, oleh karena itu selain hasil belajar yang memuaskan siswa juga harus memperlihatkan prilaku yang baik. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang, serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Dan berdasarkan teori taksonomi Bloom (dalam Yulia, 2010:16) hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan dari pada afektif dan psikomotor, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah. 4. Peta Tuntunan Pembelajaran Satu Tema Indahnya Kebersamaan Subtema Kebersamaan Dalam Keberagaman a. Pemetaan Kompetensi Dasar (KD) Pemetaan Kompetensi Dasar (KD) pada pembelajaran satu tema indahnya kebersamaan subtema kebersmaan dalam keberagaman bisa dilihat pada gambar 2.1 tentang bagan pemetaan kompetensi dasar pembelajaran satu, yang di dalamnya terdapat Kompeteansi Dasar (KD) mata pelajaran PPKn, matematika dan PJOK sebagai berikut. Gambar 2.1 Bagan Pemetaan Kompetensi Dasar Pembelajaran 1 b. Kebutuhan Teori Berdasarkan Tuntutan Indikator Pemetaan indikator pada pembelajaran satu tema indahnya kebersamaan subtema kebersmaan dalam keberagaman adalah sebagai berikut. Gambar 2.2 Bagan Pemetaan Indikator Pembelajaran 1 c. Bahan Teori Yang Mendasari Muatan Pembelajaran 1) Bahan teori mata pembelajaran PPKn Pendidikan moral terdiri dari dua kata, yaitu pendidikan dan kewarganegaraan. Pendidikan kewarganegaraan dijadikan bahan dalam pembelajaran pendidikan pancasila dan kewarganegaraan. Sementara itu, pendidikan kewarganegaraan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen yang kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hakikat negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan modern. Negara kebangsaan modern adalah negara yang pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan atau nasionalisme yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama di bawah satu negara yang sama, walaupun warga masyarakat tersebut berbeda-beda agama, ras, etnik, atau golongannya. Pengertian kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara. Dan setiap warga negara mempunyai hak dan kewajibannya masing-masing. Menurut Notonagoro (Cecep Dudi Muklis Sabigin, 2009 : 27) mengemukakan bahwa. Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan terus menerus oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya. Sedangkan kewajiban adalah beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya diberikan oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan. Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan. Pemaparan diatas telah sesuai dengan materi PPKn yang ada pada pembelajaran 1 dengan indikator yang ingin dicapai tentang menjelaskan makna bersatu dalam keberagaman dan menceritakan pengalaman bermain dengan teman yang berbeda-beda. Dalam materi yang akan disampaikan siswa diharapkan bisa bersosialisasi dengan baik sekalipun dengan teman mereka yang berberda ras, suku atau berbeda agama. Dengan adanya perbedaan-perbedaan itu diharapkan siswa tidak membedakan satu sama lainnya, mereka harus bertenggang rasa dengan menerima dan menghargai perbedaan yang ada dan saling bertoleransi terutama dengan teman yang berbeda agama, mereka harus saling menghormati dan menghargai dengan kepercayaan yang dianut oleh masing-masing diantara mereka,tanpa membeda-bedakan keyakinan yang mereka percayai, dan pada saat mereka melakukan perintah agamanyapun masing-masing dari mereka harus saling mengerti dan menghormati. Pada dasarnya Indonesia memiliki kebudayaan yang begitu banyak, bahkan Indonesia dinobatkan sebagai negara yang memiliki etnik dan budaya terbanyak di dunia dan hal ini menjadikan kebanggaan tersendiri bagi bangsa Indonesia dari sabang sampai merauke. Indonesia juga memliki bahasa daerah yang beragam, ada bahasa batak, jawa, sunda, melayu, dan sebagainya. dengan adanya keberagaman budaya dan bahasa inilah mencerminkan Indonesia kaya akan kebudayaannya. Maka dapat disimpulkan bahwa dengan menyadari realitas yang ada di Indonesia, guru harus bisa menumbuhkan rasa nasionalisme yang ada pada diri masing-masing individu siswa. Dengan demikian Indonesia akan menjadi negara yang damai dengan banyak perbedaan di dalamnya karena sikap toleransi sudah sangat melekat pada individu

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 23 Jul 2016 17:15
Last Modified: 23 Jul 2016 17:15
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/5951

Actions (login required)

View Item View Item