Andri Andrea, NPM : 178040053 (2019) Kajian Hukum Tentang Barang Hasil Gratifikasi Menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Dalam Proses Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Thesis(S2) thesis, Perpustakaan Pascasarjana.
Text
Andri Andrea.docx Download (38kB) |
Abstract
Korupsi dalam arti hukum adalah tingkah laku yg menguntungkan kepentingan diri sendiri dengan merugikan orang lain, oleh para pejabat pemerintah yang langsung melanggar batas-batas hukum atas tingkah laku tersebut, sedangkan menurut norma-norma pemerintah dapat dianggap korupsi apabila hukum dilanggar atau tidak dalam bisnis tindakan tersebut adalah tercela. Tindak pidana korupsi mengalami perluasan, diantaranya adalah Gratifikasi. Istilah Gratifikasi berasal dari penjelasan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yaitu pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.Gratifikasi adalah pemberian untuk memperoleh keuntungan tertentu lewat keputusan yang dikeluarkan oleh penerima gratifikasi. Pemikiran inilah yang menjadi landasan pasal pemidanaan gratifikasi. Dalam penetapan status barang gratifikasi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan lembaga penegak hukum dalam pemberantasan korupsi dengan berbagai kewenangan secara atribusi yang diberikan oleh Undang-Undang, salah satunya kewenangan dalam menetapkan status barang gratifikasi. Mekanisme dan alur penetapan status barang gratifikasi dilaksanakan sendiri oleh KPK sesuai amanat Undang-Undang dalam Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tetapi dalam pelaksanaannya perlu segera dilakukan perubahan dan revisi. Rumusan pasal tersebut dalam praktek yang dijalankan oleh KPK adalah menetapkan status barang gratifikasi hanya berdasarkan pada Surat Keputusan Ketua KPK tanpa adanya permintaan kepada pihak pengadilan untuk dilakukan penetapan terlebih dahulu. Oleh karena itu rumusan pasal tersebut dalam prakteknya tidak sejalan dengan konsep dan teori sistem peradilan pidana di Indonesia. Kata Kunci : Tindak Pidana Korupsi, Gratifikasi, Sistem Peradilan Pidana
Item Type: | Thesis (Thesis(S2)) |
---|---|
Subjects: | RESEARCH REPORT |
Divisions: | Pascasarjana > S2-Ilmu Hukum 2018 |
Depositing User: | Mrs Lusiawati - |
Date Deposited: | 26 Sep 2019 07:52 |
Last Modified: | 26 Sep 2019 07:52 |
URI: | http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/44523 |
Actions (login required)
View Item |