PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENUMBUHKAN KETERAMPILAN MENGAMATI, MENCOBA, DAN MENYAJIKAN GAMBAR HASIL PENGAMATAN

RIFQIL HIZKIA EL-FASYA, 105060267 (2016) PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENUMBUHKAN KETERAMPILAN MENGAMATI, MENCOBA, DAN MENYAJIKAN GAMBAR HASIL PENGAMATAN. Skripsi(S1) thesis, FKIP UNPAS.

[img] Text
COVER.docx

Download (30kB)
[img] Text
LEMBAR PENGESAHAN.docx

Download (13kB)
[img] Text
PERNYATAAN.docx

Download (12kB)
[img] Text
ABSTRAK.docx

Download (15kB)
[img] Text
ABSTRACT.docx

Download (18kB)
[img] Text
KATA PENGANTAR.docx

Download (19kB)
[img] Text
DAFTAR ISI.docx

Download (18kB)
[img] Text
BAB I.docx

Download (29kB)
[img] Text
BAB II REVISI.docx

Download (64kB)
[img] Text
BAB III REVISI.docx

Download (112kB)
[img] Text
BAB IV REVISI.docx
Restricted to Repository staff only

Download (224kB)
[img] Text
BAB V.docx
Restricted to Repository staff only

Download (18kB)
[img] Text
DAFTAS PUSAKA.docx

Download (19kB)
[img] Text
RIWAYAT HIDUP.docx

Download (91kB)

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan judul Penerapan Model Problem Based Learning Untuk Menumbuhkan Keterampilan Mengamati, Mencoba dan Menyajikan Gambar Hasil Pengamatan. Penelitian ini dilatar belakangi dengan kondisi peserta didik kelas 1A1 SDN Melong Mandiri 1 Cimahi tidak tumbuh keterampilan mengamati, mencoba dan menyajikan gambar hasil pengamatan dikarenakan guru menggunakan model pembelajaran yang konvensional, sedangkan model-model pembelajaran yang dianjurkan oleh kurikulum 2013 khusunya model Problem Based Learning tidak diterapkan. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah melalui model Problem Based Learning dapat menumbuhkan keterampilan mengamati, mencoba, dan menyajikan gambar hasil pengamatan peserta didik. Tujuan dari penelitian ini adalah menumbuhkan keterampilan mengamati, mencoba dan menyajikan gambar hasil pengamatan setelah menggunakan model Problem Based Learning. Dengan menerapkan model Problem Based Learning dalam pembelajaran tematik tema diriku sub tema aku dan teman baru. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari dua siklus. Dalam setiap siklus diterapkan model Problem Based Learning yang terdiri dari 5 tahap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menerapkan model Problem Based Learning dapat menumbuhkan keterampilan mengamati, mencoba dan menyajikan gambar hasil pengamatan. Hal ini terlihat dari peningkatan persentase keterampilan pra siklus yang semula 20% peserta didik yang memiliki predikat minimal BAIK. Pada siklus I menjadi 40% tumbuh keterampilan mengamati, 46% tumbuh keterampilan mencoba, dan 57% tumbuh keterampilan menyajikan gambar hasil pengamatan, pada siklus II menjadi 90% untuk mengamati, 93% untuk mencoba dan 100% untuk menyajikan gambar hasil pengamatan. Kata Kunci: Problem Based Learning, Mengamati, Mencoba, Menyajikan, Pengamatan ABSTRACT This research is about class action observation with the tittle of Implementation of Problem Based Learning model to foster the skill of observing, practicing, and presenting a picture they have observed. This research is based on condition of the student grade 1A1 of MelongMandiri Primary School where their skill of observing, and practicing and presenting the picture they have observed hasn’t developed. This is because the teacher still applies conventional learning model. Meanwhile, the learning model suggested by curriculum 2013, especially Problem Based Learningmodel hasn’t been applied. The formulation of the problem of the research is whether or not through Problem Based Learning model their skill of observing, and practicing and presenting the picture they have observedcan develop. The research purpose is to foster the skill of observing, practicing, and presenting a picture they have observed after Problem Based Learningmodel is applied. This research tries to implementProblem Based Learningmodel in thematic learning with theme myself and subtheme my new friend and me. This research uses Action Class Research method which consists of two cycles. On each cycle, Problem Based Learning model is applied in 5 steps. Research result shows that by applying Problem Based Learning model, their skill on observing, and practicing and presenting the picture they have observed develop. It is proved by the increase of percentage of pre cycle skill. Firstly, there were 20 %of students who has good. Then on the cycle 1, it turns to 40 % in observing skill, 46% in practicing skill, and 57% in the skill on presenting a picture they have observed. Key Word : Problem Based Learning, Observing, Practicing, Presenting, Observation BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perilaku belajar pada hakikatnya merupakan kebiasaan yang dilakukan peserta didik dalam proses kegiatan belajar mengajar. Menurut Syah (2010, h.116) terwujudnya perilaku belajar biasanya lebih sering tampak dalam perubahan-perubahan sebagai berikut : 1) kebiasaan; 2) keterampilan; 3) pengamatan; 4) berpikir asosiatif dan daya ingat; 5) berpikir rasional; 6) sikap; 7) inhibisi; 8) apresiasi; dan 9) tingkah laku efektif. Jika dikaitkan dengan esensi perubahan kurikulum, kegiatan-kegiatan seperti ini sesuai dengan pendekatan saintifik pada kurikulum 2013. Kemendikbud (2014, h. 19) menjelaskan bahwa pendekatan saintifik diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan pelajaran induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif (deductive reasoning). Sasaran pembelajaran pendekatan saintifik mencangkup pengembangan ranah sikap, pengetahuan dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Tiga ranah kompetensi memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktvitas “menerima, menjalankan, menghargai, menghayati dan mengamalkan“. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas “mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, mencipta”. Sedangkan keterampilan diperoleh melalui aktivitas “ mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”. Lebih lanjut Syah (2010, h. 59) menjelaskan bahwa proses-proses perkembangan yang dipandang memiliki keterkaitan langsung dengan kegiatan belajar peserta didik, meliputi : 1. Perkembangan motor (motor development), yakni proses perkembangan yang progresif dan berhubungan dengan perolehan aneka ragam keterampilan fisik anak (motor skills); 2. Perkembangan kognitif (cognitive development), yakni perkembangan fungsi intelektual atau proses perkembangan kemampuan/kecerdasan otak anak; dan 3. Perkembangan sosial dan moral (social and moral development), yakni proses perkembangan mental yang berhubungan dengan perubahan-perubahan cara anak berkomunikasi dengan orang lain, baik secara individu maupun sebagai kelompok. Keterampilan mengamati adalah keterampilan yang menggunakan segenap alat indera (penglihat, pembau, pengecap, peraba, pendengar) untuk mendapatkan informasi tentang suatu objek. Menggunakan data yang relevan dan memadai dari hasil pengamatan. Indikator keterampilan mengamati menurut Nur’aeni (2011, h.3) antara lain : 1. Menggunakan beberapa alat indera. 2. Memperlihatkan ciri khusus objek dan lingkungan yang diamati. 3. Mengidentifikasi perbedaan dan persamaan objek yang diamati. 4. Menentukan urutan kejadian. 5. Menggunakan alat bantu untuk mempertajam/membantu alat indera. Kemendikbud menyebutkan jenis-jenis pengamatan pada pembelajaran ini cenderung pada kegiatan-kegiatan : 1. Membaca, 2. Mendengar, 3. Menyimak, 4. Melihat (tanpa atau dengan alat). Lebih jelasnya buku siswa (2014, h. 9) menyebutkan jenis-jenis kegiatan mengamati untuk peserta didik kelas 1 pada tema diriku subtema aku dan teman baru adalah : 1. Peserta didik mengamati gambar peserta didik laki-laki dan perempuan. 2. Peserta didik menghitung jumlah peserta didik dalam gambar. 3. Peserta didik diarahkan untuk melihat bentuk-bentuk yang ada disekitar kelas. Keterampilan mencoba adalah keterampilan menentukan cara mengolah data sebagai bahan unuk menarik kesimpulan. Pada keterampilan mencoba, peserta didik harus menentukan apa yang akan diamati, diukur dan ditulis, serta menentukan cara dalam penyusunan rencana kegiatan penelitian. Kemendikbud (2014, h.19) menyebutkan indikator keterampilan mencoba antara lain : 1. Melakukan eksperimen. 2. Membaca sumber lain selain buku teks. 3. Mengamati objek/kejadian. 4. Aktivitas. 5. Wawancara dengan narasumber. Keterampilan menyajikan gambar hasil pengamatan adalah keterampilan yang mencangkup keterampilan menyampaikan dan menerima informasi, melalui sajian sebuah gambar yang telah dibuat oleh peserta didik melalui proses keterampilan mencoba. Manfaat dari keterampilan menyajikan gambar hasil pengamatan menurut Ningrum (2010, h.181) adalah sebagai berikut : 1. Mebiasakan guru membuat parameter penilaian hasil karya peserta didik; 2. Membiasakan guru membuat penilaian secara nyata (authentic) berdasarkan parameter penilaian; 3. Membiasakan guru menilai dan mengembalikan kembali hasil karya kepada peserta didik; 4. Peserta didik mengetahui hasil penilaian, keunggulan, dan kekurangan atas hasil karyanya; 5. Peserta didik dihargai hasil karyanya; 6. Memotivasi peserta didik untuk terus berkarya; 7. Kegiatan pembelajaran bervariasi dan tidak membosankan bagi peserta didik; 8. Kegiatan pembelajaran memotivasi peserta didik untuk belajar aktif; 9. Peserta didik mendapatkan hasil belajar yang komprehensif yakni meliputi aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan; dan 10. Membiasakan peserta didik untuk mengdokumentasikan hasil karyanya. Jadi dapat disimpulkan bahwa keterampilan mengamati adalah keterampilan peserta didik dalam mencari informasi menggunakan seluruh alat indera yang dimilikinya. Pada pembelajaran tema diriku sub tema aku dan teman baru kegiatan pembelajaran 3, peserta didik akan mengamati jumlah peserta didik laki-laki dan perempuan, selain itu peserta didik akan menghitung jumlah dari peserta didik laki-laki dan perempuan, dan peserta didik akan mengamati benda-benda yang ada disekitar kelas. Setelah peserta didik memiliki keterampilan mengamati, diharapkan peserta didik memiliki keterampilan mencoba. Keterampilan mencoba merupakan tindak lanjut dari keterampilan mengamati, setelah peserta didik dapat mengamati suatu objek diharapkan dapat menentukan langkah selanjutnya, yaitu bagaimana cara mengelola informasi dari hasil pengamatan yang telah dilakukannya. Keterampilan mencoba yang diharapkan tumbuh pada pembelajaran ini adalah peserta didik menghitung jumlah peserta didik disetiap kelompoknya, peserta membongkar kotak untuk menentukan bahwa bentuk dasar pembentukan kotak adalah bangun datar, dan peserta didik menjelaskan bentuk masing-masing benda disekitar kelas sesuai dengan pemahamannya. Keterampilan mengamati dan mencoba jika sudah dimiliki oleh peserta didik tentu saja diperlukan keterampilan menyajikan gambar hasil pengamatan. Keterampilan ini diharapkan dimiliki oleh peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah dibuat melalui kegiatan pengamatan dan percobaan. Peserta didik akan menyampaikan hasil pengamatan kepada temannya, secara bergantian menceritakan gambar kepada temannya, peserta didikpun diminta untuk menyebutkan pengamatan yang lebih banyak, dan yang terakhir peserta didik akan menyebutkan benda-benda yang sama tetapi jumlahnya berbeda. Keterampilan mengamati, mencoba dan menyajikan gambar hasil pengamatan penting untuk diteliti karena penulis melihat betapa pentingnya aspek keterampilan untuk ditumbuhkan pada peserta didik. Keterampilan-keterampilan tersebut ditumbuhkan untuk menyeimbangkan elemen-elemen yang harus dicapai oleh peserta didik selain aspek sikap dan pengetahuan. Pernyataan ini sesuai dengan Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menjelaskan bahwa Standar Kompetensi Lulusan merupakan salah satu dari 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan. Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencangkup sikap, pengetahuan, dan keterampilan, yang akan menjadi acuan bagi pengembangan kurikulum dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Selain alasan yang telah dikemukakan sebelumnya, penulis juga menganggap keterampilan mengamati, mencoba dan menyajikan gambar hasil pengamatan penting untuk ditumbuhkan karena penulis melihat bahwa selama ini guru selama ini hanya menanamkan sikap dan menggali kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik. Sedangkan aspek keterampilan pada peserta didik kurang tergali, sehingga peserta didik selama ini menjadi kurang cakap dan kreatif. Untuk mengatasi kondisi tersebut sudah pasti memerlukan keterampilan guru dalam memilih dan menggunakan model pembelajaran yang tepat bagi peserta didik. Model pembelajaran yang dipilih dan digunakan oleh guru tentu saja adalah model yang dapat mengembangkan ketiga keterampilan mengamati, mencoba dan menyajikan gambar hasil penelitian. Dan model yang tepat untuk meningkatkan keterampilan mengamati, mencoba, dan menyajikan gambar hasil pengamatan adalah model Problem Based Learning. Barrow (1980 : 1) mendefiniskan Problem Based Learning sebagai pembelajaran yang diperoleh melalui proses menuju pemahaman akan resolusi suatu masalah. Masalah tersebut dipertemukan pertama-tama dalam proses pembelajaran (Huda, 2013, h. 271). Lebih lanjut Kemendikbud (2014, h. 26) menjelaskan bahwa Problem Based Learning merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam penerapannya, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world). Dalam model Problem Based Learning, sintak operasionalnya menurut Huda (2013, h.272) mencangkup : 1. Peserta didik disajikan suatu masalah. 2. Peserta didik mendiskusikan masalah dalam tutorial PBL dalam sebuah kelompok kecil. 3. Peserta didik terlibat dalam studi independen untuk menyelesaikan masalah diluar bimbingan guru. 4. Peserta didik kembali pada tutorial PBL, lalu saling sharing informasi, melalui peer teaching atau cooperative learning atas masalah tertentu. 5. Peserta didik menyajikan solusi atas masalah. 6. Peserta didik mereview apa yang mereka pelajari selama proses pengerjaan. Model Problem Based Learning perlu diterapkan untuk menumbuhkan keterampilan mengamati, mencoba dan menyajikan gambar hasil pengamatan karena dapat menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata (Kemendikbud, 2014, h.26). Fakta ini diperkuat dengan hasil penelitian Eni Wulandari, H. Setyo Budi, dan Kartika Chrysti Suryandari yang berjudul Penerapan Model PBL (Problem Based Learning) pada Pembelajaran IPA Kelas V SD. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan model PBL dapat meningkatkan proses dan hasil belajar IPA kelas V semester II SD Negeri Mudal, Purworejo tahun ajaran 2011/2012. Hal ini terlihat pada perolehan skor pada penggunaan langkah PBL oleh peneliti, prosentase keterampilan proses IPA yang telah dikuasai oleh siswa, serta prosentase siswa yang telah mencapai ketuntasan. Skor perolehan dari hasil penggunaan langkah PBL oleh peneliti mengalami peningkatan. Atas pemikiran di atas penulis bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Penggunaan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Keterampilan Mengamati, Mencoba, dan Menyajikan Gambar Hasil Pengamatan”. (Penelitian Tindakan Kelas Pada Pembelajaran Tematik Tema Diriku Subtema Aku dan Teman Baru Kegiatan Pembelajaran 3 dan 4 Kelas 1 di SDN Melong Mandiri 1 Kota Cimahi 2014-2015). Melihat dari judul diatas terkesan dalam pembelajaran ini hanya terfokus pada mata pelajaran Matematika saja. Tetapi pada dasarnya pembelajaran ini dikemas pada pembelajaran tematik terpadu tema Diriku subtema Aku dan Teman Baru yang memadukan mata pelajaran Matematika, B. Indonesia, dan SBDP. Pembelajaran tematik adalah salah satu bentuk atau model dari pendekatan terpadu, yaitu model terjala (webbed). Yang pada intinya menekankan pada pola pengorganisasian materi yang diintergrasi dipadukan oleh suatu tema (Kurniawan, 2011, h. 77). Kurniawan (2011, h. 78) menyebutkan beberapa prinsip dari pembelajaran tematik terpadu, diantaranya : 1. Berpusat pada peserta didik. 2. Pengalaman langsung. 3. Pemisahan mata pelajaran tidak jelas. 4. Penyajian beberapa mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. 5. Fleksibel. 6. Bermakna dan utuh. 7. Mempertimbangkan waktu dan ketersediaan sumber. 8. Tema terdekat dengan peserta didik. 9. Pencapaian kompetensi dasar bukan tema. Tema adalah konsep atau prinsip yang menjadi fokus pengikat untuk mempersatukan bahasan materi belajar dari beberapa mata pelajaran. Fungsi tema bagi peserta didik adalah : pemusatan perhatian, holistikaliti, dan kebermaknaan (Kurniawan, 2011, h. 87). Lebih lanjut Kemendikbud (2014, h. 15) menjelaskan fungsi dan tujuan pembelajaran tematik adalah untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam memahami dan mendalami konsep materi yang tergabung dalam tema serta dapat menambah semangat belajar karena materi yang dipelajari nerupakan materi nyata (kontekstual) dan bermakna bagi peserta didik. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka pertanyaan penelitian yang dikemukakan adalah “Apakah melalui model Problem Based Learning dapat menumbuhkan keterampilan mengamati, mencoba, dan menyajikan gambar hasil pengamatan peserta didik pada pembelajaran tematik tema Diriku subtema Aku dan Teman Baru?” Sub pertanyaan yang menjadi fokus penelitian adalah : 1. Bagaimana perencanaan pembelajaran dengan penggunaan model PBL agar tumbuh keterampilan mengamati, mencoba dan menyajikan gambar hasil pengamatan? 2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model PBL? 3. Apakah keterampilan mengamati, mencoba dan menyajikan gambar hasil pengamatan telah tumbuh secara optimal setelah menggunakan model PBL? 4. Apakah sikap peserta didik meningkat setelah menggunakan model PBL? 5. Bagaimana nilai rata-rata yang diperoleh pada tema diriku subtema aku dan teman baru ? 6. Bagaimana respon peserta didik terhadap pembelajaran setelah menggunakan model PBL? C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan secara umum adalah untuk menumbuhkan keterampilan mengamati, mencoba dan menyajikan gambar hasil pengamatan peserta didik melalui model Problem Based Learning pada pembelajaran tematik tema Diriku sub tema Aku dan Teman Baru. Tujuan penelitian secara khusus adalah : 1. Dapat tersusunnya rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) secara tepat dengan menggunakan model PBL. 2. Dapat mengimplementasikan langkah-langkah pembelajaran penggunaan model PBL untuk meningkatkan keterampilan mengamati, mencoba dan menyajikan gambar hasil pengamatan. 3. Dapat menumbuhkan keterampilan mengamati, mencoba dan menyajikan gambar hasil pengamatan setelah menggunakan model PBL. 4. Dapat meningkatkan sikap peserta didik setelah menggunakan model PBL. 5. Meningkatkan nilai rata-rata yang dicapai setelah menggunakan model PBL. 6. Mengetahui respon peserta didik terhadap pembelajaran dengan menggunakan model PBL dalam keterampilan mengamati, mencoba dan menyajikan gambar hasil pengamatan. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Secara Teoritis Secara teoritis penelitian ini akan bermanfaat untuk menambah ilmu, wawasan, dan pengetahuan untuk peneliti, guru, dan pendidikan serta menambah keterampilan mengamati, mecoba, dan menyajikan gambar hasil pengamatan peserta didik melalui model Problem Based Learning dalam pembelajaran tematik pada tema Diriku. 2. Manfaat Secara Praktis Penelitian yang dilakukan penulis diharapkan dapat memberikan manfaat dan berguna khususnya bagi peneliti dan dunia pendidikan. a. Untuk Peneliti 1) Sebagai rujukan untuk meningkatkan kualitas mengajar disekolah khususnya pada pembelajaran Tematik, serta mengembangkan kreativitas guru dalam mengajar. 2) Menunjukkan kemampuan peneliti dalam mengukur keterampilan mengamati, mecoba, dan menyajikan gambar hasil pengamatan peserta didik. b. Untuk Dunia Pendidikan 1) Sebagai bahan rujukan untuk perbaikan pembelajaran yang akan dilaksanakan disekolah. 2) Untuk memperoleh hasil prestasi peserta didik sesuai dengan apa yang diharapkan. BAB II LANDASAN TEORI A. KAJIAN TEORI 1. Kebijakan Pemerintah a. Kerangka dan Struktur Kurikulum Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Kurikulum juga merupakan suatu rencana pendidikan, memberikan pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup dan urutan isi, serta proses pendidikan. Kurikulum 2013 dikembangkan berbasis pada kompetensi sangat diperlukan sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta didik menjadi: a. Manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. b. Manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri. c. Warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencangkup kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan secara terpadu. Struktur kurikulum menggambarkan konseptualisasi konten kurikulum dalam bentuk mata pelajaran, posisi konten/mata pelajaran dalam kurikulum, distribusi konten/mata pelajaran dalam semester atau tahun, beban belajar untuk mata pelajaran dalam semester atau tahun, beban belajar untuk mata pelajaran dan beban belajar per minggu untuk setiap peserta didik. Struktur Kurikulum SD/MI adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Struktur Kurikulum SD/MI Mata Pelajaran Alokasi Waktu Belajar Per Minggu I II III IV V VI Kelompok A 1. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 4 4 4 4 4 4 2. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 5 5 6 5 5 5 3. Bahasa Indonesia 8 9 10 7 7 7 4. Matematika 5 6 6 6 6 6 5. Ilmu Pengetahuan Alam - - - 3 3 3 6. Ilmu Pengetahuan Sosial - - - 3 3 3 Kelompok B 1. Seni Budaya dan Prakarya 4 4 4 4 4 4 2. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 4 4 4 4 4 4 Jumlah Alokasi Waktu Per Minggu 30 32 34 36 36 36 Sumber : Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2014 = Pembelajaran Tematik Terpadu Keterangan : Mata Pelajaran Seni Budaya dan Prakarya dapat memuat bahasa daerah Dengan adanya tambahan jam belajar dan pengurangan jumlah Kompetensi Dasar, guru memiliki keleluasan waktu untuk mengembangkan proses pembelajaran yang berorientasi peserta didik aktif. Proses pembelajaran peserta didik aktif memerlukan waktu yang lebih panjang dari proses pembelajaran penyampaian informasi karena peserta didik perlu latihan untuk mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi dan mengkomunikasikan. b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Menurut Permendikbud No.65 Tahun 2013 tentang Standar Proses dalam Kemendikbud (2014, h.112), menjelaskan bahwa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah Rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar. Selanjutnya menurut Permendikbud Nomor 81A tahun 2013 lampiran IV dalam Kemendikbud (2014, h. 112) menjelaskan bahwa tahapan pertama dalam pembelajaran menurut Standar Proses adalah perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan kegiatan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP adalah rencana pembelajaran yang dikembangkan secara rinci dari suatu materi pokok atau tema tertentu yang mengacu pada silabus. Sementara itu menurut Panduan Teknis Penyusunan RPP di SD dalam Kemendikbud (2014, h.112) “RPP adalah Rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan secara rinci dari suatu materi pokok atau tema tertentu yang mengacu pada silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD)”. Setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun berdasarkan KD atau subtema yang dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Pengembangan RPP dapat dilakukan pada setiap awal semester atau awal tahun pelajaran dengan maksud agar RPP telah tersedia terlebih dahulu dalam setiap awal pelaksanaan pembelajaran. pengembangan RPP dapat dilakukan oleh guru secara individu maupun kelompok dalam Kelompok Kerja Guru (KKG) di gugus sekolah, dibawah koordinasi dan supervisi oleh pengawas atau dinas pendidikan. Kemedikbud (2014, h. 112) menejalaskan beberapa prinsip dalam menyususn RPP adalah sebagai berikut: a. RPP disusun guru sebagai terjemahan dari ide kurikulum dan berdasarkan silabus yang telah dikembangkan pada tingkat nasional ke dalam bentuk rancangan proses pembelajaran untuk direalisasikan dalam pembelajaran. b. RPP dikembangkan guru dengan menyesuaikan apa yang dinyatakan dalam silabus dengan kondisi peserta didik pada satuan pendidikan baik kemampuan awal peserta didik, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan emosi, mapun gaya belajar. c. RPP mendorong partisipasi aktif peserta didik. d. RPP sesuai dengan tujuan Kurikulum 2013 untuk menghasilkan peserta didik sebagai manusia yang mandiri dan tak berhenti belajar, proses pembelajaran dalam RPP dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mengembangkan motivasi, minat, rasa ingin tahu, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, semangat belajar, keterampilan belajar, dan kebiasaan belajar. e. RPP mengembangkan budaya membaca dan menulis. f. Proses pembelajaran dalam RPP dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan. g. RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, remedi, dan umpan balik. h. RPP disususn dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara KI dan KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengakomodasi pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran untuk sikap dan keterampilan, dan keragaman budaya. i. RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasikan secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi. c. Penilaian Autentik Penilaian autentik sering digambarkan sebagai penilaian atas perkembangan peserta didik karena berfokus pada kemampuan mereka berkembang untuk belajar bagaimana belajar tentang subjek. Penilaian autentik harus menggambarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang sudah atau belum dimiliki oleh peserta didik, bagaimana mereka menerapkan pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah atau belum mampu menerapkan perolehan belajar, dan sebagainya. Lebih lanjut Hymes dalam Kemendikbud (2014, h.34) menyatakan bahwa : “Penilaian autentik adalah suatu istilah/terminologi yang diciptakan untuk menjelaskan berbagai metode penilaian alternatif yang memungkinkan peserta didik dapat mendemonstrasikan kemampuannya dalam menyelesaikan tugas-tugas dan menyelesaikan masalah. Sekaligus, mengekspresikan pengetahuan dan keterampilannya dengan cara mensimulasikan situasi yang dapat ditemui di dalam dunia nyata di luar lingkungan sekolah.” Dalam rangka melaksanakan penilaian autentik yang baik, guru harus memahami secara jelas tujuan yang ingin kita capai. Untuk itu, guru harus bertanya pada diri sendiri, khususnya berkaitan dengan : a. Sikap, pengetahuan dan keterampilan apa yang akan dinilai. b. Fokus penilaian yang dilakukan, misalnya berkaitan dengan sikap, pengetahuan dan keterampilan. c. Tingkat pengetahuan apa yang akan dinilai, seperti penalaran, memori, atau proses. Penilaian pembelajaran dengan PBL dilakukan dengan authentic assesment. Penilaian dapat dilakukan dengan portofolio yang merupakan kumpulan yang sistematis pekerjaan-pekerjaan peserta didik yang dianalisis untuk melihat kemajuan belajar dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka pencapaian tujuan pembelajaran. d. Kedudukan Buku Guru dan Buku Siswa 1) Kedudukan dan Fungsi Buku Guru Buku Guru adalah panduan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Berikut ini penjelasan tentang fungsi buku guru: 1) Sebagai Petunjuk Penggunaan Buku Siswa Guru harus mempelajari terlebih dahulu Buku Guru. Guru harus menemukan informasi sebagai berikut: a) Urutan acuan materi pelajaran yang dikembangkan dari Standar Kompetensi Lulusan, Kompetensi Inti, dan Kompetensi Dasar dari masing-masing muatan mata pelajaran, yang kemudian dipadukan dalam satu tema tertentu. b) Jaringan tema dari masing-masing tema yang berisi kompetensi dasar dan indikator dari masing-masing muatan pelajaran yang harus dicapai. c) Penilaian pembelajaran yang dikembangkan dari subtema dengan tujuan agar guru secara bertahap dapat menyelenggarakan proses pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai pesera didik. 2) Sebagai Acuan Kegiatan Pembelajaran Dikelas Buku Guru menyajikan hal-hal sebagai berikut: a) Menjelaskan tujuan-tujuan pembelajaran yang harus dicapai dalam setiap pilahan pembelajaran dari masing-masing subtema. b) Menjelaskan media pembelajaran yang dapat digunakan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran agar guru sudah menyiapkan media-media pembelajaran yang diperlukan. c) Menjelaskan langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran agar dapat membantu guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, dengan sistematis mengikuti langkah-langkah pembelajaran tersebut. d) Menjelaskan tentang teknik dan instrumen penilaian yang dapat digunakan dalam setiap pilihan pembelajaran yang mungkin memiliki karakteristik tertentu. e) Menjelaskan jenis lembar kerja yang sesuai dengan pilahan pembelajaran yang ada dalam Buku Siswa. 3) Penjelasan Tentang Metode Dan Teknik Pembelajaran Yang Digunakan Dalam Proses Pembelajaran Buku Guru memuat informasi tentang model dan strategi pembelajaran yang digunakan sebagai acuan penyelenggaraan proses pembelajaran. 2) Kedudukan dan Fungsi Buku Siswa Buku Siswa digunakan sebagai panduan aktivitas pembelajaran untuk memudahkan peserta didik dalam menguasai kompetensi tertentu. Buku Siswa juga digunakan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam proses pembelajaran (activities based learning) di mana isinya dirancang dan dilengkapi dengan contoh-contoh lembar kegiatan agar peserta didik dapat mempelajari sesuatu yang relevan dengan kehidupan yang dialaminya. Buku Siswa diarahkan agar peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran melalui kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba, berdiskusi serta meningkatkan kemampuan berkomunikasi baik antarteman maupun dengan gurunya. Guru dapat mengembangkan atau memperkaya materi dan kegiatan lain yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Berikut adalah peran dan fungsi Buku Siswa: 1) Sebagai panduan bagi peserta didik dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pembelajaran. 2) Sebagai penghubung antara Guru, Sekolah, dan Orang Tua. 3) Sebagai Lembar Kerja Siswa 4) Sebagai Penilaian dan Fortofolio. 5) Sebagai Media Komunikasi antara Guru dan Siswa. 2. Psikologi Konstruktivisme Paul dalam Syaripudin dan Kurniasih (2008, h. 123) menjelaskan bahwa “Konstruktivisme memandang manusia bukanlah sebagai tabula rasa. Manusia dituntut aktif membangun sendiri pengetahuannya. Eksistensi dan atau proses menjadi manusia ada dalam konteks interelasi dengan lingkungannya, baik lingkungan alamiah maupun manusiawi.” Dalam konstruktivisme istilah pendidikan lebih diartikan sebagai mengajar. Menurut konstruktivisme mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru kepada peserta didik, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan peserta didik membangun sendiri pengetahuannya. Lebih lanjut Von Glasersfeld dalam Syaripudin dan Kurniasih (2008, h. 125) menjelaskan bahwa “mengajar adalah membantu seorang berpikir secara benar dengan membiarkannya berpikir sendiri.” Fosnot (Syaripudin dan Kurniasih, 2008, h. 125) menyebutkan “tujuan pengajaran konstruktivisme lebih menekankan pada perkembangan konsep pengertian (pengetahuan) yang mendalam sebagai hasil konstruksi aktif si pelajar.” Sedangkan Driver dan Oldham dalam Mattew dalam Syaripudin dan Kurniasih (2008, h. 126) menyatakan, bahwa “perencanaan kurikulum konstruktivisme tidak dapat begitu saja mengambil kurikulum standar yang menekankan peserta didik pasif fan guru aktif, sebagai cara mentransfer pengetahuan dari guru kepada peserta didik .” Dalam kegiatan belajar mengajar guru hendaknya berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar peserta didik berjalan dengan baik. Menurut Tobin dkk dalam Syaripudin dan Kurniasih (2008, h. 126) “bagi peserta didik, guru berfungsi sebagai mediator, pembimbing, dan sekaligus teman belajar. Pada konstruktivisme menekankan peranan motivasi guru untuk membantu peserta didik belajar mencintai pelajaran. Sejalan dengan hal tersebut Ayuningsih (2012, h.52) “Konstruktivisme percaya bahwa motivasi internal, seperti kesenangan pelajaran lebih kuat dari pada reward eksternal.” Konstruktivisme yang mempunyai pengaruh besar pada tahun 1930 yang bekerja sebagai ahli Psikologi Rusia adalah L.S. Vygotsky, yang sangat tertarik pada efek interaksi peserta didik dengan teman sekelas pada pelajaran. Jamirillo menjelaskan dalam Ayuningsih (2012, h.53), Vygotsky “mencatat bahwa interaksi individu dengan orang ain berlangsung pada situasi sosial.Subjek yang dipelajari berpengaruh pada proses belajar, dan mengakui bahwa tiap-tiap disiplin ilmu mempunyai metode pembelajaran tersendiri.” 3. Model Pembelajaran Problem Based Learning Model pembelajaran dirancang untuk tujuan tertentu. Pengajaran konsep-konsep informasi, cara-cara berpikir, studi nilai-nilai sosial, dll dengan meminta peserta didik untuk terlibat aktif dalam tugas-tugas kognitif dan sosial tertentu. Semua model pembelajaran menekankan pada bagaimana membantu peserta didik belajar mengkonstruksikan pengetahuan, belajar bagaimana cara belajar yang mencangkup belajar dan sumber-sumber yang seringkali dianggap pasif. Setelah peneliti menganalisis model-model pembelajaran dengan kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan, peneliti menentukan model yang tepat untuk tema diriku sub tema aku dan teman baru, kegiatan pembelajaran 3 dan 4 adalah Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning). Kemendikbud (2014, h.26) menjelaskan bahwa Problem Based Learning merupakan suatu metode pembelajaran yang menantang peserta didik utnuk “belajar bagaimana belajar,” bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata.” Lebih lanjut Barrow dalam Huda (2013, h. 271) mendefinisikan Problem Based Learning sebagai “pembelajaran yang diperoleh melalui proses menuju pemahaman akan resolusi suatu masalah. Masalah tersebut dipertemukan pertama-tama dalam proses pembelajaran.” Model pembelajaran berbasis masalah dilakukan dengan adanya pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh peserta didik yang diharapkan dapat menambahkan keterampilan peserta didik dalam pencapaian materi pembelajaran. Menurut Amir ( 2009, h. 12), ciri-ciri atau karakteristik PBL antara lain: 1) pembelajaran di-awali dengan pemberian masalah; 2) peserta didik berke-lompok secara aktif merumuskan masalah; 3) mempelajari dan mencari sendiri materi yang ber-hubungan dengan masalah serta melaporkan solusinya. Lebih lanjut Sutirman (2013, h.40), menjelaskan bahwa pembelajaran berbasis masalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Merupakan proses edukasi berpusat pada peserta didik. 2. Menggunakan prosedur ilmiah. 3. Memecahkan masalah yang menarik dan penting. 4. Memanfaatkan berbagai sumber belajar. 5. Bersifat kooperatif dan kolaboratif. 6. Guru sebagai fasilitator. Berikut ini Kemendikbud (2014, h.26) mengemukakan lima strategi dalam menggunakan model pembelajaran berbasi masalah (PBL): 1) Permasalahan sebagai kajian. 2) Permasalahan sebagai penjajakan pemahaman. 3) Permasalahan sebagai contoh. 4) Permasalahan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses. 5) Permasalahan sebagai stimulus aktivitas autentik. Barret dalam Sutirman (2013, h.41), menyusun langkah-langkah pelaksanaan PBL, yaitu: 1. Peserta didik diberi permasalahan oleh guru berdasarkan pengalaman peserta didik. 2. Peserta didik melakukan diskusi dalam kelompok kecil untuk: a. Mengklarifikasi kasus atau masalah yang diberikan. b. Mengidentifikasi masalah. c. Saling bertukar pendapat berdasarkan pengalaman yang dimiliki. d. Menetapkan hal-hal yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah. e. Menetapkan hal-hal yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah. 3. Peserta didik melakukan kajian secara independen berkaitan dengan masalah yang harus diselesaikan. 4. Peserta didik kembali kepada kelompok PBL awal untuk melakukan tukar informasi, pembelajaran teman sejawat, dan bekerjasama dalam menyelesaikan masalah. 5. Peserta didik dibantu oleh guru melakukan evaluasi berkaitan dengan seluruh kegiatan pembelajaran. Peran guru, peserta didik dan masalah dalam pembelajaran berbasis masalah dapat digambarkan berikut ini: Tabel 2.2 Peran Guru, Peserta Didik dan Masalah dalam PBL Guru sebagai Pelatih Peserta Didik sebagai Problem Solver Masalah sebagai Awal Tantangan dan Motivasi 1) Asking about thinking (bertanya tentang pemikiran). 2) Memonitor pembelajaran. 3) Probbing (menantang peserta didik untuk berpikir). 4) Menjaga peserta didik terlibat. 5) Mengatur dinamika kelompok. 6) Menjaga berlangsungnya proses. 1) Peserta yang aktif. 2) Terlibat langsung dalam pembelajaran. 3) Membangun pembelajaran. 1) Menarik untuk dipecahkan. 2) Menyediakan kebutuhan yang ada hubungannya dengan pelajaran yang dipelajari. Sumber : Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2014 Berikut ini adalah tahap-tahap pembelajaran dengan menggunakan model PBL: Tabel 2.3 Tahap-Tahap PBL Fase-Fase Perilaku Guru Fase 1 Orientasi peserta didik pada masalah a. Menjelaskan tujuan pembelajara, menjelaskan logistik yang dibutuhkan. b. Memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih. Fase 2 Mengorganisasikan peserta didik. Membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Fase 3 Membimbing penyelidikan individu dan kelompok. Mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Fase 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, model dan berbagi tugas dengan teman. Fase 5 Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari/meminta kelompok presentasi hasil kerja. Sumber : Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2014 Perbedaan PBL dengan pendekatan lainnya dijelaskan oleh Savin, Badin, Moust, Bouhuijs, dan Schmidt dalam Amir (2010, h.23): Tabel 2.4 Perbedaan Model PBL dengan Model lainnya Metode Belajar Deskripsi Ceramah Informasi dipresentasikan dan didiskusikan oleh pendidik dan pemelajar. Kasus atau studi kasus Pembahasan kasus biasanya dilakukan di akhir perkuliahan dan selalu disertai dengan pembahasan dikelas tentang materi (dan sumber-sumbernya) atau konsep terkait dengan kasus. Berbagai materi terkait dan pertanyaan diberikan pada pemelajar. PBL Informasi tertulis yang berupa masalah diberikan sebelum kelas dimulai. Fokusnya adalah bagaimana pebelajar mengidentifikasi isu pembelajaran sendiri untuk memecahkan masalah. Materi dan konsep yang relevan ditemukan oleh pemelajar sendiri Sumber : Buku Inovasi Pendidikan melalui Problem Base Learning Smith dalam Amir (2010, H. 27) menjelaskan bahwa dengan menggunakan model Problem Based Learning peserta didik akan: “meningkatkan kecakapan pemecahan masalahnya, lebih mudah mengingat, meningkat pemahamannya, meningkat pengetahuannya yang relevan dengan dunia praktik, mendorong mereka penuh pemikiran, membangun kemampuan kepemimpinan dan kerja sama, kecakapan belajar, dan memotivasi pemelajar.” Sanjaya ( 2009, h. 220) menyebutkan keunggulan Model Problem Based Learning (PBL) antara lain: 1) PBL merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami pelajaran; 2) PBL dapat menantang kemampuan peserta didik serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi peserta didik; 3) PBL dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran; 4) melalui PBL bisa memperlihatkan kepada peserta didik setiap mata pelajaran (matematika, IPA, dan lain sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh peserta didik, bukan hanya sekadar belajar dari guru atau buku-buku saja; 5) PBL dianggap lebih menyenangkan dan disukai peserta didik; 6) PBL dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis; 7) PBL dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata; 8) PBL dapat mengembangkan minat peserta didik untuk belajar secara terus-menerus sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir. Model PBL memiliki keunggulan maupun kelemahan, keunggulan model PBL sudah disebutkan di atas. Sedangkan kelemahan model PBL menurut Sanjaya (2009, h. 221) antara lain: “1) peserta didik tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk di-pecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba; 2) keberhasilan model pembelajaran melalui PBL membutuhkan cukup waktu untuk persiapan; 3) tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk me-mecahkan masalah yang sedang dipel-ajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang ingin mereka pelajari. Penilaian pembelajaran dengan PBL dilakukan dengan authentic assesment. Penilaian dapat dilakukan dengan portofolio yang merupakan kumpulan yang sistematis pekerjaan-pekerjaan peserta didik yang dianalisis untuk melihat kemajuan belajar dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian dalam pendekatan PBL dilakukan dengan cara evaluasi diri (self-assessment) dan peer-assessment. 1) Self-assessment adalah penilaian yang dilakukan oleh peserta didik itu sendiri terhadap usaha-usahanya dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin dicapai oleh peserta didik itu sendiri dalam belajar. 2) Peer-assessment adalah penilaian dimana pebelajar berdiskusi untuk memberikan penilaian terhadap upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah dilakukannya sendiri maupun oleh teman dalam kelompoknya. 4. Psikologi Perkembangan Anak Sekolah Dasar Karakter peserta didik khususnya kerakter peserta didik sekolah dasar dijelaskan oleh Nasution dalam Djamarah (2011, h.123) “adalah masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam tahum hingga kira-kira sebelas atau dua belas tahun. Usia ini ditandai dengan mulainya anak masuk sekolah dasar, dan dimulainya sejarah baru dalam kehidupannya yang kelak akan mengubah sikap-sikap dan tingkah lakunya.” Para guru mengenal masa ini sebagai “masa sekolah”, oleh karena pada usia inilah anak untuk pertama kalinya menerima pendidikan formal. Disebut masa sekolah, karena anak sudah menyelesaikan pendidikan anak usia dini atau taman kanak-kanak, sebagai lembaga persiapan bersekolah yang sebenarnya. Masa usia sekolah dianggap oleh Suryobroto dalam Djamarah (2011, h.124) “sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah.” Tetapi beliau tidak berani untuk mengatakan pada umur berapa tepatnya anak matang untuk masuk sekolah dasar. Kesukaran penentuan ketepatan umur anak matang sekolah dasar disebabkan kematangan itu tidak ditentukan oleh umur semata-mata, namun pada umur antara 6-7 tahun biasanya anak memang telah matang untuk masuk sekolah dasar. Pada masa keserasian bersekolah ini secara relatif anak-anak lebih mudah di didik daripada masa sebelumnya dan sesudahnya. Masa ini menurut Suryobroto dalam Djamarah (2011, h. 124) dapat terperinci dalam dua fase yaitu : a. Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, kira-kira umur 6-7 tahun sampai kira-kira umur 9-10 tahun. Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini antara lain adalah seperti yang disebutkan dibawah ini: 1) Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan kesehatan pertumbuhan jasmani dengan prestasi sekolah. 2) Adanya sikap yang cenderung untuk mematuhi peraturan-peraturan permainan yang tradisional. 3) Ada kecenderungan memuji sendiri. 4) Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain kalau hal itu dirasanya dengan anak lain kalau hal itu dirasanya menguntungkan untuk meremehkan anak lain. 5) Kalau tidak dapat menyelesaikan sesuatu soal, maka soal itu dianggapnya tidak penting. 6) Pada masa ini (terutama pada umur 6-8 tahun) anak menghendaki nilai (angka rapor) yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak. b. Masa-masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar, kira-kira umur 9-10 tahun sampai kira-kira umur 12 -13 tahun. Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini adalah sebagai berikut : 1) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis. 2) Amat realistik, ingin tahu dan ingin belajar. 3) Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus, yang oleh para ahli ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor. 4) Sampai kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lainnya. 5) Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bermain-main bersama. Didalam permainan ini biasanya anak tidak terlihat lagi terikat pada permainan yang tradisional, mereka membuat peraturan sendiri. 5. Pembelajaran Tematik Terpadu Orientasi Kurikulum 2013 adalah terjadinya peningkatan dan keseimbangan antar kompetensi sikap (attitude), keterampilan (skill) dan pengetahuan (knowledge). Hal ini sejalan dengan amanat UU No. 20 Tahun 2003 sebagaimana tersurat dalam penjelasan pasal 35 : kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencangkup sikap, pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Daryanto, dkk (2014, h.1) “pengembangan kurikulum berbasis kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu.” Kurikulum 2013 diarahkan pada pembentukan karakter peserta didik. Dimana perubahan karakter dijadikan acuan penilaian, karena perubahan karakter diyakini akan meningkatkan hasil belajar peserta didik. Dengan diberlakukannya kurikulum 2013 saat ini, tentunya sangat berpengaruh pada proses pembelajaran. Pada kurikulum 2013 proses pembelajaran berpusat pada peserta didik. Guru memberikan kesempatan agar siswa mendapatkan pengalaman belajar secara langsung. Proses pembelajaran kurikulum 2013 menggunakan pembelajaran tematik integrative sebagai pendekatan pembelajaran. Dalam Daryanto, dkk (2014, h. 81) menyimpulkan bahwa : “Pembelajaran tematik terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pembelajaran kedalam berbagai tema. Pengintegrasian dilakukan dalam dua hal, yaitu integrasi sikap, keterampilan dan pengetahuan dalam proses pembelajaran dan integrasi berbagai konsep dasar yang berkaitan. Tema merajut makna berbagai konsep dasar sehingga peserta didik tidak belajar konsep dasar parsial. Dengan demikian pembelajarannya memberikan makna yang utuh kepada peserta didik seperti tercemin pada berbagai tema yang tersedia.” Konsep pembelajaran tematik merupakan konsep pembelajaran terpadu. Konsep model pembelajaran tematik yang dipelajari di Indonesia adalah konsep pembelajaran terpadu yang dikembangkan oleh Forganty (1990). Model pembelajaran tematik yang digunakan pada kurikulum di Indonesia ada tiga dalam Daryanto, dkk (2014, h. 83-84) yakni : 1) model hubungan/terkait, 2) model jaring laba-laba, 3) model terpadu. Dilihat dari konsep pembelajaran kurikulum 2013, lebih lanjut Kemendikbud (2014, h. 89) menyebutkan karakteristik pembelajaran tematik terpadu sebagai berikut : 1) Berpusat pada peserta didik 2) Menyediakan pengalaman langsung 3) Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas 4) Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran 5) Bersifat fleksibel 6) Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan Perubahan kurikulum 2013 tidak hanya berpengaruh pada proses pembelajaran, tetapi berpengaruh pula pada peran guru didalam kelas. Guru berperan sebagai penentu keberhasilan peserta didik, dengan kemampuan pengelolaan kelas yang dimilikinya gurulah yang akan membentuk sikap, keterampilan dan pengetahuan peserta didik. Guru hanya akan mengawasi, membimbing, mengarahkan, menilai dan mengevaluasi proses belajar peserta didik. Sedangkan aspek kognitif didapatkan oleh peserta didik melalui pengalaman langsung saat proses kegiatan belajar. Dalam UU Guru dan Dosen No.14 tahun 2005 dalam Daryanto (2014, h.19) dijelaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Selain berpengaruh pada peran guru didalam kelas, kurikulum 2013 juga memberikan banyak keuntungan bagi sekolah dasar yang menganut sistem guru kelas. Lebih lanjut Daryanto, dkk (2014, h.73) menjelaskan tematik terpadu akan memberikan banyak keuntungan antara lain : a) Fleksibilitas pemanfaatan waktu dan menyesuaikannya dengan kebutuhan peserta didik. b) Menyatukan pembelajaran peserta didik, konvergensi pemahaman yang diperolehnya sambil mencegah terjadinya inkonsistensi antar mata pelajaran. c) Merefleksikan dunia nyata yang dihadapi anak di rumah dan di lingkungannya. d) Selaras dengan cara anak berpikir, dimana menurut penelitian otak mendukung pedagogi dan psikologi bahwa anak menerima banyak hal dan mengolah dan merangkumnya menjadi satu. Sehingga mengajarkan secara holistik terpadu adalah sejalan dengan bagaimana otak akan mengolah informasi. Agar pembelajaran tematik terpadu bisa dijalankan secara optimal, maka diperlukan prinsip-prinsip pembelajaran sebagai berikut : 1) Prinsip-prinsip dalam penggalian tema a) Tema tidak terlalu luas sehingga mudah untuk memadukan mata pelajaran. b) Bermakna, sehingga bisa digunakan sebagai bekal bagi peserta didik untuk belajar selanjutnya. c) Sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. d) Mampu menunjukkan sebagian besar minat peserta didik. e) Mempertimbangkan peristiwa otentik (riil). f) Sesuai dengan kurikulum dan harapan masyarakat. g) Mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar. 2) Prinsip-prinsip dalam pelaksanaan pembelajaran tematik a) Guru tidak bersifat otoriter dan berperan sebagai single actor yang mendominasi proses pembelajaran. b) Pemberian tanggung jawab terhadap individu dan kelompok harus jelas dan mempertimbangkan kerja sama kelompok. c) Guru bersikap akomodatif terhadap ide-ide yang muncul saat proses pembelajaran yang di luar perencanaan. d) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri disamping penilaian lain. Kunci keberhasilan implementasi kurikulum 2013 dalam Daryanto, dkk (2014, h. 79): 1) Ketersediaan buku pegangan pembelajaran : a) Siswa b) Guru 2) Ketersediaan buku pedoman penilaian 3) Kesiapan guru a) Penyesuaian kompetensi guru (4+1) 4) Dukungan manajemen a) Kepala Sekolah b) Pengawas Sekolah c) Administrasi sekolah (khususnya untuk SMA dan SMK) 5) Dukungan iklim/ budaya akademik Keterlibatan dan kesiapan semua pemangku kepentingan (peserta didik, guru, orang tua, kepala sekolah, pengawas sekolah). 6. Karakteristik Keterampilan Mengamati Syah (2010, h.117) menjelaskan mengamati artinya proses menerima, menafsirkan, dan memberi artinya rangsangan yang masuk melalui indera-indera seperti mata dan telinga. Berkat pengalaman belajar seorang peserta didik akan mampu mencapai pengamatan yang benar objektif sebelum mencapai pengertian. Kegiatan belajar yang dilakukan dalam proses mengamati adalah membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat). Kompetensi yang dikembangkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi. Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media objek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik, sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi, dengan metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru. Kemendikbud (2014, h.63) menjelaskan bahwa kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah sebagai berikut : 1) Menentukan objek apa yang akan diobservasi. 2) Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi. 3) Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder. 4) Menentukan dimana tempat objek yang akan diobservsi. 5) Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar. 6) Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi, seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya. Dalam penyajian pembelajaran, guru dan peserta didik (Kelas 1 Sekolah Dasar) perlu memahami apa yang hendak dicatat, melalui kegiatan pengamatan. Mengingat peserta didik masih dalam jenjang Sekolah Dasar, makan pengamatan akan lebih banyak menggunakan media gambar, alat peraga sedapat mungkin bersifat kontekstual. Pengamatan gambar dapat dikembangkan dan dikaitkan dengan pengetahuan awal peserta didik sehingga proses pembelajaran dapat lebih menyenangkan dan membangkitkan rasa antusias peserta didik karena dapat mengaitkan pengalaman belajarnya dengan kehidupan nyata. Gambar-gambar yang diamati juga harus bervariasi dan membangkitkan keingintahuan anak sehingga dapat memancing anak untuk bertanya hal-hal yang ingin diketahui dengan rasa ingin tahu yang tinggi. 7. Karakteristik Keterampilan Mencoba Keterampilan mencoba termasuk pada tahap mengumpulkan informasi/eksperimen. Keterampilan mencoba kegiatan pembelajarannya antara lain: “melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/kejadian/aktivitas, dan wawancara dengan narasumber. Kompetensi yang dikembangkan dalam keterampilan mencoba adalah mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.” (Kemendikbud, 2014, h.67) Kegiatan mencoba bermanfaat untuk meningkatkan keingintahuan peserta didik untuk memperkuat pemahaman konsep, prinsip, dan prosedur dengan mengumpulkan data, mengembangkan kreativitas, dan keterampilan kerja ilmiah. Kegiatan ini mencakup merencanakan, merancang, dan melaksanakan eksperimen, serta memperoleh, menyajikan, dan mengolah data. Pemanfaatan sumber belajar termasuk mesin komputasi dan automasi sangat disarankan dalam kegiatan ini. Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau autentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari. Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar Kemedikbud (2014, h.68) menjelaskan 8 langkah yang harus ditempuh oleh guru: 1) Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yang akan dilaksanakan oleh peserta didik. 2) Guru bersama peserta didik mempersiapkan perlengkapan yang akan dipergunakan. 3) Perlu perhitungan tempat dan waktu. 4) Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan peserta didik. 5) Guru membicarakan masalah yang akan dijadikan eksperimen. 6) Membagi kertas kerja kepada murid. 7) Peserta didik melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru. Guru mengumpulkan hasil kerja peserta didik dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal. 8. Karakteristik Keterampilan Menyajikan Gambar Hasil Pengamatan Keterampilan menyajikan gambar hasil pengamatan termasuk pada tahap mengkomunikasikan. Kegiatan belajar mengkomunikasikan dalam Kemendikbud (2014, h. 70) adalah : “Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Kompetensi yang dikembangkan dalam tahapan mengkomunikasikan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.” Kegiatan mengasosiasi bertujuan untuk membangun kemampuan berpikir dan bersikap ilmiah. Data yang diperoleh dibuat klasifikasi, diolah, dan ditemukan hubungan-hubungan yang spesifik. Kegiatan dapat dirancang oleh pendidik melalui situasi yang direkayasa dalam kegiatan tertentu sehingga peserta didik melakukan aktivitas antara lain menganalisis data, mengelompokkan, membuat kategori, menyimpulkan, dan memprediksi/ meramalkan dengan memanfaatkan lembar kerja diskusi atau praktik. Hasil kegiatan mencoba dan mengasosiasi memungkinkan peserta didik menguasai keterampilan berpikir kritis tingkat tinggi (higher order thinking skills) hingga berpikir metakognitif. Kegiatan menyimpulkan merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah, bisa dilakukan bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok, atau bisa juga dengan dikerjakan sendiri setelah mendengarkan hasil kegiatan mengolah informasi. Hasil tugas yang dikerjakan bersama dalam satu kelompok kemudian dipresentasikan atau dilaporkan kepada guru. Kegiatan ini sekaligus merupakan kesempatan bagi guru untuk melakukan konfirmasi terhadap apa yang telah disimpulkan oleh peserta didik. Hasil tugas yang telah dikerjakan bersama-sama secara kolaboratif dapat juga disajikan dalam bentuk laporan tertulis dan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan untuk portofolio kelompok dan atau individu, yang sebelumnya di konsultasikan terlebih dahulu kepada guru. Pada tahapan ini kedatipun tugas dikerjakan secara berkelompok, tetapi sebaiknya hasil pencatatan dilakukan oleh masing-masing individu sehingga portofolio yang dimasukkan kedalam file atau map peserta didik terisi dari hasil pekerjaannya sendiri secara individu. 9. Hubungan antara Kurikulum 2013 dengan Keterampilan Mengamati, Mencoba dan Menyajikan Gambar Hasil pengamatan Syah (2010, h. 117) menjelaskan keterampilan ialah : “Kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot (neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olahraga dan sebagainya. Meskipun sifatnya motorik, namun keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi. Dengan demikian, peserta didik yang melakukan gerakan motorik dengan koordinasi dan kesadaran yang rendah dapat dianggap kurang atau tidak terampil.” Lebih lanjut Rober (1998) dalam Syah (2010, h.117) “menjelaskan bahwa keterampilan adalah kemampuan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu.” Keterampilan bukan hanya meliputi gerakan motorik melainkan juga pengejawatahan fungsi mental yang bersifat kognitif. Konotasinya pun luas sehingga sampai pada mempengaruhi atau mendayagunakan orang lain. Artinya orang yang mampu mendayagunakan orang lain secara tepat juga dianggap sebagai orang yang terampil. Syah (2010, h.120) mengemukakan tujuan belajar keterampilan yaitu, “untuk memperoleh dan menguasai keterampilan jasmaniah tertentu. Dalam belajar jenis ini pelatihan intensif dan teratur amat diperlukan.” Dalam kurikulum 2013 dijelaskan bahwa keterampilan merupakan salah satu aspek yang digambarkan secara ketegorial mengenai kompetensi pada Kompetensi Inti (KI) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Keterampilan kognitif dan psikomotorik adalah konten yang bersifat developmental yang dapat dilatih (trainable) dan diajarkan secara langsung (direct teaching). Dalam kurikulum 2013 aspek keterampilan merupakan aspek yang akan membangun peserta didik yang mandiri serta kreatif. Berikut adalah cara menilai aspek keterampilan pada kurikulum 2013 : 1. Penilaian Kinerja, adalah suatu penilaian yang meminta peserta didik melakukan suatu tugas pada situasi yang sesungguhnya mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan. Misalnya tugas memainkan alat musik, menggunakan mikroskop, menyanyi, bermain peran, menari. 2. Penilaian proyek, merupakan kegiatan penilaian terhadap tugas yang harus diselesaikan oleh peserta didk menurut periode/waktu tertentu. Penilaian proyek sangat dianjurkan karena membantu mengembangkan keterampilan berpikir tinggi (berpikir kritis, pemecahan masalah, berpikir kreatif) peserta didik. 3. Penilaian portofolio, merupakan penilaian melalui sekumpulam karya peserta didik yang tersusun secara sistematis dan terorganisasi yang dilakukan secara kurun waktu tertentu. Portofolio digunakan oleh guru dan peserta didik untuk memantau secara menyeluruh tentang proses dan pencapaian hasil belajar peserta didik. B. TEMUAN HASIL YANG RELEVAN Berkaitan dengan penggunaan model Problem Based Learning berikut ini dibahas beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti : 1. Model pembelajaran Problem Based Learning oleh Ali Muhson dengan penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Minat Belajar dan Pemahaman Siswa Melalui Penerapan Problem Based Learning”. Berdasarkan pantauan selama ini mata kuliah ini dianggap mahasiswa sebagai mata kuliah yang cukup menakutkan. Hal ini didasarkan karena materinya lebih banyak yang bersifat menghitung. Bagi mahasiswa yang memiliki kemampuan kuantitatif yang rendah, maka mata kuliah ini menjadi mata kuliah yang tidak menarik. Akibatnya minat belajar mahasiswa terhadap mata kuliah ini menjadi rendah. Permasalahan tersebut berimbas pada prestasi belajar yang diraih mahasiswa. Rendahnya prestasi belajar mahasiswa terlihat dari nilai yang dicapai mahasiswa yang menempuh mata kuliah ini. Berdasarkan hasil evaluasi ditemukan bahwa nilai mata kuliah yang diperoleh mahasiswa untuk mata kuliah ini belum optimal, artinya masih banyak jumlah mahasiswa yang mendapatkan nilai di bawah standar. Hasil evaluasi belajar tahun akademik 2007/2008 menunjukkan bahwa nilai mahasiswa yang di atas B hanya mencapai 29%, sedangkan sisanya 71% nilai mahasiswa B ke bawah. Hal ini disebabkan karena rata-rata mahasiswa kurang mampu menjawab dengan tepat terhadap soal yang diberikan pada kegiatan evaluasi pembelajaran, khususnya soal-soal yang sifatnya aplikatif. Akibatnya nilai yang dicapai mahasiswa juga kurang memuaskan. Atas dasar analisis diatas maka peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian dengan menggunakan model Problem Based Learning. Untuk mengkaji permasalahan penelitian ini digunakan model penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Gagasan sentral penelitian ini adalah bahwa orang yang akan melakukan tindakan harus juga terlibat dalam proses penelitian dari awal. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan dokumentasi, kuesioner, observasi dan wawancara. Proses penelitian ini dilakukan secara cyclic sebagaimana yang disarankan oleh Kemmis dan McTaggart (1988) dengan memperhatikan plan, implementation, monitoring, and reflection. Berdasarkan hasil yang ditemukan pada saat penelitian, dapat disimpulkan bahwa Problem Based Learning dalam pembelajaran Statistika Lanjut. Hal tersebut adalah: Penerapan metode Problem Based Learning dalam pembelajaran statistika lanjut mampu meningkatkan minat belajar mahasiswa baik minat belajar di dalam maupun di luar kelas hal ini terjadi karena proses pembelajaran lebih banyak diberikan penugasan analisis kasus baik secara individual maupun kelompok sehingga menuntut partisipasi semua mhasiswa dalam proses pembelajaran. Penerapan metode Problem Based Learning dalam pembelajaran statistika lanjut ampu meningkatkan pemahaman mahasiswa karena proses embelajaran lebih ditekankan pada penerapan teknik dan prosedur statistika sehingga memudahkan mahasiswa untuk memahami konsep dan penerapannya. roses pembelajaran dengan penerapan metode Problem Based Learning ini hendaknya terus ditingkatkan karena terbukti mampu meningkatkan minat dan pemahaman mahasiswa. 2. Penelitian tentang PBL juga pernah dilakukan oleh Hasrul Bakri dengan judul penelitian “Peningkatan Minat Belajar Praktik Menggulung Trafo Melalui Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Pada Siswa SMK Negeri 3 Makasar”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan minat belajar praktek menggulung trafo melalui pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) pada siswa SMK Negeri 3 Makassar. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian pengembangan metode dan strategi pembelajaran yang dilaksanakan sebanyak 2 siklus, setiap siklusnya masing-masing dilaksanakan sebanyak 4 pertemuan. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan metode dan strategi pembelajaran, dengan tahapan-tahapan yang berdaur ulang meliputi : perencanaan, pelaksanaan tin

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > PGSD 2014
Depositing User: Iyas -
Date Deposited: 28 Jun 2016 09:30
Last Modified: 28 Jun 2016 09:30
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/5155

Actions (login required)

View Item View Item