PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR NEGERI TILIL BANDUNG PADA SUB TEMA KEBERAGAMAN BUDAYA BANGSAKU

NI LUH ENDRAWATI, 105060191 (2016) PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR NEGERI TILIL BANDUNG PADA SUB TEMA KEBERAGAMAN BUDAYA BANGSAKU. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
COVER.docx

Download (44kB)
[img] Text
LEMBAR PENGESAHAN.docx

Download (12kB)
[img] Text
MOTO DAN PERSEMBAHAN.docx

Download (14kB)
[img] Text
KATA PENGANTAR.docx

Download (41kB)
[img] Text
BAB I.docx

Download (36kB)
[img] Text
BAB II.docx

Download (110kB)
[img] Text
BAB III.docx

Download (72kB)
[img] Text
BAB IV.docx
Restricted to Repository staff only

Download (509kB)
[img] Text
BAB V.docx
Restricted to Repository staff only

Download (24kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA.docx

Download (21kB)
[img] Text
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.docx

Download (50kB)

Abstract

ABSTRAK Belajar merupakan suatu proses yang menyatukan kognitif, emosional, pengaruh lingkungan dan pengalaman untuk memperoleh dan meningkatkan pengetahuan. Maka dari itu dalam kegiatan pembelajaran siswa terlibat aktif mengikuti kegiatan pembelajaran agar siswa dapat memahami. Tetapi pada saat dilapangan dalam proses pembelajaran kurang diterapkannya kemampuan berpikir kritis tanpa melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran sehingga keaktifan siswa masih kurang sehingga memerlukan perbaikan situasi pembelajaran yang lebih efektif. Hal inilah yang menjadi pokok permasalahan penulis dalam penulisan skripsinya, sehingga dalam penelitian ini peneliti mengangkat judul “Penerapan model Problem Based learning untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Tilil Bandung pada subtema keberagaman budaya bangsaku” dalam proses pemebelajaran ini yang bertujuan tidak lain untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran subtema keberagaman budaya bangsaku. PTK merupakan suatu penelitian yang akar permasalahannya muncul didalam kelas dan dirasakan langsung oleh guru yang bersangkutan, sehingga dalam penelitian difokuskan pada masalah yang muncul. Penelitian ini bermanfaat untuk memperbaiki proses pembelajaran dikelas. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan penerapan model pembelajaran Problem Based Learning untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran subtema keberagaman budaya bangsaku meningkat, ini dibuktikan dengan peningkatan nilai presentase keseluruhan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa pada setiap siklus. Hasil penelitian ini dapat dijelaskan pada siklus I presentase keseluruhan kemampuan berpikir kritis siswa sebesar 48% dengan kategori cukup kritis, pada siklus II 68% dengan kategori berpikir kritis, dan pada siklus III sebesar 80% dengan kategori berpikir kritis. Untuk hasil belajar siswa presentase keseluruhan pada siklus I kognitif produk sebesar 36 % ,kognitif proses sebesar 60%, afektif sebesar 47% dan psikomotor sebesar 53,58% pada siklus II kognitif produk sebesar 72%, kognitif proses 88%,afektif sebesar 68,33%, psikomotor 72,6% dan pada siklus III kognitif produk sebesar 92% dan kognitif proses sebesar 100% afektif sebesar 90%, psikomotor (keterampilan diskusi) 89,91% dan keterampilan diskusi 76% . Hasil penelitian ini dapat di simpulkan bahwa, model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran subtema keberagaman budaya bangsaku kelas IV SDN Tilil Bandung. Kata kunci : model Problem Based Learning, penelitian Tindakan kelas (PTK). Pembelajaran subtema keberagaman budaya bangsaku BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia karena pendidikan sudah merupakan bagian kebutuhan yang mendasar bagi setiap individu bahkan dari golongan mana pun pendidikan sangatlah dibutuhkan. Karena pendidikan ini bisa menjadi investasi masa depannya sendiri dan juga untuk kemajuan bangsa dan negara, apa bila pendidikan disuatu Negara sudah berjalan dengan baik, maka Negara tersebut sudah akan melahirkan generasi-generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu bersaing dengan dunia luar. Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang fungsi dan tujuan Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 menyatakan bahwa : Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Selain menciptakan generasi muda yang mandiri, kreatif dan cerdas. pendidikan juga bisa mengubah kehidupan manusia agar menjadi manusia lebih baik lagi. Sehingga pendidik sebagai proses mengubah tingkah laku siswa menjadi contoh atau panutan untuk peserta didik nya agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri. Oleh karena itu sekolah merupakan bagian dari rancangan yang dibuat oleh pemeritah di bidang pendidikan dengan landasan operasionalnya adalah kurikulum. Kurikulum adalah program pendidikan yang disediakan oleh sekolah yang berupa kumpulan-kumpulan mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau yang dipelajari siswa. Perubahan-perubahan yang sering terjadi dalam suatu sistem pendidikan adalah kurikulum, karena kurikulum itu bersifat dinamis, perubahan itu sering terjadi agar dapat mengikuti perkembangan dan tantangan zaman. Meskipun demikian, perubahan dan pengembangannya harus dilakukan secara sistematis dan terarah, tidak asal berubah. Perubahan dan pengembangan kurikulum tersebut harus memiliki tujuan dan arah yang jelas, mau dibawa kemana sistem pendidikan nasional dengan kurikulum tersebut. Sehingga pendidikan yang diterapkan di Indonesia selama ini selalu mengalami perubahan yang bertujuan untuk memperbaiki mutu pendidikan agar dapat menaikkan harkat dan martabat manusia. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81A Tahun 2013 pasal 1 tentang Implementasi Kurikulum 2013, menyatakan bahwa: Implementasi kurikulum pada sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), dan sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK) dilakukan secara bertahap mulai tahun pelajaran 2013/2014. Sehubungan dengan hal tersebut untuk tahun pelajaran 2013-2014 kurikulum KTSP mengalami masa transisi ke kurikulum 2013 transisi tersebut merupakan pengembangan dari kurikulum 2006 yang telah dirintis mencakup kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan secara terpadu. Banyak hal yang perlu di perhatikan dalam implementai kurikulum 2013 ini. Karena kurikulum ini merupakan hal yang baru bagi para pendidik sehingga model-model pembelajaran yang kreatif dan inovatif menjadi jalan sukses nya dalam proses menjalankan kurikulum 2013. Untuk memasuki tahun pelajaran 2014-2015 pemerintah dibidang pendidikan mengharapkan semua sekolah harus sudah menerapkan kurikulum 2013. Pembelajaran Kurikulum 2013 lebih difokuskan kepada siswa atau student center sedangkan guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Dalam hal ini, siswa dituntut lebih aktif dalam pembelajaran sehingga siswa dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Karena pendidikan tidak hanya digunakan untuk mempersiapkan siswa dalam memperoleh nilai dalam proses belajarnya tetapi juga untuk dapat menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Dalam proses pembelajarannya haruslah melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi juga menghendaki aktivitas siswa dalam proses berfikir. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 67 Tahun 2013 menegaskan bahwa Kurikulum 2013 untuk sekolah dasar didesain dengan menggunakan pembelajaran tematik terpadu. Di kurikulum KTSP 2006 Pembelajaran tematik hanya dilaksanakan pada kelas rendah saja, dan kelas tinggi setiap mata pelajaran terpisah atau berdiri sendiri. Dalam implementasi kurikulum 2013, murid Sekolah Dasar tidak lagi mempelajari masing-masing mata pelajaran secara terpisah. Tetapi menggunakan pembelajaran tematik dimana proses belajar berdasarkan tema dan kemudian di kombinasikan dengan mata pelajaran lain. Pembelajaran tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Diding Nurdin, dkk (2010:303) Sedangkan menurut Rusman (2012: 254) mengatakan bahwa: “Model pembelajaran tematik adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.” Jadi pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang memadukan /mengaitkan beberapa mata pelajaran dengan mata pelajaran lain minimal dua mata pelajaran atau lebih menjadi satu tema yang berkaitan untuk memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Pada dasarnya mata pelajaran tematik merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa baik individu maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistic, bermakna, dan otentik. Melalui pembelajaran tematik/terpadu ini siswa dapat pengalaman langsung dalam proses pembelajarannya. Hal ini dapat menambah daya kemampuan siswa semakin kuat tentang hal-hal yang di pelajarinya. Implementasi pembelajaran tematik di sekolah dasar (SD) belum sebagaimana yang diharapkan. Dikenyataan yang ada dilapangan masih banyak guru yang merasa sulit dalam melaksanakan pembelajaran tematik ini. Di dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran sudah menggunakan rencana pelaksanaan pembelajaran tematik tetapi rencana pelaksanaan pembelajaran tematik hanya sebagai formalitas saja, dan kenyataan yang ada didalam kelas guru masih mengajarkan masing-masing mata pelajaran secara terpisah. Hal ini terjadi karena guru belum mendapat pelatihan secara intensif tentang pembelajaran tematik ini. Disamping itu juga guru masih sulit meninggalkan kebiasan kegiatan pembelajaran yang penyajiannya berdasarkan mata pelajaran/bidang studi. Proses pembelajaran siswa di dalam kelas lebih dikembangkan untuk mengembangkan keterampilan berpikir. Menurut Alec fisher, (2008:4) menyatakan bahwa: Berpikir kritis adalah metode berpikir mengenai hal, subtansi atau masalah apa saja dimana sipemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani secara terampil struktur-struktur yang melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar-standar intelektual padanya Jadi berpikir kritis adalah aktivitas terampil, yang biasa dilakukan dengan lebih baik atau sebaliknya, dan pemikiran kritis yang baik akan memenuhi beragam standar intelektual, seperti kejelasan, relevansi, kecukupan, koherensi, dan lain-lain. Pada proses pembelajaran siswa belum dapat mengembangkan kemampuan untuk berpikir kritis dan sistematis, karena strategi pembelajaran berpikir belum digunakan secara baik dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran sekarang ini guru dituntut untuk menentukan model pembelajaran yang aktif, efektif, kreatif dan menyenangkan, untuk itulah guru harus kreatif memilih pendekatan atau model pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran yang diberikan agar siswa tidak merasa bosan dalam proses pembelajaran. Guru dituntut dapat memilih model pembelajaran yang dapat memacu semangat setiap siswa untuk secara aktif ikut terlibat dalam pengalaman belajarnya. Salah satu alternatif model pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya keterampilan berpikir siswa (penalaran, komunikasi, dan koneksi) dalam memecahkan masalah adalah Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Dengan menggunakan model Problem Based Learning dalam proses pembelajaran siswa dapat memecahkan masalah, belajar sendiri, kerja sama tim, dan memperoleh pengetahuan yang luas. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu kiranya ada sebuah bahan kajian yang mendalam tentang apa dan bagaimana Problem Based Learning ini untuk selanjutnya diterapkan dalam sebuah proses pembelajaran, sehingga dapat memberi masukan, khususnya kepada para guru tentang Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Menurut Moffit dalam Rusman, (2012: 241) mengemukakan bahwa : Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) merupakan salah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran. Artinya pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, untuk mencari solusi permasalahan tersebut. Masalah yang diberikan bermaksud untuk merangsang peserta didik pada rasa ingin tahu terhadap pembelajaran tersebut. Menurut Ibrahim dan Nur dalam Cahyo, (2013: 285), Problem Based Leraning (PBL) memiliki beberapa keunggulan, di antaranya: (1) Peserta didik lebih memahami konsep yang diajarkan, sebab mereka sendiri yang menemukan konsep tersebut. (2) Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir peserta didik yang lebih tinggi. Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki peserta didik sehingga pembelajaran lebih bermakna. (3) Peserta didik dapat merasakan manfaat pembelajaran, sebab masalah- masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini dapat meningkatkan motivasi dan keterkaitan peseta didik terhadap bahan yang dipelajari. (4) Menjadikan peserta didik lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial yang positif di antara peserta didik. (5) Pengondisian peserta didik dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajar dan temanya, sehingga pencapaian ketuntasan belajar peserta didik dapat diharapkan. Jadi model pembelajaran Problem Based Learning sangat efektif dalam pembelajaran tematik khusus nya tematik kurikulum 2013, Kesimpulan yang dapat saya ambil dari keunggulan model pembelajaran Problem Based Learning adalah proses mengkonstruksi pemikiran siswa untuk memecahkan suatu masalah yang konkrit sehingga fakta-fakta yang ditemukan anak dalam memecahkan suatu masalah dalam pembelajaran dapat dirumuskan sehingga menjadi sebuah konsep yang pemahaman nya menjadi dasar keilmuan siswa itu sendiri selain itu peserta didik lebih mandiri, serta peserta didik belajar bersosialisasi dengan teman kelompok dengan cara kerja tim Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, peneliti merasa perlu melakukan penelitian tentang upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa dengan menerapkan kurikulum 2013. Penelitian yang akan dilakukan berjudul “Penerapan model problem based learning untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa kelas IV sekolah dasar negeri tilil bandung pada sub tema keberagaman budaya bangsaku” B. IDENTIFIKASI MASALAH Identifikasi masalah dapat dipaparkan sebagai berikut : a. Dalam proses pembelajaran guru menerapkan kurikulum baru yaitu kurikulum 2013 b. Kurangnya kemampuan berpikir kritis siswa sehingga dapat menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa. c. Kurang penguasaan model pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013. C. RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang di atas, maka ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : “Apakah penerapan model Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar peserta didik pada sub tema keberagaman budaya bangsaku ?”. Permasalahan tersebut merupakan permasalahan pokok yang kemudian akan dijadikan kajian utama dalam penelitian tindakan kelas ini. Dalam proses pelaksanaan permasalahannya dapat diuraikan sebagai berikut : a. Bagaimana Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran model Problem Based Learning pada sub tema keberagaman budaya bangsaku agar kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa Kelas IV SD Negeri Tilil Bandung dapat meningkat ? b. Bagaimana menerapkan model Problem Based Learning pada sub tema keberagaman budaya bangsaku agar kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa Kelas IV SD Negeri Tilil Bandung dapat meningkat ? c. Adakah peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik setelah diterapkannya model Problem Based Learning yang dilaksanakan diKelas IV SD Negeri Tilil Bandung pada sub tema keberagaman budaya bangsaku ? d. Adakah peningkatan hasil belajar peserta didik setelah diterapkannya model Problem Based Learning yang dilaksanakan diKelas IV SD Negeri Tilil Bandung pada sub tema keberagaman budaya bangsaku ? D. BATASAN MASALAH Untuk menjaga agar masalah terarah dan tidak meluas, penulis membatasi permasalahan sebagai berikut: a. Penelitian ini menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning. b. Penelitian ini dilaksanakan dikelas IV SD TILIL Bandung pada sub tema keberagaman budaya bangsaku. c. Kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa yang menjadi fokus pada penelitian ini. E. TUJUAN PENELITIAN 1. Umum Secara umum Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar pada siswa kelas IV SD pada sub tema budaya bangsaku penggunaan model Problem Based Learning. 2. Khusus Berdasarkan permasalahan diatas maka PTK yang dicapai yaitu : 1. Untuk menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran model Problem Based Learning pada sub tema keberagaman budaya bangsaku agar meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Tilil Bandung. 2. Untuk menerapkan model Problem Based Learning agar meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa pada sub tema keberagaman budaya bangsaku kelas IV SD Negeri Tilil Bandung. 3. Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV SD Negeri Tilil Bandung pada sub tema keberagaman budaya bangsaku dengan menggunakan model Problem Based Learning. 4. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Tilil Bandung pada sub tema keberagaman budaya bangsaku dengan menggunakan model Problem Based Learning. F. MANFAAT PENELITIAN Berdasarkan masalah penelitian dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan, maka hasil penelitian ini diharapkan memililki manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan wawasan keilmuan tentang penerapan Model Problem Based Learning untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa pada sub tema keberagaman budaya bangsaku kelas IV SD Negri Tilil Bandung. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan bagi pengembangan keilmuan oleh guru-guru sekolah dasar dalam proses pembelajaran. 2. Manfaat Praktis a. Bagi peneliti Bagi peniliti manfaat yang dapat diperoleh yaitu menambah wawasan, pengalaman bagaimana cara meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa, mencari data-data referensi serta memunculkan motivasi untuk lebih semangat khususnya dalam kegiatan penelitian. Selain itu, juga dapat menambah pengetahuan dan keterampilan lebih dari sebelumnya tentang model Problem Based Learning dan bagaimana penerapannya dalam kegiatan pembelajaran. b. Bagi siswa Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa pada sub keberagaman tema budaya bangsaku, dan diharapkan semua itu dapat diperoleh siswa secara penuh dengan diterapkannya model problem based Learning. c. Bagi guru Hasil penelitian ini dapat memperoleh wawasan dan pengalaman dalam melakukan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran agar lebih kreatif dan efektif, meningkatkan professional guru dalam pembelajaran , dan para guru diharapkan dapat menggunakan model Problem Based Learning. d. Bagi sekolah Bagi sekolah hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah informasi tentang model-model pembelajaran, meningkatkan mutu SD, sebagai sumber inspirasi bagi sekolah dalam upaya perbaikan kualitas pada pembelajaran, mendorong sekolah agar berupaya menyediakan sarana dan prasarana. BAB II KAJIAN TEORI A. KAJIAN TEORI 1. Model Problem Based Learning a. Pengertian model Problem Based Learning Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan pada kurikulum 2013, Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) merupakan kegiatan atau proses belajar mengajar dengan menggunakan atau memunculkan masalah dunia nyata sebagai bahan untuk proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah untuk memperolehkan pengetahuan dari suatu sistem pelajaran. Menurut Cahyo (2013:283) pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning/PBL) adalah suatu model pembelajaran yang didasarkan pada prinsip menggunakan masalah sebagai titik awal akuisi dan integrasi pengetahuan baru. Menurut Abdul (2014:162) pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran yang menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Menurut Ibrahim dan Nur dalam Cahyo, (2013: 283), model pembelajaran ini berbeda dengan pembelajaran penemuan (inkuiri discovery) yang lebih menekankan pada masalah akademik. Dalam pembelajaran berbasis, pemecahan masalah didefinisikan sebagai proses atau upaya untuk mendapatkan suatu penyelesaian tugas atau situasi yang benar-benar nyata sebagai masalah dengan menggunakan aturan-aturan yang sudah diketahui. Jadi, kesimpulannya penggunaan model Problem Based Learning (PBL) juga disebut Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah proses pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa, dimana siswa dituntut untuk aktif dalam pembelajaran sebagai sesuatu yang harus dipelajari oleh siswa untuk melatih keterampilan berpikir kritis, proses belajar dengan mengeluarkan kemampuan peserta didik dengan betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga peserta didik dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berfikirnya secara berkesinambungan yang beorientasi pada masalah dunia nyata. Karena perkembangan intelektual peserta didik terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang serta ketika mereka berusaha memecahkan masalah yang dimunculkan. b. Karakteristik Problem Based Learning Penggunaan model pembelajaran di dalam kelas, menuntut guru untuk memahami keadaan siswa sepenuhnya, guru harus peka terhadap masalah yang dihadapi siswa tersebut. Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik yang berbeda-beda menurut Rizema Putra dalam Sitiatava (2013:72 ) PBL memiliki karakteristik sebagai berikut : a) Belajar dimulai dengan satu masalah b) Memastikan bahwa masalah tersebut berhubungan dengan masalah dunia nyata siswa c) Mengorganisasikan pelajaran seputar masalah, bukan disiplin ilmu d) Memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalm membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar. e) Menggunakan kelompok kecil f) Menuntut siswa untuk mendemontrasikan yang telah dipelajari dalam bentuk produk dan kinerja. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah dimulai dengan adanya masalah yang dapat dimunculkan oleh siswa ataupun guru, kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang sesuatu yang telah diketahuinya sekaligus yang perlu diketahuinya untuk memecahkan masalah tersebut. Di samping memiliki karakteristik seperti disebutkan di atas, strategi belajar berbasis masalah (PBM) juga harus dilakukan dengan tahap-tahap tertentu. Menurut Forganty dalam Septiana, (2013: 32), tahap-tahap strategi belajar berbasis masalah yaitu: a. Menemukan masalah, b. Mengidefinisikan masalah, c. Mengumpulkan fakta , d. Menyusun hipotesis (dugaan sementara), e. Melakukan penyelidikan, f. Menyempurnakan permasalahan yang telah didefinisikan, g. Menyimpulkan alternatif pemecahan secara kolaboratif, dan h. Melakukan pengujian hasil (solusi) pemecahan masalah. Jadi strategi belajar berbasis masalah mempunyai tahap-tahap dalam proses pembelajarannnya mulai dari siswa menemukan masalah, mengidentifikasi masalah, mengumpulkan data sampai ke tahap akhir yaitu siswa menemukan hasil atau solusi dari masalah tersebut. Selain ada tahap-tahap strategi belajar berbasis masalah, Menurut setiatava (2013:69) PBL ini mempunyai banyak variasi diantaranya ialah sebagai berikut : a. Permasalahan sebagai pemandu; masalah menjadi acuan konkret yang harus menjadi perhatian siswa. Maksudnya masalah menjadi kerangka berpikir siswa dalam mengerjakan tugas b. Permasalahan sebagai kesatuandan alat evaluasi; masalah diberikan setelah tugas-tugas dan penjelasan diberikan. Tujuanya ialah untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk menerapkan pengetahuannyaguna memecahkan masalah c. Permasalahan sebagai contoh; masalah dijadikan sebagai contoh dan bagian dari bahan ajar. Maksudnya masalahpun bisa digunakan untuk menggambarkan teori serta konsep atau prinsip, yang dibahas antara siswa dan guru. d. Permasalahan sebagai fasilitas proses belajar; masalah dijadikan sebagi alat untuk melatih siswa, yang dibahas antar siswa dan guru. e. Permasalahan sebagai stimulus belajar; masalah bisa merangsang siswa untuk mengembangkan keterampilan mengumpulkan dan mengalisis data yang berkaitan dengan masalah dan keterampilan meta kognitif. Jadi kesimpulan yang dapat saya ambil dari banyaknya variasi model PBL adalah suatu masalah yang diberikan kepada siswa, masalah itu harus menjadi pusat perhatian siswa, masalah juga diberikan setelah tugas –tugas dan penjelasan yang diberikan, masalah yang diberikan juga sebagai bagian dari bahan ajar, masalah yang diberikan sebagai alat untuk melatih untuk belajar dalam memecahkan masalah dan masalah yang diberikan kepada siswa dapat mengembangkan keterampilan dalam mengumpulkan dan menganalisis data c. Tujuan Problem Based Learning Tujuan guru mengemas sebuah materi pelajaran menggunakan model pembelajaran melainkan untuk menarik minat siswa dan perhatian siswa agar siswa tertarik dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas. Menurut Rusman dalam Septiana, (2013: 34) Tujuan PBL adalah penguasaan isi belajar dari disiplin heuristic dan pengembangan keterampilan pemecahan masalah PBL juga berhubungan dengan belajar tentang kehidupan yang lebih luas (lifewide learning), keterampilan memaknai informasi, kolaboratif dan belajar tim, dan keterampilan berfikir reflektif dan evaluatif. Sedangkan Menurut rizema Putra dalam setiatava (2013:68) Problem based learning bertujuan mengembangkan dan menerapkan kecakapan yang penting, yakni pemecahan masalah, belajar sendiri, kerja sama tim, dan pemerolehan yang luas atas pengetahuan. Berdasarkan beberapa tujuan pembelajaran dengan model Problem Based Learning (PBL) di atas maka dapat di simpulkan bahwa peserta didik dituntut untuk mengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan pemecahan masalah, selama proses pembelajaran berlangsung sehingga menjadi peserta didik yang mandiri dan bisa belajar dalam tim kelompok. d. Ciri-Ciri Problem Based Learning Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) memiliki ciri-ciri yang terlihat saat model pembelajaran ini diterapkan di dalam kelas. Menurut Ibrahim dan nur dalam sitiatava (2013:73) Pembelajaran Berbasis Masalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Pengajuan Masalah atau Pertanyaan Pengaturan pembelajaran masalah berkisar pada masalah atau pertanyaan yang penting bagi siswa maupun masyarakat. Pertanyaan dan masalah yang diajukan itu haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) Autentik. Yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata dari pada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu. 2) Jelas. Yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian siswa. 3) Mudah dipahami. Yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami siswa. Selain itu, masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. 4) Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. 5) Bermanfaat. Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat, baik bagi siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat masalah. Masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir dan memecahkan masalah siswa serta membangkitkan motivasi belajar siswa 2. Keterkaitan dengan Berbagai Masalah Disiplin Ilmu Masalah yang diajukan dalam pembelajaran berbasis masalah hendaknya mengaitkan atau melibatkan berbagai disiplin ilmu. 3. Penyelidikan yang Autentik Penyelidikan yang diperlukan dalam pembelajaran berbasis masalah bersifat autentik. Selain itu penyelidikan diperlukan untuk mencari penyelesaian masalah yang bersifat nyata. Siswa menganalisis dan merumuskan masalah, mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen, menarik kesimpulan dan menggambarkan hasil akhir 4. Menghasilkan dan Memamerkan Hasil/Karya Pada pembelajaran berbasis masalah, siswa bertugas menyusun hasil penelitiannya dalam bentuk karya dan memamerkan hasil karyanya. Artinya hasil penyelesaian masalah siswa ditampilkan atau dibuatkan laporannya. 5. Kolaborasi Pada pembelajaran masalah, tugas-tugas belajar berupa masalah harus diselesaikan bersama-sama antar siswa dengan siswa , baik dalam kelompok kecil maupun besar, dan bersama-sama antar siswa dengan guru Jadi kesimpulan yang dapat saya ambil dari ciri-ciri Problem Based Learning adalah bahwa dalam pengertian model pembelajaran Problem Based Learning proses pembelajaran yang memunculkan suatu masalah. dari ciri-ciri Problem Based Learning yang di jabar kan di atas adalah suatu masalah yang diajukan harus jelas dan mudah dipahami, masalah itu harus sesuai dengan disiplin ilmu dalam penyelesaian masalah yang diajukan harus bersifat nyata untuk menyelesaikan suatu masalah tersebut harus beruntun mulai menganalisis dan merumuskan masalah, mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen, menarik kesimpulan dan menggambarkan hasil akhir, dari hasil akhir tersebut siswa dapat membuat laporan dan masalah tersebut didiskusikan bersama-sama dengan siswa dengan siswa, kelompok, siswa dan guru. e. Beberapa teori yang melandai PBL Ada beberapa teori yang melandasi model Problem Based Learning menurut Sitiatava (2013:76) teori yang melandasi PBL, diantaranya ialah sebagi berikut: a. Teori Dewey dalam Kelas Demokratis Sekolah harusnya mencerminkan mayarakat yang lebih besar, dan kelas merupakn laboratorium untuk memecahkan masalah yang nyata. Dewey menganjurkan agar pembelajaran disekolah lebih bermanfaat. b. Pendapat Piagget dan Vygotsky dalam teori kontruktivisme Piagget dan Vygotsky adalah tokoh penggembang konsep kontruktivisme yang didasarkan pada teori kognitif piagget. Pandangan kontruktivisme kognitif mengemukakan bahwa siswa dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan sendiri. c. Pendapat brunner dalam teori pembelajaran penemuan Menurut brunner, pembelajaran menekankan penalaran induktif dan proses inquiri. Dalam toei ini dikenal adanya scaffolding sebagai suatu proses saat seseorang siswa dibantu oleh seorang guru atau oaring lain yang memiliki kemampuan lebih dalam menuntakan masalah tetentu, sehingga dapat melampaui kapasitas perkembangannya. Dari ketiga teori yang melandai PBL semua pendapat tersebut mendukung model PBL, karena teori itu menekankan bahwa dalam pembelajaran siswa dituntut memperoleh pengetahuan sendiri. Pengetahuan dipeoleh dengan mencari informasi untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan materi pelajaran. f. Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan PBL Penggunaan model PBL memiliki langkah-langkah dalam proses pembelajarannya di dalam kelas, berikut beberapa langkah-langkah pembelajaran PBL. Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Jauhar dalam Septiana, (2013:38) langkah-langkah pembelajaran PBL sebagai berikut: a. Tahap 1: orientasi peserta didik pada masalah Pada tahap ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran, memotivasi peserta didik untuk terlibat secara aktif pada aktivitas pemecahan masalah yang diberikan. b. Tahap 2: mengorganisasikan peserta didik untuk belajar Pada tahap ini guru membantu peserta didik dalam mengartikan dan mengorganisasikan tugas yang berhubungan dengan masalah tersebut, guru menyampaikan informasi-informasi kepada peserta didik untuk menambah pengetahuan dasar peserta didik mengenai masalah yang akan ditelusuri. c. Tahap 3: membimbing penyelidikan individu maupun kelompok Pada tahap ini guru membimbing peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dengan masalah yang dibahas, menyaring informasi dan mengolahnya untuk mendapatkan penjelasan dalam pemecahan masalah. d. Tahap 4: mengembangkan dan menyajikan karya Pada tahap ini guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan mempersiapkan penyajian karya yang nantinya akan dipersembahkan bersama teman sekelompoknya di depan kelas. e. Tahap 5: menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Pada tahap terakhir ini, guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau perbaikan sebagai bahan evaluasi terhadap penyelidikan mereka pada masalah dan membantu dalam proses-proses yang mereka gunakan dalam mencari suatu solusi dalam memecahkan masalah. Ibrahim dan Nur dalam Septiana, (2013: 41) mengemukakan bahwa langkah-langkah Pembelajara Berbasis Masalah adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 langkah-langkah Pembelajara Berbasis Masalah Fase Indikator Tingkah Laku Guru 1. Orientasi peserta didik pada masalah Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, dan memotivasi peserta didik terlihat pada aktivitas pemecahan masalah 2. Mengorganisasi peserta didik untuk belajar Membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut 3. Membimbing pengalaman individual/kelompok Mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya 5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan Jadi kesimpulan dari langkah-langkah pembelajaran Problem Based Learning terdapat 5 tahapan untuk tahapan pertama proses pembelajarannya dimulai dari menjelaskan tujuan dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan, kemudian untuk tahap kedua guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok siswa dimana masing-masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda, pada tahap ketiga guru mendorong siswa untuk mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen,pada tahap keempat siswa memamerkan hasil karyanya dan pada tahap yang kelima siswa mengevaluasi hasil belajar dengan mempresentasikan hasil belajar. g. Evaluasi dalam PBL Problem Based Learning memiliki Evaluasi dalam proses pembelajarannya Menurut Nursalam dan Ferry dalam Sitiatava (2013: 81) tidak selamanya proses belajar model PBL berjalan secara lancar. Ada beberapa hambatan yang dapat muncul. Hambatan yang sering terjadi adalah kurang terbiasanya siswa dan guru dengan model ini. Faktor penghambat lainnya adalah kurangnya waktu. Proses PBL terkadang membutuhkan waktu yang lebih banyak. Pembelajaran yang berorientasi pada proses, terdapat dua komponem pokok yang perlu diperhatikan dalam proses evaluasi, Menurut nursalam dan ferry (2008) dalam Sitiatava (2013: 81), yakni : a. Pengetahuan yang diperoleh siswa (siswa diharapkan mendapatkan pengetahuan lebih setelah melalui proses belajar) b. Proses belajar yang dilakukan oleh siswa (siswa diharapkan menggunakan pendekatan belajar deep learning, yaitu melakukan proses belajar yang aktif, mandiri, dan tanggung jawab Jadi proses evaluasi dalam model Problem Based Learning pengetahuan yang diperoleh siswa melalui proses belajar, proses belajar yang lakukan menggunakan pendekatan deep learning, yaitu proses belajar yang aktif, mandiri, dan tanggung jawab h. Kelebihan dan kekurangan model PBL a. Kelebihan pendekatan PBL Penggunaan model pembelajaran memiliki beberapa kelebihan sehingga guru bisa menggunakan model Probem Based Learning dalam proses pembelajaran di dalam kelas Menurut Sitiatava, (2013:82) Problem Based Leraning (PBL) memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan , di antaranya: 1) Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan lantaran ia menemukan konsep tersebut. 2) Melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir kriti siswa yang lebih tinggi. 3) Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki oleh siswa,sehingga pembelajaran lebih bermakana. 4) Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, karena masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupannyata. 5) Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu member aspirasi dan menerima pendapat oaring lain, serta menanmkan sikap sosial yang positif dengan siswa lainnya. 6) Pengondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berintegrasi terhadap pembelajar dan temannya, sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan. 7) PBL di yakini pula dapat menumbuhkembangkan kemampuan kreativita siswa, baik secara individual maupun kelompok, karena hampir disetiap langkah menuntut adanya keaktifan siswa. b. Kekurangan pendekatan PBL Selain memiliki kelebihan model pembelajaran Problem Based Learning juga memiliki beberapa kekurangan dalam proses pembelajarannya. Munurut Rizema Putra dalam Setiatava (2013:84) model pembelajaran Problem Based Learning juga memiliki kekurangan, yakni: 1) Bagi siswa yang malas, tujuan metode tersebut tidak dapat tercapai 2) Membutuhkan banyak waktu dan dana 3) Tidak semua mata pelajaran bisa diterapkan dengan metode PBL Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran terutama menggunakan model PBL terdapat keunggulan terutama dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, peserta didik dapat memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir peserta didik yang lebih tinggi, karena masalah- masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, peserta didik lebih mandiri, serta peserta didik belajar bersosialisasi dengan teman kelompok dengan cara kerja tim. Adapun kelemahan dari model PBL yaitu peserta didik dituntut aktif untuk mencari sumber-sumber belajar, karena dalam pembelajaran ini yang lebih banyak berperan aktif yaiu peserta didik (student centered). Dalam model PBL ini tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan. 2. Konsep Berpikir Kritis a. Pengertian berpikir kritis Berpikir kritis adalah sebuah proses sistematis yang memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengevaluasi keyakinan dan pendapat mereka sendiri. Gunawan (2007:177) menjelaskan bahwa pengertian berpikir kritis sebagai berikut: Berpikir kritis adalah kemampuan untuk melakukan analisis, menciptakan dan menggunakan criteria secara objektif dan melakukan evaluasi data. Berpikir kritis melibatkan keahlian berpikir induktif seperti mengenali hubungan, menganalisis masalah yang bersifat terbuka menentukan sebab akibat, membuat kesimpulan dan memperhitungkan data yang relevan. Bandaman dan badman dalam deswani (2009:119) mengemukakan bahwa: Berpikir kritis merupakan pengujian rasional terhadap ide, pengaruh,asumsi,prinsip, argument, kesimpulan isu pernyataan keyakinan dan aktivitas berpikir bukan suatu proses yang statis tetapi selalu berubah secara konstan dan dinamis dalam setiap hari atau setiap waktu Deswani (2009:119) mengemukakan bahwa berpikir kritis adalah prosese mental untuk menganalisis atau mengevaluasi informasi, dimana informasi tersebut didapatkan dari hasil pengamatan, pengalaman, akal sehat atau komunikasi. Kemampuan berpikir kritis tiada lain adalah kemampuan siswa dalam menghimpun berbagai informasi lalu membuat sebuah kesimpulan evaluative dari berbagai informasi tersebut Rosyada, (2004:170). Selanjutnya Fisher, (2009:10) mendefinisikan berpikir krtitis adalah interprestasi dan evaluasi yang terampil dan aktif terhadap observasi dan komunikasi, informasi dan argumentasi. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah proses mental berupa kemampuan bertanya, berargument, mengemukakan pendapat atau ide, memecahkan masalah dan membuat kesimpulan dari pengamatan, pengalaman, atau komunikasi. b. Ciri-ciri berpikir kritis Seseorang memiliki kemampuan berpikir kritis dalam dirinya, seorang guru harus memiliki kreativitas dalam menyampaikan pembelajaran di dalam kelas agar pembelajaran lebih bermakna. Menurut Fisher (2009:7) mengemukakan bahwa ciri dari kemampuan berpikir kritis adalah sebagai berikut : 1) Mengenal masalah 2) Menemukan cara-cara yang dapat dipake untuk menangani masalah-masalah itu 3) Mengumpulkan dan menyusun informasi diperlukan 4) Mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan 5) Memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas dan khas 6) Menilai fakta dan mengevaluasi pernyataan-pernyataan. 7) Mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah 8) Menarik kesimpulan-kesimpulan dan kesamaan-kesamaan yang diperlukan 9) Menguji kesamaan dan kesimpulan-kesimpulan yang seseorang ambil 10) Meyusun kembali pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih jelas 11) Membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal kwalitas –kwalitas tertentu dalam kehidupan sehari-hari Wijaya dalam muhamad (2002:72) mempertegas cirri-ciri kemampuan berpikir kritis adalah sebagai berikut 1) Pandai mendeteksi masalah 2) Mampu membedakan ide yang relevan dengan yang tidak relevan 3) Mampu membedakan fakta dengan fiksi atau pendapat 4) Mampu megidentifikasi sebagai perbedaan atau kesenjangan informasi 5) Dapat membedakan argumentasi logis dan tidak logis 6) Dapat membedakan diantara kritik membangun dan merusak 7) Mampu menarik kesimpulan geralisasi deari data yang telah tersedia dengan data yang diperoleh dari lapangan 8) Mampu menarik kesimpulan dari data yang telah ada dan terseleksi Menurut pierce dalam desmita (2009:154) beberapa karakteristik dalam berpikir kritis adalah sebagai berikut : 1) Kemampuan untuk menarik kesimpulan dari suatu pengamatan 2) Kemampuan untuk megidentifikasi asumsi 3) Kemampuan untuk berpikir deduktif 4) Kemampuan umtuk membuat interpretasi yang logis 5) Kemampuan untuk mengevaluasi argumentasi mana yang lemah dan kuat Ada 12 indikator berpikir kritis, yang di kelompokkannya dalam lima besar aktivitas, Menurut ennis (1985) dalam http: re-searchengines.com /1007arief3.html Yang di akses pada 13 maret 2014 yang dikelompokkannya dalam lima besar aktivitas berpikir kritis adalah sebagai berikut : 1. Memberikan penjelasan sederhana, yang berisi: memfokuskan pertanyaan, menganalisis pertanyaan dan bertanya, serta menjawab pertanyaan tentang yang suatu penjelasan atau pernyataan . 2. Membangun keterampilan dasar, yang terdiri atas mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak dan mengamati serta mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi 3. Menyimpulkan, yang terdiri atas kegiatan mendeduksi atau mempertimbangkan hasil induksi, dan membuat serta menentukan nilai pertimbangan. 4. Memberikan penjeklasan lanjut, yang terdiri atas mengindentifikasi istilah-istilah dan definisi pertimbangan dan juga dimensi, serta megidentifikasi asumsi. 5. Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri atas menentukan tindakan dan berinteraksi dengan orang lain. Indikator-indikator tersebut dalam praktiknya dapat bersatu padu membentuk sebuah kegiatan atau terpisah-pisah hanya beberapa indikator saja. Penemuan indikator dari berpikir kritis dapat diungkapkan melalui aspek-aspek prilaku yang diungkapkan dalam definisi berpikir kritis. Menurut beberapa definisi yang di ungkapkan diatas, terdapat beberapa kegiatan atau perilaku yang mengidentifikasikan bahwa prilaku tersebut memerlukan kegiatan-kegiatan dalam berpikir kritis. Sedangkan menurut eliah. E (2012:49-50) ada 6 aspek sikap berpikir kritis selama mengikuti pembelajaran yaitu frekuensi bertanya, respon, argument, antusias, jujur dan memecahkan masalah Berdasarkan pendapat diatas mengenai ciri-ciri dan indikator kemampuan berpikir kritis dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku yang menandakan kemampuan berpikir adalah sebagai berikut: 1. Memiliki kemampuan bertanya mengenai materi pembelajaran 2. Memberikan respon pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung 3. Mengemukakan pendapatnya/ide mengenai materi pembelajaran 4. Antusias untuk mengikuti kegiatan pembelajaran 5. Memecahkan masalah c. Tahapan keterampilan dalam berpikir kritis Setelah kita mengenal pengertian berpikir kritis selanjutnya, kita harus menguasai keterampilan untuk berpikir kritis, dibawah ini keterampilan yang harus dikuasai dalam penggunaan metode berpikir kritis, berdasarkan sumber yang diambil dari http://jurnal diakronikafisunp.blogspot.com/ 2012/05/berpikir-kritis-pembelajaran-sejarah.html/ yang di akses pada 25 juni 2014 1). Keterampilan menganalisis Harjasujana dalam situs yang sama menjelaskan keterampilan menganalisis merupakan suatu keterampilan mengurai sebuah struktur kedalam komponem-komponem agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Dalam keterampilan tersebut. Dalam keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah memahami sebuah konsep global dengan cara menguraikan atau merinci globalitas tersebut ke dalam bagian-bangian yang lebih kecil dan terperinci. Pertanyaan analisis, menghendaki agar pembaca mengindentifikasi langkah-langkah logis yang digunakan dalam proses berpikir hingga sampai pada sudut kesimpulan. Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir analitis, diantaranya: menguraikan, membuat diagram, mengidentifikasi, menggambarkan, menghubungkan, memerinci,dsb. 2). Keterampilan mensentesis Keterampilan mensentesis merupakan keterampilan yang berlawanan dengan keteerampilan yang menganalisis. Keterampilan mensentesis adalah keterampilan menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru. Pertanyaan sintesis menuntut pembaca untuk menyatu padukan semua informasi yang diperoleh dari materi pembacanya, sehingga dapat menciptakan ide-ide baru yang ysng tidak dinyatakan secara ekspilit didalam bacaannya. Pertanyaan sintesis ini memberi kesempatan untuk berpikir bebas terkontrol. 3). Keterampilan mengenal dan memecahkan masalah Walker, dalam situs yang sama menjelaskan ketermpilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa pengertian baru. Keterampilan ini menuntut pembaca untuk memahami bacaan dengan kritis sehingga setelah kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga mampu mempola sebuah konsep. Tujuan keterampilan ini bertujuan agar pembaca mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep kedalam peermasalahan atau rusng lingkup baru. 4). Keterampilan menyimpulkan Keterampilan menyimpulkan ialah kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan pengertian/ pengetahuan (kebenaran) yang dimilikinya dapat beranjak mencapai pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang baru yang lain dapat dipahami bahwa keterampilan ini menuntut pembaca untuk mampu menguraikan dan memahami beragai aspek secara bertahap agar sampai kepada suatu permula baru yaitu sebuah simpulan. Proses pemikiran manusia itu sendiri, dapat menempu dua cara, yaitu: deduksi dan induksi. Jadi, kesimpulan merupakan sebuah proses berpikir yang memberdayakan pengetahuannya sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah pemikiran atau pengetahuan yang baru. 5). Keterampilan Mengevaluasi atau Menilai Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesuatu dengan berbagai kriteria yang ada. Keterampilan menilai menghendaki pembaca agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan standar tertentu (haajasujana,dalam Jadi kesimpulan dari keterampilan berpikir kritis adalah suatu keterampilan mengurai sebuah struktur kedalam komponem-komponem agar mengetahui pengorganisasian struktur, keterampilan menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru, Keterampilan memecahkan masalah menuntut pembaca untuk memahami bacaan dengan kritis sehingga setelah kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga mampu mempola sebuah konsep. Keterampilan menyimpulkan sebuah proses berpikir yang memberdayakan pengetahuannya sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah pemikiran atau pengetahuan yang baru. Keterampilan menilai menghendaki pembaca agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan standar tertentu. d. Faktor-faktor yang mempengaruhi berpikir kritis Dalam diri seseorang, kemampuan berpikir yang dimiliki berbeda-beda tingkatannya, ada seseorang yang memiliki kemampuan berpikir yang tinggi, dan ada juga yang memiliki kemampuan berpikir yang rendah. Di bawah ada beberapa faktor yang mempengaruhi berpikir kritis siswa, berdasarkan sumber yang diambil dari http://jurnal diakronikafisunp.blogspot.com/2012/05/berpikir-kritis-pembelajaran-sejarah.html/ yang di akses pada 25 juni 2014 diantaranya: 1) Kondisi fisik: menurut Maslow dalam Siti Mariyam (2006:4) kondisi fisik adalah kebutuhan fisiologi yang paling dasar bagi manusia untuk menjalani kehidupan. Ketika kondisi fisik siswa terganggu, sementara ia dihadapkan pada situasi yag menuntut pemikiran yang matang untuk memecahkan suatu masalah maka kondisi seperti ini sangat mempengaruhi pikirannya. Ia tidak dapat berkonsentrasi dan berpikir cepat karena tubuhnya tidak memungkinkan untuk bereaksi terhadap respon yanga ada. 2) Motivasi: Kort (1987) mengatakan motivasi merupakan hasil faktor internal dan eksternal. Motivasi adalah upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga seseorang agar mau berbuat sesuatu atau memperlihatkan perilaku tertentu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menciptakan minat adalah cara yang sangat baik untuk memberi motivasi pada diri demi mencapai tujuan. Motivasi yang tinggi terlihat dari kemampuan atau kapasitas atau daya serap dalam belajar, mengambil resiko, menjawab pertanyaan, menentang kondisi yang tidak mau berubah kearah yang lebih baik, mempergunakan kesalahan sebagai kesimpulan belajar, semakin cepat memperoleh tujuan dan kepuasan, mempeerlihatkan tekad diri, sikap kontruktif, memperlihatkan hasrat dan keingintahuan, serta kesediaan untuk menyetujui hasil perilaku. 3) Kecemasan: keadaan emosional yang ditandai dengan kegelisahan dan ketakutan terhadap kemungkinan bahaya. Menurut Frued dalam Riasmini (2000) kecemasan timbul secara otomatis jika individu menerima stimulus berlebih yang melampaui untuk menanganinya (internal, eksternal). Reaksi terhadap kecemasan dapat bersifat; a) konstruktif, memotivasi individu untuk belajar dan mengadakan perubahan terutama perubahan perasaan tidak nyaman, serta terfokus pada kelangsungan hidup; b) destruktif, menimbulkan tingkah laku maladaptif dan disfungsi yang menyangkut kecemasan berat atau panik serta dapat membatasi seseorang dalam berpikir. 4) Perkembangan intelektual: intelektual atau kecerdasan merupakan kemampuan mental seseorang untuk merespon dan menyelesaikan suatu persoalan, menghubungkan satu hal dengan yang lain dan dapat merespon dengan baik setiap stimulus. Perkembangan intelektual tiap orang berbeda-beda disesuaikan dengan usia dan tingkah perkembanganya. Menurut Piaget dalam Purwanto (1999) semakin bertambah umur anak, semakin tampak jelas kecenderungan dalam kematangan proses. Jadi kesimpulan yang dapat saya ambil dari faktor-faktor yang mempengaruhi berpikir kritis adalah ketika kondisi fisik siswa terganggu, sementara ia dihadapkan pada situasi yag menuntut pemikiran yang matang untuk memecahkan suatu masalah maka kondisi seperti ini sangat mempengaruhi pikirannya, siswa memerlukan suasana akademik yang memberikan kebebasan dan rasa aman bagi siswa untuk mengekspresikan pendapat dan keputusannya selama berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran. 3. Hasil Belajar a. Pengertian hasil belajar Hasil belajar adalah sesuatu yang digunakan guru untuk menilai hasil pelajaran yang telah diberikan kepada siswa dengan adanya perubahan tingkah laku pada siswa. Slameto ( 2003:20) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan. Adapun tipe hasil belajar menurut sujhana (2002:50-55) sebagai berikut : 1) Tipe hasil belajar bidang kognitif a). Tipe Hasil Belajar Pengetahuan (knowledge) Termasuk tipe hasil belajar tingkat rendah jika dibandingkan tipe hasil belajar lainnya. Namun demikian tipe hasil belajar ini penting sebagai persyaratan untuk menguasai dan mempelajari tipe hasil belajar lain yang lebih tinggi. Setidaknya pengetahuan hafalan merupakan kemampuan terminal (jembatan) untuk menguasai tipe hasil belajar lainnya. b). Tipe Hasil Belajar Pemahaman (kompherension) Pemahaman memerlukan kemampuan menangkap makna atau arti dari suatu konsep. Untuk itu maka perlu adanya hubungan atau pertautan antara konsep dengan makna yang ada dalam konsep tersebut. c). Tipe Hasil Belajar Penerapan ( aplikasi ) Aplikasi adalah kesanggupan menerapkan mengabraksikan suatu konsep,ide, rumus, dan hukum dalam situasi yang baru. Misalnya, memecahkan persoalan. Jadi, dalam aplikasi harus ada konsep, teori, hukum, dan rumus. Dalil hukum tersebut, diterapkan dalam suatu masalah (situasi tertentu). d). Tipe Belajar Analisis Analisis adalah kesanggupan memecahkan, menguraikan suatu integritas (kesatuan yang utuh) menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian yang mempunyai arti atau mempunyai tingkat. Analis merupakan tipe hasil belajar yang kompleks yang memanfaat kan unsur tipe hasil belajar sebelumnya, yakni pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi. e). Tipe Belajar Sintesis Sintesis adalah lawanan analisis. Bila pada analisis tekanan pada kesanggupan menguraikan suatu integritas menjadi bagian yang bermakna, pada sintesis adalah kesanggupan menyatukan unsur atau bagian menjadi suatu integritas. f). Tipe Belajar Evaluasi Evaluasi adalah kesanggupan member keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan judgment yang dimilikinya, dan kriteria yang dipakainya. Tipe hasil belajar ini dikategorikan paling tinggi dan terkandung semua tipe hasil belajar yang telah dijelaskan sebelumnya. Dalam tipe hasil belajar evaluasi, tekanan pada pertimbangan suatu nilai, mengenai baik tidaknya, tepat tidaknya, dengan menggunakan kriteria tertentu. Tingkah laku operasional dalam kata-kata menilai, membandingkan, mempertimbangkan, mempertentang, menyarankan, mengkritik, menyimpulkan,member pendapat dan lain-lain. 2) Tipe hasil belajar bidang afektif Bidang afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli menyatakan bahwa, sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah menguasai bidang kognitif tingkat tinggi. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatian pada pelajaran, disiplin, motivasi, belajar, menghargai guru teman sekelas kebiasaan belajar dan lain-lain. 3) Tipe hasil belajar psikomotorik Hasil belajar bidang psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skill), kemampuan bertindak individu (seseorang). Tipe hasil belajar yang dikemukakan tersebut sebenarnya tifdak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan satu sama lain bahkan dalam kebersamaan. Seseorang yang berubah tingkat kognitifnya sebenarnya dalam kadar tertentu telah berubah sikap dan perilakunya. Slameto (2007:2) menjelaskan tentang perubahan sebagai hasil belajar sebagai berikut : Perubahan yang terjadi pada diri seseorang banyak sekali, baik sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalm pengertian belajar yaitu (a) perubahan terjadi secara sadar; (b) perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional; (c) perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif; (d)perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara; (d) perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah; dan (f) perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Menurut Sudjana dalam Kunanjar (2010:276) yang mengemukakan bahwa hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu tes yang tersusun secara terencana, bentuk tes tertulis, tes lisan, maupun tes perbuatan. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar yaitu alat yang dipakai untuk mengukur tingkat kemampuan siswa yang dapat diukur berdasarkan kreteria yang telah ditetapkan oleh penilai atau menurut standar yang telah ditetapkan selama proses belajar mengajar berlangsung. Hasil belajar yang diindikasikan dengan tingkah laku yang lebih baik dari pada sebelumnya melakukan kegiatan belajar, bersifat kontinu dan tidak sementara. b. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar memberikan kontribusi terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi internal dan eksternal peserta didik. Menurut Rifa’I (2009:97) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah sebagai berikut : Kondisi internal mencakup kondisi fisik, seperti kesehatan organ tubuh; kondisi psikis seperti kemampuan intelektual, emosional;dan kondisi sosial, seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan. Sama kompleksnya pada kondisi internal adalah kondisi ekternal yang ada di lingkungan peserta didik. Beberapa faktor eksternal seperti variasi dan tingkat kesulitan materi belajar yang dipelajarinya (direspon), tempat belajar, iklim, suasanan lingkungan, dan budaya belajar masyarakat akan mempengaruhi kesiapan,proses, dan hasil belajar. Menurut Slameto (2007:54) menerangkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah: a. Faktor intern meliputi: (a) faktor jamaniah terdiri dari faktor kesehatan dan faktor cacat tubuh, (b) faktor pikologis terdiri dari inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan, (c) faktor kelelahan baik kelelahan secara jasmani maupun kelelahan secara rohani. b. Faktor ekstern meliputi: (a) faktor keluarga terdiri dari cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebuadayaan; (b) faktor sekolah terdiri dari metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah ;(c) faktor masyarakat terdiri dari kegiatan siswa dalam mayarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan mayarakat Sedangkan menurut Anni (2004:13) menyatakan bahwa seperangkat faktor yang membrikan kontribumi belajar adalah kondisi internal dan eksternal pembelajar. Kondisi internal mencakup kondisi fisik, seperti kesehatan organ tubuh, kondisi psikis seperti kemampuan intelektual, emosional dan kondisisosial, seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkuangan. Kesempurnaan dalam kondisi internal yang dimiliki oleh pembelajar akan mempengaruhi terhadap kesiapan, proses dan hasil belajar. Sama kompleks nya pada kondisi internal, kondisi eksternal juga sangat mempengaruhi dalam hasil belajar siswa, diantaranya adalah variasi dan derajat kesulitan materi yang dipelajari, tempat belajar, iklim, suasanan lingkungan dan daya belajar masyarakat akan mempengaruhi kesiapan,proses dan hasil belajar. Berdasarkan uaraian diatas dapat disimpulakan bahwa hasil belajar dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal, yang mana faktor internal merupakan faktor-faktor yang bersumber dari individu masing-masing siswa, sedangkan faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang bersumber dari luar siswa itu sendiri. kedua faktor ini mempengaruhi baik buruknya prestasi hasil belajar yang akan di capai siswa sebagai hasil dari proses belajar mengajar dikelas.berkaitan dengan proses belajar mengajar ada satu faktor yang sangat mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu faktor pemilihan metode pembayaran yang tepat oleh guru akan mempengaruhi antusiasme para siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. 4. Pembelajaran Tematik a. Pengertian pembelajaran tematik pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang memadukan /mengaitkan beberapa mata pelajaran dengan mata pelajaran lain minimal dua mata pelajaran atau lebih menjadi satu tema yang berkaitan untuk memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Pembelajaran tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Dindin nurdin, dkk (2010:303) Menurut Rusman (2012: 254) mengatakan bahwa : Pembelajaran tematik merupakan salah satu model dalam pembelajaran terpadu ( integrated instruction) yang merupakan suatu system pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok, aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara “efektif, bermakna, dan autentik”. Pembelajaran terpadu berorientasi pada praktik pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan siswa. Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu, dalam pembahasannya tema itu ditinjau dari berbagai mata pelajaran. Abdul ( 2014:123) Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan .Poerwadarminta, (1983) dalam Dindin nurdin, dkk (2010:303) Jadi pembelajaran tematik adalah gabungan dari beberapa mata pelajaran minimal dua mata pelajaran atau lebih yang saling berkesinambungan dan dihubungkan dengan suatu tema pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman bermakna bagi siswa. b. Landasan Pembelajaran Tematik Dalam pembelajaran tematik itu terdapat landasan-landasan pembelajaran tematik menurut Diding Nurdin,dkk (2010:306), mengemukakan bahwa: 1. Landasan filosofis dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat yaitu: (a) progresivisme, (b) konstruktivisme, dan (c) humanisme. a) Aliran progresivisme yang memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman siswa. b) Aliran konstruktivismeyang melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya. c) Aliran humanisme yang melihat siswa dari segi keunikan/kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya. 2. Landasan psikologis. Dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan psikologi perkembangan peserta didik dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya. 3. Landasan yuridis. Dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9). UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V Pasal 1-b). Berdasarkan landasan filosofis yang telah dijelaskan di atas dapat pahami bahwa siswa memiliki bekal atau potensi yang sama dalam upaya memahami sesuatu. Sehingga Implikasi wawasan tersebut dalam kegiatan pembelajaran guru bukan merupakan satu-satunya sumber informasi siswa disikapi sebagai subjek belajar yang secara kreatif mampu menemukan pemahamannya sendiri, dalam proses pembelajaran, guru lebih banyak bertindak sebagai model, teman pendamping, pemberi motivasi, penyedia bahan pembelajaran, dan aktor yang juga bertindak sebagai siswa (pembelajar). Sedangkan dilihat dari motivasi dan mina

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 28 Jun 2016 09:30
Last Modified: 28 Jun 2016 09:30
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/5158

Actions (login required)

View Item View Item