PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS TENTANG PERMASALAHAN SOSIAL PADA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

ARYA WIGUNA, 105060196 (2016) PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS TENTANG PERMASALAHAN SOSIAL PADA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
Cover.docx

Download (29kB)
[img] Text
lembar pengesahan.docx

Download (19kB)
[img] Text
Motto dan Persembahan.docx

Download (13kB)
[img] Text
Pernyataan.docx

Download (14kB)
[img] Text
absrtak.docx

Download (18kB)
[img] Text
Kata Pengntar.docx

Download (17kB)
[img] Text
ucapan terimakasih.docx

Download (19kB)
[img] Text
Daftar isi.docx

Download (20kB)
[img] Text
BAB I.docx

Download (38kB)
[img] Text
BAB II.docx

Download (45kB)
[img] Text
BAB III.docx
Restricted to Repository staff only

Download (97kB)
[img] Text
BAB IV.docx
Restricted to Repository staff only

Download (194kB)
[img] Text
BAB V.docx
Restricted to Repository staff only

Download (17kB)
[img] Text
Daftar Pustaka.docx

Download (19kB)

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui model cooperative tipe STAD dalam pembelajaran IPS pada topik permasalahan sosial di daerahnya. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan di kelas IV SDN Karyasakti. Penelitian ini dilatar belakangi dengan keadaan siswa di kelas IV SDN Karyasakti yang tidak aktif didalam pembelajaran dikarenakan guru sering menggunakan ceramah konvensional, sedangkan dengan model-model pembelajaran yang lain khususnya model STAD belum pernah dilaksanakan. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menggunakan sistem siklus yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, pengamatan dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus. Dalam tiap siklusnya di bagi 2 tindakan dilaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran STAD. Teknik evaluasi yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik tes dan non tes. Teknik tes untuk mengetahui hasil belajar siswa, dan teknik non tes untuk mengetahui aktivitas siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rata-rata dan persentase hasil belajar siswa dari siklus I sampai siklus II, yaitu pada siklus I tidakan 1 mendapat nilai rata-rata 70 dan persentase 70% dan pada tindakan 2 mendapat nilai rata-rata 71 dan persentase 73% dengan kategori baik, siklus II tindakan 1 mendapat nilai rata-rata 83 dan persentase 93% dengan kategori sangat baik dan pada tindakan 2 mendapat nilai rata-rata 86 dan persentase 93% dengan kategori sangat baik. Kesimpulan yang diperolah dari penelitian ini adalah, bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sangat menunjang terhadap peningkatan hasilbelajar siswa pada topik permasalahan sosial di daerahnya di kelas IV Sekolah Dasar. Dengan demikian, penggunaan kooperatif tipe STAD dapat dijadikan salah satu model pembelajaran untuk diterapkan pada pembelajaran IPS. Kata kunci: Model Pembelajaran STAD, hasil belajar, Pembelajaran IPS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan di Indonesia ternyata telah mengalami banyak perubahan. Perubahan-perubahan itu terjadi karena telah dilakukan berbagai usaha pembaharuan dalam pendidikan. Akibat pengaruh itu pendidikan semakin mengalami kemajuan. Dalam Undang-Undang No 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pada hakekatnya kegiatan beiajar mengajar adalah suatu proses interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam satuan pembelajaran. Guru sebagai salah satu komponen dalam proses belajar mengajar merupakan pemegang peran yang sangat penting. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman mengajar guru berbagai permasalahan yang dapat berpengaruh terhadap minat dan hasil belajar peserta didik, khususnya pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) antara lain model pembelajaran yang digunakan kurang sesuai. Hal ini mengakibatkan peserta didik merasa jenuh atau bosan dalam mengikuti pembelajaran sehingga dapat menyebabkan menurunnya hasil belajar. Materi yang dirasa terlalu banyak juga dapat menyebabkan siswa malas untuk mempelajari materi tersebut. Model yang kurang tepat dan bersifat monoton juga dapat mempengaruhi minat belajar peserta didik. Guru dalam pelaksanaan pembelajarannya terkadang tidak mengunakan media yang menarik, kebanyakan para guru hanya terpacu pada buku-buku. Hal tersebut tentunya dapat mengakibatkan para siswa akan merasa bosan dan menganggap bahwa pelajaran IPS itu membosankan. Ilmu Pengetahuan Sosial selain sebagai salah satu bidang ilmu dalam dunia pendidikan juga merupakan salah satu bidang studi yang sangat penting, baik bagi peserta didik maupun bagi pengembangan bidang keilmuan yang lain. Kedudukan ilmu pengetahuan sosial dalam dunia pendidikan sangat besar manfaatnya karena ilmu pengetahuan sosial dapat membantu kemampuan siswa dalam mengembangkan serta membekali pengetahuan sosial. IPS disekolah dasar marupakan program pengajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi dimasyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Pada proses pembelajaran IPS SD mengisyaratkan adanya keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran untuk membentuk kompetensi dengan menggali berbagai kompetensi dan kebenaran ilmiah. Berdasarkan indikator tersebut, harus tercipta suatu kondisi pembelajaran yang bermakna baik ditinjau dari pengembangan isi, bahan dan proses pembelajaran yang tepat yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dan bagaimana pula pendekatan dan strategi/teknik mengajar serta model yang dipakai agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Salah satu model pembelajaran untuk mengoptimalkan hasil belajar menjadi lebih bermakna dengan Pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Slavin dkk. Model pembelajaran STAD merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan-kawannya dari Universitas John Hopkins. Robert Slavin, (Lita, 2009, hal. 143) STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan pada tim yang beranggotakan empat sampai lima orang yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, maupun tingkat kemampuannya (prestasinya). Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai materi tersebut. Pada tahap akhir, siswa dikenai kuis dengan catatan siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran STAD lebih menekankan kepada pembentukan kelompok. Kelompok yang dibentuk nantinya akan berdiskusi untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Oleh karena itu model pembelajaran STAD dapat membuat siswa untuk saling membantu dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti pada saat berlangsungnya pembelajaran IPS di kelas IV SDN Karyasakti Kabupaten Cianjur, menunjukkan adanya kurangnya hasil belajar siswa terhadap permasalahan sosial. Adapun faktor-faktor yang menjadi penyebab dalam permasalahan tersebut berasal dari guru dan siswa. Faktor penyebab permasalahan yang berasal dari guru adalah sebagai berikut: (1) Guru kurang melibatkan siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran mengenal masalah sosial (2) Guru kurang membimbing siswa mengkonstruksi pengetahuan awal siswa dalam mengenal masalah sosial; (3) Guru tidak menerapkan pembelajaran IPS yang PAIKEM dan bermakna; (4) Guru tidak menerapkan model pembelajaran yang variatif dalam kegiatan pembelajaran mengenal masalah sosial; serta (5) Guru tidak menggunakan media pembelajaran dalam proses penyampaian mengenal masalah sosial. Adapun faktor penyebab permasalahan yang berasal dari siswa adalah sebagai berikut: (1) Siswa tidak aktif mengikuti kegiatan pembelajaran mengenal masalah sosial; (2) Siswa kurang mempunyai pengetahuan awal mengenai masalah sosial yang ada di sekitarnya, serta(3) Hasil belajar sebagian besar siswa belum mencapai KKM yang telah ditetapkan, yaitu KKM = 70. Fakta-fakta di atas diperkuat oleh hasil wawancara dengan guru dan siswa kelas IV SDN Karyasakti pada tanggal 02 Mei 2014. Hasil wawancara dengan salah satu guru kelas IV, yaitu Bapak Jaja S. Pd. I., MM. menjelaskan bahwa proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas lebih banyak diarahkan kepada usaha meningkatkan kemampuan anak dalam menghafal materi, siswa dipaksa untuk menerima dan mengingat berbagai materi tanpa dituntut untuk memahami materi yang diingatnya itu secara utuh untuk mereka hubungkan dengan kehidupan sehari-hari, serta untuk menyelesaikan masalah yang mereka temukan dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pertimbangan tersebut di atas, dalam penelitian ini akan diuji cobakan metode cooperative tipe STAD yang dilakukan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Hal ini dilakukan untuk mencari jawaban dan jalan keluar dalam mengatasi masalah tersebut. Secara umum, hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial di tingkat SD masih rendah. Rendahnya hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial juga tercermin dari hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial siswa kelas IV SD Negeri Karyasakti. Hal itu dapat diketahui dari rata-rata nilai harian siswa. Dalam beberapa ulangan harian yang dilakukan menunjukkan rata-rata kurang dari nilai kriteria ketuntasan minimal. Selama ini guru baru sebatas memanfaatkan metode ceramah serta penugasan (PR) kepada siswa. Guru belum membiasakan siswa untuk belajar secara mandiri dengan umpan balikan. Setelah selesai menerangkan materi, guru menyuruh siswa untuk mengerjakan soal yang terdapat dalam buku paket maupun buku LKS secara mandiri. Fakta rendahnya hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial tersebut perlu diperbaiki sebab Ilmu Pengetahuan Sosial termasuk mata pelajaran yang berkelanjutan hingga jenjang Perguruan Tinggi. Disamping itu, dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan program pengajaran Sekolah Dasar juga dinyatakan bahwa pentingnya belajar Ilmu Pengetahuan Sosial tidak lepas dari perannya dalam segala jenis dimensi kehidupan. Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa perlu meningkatkan hasil belajar siswa melalui metode yang tepat dan efektif. Karena itulah peneliti akan melaksanakan penelitian terhadap siswa Kelas IV SD Negeri Karyasakti dengan judul “PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS TENTANG PERMASALAHAN SOSIAL PADA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR NEGERI KARYASAKTI” B. Identifikasi Masalah Sebagaimana telah dikemukakan dalam latar belakang masalah serta pengamatan-pengamatan awal, berbagai masalah yang dipilih sebagai objek perhatian untuk dikaji secara ilmiah. Dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial belum mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM). 2. Pembelajaran terpusat pada guru (teacher centered) sehingga siswa cenderung pasif dalam pembelajaran. 3. Pembelajaran cenderung dilakukan dengan ceramah dan penugasan, sehingga siswa kurang termotivasi dalam belajar. 4. Pembelajaran yang dilaksanakan tidak melibatkan peran aktif siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. C. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, terdapat masalah umum dalam pembelajaran IPS yaitu, rendahnya Hasil belajar yang dimiliki siswa. Masalah tersebut dapat dijabarkan ke dalam beberapa sub rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana perencanaan pembelajaran IPS dengan menggunakan model cooperative tipe STAD (Student Teams Achhievement Division) pada materi permasalahan sosial di kelas IV SD Negeri Karyasakti? 2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran IPS dengan menggunakan model cooperative tipe STAD (Student Teams Achhievement Division) pada materi permaslahan sosial dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Karyasakti ? 3. Apakah melalui penerapan model pembelajaran cooperative tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar IPS tentang permasalahan sosial pada siswa Sekolah Dasar Negeri Karyasakti ? D. Pembatasan Masalah Dari perumusan masalah diatas didapat batasan masalah sebagai berikut : a. Perencanaan Pembelajaran menggunakan metode Student Teams Achievement Divisions STAD dengan merancang pengajaran dengan mengaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan kehidupan mereka. b. Melaksanakan pengajaran dengan selalu mendorong siswa untuk mengaitkan apa yang sedang dipelajari dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya dan mengaitkan apa yang dipelajarinya dengan fenomena kehidupan sehari-hari. Selanjutnya siswa didorong untuk membangun kesimpulan yang merupakan pemahaman siswa terhadap konsep atau teori yang sedang dipelajarinya. c. Melakukan penilaian terhadap pemahaman siswa. Hasil penilaian tersebut dijadikan sebagai bahan refleksi terhadap rancangan pembelajaran dan pelaksanaannya. E. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah menerapkan model Student Teams Achievement Divisions (STAD) Untuk meningkatkan hasil belajar IPS materi mengenal masalah sosial di kelas IV SDN Karyasakti Kabupaten Cianjur. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menyusun RPP dengan menerapkan model Student Teams Achievement Divisions (STAD) untuk meningkatkan hasil belajar IPS materi mengenal masalah sosial di kelas IV SDN Karyasakti Kabupaten Cianjur. 2. Melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan menerapkan model Student Teams Achievement Divisions (STAD) untuk meningkatkan hasil belajar IPS materi mengenal masalah sosial di kelas IV SDN Karyasakti Kabupaten Cianjur. 3. Mengetahui sejauh mana peningkatan hasil belajar siswa meningkat dengan menerapkan model Student Teams Achievement Divisions (STAD) untuk meningkatkan hasil belajar IPS materi mengenal masalah sosial di kelas IV SDN Karyasakti Kabupaten Cianjur. 4. Mengetahui tanggapan siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model Student Teams Achievement Divisions (STAD) untuk meningkatkan hasil belajar IPS materi mengenal masalah sosial di kelas IV SDN Karyasakti Kabupaten Cianjur. F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mempelajari materi pelajaran IPS di kelas.Untuk dijadikan bahan kajian bagi peningkatan kualitas pembelajaran IPS.Sangat bermanfaat sebagai salah satu acuan para guru IPS dalam mengembangkan model Student Teams Achievement Divisions (STAD)pembelajaran dalam pembelajaran IPS. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru Hasil penelitian ini dapat memberikan alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan dan dikembangkan guru dalam proses pembelajaran IPS yang lebih inovatif. Dengan menggunakan model pembelajaran yang bervariatif, guru sebagai pendidik dapat memberikan materi pelajaran IPS dalam satu kesatuan yang menarik dan lengkap. Dengan menggunakan model Student Teams Achievement Divisions (STAD), akan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran IPS. b. Bagi Siswa Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa dalam menerapkan model Student Teams Achievement Divisions (STAD) pada pembelajaran IPS mengenal masalah sosial. c. Bagi Sekolah Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan mengenai penerapan model Student Teams Achievement Divisions (STAD) pada pembelajaran IPS mengenal masalah sosial. d. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan memberikan pengalaman nyata bagi penelitiselanjutnya sehingga dapat menerapkan model Student Teams Achievement Divisions (STAD) pada pembelajaran IPS . e. Bagi PGSD Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi PGSD sebagai bahan kajian yang lebih mendalam sehingga kualitas pembelajaran IPS dapat meningkat dengan menerapkan Student Teams Achievement Divisions (STAD) pada pembelajaran IPS mengenal masalah sosial. G. Definisi Operasional 1. Hasil Belajar “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya” (Sudjana, 2004, hal. 22) sedangkan menurut Oemar Hamalik (2006, hal. 30), “hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti”. Jadi hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi pada siswa setelah menerima pengalaman belajar. 2. Pengetahuan Sosial Pengetahuan sosial adalah mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generasasi yang berkaitan dengan isu sosial kewarganegaraan (Kurikulum, 2004, hal. 2). Jadi pengetahuan sosial merupakan pengajaran yang selalu berkenaan dengan hehidupan nyata di masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhannya dan mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dan memajukan kehidupannya. 3. Model pembelajaran Cooperative Menurut Isjoni (2009, hal. 14) pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap anggota kelompok harus saling bekerjasama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Jadi pembelajaran cooperativ learning adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok yang dibagi secara heterogen dan membentuk kelompok-kelompok kecil. 4. Model cooperative tipe STAD Pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Slavin dkk. menurut Slavin (Isjoni, 2009, hal. 74) STAD merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotifasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran. Jadi model kooperatif tipe STAD adalah model pembelajaran yang menekankan pada siswa supaya belajar secara berkelompok yang mengharuskan setiap anggotanya menguasai materi yang diajarkan. BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori 1. Konsep Dasar Pengetahuan Sosial Sapriya, (2009, hal. 8) Ilmu Pengetahuan Sosial adalah mata pelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang bersifat terpadu (integrated) dari sejumlah mata pelajaran. Dengan tujuan agar mata pelajaran ini lebih bermakna bagi peserta didik sehingga pengorganisasian materi/bahan pelajaran disesuaikan dengan lingkungan, karakteristik, dan kebutuhan peserta didik. Pembelajaran IPS adalah proses membangun pemahaman tentang isi bahan kajian IPS pada diri siswa dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran IPS merupakan proses memadukan berbagai pengetahuan sosial yang membahas, menyoroti, menelaah, mengkaji gejala, atau masalah sosial dari berbagai aspek kehidupan. Dalam Permendiknas, dikemukakan bahwa IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. pelajaran yang dikembangkan dan disusun tidak mengacu pada disiplin ilmu yang terpisah melainkan mengacu pada aspek kehidupan nyata (factual/real) peserta didik sesuai dengan karakteristik usia, tingkat perkembangan berpikir, dan kebiasaan bersikap dan berperilakunya. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan salah satu komponen pendidikan yang menekankan pada pembentukan aspek kepribadian dan tingkah laku siswa dalam kehidupan sosialnya. Melalui ilmu pengetahuan sosial, anak didik dan dibina kualitas kemanusiaannya selaras dengan nilai-nilai dalam masyarakat, sehingga dapat dijadikan dasar bagi anak dalam segala kepribadian dan tingkah lakunya. 2. Model Pembelajaran Kooperatif Hamid Hasan (Etin Solihatin dan Raharjo, 2008, hal. 4) Pembelajaran kooperatif berasal dari kata cooperative yang artinya bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Menurut Isjoni (2009, hal. 14) pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap anggota kelompok harus saling bekerjasama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Menurut Slavin (Isjoni, 2009, hal. 22) mengemukakan, In cooperative learning methods, students work together in four member teams to master material initially presented by the teacher. Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran di mana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. Thompson, et al (Isjoni, 2009, hal. 17) mengemukakan, pembelajaran kooperatif turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4-6 orang dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya. Anita Lie (Isjoni, 2009, hal 23) menyebut pembelajaran kooperatif dengan istilah pembelajaran gotong-royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Stahl (Isjoni, 2009, hal. 62) menyatakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap tolong menolong dalam perilaku sosial. Sunal dan Haas (Isjoni, 2009, hal. 64) mengemukakan pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerjasama selama proses pembelajaran. Roger dan David Johnson (Agus Suprijono, 2011, hal.58) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah: a) Saling Ketergantungan Positif (Positive Interdependence) Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu penyelesaian tugas sangat tergantung pada usaha yang dilakukan setiap anggota kelompoknya. Oleh sebab itu, perlu disadari olehsetiap anggota kelompok keberhasilan penyelesaian tugas kelompok akan ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota. Berdasarkan uraian di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa saling ketergantungan bertujuan memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal. b) Tanggung Jawab Individual (Personal Responsibility) Pertanggungjawaban ini muncul jika dilakukan pengukuran terhadap hasil kelompok. Tanggung jawab individual merupakan kunci yang menjamin siswa dalam kegiatan belajar bersama untuk dapat menyelesaikan tugas yang sama. Artinya siswa mempunyai tanggung jawab dalam membantu teman satu timnya agar setelah kegiatan kelompok, masing-masing anak dalam tim dapat menyelesaikan tugas dalam taraf yang sama. c) Interaksi tatap muka (Face to Face Promotive Interaction) Interaksi tatap muka dalam pembelajaran kooperatif, merupakan salah satu unsur penting, karena dapat menimbulkan saling ketergantungan yang positif. Unsur ini bertujuan untuk membentuk sikap siswa agar dapat menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan dalam kelompoknya. d) Komunikasi Antar Anggota (Interpersonal Skill) Untuk mengkoordinasi kegiatan peserta didik dalam pencapaian tujuan, peserta didik harus saling mengenal dan mempercayai. Mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius, saling menerima dan saling mendukung, mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.15 Berdasarkan uraian di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa komunikasi antar anggota diperlukan untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. e) Pemrosesan Kelompok (Group Processing) Pemrosesan mengandung arti menilai. Melalui pemrosesan kelompok dapat diketahui mana anggota kelompok yang banyak memberikan kontribusi dan mana yang tidak. Tujuan pemrosesan adalah mendorong anggota untuk meningkatkan kontribusinya terhadap kelompok untuk mencapai tujuan kelompok. Bennet (Isjoni, 2009, hal. 60-61) mengemukakan ada lima unsur dasar yang dapat membedakan pembelajaran kooperatif dengan kerja kelompok. 1. Positif Interdependence, yaitu hubungan timbal balik yang didasari adanya kepentingan yang sama atau perasaan diantara anggota kelompok dimana keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan yang lain pula atau sebaliknya. 2. Interraktion Face to face, yaitu interaksi yang langsung terjadi antar siswa tanpa adanya perantara. 3. Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok. 4. Membutuhkan keluwesan, yaitu menciptakan hubungan antar pribadi mengembangkan kemampuan kelompok dan memelihara hubungan kerja yang efektif. 5. Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah (proses kelompok), yaitu tujuan terpenting yang diharapkan dapat dicapai dalam pembelajaran kooperatif adalah siswa belajar keterampilan bekerjasama dan berhubungan ini adalah keterampilan yang penting dan sangat diperlukan di masyarakat. Dari pengertian-pengertian tersebut, bahwa dalam pembelajaran kooperatif memiliki unsur-unsur: a. Siswa belajar dalam kelompok kecil yang beranggotakan 4 sampai 5 orang untuk efektifitas kelompok dalam belajar. Anggota kelompok yang telalu besar tidak menjamin adanya kerjasama yang efektif. b. Setiap anggota kelompok memiliki rasa ketergantungan dalam kelompok, keberhasilan kelompok sangat ditentukan oleh kekompakan anggota-anggota dalam kelompok tersebut. c. Diperlukan tanggung jawab masing-masing anggota kelompok, kesadaran tanggung jawab tiap anggota dalam belajar sangat mendukung keberhasilan kelompok. d. Terdapat komunikasi tatap muka baik antar anggota dalam kelompok maupun antar kelompok. Adanya komunikasi ini dapat mendorong interaksi positif, sesama siswa dapat saling mengenal, saling menghargai pendapat teman, menerima kelebihan dan kekurangan teman. Siswa saling asah, saling asih dan saling asuh. e. Anggota kelompok berlatih untuk mengevaluasi pendapat teman melalui adu argumentasi, belajar menerima hasil evaluasi dari teman sesama anggota kelompok, pada akhirnya dapat menumbuhkan rasa toleransi pendapat dan bergaul dalam hidup bermasyarakat. Dari beberapa uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa melalui pembelajaran kooperatif, disamping diperoleh pencapaian aspek akademik yang tinggi dikalangan siswa, juga bermakna dalam membantu guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi sosial dalam hubungannya dengan sesame masyarakat. Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Model Pembelajaran Non-Kooperatif (Tradisional) Pembelajaran kooperatif memiliki keunikan-keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. Perbedaan-perbedaan mendasar antara kelompok belajar kooperatif dan kelompok belajar tradisional diilustrasikan pada tabel berikut: Tabel 2.1 Perbandingan Pembelajaran Kooperatif Dan Pembelajaran Tradisional Miftahul Huda, (2011, hal. 82) Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Tradisional Interpedensi positif dengan prosedur prosedur yang terstruktur jelas (positive interpedence with structured) Tidak ada interpedensi positif (no positive interpedence) Akuntabilitas individual atas pembagian kerja kelompok (a clear accountability for their individual’s share of the group work) Tidak ada akuntabilitas atas pembagian kelompok (no accountability for individual share of the group’s work) Relatif menekankan kelompok yangt terdiri dari siswa-siswa dengan level kemampuan yang berbeda (heterogeneous ability grouping) Cenderung menekankan kelompok yang terdiri dari siswa-siswa dengan level kemampuan yang setara (homogeneous ability grouping) Saling berbagai peran kepemimpinan (sharing of leadership roles) Jarang menunjuk pemimpin kelompok (few being appointed or put in charge of the group) Masing-masing anggota saling mengshare tugas pembelajaran dengan anggota yang lain (sharing of the appointed learning task) Masing-masing anggota jarang yang membantu anggotanya yang lain untuk belajar (each seldom responsible for others’ learning) Bertujuan memaksimalkan pembelajaran setiap anggota kelompok (aiming to develop each member’s learning to the maximum) Fokus hanya untuk menyelesaikan tugas (focusing only on accomplishing the assigment) Menjaga relasi kerjasama yang baik (maintaining of good working relationship) Acap kali mengabaikan relasi kerjasama yang baik (frequent neglect of good working relationship) Mengajarkan keterampilan bekerjasama yang efektif (teaching of collaborate skills) Menganggap semua siswa bias bekerjasama dengan baik (assuming that students already have the required skills) Observasi guru pada kualitas teamwork siswa (teachers observation of students teamwork) Jarang ada observasi dari guru (little teacher observation) Merancang prosedur-prosedur yang jelas dan mengalokasikan waktu yang memadai untuk pemrosesan kelompok (structuring of the procedures and time for the processing) Jarang merancang prosedur dan mengalokasikan waktu untuk pemrosesan kelompok (rare structuring of procedures and time for the processing) 3. Pembelajaran Kooperatif tipe STAD Tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) atau Pembagian Pencapaian Tim Siswa dikembangkan oleh Slavin, menurut Slavin (Isjoni, 2009, hal. 74) STAD merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotifasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan-kawannya dari Universitas John Hopkins. Robert Slavin, (Lita, 2009, hal. 143) STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan pada tim yang beranggotakan empat sampai lima orang yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, maupun tingkat kemampuannya (prestasinya). Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai materi tersebut. Pada tahap akhir, siswa dikenai kuis dengan catatan siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu. STAD terdiri dari lima komponen utama. Ke-lima komponen tersebut adalah presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim. a. Presentasi Kelas Pada presentasi kelas merupakan pengajaran langsung seperti yang biasa dilakukan oleh guru. Dalam hal ini, guru memberikan ceramah atau diskusi maupun kegiatan penemuan oleh kelompok. Presentasi kelas pada STAD berbeda dari pembelajaran biasa. Presentasi harus benar-benar fokus pada unit yang dibicarakan. Dengan cara ini siswa menyadari bahwa mereka harus sungguhsungguh memperhatikan presentasi kelas tersebut. Dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh, maka akan sangat membantu mereka dalam mengerjakan kuis, yang mana skor kuis akan menentukan skor tim mereka. b. Tim Tim merupakan komponen yang paling penting dalam STAD. Tim terdiri dari empat sampai lima siswa yang mewakili dari seluruh bagian dari kelas baik dalam hal akademik, maupun jenis kelamin. Dalam tim, siswa benar-benar dipersiapkan untuk belajar agar dapat mengerjakan kuis dengan baik dan mencetak poin yang tinggi untuk timnya. Ketika siswa mendiskusikan masalah, kerja tim yang paling sering adalah membetulkan setiap kekeliruan atau miskonsepsi apabila teman sesama tim membuat kesalahan. c. Kuis Kuis diberikan setelah pemberian materi ajar oleh guru, presentasi kelompok dan latihan tim. Para siswa mengerjakan kuis individual. Siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu selama kuis berlangsung. Hal ini menjamin agar siswa secara individual bertanggung jawab untuk memahami materi ajar tersebut. d. Skor Kemajuan Individual Setiap siswa diberikan sebuah skor dasar yang dihitung dari rata-rata nilai siswa pada kuis serupa sebelumnya. Skor kemajuan individu bertujuan untuk memberikan tujuan kinerja yang dapat dicapai oleh siswa apabila mereka bekerja lebih giat dan mampu menunjukkan perkembangan yang lebih baik dari kuis sebelumnya. Poin yang disumbangkan siswa kepada timnya didasarkan pada berapa banyak skor kuis mereka melampaui skor dasar mereka. Setiap siswa dapat menyumbangkan poin maksimum kepada timnya dalam sistem penskoran ini. Namun, tidak seorang pun siswa dapat melakukan seperti ini tanpa menunjukkan perbaikan atas kinerja masa lalunya. e. Rekognisi Tim/Penghargaan Tim Setelah dilakukan evaluasi, guru melakukan pemeriksaan terhadap hasil kerja siswa dan diberikan angka dengan rentang 0 – 100. Penghargaan kelompok dilakukan sebagai bentuk apresiasi terhadap usaha yang telah dilakukan kelompok selama belajar. Kelompok dapat diberi sertifikat atau bentuk penghargaan lainnya jika dapat mencapai kriteria yang telah ditentukan bersama. Pemberian penghargaan ini tergantung dari kreativitas guru. Keunggulan dari pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah adanya kerjasama dalam kelompok dan dalam menentukan keberhasilan kelompok tergantung keberhasilan individu, sehingga setiap anggota kelompok tidak bisa menggantungkan pada anggota yang lain. Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi, saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi maksimal. Slavin (Isjoni, 2009, hal. 74-77) membagi lima tahap belajar kooperatif tipe STAD sebagai berikut : a. Tahap penyajian materi, yang mana guru memulai dengan menyampaikan indikator yang harus dicapai dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari. Dilanjutkan dengan memberikan persepsi dengan tujuan mengingatkan siswa terhadap materi prasarat yang telah dipelajari, agar siswa dapat menghubungkan materi yang akan disajikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki . b. Tahap kerja kelompok, pada tahap ini setiap siswa diberi lembar tugas sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam keja kelompok siswa saling berbagi tugas, saling membantu memberikan penyelesaian agar semua anggota kelompok dapat memahami materi yang dibahas, dan satu lembar dikumpulkan sebagai hasil kerja kelompok. Pada tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan motivator kegiatan tiap kelompok. Pada penelitian ini siswa dibagi beberapa kelompok yang anggotanya 4-5 orang. c. Tahap tes individu, yaitu untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar telah dicapai, diadakan tes individual mengenai materi yang telah dibahas. d. Tahap perhitungan skor perkembangan individu, hal ini dimaksudkan agar siswa terpacu untuk memperoleh prestasi terbaik sesuai dengan kemampuannya e. Tahap pemberian penghargaan kelompok, untuk memberikan penghargaan kelompok terlebih dahulu melakukan perhitungan skor kelompok dengan cara menjumlahkan masing-masing perkembangan skor individu dan hasilnya dibagi sesuai jumlah anggota kelompok. Pemberian penghargaan diberikan berdasarkan perolehan skor rata-rata yang dikategorikan menjadi kelompok baik, kelompok hebat dan kelompok super. Adapun kriteria yang digunakan untuk menentukan pemberia penghargaan terhadap kelompok adalah kelompok dengan rata-rata 15 sebagai kelompok baik, kelompok dengan skor rata-rata 20 sebagai kelompok hebat, dan kelompok dengan skor rata-rata 25 sebagai kelompok super. 4. Hakekat Hasil Belajar Muhibbin Syah, (2009, hal. 68)Belajar adalah rangkaian kegiatan jiwa raga, psikofisik menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Belajar dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Piaget (Sardiman, 2011, hal. 21) berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang dikonstruksi oleh anak sebagai subjek maka akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Dari berbagai pendapat di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan perilaku yang dilakukan secara sengaja oleh guru kepada siswa melalui pengalaman belajar secara langsung sehingga anak mendapatkan pengetahuan yang bermakna. Belajar bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap mental/nilai-nilai. Belajar harus dilakukan siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok. Pencapaian tujuan belajar berarti akan menghasilkan hasil belajar. Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa prestasi merupakan hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya). Apabila dikaitkan dengan belajar, maka pengertian prestasi akan mengarah pada hasil belajar yang telah dicapai. Hasil belajar merupakan suatu proses mental yang mengarah pada penguasaan pengetahuan, kecakapan, kebiasaan, atau sikap yang diperoleh, disimpan, dan dilaksanakan dengan menimbulkan tingkah laku menetap. Hasil belajar merupakan hasil perubahan tingkah laku yang timbul akibat proses belajar. Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari dalam diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Seperti dikemukakan oleh Clark, (Nana Sudjana, 2005, hal. 40) bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungannya. Selain faktor kemampuan siswa terdapat beberapa faktor lain yang mempengaruhi, seperti motivasi, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis. Salah satu lingkungan belajar yang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa adalah kualitas pengajaran. Benyamin Bloom (Nana Sudjana, 2009, hal. 22-23) secara garis besar membagi hasil belajar menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. a. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. b. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. c. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Terdapat enam aspek dalam ranah psikomotoris, yakni 1) gerakan refleks, 2) keterampilan gerakan dasar, 3) kemampuan perseptual, 4) keharmonisan atau ketepatan, 5) gerakan keterampilan kompleks, dan 6) gerakan ekspresif dan interpretatif. Berdasarkan uraian di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa hasil belajar IPS merupakan hasil perubahan tingkah laku siswa yakni meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik yang timbul akibat dari kegiatan belajar IPS yang dilakukannya. Untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan dan untuk memperoleh hasil belajar maka dilakukan serangkaian pengukuran menggunakan alat evaluasi. B. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 2.2 Hasil Penelitian Yang Relevan No. Nama Peneliti / Tahun Judul Tempat penelitian Pendekatan & Analisis Hasil penelitian Persamaan Perbedaan 1 Yulianti / 2013 Universitas Pasundan Bandung PENERAPAN MODEL COOPERATIVW LEARNING TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP TENTANG MATERI TOKOH-TOKOH SEJARAH HINDU-BUDHA DAN ISLAM DI INDONESIA PADA PEMBELAJARAN IPS KELAS V SDN MARGAHAYU XII Margahayu kabupaten bandung STAD Menggunakan analisis data bersifat skunder karena mengumpulkan data berupa nilai hasil belajar siswa untuk pelajaran IPS yang dilihat melalui nilai tes harian. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada siklus I hasil belajar siswa mencapai 73,73%, pada siklus ke II menunjukan hasil yang positif yaitu mencapai 85,36%terhadap pembelajaran ips mengenai tokoh-tokoh sejarah Hindu-Budha dan Islam di Indonesia dengan menggunakan model Cooperative Learning tipe STAD , karena model pembelajaran ini menitik beratkan kepadabelajar secara berkelompok, yaitu setiap siswa dapat berdiskusi dengan baik bersama teman sekelompoknya sehingga dapat membangun pemahamannya sendiri dalam proses pembelajaran berkelompok. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model pembelajaran STAD, adanya kesamaan dengan penelitian yang akan di laksanakan selanjutnya Terdapat perbedaaan dalam variabel bebas, peneliti ini meneliti aktivitas sedangkan penilioti selanjutnya meneliti hasil belajar 2 IBNU PURWANTO 2011/ 2012 PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING BAGI SISWA KELAS V SEMESTER I SDN RONGGO 01 KECAMATAN JAKEN KABUPATEN PATI TAHUN PELAJARAN 2011/2012 Kecamatan Jaken Kabupaten Pati a. Dengan melakukan penelitian terhadap peningkatan hasil belajar sebagai variabel hasilnya. b. Data Sekunder, Data yang berupa nilai hasil belajar siswa untuk pelajaran IPS yang dilihat melalui nilai tes harian. peningkatan hasil belajar Matematika siswa kelas V SDN Ronggo 01 yang dilihat dari kenaikan nilai dari masing – masing siklus. Hasil nilai yang semula belum diterapkan model ini rata – rata 50 yang masih dibawah nilai KKM yang telah di tentukan. Siklus I sudah mengalami peningkatan walaupun belum seknifikan yaitu 60,33, hasil inipun masih dibawah KKM sehingga dengan pertimbangan teman sejawat diadakan siklus II yang hasilnya 81,33. Dari hasil antar siklus yang meningkat dan diakhiri siklus II dengan nilai yang sudah diatas KKM maka PTK yang dilakukan peneliti ini dikatakan berhasil. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan variabel bebas hasil, adanya kesamaan dengan penelitian yang akan di laksanakan selanjutnya Terdapat perbedaaan dalam variabel terikat model pembelajaranProblem Solving, sedangkan peniliti selanjutnya mengunakan model Cooperative tipe STAD C. Kerangka Pemikiran Hasil belajar IPS masih rendah diantaranya disebabkan suasana belajar yang kurang menyenangkan sehingga membuat pelajaran IPS dirasa membosankan dan siswa malas untuk mempelajarinya.Untuk itu diperlukan strategi pembelajaran yang tepat dan mendukung. Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah tipe Student Team Achievement Devisions (STAD). STAD merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Pada proses pembelajarannya siswa ditempatkan dalam tim belajar yang beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya setiap tim mempresentasikan hasil kerjanya didepan kelas dan saat itu guru bertanya kepada masing-masing anggota tentang materi yang telah di sampaiakan. Tipe pembelajaran inilah yang peneliti terapkan dalam pembelajaran IPS di kelas IV SDN Karyasakti. Dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD diharapkan hasil belajar siswa meningkat minimal menjadi 70% dari siswa yang berjumlah 15 dan memenuhi nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran IPS yakni 70. Peningkatan hasil belajar ditunjukkan dalam hasil dari tes yang diberikan. D. Asumsi dan Hipotesis 1. Asumsi Menurut Slavin (Isjoni, 2009, hal. 74) STAD merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotifasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran. Peneliti berasumsi bahwa dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Devisions (STAD) dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan alasan sebagai berikut, bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Devisions (STAD), diharapkan siswa bisa ikut aktif dalam belajar dan memiliki tingkat konsentrasi yang lebih tinggi, kemampuan berpikir kritis dan logis lebih baik yang akan berdampak positif terhadap hasil dan prestasi belajar siswa. Selain itu, karena model ini merupakan jenis dari model pembelajaran cooperative learning, kemampuan bersosialisasi siswa akan ikut terlatih. Kemampuan tersebut antara lain, kemampuan untuk bekerja sama, berkomunikasi dengan baik, bertanggungjawab, disiplin, jujur, dapat meneripa pendapat orang lain dan saling menghargai satu sama lain. 2. Hipotesis Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2010, hal. 67). Berdasarkan asumsi di atas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah “jika kegiatan pembelajaran konsep permasalahan sosial pada siswa kelas IV SDN karyasakti menerapkan model cooperative tipe STAD maka pemahaman konsep siswa akan meningkat”.

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 23 Jul 2016 16:53
Last Modified: 23 Jul 2016 16:53
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/5950

Actions (login required)

View Item View Item