META SRI HARYATI, 105060290 (2016) PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SDN NILEM PADA SUBTEMA KEBERAGAMAN BUDAYA BANGSAKU. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.
Text
JUDUL.doc Download (31kB) |
|
Text
LEMBAR PENGESAHAN .doc Download (29kB) |
|
Text
MOTTO DAN PERSEMBAHAN.doc Download (24kB) |
|
Text
LEMBAR PERNYATAAN.doc Download (24kB) |
|
Text
ABSTRAK.doc Download (25kB) |
|
Text
KATA PENGANTAR.doc Download (29kB) |
|
Text
DAFTAR ISI.doc Download (42kB) |
|
Text
BAB I REVISI HALAMAN 1.doc Download (24kB) |
|
Text
BAB I REVISI HALAMAN 2.doc Download (45kB) |
|
Text
BAB II HALAMAN 10.doc Download (27kB) |
|
Text
BAB II HALAMAN 11.doc Download (2MB) |
|
Text
BAB III METODE PENELITIAN HALAMAN 59.doc Restricted to Repository staff only Download (26kB) |
|
Text
BAB III METODE PENELITIAN HALAMAN 60.doc Restricted to Repository staff only Download (332kB) |
|
Text
BAB IV HALAMAN 111.doc Restricted to Repository staff only Download (25kB) |
|
Text
BAB IV .doc Restricted to Repository staff only Download (17MB) |
|
Text
BAB V HALAMAN 208.doc Restricted to Repository staff only Download (26kB) |
|
Text
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.doc Restricted to Repository staff only Download (31kB) |
|
Text
DAFTAR PUSTAKA.doc Download (28kB) |
|
Text
RIWAYAT HIDUP.doc Download (113kB) |
Abstract
ABSTRAK PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SDN NILEM PADA SUBTEMA KEBERAGAMAN BUDAYA BANGSAKU META SRI HARYATI 105060290 Penelitian ini berangkat dari permasalahan pembelajaran yang ditemukan di kelas IV D SDN Nilem Bandung. Masalah yang ditemukan dalam proses pembelajaran diantaranya siswa cenderung kurang aktif, pembelajarannya monoton, sebagian besar siswa cenderung tidak mengajukan pertanyaan dan sebagian siswa kemampuan berpikir kritisnya masih belum terlihat. Untuk mengatasi permasalahan tersebut peneliti melakukan penelitian tindakan kelas berkaitan dengan penerapan model problem based learning untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa kelas IV D SDN Nilem pada subtema keberagaman budaya bangsaku. Tujuan penelitian tindakan kelas ialah untuk memperbaiki masalah yang ditemukan pada saat proses pembelajaran. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan selama tiga siklus dengan tiga pembelajaran dalam satu subtema keberagaman budaya bangsaku. Peneliti melaksanakan penelitian tindakan kelas dengan melaksanakan diantaranya perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada siklus I, rata – rata persentase kemampuan berpikir kritis siswa sebesar 55,70 % dengan mendapatkan kategori kurang. Untuk siklus II, rata – rata persentase kemampuan berpikir kritis siswa sebesar 73,90 % dengan mendapatkan kategori cukup. Sedangkan untuk siklus III, rata – rata kemampuan berpikir kritis siswa sebesar 84,5 % dengan kategori baik. Sedangkan hasil belajar siswa pada siklus I aspek sikap diperoleh rata – rata nilai sikap siswa 2,7 atau sebesar 67,75 %. Untuk aspek pengetahuan diperoleh sebesar 62,5 %. Sedangkan untuk aspek keterampilan berdiskusi siswa diperoleh sebesar 69,75 %. Siklus II, hasil belajar siswa pada aspek sikap diperoleh sebesar 81,58 %. Aspek pengetahuan diperoleh sebesar 90 %, dan aspek keterampilan berdiskusi diperoleh sebesar 78,75 %. Untuk siklus III, hasil belajar siswa pada aspek sikap diperoleh 82,41 %. Aspek pengetahuan diperoleh 100 % dan untuk aspek keterampilan membuat poster diperoleh sebesar 81,53 %. Dapat disimpulkan bahwa penerapan model problem based learning terbukti dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Nilem pada subtema keberagaman budaya bangsaku. Kata Kunci : Model Problem Based Learning, Berpikir Kritis, dan Hasil Belajar. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu pembelajaran di sekolah penting untuk dilakukan perbaikan. Perbaikan dan penyempurnaan pembelajaran di sekolah, dilakukan melalui perubahan kurikulum sekolah oleh pemerintah. Senada dengan pendapat Kusnandar dalam Majid (2014: 117) bahwa perubahan kurikulum yang terjadi merupakan hal yang biasa dan merupakan suatu keniscayaan dalam rangka mengikuti perkembangan masyarakat yang begitu cepat. Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat dijelaskan bahwa perubahan kurikulum merupakan suatu fenomena dalam dunia pendidikan. Salah satu penyebab terjadinya perubahan kurikulum karena perkembangan zaman yang begitu cepat. Oleh karena itu perubahan kurikulum dirasakan penting, agar setiap perbaikan dan penyempurnaan dari setiap kurikulum yang berkembang di Indonesia menjadi sempurna dan cocok untuk diterapkan. Kurikulum yang saat ini akan diterapkan ialah kurikulum 2013. Kurikulum 2013 disusun oleh pemerintah sebagai usaha memperbaiki sistem kurikulum yang sebelumnya. Hal ini terjadi karena dalam kenyataannya proses pendidikan akan lebih baik jika siswa memiliki ranah afektif yang baik, keterampilan yang dikuasai, serta didukung dengan kognitif yang dimiliki setiap siswa. Menurut Majid (2014: 40) berpendapat bahwa kurikulum dikembangkan atas dasar teori “ pendidikan berdasarkan standar “ (standard-based education), dan teori kurikulum berbasis kompetensi. Lebih lanjutnya Majid (2014: 40) berpendapat bahwa kurikulum berbasis kompetensi dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas – seluasnya bagi siswa untuk mengembangkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang diperlukan untuk membangun kemampuan yang dirumuskan dalam standar kompetensi lulusan. Hal tersebut jelas bahwa kurikulum 2013 merupakan kurikulum baru yang akan diterapkan serentak pada bulan juli depan pada semua sekolah pendidikan dasar. Kurikulum yang saat ini akan diterapkan pada semua sekolah dasar di Indonesia. Proses pembelajaran pada kurikulum 2013 ialah dengan menggunakan pembelajaran tematik. Sehingga pada proses pembelajarannya, guru mengajarkan suatu pembelajaran berdasarkan tema yang akan dipelajarinya. Menurut Rusman (2010: 254) berpendapat bahwa pembelajaran tematik merupakan salah satu model dalam pembelajaran terpadu (integrated instruction) yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa baik secara individual maupun kelompok, aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip – prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan autentik. Dari uraian di atas jelas bahwa pembelajaran tematik penting diberikan kepada siswa. Ini disebabkan karena pembelajaran tematik akan memberikan suatu pengalaman pembelajaran yang bermakna dan terjadinya pembelajaran yang aktif. Siswa dalam proses pembelajarannya, secara aktif mengikuti setiap kegitan pembelajaran berlangsung baik dalam hal mencari tahu, mengamati, bertanya, berpikir seluas – luasnya, berdiskusi, dan lain sebagainya. Sehingga untuk menciptakan suatu pembelajaran yang diinginkan seperti halnya yang sudah dijelaskan di atas, seorang guru haruslah bisa mengemas suatu pembelajaran dengan tema yang disampaikannya menjadi suatu pembelajaran aktif, efektif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan. Pada dasarnya seorang guru selain bisa menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna pada siswanya, guru juga harus mampu melatih siswanya memiliki kemampuan bepikir yang mendalam dalam memecahkan suatu permasalahan yang ada di lingkungan sekitar. Dengan adanya pembelajaran tematik siswa juga dapat dilatih dan mengembangkan kemampuan berpikirnya dalam memecahkan suatu persoalan – persoalan yang sedang berkembang. Glaser dalam Fisher (2008: 3) mendefinisikan berpikir kritis sebagai : (1) suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah – masalah dan hal – hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang; (2) pengetahuan tentang metode – metode pemeriksaan dan penalaran yang logis; (3) semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode – metode tersebut. Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuam asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan – kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya. Pada kenyataanya di lapangan masih belum sesuai yang diharapkan. Kenyataanya saat ini mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa masih belum terlihat dalam proses pembelajaran. Itu terlihat pada saat siswa diberikan suatu permasalahan, siswa belum bisa memecahkan permasalahannya. Peran guru dalam pembelajaran di kelas, selain bisa menyampaikan materi ajar kepada siswa guru juga harus mampu melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis pada siswa sekolah dasar di kelas tinggi. Selain itu juga pada kenyataanya SD Negeri Nilem Bandung baru akan menerapkan kurikulum 2013 pada bulan juli depan. Sehingga penulis melakukan penelitian untuk mencoba menerapkan kurikulum 2013 pada kelas IV. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di kelas IV SD Negeri Nilem ternyata siswa cenderung kurang aktif, pembelajarannya monoton, sebagian siswa kemampuan berfikir kritisnya masih belum terlihat, dan hasil belajar yang masih rendah. Dengan demikian agar dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis terlihat dan terjadi pembelajaran yang menyenangkan perlu disajikan dan dikemas dengan cara yang menarik agar siswa tidak mudah bosan, berpikir kritisnya mulai meningkat dan pencapaian kompetensi yang diinginkan dapat tercapai. Penggunaan metode, model, atau media bisa mempengaruhi proses belajar pada siswa itu sendiri. Alternatif yang dapat digunakan untuk pemecahan masalah tersebut adalah dengan penggunaan model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk berpikir kritis dan terlibat langsung secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dianggap sesuai adalah model Problem Based Learning. Model Problem Based Learning atau pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam pembelajaran berbasis masalah kemampuan berpikir siswa betul – betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan sesuai yang diungkapkan oleh Tan dalam Rusman (2010: 229). Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan suatu penelitian mengenai penerapan model problem based learning untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik. Sehingga, dibuat suatu judul “ Penerapan Model Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN Nilem Pada Subtema Keberagaman Budaya Bangsaku ”. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat diidentifikasikan masalah yang timbul dilihat dari berbagai aspek diantaranya: 1. Model dan media yang digunakan masih konvensional, sehingga proses pembelajaran menjadi membosankan. 2. Belum digunakannya pembelajaran tematik dikelas tinggi 3. Siswa cenderung kurang aktif dalam proses pembelajaran 4. Sebagian siswa masih belum terlihat kemampuan berpikir kritisnya C. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penulis membuat suatu rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah rencana pembelajaran model problem based learning disusun pada subtema keberagaman budaya bangsaku agar berpikir kritis dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Nilem meningkat ? 2. Bagaimanakah menerapkan model problem based learning di kelas IV SDN Nilem pada subtema keberagaman budaya bangsaku agar berpikir kritis dan hasil belajar siswa meningkat ? 3. Apakah dengan menggunakan model problem based learning dapat meningkatkan berpikir kritis siswa kelas IV SDN Nilem pada subtema keberagaman budaya bangsaku ? 4. Apakah dengan menggunakan model problem based learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN Nilem pada subtema kebergaman budaya bangsaku ? D. Pembatasan Masalah Agar masalah yang dikaji lebih terfokus, maka penulis membatasi masalah- masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Kurangnya penggunaan model pembelajaran dalam proses pembelajaran. 2. Rendahnya kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa di karenakan kurangnya penggunaan model pembelajaran yang sesuai. E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan model problem based learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Nilem pada subtema keberagaman budaya bangsaku. 2. Tujuan Khusus Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan, tujuan dalam penelitian ini adalah : a. Untuk menyusun rencana pembelajaran model problem based learning pada subtema keberagaman budaya bangsaku dengan model problem based learning agar berpikir kritis dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Nilem meningkat. b. Untuk menerapkan model problem based learning di kelas IV SDN Nilem pada subtema keberagaman budaya bangsaku agar kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar meningkat. c. Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV SDN Nilem melalui penggunaan model problem based learning pada subtema keberagaman budaya bangsaku. d. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN Nilem melalui penggunaan model problem based learning pada subtema keberagaman budaya bangsaku. F. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk siswa, guru, sekolah, maupun bagi peneliti sendiri. Secara rinci manfaat dari penelitian adalah sebagai berikut: 1. Bagi Siswa a. Dari penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran tematik sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. b. Hasil penelitian ini akan memberikan suatu pengalaman yang nyata dan bermakna dalam kegiatan pembelajarannya mengenai pembelajaran tematik dengan kurikulum 2013. 2. Bagi Guru a. Penelitian ini dapat menjadikan sarana untuk menambah wawasan tentang pembelajaran tematik. b. Dapat dijadikan sebagai alternatif pembelajaran bagi guru dalam pembelajaran tematik kurikulum 2013, dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan kemampau berpikir kritis dan hasil belajar siswa. 3. Bagi Sekolah a. Menambah dan memperkaya informasi tentang menerapkan pembelajaran berbasis kurikulum 2013 b. Menambah dan memperkaya informasi tentang model maupun media pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran tematik. c. Memberikan masukan dalam kebijakan sebagai upaya meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah 4. Bagi Peneliti a. Mendapatkan pengalaman dalam merancang dan melaksanakan suatu kegiatan pembelajaran yang berbasis kurikulum 2013. b. Hasil penelitian ini dijadikan acuan untuk melakukan penelitian yang sejenis. c. Mendapatkan tambahan wawasan tentang penggunaan model problem based learning dalam pembelajaran tematik. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Model Problem Based Learning a. Pengertian Problem Based Learning Penggunaan model pembelajaran pada dasarnya membantu berhasilnya proses belajar mengajar. Keberhasilan suatu pembelajaran di kelas, terlihat dari perkembangan proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Pembelajaran akan berhasil dengan baik, apabila guru mampu menguasai kelas, materi ajar, penggunaan metode pembelajaran, model pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lainnya yang mendukung keberhasilan proses pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang sedang dikembangkan didalam kurikulum 2013 ialah model pembelajaran berbasis masalah atau bisa disebut dengan model problem based learning. Model problem based learning lebih memfokuskan pembelajaran yang berorientasi pada permasalahan yang ada di lingkungan sekitar. Sehingga siswa dilatih untuk bisa memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Adapun penjelasan mengenai pengertian model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) akan diuraikan di bawah ini. Menurut Ibrahim dan Nur dalam Rusman (2010: 241) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk meransang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar. Sedangkan menurut Arends dalam Putra (2013: 66) berpendapat bahwa model problem based learning adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga ia bisa menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, serta meningkatkan kepercayaan diri. Berdasarkan pendapat di atas jelas bahwa model problem based learning atau sering disebut dengan model pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu model pembelajaran yang sedang dikembangkan dan diterapkan di dalam kurikulum 2013. Model ini bagus sekali untuk diterapkan di sekolah, karena dengan model ini siswa dapat memecahkan setiap permasalahan di dalam dunia nyata yang berkaitan dengan lingkungan hidupnya dan dengan model ini juga kemampuan berpikir kritis siswa lebih berkembang. pembelajaran yang digunakan untuk meransang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar. Sedangkan menurut Arends dalam Putra (2013: 66) berpendapat bahwa model problem based learning adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga ia bisa menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, serta meningkatkan kepercayaan diri. Berdasarkan pendapat di atas jelas bahwa model problem based learning atau sering disebut dengan model pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu model pembelajaran yang sedang dikembangkan dan diterapkan di dalam kurikulum 2013. Model ini bagus sekali untuk diterapkan di sekolah, karena dengan model ini siswa dapat memecahkan setiap permasalahan di dalam dunia nyata yang berkaitan dengan lingkungan hidupnya dan dengan model ini juga kemampuan berpikir kritis siswa lebih berkembang. Pandangan tentang model problem based learning juga dikemukakan Trianto (2010: 90), mengatakan bahwa suatu model pembelajaran berbasis masalah yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata. Menurut Tan dalam Rusman (2011: 229) pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul – betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berfikirnya secara berkesinambungan. Menurut Boud dan Feletti dalam Rusman (2011: 230) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah inovasi yang paling signifikan dalam pendidikan. Sedangkan menurut Ibrahim dan Nur dalam Cahyo (2013: 283) berpendapat bahwa model pembelajaran ini berbeda dengan pembelajaran penemuan (inkuiri-discovery) yang lebih menekankan pada masalah akademik. Hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam pembelajaran berdasarkan masalah adalah memberikan siswa masalah yang berfungsi sebagai batu loncatan untuk proses inkuiri dan penelitian. Di sini, guru mengajukan masalah, membimbing dan memberikan petunjuk minimal kepada siswa dalam memecahkan masalah. Pengaturan pembelajaran berdasarkan masalah berkisar pada masalah atau pertanyaan yang penting bagi siswa maupun masyarakat. Menurut Arends dalam Nurhayati Abbas (2000: 13) pertanyaan dan masalah yang diajukan itu haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut : 1) Autentik. Yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata siswa daripada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu. 2) Jelas. Yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian siswa. 3) Mudah dipahami. Yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami siswa. Selain itu, masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. 4) Luas dan sesuai dengan Tujuan Pembelajaran. Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. 5) Bermanfaat. Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat, baik bagi siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat masalah. Masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah siswa. Serta membangkitkan motivasi belajar siswa. Berdasarkan definisi - definisi model problem based learning atau yang disebut model pembelajaran berbasis masalah yang telah dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model problem based learning merupakan sebuah model pembelajaran yang memberikan suatu permasalahan yang ada di lingkungan dengan tujuan untuk melatih kemampuan berpikir dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi. Dalam model ini juga siswa dituntut untuk aktif dalam memecahkan suatu masalah. b. Karakteristik Model Problem Based Learning Pada dasarnya setiap model pembelajaran memiliki karakteristik berbeda – beda antara model pembelajaran yang satu dengan model pembelajaran yang lainnya. Hal itu dikarenakan, suatu model pembelajaran disusun dan dirancang sedemikian rupa sesuai karakteristik dan tujuan dari jenis model pembelajarannya. Sehingga guru ketika akan menerapkan model pembelajaran di kelas, hal utama yang akan dilakukan pertama kali ialah memilih model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswannya. Dengan melihat karakteristik siswa, guru bisa menyesuaikan model pembelajaran yang cocok untuk diterapkan dalam proses pembelajaran. Model problem based learning ini secara umum pembelajarannya berorientasi dari masalah yang diberikan guru kepada siswa atau siswa yang menemukan sendiri bentuk permasalahan yang ditemukannya. Ketika permasalahan sudah ditemukan, maka siswa dilatih untuk bisa memecahkan permasalahan yang dihadapi dengan berpikir dalam mencari solusi pemecahannya. Dari pemaparan di atas, maka karakteristik model problem based learning akan diuraikan sebagai berikut. Menurut Rusman (2010: 232) berpendapat bahwa karakteristik pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut : 1) Permasalahan yang menjadi starting point dalam belajar 2) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur. 3) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective). 4) Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar. 5) Belajar pengarahan diri menjadi hal menjadi hal yang utama. 6) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, pengunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM. 7) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif. 8) Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah serta pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan. 9) Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar. 10) PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar. Menurut Savoie dan Hughes dalam Wena (2011: 91) menyatakan bahwa strategi belajar berbasis masalah memiliki beberapa karakteristik antara lain sebagai berikut : 1) Belajar dimulai dengan suatu permasalahan. 2) Permasalahan yang diberikan harus berhubungan dengan dunia nyata siswa. 3) Mengorganisasikan pembelajaran di seputar permasalahan, bukan di seputar disiplin ilmu. 4) Memberikan tanggung jawab yang besar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri. 5) Menggunakan kelompok kecil. 6) Menuntut siswa untuk mendemonstrasikan apa yang telah dipelajarinya dalam bentuk produk dan kinerja. Pengajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa bekerja sama satu sama lain (paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil). Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir. Berdasarkan uraian tersebut, tampak jelas bahwa pembelajaran dengan model problem based learning ( pembelajaran berbasis masalah ) dimulai oleh adanya masalah yang dapat dimunculkan oleh siswa atau guru, kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang sesuatu yang telah diketahuinya untuk memecahkan masalah itu. Siswa juga dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan, sehingga siswa terdorong untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran. Peran guru dalam penerapan model ini ialah membimbing siswa untuk dapat menyelesaikan setiap permasalahan – permasalahan yang sudah ditemukan. c. Tujuan Pembelajaran Model Problem Based Learning Secara umum, tujuan yang ingin dicapai dari model problem based learning adalah mengembangkan siswa untuk berpikir kritis, analitis, sistematis dan logis untuk menemukan alternatif pemecahan masalah. Permasalahan yang dihadapi dan ditemukan siswa harus mampu menumbuhkan motivasi dan sikap ilmiah siswa dalam belajar. Peran guru dalam mencapai tujuan pembelajaran model problem based learning ini adalah membimbing dan mengarahkan siswa dalam proses penyelesaian suatu permasalahan yang dihadapi siswa. Model problem based learning juga tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Melainkan siswa yang belajar mandiri dalam mencari informasi sebanyak – banyaknya dalam menambah ilmu dan wawasannya. Tujuan pembelajaran lainnya dari model problem based learning ini antara lain bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah sesuai yang diungkapkan oleh Ismail (2002: 2). Pendapat lain diungkapkan oleh Putra (2013: 74) mengungkapkam bahwa secara umum, tujuan pembelajaran dengan model problem based learning adalah sebagai berikut : 1) Membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, serta kemampuan intelektual. 2) Belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan siswa dalam pengalaman nyata atau stimulasi. Berdasakan pendapat yang telah diuraikan di atas, jelas bahwa model problem based learning bertujuan untuk membantu siswa dalam melatih kemampuan berpikir kritis, memecahkan setiap persoalan dalam dunia nyata, mampu bekerja sama, dan bisa hidup mandiri. Peran guru untuk mencapai semua tujuan yang telah diharapkan dalam model problem based learning ini, tentunya dengan cara guru dapat mengkondisikan dan membimbing siswa dalam memecahkan permasalahan yang akan diselesaikan. Dalam proses pembelajaran berlangsung siswa dapat dibawa mencari fakta – fakta atau informasi – informasi yang dapat dijadikan sebagai alternatif untuk penyelesaian masalah yang sedang dihadapi. d. Teori Belajar yang Melandasi Model Problem Based Learning Model problem based learning merupakan model pembelajaran yang dilandasi beberapa teori belajar yang mendukung diterapkannya model pembelajaran ini. Beberapa teori belajar yang menjelaskan tentang hubungan antara teori belajar dengan model problem based learning ini akan diuraikan sebagai berikut: Menurut Ausebel dalam Rusman (2010: 244) membedakan antara belajar bermakna (meaningfull learning) dengan belajar (rote learning). Belajar bermakna merupakan proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang belajar. Belajar menghafal, diperlukan bila seseorang memperoleh informasi baru dalam pengetahuan yang sama sekali tidak berhubungan dengan yang telah diketahuinya. Kaitannya dengan Problem Based Learning yaitu dalam hal mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa. Teori ini memberikan gambaran bahwa proses belajar siswa tidak hanya dengan belajar menghafal saja, akan tetapi belajar lebih baik jika proses belajarnya dapat memberikan makna bagi siswa. Dengan belajar bermakna siswa dapat mengaitkan pengetahuan baru yang dimilikinya dengan lingkungan sekitarnya Belajar bermakna menurut Ausubel (1963) merupakan proses mengaitkan informasi atau materi baru dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif. Proses belajar yang telah didapat akan memberikan suatu pengalaman bagi siswa sendiri. Hubungan antara teori belajar bermakna dengan model problem based learning ini ialah mengaitkan informasi baru yang telah didapatkan oleh siswa dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa. Landasan lebih lanjut adalah teori belajar Vigotsky. Perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang serta ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkannya. Menurut Ibrahim dan Nur dalam Rusman (2010: 244) Vigotsky menyakini bahwa interaksi sosial dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Kaitannya dengan model Problem Based Learning adalah dalam hal mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa melalui kegiatan belajar dalam interaksi sosial dengan teman lain. Berdasarkan pandangan teori di atas, maka dapat dijelaskan bahwa siswa dalam proses belajar penting sekali memiliki hubungan sosial yang baik dengan guru maupun teman yang lainnya. Hal ini dikarenakan dengan siswa memiliki dan menjalin hubungan yang baik, maka akan terjadi interaksi sosial yang baik. Dengan adanya interaksi sosial yang baik, maka setiap ide atau gagasan baru dari siswa akan mulai terbentuk dalam struktur kognitifnya. Hubungannya antara teori belajar Vigotsky dengan model problem based learning ialah informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa melalui kegiatan belajarnya, itu didukung dengan terjalinnya interaksi sosial dengan teman lain. Teori lainnya yang melandasi model problem based learning adalah teori belajar Jerome S. Bruner. Metode penemuan merupakan metode di mana siswa menemukan kembali, bukan menemukan yang sama sekali benar – benar baru. Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dengan sendirinya memberikan hasil yang lebih baik berusaha sendiri mencari pemecahan masalah serta didukung oleh pengetahuan yang benar – benar bermakna yang diungkapkan oleh pendapat Dahar dalam Rusman (2010: 245). Selanjutnya, Bruner berpendapat bahwa menggunakan konsep scaffolding dan interaksi sosial di kelas maupun di luar kelas. Scaffolding adalah suatu proses untuk membantu siswa menuntaskan masalah tertentu melampaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan guru, teman atau orang lain yang memiliki kemampuan lebih. Menurut Putra (2013: 78) berpendapat bahwa semua pendapat dari teori belajar yang mendukung model problem based learning ini, dikarenakan karena teori itu menekankan bahwa dalam pembelajaran siswa dituntut memperoleh pengetahuan sendiri. Pengetahuan ini diperoleh dengan cara mencari informasi untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan materi pelajaran. Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa model problem based learning ini didukung oleh beberapa teori belajar seperti teori belajar bermakna dari David Ausubel, teori belajar Vigotsky, dan teori belajar Jerome S. Bruner. Kaitannya dengan model Problem Based Learning yaitu dalam hal mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa melalui kegiatan belajar dalam interaksi sosial dengan teman lain dalam menyelesaikan masalah tertentu. Sehingga dalam prosesnya model ini mengembangkan kemampuan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, dan berinteraksi dengan orang lain. e. Langkah - langkah Pembelajaran Model Problem Based Learning Model problem based learning merupakan salah satu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran bisa terlihat dari siswa menemukan masalah, merumuskan masalah, mengumpulkan fakta – fakta yang ingin diketahuinya, membuat dan menjawab pertanyaan – pertanyaan sebagai alternatif menyelesaikan masalah. Hal yang perlu diketahui bahwa masalah yang dibahas ialah masalah yang bersifat terbuka. Artinya jawaban dari masalah tersebut belum pasti. Setiap siswa, bahkan guru, dapat mengembangkan kemungkinan jawaban. Dengan demikian, model problem based learning memberikan kesempatan pada siswa untuk bereksplorasi mengumpulkan dan menganalisis data secara lengkap untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Hakikat masalah dalam model problem based learning adalah kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi yang diharapkan, atau antara kenyataan yang terjadi dengan kondisi yang diharapkan. Untuk melatih siswa memiliki keterampilan berpikir kritis dan memecahkan masalah, maka guru perlu menciptakan suasana pembelajaran yang mendukung terciptanya pembelajaran berorientasi pada suatu permasalahan. Sehingga untuk menciptakan suasana pembelajaran yang memunculkan siswa berpikir kritis dan mampu memecahkan masalah, maka guru harus memahami betul tahapan – tahapan dalam menerapkan model problem based learning. Menurut Putra (2013: 78) berpendapat bahwa dalam pengelolaan problem based learning (PBL), ada beberapa langkah utama pembelajarannya diantaranya sebagai berikut: 1) Mengorientasikan siswa pada masalah 2) Mengorganisasikan siswa agar belajar 3) Memandu menyelidiki secara mandiri atau kelompok 4) Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja, serta 5) Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah Tahapan pembelajaran berbasis masalah biasanya terdiri dari lima tahapan utama yang dimulai dari guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Lebih lanjutnya Ibrahim dan Nur (2000: 13) dan Ismail (2002: 1) dalam Rusman mengemukakan bahwa langkah – langkah problem based learning atau disebut dengan pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Langkah – langkah Pembelajaran Model Problem Based Learning Fase Indikator Tingkah Laku Guru 1. Orientasi siswa pada masalah Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah. 2. Mengorganisasi siswa untuk belajar Membantu siswa dalam mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. 3. Membimbing pengalaman individual / kelompok Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya. 5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan Sumber : Rusman (2010: 243 ) Dari pendapat di atas mengenai langkah – langkah pembelajaran model problem based learning, maka lebih lanjutnya kelima tahapan tersebut akan dijelaskan antara lain sebagai berikut: Fase 1: Orientasi siswa pada masalah Pembelajaran dimulai dengan guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan selama proses pembelajaran. Pada tahap ini, guru harus mampu memotivasi siswa dan bisa menjelaskan dengan rinci aktivitas yang harus dilakukan oleh siswa dalam PBL ini. Fase 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar Selain mengembangkan keterampilan memecahkan masalah, pembelajaran PBL juga mendorong siswa belajar berkolaborasi. Pemecahan suatu masalah sangat membutuhkan kerjasama dan sharing antar siswa. Oleh sebab itu, guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok siswa dimana masing-masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda. Selanjutnya guru juga membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Fase 3: Membimbing pengalaman individual / kelompok Pada tahap ini, guru harus mendorong siswa untuk mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen (mental maupun aktual) sampai mereka betul-betul memahami dimensi situasi permasalahan. Tujuannya adalah agar siswa mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide mereka sendiri. Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Langkah selajutnya adalah mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Guru bertugas membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya. Memamerkan hasil karya siswa mendorong rasa bangga pada mereka dengan memperlihatkan hasil karya dan hasil akir dari proses pembelajaran PBL. Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Fase terakhir ialah menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Selama fase ini guru meminta siswa untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan belajarnya. Selanjutnya guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran berdasarkan masalah hanya dapat terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan membimbing pertukaran gagasan. Problem Based Learning (pembelajaran berbasis masalah) juga dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan aktivitas belajar siswa, baik secara individual maupun secara kelompok. Di sini guru berperan sebagai pemberi rangsangan, pembimbing kegiatan siswa, dan penentun arah belajar siswa yang diungkapkan oleh Nurhayati Abbas (2000: 12). Berdasarkan tahapan – tahapan dalam model problem based learning seperti pada pemaparan di atas bahwa guru maupun siswa dalam model problem based learning ini memiliki peran aktif dalam situasi pembelajaran. Peran guru pada model problem based learning sebagai penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog, membantu menemukan masalah dan pemberi fasilitas penelitian. Selain itu guru menyiapkan dukungan dan dorongan yang dapat meningkatkan pertumbuhan inquiri dan intelektual siswa. f. Kelebihan dan Kelemahan Model Problem Based Learning Model problem based learning (pembelajaran berbasis masalah) ini tentu memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan di dalamnya. Di bawah ini akan diuraikan mengenai kelebihan dan kekurangan dari model problem based learning. 1) Kelebihan Model problem based learning Pada dasarnya suatu model pembelajaran memiliki kelebihan – kelebihan didalamnya. Dengan melihat kelebihan model tersebut, guru dapat memilih setiap model pembelajaran yang tepat untuk bisa diterapkan sesuai dengan karakteristik siswanya. Salah satu kelebihan dari menerapkan model problem based learning ini ialah melibatkan siswa secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi. Oleh karena itu, kelebihan dari suatu model pembelajaran dijadikan pertimbangan guru dalam memilih model pembelajaran yang tepat. Di bawah ini kelebihan - kelebihan dari model problem based learning akan diuraikan anatara lain sebagai berikut: Menurut Putra (2013: 82) berpendapat bahwa model pembelajaran PBL ini memiliki beberapa kelebihan diantaranya ialah sebagai berikut : a) Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan lantaran ia yang menemukan konsep tersebut. b) Melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi. c) Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki oleh siswa, sehingga pembelajaran lebih bermakna. d) Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, karena masalah – masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata. Hal ini bisa meningkatkan motivasi dan keterkaitan siswa terhadap bahan yang dipelajarinnya. e) Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain serta menanamkan sikap sosial yang positif dengan siswa lainnya. f) Pengondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajar dan temannya, sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan. g) Problem based learning diyakini pula dapat menumbuhkembangkan kemampuan kreativitas siswa, baik secara individual maupun kelompok karena hampir di setiap langkah menuntut adanya keaktifan siswa. Sedangkan menurut Ibrahim dan Nur dalam Cahyo (2013: 285), berpendapat bahwa model problem based learning memiliki beberapa kelebihan diantaranya sebagai berikut: a) Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan, sebab mereka sendiri yang menemukan konsep tersebut. b) Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi. c) Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran bermakna. d) Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, sebab masalah – masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini dapat meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang dipelajari. e) Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial yang positif di antara siswa. f) Pengondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajar dan temannya. Sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan. Selanjutnya pendapat lain mengenai kelebihan model problem based learning diungkapkan oleh Wina Sanjaya (2006: 218) menyatakan keunggulan problem based learning adalah: a) Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran. b) Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa. c) Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa. d) Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata. e) Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping juga dapat mendorong untuk melakukan siendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya. f) Melalui pemecahan masalah bisa diperlihatkan bahwa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir dan sesuatu yang dimengerti oleh siswa bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku saja. g) Pemecahan masalah dipandang lebih mengasikkan dan disukai siswa. h) Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan pengetahuan baru. i) Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang telah mereka miliki dalam dunia nyata. j) Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir. Dari uraian pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kelebihan dari model problem based learning (PBL) ini ialah siswa akan lebih aktif dalam proses pembelajaran, kemampuan berpikir kritis meningkat, melatih kemampuan memecahkan masalah, melatih sikap bekerja sama, dan siswa akan menjadi mandiri. Sehingga dapat dipahami bahwa pembelajaran berbasis masalah membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektualnya. Para siswa belajar dengan keterlibatan langsung dalam pengalaman nyata atau simulasi serta menjadi pebelajar yang mandiri. 2) Kelemahan Model Problem Based Learning Selain kelebihan yang telah dikemukakan tersebut model problem based learning juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu : Menurut Sanjaya (2011: 221) berpendapat bahwa model problem based learning atau pembelajaran berbasis masalah memiliki kelemahan diantaranya: a) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba. b) Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan. c) Tanpa pemahaman mereka berusaha untuk untuk memecahkan masalah yang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. Berdasarkan dari uraian di atas, disimpulkan bahwa kelemahan – kelemahan dari model pembelajaran berbasis masalah ini terdiri dari beberapa kelemahan didalamnya. Salah satu kelemahan dari model ini ialah model ini tidak bisa diterapkan pada semua mata pelajaran. Hal ini perlu diketahui bahwa tidak semua mata pelajaran dimungkinkan untuk dilaksanakan dengan model problem based learning (PBL). Mata pelajaran tingkat lanjut cocok diajarkan dengan model problem based learning (PBL). Sebab dalam problem based learning, pembelajaran siswa dilakukan dengan cara membangun penalaran dari semua pengetahuan yang dimilikinya olehnya dan hasil kegiatan berinteraksi dengan sesama individu sesuai yang diungkapkan oleh Putra (2013: 71). Dari kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam model pembelajaran berbasis masalah ini bukan berarti Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang kurang efektif untuk diterapkan dalam proses pembelajaran, akan tetapi kekurangan-kekurangan dalam penerapan model pembelajaran berbasis masalah yang dikemukakan di atas, menuntut guru sebagai pendidik harus kreatif dalam meminimalisir serta berusaha mencari solusi untuk mengatasi kekurangan-kekurangan tersebut. Guru sebagai pendidik di sekolah harus mampu mengemas dan menyajikan bahan ajar kepada siswa semenarik dan seefektif mungkin agar ketercapaian dalam pembelajaran dapat tercapai dengan yang diinginkan. 2. Berpikir Kritis a. Pengertian Berpikir Kritis Keterampilan berpikir kritis perlu dikembangkan kepada setiap siswa. Pentingnya berpikir kritis bagi setiap siswa untuk dapat memecahkan segala permasalahan yang ada di dalam dunia nyata. Beberapa keterampilan berpikir yang dapat meningkatkan kecerdasan memproses adalah keterampilan berpikir kritis, keterampilan berpikir kreatif, keterampilan mengorganisir otak, dan keterampilan analisis. Menurut Robert Ennis dalam Fisher (2008: 2) berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan. Sedangkan menurut Glaser dalam Fisher (2008: 3) mendefinisikan berpikr kritis sebagai : (1) suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah – masalah dan hal – hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang; (2) pengetahuan tentang metode – metode pemeriksaan dan penalaran yang logis; dan (3) semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode- metode tersebut. Berpikir kritis adalah kemampuan memberi alasan secara terorganisasi dan mengevaluasi kualitas suatu alasan sistematis. Sementara itu Richard Paul dalam Fisher (2008: 4) mendefinisikan mode berpikir mengenai hal, substansi atau masalah apa saja dimana si pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani secara terampil struktur – struktur yang melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar – standar intelektual padanya. Menurut Bandman dan Bandman dalam deswani (2009: 119) mengemukan bahwa berpikir kritis merupakan pengujian rasional terhadap ide, pengaruh, asumsi, prinsip, argumen, kesimpulan, isu, pernyataan, keyakinan, dan aktivitas. Berpikir suatu proses yang statis tetapi selalu berubah secara konstan dan dinamis dalam setiap hari atau setiap waktu. Menurut R. H. Ennis dalam Hassoubah (2007: 91) terdapat beberapa bentuk kecenderungan berpikir kritis, antara lain : 1) Mencari pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan 2) Mencari alasan 3) Berusaha mencari informasi denagan baik 4) Memakai sumber yang dimilki memiliki kredibilitas dan menyebutkannya 5) Memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan 6) Berusaha tetap relevan dengan ide utama 7) Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar 8) Mencari alternatif 9) Bersikap dan berpikir terbuka 10) Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup kuat untuk melakukan sesuatu 11) Mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila memungkinkan 12) Bersikap secara sistematis dan teratur denngan bagian – bagian dari keseluruhan yang masalah. 13) Peka tehadap tingkat keilmuan dan keahlian orang lain Berdasarkan uraian pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir lanjut seseorang dalam memutuskan persoalan dengan mencari alternatif solusi yang dapat diambil. b. Karakteristik Berpikir Kritis Berpikir kritis merupakan proses berpikir lanjut seseorang untuk memecahkan dan pengambilan keputusan dari penyelesaian masalah yang dihadapi. Kemampuan berpikir kritis dapat membantu seseorang membuat keputusan yang tepat berdasarkan usaha yang cermat, sistematis, logis dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang. Bukan hanya guru mengajarkan kemampuannya saja, akan tetapi guru juga harus menanamkan sifat, sikap, nilai dan karakter yang menunjang berpikir kritis. Hal ini berarti bahwa siswa perlu dididik untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Ciri utama dari berpikir kritis ialah siswa dapat memahami masalah dan memecahkan suatu permasalahan. Lebih jelasnya menurut Edward Glaser dalam Fisher (2008: 7) mengemukakan bahwa ciri dari kemampuan berpikir kritis adalah sebagai berikut : 1) Mengenal masalah 2) Menemukan cara – cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah – masalah itu. 3) Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan 4) Mengenal asumsi – asumsi dan nilai – nilai yang tidak dinyatakan 5) Memahami dan menggunkan bahasa yang tepat, jelas, dan khas. 6) Menilai fakta dan mengevaluasi pernyataaan – pernyataan 7) Mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah – masalah 8) Menarik kesimpulan – kesimpulan dan kesamaan – kesamaan dan kesimpulan – kesimpulan yang seorang ambil 9) Menyusun kembali pola – pola keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih luas. 10) Membuat penilaian yang tepaat tentang hal – hal dan kualitas – kualitas tertentu dalam kehidupan sehari – hari. Dari uraian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis merupakan suatu kemampuan yang dimiliki individu untuk berpikir lanjut dalam memecahkan suatu permasalahan yang sedang dikaji. Berpikir kritis memiliki karakteristik didalamnya diantaranya ialah siswa mampu mengenali masalah dengan cepat, siswa mengajukan pertanyaan, siswa dapat membedakan fakta dengan pendapat, siswa mampu menjelaskan, dan siswa mampu menarik kesimpulan. c. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Berpikir kritis dapat juga dikatakan sebagai suatu keterampilan berpikir secara reflektif untuk memutuskan hal-hal yang dilakukan dimana kemampuan berpikir kritis setiap siswa tidaklah sama. Oleh karena itu kemampuan berpikir kritis dalam proses pembelajaran perlu dilatih dan dikembangkan oleh guru. Salah satu cara yang dapat dikembangkan dalam melatih kemampuan berpikir kritis seperti siswa dapat mencari dan menemukan masalah, menganalisis masalah, membuat hipotesis mengumpulkan data, menguji hipotesis serta menentukan alternatif penyelesaian. Cara meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa bisa dengan cara melatih siswa untuk berpikir kritis. Dengan memberikan rangsangan berupa masalah, siswa dilatih untuk dapat berpikir kritis dan kreatif dalam menangani setiap masalah yang telah diberikan. Menurut Jacqueline dan Martin Brooks dalam Santrock (2007) sebuah cara yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan keterampilan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran adalah dengan menghadapkan siswa pada topik atau tema-tema yang kontroversial dan dekat dengan dunia mereka. Artinya dalam pembelajaran harus menggunakan tema-tema yang memberikan peluang kepada siswa untuk berpikir. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Winn dalam Santrock (2007) bahwa selain tema untuk menumbuhkan keterampilan berpikir kritis dalam pembelajarannya guru harus menggunakan metode diskusi dan perdebatan serta memberikan peluang dan merangsng sgar siswa bertanya. Diskusi dan debat dapat memotivasi siswa untuk meneliti suatu tema tertentu yang sedang dipelajari secara mendalam dan menguji masalah- masalah dan guru diharapkan dapat menahan dirinya untuk tidak menyatakan pandangan-pandangannya sendiri sehingga siswa merasa bebas untuk mengeksplorasi perspektif-perspektif yang beragam. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa cara meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan diberikannya suatu rangsangan masalah yang diberikan oleh guru dalam pembelajaran, mendorong siswa secara aktif dalam bertanya, mengungkapkan pendapat atau gagasan, dan mendorong siswa untuk belajar mandiri maupun kelompok dalam memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan dunia nyata. 3. Hasil Belajar a. Pengertian Belajar Dalam implementasinya, belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan dengan cara mengolah bahan ajar dan mengikuti kegiatan pembelajaran. Belajar dilakukan seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang seluas – luasnya. Dengan belajar siswa mengetahui segala hal yang belum diketahui dan mengubah perilaku kearah yang lebih baik. Slavin dalam Rifa’i dan Anni (2009: 82) mendefinisikan bahwa “ belajar merupakan perubahan perilaku individu yang disebabkan oleh pengalaman”. Senada dengan pendapat dari Slavin, Rifa’i dan Anni (2009: 83) lebih lanjut berpendapat bahwa “ pengalaman dalam pengertian belajar dapat berupa pengalaman fisik, psikis dan sosial ”. Skinner dalam Dimyati dan Mudjiono (2006: 9) mengemukakan belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik, sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun. Sedangkan menurut Gagne dalam Dimyati dan Mudjiono (2006: 10) mengemukakan belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Berdasarkan pengertian belajar yang telah dijelaskan di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan individu untuk mendapatkan suatu pengalaman belajar dan perubahan tingkah laku individu. Berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran dapat dilihat dari pencapaian dan hasil belajarnya. b. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar merupakan suatu ketercapaian kemampuan seseorang dalam mengikuti proses belajar. Hasil belajar yang telah dicapai oleh seseorang terlihat dari tercapainya ranah kognitif, afektif, dan psikomotornya. Hasil belajar menjadi suatu tolak ukur berhasil atau tidaknya proses pembelajaran yang telah dilakukan. Peran guru tentunya, melihat perkembangan proses belajar siswa sampai terlihat ketercapaian ranah afektif, psikomotor, dan ranah kognitif. Menurut Snelbeker dalam Rusmono (2012: 8) mengatakan bahwa perubahan atau kemampuan baru yang diperoleh siswa setelah melakukan perbuatan belajar adalah hasil belajar, karena belajar pada dasarnya adalah bagaimana perilaku seseorang berubah sebagai akibat pengalaman. Hasil belajar, menurut Bloom merupakan perubahan perilaku yang meliputi tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut Hamalik (2001: 159) bahwa hasil belajar menunjukkan kepada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya derajat perubahan tingkah laku siswa. Sedangkan menurut Nana Sudjana (2005: 5) menyatakan bahwa hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku dan sebagai umpan balik dalam upaya memperbaiki proses belajar mengajar. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut Winkel dalam Purwanto (2013: 45) berpendapat bahwa perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Perubahan perilaku akibat kegiatan belajar mengakibatkan siswa memiliki penguasaan terhadap materi pengajaran yang disampaikan dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencari tujuan pengajaran. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku individu yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga ranah tersebut menjadi tolak ukur seseorang atas berhasil atau tidaknya proses belajar yang telah dilakukannya. Perubahan perilaku yang diperoleh setelah siswa menyelesaikan program pembelajarannya melalui interaksi dengan berbagai sumber belajar dan lingkungan belajar. Dilihat dari sistem kurikulum 2013 sekarang ini, ketiga ranah baik kognitif, afektif, dan psikomtorik ini berubah kedudukannya. Hal ini dimaksudkan bahwa didalam kurikulum 2013 ranaf kognitif ada diposisi ketiga urutan atau tingkatannya. Sehingga ranah afektif dan psikomotirik berada di atas ranah kognitif. c. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran di kelas tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu sendiri. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi. Salah satu faktor yang mempenagruhi hasil belajar siswa ialah proses belajar. Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang baik. Menurut Sugihartono, dkk. (2007: 76-77), menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, sebagai berikut: 1) Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor internal meliputi: faktor jasmaniah dan faktor psikologis. 2) Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Keberhasilan belajar dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, menurut Rakhmat et al.(2006: 99) adapun faktor – faktor yang memengaruhi keberhasilan belajar dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu: 1) Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi aspek fisiologis yang bersifat jasmaniah dan aspek psikologis yang bersifat rohaniah. Aspek fisiologis meliputi kondisi jasmani secara umum. Sedangkan aspek psikologis siswa meliputi intelegensi, sikap, dan bakat siswa. 2) Faktor eksternal, yaitu yang datang dari luar siswa berupa kondisi lingkungan siswa tinggal misalnya keluarga, guru, dan sumber belajar. 3) Faktor pendekatan belajar, yakni jenis upaya siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajarn berkaitan dengan materi – materi pelajaran. Berdasarkan faktor – faktor yang mempengaruhi hasil belajar, maka dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam dirinya, faktor yang berasal dari luar dirinya, dan faktor pendekatan belajar. Ketiga faktor ini berpengaruh pada hasil belajar yang telah diperolehnya. Tercapai atau belum tercapainya suatu pembelajaran terlihat dari hasil belajar yang telah dilakukannya. Semakin bagus motivasi dari dalam siswa ketika mengikuti proses belajar, maka semakin baik juga ketercapaian hasil belajarnya. 4. Pembelajaran Tematik Terpadu a. Pengertian Pembelajaran Tematik Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang menerapkan pembelajaran tematik terpadu. Pembelajaran tematik terpadu ialah suatu model pembelajaran yang memadukan beberapa mata pelajaran menjadi sebuah tema pembelajaran. Tema pembelajaran diberikan guru pada setiap proses belajar mengajar di kelas. Pembelajaran tematik terpadu berfungsi untuk memberikan kemudahan bagi siswa dalam memahami dan mendalami konsep materi yang tergabung dalam tema serta dapat menambah semangat belajar karena materi yang dipelajari merupakan materi yang nyata (kontekstual) dan bermakna bagi siswa. Menurut Rusman (2012: 254) Pembelajaran tematik merupakan salah satu model dalam pembelajaran terpadu (integrated instruction) yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa baik secara individual maupun kelompok, aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip – prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan autentik. Berdasarkan pendapat di atas, model pembelajaran tematik adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran tematik, siswa akan memahami konsep – konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Dalam pembelajaran tematik ini dimulai dari suatu tema yang dipilih dan dikembangkan oleh guru bersama siswa dengan memerhatikan keterkaitannya dengan isi mata pelajaran. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan yang diungkapkan oleh Poerwadarminta dalam Rusman (2012: 254). Menurut Sukmadinata (2004: 197) lebih memandang pembelajaran tematik sebagai suatu model pembelajaran dengan fokus pada bahan ajaran. Bahan ajaran disusun secara terpadu dan dirumuskan dalam bentuk tema-tema pembelajaran. Adapun menurut Sukandi dkk (2001:3), pembelajaran tematik pada dasarnya dimaksudkan sebagai kegiatan pembelajaran dengan memadukan materi dari beberapa mata pelajaran dalam suatu tema. Pembelajaran tematik sebagai suatu konsep dapat dikatakan sebagai suatu pendekatan belajar yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Dari uraian pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik adalah suatu pembelajaran yang memadukan beberapa mata pelajaran dalam sebuah tema. Sehingga pembelajaran tematik memiliki ciri berupa pembelajaran yang disajikan kepada siswa berupa tema – tema yang sesuai dengan kompetensi dasar dan materi ajar yang akan disampaikan kepada siswa. b. Karakteristik Pembelajaran Tematik SD Salah satu karakteristik pembelajaran tematik adalah pembelajaran berpusat pada siswa. Dengan menciptakan situasi pembelajaran yang lebih menekankan siswa berperan aktif, maka siswa akan mengalami proses pembelajaran bermakna yang diperolehnya sebagai hasil proses pembelajarannya. Menurut Rusman (2010: 258) berpendapat pembelajaran tematik memiliki karakteristik – karakteristik sebagai berikut : 1) Berpusat pada siswa Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered). Hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar, sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan – kemudahan pada siswa untuk melakukan aktivitas belajar. 2) Memberikan pengalaman langsung Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung pada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkret) sebagai dasar untuk memahami hal – hal yang lebih abstrak. 3) Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan pada pembahasan tema – tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa. 4) Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran Pembelajaran tematik menyajikan konsep - konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa dapat memahami konsep – konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah – maslah yang dihadapi dalam kehidupan sehari – hari. 5) Bersifat fleksibel Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) di mana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan di mana sekolah dan siswa berada. 6) Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa Siswa diberikan kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya. 7) Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat di simpulkan bahwa pembelajaran tematik memiliki ciri dan karakteristik pembelajarannya berpusat pada siswa (student center). Pembelajaran tematik diberikan di kelas rendah dan kelas tinggi untuk kurikulum 2013 sekarang. Dengan menerapkan pembelajaran tematik, siswa akan mendapatkan pengalaman langsung dan terjadinya proses pembelajaran yang menyenangkan dan efektif. Guru dituntut untuk bisa menguasai tema pembelajaran yang akan disampaikan kepada siswa dengan penguasaan kelas yang baik. 5. Keberagaman Budaya Bangsaku Keberagaman budaya bangsaku merupakan salah satu subtema pada pembelajaran tematik terpadu yang ada di dalam kurikulum 2013. Di dalam tema indahnya kebersamaan terdapat beberapa subtema. Salah satu subtema pertama ialah keberagaman budaya bangsaku. Materi pembelajaran ini diberikan di kelas IV sekolah dasar. Setiap subtema pembelajaran terdapat 6 kegiatan pembelajaran yang berbeda – beda, itu terlihat dari segi pemetaan indikator pencapaian, memadukan setiap mata pelajaran, tujuan pembelajaran, materi yang akan disampaikan, dan kegiatan pembelajaran. Pada pembelajaran 1 terdapat beberapa mata pelajaran diantaranya PPKn, SBdP, Bahasa Indonesia, dan IPS. Pembelajaran 2 terdapat beberapa mata pelajaran diantaranya Bahasa Indonesia, Matematika, dan SBdP. Pada pembelajaran 3 terdapat beberapa mata pelajaran diantaranya PJOK, PPKn, dan IPS. Selanjutnya pada pembelajaran 4 terdapat 3 mata pelajaran yang dipadukan diantaranya IPA, PPKn, dan IPS. Pembelajaran 5 terdapat 4 mata pelajaran yang dipadukan diantaranya IPA, Bahasa Indonesia, SBdP, dan Matematika. Serta untuk pembelajaran 6 terdapat Matematika, Bahasa Indonesia, dan evaluasi. Bagan 2.1 Pemetaan Kompetensi Dasar KI 1 dan KI 2 Bagan 2.2 Pemetaan Kompetensi Dasar KI 3 dan KI 4 Tabel 2.2 Ruang Lingkup Pembelajaran Pembelajaran Kegiatan pembelajaran Kompetensi yang dikembangkan 1 Mengenal keberagaman budaya Indonesia Memahami keberagaman budaya Berekspresi dengan lagu Sikap : Percaya diri dan rasa ingin tahu Pengetahuan : Keberagaman budaya dan lagu nasional Ke
Item Type: | Thesis (Skripsi(S1)) |
---|---|
Subjects: | S1-Skripsi |
Divisions: | Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014 |
Depositing User: | Iyas - |
Date Deposited: | 12 Jul 2016 03:28 |
Last Modified: | 12 Jul 2016 03:28 |
URI: | http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/5511 |
Actions (login required)
View Item |