GRATIFIKASI ANTARA PERUSAHAAN FARMASI DENGAN DOKTER MENURUT UNDANG – UNDANG NO. 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG – UNDANG NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

AGHI LAKSANA, NPM. 121000091 (2016) GRATIFIKASI ANTARA PERUSAHAAN FARMASI DENGAN DOKTER MENURUT UNDANG – UNDANG NO. 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG – UNDANG NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. Skripsi(S1) thesis, Fakultas Hukum Unpas.

[img]
Preview
Text
KATA PENGANTAR.pdf

Download (206kB) | Preview
[img]
Preview
Text
DAFTAR ISI.pdf

Download (95kB) | Preview
[img]
Preview
Text
BAB I.pdf

Download (637kB) | Preview
[img]
Preview
Text
BAB II.pdf

Download (499kB) | Preview
[img] Text
BAB III.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (270kB)
[img] Text
BAB IV revisi.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (271kB)
[img] Text
BAB V.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (199kB)
[img]
Preview
Text
DAFTAR pustaka revisi 1.pdf

Download (108kB) | Preview

Abstract

Kasus tindak pidana korupsi yang paling marak dan banyak menjadi sorotan adalah mengenai gratifikasi dan suap. Gratifikasi diatur didalam Pasal 12 B Undang-Undang No.20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Akhir-akhir ini disorot oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai korupsi pada profesi medis adalah adanya dugaan pemberian komisi oleh perusahaan farmasi kepada dokter untuk menggunakan obat dan jumlah yang sudah ditargetkan dari perusahaan tersebut. Komisi diberikan jika dokter sudah memenuhi target yang diinginkan oleh perusahaan farmasi tersebut. Komisinya dapat berupa uang, tiket perjalanan, mengikuti seminar atau kongres dan lain lain. Hal ini dianggap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai salah satu penyebab buruknya pelayanan kesehatan, harga obat menjadi mahal dan tidak menguntungkan pasien karena 100% biaya komisi untuk dokter tersebut menjadi tanggungan pasiennya. Berdasarkan data yang dimiliki KPK, dokumen yang diduga dimiliki PT Interbat nama perusahaan farmasi di Sidoarjo, Jawa Timur menggelontorkan duit hingga Rp 131 miliar dalam tiga tahun, yaitu sejak 2013 hingga 2015. Uang itu diberikan kepada para dokter. Tujuannya, diduga agar dokter meresepkan obat-obatan produksi Interbat. Skripsi ini mengemukakan permasalahan bagaimanakah politik kriminal gratifikasi antara perusahaan farmasi dengan dokter, serta bagaimanakah upaya penanggulangan yang diambil oleh pemerintah dalam menanggulangi pemberantasan tindak pidana korupsi. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif, penelitian ini dilakukan dengan dua tahap, yaitu studi kepustakaan dan studi lapangan, metode yang dipergunakan untuk memperoleh data adalah studi liberatur dan wawancara, kemudian data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode yuridis kualitatif. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut diketahui bahwa : Kebijakan hukum pidana antara perusahaan farmasi dengan dokter diatur dalam Pasal 12 B Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dari Pasal 12 B dokter bisa memenuhi unsur melakukan gratifikasi apabila dokter berstatus Pegawai Negeri Sipil atau Penyelenggara Negara, adanya serah terima (suap), berhubungan dengan jabatannya, dan berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya dokter.Untuk mencegah praktek gratifikasi diruang lingkup medis, Menteri Kesehatan mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 14 Tahun 2014 Tentang Pengendalian Gratifikasi Di Lingkungan Kementerian Kesehatan Upaya penanggulangan pemerintah dalam menanggulangi gratifikasi antara perusahaan farmasi dengan dokter ada 3 tahap, yakni :Upaya Pre-Emtif, Upaya Preventif, Upaya Represif. Kata Kunci: Tindak Pidana, Korupsi, Gratifikasi Cases of corruption are most prevalent and a lot of the spotlight is on graft and bribery. Gratuities regulated in Article 12 B of Law No.20 of 2001 on the Amendment of Act 31 of 1999 on Corruption Eradication. Lately, highlighted by the Corruption Eradication Commission (KPK) on corruption in the medical profession is a suspicion of the commission by pharmaceutical companies to doctors to use the drug and the amount of the company's own target. The Commission granted if the doctor has met the desired targets by the pharmaceutical companies. The commission may be money, travel tickets, seminar or congress and others. It is considered by the Corruption Eradication Commission as one of the causes of poor health services, drug prices are expensive and do not benefit the patient because 100% commission fees to doctors are borne by patients. Based on the data owned by the Commission, a document allegedly owned PT Interbat name pharmaceutical company in Sidoarjo, East Java poured money of up to Rp 131 billion in three years, ie from 2013 to 2015. The money was given to the doctors. The aim, allegedly for doctors to prescribe drugs Interbat production. This thesis suggests how political issues of criminal gratification among pharmaceutical companies to physicians, as well as how prevention efforts taken by the government in tackling corruption eradication. This study is a descriptive analysis, the method used is normative, the study was conducted in two stages, ie literature study and field study, the method used to obtain the data is the study liberatur and interviews, then data obtained in this study were analyzed by using qualitative juridical methods. The results of the study found that: criminal law policy among pharmaceutical companies to doctors regulated in Article 12 B of Law No. 20 of 2001 on the Amendment of Act No. 31 Year 1999 on Corruption Eradication. Of Article 12 and the doctor can meet the elements of gratification when doctors perform civil servant status or State Officials, the handover (bribes), associated with his position, and contrary to the obligations and duties dokter.Untuk prevent graft diruang scope of medical practice, the Minister of Health issued Minister of Health Regulation No. 14 2014 On Gratuity Control in Environmental Health Ministry prevention efforts between the government in tackling graft pharmaceutical companies to doctors there are three stages, namely: Pre-emptive efforts, efforts Preventive, Repressive efforts. Keywords: Crime, Corruption, Gratuities

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum 2012
Depositing User: Ramadhan S -
Date Deposited: 28 Jun 2016 09:33
Last Modified: 28 Jun 2016 09:33
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/5204

Actions (login required)

View Item View Item